Humanity, Humanisme, dan Humanitarianisme dalam

advertisement
Humanity, Humanisme, dan
Humanitarianisme dalam Hubungan
Internasional Kontemporer
Oleh
Sagung Alit Satyari
14/376431/PSP/
Dosen
Rochdi Mohan Nazala
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Gajah Mada
Februari, 2015
Sejak berakhirnya masa Perang Dingin, isu-isu kemanusiaan mulai menjadi perhatian
dunia internasional1. Naiknya masalah kemanusiaan kepermukaan tentunya mengiringi
munculnya berbagai bantuan kemanusiaan atau yang biasa disebut humanitarian action, dimana
bantuan – bantuan tersebut dianggap sebagai solusi untuk mengatasi masalah terkait kemanusiaan
yang terjadi di banyak Negara. Masalah kemanusiaan yang menjadi perhatian dunia internasional
setelah berakhirnya masa Perang Dingin bukan hanya masalah kemanusiaan yang ada di Negaranegara yang sedang berperang, tetapi menjadi lebih luas seperti bencana alam, wabah penyakit,
kemiskinan, ataupun masalah kemanusiaan yang terjadi karena efek dari pemanasan global. Dunia
semakin berkembang dengan munculnya berbagai teknologi, menjadi semakin borderless, dan
kejadian-kejadian yang terjadi di suatu Negara semakin transparan dan dapat dengan mudah dilihat
oleh Negara lain. Hal inilah yang menyebabkan bantuan kemanusiaan mulai berdatangan tidak
hanya dari aktor Negara, tetapi juga aktor non-negara.
Jika membahas lebih dalam mengenai isu kemanusiaan, maka akan muncul tiga kata yang
erat kaitannya dengan kemanusiaan, yaitu humanity, humanism, dan humanitarianisme. Ketiga
kata ini merupakan satu terminologi kemanusiaan yang memiliki makna dan perkembangan yang
berbeda di dunia.
1. Humanity
Di awal abad ke-20, atrocities atau kekerasan masih dalam tahap misleading (salah
kaprah - idea designed to cause an incorrect understanding). Kekerasan masih dipandang sebagai
hal yang wajar terjadi dalam suatu Negara ataupun kehidupan manusia. Pada dasarnya, terdapat
mitos dimana sejarah manusia tidak lepas dari perang, pembunuhan, kejahatan, dan kekerasan2.
Sejarah-sejarah kehidupan manusia diceritakan dalam konsep perang, seperti munculnya Perang
Dunia I, Perang Dunia II, Perang Dingin, Perang Teluk, dan masih banyak lagi perang lainnya yang
mencerminkan bahwa dunia penuh dengan konflik.
Tetapi di balik itu semua, pada masa ini masyarakat Eropa sudah mulai mengakui adanya
otoritas moral dan etika. Hal inilah yang kemudian melatar belakangi munculnya ‘hukum moral’3.
Seperti yang dituliskan oleh Immanuel Kant:
1
Larry Minear, Colin Scott & Thomas G. Weiss, 1996, The News Media, Civil War, and Humanitarian Action,
Lynne Rienner Publisher : United States, halaman 1
2
Jonathan Glover, 1999, Humanity: A Moral History of the Twentieth Century, Jonathan Cape: ____, halaman 3
3
Ibid., halaman 1
“…the starry heavend above me and the moral law within me.”
Dimana dalam pengertian menurut Immanuel Kant bahwa etika, moral, dan nilai-nilai
agama mulai dipertanyakan lagi. Ia juga menulis bahwa humanity itu sendiri merupakan sebuah
harga diri, dimana pengakuan sebagai manusia sangat dibutuhkan setiap individu dan selalu
digunakan hingga akhir waktu4. Teori yang diungkapkan oleh Kant tersebut dikenal sebagai teori
moralitas, dimana dalam teori tersebut ia menyatakan bahwa tindakan moral bukan berarti sekedar
melakukan hal yang benar, tetapi melakukan hal yang benar demi melakukan hal yang benar itu
sendiri, bukan melakukannya karena hal tersebut benar atau cocok menurut diri kita. Sebuah
tindakan bisa dikategorikan sebagai tindakan moral apabila tindakan tersebut muncul karena amal
yang baik yang bisa diuniversalkan sebagai hal yang baik5.
Humanity dianggap sebagai landasan pemikiran mengenai humanitarianisme atau bisa juga
didefinisikan sebagai disiplin ilmu yang berurusan dengan karakteristik budaya seperti bahasa,
sejarah dan filosofi mengenai kemanusiaan. Dan tiga aspek berbeda inilah yang menjadi alasan
adanya manusia. Humanity juga bisa dianggap sebagai landasan pemikiran dari humanitarianisme,
yang dimana sifat kemanusiaan yang dimiliki oleh seseorang hakekatnya adalah being kind,
melakukan segala sesuatunya dengan pikiran, respect dan memiliki rasa simpati kepada orang lain6.
Respect dan simpati merupakan ‘human response’ atau respon otomatis yang dimiliki setiap
manusia.
2. Humanisme
Humanisme memang dipandang sebagai sebuah gagasan positif oleh kebanyakan
orang. Dan Humanisme mengingatkan kita akan gagasan-gagasan seperti kecintaan akan
perikemanusiaan, perdamaian, dan persaudaraan, dimana –isme yang terdapat dalam
Humanisme berarti pandangan. Sehingga intinya, Humanisme merupakan sebuah
pandangan atau study tentang akar dari kata manusia7.
Tetapi di sisi lain, dalam Collins Dictionary dijelaskan bahwa Humanisme adalah
“belief that people can achieve happiness and live well without religion”. Dalam
4
Jonathan Glover, 1999, Op.Cit., halaman 23
Jenny Edkins & Nick Vaughan Williams, _____, Teori-Teori Kritis Menantang Pandangan Utama Studi Politik
Internasional, Pustaka Pelajar: _____, halaman 288
6
Kenneth A. Penman & Samuel H. Adams, Humane, Humanities, Humanitarian, Humanism, diakses pada 8 Maret
2015, http://www.jstor.org/discover/10.2307/30186123?sid=21106041566033&uid=4&uid=2
7
Ibid.
5
pengertian ini menjelaskan bahwa Humanisme adalah kepercayaan atau pandangan
seseorang akan nilai manusia itu sendiri. Dimana dalam pandangan tersebut dipercayai
bahwa manusia bisa mendapatkan kebahagiaan dan hidup dengan baik tanpa adanya
pandangan agama. Dalam pandangan agama, mengajarkan akan kebaikan sesama manusia,
tetapi humanisme mempercayai bahwa manusia bisa hidup baik antar sesama tanpa harus
melihat dari ajaran agama, karena sesungguhnya manusia itu sendiri memiliki kesadaran
untuk memanusiakan manusia, karena manusia telah terlahir dengan memiliki sifat yang
pada dasarnya baik dan peduli akan sesama. Jadi, tanpa ajaran agama manusia bisa hidup
rukun.
Salah seorang juru bicara humanism terkemuka yaitu Corliss Lamont, dalam
bukunya yang berjudul “Philosophy of Humanism”, ia menulis:
“humanism meyakini bahwa alam merupakan jumlah totalitas dari realitas,
bahwa materi-energi dan bukan pikiran yang merupakan bahan pembentuk alam
semesta, dan bahwa entitas supernatural sama sekali tidak ada. Ketidaknyataan
supernatural ini pada tingkat manusia berrati bahwa manusia tidak memiliki jiwa
supernatural dan abadi; dan pada tingkat alam semesta sebagai keseluruhan,
bahwa kosmos kita tidak memiliki Tuhan yang supernatural dan abadi”
Seperti yang telah dituliskan oleh Lamont, bahwa humanism nyaris identis dengan
atheism, dan fakta ini dengan bebas diakui oleh kaum humanis. Dengan kata lain,
humanism mengajak manusia berpaling dari Tuhan yang menciptakan mereka dan hanya
mementingkan keberadaan dan identitas mereka sendiri. Tetapi terdapat perdebatan bahwa
dalam memahami humanism dalam humanitarianisme harus dipisahkan dengan konsep
atheism. Karena pada kenyataannya makna dari humanism itu sendiri telah mengalami
perkembangan, seperti classical humanism, literary humanism, new humanism, rational
humanism, secular humanism, enlightened humanism, dan scientific humanism8.
3. Humanitarianisme
Mengutip dari pendapat Michael Barnett9:
“Humanitarianism is generally understood as assistance that occurs in the context
of disaster; consequently, it is most readily applied to emergency relief and postconflict recovery.”
8
Ibid.
Michael Barnett & Thomas G. Weiss, 2011, Humanitarianism Contested: Where Angels Fear to Tread, Routledge:
USA, halaman
9
Humanitarianisme diambil dari kata humanitarian yang selalu mengacu tentang
seseorang yang mempromosikan kesejahteraan manusia dan reformasi sosial.
Humanitarian lebih memfokuskan tentang tindakan seseorang dalam kegiatan
kemanusiaan atau yang lebih dikenal dengan tindakan kemanusiaan. Maka dari itu,
humanitarianisme adalah “-isme” atau pandangan mengenai aksi dan tindakan
kemanusiaan, dimana dalam membahas isu-isu tentang kemanusiaan, erat kaitannya
dengan tindakan nyata yang harus dilakukan untuk menjunjung nilai dari kemanusiaan itu
sendiri.
Dalam misi bantuan kemanusiaan atau humanitarian action, pada masa awal pasca
Perang Dingin, negara masih cenderung melakukan humanitarian intervention pada
negara-negara yang mengalami kasus kemanusiaan akibat perang. Tetapi dalam
perjalanannya, bantuan kemanusiaan mengalami evolusi, mengingat aktor internasional
telah mengalami perluasan dengan munculnya berbagai aktor non-negara seperti organisasi
internasional (OI), NGO, INGO, dan masih banyak lagi. Dan perkembangan organisasi –
organisasi tersebut mempengaruhi banyak aksi kemanusiaan di dunia10
Krisis kemanusiaan yang meningkat di masa pasca perang dingin menyebabkan
para organisasi harus menyesuaikan strateginya untuk melakukan pendekatan dalam misi
kemanusiaan. Walaupun sama-sama memiliki prinsip dasar kemanusiaan, sebenarnya
secara operasional baik NGO maupun OI yang bergerak dalam bidang kemanusiaan
memiliki tipologi dan tradisi yang berbeda, dimana empat tipologi tersebut terdiri atas
tipologi Wilsonian, Dunantist, Faith – Based, dan Solidarist.
Diantara keempat tipologi tersebut, tipologi Faith – Based adalah yang paling tertua
karena berdasarkan atas ajaran agama dan bantuan yang diberikan oleh organisasi
bertipologi ini berbentuk pelayanan amal11. Tipologi ini juga menggabungkan nilai-nilai
agama dalam misi bantuan mereka. Contoh dari tipologi ini adalah Organisasi World
Vision.
Tipologi selanjutnya adalah dua tipologi yang bertolak belakang tetapi paling
banyak digunakan oleh sebuah organisasi, tipologi ini adalah tipologi Dunantist dan
Wilsonian. Tipologi Dunantist adalah salah satu tipologi yang diperkenalkan oleh Henry
10
11
ICRC, 2011, Humanitarian Debate: Law, Policy, Action. The Future of Humanitarian Action, halaman 891-895
Abby Stoddard, ____, HPG Report, “Humanitarian Action and the Global War on Terror”, halaman 27
Dunant sejak ia membentuk Palang Merah Dunia sebagai gerakan kemanusiaan yang
bertujuan untuk melindungi masyarakat sipil yang terkena dampak perang. Tipologi ini
menggunakan
pendekatan
tradisional
dimana
dalam
menangani
kasus-kasus
humanitarianisme, Dunantist berprinsip bekerja secara netral dan independen sehingga
tidak melibatkan peran Negara12. Berbanding terbalik dengan tipologi Wilsonians, tipologi
ini mencirikan kebanyakan organisasi AS. Tipologi yang berasal dari mantan presiden AS
yaitu Woodrow Wilson ini melihat kompatibilitas dasar antara tujuan kemanusiaan dengan
kebijakan luar negeri. Jika Dunantist bergerak secara independen dan lepas dari campur
tangan pemerintah, Wilsonians justru cenderung bekerja dalam kemitraan dengan
pemerintah dan bersedia menggabungkan antara kebijakan luar negeri dengan kegiatan
bantuan kemanusiaan. Organisasi yang mengadopsi tipologi ini menganggap bahwa diri
mereka merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah13.
Tipologi terakhir adalah Solidarist. Tipologi ini menolak sikap netral dalam
humanitarian actions. Mereka cenderung membantu kelompok-kelompok tertentu, seperti
saudara-saudara mereka yang seagama atau sebangsa saja
HUMANITARIANISME vs POLITIK
Humanitarian Intervention
Kasus kemanusiaan memang semakin marak terjadi dan menjadi isu yang dibicarakan di
dunia internasional sehingga secara otomatis menjadi isu internasional. Dalam kasus kemanusiaan,
berbagai aktor dan organisasi pasti terlibat dalam pemberian bantuan. Baik pemerintah, nonpemerintah, masyarakat lokal, maupun aktor transnasional. Dalam proses pemberian bantuan ini,
tentunya bantuan yang diberikan oleh pihak Negara yang notabenenya pasti diambil dari kebijakan
luar negeri, pasti penuh dengan unsur politik.
Pada masa akhir Perang Dingin, bantuan yang diberikan oleh suatu negara dalam mengatasi
masalah kemanusiaan yang terjadi di negara yang sedang berkonflik disebut sebagai sebuah
intervensi. Dimana dalam Black’s Law Dictionary, intervensi merupakan tindakan ‘ikut campur’
12
13
Ibid.
Ibid.
suatu negara dalam urusan negara lain dengan menggunakan kekuatan atau ancaman. Sedangkan
menurut Parry and Grant, intervensi merupakan suatu kegiatan ikut campur suatu negara dalam
urusan negara lain dengan tujuan untuk menjaga atau mengubah kondisi actual tertentu. Sedikit
berbeda dengan yang diungkapkan oleh Lauterpach, dimana intervensi adalah sebuah tindakan
ikut campur suatu negara secara diktaktor tentang urusan internal negara lain, guna mengubah atau
memelihara keadaan maupun situasu dalam negeri tersebut.
Humanitarian intervention telah lama mejadi praktek dalam masyarakat internasional dan
selalu identik dengan bantuan yang bersifat keras atau militer, seperti misalnya intervensi
kemanusiaan yang dilakukan oleh Rusia di Turki atas nama kaum nasionalis Bulgaria tahun 1877,
intervensi AS di Kuba tahun 1898, Perancis melakukan intervensi di Syria tahun 1860 dan praktek
ini terus berlanjut hingga saat ini dimana intervensi terakhir terjadi Libya tahun 2011.
Noam Chomsky mempopulerkan term baru yaitu “New Military Humanism”, dimana term
ini mulai digunakan ketika akhir perang dingin dimana Uni Soviet kalah oleh AS dan hal ini
membuat AS untuk lebih meningkatkan kekuatan militernya di dunia. Masa pemerintahan George
W. Bush mengusulkan Strategi Keamanan Nasional yang mulai fokus pada ancaman yang bisa
timbul dari konflik Dunia Ketiga, seperti terorisme yang merajalela, perdagangan narkoba, dan
lain-lain. Pendekatan baru ini diperlukan untuk menekan berbagai tindakan ilegal dan tidak
manusiawi yang terjadi di luar negeri. AS bisa mempertahankan kehadiran militer yang besar baik
di dalam atau di sekitar lingkungan Negara yang sedang berkonflik. Kehadiran militer di negara
berkembang ini mengilhami istilah baru yaitu "Humanisme militer," yang menggambarkan
penggunaan kekerasan atau kekuatan untuk murni tujuan kemanusiaan14.
Invasi militer AS masalah Kuwait Irak adalah salah satu bentuk humanism militer yang
pada saat itu dianggap berhasil oleh dunia. Campur tangan AS dalam masalah-masalah
kemanusiaan yang terjadi di Negara-negara berkembang saat itu rupanya berhasil mendongkrak
nilai AS dimata dunia sebagai Negara dengan kekuatan militer besar dan dianggap mampu menjadi
polisi Dunia. Noam Chomsky mengganggap AS mampu menggunakan strategi “Military
Humanism” sebagai alat atau cara untuk meningkatkan dan memperluas pengaruh mereka di
14
Maximilian C. Forte, 2010, The New Imperialism Volume 1: Militarism, Humanism, and Occupation, Alert Press:
Canada, halaman 101-102 http://www.vho.org/aaargh/fran/livres11/ForteNewImp.pdf
dunia. Disini Noam mengatakan bahwa segala bentuk bantuan atas nama kemanusiaan terlalu naif
jika dikatakan bebas nilai.
Intervensi yang dilakukan oleh AS semata-mata murni demi tujuan kemanusiaan secara
tidak langsung membuat mereka menjadi otoritas global tertinggi. Sehingga di dunia saat ini,
bentuk-bentuk bantuan kemanusiaan oleh Negara yang bebas nilai semakin pudar bahkan nyaris
hilang. Karena tiap Negara semakin gencar menggunakan kebijakan luar negerinya untuk meraih
keuntungan yang lebih untuk mendapatkan kekuasaan yang lebih. Dan hal itu bisa mereka
dapatkan dari kegiatan-kegiatan bantuan kemanusiaan.
Tetapi di era kontemporer saat ini, bentukan intervensi kemanusiaan tidak hanya
dikategorikan sebagai sesuatu yang berbentuk kekerasan ataupun militer karena bentuk intervensi
kemanusiaan yang saat ini sering terjadi justru cenderung berbentuk kerjasama. Seperti bantuan
kemanusiaan yang diberikan terkait bencana alam yang cenderung justru bersifat kerjasama,
meskipun pada akhirnya bertujuan untuk kepentingan politik demi membina hubungan diplomatik
yang semakin baik.
Beberapa orang beranggapan bahwa bantuan kemanusiaan idealnya bersifat bebas nilai.
Meskipun humanity dan humanisme, begitu juga Liberalisme menjelaskan bahwa pada dasarnya
setiap manusia baik, tetapi melihat realita yang ada bahwa ketika seseorang bertindak baik,
tentunya dengan harapan akan diperlakukan yang sama dengan orang lain. Begitu juga halnya
dengan negara. Negara pasti memiliki kepentingan nasional yang harus dipenuhi untuk bisa
survive, maka dari itu negara yang tergerak hatinya untuk membantu negara lain yang mengalami
kasus kemanusiaan, pasti memiliki harapan akan diperlakukan sama ketika mendapatkan masalah.
Sehingga timbulah hubungan timbal balik yang saling menguntungkan.
Berbagai intervensi kemanusiaan selalu diikuti dengan pro dan kontra. Bagi yang pro atas
tindakan intervensi kemausiaan, tindakan tersebut dipandang sebagai jalan keluar yang tepat untuk
membebaskan orang-orang yang mengalami tindakan pelanggaran HAM di daerah yang
berkonflik. Sedangkan bagi yang kontra, tindakan intervensi tersebut justru melemahkan
kedaulatan negara, berpotensi merusak aturan yang ada di dalam piagam PBB, mengancam
pemerintahan yang sah dalam negara yang diintervensi dan mengancam stabilitas internasional.
Hal ini diakibatkan oleh penggunaan kekuatan bersenjata dalam pelaksanaan intervensi
kemanusiaan.
KESIMPULAN
Jadi, Esensi dari keterlibatan militer dalam bantuan kemanusiaan juga mencakup bantuan
kemanusiaan (civic mission), penanggulangan bencana alam, pengungsian, bantuan kemanusiaan
dan pertolongan dalam kecelakaan. Dan dalam kasus ini negara manapun di dunia termasuk negara
superpower takkan menghindarinya, jika terjadi bencana alam dalan skala besar dan membutuhkan
intervensi kemanusiaan dari negara lain, termasuk militer terutama staff medical. Dan sekali lagi
bahwa humanism ataupun humanity, takkan lepas dari opini intervensi entah itu secara langsung
atau tidak. Tetapi pada intinya selalu melahirkan sterotype bahwa bantuan kemanusiaan selalu
dibarengi dengan kepentingan yang terselubung.
Ketika humanism ataupun humanity mengatakan bahwa pada dasarnya manusia memiliki
sifat yang baik, itu sangat benar dan saya sangat setuju sekali. Tetapi perlu disadari bahwa setiap
manusia perlu untuk memenuhi kepentingan pribadinya untuk survive. Begitu juga Negara. Negara
perlu meningkatkan power-nya dengan memenuhi segala kepentingan nasionalnya agar survive di
dunia. Dan hal ini tentunya dilakukan oleh seluruh Negara di dunia. Saling berlomba untuk
meningkatkan kekuatan agar dapat bertahan dan tidak ‘dimakan’ oleh Negara lain. Salah satu cara
untuk memenuhi kepentingan nasional mereka adalah dengan cara memberikan bantuan
kemanusiaan yang nantinya akan berlanjut menjadi hubungan timbal balik yang saling
menguntungkan antara Negara yang membantu dan yang diberi bantuan. Dan tidak memungkiri
juga bahwa dalam hubungan internasional, negara menggunakan alasan "humanity" untuk
mencapai kepentingannya.
DAFTAR PUSTAKA
Barnett, Michael & Weiss, Thomas G. 2011. Humanitarianism Contested: Where Angels Fear to
Tread. Routledge: USA
Edkins, Jenny & Williams, NickVaughan. ____. Teori-Teori Kritis Menantang Pandangan
Utama Studi Politik Internasional, Pustaka Pelajar: Jakarta
Forte, Maximilian C. 2010. The New Imperialism Volume 1: Militarism, Humanism, and
Occupation. Alert Press: Canada.
http://www.vho.org/aaargh/fran/livres11/ForteNewImp.pdf
Glover, Jonathan. 1999. Humanity: A Moral History of the Twentieth Century. Jonathan Cape:
___.
ICRC (International Commite of the Red Cross). 2011. Humanitarian Debate: Law, Policy,
Action. The Future of Humanitarian Action.
https://www.icrc.org/eng/resources/international-review/review-884/review-884-all.pdf
Minear, Larry, Scott, Colin & Weiss, Thomas G. 1996. The News Media, Civil War, and
Humanitarian Action. Lynne Rienner Publisher : United States
Penman, Kenneth A. & Adams, Samuel. 1982. Humane, Humanities, Humanitarian, Humanism.
http://www.jstor.org/discover/10.2307/30186123?sid=21106041566033&uid=4&uid=2
Stoddard, Abby. ___. HPG Report, “Humanitarian Action and the Global War on Terror”.
Download