tugas terstruktur widodo vektor dna kloning

advertisement
TUGAS TERSTRUKTUR
BIOTEKNOLOGI PERTANIAN
VEKTOR DNA
Oleh:
Gregorius Widodo Adhi Prasetyo
A2A015009
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM STUDI PASCASARJANA AGRONOMI
PURWOKERTO
2016
Pengertian DNA Vektor
DNA vektor merupakan molekul DNA yang secara khusus dirancang untuk membawa
molekul DNA asing yang akan dimasukkan ke dalam jasad target (Yuwono, 2008).
Vektor DNA adalah molekul DNA yang berfungsi sebagai wahana atau kendaraan yang
akan membawa suatu fragmen DNA masuk ke dalam sel inang dan memungkinkan
terjadinya replikasi dan ekspresi fragmen DNA asing tersebut.
Pengelompokan dan Ukuran DNA Vektor
Vektor yang digunakan untuk kloning DNA dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu :
1. Vektor DNA plasmid
Plasmid merupakan molekul DNA sirkuler untai ganda di luar kromosom yang
dapat melakukan replikasi sendiri. Plasmid yang digunakan sebagai vektor pada
umumnya merupakan hasil modifikasi plasmid alami dengan cara menambahkan
komponen-komponen genetik dari berbagai sumber.
Plasmid tersebar luas di antara organisme prokariot dengan ukuran yang bervariasi
dari sekitar 2 - 8 kb meskipun ada yang berukuran sampai dengan 12 kb (1 kb =
1000 pb).
Syarat plasmid agar dapat digunakan sebagai vektor DNA adalah :
a. Mempunyai ukuran relatif kecil bila dibandingkan dengan pori dinding sel
inang sehingga dapat dengan mudah melintasinya.
b. Mempunyai sekurang-kurangnya dua gen marker yang dapat menandai masuk
tidaknya plasmid ke dalam sel inang.
c. Mempunyai tempat pengenalan restriksi sekurang-kurangnya di dalam salah
satu marker yang dapat digunakan sebagai tempat penyisipan fragmen DNA.
d. Mempunyai titik awal replikasi (ori) sehingga dapat melakukan replikasi di
dalam sel inang.
Beberapa contoh vektor DNA plasmid antara lain : pBR322, pUC18, pUC19,
pYSV9, plasmid Ti (200 kb).
2. Vektor DNA bakteriofag
Virus Lambda Bakteriophage merupakan jenis virus yang berkembang biak di
dalam sel bakteri Eschericia coli dan kemudian merusaknya (Muladno, 2010).
Vektor DNA bakteriofag merupakan vektor yang struktur dasarnya berasal dari
DNA genom bakteriofag yang kemudian dimodifikasi.
Bakteriofag adalah virus yang sel inangnya berupa bakteri. Dengan daur hidupnya
yang bersifat litik atau lisogenik bakteriofag dapat digunakan sebagai vektor
kloning pada sel inang bakteri.
Ada beberapa macam bakteriofag yang biasa digunakan sebagai vektor kloning.
Dua di antaranya akan dijelaskan berikut ini.
a) Bakteriofag I
Bakteriofag atau fag l merupakan virus kompleks yang menginfeksi bakteri E.
coli. DNA l yang diisolasi dari partikel fag ini mempunyai konformasi linier
untai ganda dengan panjang 48,5 kb. Namun, masing-masing ujung fosfatnya
berupa untai tunggal sepanjang 12 pb yang komplementer satu sama lain
sehingga memungkinkan DNA l untuk berubah konformasinya menjadi
sirkuler. Dalam bentuk sirkuler, tempat bergabungnya kedua untai tunggal
sepanjang 12 pb tersebut dinamakan kos. Seluruh urutan basa DNA l telah
diketahui. Secara alami terdapat lebih dari satu tempat pengenalan restriksi
untuk setiap enzim restriksi yang biasa digunakan. Oleh karena itu, DNA l tipe
alami tidak cocok untuk digunakan sebagai vektor kloning. Akan tetapi, saat
ini telah banyak dikonstruksi derivat-derivat DNA l yang memenuhi syarat
sebagai vektor kloning. Ada dua macam vektor kloning yang berasal dari
DNA l, yaitu vektor insersional, yang dengan mudah dapat disisipi oleh
fragmen DNA asing, vektor substitusi, yang untuk membawa fragmen DNA
asing harus membuang sebagian atau seluruh urutan basanya yang terdapat di
daerah nonesensial dan menggantinya dengan urutan basa fragmen DNA asing
tersebut. Di antara kedua macam vektor l tersebut, vektor substitusi lebih
banyak digunakan karena kemampuannya untuk membawa fragmen DNA
asing hingga 23 kb.
Bakteriofag l mempunyai dua fase daur hidup, yaitu fase litik dan fase
lisogenik. Pada fase litik, transfeksi sel inang (istilah transformasi untuk DNA
fag) dimulai dengan masuknya DNA l yang berubah konformasinya menjadi
sirkuler dan mengalami replikasi secara independen atau tidak bergantung
kepada kromosom sel inang. Setelah replikasi menghasilkan sejumlah salinan
DNA l sirkuler, masing-masing DNA ini akan melakukan transkripsi dan
translasi membentuk protein kapsid (kepala). Selanjutnya, tiap DNA akan
dikemas (packaged) dalam kapsid sehingga dihasilkan partikel l baru yang
akan keluar dari sel inang untuk menginfeksi sel inang lainnya. Sementara itu,
pada fase lisogenik DNA l akan terintegrasi ke dalam kromosom sel inang
sehingga replikasinya bergantung kepada kromosom sel inang. Fase lisogenik
tidak menimbulkan lisis pada sel inang.
Di dalam medium kultur, sel inang yang mengalami lisis akan membentuk
plak (plaque) berupa daerah bening di antara koloni-koloni sel inang yang
tumbuh. Oleh karena itu, seleksi vektor rekombinan dapat dilakukan dengan
melihat terbentuknya plak tersebut.
b) Bakterofag M13
Ada jenis bakteriofag lainnya yang dapat menginfeksi E. coli. Berbeda dengan
l yang mempunyai struktur ikosahedral berekor, fag jenis kedua ini
mempunyai struktur berupa filamen. Contoh yang paling penting adalah M13,
yang mempunyai genom berupa untai tunggal DNA sirkuler sepanjang 6.408
basa. Infeksinya pada sel inang berlangsung melalui pili, suatu penonjolan
pada permukaan sitoplasma. Ketika berada di dalam sel inang genom M13
berubah menjadi untai ganda sirkuler yang dengan cepat akan bereplikasi
menghasilkan sekitar 100 salinan. Salinan-salinan ini membentuk untai
tunggal sirkuler baru yang kemudian bergerak ke permukaan sel inang.
Dengan cara seperti ini DNA M13 akan terselubungi oleh membran dan keluar
dari sel inang menjadi partikel fag yang infektif tanpa menyebabkan lisis. Oleh
karena fag M13 terselubungi dengan cara pembentukan kuncup pada
membran sel inang, maka tidak ada batas ukuran DNA asing yang dapat
disisipkan kepadanya. Inilah salah satu keuntungan penggunaan M13 sebagai
vektor kloning bila dibandingkan dengan plasmid dan l. Keuntungan lainnya
adalah bahwa M13 dapat digunakan untuk sekuensing (penentuan urutan basa)
DNA dan mutagenesis tapak terarah (site directed mutagenesis) karena untai
tunggal DNA M13 dapat dijadikan cetakan (templat) di dalam kedua proses
tersebut.
Meskipun demikian, M13 hanya mempunyai sedikit sekali daerah pada
DNAnya yang dapat disisipi oleh DNA asing. Di samping itu, tempat
pengenalan restriksinya pun sangat sedikit. Namun, sejumlah derivat M13
telah dikonstruksi untuk mengatasi masalah tersebut.
3. Vektor hibrid DNA plasmid dan bakteriofag
Vektor DNA hibrid adalah vektor yang dikonstruksi menggunakan komponen DNA
suatu plasmid dan DNA dari bakteriofag.
Terdapat 2 (dua) macam vektor DNA hibrid yang sering digunakan yaitu :
a. Cosmid, merupakan vektor yang tersusun atas ori suatu plasmid, penanda
genetik, dan ujung kohesif (cos site) bakteriofag lambda. Cosmid berukuran
maksimum 45 kb, contohnya pJB8 dan c2XB.
Kosmid merupakan vektor yang dikonstruksi dengan menggabungkan kos
dari DNA l dengan plasmid. Kemampuannya untuk membawa fragmen DNA
sepanjang 32 hingga 47 kb menjadikan kosmid lebih menguntungkan
daripada fag l dan plasmid.
Sebuah kosmid adalah jenis plasmid hibrida yang berisi fag Lambda cos
berurutan. Mereka sering digunakan sebagai vektor kloning dalam rekayasa
genetika . Kosmid dapat digunakan untuk membangun perpustakaan genom .
Kosmid dapat berisi 37-52 (biasanya 45 ) kb DNA.
b. Phasmid, merupakan vektor yang dikonstruksi menggunakan DNA plasmid
berukuran kecil yang mempunyai jumlah turunan banyak serta DNA
bakteriofag tertentu.
Analisis DNA Rekombinan
Keberhasilan terjadinya DNA rekombinan dalam sel yang ditransformasi dapat
dianalisis dengan menggunakan metode sebagai berikut :
1. Analisis restriksi DNA
Teknik ini dilakukan dengan cara mengisolasi DNA dari koloni-koloni transforman
yang tumbuh pada meduim selektif. Selanjutnya itu DNA dipotong dengan enzim
restriksi yang spesifik sehingga dapat menunjukkan ada perbedaan antara sel yang
membawa DNA rekombinan dengan sel yang membawa DNA vektor saja tanpa
sisipan DNA asing. Hasil potongan DNA tersebut kemudian dielektroforesis pada
gel agarose sehingga diperoleh pita-pita DNA yang akan memberikan gambaran
apakah suatu koloni transforman membawa molekul DNA rekombinan atau tidak.
Teknik ini cocok digunakan jika jumlah koloni transforman yang dianalisis tidak
terlalu banyak.
2. Hibridisasi dengan pelacak DNA (DNA probe)
Proses pelacakan dilakukan dengan terlebih dahulu memindahkan koloni-koloni
transforman yang muncul pada medium selektif ke atas suatu membran, misalnya
nitroselulosa atau nilon. Kemudian koloni-koloni tersebut dilisiskan dengan
senyawa alkali sehingga DNA di dalam selnya terpapar ke luar. Membran tersebut
selanjutnya diinkubasi dengan pelacak DNA. Jika di antara koloni-koloni tersebut
ada DNA yang mempunyai kemiripan dengan pelacak, maka akan terjadi
hibridisasi antara DNA target dengan DNA pelacak. DNA yang dapat berhibridisasi
dapat diditeksi dengan menempatkan membran yang sudah dihibridisasi di atas film
khusus sehingga sinyal radioaktif dari pelacak yang menempel pada DNA target
akan menciptakan citra berupa noktah-noktah hitam pada film setelah diproses.
3. Analisis ekspresi gen asing yang diklon
Salah satu teknik analisis gen asing yang dapat dilakukan untuk menguji
keberhasilan terjadinya DNA rekombinan adalah dengan menggunakan antibodi
yang dibuat dengan menggunakan protein yang dikode oleh gen asing tersebut
sebagai antigen. Jika kita mengklon gen yang mengkode sintesis protein papain dari
tanaman pepaya, maka dibuat terlebih dahulu antibodi terhadap papain. Antibodi
papain diperlukan protein papain yang dapat diisolasi dari daun pepaya. Protein
yang diperoleh selanjutnya digunakan sebagai antigen untuk menginduksi
pembentukan antibodi. Antibodi ini yang selanjutnya digunakan sebagai alat
deteksi ekspresi gen papain yang diklon. Keberhasilan kloning dapat dianalisis
dengan mengekspresikan fragmen DNA hasil kloning. Jika ada ekspresi protein
papain di dalam sel inang, maka protein papain dapat diditeksi dengan antibodi
dengan antibodi terhadap papain. Jika ada reaksi positif antara antibodi dengan
antigen maka hal tersebut menunjukkan ada ekspresi gen papain hasil kloning, yang
berarti ada fragmen DNA yang mengkode pembentukan papain.
4. Amplifikasi DNA dengan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction)
Penyisipan suatu fragmen DNA asing di dalam vektor dapat dianalisis dengan
menggunakan amplifikasi terhadap fragmen DNA tersebut dengan teknik PCR.
Primer yang digunakan dapat berupa oligonukleotida yang komplementer dengan
fragmen DNA asing tersebut, atau oligonukleotida yang komplementer dengan
bagian hulu dan hilir tempat penyisipan fragmen DNA asing tersebut. Hasil
amplifikasi kemudian dianalisis dengan elektroforesis menggunakan gel agrose
untuk membuktikan apakah ada pita DNA yang telah teramplifikasi.
5. Penentuan urutan nukleotida (DNA sequencing)
Penentuan urutan nukleotida merupakan analisis yang dilakukan setelah analisis
DNA rekombinan sederhana. Teknik ini digunakan untuk lebih memastikan
keberadaan DNA asing di dalam vektor rekombinan.
Pengujian Keberhasilan Kloning Vektor DNA pada E coli dengan Plasmid
pBR322.
Misalnya saja kita menyisipkan suatu fragmen DNA pada daerah marker resisten
ampisilin dengan memotong daerah ini menggunakan enzim restriksi tertentu selain
EcoR I.. Plasmid pBR322 yang tersisipi oleh fragmen DNA akan kehilangan sifat
resistensinya terhadap ampisilin, tetapi masih mempunyai sifat resistensi terhadap
tetrasiklin. Oleh karena itu, ketika plasmid pBR322 rekombinan ini dimasukkan ke
dalam sel inangnya, yakni E. coli, bakteri transforman ini tidak mampu tumbuh pada
medium yang mengandung ampisilin, tetapi tumbuh pada medium tetrasiklin. Secara
alami E. coli tidak mampu tumbuh baik pada medium ampisilin maupun tetrasiklin
sehingga sel transforman dapat dengan mudah dibedakan dengan sel nontransforman
yang tidak mengandung pBR322 sama sekali. Sementara itu, E. coli transforman yang
membawa plasmid pBR322 utuh (religasi) mampu tumbuh pada kedua medium
antibiotik tersebut. Jadi, untuk memperoleh sel E. coli transforman yang membawa
DNA rekombinan dicari koloni yang hidup di tetrasiklin tetapi mati di ampisilin.
Gambar 1. Plasmid pBR322
ampR = marker resisten ampisilin
tetR = marker resisten tetrasiklin
Plasmid pBR322 yang telah kehilangan bagian yang resistensi terhadap tetrasiklin
kemudian disisipi dengan fragmen dari DNA asing. Plasmid pBR322 ini kemudian
dimasukkan ke dalam sel inangnya yaitu E. coli. Pengujian lebih lanjut apakah plasmid
ini telah tersisipi oleh fragmen DNA asing atau tidak adalah dengan mendedahkannya
pada medium ampisilin, untuk kemudian memplatingnya ke dalam medium tetrasiklin
dan ampisilin. Koloni E. coli yang telah kehilangan marker tetrasiklin akan sensitif
tetrasiklin, sedangkan pada medium ampisilin, koloni ini tetap tumbuh karena masih
resistensi ampisilin.
DAFTAR PUSTAKA
Muladno. 2010. Teknologi Rekayasa Genetika, Edisi Kedua. Bogor: IPB Press
Yuwono, Y. 2008. Bioteknologi Pertanian. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Download