1. PENGERTIAN DRAMA • Drama “perbuatan”, “tindakan”. Berasal dari kata Yunani draomai (berbuat, berlaku, bertindak) • Drama (Aristoteles) tiruan (imitasi) dari suatu tindak-tanduk manusia • Drama (Moulton) kehidupan yang dilukiskan dengan gerak • Drama (Balthazar Verhagen) kesenian melukisakan sifat dan sikap manusia dengan gerak • Drama (Dietrich) cerita konflik manusia dalam bentuk dialog, yang diproyeksikan dengan menggunakan percakapan dan lakuan pentas dihadapan penonton. • Dalam bahasa Belanda, drama sama maknanya dengan tonil atau dalam bahasa Indonesia sandiwara. Tonil berasal dari bahasa Belanda toneel, yang artinya pertunjukan. • Sandiwara (Mangkunegara VII) bahasa Jawa sandhi (rahasia), dan warah (pengajaran). • Ki Hahar Dewantara, sandiwara diartikan sebagai pengajaran yang dilakukan dengan perlambang (secara tidak langsung) • Drama dalam arti luas bentuk karya sastra yang bertujuan menggambarkan kehidupan dengan menyampaikan pertikaian dan emosi melalui lakuan dan dialog yang tidak jauh berbeda dengan kehidupan sehari-hari. • Unsur-unsur drama : bahasa, gerak, posisi, isyarat, ekspresi wajah, intonasi, tempo kalimat, pelafalan, volume suara, tekanan, serta aspek kebahasan lain agar dapat menyampaikan pesan secara sempurna. 2. PENGERTIAN TEATER • Berasal dari kata theatron (Yunani) arti sebenarnya adalah dengan “takjub memandang” , “melihat”. • Pengertian dari teater adalah : (1) gedung pertunjukkan, (2) suatu bentuk pengucapan seni yang penyampaiannya dilakukan dengan dipertunjukkan di depan umum. • Dalam arti luas teater ialah segala tontonan yang dipertunjukkan di depan orang banyak. • Dalam arti sempit, teater adalah drama. 3. PERBEDAAN DRAMA DENGAN TEATER Teater berkaitan langsung dengan pertunjukkan. Drama berkaitan dengan lakon atau naskah cerita yang akan dipentaskan. Teater adalah visualisasi dari drama atau drama yang dipentaskan di atas panggung dan disaksikan oleh penonton. Hubungan Drama dengan Teater Drama Teater • Teater baru dikenal setelah zaman kemerdekaan. • Keterkaitan teater dengan drama sangat kuat. Teater tidak mungkin dipentaskan tanpa lakon (drama). • Oleh karena itu, muncul istilah dramaturgi (Inggris : dramaturgy) yang berarti seni atau teknik penulisan drama dan penyajiannya dalam bentuk teater. • Dramaturgi membahas proses penciptaan teater ,ulai dari penulisan naskah hingga pementasannya. PERKEMBANGAN DRAMA • Cikal bakal seni drama ditemukan pada dinding piramida Mesir, 3500 SM. Di situ terlukis seorang pendeta berdiri di antara para jemaah. Wajahnya bertopeng, sementara tubuhnya berayun seperti tengah menceritakan sesuatu. Rupanya pendeta Mesir Kuno itu sedang melukiskan keagungan Sang Pencipta Langit dan Bumi. Ia memanfaatkan seni peran dalam menyampaikan ajarannya. • Pertunjukkan drama yang lengkap ditemukan pertama kali di Yunani tahun 534 SM. Sebagai penghormatan pada Dewa Dionisius, bangsa Yunani membuat upacara keagamaan berupa seni pertunjukkan. Pemerannya hanya seorang. Sang aktor berakting dan memerankan beberapa karakter sekaligus. Ia didampingi paduan suara sekitar 50 orang. Sesekali, sang aktor melakukan dialog dengan mereka. Seni drama Yunani berkembang pesat, salah satnya adalah “Odipus” CIRI-CIRI KHUSUS PERTUNJUKKAN TEATER PADA MASA YUNANI KUNO • Pertunjukkan dilakukan di amfiteater, yakni sebuah bangunan tanpa atap dalam bentuk setengah lingkaran dengan tempat duduk penonton melengkung dan berundak-undak. • Sudah menggunakan naskah lakon. • Seluruh pemain pria bahkan peran wanitanya dimainkan pria dan memakai topeng. Setiap pemain memainkan lebih dari satu tokoh. • Cerita berbentuk tragedi, yang membuat penonton tegang, takut, dan kasihan. Ceritanya lucu, kasar, dan sering mengkritik tokoh terkenal pada waktu itu. • Selain pemeran utama, juga ada pemain khusus untuk kelompok koor, penari, dan narator. DRAMAWAN YUNANI KLASIK • Aeschylus (525 SM) dialah yang pertama kali mengenalkan tokoh protagonis adan antagonis sehingga mampu menghidupkan peran. Karyanya yang terkenal adalah Trilogi Oresteia yang terdiri dari “Agamennon”, “The Libatian Beavers”, dan “The Furies” • Shopocles (496 – 406 SM) dengan karya yang terkenal adalah “Oedipus Sang Raja”, “Oedipus di Kolonus”, “Antigone” • Euripides (484 – 406 SM) dengan karya-karyanya antara lain “Medea”, “Hyppolitus”, “The Troyan Woman”, “Cyclops”. • Aristophanes (448-380 SM) penulis naskah drama komedi. Dengan karyanya yang terkenal adalah “Lysistrata”, “The Wasps”, “The Clouds”, “The Forgs”, “The Birds”. • Manander (349-291 SM). Manander menghilangkan koor dan menggantinya dengan berbagai watak. Misalnya watak orang tua yang baik, budak yang licik, anak yang jujur, dsb. Karya Manander yang berpengaruh kuat pada zaman Romawi Klasik dan drama komedi zaman Renaisans dan zaman Ratu Elizabeth. ZAMAN ROMAWI Cerita yang populer adalah cerita komedi Biasanya diperankan di hari libur atau hari besar Aktor dan aktrisnya adalah budak-budak Tak hanya berakting, mereka juga bernyanyi dan menari, menceritakan cerita komedi. CIRI-CIRI DRAMA ROMAWI • Koor tidak lagi berfungsi mengisi setiap adegan • Musik menjadi pelengkap seluruh adegan; tidak hanya menjadi tema cerita, tetapi juga menjadi ilustrasi cerita • Tema berkisar pada masalah hidup dan kesenjangan golongan menengah • Karakteristik tokoh bergantung kelas, yaitu orang tua yang bermasalah dengan anak-anaknya atau kekayaan, anak muda yang melawan kekuasaan orang tua. PERKEMBANGAN DRAMA ABAD PERTENGAHAN (1400 – 1500AN) Berkembang di berbagai kota di Eropa. Pementasan drama lebih banyak berkaitan dengan perayaan hari-hari besar umat Kristen. Tema drama yang dibuat berdasarkan cerita-cerita Alkitab dan dipertunjukkan di atas kereta yang disebut pageant, dan ditarik keliling kota, Para pemain drama pageant menggunakan tempat di bawah kereta untuk menyembunyikan peralatan yang digunakan untuk efek tipuan. • Aktor-aktor pageant sering kali adalah para perajin setempat yang memainkan adegan yang menujukkan keahlian mereka. • Drama ini populer di Eropa karena pemainnya berbicara dalam bahasa sehari-hari, bukan bahasa Latin yang merupakan bahasa resmi Gereja Kristen. CIRI-CIRI ZAMAN TEATER PERTENGAHAN Drama dimainkan oleh aktor-aktor yang belajar di universitas sehingga dikaitkan dengan masalah filsafat dan agama. Aktor bermain di panggung di atas kereta yang bisa dibawa berkeliling menyusuri jalanan Drama banyak disisipi cerita kepahlawanan yang dibumbui cerita percintaan Drama dimainkan di tempat umum dengan memungut bayaran Drama tidak memiliki nama pengarang ZAMAN RENAISANS Berasal dari kata renaitre yang artinya kelahiran kembali manusia untuk mendapatkan semangat hidup baru. Gerakan yang membangun semangat ini disebut gerakan humanisme Pusat aktivitas teater di Italia (istana-istana dan akademi) Drama yang dipentaskan meiru drama klasik Para aktor kebanyakan pegawai-pegawai istana dan pertunjukkan diselenggarakan dalam pesta-pesta istana. JENIS-JENIS DRAMA ZAMAN RENAISANS Drama tragedi Drama komedi Drama pastoral atau drama yang membawakan kisah-kisah percintaan antara dewa-dewa dengan para gembala di daerah pedesaan. Ketiga jenis drama tersebut masih memilikinilai seni yang rendah, karena dilangsungkan dengan mengikuti struktur yang ada. CIRI-CIRI TEATER ZAMAN RENAISANS Naskah lakon yang dipertunjukkan meniru teater zaman Yunani Klasik Cerita bertema mitologi atau kehidupan sehari-hari Tata busana dan latar yang dipergunakan sangat inivatif Pelaksanaan diatur oleh kerajaan maupun universitas Menggunakan panggung prosenium, yaitu bentuk bangunan yang menggunakan pemisah antara area panggung dengan penonton Pada zaman ini juga melahirkan satu drama commedia dell’arte, yakni bentuk drama rakyat Italia yang berkembang di luar lingkungan istana dan akademisi. CIRI KHAS COMMEDIA DELL’ARTE Para pemain dibebaskan berimprovisasi mengikuti jalannya cerita dan dituntut memiliki pengetahuan luas yang dapat mendukung permainan improvisasinya Menggunakan naskah lakon yang berisi garis besar cerita. Cerita yang dimainkan bersumber cerita turun temurun. Terdiri dari 3 babak didahului prolog panjang. Plot cerita berlangsung dalam adegan suasana lucu. Peristiwa cerita berlangsung dan berpindah secara cepat. Terdapat tiga tokoh yang selalu muncul, yaitu tokoh penguasa, tokoh penggoda, dan tokoh pembantu. Tempat pertunjukkan di lapangan panggung-panggung sederhana kota, dan Latar panggung sederhana, yaitu rumah, jalan, dan lapangan. Pada masa ini muncul drama yang disebut balet (gabungan drama tanpa dialog dengan tari dan musik dalam pementasan sebuah cerita. Lahir di abad ke-17 sebagai hiburan bangsawan Eropa Raja Perancis, Louis XIV adalah bangsawan penggemar balet balet berkembang sangat pesat. Karya balet yang terkenal adalah “Le Bourgeois Gentilhomme” karya Moliere DRAMA MODEL ROMANTIK Berkembang antara tahun 1800 – 1850 Dipengaruhi oleh peristiwa Revolusi Perancis Sebelumnya, sekitar tahun 1776, aktor dan penulis drama Perancis, Pierre de Beaumarchais, menulis “Le Mariage de Figaro” (Perkawinan Figaro) drama komedi yang berisi kritik-kritik yang tajam (mengulas bagaimana kekejaman para bangsawan terhadap rakyatnya). Raja Perancis, Louis XVI menentang drama-drama tersebut lalu muncul Revolusi Perancis (1789-1799) JEPANG Seni drama tradisional dikenal dengan Noh dan Kabuki Noh berkembang pada abad ke-14 Awalnya Noh dikhususkan untuk tontotan para pejuang atau samurai. Penataan panggung sederhana. Pemain mengenakan topeng dan kostum gaya kuno Pemain bergerak dengan lambat sambil mengalunkan lagu. Kabuki berkembang abad ke-17 Bahasa yang dipakai adalah bahasa Jepang Kuno Kabuki kaya akan adegan yang dramatis, dengan banyak gerakan Pemain Kabuki semuanya adalah laki-laki. pertunjukkannKabuki berlangsung 4-5 jam. Terdapat jeda beristirahat. waktu bagi penonton untuk CINA Muncul sekitar 200 tahun yang lalu opera Beijing Gabungan antara akrobat dan nyanyian Cerita berupa sejarah ataupun legenda. Misalnya, Legenda Si Ular Putih Riasan wajah pemain mencerminkan ciri kepribadian Kuning dan putih kecerdikan dan kelicikan Merah kejujuran dan kesetiaan Hitam berani dan kebijaksanaan Biru dan hijau semangat Emas dan perak kekuatan magis INDONESIA Dimulai sejak zaman Hindu Munculnya teater tradisional di setiap daerah berbeda-beda, tergantung dari kondisi dan sikap budaya masyarakat, sumber, tata cara di mana teater tradisional lahir. 1. ARJA Drama tradisional dari Bali, sifatnya merakyat. Menekankan tarian dan nyanyian. Menyerupai gending yang terdapat di daerah Jawa Barat, dengan porsi lebih banyak pada nyanyian (tembang) Bersumber dari gambuh yang unsur-unsur tarinya mengalami penyederhanaan Menekankan pada tembang berbahasa Jawa Tengahan dan Bahasa Bali yang disusun dalam tembang macapat. 2. BADAWANG Kesenian yang berhubungan dengan agama asli Indonesia mistis Badawang berasal dari Jawa Barat berbentuk memeniran, menyerupai ondel-ondel dari Jakarta. Ada pula yang menyerupai wujud tokoh pewayangan, seperti Semar, Gareng. Musik pengiring gong, bedug, terompet, dog-dog, golempang, dan terkadang kliningan dan dangdut. 3. Gambuh 4. Ketoprak 5. Lenong 6. Longser 7. Ludruk 8. Mak Yong 9. Mamanda 10. Randai 11. Ubrug 12. Wayang Kullit 13. Wayang Golek 14. Wayang Orang DRAMA MODERN Perkenalan masyarkat Indonesia dengan drama nontradisi dimulai sejak Agust Mahieu mendirikan Komedie Stamboel di Surabaya, 1891 Teknik pementasan mengikuti budaya dan teater Barat (Eropa) naskah/lakon Lakon pertama yang ditulis orang Belanda (F. Wiggers) “Raden Beij Soerio Retno” (1901) Disusul oleh Lauw Giok Lan “Karina Adinda”, “Lelakon Komedia Hindia Timoer” (1913) dll yang menggunakan bahasa melayu rendah. Naskah drama yang pertama kali menggunakan bahasa Indonesia dan disusun menggunakan model dialog antartokoh dan berbentuk sajak adalah “Bebasari” karya Rustam Efendi (1926) perjuangan tokoh utama Bujangga yang membebaskan puteri Bebasari dari niat jahat Rahwana. Sanusi Pane “Kertajaya” (1932), “Sandyakalaning Majapahit” (1933) Muhammad Yamin “Ken Arok dan Ken Dedes” (1934) Lakon-lakon tersebut ditulis berdasarkan tema kebangsaan, persoalan, dan harapan serta misi mewujudkan Indonesia sebagai negara merdeka. Bahkan Presiden Soekarno pada tahun 1927 menulis dan menyutradarai teater di Bengkulu (saat di pengasingan). Beberapa lakon yang ditulisnya antara lain “Rainbow”, “Krukut Bikutbi”, dan “Dr. Setan”. Pada zaman Jepang, semua unsur kesenian dan kebudayaan dikonsentrasikan untuk mendukung pemerintahan Jepang. Ketika itu, Anjar Asmara dan Kamajaya berpikir untuk mendirikan Pusat Kesenian Indonesia tujuannya adalah menciptakan pembaruan kesenian yang selaras dengan perkembangan zaman sebagai upaya untuk melahirkan kreasikreasi baru dalam wujud nasional Indonesia. Untuk itu, pada tanggal 6 Oktober 1942, di rumah Bung Karno dibentuklah Badan Pusat Kesenian Indonesia dengan pengurus Sanusi Pane (ketua) dan Mr. Sumanang (sekretaris) Pada masa pendudukan Jepang, kelompok sandiwara yang mula-mula berkembang adalah rombongan sandiwara profesional. Dalam kurun waktu ini, semua bentuk seni hiburan bernuansa Barat (Belanda) lenyap karena pemerintah penjajah Jepang sangat anti budaya Barat. Rombongan sandiwara keliling komersial kembali berkembang mementaskan cerita dalam bahasa Indonesia, Jawa, maupun Sunda. dengan Menjelang akhir pendudukan Jepang, muncul rombongan sandiwara yang melahirkan karya sastra serius, seperti rombongan Penggemar Maya (1944) pimpinan Umar Ismail, dan D.Djajakusuma dengan dukungan Suryo Sumanto, Rosihan Anwar, dan Abu Hanifah dengan para anggota cendekiawan muda, nasionalis dan para profesional (dokter, apoteker, dll). Kelompok ini berprinsip menegakkan nasionalisme, humanisme, dan agama. Pada saat inilah pengembangan ke arah pencapaian teater nasional dilakukan. Teater tidak hanya sebagai hiburan, tetapi juga ekspresi kebudayaan berdasarkan kesadaran nasional dengan cita-cita menuju humanisme dan religiositas dan memandang teater sebagai seni serius dan ilmu pengetahuan. Setelah perang kemerdekaan, peluang terbuka bagi seniman untuk mengembangkan kreasinya dalam bentuk karya termasuk dalam drama. Tema yang dikembangkan lebih variatif. Contoh, tema tentang peristiwa perang dalam lakon “Fajar Sidik” (Emil Sanossa, 1955), “Kapten Syaf” (Aoh Kartahadimaja, 1951), “Pertahanan Akhir” (Sitor Situmorang, 1954), “Titik-titik Hitam” (Nasyah Jamin, 1956), “Sekelumit Nyanyian Sunda (Nasyah Jamin, 1959). Ada pula yang bertema tentang politik, korupsi, kemiskinan, keagamaan. Utuy Tatang Sontani dipandang sebagai tonggak penting yang menandai awal dan maraknya drama realis di Indonesia. Contohnya, drama “Awal dan Mira” (1952). DRAMAWAN INDONESIA Rustam Efendi Muhammad Yamin Sanusi Pane Usmar Ismail dan Asrul Sani Utuy Tatang Sontani Ws. Rendra (Bengkel teater) yang merintis percobaan teater di Indonesia Teater Populer Teguh Karya di Jakarta dan Studiklub Teater Bandung Suyatna Anirun dan Jim Adilimas makin memeriahkan kehidupan drama Indonesia. Umumnya kelompok-kelompok tersebut mementaskan naskah-naskah terjemahan dari dramawan asing. JENIS-JENIS DRAMA 1. Penyajian lakon 2. Sarana 3. Ketersediaan naskah 1. PENYAJIAN LAKON 1. Drama tragedi Tragedi (drama duka) yaitu drama yang menampilkan tokoh yang sedih/muram yang terlibat dalam situasi gawat karena sesuatu yang tidak menguntungkan. Tokoh menjadi putus asa. 2. Drama komedi Drama ringan yang bersifat menghibur walaupun selorohan di dalamnya bersifat menyindir. Drama ini menimbulkan tawa penonton. 3. Drama tragikomedi Disebut juga drama dukaria, yaitu drama yang sebenarnya menggunakan alur dukacita,tetapi berakhir dengan kebahagiaan. Isi lakonnya penuh kesedian tetapi menggandung hal yang menggelikan hati. 4. Opera Drama yang dialognya dinyanyikan dengan diiringi musik. Lagu yang dinyanyikan pemain berbeda, dan mengutamakan nyanyian dan musik. Opera pendek disebut operet. 5. Melodrama Drama yang dialognya diucapkan dengan iringan musik/melodi. Cara pengucapannya disesuaikan dengan musik pengiringnya. Kadang pemain tidak bicara apa-apa, dan hanya berekspresi. 6. Farce (dagelan) Sering disebut drama banyolan. Dagelan adalah drama yang kocak dan ringan. Alurnya tersusun berdasarkan arus situasi dan tidak berdasarkan arus situasi (tidak berdasarkan pengembangan struktur dramatik dan perkembangan cerita tokoh). Biasanya vulgar dan kasar. 7. Tablo Jenis drama yang mengutamakan gerak. Pemain tidak mengucapkan dialog, tetapi hanya gerakan saja. Bunyi-bunyi pengiring (bukan musik) digunakan untuk memperkuat gerakan. Hal yang ditonjolkan adalah akting. 8. Sendratari Gabungan antara seni drama dan tari. Pemain adalah penari berbakat. Tidak ada dialog, rangkaian peristiwa diwujudkan ke dalam tarian. 9. Satire Lakon yang mengemas kebodohan, perlakuan kejam,. Tujuannya tidak hanya humor semata, tetapi lebih kepada kritik terhadap seseorang. Lakonnya hampir sama dengan komedi, tetapi ejekan dan sindiran dalam satire lebih agresif dan terselubung. 2. SARANA YANG DIGUNAKAN Berdasarkan sarana yang digunakan, drama dibedakan menjadi: a. Drama Panggung Dimainkan oleh para aktor di panggung pertunjukkan. Penonton berada di sekitar panggung dan dapat melihat langsung perbuatan para aktor. b. Drama Radio Drama radio hanya dapat didengarkan oleh penikmat. Drama radio disiarkan langsung dan dapat pula direkam dulu lalu disiarkan pada waktu yang diinginkan. c. Drama film Hampir sama dengan drama televisi. Bedanya drama film menggunakan layar lebar dan biasanya dipertunjukkan di bioskop. Drama film dapat ditayangkan dari studio tv juga. d. Drama wayang Tontonan drama dengan tokoh yang digambarkan dengan wayang dan dimainkan oleh dalang. e. Drama boneka Hampir sama dengan wayang. Bedanya tokoh digambarkan dengan boneka yang dimainkan oleh beberapa orang. 3. KETERSEDIAAN NASKAH Berdasarkan ada tidaknya naskah yang digunakan, drama ini dibedakan menjadi: a. Drama Tradisional Tidak menggunakan naskah. Sekalipun ada hanya berupa kerangka cerita, selanjutnya akan dikembangkan oleh pemain. Risiko kegagalan besar, kecuali pemain sudah berpengalaman. Contoh ketoprak, ludruk. b. Drama Modern Menggunakan naskah. Naskah berisi dialog dan perbuatan pemain. Pemain harus melakukan dialog dan gerak-gerik sesuai naskah. UNSUR-UNSUR DRAMA 1. Tokoh dan Penokohan Tokoh harus memiliki ciri atau sifat dimensional, yaitu: a. Dimensi fisiologis (usia, jenis kelamin, keadaan tubuh, ciri-ciri muka) b. Dimensi sosiologis (ststus sosial, pekerjaan, pendidikan, kehidupan pribadi, pandangan hidup seperti agama dan ideologi yang dianut, aktivitas sosial tau organisasi, hobi, kegemaran, bangsa yang terdiri dari suku atau keturunan.) c. Dimensi psikologis meliputi mentalitas dan moralitas, tempramen, dan intelegensi (tingkat kecerdasan, kecakapan, keahlian khusus dalam bidang tertentu) TOKOH BERDASARKAN PERANNYA A. Tokoh Utama Tokoh utamasetidaknya ditandai dalam empat hal, yakni: • Paling sering muncul di setiap adegan • Menjadi sentral atau pusat perhatian tokoh lain • Kejadian-kejadian yang melibatkan tokoh lain selalu dapat dihubungkan dengan peran utama • Dialog-dialog yang dilibatkan tokoh-tokoh lain selalu berkaitan dengan peran tokoh utama. B. Tokoh dilihat dari segi perwatakan • Tokoh berkembang tokoh yang mengalami perkembangan selama pertunjukkan. Misalnya tokoh yang awalnya baik, namun menjadi tokoh yang jahat • Tokoh pembantu tokoh yang diperbantukan untuk menjelaskan tokoh lain. • Tokoh statis tokoh yang tidak mengalami perubahan dari awal hingga akhir suatu drama. • Tokoh serbabisa tokoh yang dapat berperan sebagai tokoh lain. Misalnya tokoh yang berperan jadi raja, namun ia berperan sebagai pengemis untuk mengetahui kehidupan rakyatnya. BERDASARKAN PERANNYA DI DALAM RANGKAIAN CERITA, DIKENAL PEMBAGIAN TOKOH DRAMA Tokoh gagal/tokoh badut tokoh yang mempunyai pendirian yang bertentangan dengan tokoh lain. Kehadiran tokoh ini berfungsi menegaskan tokoh lain itu. Tokoh idaman berperan sebagai pahlawan dengan karakternya yang gagah, berkeadilan, atau terpuji. Tokoh statis tokoh ini memiliki peran yang sama, tanpa perubahan, mulai dari awal hingga akhir cerita. Tokoh yang berkembang tokoh mengalami perkembangan selama awal cerita itu berlangsung. TOKOH BERDASARKAN WATAK Protagonis tokoh yang menampilkan kebaikan Antagonis tokoh jahat atau penentang kebaikan Tritagonis tokoh mendukung protagonis untuk memperjuangkan nilai kebaikan. Watak seorang tokog drama dapat diketahui melalui petunjuk berikut. • Penjelasan langsung dari pengarang • Perkataan tokoh itu sendiri • Pembicaraan tokoh lain. 2. Alur • Maju • Mundur • Campuran 3. Tema 4. Diksi 5. Pesan/Amanat