ANALISIS PENGARUH VARIABEL EKONOMI MAKRO TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM TIGA BANK PERSERO OLEH YARLIN LENGGU H14102009 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN YARLIN LENGGU. Analisis Pengaruh Variabel Ekonomi Makro Terhadap Indeks Harga Saham Tiga Bank Persero (dibimbing oleh NUNUNG NURYARTONO). Sektor perbankan dan pasar modal merupakan bagian dari suatu sistem perekonomian. Semenjak terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997 fungsi lembaga perbankan sebagai suatu lembaga intermediasi, yang menghubungkan masyarakat yang membutuhkan dana dengan masyarakat yang kelebihan dana menjadi kurang efektif. Hal ini disebabkan karena sektor perbankan merupakan sektor yang rentan saat terjadi krisis ekonomi. Oleh karena itu setelah terjadi krisis ekonomi, sektor perbankan berupaya untuk memperbaiki struktur serta kondisi perusahaan agar masyarakat kembali mempercayai perbankan sebagai lembaga intermediasi. Namun disisi lain, krisis ekonomi membawa dampak semakin berkembangnya sektor pasar modal, hal ini dapat dilihat dengan semakin banyaknya jumlah emiten yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) pasca terjadinya krisis ekonomi. Sektor perbankan (pasar uang), pasar barang, pasar valuta asing dan pasar modal dalam perkembangannya dipengaruhi oleh kebijakan yang diambil oleh pemerintah, baik otoritas fiskal maupun otoritas moneter, dengan menggunakan variabel-variabel ekonomi makro. Pada umumnya variabel ekonomi makro yang digunakan oleh Bank Indonesia dalam mengendalikan perekonomian adalah inflasi yang mencerminkan bagaimana investor menanamkan modalnya disektor pasar barang, nilai tukar yang mencerminkan bagaimana seorang investor menanamkan modalnya dipasar valuta asing, suku bunga yang mencerminkan bagaimana modal ditanamkan pada sektor pasar uang, dan jumlah uang beredar yang menentukan seberapa besar seorang investor menanamkan modalnya dalam bentuk surat berharga dan dalam bentuk uang tunai. Pada penelitian ini variabel ekonomi makro yang digunakan dalam menganalisis pengaruhnya terhadap indeks harga saham perbankan yaitu variabel inflasi, nilai tukar (Rp/$), suku bunga SBI, serta jumlah uang beredar (M2). Variabel-variabel tersebut merupakan variabel fundamental eksternal yang menentukan bagaimana seorang investor mengalokasikan dananya pada pasar uang, pasar valuta asing, pasar barang dan pasar modal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis apakah variabel fundamental eksternal (ekonomi makro) yang terdiri dari inflasi, nilai tukar (Rp/$), suku bunga serta jumlah uang beredar berpengaruh terhadap indeks harga saham tiga bank PERSERO. Pada penelitian ini, untuk melihat pengaruh variabel ekonomi makro terhadap indeks harga saham tiga bank PERSERO digunakan analisis regresi berganda, dengan menggunakan perangkat lunak Eviews 4.1. Data yang digunakan adalah data sekunder tahun 2003-2005, yaitu berupa indeks harga saham dari tiga bank PERSERO, inflasi, nilai tukar, suku bunga SBI jangka waktu satu bulan, serta jumlah uang beredar (M2). Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel ekonomi makro yang berpengaruh terhadap indeks harga saham BNI adalah nilai tukar dan suku bunga SBI dengan nilai koefisien masing-masing variabel secara berurutan yaitu sebesar -3,867990 dan -0,251354. Indeks harga saham BMRI dipengaruhi oleh nilai tukar, suku bunga SBI dan jumlah uang beredar, dengan nilai koefisien dari masing-masing variabel adalah sebesar -3,244716, -0,233430, dan 5,002101. Sedangkan untuk indeks harga saham BRI dipengaruhi oleh nilai tukar dengan nilai koefisien sebesar -2,9974575, suku bunga SBI dengan nilai koefisien sebesar -0,264219, dan jumlah uang beredar dengan nilai koefisien sebesar 7,992197. Variabel inflasi tidak berpengaruh terhadap indeks harga saham tiga bank PERSERO. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa variabel yang secara bersamasama mempengaruhi indeks harga saham tiga bank PERSERO yaitu nilai tukar dan suku bunga SBI. Oleh karena itu diharapkan bagi masyarakat investor yang ingin menanamkan modalnya pada sektor pebankan khususnya bank-bank PERSERO, untuk lebih meningkatkan pemahamannya serta memperhatikan fluktuasi variabel nilai tukar dan suku bunga. Diharapkan dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan variabel fundamental internal, yaitu variabelvariabel yang memberikan informasi mengenai kondisi perusahaan, antara lain kondisi keuangan dari perusahaan. ANALISIS PENGARUH VARIABEL EKONOMI MAKRO TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM TIGA BANK PERSERO Oleh YARLIN LENGGU H14102009 Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Yarlin Lenggu Nomor Registrasi Pokok : H14102009 Program Studi : Ilmu Ekonomi Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Variabel Ekonomi Makro Terhadap Indeks Harga Saham Tiga Bank Persero dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Intitut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing Dr. Ir. Nunung Nuryartono, MS NIP. 132 104 952 Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872 Tanggal Kelulusan : PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, September 2006 Yarlin Lenggu H14102009 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Yarlin Lenggu lahir pada tanggal 12 Januari 1985 di Kupang, sebuah kota kecil yang berada di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Penulis merupakan anak terakhir dari dua bersaudara, dari pasangan Alberthomas Napoleon Lenggu dan Fience Djoh. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar pada SDN Kelapa Lima 2 Kupang, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 2 kupang dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMUN 1 Kupang dan lulus pada tahun 2002. Pada bulan Juni 2002 penulis meninggalkan kota Kupang untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan penulis dengan harapan agar penulis memperoleh ilmu, mencari pengalaman, dan mengembangkan pola pikir sehingga dapat digunakan untuk mengembangkan kota Kupang. Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif sebagai anggota pada organisasi Persatuan Mahasiswa Kristen (PMK). KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Pengaruh Variabel Ekonomi Makro Terhadap Indeks Harga Saham Tiga Bank Persero”. Topik ini sangat menarik untuk dibahas, karena setelah terjadi krisis ekonomi pada tahun 1997, pasar modal mulai mengalami perkembangan yang cukup pesat, terlihat dengan semakin banyaknya jumlah emiten di BEJ. Karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik ini. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, terutama untuk Bapak Dr. Ir. Nunung Nuryartono, MS, yang telah meluangkan waktu memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Bapak Syamsul Hidayat Pasaribu, M.Si, yang telah menguji hasil karya ini. Semua saran dan kritikan beliau merupakan hal yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Fifi D. Thamrin, SP, M.Si terutama atas perbaikan tata cara penulisan skripsi ini. Meskipun demikian, segala kesalahan yang terjadi dalam penelitian ini, sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis. Penulis juga sangat terbantu oleh kritik dan saran dari para peserta pada Seminar Hasil Penelitian skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat berterimakasih kepada mereka. Penulis juga berterimakasih kepada pihak-pihak lain yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua penulis, yaitu Bapak Napoleon Lenggu dan Ibu Fience Djoh serta saudara penulis yaitu, Patricia Lenggu dan R. Nining. Dorongan mereka sangat besar artinya dalam proses penyelesaian skripsi ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan. Bogor, September 2006 Yarlin Lenggu H14102009 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................ iv DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... v DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... vi I. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang..................................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah ............................................................................. 6 1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................. 7 1.4. Kegunaan Penelitian ............................................................................ 7 II. KERANGKA PEMIKIRAN ...................................................................... 8 2.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................................... 8 2.1.1. Teori Investasi Portofolio........................................................ 8 2.1.2. Teori Suku Bunga ................................................................... 9 2.1.3. Teori Nilai Tukar .................................................................. 12 2.1.4. Tingkat Inflasi ....................................................................... 14 2.1.5. Jumlah Uang Beredar ............................................................ 15 2.1.6. Industri Perbankan Indonesia ................................................ 16 2.1.6.1. Pengertian dan Fungsi Bank Umum ......................... 16 2.1.6.2. Kinerja Perbankan Nasional ..................................... 17 2.1.6.3. Pengelolaan Kekayaan Perbankan ............................ 20 2.1.6.3.1. Pendekatan “The Pool-of-Funds” ............. 20 2.1.6.3.2. Pendekatan “The Asset-Allocation” .......... 21 2.1.7. Pasar Modal........................................................................... 22 2.1.7.1. Pengertian Pasar Modal ............................................ 22 2.1.7.2. Penentuan Harga Saham ........................................... 23 2.1.7.2.1. Pada Pasar Primer ..................................... 24 2.1.7.2.2. Pada Pasar Sekunder ................................. 24 2.1.8. Kajian Penelitian Terdahulu.................................................. 25 2.2. Kerangka Pemikiran Konseptual ....................................................... 28 2.3. Hipotesis ............................................................................................ 30 III. METODE PENELITIAN ......................................................................... 31 3.1. Jenis dan Sumber Data ...................................................................... 31 3.2. Metode Analisis Data ........................................................................ 31 3.2.1. Model Persamaan dan Variabel-Variabel ............................. 32 3.2.2. Pengujian Model ................................................................... 33 3.2.2.1. Uji Koefisien Determinasi (R2) ................................ 34 3.2.2.2. Uji-F.......................................................................... 35 3.2.2.3. Uji-t ........................................................................... 35 3.2.2.4. Multikolinearitas ....................................................... 35 3.2.2.5. Autokorelasi.............................................................. 35 3.2.2.6. Heteroskedastisitas ................................................... 36 3.2.2.7. Uji Normalitas .......................................................... 36 3.3. Asumsi-asumsi Model ....................................................................... 37 3.4. Batasan Operasional .......................................................................... 37 3.5. Keterbatasan Penelitian ..................................................................... 38 IV. GAMBARAN UMUM PENELITIAN .................................................... 39 4.1. Sektor Ekonomi Makro ..................................................................... 39 4.1.1. Inflasi .................................................................................. 41 4.1.2. Nilai Tukar ............................................................................ 42 4.1.3. Suku Bunga SBI .................................................................... 43 4.1.4. Jumlah Uang Beredar ............................................................ 44 4.2. Perkembangan dan Kinerja Pasar Modal .......................................... 45 4.2.1. Perkembangan Pasar Saham ................................................. 46 4.2.2. Kinerja Pasar Saham ............................................................. 46 4.2.2.1. Jumlah Emiten .......................................................... 47 4.2.2.2. Nilai Kapitalisasi dan Volume Transaksi ................. 47 4.2.2.3. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) .................. 48 4.3. Perkembangan Saham Bank Mandiri ................................................ 49 4.4. Perkembangan Saham Bank Negara Indonesia 1946 ........................ 51 4.5. Perkembangan Saham Bank Rakyat Indonesia ................................. 52 V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS HARGA SAHAM ..................................................................... 55 5.1. Kestasioneran Data ........................................................................... 55 5.2. Bank Negara Indonesia (BNI) ........................................................... 56 5.2.1. Uji Normalitas ....................................................................... 56 5.2.2. Kriteria Ekonometrika........................................................... 57 5.2.3. Kriteria Statistik .................................................................... 58 5.2.4. Kriteria Ekonomi................................................................... 60 5.3. Bank Mandiri (BMRI) ....................................................................... 62 5.3.1. Uji Normalitas ....................................................................... 62 5.3.2. Kriteria Ekonometrika........................................................... 62 5.3.3. Kriteria Statistik .................................................................... 63 5.3.4. Kriteria Ekonomi................................................................... 65 5.4. Bank Rakyat Indonesia (BRI) ........................................................... 66 5.4.1. Uji Normalitas ....................................................................... 66 5.4.2. Kriteria Ekonometrika........................................................... 66 5.4.3. Kriteria Statistik .................................................................... 67 5.4.4. Kriteria Ekonomi................................................................... 69 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 70 6.1. Kesimpulan ........................................................................................ 70 6.2. Saran ............................................................................................... 71 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 72 LAMPIRAN ............................................................................................... 75 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Perkembangan Jumlah Bank dan Kantor Bank di Indonesia ................ 19 2. Penyaluran Kredit Perbankan ................................................................ 19 3. Perkembangan Jumlah Emisi Saham 2000-2005 .................................. 46 4. Perkembangan Jumlah Emiten dan Nilai Emisi 2000-2005 ................. 47 5. Uji Stasioneritas ..................................................................................... 55 6. Uji Multikolinearitas, Autokorelasi, dan Heteroskedastisitas BNI ....... 57 7. Hasil Pendugaan Parameter Indeks Harga Saham BNI (N=26) ............ 58 8. Uji Multikolinearitas, Autokorelasi, dan Heteroskedastisitas BMRI .... 62 9. Hasil Pendugaan Parameter Indeks Harga Saham BMRI (N=26) ......... 63 10. Uji Multikolinearitas, Autokorelasi, dan Heteroskedastisitas BRI........ 66 11. Hasil Pendugaan Parameter Indeks Harga Saham BRI (N=26) ............ 67 12. Perbandingan Hasil Estimasi ................................................................. 69 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Mutasi DPK Per Kelompok Bank (2000-Apr 2006) ........................... 5 2. Suku Bunga Menurut Paham Klasik ................................................ 10 3. Suku Bunga Menurut Keynes ............................................................ 10 4. Korelasi Nilai Tukar Terhadap IHSG................................................ 14 5. Asset Market Approach ..................................................................... 15 6. Diagram Pendekatan “The Pool-Of-Funds” ..................................... 20 7 Diagram Pendekatan “The Asset-Allocation” ................................... 21 8. The Behavior Of Interest Rate ........................................................... 22 9. Kerangka Pemikiran Konseptual ....................................................... 29 10. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan ....................................................... 40 11. Perkembangan Inflasi ........................................................................ 42 12. Pertumbuhan Nilai Tukar (Kurs) ....................................................... 43 13. Perkembangan Suku Bunga SBI ....................................................... 44 14. Perkembangan M2 ............................................................................. 45 15. Nilai Kapitalisasi Pasar 2000-2005 ................................................... 48 16. Perkembangan Volume Saham 2000-2005 ....................................... 48 17. Perkembangan IHSG Pasar ASEAN dan Jepang 2000-2005 ........... 49 18. Perkembangan Kurs Saham, Nilai Perdagangan dan Volume Perdagangan Bank Mandiri ................................................. 50 19. Perkembangan Kurs Saham, Nilai Perdagangan dan Volume Perdagangan BNI ................................................................. 52 20. Perkembangan Kurs Saham, Nilai Perdagangan dan Volume Perdagangan BRI ................................................................. 53 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Data Penelitian ...................................................................................... 80 2. Perkembangan Indeks Harga Saham Tiga Bank PERSERO ................ 81 3. Hasil Olahan Data ................................................................................. 83 4. Laju Inflasi pada Empat Negara Mitra Dagang .................................... 86 5. Harga Minyak Dunia ............................................................................ 87 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin pesatnya perkembangan zaman berdampak bagi perkembangan sektor ekonomi dan moneter secara luas, hal tersebut dapat dilihat dari semakin terbukanya sistem perekonomian suatu negara, yang menyebabkan semakin sulitnya tugas pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pada umumnya untuk dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dibutuhkan modal yang besar, salah satunya yaitu dengan meningatkan investasi. Investasi di bagi menjadi dua yaitu investasi secara langsung dan tidak langsung. Pasar uang, pasar barang, pasar modal dan pasar valuta asing (VALAS) merupakan beberapa alternatif dalam melakukan investasi. Salah satu faktor penentu seorang investor dalam menanamkan modalnya yaitu seberapa besar keuntungan yang diperoleh. Pertumbuhan ekonomi suatu negara tidak terlepas dari pengaruh kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah. Berbagai kebijakan dilakukan agar stabilitas ekonomi tetap terjaga. Menurut Mankiw (2000), kebijakan ekonomi makro dibagi menjadi dua bagian, pertama kebijakan yang mempengaruhi sisi penawaran (supply side policy) antara lain kebijakan ketenagakerjaan, kedua adalah kebijakan di sisi permintaan (demand side policy) yaitu kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Salah satu arah kebijakan tersebut bertujuan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Variabel ekonomi makro selain berpengaruh terhadap sektor makro juga dapat digunakan untuk mempengaruhi sektor ekonomi mikro, dalam hal ini harga barang secara individu. Berfluktuasinya nilai tukar, inflasi, suku bunga, dan jumlah uang beredar akan mempengaruhi kegiatan investasi sebagai salah satu variabel penting penunjang pertumbuhan ekonomi. Peningkatan jumlah uang beredar di masyarakat akan berpengaruh pada investasi di pasar modal. Terjadinya inflasi berpengaruh terhadap investasi di pasar barang, hal ini disebabkan karena masyarakat meningkatkan permintaannya terhadap barang dan jasa, karena masyarakat menganggap harga barang dan jasa akan terus meningkat di masa yang akan datang. Terdepresiasinya kurs mata uang domestik mengindikasikan bahwa masyarakat investor lebih cenderung menanamkan modalnya di pasar valuta asing, yaitu masyarakat lebih cenderung melakukan aksi beli dollar sehingga variabel kurs berpengaruh terhadap pasar valuta asing. Sedangakan suku bunga SBI berpengaruh terhadap pasar uang, dalam hal ini sektor perbankan (Batiz, 1994). Pasar modal adalah salah satu dari sekian banyak alternatif sumber investasi. Pasar modal berfungsi memberikan kesempatan bagi perusahaanperusahaan untuk memperoleh sumber pembiayaan jangka panjang yang relatif murah, baik untuk perluasan usaha, restrukturisasi atau untuk memobilisasi dana dari masyarakat. Untuk mewujudkan terciptanya kredibilitas pasar modal, perlu diperhitungkan faktor-faktor penting yang menentukan efisiensi dan kredibilitas pasar modal. Salah satunya adalah dari sisi kebijakan pemerintah dalam mengelola ekonomi makro (Kompas, 2005). Variabel ekonomi makro yang mencerminkan alokasi pilihan investasi yaitu inflasi, kurs, suku bunga, dan jumlah uang beredar. Seperti halnya pasar modal, industri perbankan sebagai salah satu lembaga pembiayaan, juga mempunyai peranan penting dalam pembangunan serta pertumbuhan ekonomi suatu negara. Oleh karena itu diperlukan sistem perbankan yang sehat (tidak bermasalah) sebagai prasyarat terciptanya perekonomian yang baik. Namun terlepas dari hal tersebut, perlu disadari bahwa perbankan nasional merupakan salah satu sektor ekonomi di Indonesia yang rentan terhadap gejolak dan perubahan siklus ekonomi (Goldstein, 1998 dan Nugroho, 2000). Perbankan yang baik mampu menjalankan tugasnya secara profesional, yaitu sebagai lembaga intermediasi yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dengan tujuan untuk mengatasi terjadinya kelesuan ekonomi. Pengalokasian dana dari perbankan dapat berupa pemberian kredit modal usaha dan kredit investasi, pada umumnya pemberian kredit modal usaha lebih besar dibandingkan kredit investasi. Hal ini disebabkan karena dana perbankan sebagian besar berasal dari dana jangka pendek yaitu tabungan dan deposito. Untuk mengurangi resiko terjadinya kepailitan, sebagian besar industri perbankan mencari sumber pembiayaan jangka panjang yaitu dengan cara menerbitkan surat berharga berupa saham dan obligasi. Tetapi di sisi lain masih berfluktuasinya variabel ekonomi makro menyebabkan investor sebagai pihak yang mempunyai kelebihan dana (unit surplus) ingin mengetahui apakah saham yang dibelinya bisa mendatangkan keuntungan atau tidak. Selain itu investor juga ingin mengetahui seberapa besar pengaruh variabel-variabel ekonomi makro dalam mempengaruhi harga saham yang dibelinya. Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah industri perbankan dengan pertimbangan bahwa perbankan adalah salah satu sumber investasi di pasar uang dan merupakan sektor yang mengalami dampak langsung dari perubahan veriabel ekonomi makro khususnya yang berhubungan dengan pilihan masyarakat investor dalam melakukan investasi. Hal ini ditunjang oleh pernyataan dari para analis. Alfiansyah dari PT Sinarmas Sekuritas yang menyatakan bahwa deflasi hembuskan sentimen positif di lantai bursa "khususnya saham perbankan", karena terjadinya deflasi dan baiknya data makro perekonomian diharapkan akan menurunkan suku bunga (Tempointeraktif, 2006). Menurut Satrio Utomo, analis PT Trimegah Sekuritas, menguatnya rupiah mengakibatkan investor menaruh harapan Bank Indonesia tidak akan menaikkan suku bunga lagi, bahkan suku bunga diharapkan bisa kembali turun. Hal ini berimbas positif terhadap sahamsaham perbankan. Selain itu bobot saham perbankan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencapai 21 persen sehingga kenaikan di sektor perbankan sangat mempengaruhi kenaikan IHSG (Tempointeraktif, 2005). Industri perbankan yang digunakan dalam penelitian sebanyak tiga perusahaan dengan kriteria ketiga perusahaan tersebut merupakan bank BUMN terkemuka di Indonesia yang mendominasi pasar perbankan domestik, yang terdiri dari PT Bank Mandiri, Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia, Tbk, dan PT Bank Negara Indonesia, Tbk. Hal ini dapat dilihat dari persentase besarnya mutasi Dana Pihak Ketiga (DPK) pada bank BUMN pasca terjadinya krisis pada Gambar 1. Persero BPD Swasta Milyar Rupiah Asing/Campuran 450000 400000 350000 300000 250000 200000 150000 100000 50000 0 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Apr06 Gambar 1. Mutasi DPK per Kelompok Bank (2000-Apr 2006) Sumber : Tinjauan Triwulanan Perkembangan Perbankan, BI, 2000 Pertimbangan pemilihan ketiga bank dalam penelitian ini adalah karena ketiga bank tersebut memiliki karakteristik sebagai berikut. 1. Merupakan bank terbesar di Indonesia dari segi jumlah aktiva, dengan pangsa pasar yang dominan di berbagai kategori; 2. Bank komersial dengan presentase jumlah kepemilikan saham pemerintah lebih dari 50 persen; 3. Jaringan distribusi yang luas tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia, dengan fokus bisnis melayani konsumen dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM); 4. Sumber pendanaan pihak ketiga bersifat stabil; dan 5. Bank-bank BUMN memperoleh beberapa keistimewaan yang semakin memperkuat posisi mereka terhadap bank swasta, misalnya akses ke Bank Indonesia untuk memperoleh kredit likuiditas dengan bunga yang relatif lebih rendah. 1.2. Perumusan Masalah Ketidakstabilan pada pasar uang yang dicerminkan melalui perubahan variabel suku bunga SBI, pasar barang melalui variabel inflasi, pasar valuta asing melalui variabel kurs, akan berpengaruh terhadap alokasi dana oleh masyarakat investor pada pasar modal yang dicerminkan oleh perubahan variabel jumlah uang beredar. Penurunan suku bunga SBI akan mempengaruhi penurunan suku bunga tabungan, deposito dan kredit. Hal ini menyebabkan masyarakat kurang tertarik untuk menyimpan uangnya di bank, sehingga menyebabkan timbulnya pilihan bagi masyarakat investor, untuk menanamkan modalnya dalam bentuk portofolio sehingga harga saham di pasar modal akan mengalami peningkatan. Meningkatnya inflasi menyebabkan masyarakat lebih cenderung membelanjakan uangnya, karena masyarakat beranggapan bahwa harga akan meningkat pada masa akan datang. Hal ini menyebabkan permintaan terhadap surat berharga mengalami penurunan. Terdepresiasinya nilai tukar mengindikasikan bahwa masyarakat investor cenderung menanamkan modalnya di pasar valuta asing yaitu dengan melakukan pembelian terhadap dollar, sehingga permintaan akan surat berharga menurun. Peningkatan jumlah uang beredar akan berpengaruh terhadap peningkatan permintaan akan surat-surat berharga. Berdasarkan uraian tersebut di atas diketahui bahwa inflasi, nilai tukar, suku bunga, dan jumlah uang beredar berpengaruh terhadap alokasi dana di pasar saham (Dornbusch, 2004). Berdasarkan pernyataan tersebut, maka pertanyaan-pertanyaan penting dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Apakah indikator ekonomi makro (inflasi, nilai tukar, suku bunga, dan jumlah uang beredar) berpengaruh terhadap indeks harga saham tiga Bank PERSERO? 2. Seberapa besar pengaruh indikator ekonomi makro (inflasi, nilai tukar,suku bunga, dan jumlah uang beredar) terhadap perubahan harga saham tiga Bank PERSERO? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan terkait erat dengan upaya untuk mengetahui bagaimana pengaruh kebijakan moneter dengan menggunakan indikator ekonomi makro, terhadap pasar uang dan pasar saham. Secara spesifik tujuan penelitian ini adalah: 1. Menganalisis apakah indikator ekonomi makro (inflasi, nilai tukar, suku bunga, dan jumlah uang beredar) berpengaruh terhadap indeks harga saham tiga bank PERSERO? 2. Mengetahui seberapa besar pengaruh indikator ekonomi makro (inflasi, nilai tukar, suku bunga, dan jumlah uang beredar) terhadap perubahan harga saham tiga Bank PERSERO? 1.4. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini tidak hanya digunakan bagi penulis sebagai suatu proses belajar yang memberikan banyak tambahan pengetahuan, tetapi dapat digunakan oleh pihak lain sebagai bahan informasi dan bahan pertimbangan untuk penelitian sejenis. II. KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Pada bagian ini akan dibahas mengenai teori-teori yang mendukung penelitian ini yaitu meliputi bagaimana suatu variabel ekonomi makro yang mencerminkan pengalokasian modal oleh masyarakat investor berpengaruh terhadap indeks harga saham sektor perbankan dalam hal ini pasar modal, serta melihat teori mengenai variabel-variabel ekonomi makro tersebut. 2.1.1. Teori Investasi Portofolio Menurut Chandler (1985), dorongan untuk melakukan investasi tergantung pada keuntungan yang diharapkan. Pada umumnya pengalokasian dana oleh investor dapat dalam bentuk konsumsi barang dan jasa, serta dapat berbentuk investasi secara tidak langsung. Investasi dapat dilakukan di pasar barang, pasar uang, pasar modal, pasar valuta asing, serta dalam bentuk asset tetap (tanah). Dalam menanamkan modal, investor ingin memperoleh tingkat pendapatan yang besar dengan resiko yang seminimal mungkin, oleh karena itu untuk menghindari kerugian investor melakukan diversifikasi dalam berinvestasi. Menurut teori Keynes, jumlah investasi bergantung pada tingkat keuntungan tertinggi yang diharapkan karena tambahan dari suatu aktiva modal (marginal efficiency of capital ) serta suku bunga. Marginal efficiency of capital dipengaruhi oleh harapan investor untuk memperoleh keuntungan serta biaya pengganti untuk aktiva modal. Sedangkan tingkat bunga bergantung pada jumlah uang dan keadaan liquidity preference. Menurut Husnan (1998), hampir semua investasi mengandung unsur ketidakpastian atau resiko, yang umumnya dilakukan oleh investor adalah memperkirakan berapa besar keuntungan yang diharapkan dari investasinya, dan seberapa jauh kemungkinan hasil yang sebenarnya nanti akan menyimpang dari hasil yang diharapkan. Oleh karena itu pilihan dalam melakukan investasi tidak hanya dapat mengandalkan pada tingkat keuntungan yang diharapkan, tetapi apabila pemodal mengharapkan untuk memperoleh keuntungan yang tinggi, maka pemodal harus bersedia menanggung resiko yang tinggi pula. Salah satu karakteristik investasi pada sekuritas adalah kemudahan untuk membentuk portofolio investasi, artinya pemodal dapat dengan mudah melakukan diversifikasi investasinya pada berbagai kesempatan investasi. 2.1.2. Teori Suku Bunga Menurut Hubbard (1997) dalam Wiranta (2001), suku bunga adalah biaya yang harus dibayar borrowers atas pinjaman yang diterima dan imbalan bagi lenders atas investasinya. Tingkat bunga akan mempengaruhi keputusan individu terhadap pilihan apakah membelanjakan uangnya atau menabung. Para ekonom klasik berpendapat bahwa dalam masyarakat harus ada interaksi positif antara dua kelompok yang saling melengkapi. Kelompok pertama adalah surplus spending units (penabung), dan kelompok kedua adalah mereka yang kekurangan dana (deficit spending units). Kedua kelompok tersebut berinteraksi untuk mencari kesepakatan “harga” atau bunga dari uang yang mereka gunakan untuk keperluan investasi. Sehingga menurut pandangan klasik fluktuasi bunga dapat mempengaruhi perilaku penabung maupun investor. Tingkat Bunga Tabungan i1 i2 E1 E0 Investasi 1 Investasi 0 S0 S1 Jumlah rupiah yang ditabung & diinvestasikan Gambar 2. Suku bunga menurut paham klasik Sumber : Judisseno, 2005 Berdasarkan paham dari pandangan Keynes, tingkat suku bunga merupakan fenomena moneter. Artinya, suku bunga ditentukan oleh penawaran dan permintaan akan uang. Perubahan suku bunga akan mempengaruhi keinginan pemilik dana untuk melakukan investasi. Semakin rendah suku bunga semakin besar permintaan akan uang, dengan demikian permintaan akan uang memiliki hubungan yang negatif terhadap suku bunga. Tingkat Bunga ie E MD Gambar 3. Suku bunga menurut Keynes Sumber : Judisseno, 2005 Kondisi keseimbangan di titik E menyatakan perpotongan antara jumlah uang beredar dan jumlah uang yang diminta. Jika suku bunga mengalami penurunan (berada di bawah suku bunga keseimbangan), maka masyarakat akan menginginkan uang kas yang lebih banyak caranya dengan menjual aset atau surat berharga yang dimilikinya sehingga mendorong harga obligasi (surat berharga) turun. Sebaliknya, jika suku bunga berada di atas keseimbangan maka masyarakat menginginkan uang kas yang lebih sedikit dengan cara membeli aset/surat berharga sehingga mendorong harga surat berharga dan obligasi naik. Menurut Judisseno (2005), penentuan tingkat bunga dan pengaruhnya terhadap tabungan dan investasi tidak sesederhana seperti yang dijelaskan oleh teori ekonomi klasik. Penetapan bunga dalam pasar investasi maupun pasar uang haruslah memperhatikan berbagai resiko. Hal ini perlu karena pemakaian uang dari pihak yang membutuhkan dana banyak mengandung resiko antara lain: 1. resiko kurang lancarnya pengembalian pinjaman, bunga pinjaman dan resiko tidak kembalinya pinjaman (credit risk); 2. resiko bank terhadap pemenuhan likuiditas (liquidity risk); 3. resiko inflasi yang menyebabkan terjadinya penyusutan nilai uang; 4. resiko depresiasi atau apresiasi mata uang; 5. resiko kurang mampunya operasional bank memperoleh penghasilan; 6. resiko keadaan suatu negara (country risk); 7. resiko karena kegiatan bank mewakili kepentingan pemegang surat berharga berdasarkan perjanjian antara bank umum dan emiten surat berharga; 8. biaya resiko lainnya seperti transaksi dan administrasi perbankan. SBI sebagai salah satu bentuk surat berharga yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia digunakan oleh Bank Sentral untuk melakukan operasi moneter secara tidak langsung. Selain itu SBI merupakan indikator terbaik dalam kebijakan moneter dan terkadang digunakan sebagai alternatif untuk melakukan investasi (Agung, 1998). Tingkat suku bunga biasanya dipakai sebagai salah satu instrumen kebijakan moneter tingkat suku bunga merupakan harga dari memegang uang tunai. Memegang uang tunai selain memberikan keuntungan likuiditas juga memberikan kerugian berupa hilangnya kemungkinan mendapatkan penghasilan dalam bentuk bunga atau keuntungan kapital. Beberapa jenis aset yang mampu memberikan pendapatan bunga atau keuntungan kapital adalah surat-surat berharga seperti saham dan obligasi (Negara, 2001). 2.1.3. Teori Nilai Tukar Suatu negara yang menganut sistem perekonomian terbuka harus mempertimbangkan kurs mata uangnya dalam menganalisa kondisi makroekonomi negara yang bersangkutan. Kurs dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kurs nominal dan kurs riil. Kurs nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara. Sedangkan kurs riil adalah harga relatif dari barang-barang kedua negara tersebut (Mankiw, 2000). Perhitungan kurs riil dapat ditulis sebagai berikut: Kurs _ riil = Kurs _ no min al × H arg a _ barang _ luar _ negeri H arg a _ barang _ domestik ..........(1) Menurut Batiz (1994), perekonomian yang terbuka umumnya ditandai dengan adanya pergerakan uang antar negara (mobility of money) salah satunya dalam pasar kapital. Hal yang penting untuk diperhatikan oleh masyarakat investor adalah bagaimana menginvestasikan modalnya serta bagaimana cara melindungi uang terhadap resiko perubahan nilai tukar yang terjadi. Permintaan dan penawaran valuta asing pada foreign exchange market menentukan besarnya kurs mata uang dalam negeri. Jika kurs mengalami depresiasi berarti, permintaan terhadap mata uang dalam negeri menurun atau dengan kata lain terjadi peningkatan permintaan terhadap mata uang luar negeri (dollar). Meningkatkannya permintaan akan mata uang luar negeri selain disebabkan karena meningkatnya permintaan akan impor, juga disebabkan karena tujuan spekulatif oleh masyarakat investor, dengan tujuan pada saat nilai mata uang luar negeri terhadap mata uang domestik mencapai titik teratas maka investor akan melepas valuta asing yang dipegang untuk mendapatkan gain yang besar. Terjadinya perningkatan permintaan di pasar valuta asing menyebabkan investor mengurangi alokasi investasinya di pasar yang lainnya (Judiseno, 2005). Menurut Negara (2001), nilai tukar rupiah terutama terhadap dollar Amerika dapat dijadikan indikator kinerja bursa. Pada saat nilai tukar mengalami depresiasi, biasanya indeks harga saham akan melemah hal ini disebabkan karena terdepresiasinya nilai tukar mengindikasikan bahwa masyarakat investor lebih cenderung menanamkan modalnya di pasar valuta asing, salah satunya dengan membeli dollar. sebaliknya jika nilai tukar mengalami apresiasi maka indeks harga saham akan mengalami penguatan, seperti terlihat pada Gambar 4. IHSG 2000 2001 2002 Kurs (Rp/$) 2003 2004 2005 Gambar 4. Korelasi nilai tukar terhadap IHSG Sumber :Statistika Ekonomi Keuangan Indonesia 2.1.4. Tingkat Inflasi Tingkat inflasi merupakan variabel ekonomi makro yang sangat penting dan kompleks untuk dijelaskan perilakunya. Tingkat inflasi terkait erat dengan kebijakan moneter yang dijalankan oleh otoritas moneter, ekspektasi masyarakat akan tingkat harga di masa depan, adanya inflationary gap (Keadaan dimana permintaan masyarakat akan barang-barang selalu melebihi jumlah barang-barang yang tersedia. Hal ini bisa disebabkan karena inefisiensi dalam proses produksi), serta adanya rigiditas dari struktur perekonomian (Negara, 2001). Inflasi adalah suatu peristiwa moneter yang menunjukkan kecenderungan naiknya harga barang-barang secara umum, yang berarti terjadinya penurunan nilai uang. Terjadinya inflasi salah satunya disebabkan karena faktor psikologis masyarakat terhadap harapan-harapan di masa datang dan pengalaman– pengalaman di masa lalu. Inflasi berpengaruh terhadap alokasi penanam modal untuk meningkatkan permintaan akan barang dan jasa (Judiseno, 2005). 2.1.5. Jumlah Uang Beredar Berdasarkan Asset Market Approach, diketahui bahwa total kekayaan terdiri dari uang dan portofolio (saham dan obligasi), hal ini dapat dilihat pada persamaan (2). W M = × V ................................................................................................. (2) P P dimana : W = total kekayaan P M = uang P V = portofolio (saham) Investor memiliki tingkat preferensi yang tetap antara uang dan saham. Artinya lima puluh persen kekayaan untuk uang dan limah puluh persen dalam bentuk saham. Jika terjadi peningkatan jumlah uang beredar akan berdampak pada peningkatan total kekayaan berupa uang dan obligasi, Gambar 12. Total kekayaan (saham) W P W P V2 V1 450 Total Kekayaan (uang) M1 P M1 P W P W P Gambar 5. Asset Market Approach Sumber : Batiz, 1994 Peningkatan jumlah uang beredar akan meningkatkan total kekayaan masyarakat investor dari W1 ke W2. Peningkatan total kekayaan akan diikuti oleh peningkatan kekayaan berupa uang dan saham. 2.1.6. Industri Perbankan Indonesia Pada bagian ini akan dibahas mengenai pengertian dan fungsi perbankan di Indonesia, bagaimana kinerja perbankan nasional, serta bagaimana perbankan mengalokasikan kekayaannya. 2.1.6.1. Pengertian dan Fungsi Bank Umum Bank umum adalah lembaga keuangan yang tujuan utamanya adalah mencari keuntungan. Keuntungan adalah selisih antara pendapatan dan biaya. Pendapatan diperoleh dari hasil kegiatan, berupa pemberian pinjaman dan pembelian surat-surat berharga, sedangkan biaya berupa pembayaran bunga dan biaya-biaya lainnya. Dengan demikian kegiatan bank umum adalah mengumpulkan dana untuk selanjutnya ditanamkan dalam surat-surat berharga serta pemberian kredit untuk memperoleh pendapatan (Boediono, 1998). Sistem perbankan merupakan suatu kesatuan organisasi yang terbentuk karena adanya proses interkoneksi diantara instrumen perbankan, pasar uang dan institusi perbankan. Proses interkoneksi ini terjadi melalui transaksi instrumen perbankan di pasar uang oleh institusi perbankan. Di dalam proses interkoneksi industri perbankan bertindak sebagai pelaksana yang mengatur dan mengendalikan instrumen perbankan dan pasar uang ( Gillis, 1996). Menurut Mishkin (1992) dan Suyatno (1996), dilihat dari jenisnya institusi perbankan terdiri dari Bank Sentral, Bank Umum, Bank Tabungan, dan Bank Pembangunan. Bank Sentral mempunyai hirarki yang lebih tinggi dibandingkan dengan institusi perbankan lainnya. Hal ini disebabkan karena Bank Sentral mempunyai kewajiban untuk mengawasi dan mengontrol aktivitas institusi perbankan lainnya. Selain itu institusi perbankan lainnya selain berperan sebagai pelaksana kebijakan moneter yang dirancang oleh Bank Sentral, juga mempunyai fungsi untuk menciptakan serta mengelola instrumen perbankan. Secara garis besar peranan lembaga perbankan dalam perekonomian adalah menjalankan fungsi transmisi (transmission function); menghimpun dan menyalurkan dana (intermediation function); serta mentransformasikan dan mendistribusikan resiko dalam suatu perekonomian (transformation and distribution of risk function) (Rindjin, 2000). Menurut Nasution (1991), tidak sehatnya suatu lembaga perbankan akan menyebabkan tidak sehatnya sistem perbankan secara keseluruhan, pada gilirannya akan menghambat transaksi keuangan dan menyebabkan gangguan pada kondisi perekonomian makro. Untuk mengantisipasi agar masalah tersebut tidak berpengaruh pada lembaga perbankan lainnya maka mengenai sehatnya suatu lembaga perbankan harus dapat diketahui dari kondisi permodalan, kualitas aset, kemampuan manajemen, sumber pendapatan dan kecukupan likuiditas. 2.1.6.2. Kinerja Perbankan Nasional Menurut Tambunan (1998) dan Rindjin (2000), dalam rangka menciptakan sistem perbankan yang lebih efektif dan efisien pemerintah meluncurkan serangkaian deregulasi sebagai berikut: 1. paket kebijakan Juni 1983, proses awal liberisasi untuk mendorong terjadinya mobilisasi dana dari masyarakat dan mengurangi ketergantungan perbankan terhadap kredit likuiditas Bank Indonesia; 2. paket kebijakan Oktober 1988, ditujukan untuk mengubah struktur perbankan. Antara lain pengaturan kembali batas maksimum pemberian kredit, penghapusan hambatan pendirian bank, pemberian keleluasaan untuk mendirikan kantor cabang, dan penurunan cadangan wajib minimum; 3. paket kebijakan Desember 1988, ditujukan untuk mendorong perkembangan lembaga keuangan bukan bank seperti sewa guna usaha, modal ventura, perdagangan surat berharga dan kartu kredit; 4. paket kebijakan Maret 1989, meliputi ketentuan untuk merger, permodalan, pemilikan modal campuran, dan bidang usaha serta wilayah kerja BPR; 5. paket kebijakan Januari 1990, tujuannya untuk meningkatkan bantuan kepada golongan ekonomi lemah dengan mewajibkan setiap bank umum untuk menyalurkan 20 persen dari kreditnya kepada pengusaha kecil; 6. paket Pebruari 1991, mencakup perizinan, kepemilikan dan kepengurusan, pedoman operasional, sistem pelaporan keuangan, dan tata cara penilaian kesehatan bank; 7. paket kebijakan 1995 berisi ketentuan bank umum ingin menjadi bank devisa. Secara kuantitatif, beberapa indikator menunjukkan bahwa rangkaian deregulasi mempunyai dampak positif terhadap pertumbuhan dan perkembangan perbankan, hal ini dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1. Perkembangan jumlah bank dan kantor bank di Indonesia B. Pemda B. Pemerintah Tahun Bank B. Swasta Nas. Kantor Bank Kantor Bank Kantor B. Asing/Camp Bank Kantor 2000 5 902 26 299 81 1073 39 40 2001 5 879 26 311 80 1135 34 42 2002 5 826 26 309 77 1150 34 39 2003 5 765 26 341 76 1207 31 51 2004 5 758 26 358 72 1196 31 56 2005 5 767 26 371 71 1273 29 62 Apr 2006 5 783 26 386 71 1294 29 65 Sumber: www.bi.go.id Dari Tabel 1 terlihat bahwa pertumbuhan bank dan kantor bank pada tahun 2000 hingga awal 2006 mengalami penurunan semenjak terjadi krisis ekonomi, bank PERSERO yang awalnya berjumlah tujuh bank berkurang menjadi lima. Saat terjadi krisis ekonomi tugas perbankan sebagai lembaga intermediasi dana menurun. Namun seiring proses perbaikan, pada awal tahun 2000 (paska terjadinya krisis) penyaluran kredit oleh sektor perbankan kembali mengalami peningkatan. Keadaan ini terlihat seperti pada Tabel 2. Tabel 2. Penyaluran kredit perbankan Tahun Kredit Perbankan (Milyar Rupiah) 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Apr 2006 152482 202618 271851 342026 438880 566444 574043 Sumber: www.bi.go.id 2.1.6.3. Pengelolaan Kekayaan Perbankan Pengelolaan kekayaan merupakan usaha melakukan alokasi dana untuk berbagai alternatif investasi. Pada prinsipnya usaha ini berupa alokasi dana yang ada untuk memenuhi kebutuhan akan uang kas dan investasi yang mendatangkan keuntungan/bunga. Apabila perbankan ingin mendapatkan keuntungan atau pendapatan yang tinggi maka dana yang ada digunakan untuk melakukan investasi atau dipinjamkan. Sebaliknya jika perbankan menginginkan posisi likuiditas yang aman maka dana yang ada disimpan sebagai uang kas. Bagaimana memperoleh kombinasi yang tepat agar dapat mencapai sasaran optimal dinamakan sebagai strategi pengelolaan kekayaan. Ada dua pendekatan untuk memecahkan masalah tersebut antara lain. 2.1.6.3.1. Pendekatan “The Pool-of-Funds” Dana yang tersedia dapat berasal dari giro, deposito, tabungan atau modal. Ide dasar pendekatan ini adalah dana yang tersedia dikumpulkan menjadi satu dalam satu pool, kemudian dialokasikan sesuai dengan kriteria ke dalam masingmasing bentuk kekayaan. Namun sebelumnya pemimpin bank harus terlebih dahulu menentukan syarat untuk tujuan likuiditas dan profitabilitasnya. Giro Kas dan Cadangan Tabungan Surat Berharga Pool-of-Funds Deposito Pinjaman Modal Kekayaan lain Gambar 6. Diagram pendekatan The Pool-of-Funds Sumber : Nopirin, 1992. 2.1.5.3.2. Pendekatan “The Asset-Allocation” Pendekatan “The Asset-Allocation” memperhatikan bahwa jumlah likuiditas yang diperlukan oleh bank erat kaitannya dengan jenis sumber dana tersebut. Pada umumnya giro memiliki cadangan minimum dan tingkat perputaran yang paling besar (bila dibandingakan dengan tabungan dan deposito berjangka). Sehingga dana yang berasal dari giro sebagian besar harus dialokasikan untuk cadangan/kas dan hanya sebagian kecil untuk investasi. Model ini biasanya disertai dengan pembentukan sentra (pusat yang mengalokasikan dana yang diperoleh dari macam-macam sumber) likuiditas-profitabilitas, tiap sentra independen terhadap sentra lainnya. Pemimpin kemudian merumuskan kebijakan yang berkaitan dengan alokasi dana dari setiap sentra tersebut. Cadangan Primer Giro Tabungan Cadangan Sekunder Kredit/Pinjaman Deposito Surat Berharga lainnya Modal Aktiva Tetap Gambar 7. Diagram pendekatan “The Asset-Allocation” Sumber : Nopirin, 1992. 2.1.7. Pasar Modal 2.1.7.1 . Pengertian Pasar Modal Pasar uang dan pasar modal di Indonesia telah dirintis oleh pemerintah sejak tahun 1968. Pasar modal didirikan dengan tujuan untuk memobilisasi dana masyarakat melalui pemilikan saham dan obligasi yang dikeluarkan oleh badan usaha di Indonesia (Boediono, 1998). Menurut Scott dalam Nugroho (2001) Pasar modal adalah pasar konkrit atau abstrak yang mempertemukan pihak yang menawarkan dan yang memerlukan dana jangka panjang, yaitu jangka waktu satu tahun ke atas atau pasar modal adalah pasar untuk dana jangka panjang dimana saham biasa, saham preferen dan obligasi diperdagangkan. The Behavior of Interest Rate menyatakan bahwa suku bunga berbanding terbalik dengan price of bonds, yaitu jika price of bonds mengalami kenaikan maka suku bunga akan mengalami penurunan. Untuk menjelaskan The Behavior of Interest Rate akan digunakan prinsip discount bonds sebagai berikut. Suku bunga. Price of bonds S P2 S i2 P1 E0 i1 E1 D Q2 Q1 D Quantity of bonds Q2 Gambar 8. The Behavior of Interest Rate Sumber : Mishkin, 2001. Q1 Q bonds Pada saat price of bonds meningkat dari P1 ke P2 maka jumlah dari bonds yang ditawarkan akan berkurang dari Q1 menjadi Q2. Penurunan jumlah bonds yang ditawarkan menyebabkan suku bunga mengalami penurunan dari i1 ke i2. Banyak variabel yang dapat mempengaruhi harga saham suatu perusahaan, baik yang datang dari lingkungan eksternal ataupun yang datangnya dari lingkungan internal perusahaan itu sendiri. Sebagaimana dikemukakan oleh Usman (1989), harga saham sebagai indikator nilai perusahaan akan dipengaruhi oleh beberapa variabel fundamental dan teknikal, dimana variabel-variabel tersebut secara bersama-sama akan membentuk kekuatan pasar yang berpengaruh terhadap transaksi saham. 2.1.7.2. Penentuan Harga Saham Harga saham merupakan suatu hal yang krusial, hal ini disebabkan karena harga saham merupakan suatu hal yang abstrak sehingga sulit untuk diukur secara tepat. Tinggi rendahnya harga suatu saham benar-benar merupakan judgement momental (penilaian sesaat) yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Kondisi perusahaan, kebijaksanaan direksi, tingkat suku bunga, harga komoditi, investasi lain, kondisi ekonomi, kebijaksanaan pemerintah, tingkat pendapatan, laju inflasi, penawaran dan permintaan, dan kemampuan analisa efek berpengaruh dalam penentuan harga saham ( Usman, 1989). Harga saham bisa naik dan bisa turun tergantung perubahan satu atau lebih faktor-faktor di atas. 2.1.7.2.1. Penentuan Harga Saham Pada Pasar Primer Harga saham pada pasar primer ditentukan bersama oleh underwriter dan emiten. Secara teori harga saham dihitung dengan menggunakan pendekatan net asset dan pendekatan earnings atau dividen yang berdasarkan pada proyeksi untuk lima tahun yang akan datang. Adapun bentuk persamaan dari pendekatan earnings adalah sebagai berikut. Ps = D+ r (E − D ) i .....................................................................................(3) i dimana: Ps : Harga pasar per saham (Rp) D : Dividen per saham (Rp) E : Earning (Rp) r : Return on investment i : Tingkat Cost of Capital di pasar uang Penetuan harga saham berdasarkan pendekatan dividen dapat dilihat pada persamaan (4). P=∑ dn Pn + ...............................................................................(4) n (1 + i ) (1 + i )n dimana: P dn i n Pn : harga per saham : dividen per saham : cost of capital rate : Tahun saham ke-n : Harga saham pada tahun ke-n 2.1.7.2.2. Penentuan Harga Saham Pada Pasar Sekunder Harga saham di pasar sekunder (bursa dan luar bursa) pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor penawaran dan permintaan potensial dari efek-efek yang ada. Bagi para investor yang menanamkan dananya dalam bentuk saham dengan jumlah yang banyak harus mempertimbangkan portofolio management yang menguntungkan. Prinsip dasar dari portofolio adalah: 1. mengharapkan expected return yang tinggi dengan resiko yang rendah; 2. investasi dapat dilakukan dengan menyimpan atau meminjam uang dengan suku bunga yang bebas resiko. Komposisi dari saham-saham yang bebas resiko dan yang mengandung resiko tergantung pada penilaian dari masa depan setiap efek yang muncul. Bila informasi yang tersedia tersebar luas dan merata maka investor akan cenderung menanamkan investasinya di pasar portofolio. Capital Asset Pricing Model (CAPM) bisa dipakai dalam perhitungan harga saham seperti pada persamaan (5) berikut. r = rf + (rm − rf )β .....................................................................................(5) Dimana: r rf rm rm – rf : expected return : suku bunga bebas resiko : “expected return” of market portofolio : risk premium 2.1.8. Kajian Penelitian Terdahulu Penelitian tentang analisis pengaruh inflasi, nilai tukar, dan suku bunga terhadap harga saham studi kasus pada tiga Bank PERSERO, dalam rangka untuk mengetahui apakah inflasi, nilai tukar, dan suku bunga akan mempengaruhi perubahan harga saham tiga Bank PERSERO, memiliki kemiripan dengan penelitian lain sebelumnya. Peneliti tersebut diantaranya adalah Usman (1990), Silalahi (1991), Sulaiman (1995), Yuli (1999), Saban (2004), dan Butar (2002). Banyak variabel dapat mempengaruhi harga saham suatu perusahaan, baik eksternal maupun dari internal perusahaan itu sendiri. Menurut Usman (1990), harga saham akan dipengaruhi oleh beberapa variabel fundamental dan teknikal, dimana variabel-variabel tersebut secara bersama-sama akan berpengaruh terhadap transaksi saham. Variabel fundamental dibagi menjadi dua yaitu fundamental internal yang memberi informasi tentang kinerja perusahaan (deviden, pertumbuhan pendapatan, likuiditas, ukuran perusahaan, modal kerja bersih, pendapatan per lembar saham, Rate of Return on Total Assets) dan variabel eksternal yang meliputi kondisi perekonomian secara umum (tingkat inflasi, tingkat suku bunga deposito, jumlah uang beredar dan nilai tukar). Variabel teknikal meliputi variabel yang menyajikan informasi kepada investor untuk menentukan kapan pembelian saham dilakukan dan kapan saham tersebut dijual atau ditukar dengan saham yang lain agar memperoleh keuntungan maksimal. Variabel teknikal meliputi perkembangan kurs saham, keadaan pasar modal, volume transaksi, perkembangan harga saham dan capital gainloss. Penelitian di Indonesia dilakukan oleh Silalahi (2001) terhadap 38 perusahaan yang sahamnya di BEJ sejak tahun 1980-1990. Hasilnya menyatakan bahwa Rate of Return on Total Assets, Devidend Pay Out Ratio, volume perdagangan saham dan tingkat suku bunga deposito berpengaruh signifikan terhadap perubahan harga saham. Sulaiman (1995) meneliti tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap harga saham perusahaan food & beverage. Hasilnya menunjukkan bahwa ROA, tingkat pertumbuhan, likuiditas dan tingkat suku bunga berpengaruh terhadap harga saham. Selain variabel-variabel fundamental internal perusahaan, penelitian yang menambahkan variabel-variabel eksternal atau variabel-variabel ekonomi makro juga telah dilakukan misalnya, Yuli (1999) meneliti tentang pengaruh beberapa variabel fundamental eksternal yaitu tingkat inflasi, tingkat suku bunga deposito, jumlah uang beredar dan nilai tukar US Dollar terhadap rupiah terhadap perubahan harga saham pada perusahaan farmasi yang go public di Bursa Efek Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah uang beredar berpengaruh terhadap harga saham. Dalam penelitian ini juga ditambahkan variabel teknikal dan hasilnya menyatakan bahwa volume penjualan serta harga saham masa lalu berpengaruh terhadap harga saham. Saban (2004), dalam skripsinya yang berjudul “Vector Error Corection dalam Menganalisis Hubungan Antara Indeks Saham, Suku Bunga, dan Kurs”. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan VECM dilengkapi dengan uji kointegrasi dan uji Granger Causality. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa di Indonesia terdapat hubungan jangka panjang antara indeks saham, suku bunga dan kurs. Namun dalam jangka pendek tingkat suku bunga bergerak sendiri di luar keseimbangan. Selain itu juga dalam jangka pendek terdapat hubungan dua arah yang kuat antara indeks saham dan nilai tukar mata uang serta indeks saham dan suku bunga. Butar (2003) meneliti tentang hubungan antara suku bunga, nilai tukar, inflasi, dan IHSG dalam skripsinya yang berjudul “Granger Causality Antara Suku Bunga, Kurs, Inflasi, dan IHSG Periode Sebelum dan Sesudah Krisis Ekonomi”. 2.2. Kerangka Pemikiran Konseptual Berdasarkan uraian di atas, penelitian akan dilakukan dengan cara mencari pengaruh variabel ekonomi makro yaitu inflasi, nilai tukar, suku bunga, dan jumlah uang beredar terhadap harga saham dengan studi kasus pada tiga Bank PERSERO yang memasyarakatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta, dimana keempat variabel ekonomi makro tersebut mencerminkan pengalokasian modal masyarakat investor di pasar modal, pasar uang, pasar barang, dan pasar Valas. Jumlah uang beredar berpengaruh terhadap indeks harga saham melalui dua jalur, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung melalui pendekatan pasar modal (Asset Market Approach), dimana jika terjadi peningkatan jumlah uang beredar maka masyarakat investor akan menaikan proporsi kekayaannya dalam bentuk surat berharga sehingga permintaan terhadap saham mengalami peningkatan. Suku bunga (SBI) mencerminkan bagaimana seorang investor menanamkan modalnya di pasar uang serta bagaimana pengaruhnya terhadap indeks harga saham. Jika terjadi peningkatan suku bunga, masyarakat investor lebih cenderung menanamkan investasinya dalam bentuk deposito dan tabungan dengan return yang lebih tinggi dibandingkan menanamkannya dalam bentuk surat berharga. Perpindahan alokasi investasi dari portofolio ke bentuk deposito menyebabkan permintaan surat berharga mengalami penurunan, sehingga menyebabkan indeks saham mengalami penurunan. Kurs berpengaruh negatif terhadap indeks harga saham, yaitu jika kurs mengalami depresiasi (dollar menjadi lebih mahal), maka masyarakat investor lebih cenderung untuk bermain di pasar valuta asing, dengan membeli dollar sebanyak mungkin untuk tujuan spekulatif. Hal ini menyebabkan permintaan akan saham mengalami penurunan. Sedangkan inflasi berpengaruh terhadap indeks harga saham melalui pasar barang, jika terjadi inflasi maka masyarakat akan meningkatkan permintaan akan barang dan jasa karena diduga harga akan terus meningkat dimasa yang akan datang. PILIHAN INVESTASI Pasar Barang Pasar VALAS Pasar Uang Pasar Modal Inflasi Kurs SBI Jumlah Uang Beredar (M2) Indeks Harga Saham Tiga Bank Gambar 9. Kerangka Pemikiran Konseptual 2.3. Hipotesis Kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia sebagai otoritas moneter dapat berpengaruh terhadap permintaan akan uang, serta berpengaruh terhadap keputusan investor untuk tetap memegang uangnya dalam bentuk kas atau dalam bentuk surat berharga dalam hal ini saham. Berdasarkan pernyataan tersebut maka hipotesis dari penelitian ini adalah: 1. Inflasi berhubungan negatif terhadap indeks harga saham perbankan. 2. Nilai tukar berhubungan negatif terhadap indeks harga saham perbankan 3. Suku bunga berhubungan negatif terhadap indeks harga saham perbankan 4. Jumlah uang beredar berhubungan positif terhadap indeks saham perbankan. III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang merupakan data bulanan periode 2003-2005 (time series data). Sumber data diperoleh dari literatur-literatur yang berkaitan dengan topik, antara lain yang berasal dari Bank Indonesia, Bloomberg, Bursa Efek Jakarta (BEJ) serta sumbersumber bacaan lain yang relevan. Data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah suku bunga Bank Indonesia jangka waktu satu bulan, tingkat inflasi, nilai tukar (Rp/$ US), jumlah uang beredar, serta indeks harga saham tiga bank PERSERO yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta, yaitu PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Negara Indonesia Tbk dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. 3.2. Metode Analisis Data Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis regresi berganda yang bertujuan untuk melihat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat yang ada. Penggunaan analisis ini disebabkan karena jumlah contoh dalam penelitian kurang dari 30 (N<30). Berbagai macam metode telah di coba, namun karena keterbatasan data sehingga metode yang digunakan adalah metode Ordinary Least Square (OLS), yaitu metode dimana error termnya dibuat dalam bentuk kuadratik dengan tujuan untuk memperkecil varian sehingga diperoleh kesalahan yang kecil. Taraf nyata yang digunakan dalam penelitian ini adalah taraf nyata 1 persen, penggunaan taraf nyata ini disebabkan karena data yang digunakan dalam penelitian ini berukuran kecil yaitu kurang dari 30 sehingga toleransi kesalahan harus kecil. Penelitian ini menganalisis pengaruh inflasi, nilai tukar,suku bunga, dan jumlah uang beredar terhadap indeks harga saham tiga bank PERSERO. Untuk mempermudah dalam pengolahan data, maka alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini dioperasikan melalui perangkat lunak Eviews 4.1. 3.2.1. Model Persamaan dan Variabel-Variabel Ada beberapa variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Variabel terikat adalah indeks harga saham tiga bank PERSERO, sedangkan variabel bebasnya adalah tingkat inflasi, tingkat suku bunga SBI, dan kurs rupiah terhadap dollar Amerika. Indeks harga saham (Yi) yang digunakan dalam penelitian ini adalah indeks harga saham bulanan masing-masing bank yang diteliti dengan periode penelitian dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2005. Tingkat inflasi (X1) merupakan persentase perubahan Indeks Harga Konsumen Umum yang mencakup makanan, perumahan, sandang, aneka barang dan jasa per tahun. Nilai tukar US Dollar terhadap rupiah (X2) merupakan perubahan kurs dinyatakan dalam berapa nilai rupiah per satu dollar Amerika. Tingkat Suku Bunga SBI (X3) yang digunakan adalah rata-rata SBI satu bulan. Untuk menyatakan kejelasan tentang kekuatan beberapa variabel penentu terhadap Harga Saham digunakan model regresi linier berganda dengan metode kuadrat terkecil (Gujarati, 1995). Persamaan umum dari model tersebut adalah sebagai berikut. Yt = γ 0 + γ 1 X t + γ 2 X t + γ 3 X t + γ 4 X t ............................................................(6) Setelah mengambil bentuk logaritma natural dari persamaan diatas, diperoleh bentuk persamaan sebagai berikut. LYi = γ 0 + γ 1i INFt + γ 2i LKURSt + γ 3 I IRt + γ 4 I MSt + ε t .................................(7) dimana : L Y1 L Y2 L Y3 = logaritma natural indeks harga saham PT Bank Mandiri, Tbk; = logaritma natural indeks harga saham PT BRI, Tbk; = logaritma natural indeks harga saham PT BNI, Tbk; INF L KURS IR L MS εt γ0 γ1i = = = = = = = γ2i γ3i γ3i tingkat inflasi; logaritma natural nilai tukar mata rupiah terhadap dollar Amerika; suku bunga SBI; logaritma natural jumlah uang beredar (M2); variabel pengganggu; konstanta; elastisitas tingkat inflasi terhadap indeks harga saham bank PERSERO; = elastisitas nilai tukar terhadap indeks harga saham bank PERSERO; = elastisitas tingkat suku bunga terhadap indeks harga saham bank PERSERO. = elastisitas jumlah uang beredar terhadap indeks harga saham bank PERSERO. 3.2.2. Pengujian Model Setelah mendapatkan parameter estimasi, langkah berikutnya adalah melakukan berbagai macam pengujian terhadap parameter estimasi tersebut. Seperti pengujian statistik, ekonometrik, dan ekonomi. Pengujian statistik yang dimaksud meliputi uji R2, uji F, uji t. Uji stasioneritas data juga diperlukan dalam penelitian ini karena data yang digunakan merupakan data time series sehingga agar tidak terjadi regresi lancung maka dilakukan uji stasioneritas. Metode OLS akan dapat dijadikan alat estimasi yang tidak bias jika telah memenuhi persyaratan BLUE (Best Linier Unbiased Estimator), yaitu non multikolinieritas, non autokorelasi dan non heterokedastisitas. 3.2.2.1. Uji Koefisien Determinasi (R2) Uji ini digunakan untuk mengukur sejauh mana besar keragaman yang dapat diterangkan oleh variabel bebas terhadap variabel tak bebas. R2 memiliki dua sifat diantaranya, pertama R2 merupakan besaran non negatif dan kedua, besarnya adalah 0 ≤ R2 ≤ 1. Jika R2 sebesar 1 maka 100 persen variasi Y diterangkan oleh perubahan-perubahan variabel-variabel penjelas, sedangkan R2 yang bernilai nol berarti tidak ada hubungan antara variabel tak bebas dengan variabel yang menjelaskan (Gujarati, 1995). 3.2.2.2. Uji-F Uji-F digunakan untuk menguji bagaimana pengaruh peubah bebas terhadap peubah tidak bebas secara keseluruhan. Ada dua hipotesis yang diuji dari pendugaan persamaan di atas. Hipotesis pertama yaitu variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas, hipotesis kedua, variabel bebas tidak memiliki hubungan kausalitas terhadap variabel tak bebas. Mekanisme yang digunakan untuk menguji adalah sebagai berikut. Hipotesa : H0 : γ1i = γ2i = γ3i = 0; H1 : minimal ada satu nilai parameter dugaan yang tidak sama dengan nol. Menurut Gujarati (1995), uji-F dapat dilihat dari probabilitas Fstatistiknya, sehingga akan diketahui apakah suatu persaman akan lulus uji-F atau tidak. Jika probabilitas F-statistiknya menunjukkan besaran yang kurang dari taraf nyata yang digunkan (α), dapat disimpulkan tolak H0, artinya seluruh variabel secara bersama-sama mampu mempengaruhi variabel tak bebas. 3.2.2.3. Uji-t Digunakan untuk menguji secara statistik apakah koefisien regresi dari masing-masing variabel bebas yang dipakai secara terpisah berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel tak bebas. Pengujian ini dapat dilihat dari nilai probabilitas t-statistiknya. Dimana, jika probabilitas t-statsitik menunjukkan nilai yang kurang dari derajat kepercayan yang digunakan (α), maka dapat dikatakan bahwa peubah bebas berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebas dalam model. 3.2.2.4. Multikolinearitas Multikolinearitas merupakan suatu keadaan dimana terjadinya satu atau lebih variabel bebas yang berkorelasi sempurna atau mendekati sempurna dengan variabel bebas lainnya. Ada beberapa cara untuk mendeteksi ada tidaknya gejala multikolinearitas, diantaranya dengan melihat pada matrik korelasi (korelasi antar variabel bebas), yaitu jika korelasi antar variabel melebihi 0,50 diduga terdapat gejala Multikolinearitas (Gujarati 1995). 3.2.2.5. Autokorelasi Menurut Gujarati (1995), non-autokorelasi menunjukkan kepada tidak adanya korelasi kesalahan pengganggu (error), artinya kesalahan pengganggu di satu observasi tidak berkorelasi terhadap kesalahan pengganggu di observasi lain E (ei,Ei) = 0. Untuk mengetahui ada tidaknya gejala autokorelasi dalam model analisis regresi yang digunakan, maka cara yang digunakan adalah melakukan pengujian serial korelasi dengan metode Durbin Watson, jika DW statistik hitung berada diantara du dan 4-du (du). Namun, karena dalam pengujian Durbin Watson terdapat kelemahan, yaitu apabila DW jatuh pada daerah ragu-ragu maka hasil tidak dapat disimpulkan. Oleh karena itu, digunakan pengujian lain yaitu menggunakan uji Breunch and Godfrey Corelation LM-Test. Apabila nilai probabilitas Obs*R-Squared-nya lebih besar dari taraf nyata tertentu, maka persamaan yang digunakan tidak mengalami autokorelasi. 3.2.2.6. Heteroskedastisas Uji heterokedasitas digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi berganda terjadi ketidaksamaan varian dari residual pada satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Salah satu cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya gejala heteroskedastisitas yaitu dengan menggunakan White Heteroscedasticity Test (Gujarati, 1995). Pengujian ini dilakukan dengan cara melihat probabilitas Obs*R-Squared-nya. Apabila nilai dari probabilitas Obs*R-Squared-nya kurang dari taraf nyata tertentu, maka dapat disimpulkan bahwa persamaan tersebut mengalami gajala heteroskedastisitas. 3.2.2.7. Uji Normalitas Uji ini dilakukan jika sample yang digunakan dalam model regresi kurang dari 30 (N<30), karena jika sample lebih dri 30 mka error term akan terdistribusi secara normal. Uji ini disebut Jarque-Bera Test (Sarwoko, 2005), dengan hipotesis sebagai berikut: 1. H0 : error term terdistribusi normal H1 : error term tidak terdistribusi normal 2. α = satu persen, maka daerah kritis penolakan H0 adalah Jarque-Bera Test > χ2 df=2 atau probabilitas (P-Value) < α. 3.3. Asumsi-asumsi Model Untuk membatasi cakupan bahasan dan menyederhanakannya, dalam model digunakan asumsi-asumsi sebagai berikut. 1. Model persamaan regresi dalam penelitian ini hanya memfokuskan pada pengaruh dari tingkat inflasi, nilai tukar, suku bunga, dan jumlah uang beredar terhadap harga saham tiga bank PERSERO. 2. Harga saham yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga saham di pasar sekunder (harga saham yang di perdagangkan di BEJ); 3. Investasi dalam bentuk portofolio (saham) dan investasi dalam bentuk deposito bersifat saling menggantikan (jika investor ingin menanamkan modal dalam dipasar uang/valas, maka investor akan mengurangi modalnya dipasar saham); 4. Faktor-faktor lain di luar fungsi persamaan dianggap konstan atau ceteris paribus. 3.4. Batasan Operasional Batasan operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Inflasi yang digunakan merupakan cerminan dari IHK (indeks Harga Konsumen) yang perubahannya dilihat secara tahunan (y-o-y) dengan satuan persen; 2. Nilai tukar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah nilai tukar riil rupiah terhadap dollar Amerika yang dilihat secara harian; 3. Nuku bunga sebagai instrumen kebijakan moneter dalam penelitian ini adalah suku bunga SBI jangka waktu satu bulan, dalam persen; 4. Harga saham dalam penelitian dicerminkan melalui indeks harga saham bulanan dari tiga bank PERSERO; 5. Data yang digunakan dalam bentuk riil dan data yang tidak dalam bentuk persen ditulis dalam bentuk logaritma natural. 3.5. Keterbatasan Penelitian 1. Jumlah data yang digunakan sebanyak 26, sehingga untuk menjawab permasalahan digunakan metode OLS, dengan taraf nyata yang digunakan yaitu satu persen sehingga kesalahan yang ditolerir dalam model ini sangat kecil. 2. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel fundamental eksternal, yaitu yang terdiri dari variabel ekonomi makro (inflasi, nilai tukar, suku bunga serta jumlah uang beredar). Variabel fundamental internal yang mencerminkan kondisi internal perusahaan (CAR, NPL) serta variabel teknikal yaitu variabel yang digunakan untuk memperkirakan pergerakan saham dalam waktu yang sangat singkat tidak dimasukan dalam penelitian ini. IV. GAMBARAN UMUM PENELITIAN Gambaran umum yang akan dibahas dalam penelitian ini terdiri dari gambaran umum perkembangan makroekonomi Indonesia periode 2000 hingga 2005 yang terdiri dari pertumbuhan ekonomi, inflasi, perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat perkembangan suku bunga SBI satu bulan dan perkembangan jumlah uang beredar. Selain perkembangan makroekonomi, dalam penelitian ini juga akan dibahas mengenai perkembangan serta kinerja dari pasar modal dan tiga bank PERSERO yang terdiri dari Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia, dan Bank Rakyat Indonesia. 4.1. Sektor Ekonomi Makro Dalam rangka melanjutkan proses pemulihan ekonomi, pemerintah perlu terus mengupayakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkesinambungan (sustainable). Ditengah berlanjutnya gangguan keamanan dalam negeri, ketidakpastian hukum, serta kecenderungan melemahnya perekonomian global, kinerja ekonomi makro Indonesia pada tahun 2000 terlihat membaik dibandingkan tahun 1999 (tingkat pertumbuhan ekonomi sebesar 0,2 persen). Hal ini terus berlanjut hingga awal tahun 2005, walaupun terdapat sedikit penurunan di tahun 2001 akibat tragedi 11 September, namun rata-rata pertumbuhan ekonomi meningkat dan relatif konsisten dari tahun ke tahun seperti terlihat pada Gambar 10. Pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan dari sebesar 4 persen pada tahun 2000 hingga mencapai 5,5 persen pada pertengahan tahun 2005 (Laporan Ekonomi Bulanan Nov. 2005). Pertumbuhan Ekonomi 6 5 4 3 2 1 0 5,1 4 3,3 3,7 5,5 4,1 0,2 1999 2000 2001 2002 2003 2004 Okt 2005 Gambar 10. Pertumbuhan ekonomi tahunan Sumber : Badan Pusat Statistik, 2005 Terus meningkatnya pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor eksternal yaitu meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan perdagangan dunia, dan faktor internal yaitu membaiknya kinerja ekonomi Indonesia terutama didukung oleh komitmen yang tinggi dari Pemerintah dalam melanjutkan pemulihan ekonomi melalui perbaikan fundamental ekonomi dan pemulihan kepercayaan masyarakat. Prioritas kebijakan Pemerintah yang dilaksanakan untuk mendukung peningkatan laju pertumbuhan ekonomi mencakup. (1) Upaya memelihara stabilitas ekonomi makro yang di dalamnya termasuk menjaga stabilitas harga dan nilai tukar, ketahanan fiskal yang berkelanjutan serta memantapkan pelaksanaan desentralisasi fiskal; (2) Mempercepat restrukturisasi keuangan dan perbankan; (3) Menggerakkan kembali sektor riil melalui program peningkatan investasi, ekspor, dan penciptaan lapangan kerja. 4.1.1. Inflasi Stabilnya nilai tukar rupiah menjadi pendukung utama kecenderungan penurunan inflasi tahun 2002 dan 2003. Laju inflasi tahun 2003 tercatat sebesar 5,1 persen, lebih rendah dibanding tahun 2002 sebesar 10 persen. Ditinjau dari faktor yang mempengaruhinya, trend penurunan laju inflasi antara lain lebih disebabkan oleh kecenderungan menurunnya harga-harga dunia yang tercermin dari terjadinya deflasi dan relatif rendahnya tingkat inflasi beberapa negara mitra dagang utama, seperti Amerika Serikat, Jepang, Hongkong, dan Taiwan (Lampiran 4) merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi rendahnya laju inflasi. Sedangkan dari sisi internal, penurunan inflasi dikarenakan oleh relatif stabilnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat dengan kecenderungan yang semakin menguat, cukup terkendalinya jumlah uang beredar, serta tidak adanya gangguan yang cukup berarti di sisi penawaran barang dan jasa di dalam negeri . Pada tahun 2004 hingga 2005 terjadi kenaikan laju inflasi, hal ini disebabkan karena adanya langkah-langkah pemerintah dan Bank Indonesia baik di bidang moneter, fiskal, maupun kebijakan sektor riil. Kenaikan laju inflasi pada tahun 2004-2005 terutama disebabkan kenaikan harga BBM sebagai dampak dari kenaikan harga minyak dunia dan besarnya defisit anggaran yang harus ditanggung oleh pemerintah. Kenaikan BBM pada akhirnya berdampak pada kenaikan harga di semua sektor terutama sektor transportasi (Laporan bulanan ekonomi, moneter dan perbankan, Juni 2005). Tingkat Inflasi 20 17,11 15 12,6 9,3 10 5 10 5,1 6,4 2 0 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Gambar 11. Perkembangan inflasi Sumber : Badan Pusat Statistik, 2005 4.1.2. Nilai Tukar Perkembangan rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat menunjukkan kecenderungan menguat selama tahun 2002 dan 2003. Faktor utama yang mendorong menguatnya nilai tukar rupiah adalah aliran dana masuk dari luar negeri berupa divestasi aset-aset pemerintah dan pembelian obligasi dalam negeri oleh asing. Faktor lain yang mendukung penguatan rupiah adalah menariknya suku bunga riil dalam negeri yang lebih tinggi dibandingkan suku bunga luar negeri. Terjadi pelemahan nilai tukar pada tahun 2004 hingga 2005, dipicu oleh faktor internal dan eksternal. Di sisi internal, pelemahan rupiah tidak terlepas dari kondisi defisit neraca pembayaran yang semakin membesar. Peningkatan defisit tersebut disebabkan antara lain oleh peningkatan permintaan valuta asing (valas) domestik guna memenuhi kebutuhan impor maupun pembayaran utang luar negeri yang belum dapat diimbangi oleh peningkatan pasokan valas dari hasil ekspor dan Foreign Direct Investment. Di sisi eksternal, meningkatnya laju inflasi Amerika mendorong penguatan mata uang US dollar secara global (rupiah terdepresiasi). Selain itu, meningkatnya harga minyak dunia (Lampiran 4) turut memberi dampak negatif terhadap mata uang negara-negara net-oil importer termasuk Indonesia (Laporan bulanan ekonomi, moneter, dan perbankan, Juni 2005). Kurs (Rp/$) 12.000,00 10.000,00 8.000,00 6.000,00 4.000,00 2.000,00 0,00 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Tahun Gambar 12. Pertumbuhan nilai tukar (kurs) Sumber : Badan Pusat Statistik, 2005 4.1.3. Suku Bunga SBI Sejalan dengan upaya mengurangi jumlah uang beredar, suku bunga SBI mengalami peningkatan pada tahun 2001 sebesar 309 basis poin (bp) menjadi 17,62 persen. Pada tahun 2002, penguatan nilai tukar dan relatif rendahnya laju inflasi telah memberikan peluang bagi penurunan suku bunga secara bertahap yaitu dari 17,62 persen pada tahun 2001 menjadi 12,93 persen. Penurunan suku bunga SBI ini terus berlanjut hingga tahun 2004. Suku bunga SBI pada tahun 2005 kembali mengalami peningkatan, upaya ini dilakukan untuk mengendalikan tekanan inflasi sebesar 17,11 persen, serta melemahnya nilai tukar, seperti terlihat pada Gambar 13. sebagai berikut (Laporan bulanan ekonomi, moneter, dan perbankan, Juni 2005). SBI 1 Bulan 17,62 20,00 12,93 15,00 8,31 10,00 5,00 12,75 7,43 1,53 - 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Gambar 13. Perkembangan suku bunga SBI Sumber : Laporan Tahunan BI, 2000- 2005 4.1.4. Jumlah Uang Beredar Secara umum, jumlah uang beredar (M2) mengalami peningkatan setiap tahunnya seiring dengan meningkatnya kegiatan ekonomi. Peningkatan jumlah uang beredar yaitu sebesar kurang lebih 747 milyar pada tahun 2000 meningkat menjadi 1,2 trilyun pada tahun 2005 (Gambar 14). Salah satu faktor utama yang mempengaruhi peningkatan jumlah uang beredar yaitu meningkatnya permintaan kredit untuk tujuan konsumsi, modal kerja dan investasi.Peningkatan jumlah uang beredar bertujuan untuk mendorong aktivitas ekonomi Indonesia. M2 140 00 00 RP. Milyar 120 00 00 100 00 00 80 00 00 60 00 00 40 00 00 20 00 00 0 20 00 20 01 2 002 20 03 20 04 20 05 Gambar 14. Perkembangan M2 Sumber : Bloomberg, 2000- 2005 4.2. Perkembangan dan Kinerja Pasar Modal Pasar modal adalah wahana untuk mempertemukan pihak-pihak yang memerlukan dana jangka panjang (lebih dari satu tahun) dengan pihak yang memiliki dana tersebut. Fungsi dari pasar modal yaitu sebagai salah satu alternatif investasi, alat restrukturisasi modal perusahaan, dan sebagai alat untuk melakukan divestasi, oleh karena itu pasar modal (pasar saham dan obligasi) dapat berlaku sebagai sumber pembiayaan alternatif selain bank. Untuk dapat berperan dengan optimal dalam menunjang pertumbuhan ekonomi, pasar modal harus bersifat likuid. Pasar modal yang likuid dapat mengurangi keengganan melakukan investasi dalam proyek berjangka panjang karena investor dapat menjual saham/obligasi yang dimilikinya dengan mudah. Di samping itu, pasar modal (saham dan obligasi) yang likuid memberi kemudahan kepada investor untuk melakukan investasi pada instrumen-instrumen dengan risiko dan imbalan hasil (return) yang lebih bervariasi. Dengan kata lain, investor dapat melakukan diversifikasi/alokasi aset dengan lebih baik (Kompas, 2005). 4.2.1. Perkembangan Pasar Saham Bursa saham telah mengalami perkembangan yang cukup pesat, namun krisis ekonomi yang melanda pada tahun 1997 telah memberikan dampak negatif terhadap pasar modal. Berbagai perkembangan yang kurang menguntungkan telah menghalangi perkembangan bursa saham paska krisis. Masalah stabilitas politik, masalah ketidakpastian hukum, masalah otonomi daerah, masalah belum tuntasnya restrukturisasi utang perusahaan-perusahaan di Indonesia, dan masalah dunia perbankan telah memperburuk iklim investasi di Indonesia. Namun pada awal taun 2000, bursa saham kembali mengalami peningkatan dilihat dari peningkatan jumlah emisi saham serta nilai emisis saham dari tahun 2000 hingga 2005 (Statistik pasar modal, Januari 2006). Tabel 3. Perkembangan jumlah emisi saham 2000-2005 Tahun Emisi Saham Per tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 811.675.983.545 826.770.663.455 876.514.940.846 905.965.298.797 922.131.623.694 963.702.110.002 Nilai (Milyar rupiah) % Per Tahun % 13,6 1,9 6,0 0,5 1,8 4,5 226.057,3 231.342,1 241.310,3 251.276,9 257.814,0 267.206,7 9,4 2,3 4,3 0,9 2,6 3,6 Sumber : Statistik Pasar Modal, Januari 2006. 4.2.2. Kinerja Pasar Saham Pada umumnya variabel yang dijadikan tolak ukur untuk melihat kinerja pasar modal adalah jumlah emiten, nilai kapitalisasi dan volume transaksi, serta perkembangan IHSG. 4.2.2.1. Jumlah Emiten Jumlah emiten atau perusahaan yang menawarkan sahamnya di bursa efek sering digunakan oleh otoritas pasar modal untuk menguji keberhasilan bursa menarik investor. Berdasarkan data yang tercatat di Bursa Efek Jakarta, secara umum jumlah emiten mengalami peningkatan. Walaupun pada tahun 2002 dan 2003 mengalami penurunan karena terjadi ketidakstabilan kondisi dalam negeri, namun jumlah emiten kembali meningkat pada tahun 2004. Tabel 4. Perkembangan jumlah emiten dan Nilai Emisi 2000-2005 Jumlah Emiten Nilai Emisi (Rp Milyar) 2000 347 226.057,3 2001 379 231.342,1 2002 401 241.310,3 2003 411 251.276,9 2004 424 257.814,0 2005 432 267.206,7 Sumber : Bapepam, laporan tahunan 2000-2005 4.2.2.2. Nilai Kapitalisasi dan Volume Transaksi Nilai kapitalisasi pasar adalah nilai dari seluruh saham yang dihitung berdasarkan harga yang terakhir terjadi. Pada umumnya nilai kapitalisasi pasar sejalan dengan volume transaksi BEJ. Terjadi penurunan nilai kapitalisasi pasar pada tahun 2001 hal ini disebabkan karena melemahnya kinerja bursa akibat tidak adanya insentif positif bagi pasar domestik, seperti terlihat pada Gambar 15. Nilai Kapitalisasi Pasar RP M ilyar 1.000.000,00 800.000,00 600.000,00 400.000,00 200.000,00 0,00 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Gambar 15. Nilai kapitalisasi pasar 2000-2005 Sumber : Annual Report Bapepam 2000-2005 450.000,00 400.000,00 350.000,00 300.000,00 250.000,00 200.000,00 150.000,00 100.000,00 50.000,00 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Gambar 16. Perkembangan volume saham 2000-2005 Suber : Annual Report Bapepam 2000-2005 4.2.2.3. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Berdasarkan grafik perkembangan IHSG pada Gambar 17, dapat dilihat bahwa IHSG mengalami penurunan pada tahun 2001 menjadi 392,1 hal ini disebabkan karena pada tahun 2001 pertumbuhan ekonomi juga mengalami penurunan. Hal ini berdampak juga bagi pasar modal. Menurunya pertumbuhan ekonomi membawa kekhawatiran bagi para investor, sehingga para investor melakukan aksi jual saham, sehingga IHSG mengalami penurunan. Namun secara umum IHSG mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Selain dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi, indeks harga saham dalam negeri juga dipengaruhi oleh indeks harga saham di pasar regional, hal ini dapat dilihat pada Gambar 17. Indeks Harga Saham Pasar ASEAN Plus Jepang Indonesia(IHSG) Singapura (SSI) Malaysia (KLSE) Thailand (SETI) Philiphina (PSE) Jepang (NIKKEI) Indeks Harga Saham 18000 16000 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Tahun Gambar 17. Perkembangan Indeks Harga Saham Pasar ASEAN dan Jepang 2000-2005 Sumber : Annual Report Bapepam 2000-2005 4.3. Bank Mandiri Berdasarkan paparan publik kinerja PT Bank Mandiri, kebijakan pemerintah dalam merestrukturisasi BUMN merupakan langkah agar BUMN dapat bersaing di dalam dan di luar negeri. Salah satu restrukturisasi yang dilakukan adalah melakukan merger empat bank pemerintah yaitu Bank Ekspor impor (EXIM), Bank Dagang Negara, Bank Bumi Daya, dan Bapindo menjadi satu bank. Secara resmi tanggal 2 Oktober 1998 penggabungan keempat bank pemerintah telah berganti nama menjadi Bank Mandiri, dengan visi menjadi bank terpercaya pilihan anda disertai misi yaitu: 1. berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pasar ; 2. mengembangkan sumber daya manusia professional; 3. memberi keuntungan yang maksimal bagi stakeholder; 4. melaksanakan manajemen terbuka ; 5. peduli terhadap kepentingan masyarakat dan lingkungan. Pada tanggal 14 Juli 2003 Bank Mandiri melaksanakan pencatatan saham perdana dengan kode saham BMRI di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya. Proses divestasi saham Pemerintah pada Bank Mandiri tersebut didasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2003 tentang Penjualan Saham Negara Republik Indonesia pada Bank Mandiri (www.mandiri.co.id). 4.3.1. Saham Bank Mandiri Kondisi saham Bank Mandiri yang tercatat di BEJ secara rata-rata mengalami peningkatan sejak IPO yang dilakukan pada bulan Juli tahun 2003 hingga akhir tahun 2005, dapat dilihat dari nilai per lembar saham, volume perdagangan, serta nilai perdagangan saham yang meningkat selama tiga tahun. 16.000 14.000 12.000 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000 - Kurs Saham(Rp/L mbr Saham) Volume Perdagangan (juta saham) Nilai Perdagangan( Rp milyar) 2003 2004 2005 Gambar 18. Perkembangan kurs saham, nilai perdagangan dan volume perdagangan Bank Mandiri Sumber : Annual Report Bapepam 2000-2005 4.4. Bank Negara Indonesia 1946 PT. Bank Negara Indonesia, Tbk mulanya didirikan di Indonesia sebagai Bank Sentral dengan nama “Bank Negara Indonesia”, berdasarkan peraturan pemerintah pengganti UU No. 2 tahun 1946 tanggal 5 Juli 1946. Selanjutnya berdasarkan UU No. 17 tahun 1968, BNI ditetapkan menjadi “Bank Negara Indonesia 1946”, dan statusnya menjadi bank umum milik negara. Berdasarkan peraturan pemerintah No.19 tahun 1992, tanggal 29 April 1992 telah dilakukan penyesuaian bentuk hukum BNI menjadi perusahaan perseroan. Visi BNI 46 adalah menjadi bank kebanggaan nasional yang unggul dalam layanan dan kinerja, dengan misi yaitu memaksimalkan stakeholder value dengan menyediakan solusi keuangan yang fokus pada segmen pasar korporasi, komersial dan konsumer, (Laporan tahunan BNI, 2003). Kegiatan usaha BNI antara lain adalah menyediakan produk dan jasa perbankan umum dan syariah, aktif dalam penyaluran kredit, pembiayaan ekspor impor dan transaksi valuta lainnya. Nasabahnya meliputi industri besar, BUMN, usaha kecil, usaha menengah, perorangan dan koperasi, serta menyediakan jasa keuangan lainnya meliputi kartu kredit, kartu debit, mobile banking, dan ATM. 4.4.1. Kondisi Saham BNI Kurs saham Bank Negara Indonesia (BNI) mengalami peningkatan dari sebesar Rp 95/saham pada tahun 2000 menjadi Rp 1280/saham tahun 2005. Volume perdagangan saham mengalami peningkatan dari tahun 2000 hingga tahun 2003 sebesar 2294,3 juta saham namun pada tahun 2004 mengalami penurunan menjadi 137,7 juta saham dan pada akhir tahun 2005 menjadi 52,5 juta saham. Seperti halnya volume perdagangan saham, nilai perdagangan saham juga mengalami peningkatan selama tahun 2000 hingga 2003, namun pada tahun 2004 mengalami penurunan menjadi 356,2 Milyar. Penurunan ini disebabkan karena kasus pembobolan BNI yang terjadi pertengahan tahun 2003 2500 kurs saham (Rp/Lmbr Saham) nilai perdagangan (juta saham) 2000 1500 1000 volume perdagangan (Rp Milyar) 500 0 00 01 02 03 04 05 Gambar 19. Perkembangan kurs saham, nilai perdagangan dan volume perdagangan BNI Sumber : Annual Report Bapepam 2000-2005 4.5. Bank Rakyat Indonesia Bank Rakyat Indonesia telah mengalami perkembangan luar biasa. dari bank yang awalnya lebih akrab dengan rakyat kecil, kini telah menjelma menjadi salah satu bank terbesar di Indonesia, yang secara historis memfokuskan diri pada pembiayaan mikro dan pertumbuhan sektor konsumen, perusahaan kecil dan menengah (UKM) serta agribisnis. Melalui jaringan cabang-cabang dan BRI unit yang makin luas, Bank Rakyat Indonesia menawarkan berbagai produk jasa keuangan kepada nasabahnya. Hasil kegiatan usaha BRI dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal, antara lain kondisi perekonomian di Indonesia, perubahan kebijakan dan peraturan pemerintah dalam bidang perbankan serta dalam mengatasi fluktuasi suku bunga dan nilai tukar, (Prospektus BRI, 2003) Visi BRI yaitu menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan (www.bri.co.id). kepuasan nasabah. Dengan misi BRI sebagai berikut 1. Melakukan kegiatan perbankan yang terbaik dengan mengutamakan pelayanan kepada usaha mikro, kecil dan menengah untuk menunjang peningkatan ekonomi masyarakat. 2. Memberikan pelayanan prima kepada nasabah melalui jaringan kerja yang tersebar luas dan didukung oleh sumber daya manusia yang profesional dengan melaksanakan praktek good corporate governance. 3. Memberikan keuntungan dan manfaat yang optimal kepada pihak - pihak yang berkepentingan. 4.5.1. Kondisi Saham BRI 12000 10000 kurs saham 8000 Vol perdagangan saham 6000 4000 Nilai perdagangan saham 2000 0 2003 2004 2005 Gambar 20. Perkembangan kurs saham, nilai perdagangan dan volume perdagangan BRI Sumber : Annual Report Bapepam 2000-2005 Semenjak memasyaratkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta, nilai kurs saham, volume perdagangan saham serta nilai dari perdagangan saham BRI secara rata-rata mengalami peningkatan, peningkatan ini disebabkan karena upaya keras dari pihak BRI dalam pencapaian sasaran jangka panjang yaitu, 1. menjadi bank sehat dan salah satu dari lima bank terbesar dalam asset dan keuntungan. 2. menjadi bank terbesar dan terbaik dalam pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah. 3. menjadi bank terbesar dan terbaik dalam pengembangan agribisnis. 4. menjadi salah satu bank go public terbaik. 5. menjadi bank yang melaksanakan good corporate governance secara konsisten. V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS HARGA SAHAM 5.1. Kestasioneran Data Data time series pada umumnya mempunyai kendala dalam stasioneritas. Untuk menguji stasioneritas dari setiap variabel yang digunakan dalam penelitian ini, digunakan metode ADF (AugmenDickey-Fuller). Pengujian unit root berguna untuk mengetahui bentuk stasioneritas. Keberadaan variabel nonstasioner meningkatkan kemungkinan keberadaan hubungan kointegrasi antar variabel. Pemeriksaan kestasioneran data time series yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Uji Stasioneritas Variabel Nilai ADF Nilai Kritis MC Kinnon Keterangan Stasionaritas Tingkat Level Tingkat Level 1% 5% 10% L_BNI -1.535450 -3.788030 -3.012363 -2.646119 Level L_BMRI -2.588912 -3.788030 -3.012363 -2.646119 Level L_BRI -1.535450 -3.788030 -3.012363 -2.646119 Level INF -1.008668 -3.788030 -3.012363 -2.646119 Level L_KURS -2.551618 -3.788030 -3.012363 -2.646119 Level IR 0.077572 -3.788030 -3.012363 -2.646119 Level L_MS 1.301071 -3.788030 -3.012363 -2.64611 Level Sumber : Hasil olahan Dengan hasil tersebut diketahui bahwa semua variabel yang digunakan dalam penelitian yaitu yang terdiri dari variable harga saham BNI (L_BNI), harga saham BMRI (L_BMRI), harga saham BRI (L_BRI), tingkat inflasi (INF), nilai tukar riil terhadap dolar Amerika (L_KURS), suku bunga SBI (IR), dan jumlah uang yang beredar (L_MS) stasioner pada tingkat level. Terlihat dari secara mutlak, nilai ADF dari seluruh variabel pada tingkat level lebih kecil dari nilai kritis MC. Kinnon pada taraf nyata 1 persen. 5.2. Bank Negara Indonesia (BNI) 5.2.1. Uji Normalitas Menurut Sarwoko (2005), uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah error term terdistribusi secara normal atau tidak. Uji ini disebut Jarque-Bera Test dilakukan jika sampel yang digunakan dalam penelitian kurang dari 30. Dengan rumus Jarque-Bera: JB = [N/6] [S2 + ( K-3)2 /4] ......................................(8) dimana : N = jumlah sample S2 = skewness ( kemencengan) K = kurtosis (kelantipan) Dengan hipotesis sebagai berikut: H0 : error term terdistribusi normal, H1 : error term tidak terdistribusi normal, jika statistik Jarque-Bera < χ2 (dengan derajat kebebasan 2), dapat disimpulkan bahwa error term terdistribusi normal. Berdasarkan uji normalitas yang dilakukan diketahui bahwa nilai statistik Jarque-Bera adalah sebesar 0,577297 lebih kecil dari nilai Chi-Square sebesar 9,21, sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan tingkat keyakinan 99 persen maka dapat dikatakan error term untuk persamaan ini terdistribusi normal (Lampiran 3). 5.2.2. Kriteria Ekonometrika Multikolinearitas adalah suatu hubungan linear yang kuat antara variabelvariabel independen (Sarwoko, 2005). Uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat correlation matrix, jika korelasi antar variabel independen dalam persamaan regresi kurang dari 0,8 (rule of tumbs 0.8), dapat dikatakan bahwa dalam model tidak terdapat gejala multikolinearitas. Berdasarkan uji yang dilakukan terlihat bahwa tidak ada gejala multikolinearitas (Tabel 6). Tabel 6. Uji Multikolinearitas, Autokorelasi, dan Heteroskedastisitas BNI L BNI INF L KURS IR L MS L_BNI 1.000000 -0.290059 -0.152312 -0.767537 -0.679619 Prob. Obs*R-squared (LM Test) Sumber : Hasil Olahan INF -0.290059 1.000000 -0.085867 0.361611 0.360178 0.044612 L KURS -0.152312 -0.085867 1.000000 -0.211749 0.251732 IR -0.767537 0.361611 -0.211749 1.000000 0.797537 Prob. Obs*R-squared (White Heteroskedasticity) L MS -0.679619 0.360178 0.251732 0.797537 1.000000 0.407364 Autokorelasi merupakan pelonggaran asumsi klasik yang menyatakan bahwa dalam pengamatan-pengamatan yang berbeda tidak terdapat korelasi antar error term (Sarwoko, 2005). Untuk mendeteksi adanya serial correlation, dilakukan uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test, dengan prosedur sebagai berikut: H0 : tidak ada serial correlation, H1 : ada serial correlation, jika probability ( P-Value) > α, artinya tidak ada serial correlation. Pada taraf nyata satu persen, dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak mengalami gejala autokorelasi, hal ini disebabkan karena persamaan indeks memiliki nilai probabilitas Obs*R-Squared sebesar 0,04. harga saham BNI Uji heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi berganda terjadi ketidaksamaan varians residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Dari hasil analisa dideteksi persaman indeks harga saham BNI memiliki nilai probabilitas Obs*R-Squared sebesar 0,40, artinya pada taraf nyata satu persen persamaan ini tidak mengalami heteroskedastisitas. Berdasarkan kriteria ekonometrika, dapat disimpulkan bahwa persamaan pertama dimana indeks harga saham BNI digunakan sebagai variabel dependen dalam penelitian ini telah memenuhi asumsi BLUE ( Best Linear Unbiased Estimator) atau tidak ada pelanggaran asumsi OLS, baik multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas. 5.2.3. Kriteria Statistik L BNIt = a1 + b1*INF + c1*L KURS + d1*IR + e1*L MS + et......(9) Berdasarkan persamaan pertama, dijelaskan bahwa indeks harga saham BNI merupakan fungsi dari inflasi, nilai tukar riil rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, SBI, serta jumlah uang beredar. Tabel 7. Hasil Pendugaan Parameter Indeks Harga Saham BNI (N=26) Variabel C INF L KURS IR L MS Koefisien 14.10312 -0.006893 -3.867990 -0.251354 1.776920 Std. Eror 10.92743 0.015799 1.269653 0.056607 1.165888 R-squared 0.723727 F-statistic Adjusted R0.671104 Prob(F-statistic) squared Keterangan : * nyata pada taraf α = 0.01 t-Statistik 1.290616 -0.436326 -3.046495 -4.440329 1.524091 Prob. 0.2109 0.6671 0.0061* 0.0002* 0.1424 13.75297 0.000012 Berdasarkan hasil pendugaan parameter pada Tabel 7, indeks harga saham BNI memiliki daya penjelas 0,723727, artinya variasi variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen di dalam persamaan sebesar 72,37 persen, dan sisanya sebesar 27,63 persen dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar persamaan. Berdasarkan nilai probabilitas F-statistik sebesar 0,000, menandakan bahwa pada taraf nyata satu persen variabel-variabel penjelas secara bersamasama berpengaruh nyata terhadap indeks harga saham BNI. Berdasarkan uji-t yang dilakukan disimpulkan bahwa pada taraf nyata satu persen terdapat dua variabel independen yang secara parsial berpengaruh nyata terhadap indeks harga saham BNI, yaitu variabel nilai tukar riil dan suku bunga SBI. Sedangkan variabel lainnya tidak berpengaruh secara parsial. Secara teoritis seluruh variabel independen dalam persamaan regresi, memiliki hubungan yang sesuai dengan teori ekonomi. Dari hasil estimasi berdasarkan Tabel 7, diketahui bahwa hubungan antara inflasi dengan indeks harga saham BNI adalah negatif sebesar 0,006893. Namun secara statistik inflasi tidak signifikan mempengaruhi indeks harga saham BNI. Nilai tukar (L KURS) memiliki hubungan yang negatif terhadap indeks harga saham BNI sebesar 3,867990. Nilai ini menandakan bahwa nilai mata uang rupiah terhadap dollar Amerika terdepresiasi sebesar satu persen, akan menyebabkan indeks harga saham BNI mengalami penurunan sebesar 3,867990 persen. Begitu pula sebaliknya, jika mata uang domestik terhadap dollar Amerika terapresiasi sebesar satu persen, akan menyebabkan indeks harga saham BNI meningkat sebesar 3,867990 persen, Ceteris paribus. Variabel IR (satu bulan) memiliki hubungan negatif sebesar 0,251354 terhadap indeks harga saham BNI. Artinya, kenaikan suku bunga SBI satu bulan sebesar satu persen akan menyebabkan indeks harga saham BNI mengalami penurunan sebesar 0,251354 persen. Begitu pula sebaliknya penurunan suku bunga SBI sebesar satu persen akan menyebabkan indeks harga saham BNI mengalami penurunan sebesar 0,251354, Ceteris paribus. Jumlah uang beredar (L MS) memiliki hubungan yang positif terhadap indeks harga saham BNI sebesar 1,776920 Namun secara statistik jumlah uang beredar tidak berpengaruh secara nyata terhadap indeks harga saham BNI. 5.2.4. Kriteria Ekonomi Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 7, variabel inflasi menunjukkan hubungan yang sesuai dengan teori, yang menyatakan bahwa jika terjadi inflasi maka harga barang-barang dalam negeri relative lebih mahal dibandingkan harga barang luar negeri. Hal ini akan menyebabkan kurs terdepresiasi. Terdepresiasi kurs menyebabkan indeks harga saham mengalami penurunan, namun secara statistik inflasi tidak signifikan mempengaruhi variabel indeks harga saham BNI. Hal ini disebabkan karena terjadinya inflasi lebih mempengaruhi tingkat daya beli masyarakat dibanding indeks harga saham BNI. Selain itu, tidak berpengaruhnya inflasi tehadap indeks harga saham BNI disebabkan oleh besarnya faktor ketidakpastian dalam negeri yang mempengaruhi investasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa selama rentang waktu penelitian indeks harga saham BNI tidak dipengaruhi oleh inflasi karena adanya faktor psikologis. Variabel L KURS memiliki hubungan yang negatif dengan indeks harga saham BNI, hal ini menunjukkan hubungan yang sesuai dengan teori yang ada. Dimana terdepresiasinya mata uang dalam negeri terhadap dollar Amerika, menyebabkan tingkat pengambilan (return) dari menanamkan modal di luar negeri lebih besar dibandingkan dalam negeri, sehingga perimntaan akan saham dalam negeri mengalami penurunan, hal ini diikuti oleh penurunan indeks harga saham BNI. SBI (satu bulan) memiliki hubungan negatif terhadap indeks harga saham BNI, hal ini sesuai dengan teori yang ada. Peningkatan suku bunga SBI akan meningkatkan insentif bagi masyarakat investor untuk menanamkan modalnya disektor perbankan dalam bentuk deposito. Hal ini disebabkan karena return yang diterima oleh masyarakat investor lebih besar jika dibandingkan menginvestasikannya dalam bentuk saham. Sehingga permintaan akan saham mengalami penurunan, hal ini menyebabkan indeks harga saham akan menurun. Jumlah uang beredar (L MS) memiliki hubungan positif terhadap indeks harga saham BNI, hal ini sesuai dengan teori Asset Market Approach yang menyatakan bahwa peningkatan jumlah uang beredar yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah kelesuan ekonomi akan meningkatkan total kekayaan dari masyarakat investor. Peningkatan total kekayaan akan diikuti oleh peningkatan kekayaan berupa saham, sehingga menyebabkan indeks harga saham meningkat. Tidak berpengaruhnya jumlah uang beredar terhadap indeks saham BNI disebabkan adanya faktor psikologis, sehingga peningkatan jumlah uang beredar tidak diikuti oleh peningkatan kekayaan dalam bentuk saham. 5.3. Bank Mandiri (BMRI) 5.3.1. Uji Normalitas Berdasarkan uji Jarque-Bera diketahui bahwa nilai statistik Jarque-Bera adalah sebesar 1,20980. Nilai Chi-Square dengan derajat kebebasan 2, pada tingkat keyakinan satu persen adalah sebesar 9,21. Berdasarkan pada hasil yang diperoleh diketahui bahwa Jarque-Bera< nilai Chi-Square. Berdasarkan uji yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pada taraf nyata satu persen error term terdistribusi normal (Lampiran 3). 5.3.2. Kriteria Ekonometrika Berdasarkan uji yang dilakukan terlihat bahwa tidak ada gejala multikolinearitas (Tabel 8). Tabel 8. Uji Multikolinearitas, Autokorelasi, dan Heteroskedastisitas BMRI L BMRI INF L KURS IR L MS L BMRI 1.000000 -0.014229 0.180784 -0.163135 0.283862 Prob. Obs*R-squared (LM Test) INF -0.014229 1.000000 -0.085867 0.361611 0.360178 L KURS 0.180784 -0.085867 1.000000 -0.211749 0.251732 IR -0.163135 0.361611 -0.211749 1.000000 0.797537 0.134265 Prob. Obs*R-squared (White Heteroskedasticity) L MS 0.283862 0.360178 0.251732 0.797537 1.000000 0.254712 Pada taraf nyata satu persen, disimpulkan bahwa dengan tingkat keyakinan 99 persen model regresi tidak mengalami gejala autokorelasi, hal ini disebabkan karena nilai probabilitas Obs*R-Squared sebesar 0,13 > 0,01. Dari hasil analisa White Heteroskedasticity diketahui persaman indeks harga saham BMRI memiliki nilai probabilitas Obs*R-Squared sebesar 0,25, artinya pada tingkat keyakinan 99 persen, persamaan ini tidak mengalami gejala heteroskedastisitas, karena taraf nyata yang digunakan lebih kecil dari nilai Obs*R-Squared. Berdasarkan kriteria ekonometrika, dapat disimpulkan bahwa persamaan kedua dimana indeks harga saham BMRI digunakan sebagai variabel dependen dalam penelitian ini tidak ada pelanggaran asumsi-asumsi OLS. 5.3.3. Kriteria Statistik L BMRIt = a2 + b2*INF + c2*L KURS + d2*IR + e2*L MS + ut ...... (10) Berdasarkan persamaan model, dijelaskan bahwa indeks harga saham BMRI merupakan fungsi dari inflasi, nilai tukar riil rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, suku bunga SBI, serta jumlah uang yang beredar. Tabel 9. Hasil Pendugaan Parameter Indeks Harga Saham BMRI (N=26) Variabel C INF L KURS IR L MS Koefisien -33.17148 -0.009093 -3.244716 -0.233430 5.002101 Std. Eror 6.199477 0.008963 0.720314 0.032115 0.661445 R-squared 0.745242 F-statistic Adjusted R-squared 0.696717 Prob(F-statistic) Keterangan : * nyata pada taraf α = 0.01 t-Statistik -5.350690 -1.014480 -4.504586 -7.268579 7.562381 Prob. 0.0000 0.3219 0.0002* 0.0000* 0.0000* 15.35783 0.000005 Berdasarkan hasil pendugaan parameter pada Tabel 9, indeks harga saham BMRI memiliki daya penjelas 0,745242, artinya variasi variabel dependen dalam model persamaan dapat dijelaskan secara linear oleh variabel independen di dalam persamaan sebesar 74,52 persen, sisanya sebesar 25,48 persen dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar persamaan. Persamaan diatas lulus uji F, dilihat dari nilai probabilitas F-statistik sebesar 0,000. Berdasarkan uji-t yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pada tingkat keyakinan 99 persen, terdapat tiga variabel independen yang secara parsial berpengaruh terhadap harga saham BMRI yaitu variabel nilai tukar riil, suku bunga SBI, dan jumlah uang beredar. Sedangkan variabel inflasi tidak berpengaruh secara parsial terhadap harga saham. Arah hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependen sesuai dengan teori ekonomi yang diharapkan. Dari hasil estimasi, diketahui bahwa inflasi berhubungan negatif terhadap indeks harga saham BMRI sebesar 0,009093. Namun secara statistik inflasi tidak signifikan mempengaruhi indeks harga saham BMRI. Nilai tukar (L KURS) memiliki hubungan yang negatif terhadap indeks harga saham BMRI sebesar 3,244716. Artinya jika tejadi peningkatan nilai mata uang domestik terhadap dollar Amerika (terdepresiasi) sebesar satu persen menyebabkan indeks harga saham BMRI mengalami penurunan sebesar 3,244716 persen, begitu pula sebaliknya, Ceteris paribus. Variabel IR (satu bulan) memiliki hubungan yang negatif sebesar 0,233430 terhadap indeks harga saham BMRI. Artinya, kenaikan suku bunga SBI satu bulan sebesar satu persen akan menyebabkan indeks harga saham BMRI mengalami penurunan sebesar 0,233430 persen. Begitu pula sebaliknya penurunan suku bunga SBI sebesar satu persen akan menyebabkan indeks harga saham BMRI mengalami peningkatan sebesar 0,233430, Ceteris paribus. Jumlah uang beredar (L MS) memiliki hubungan yang positif terhadap indeks harga saham BMRI sebesar 5,002101 persen. Artinya jika terjadi peningkatan jumlah uang beredar sebesar satu persen, maka indeks harga saham BMRI juga akan mengalami peningkatan sebesar 5,002101 persen. Sebaliknya jika terjadi penurunan jumlah uang beredar sebesar satu persen, maka indeks harga saham BMRI juga mengalami penurunan sebesar 5,002101, Ceteris paribus. 5.3.4. Kriteria Ekonomi Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 9, inflasi menunjukkan hubungan yang sesuai dengan teori yang ada. Namun secara statistik, inflasi tidak signifikan mempengaruhi indeks harga saham BMRI. Hal ini disebabkan karena terjadinya inflasi lebih mempengaruhi tingkat daya beli masyarakat dibanding indeks harga saham BMRI. Selain itu tidak berpengaruhnya inflasi tehadap indeks harga saham BMRI karena lebih besarnya faktor kepercayaan masyarakat terhadap Bank Mandiri sebagai bank hasil merger dari lima bank (faktor psikologis). Variabel L KURS dan IR memiliki hubungan yang negatif dengan indeks harga saham BMRI, hal ini menunjukkan hubungan yang sesuai dengan teori yang ada. Begitu pula dengan Jumlah uang beredar (L MS) memiliki hubungan yang positif terhadap indeks harga saham BMRI, hal ini menunjukkan arah yang sesuai dengan teori. 5.4. Bank Rakyat Indonesia (BRI) 5.4.1. Uji Normalitas Berdasarkan uji Jarque-Bera diketahui bahwa nilai statistik Jarque-Bera adalah sebesar 0,011951. Nilai Chi-Square dengan derajat kebebasan 2, pada tingkat keyakinan satu persen adalah sebesar 9,21. Berdasarkan pada hasil yang diperoleh diketahui bahwa Jarque-Bera< Nilai Chi-Square. Dapat disimpulkan bahwa pada taraf nyata satu persen error term terdistribusi normal (Lampiran 3). 5.4.2. Kriteria Ekonometrika Kriteria ekonometrika yang akan dibahas yaitu menyangkut pelanggaran asumsi OLS yaitu meliputi multikolinearitas, autokorelasi dan heteroskedastisitas. Berdasarkan uji yang dilakukan terlihat bahwa tidak ada gejala multikolinearitas (Tabel 10). Tabel 10. Uji Multikolinearitas, Autokorelasi, dan Heteroskedastisitas BRI L BRI INF L KURS IR L MS L BRI 1.000000 0.116516 0.356411 0.289499 0.743077 Prob. Obs*R-squared (LM Test) Sumber : Hasil olahan INF 0.116516 1.000000 -0.085867 0.361611 0.360178 0.238328 L KURS 0.356411 -0.085867 1.000000 -0.211749 0.251732 IR 0.289499 0.361611 -0.211749 1.000000 0.797537 L MS 0.743077 0.360178 0.251732 0.797537 1.000000 Prob. Obs*R-squared (White Heteroskedasticity) 0.196420 Berdasarkan uji ekonometrika pada Tabel 10. diketahui bahwa pada persamaan regresi yang ketiga, tidak terdapat gejala multikolinearitas antara variabel independent, tidak mengalami gejala autokorelasi, hal ini disebabkan karena nilai probabilitas Obs*R-Squared sebesar 0,23 >0,01, dan tidak mengalami gejala heteroskedastisitas. Dapat disimpulkan bahwa persamaan hasil regresi telah memenuhi asumsi BLUE ( Best Linear Unbiased Estimator). 5.4.3. Kriteria Statistik L BRIt = a3 + b3*INF + c3*L KURS + d3*IR + e3*L MS + vt .......... (11) Tabel 11. Hasil Pendugaan Parameter Indeks Harga Saham BRI (N=26) Variabel C INF L KURS SBI L MS Koefisien -76.33696 -0.018549 -2.997457 -0.264219 7.992197 Std. Eror 6.955787 0.010056 0.808189 0.036033 0.742139 t-Statistik -10.97460 -1.844518 -3.708855 -7.332730 10.76914 R-squared 0.887587 F-statistic Adjusted R-squared 0.866175 Prob(F-statistic) Keterangan : * nyata pada taraf α = 0.01 Prob. 0.0000 0.0793*** 0.0013* 0.0000* 0.0000* 41.45272 0.000000 Berdasarkan hasil pendugaan parameter pada Tabel 11, indeks harga saham BRI memiliki daya penjelas 0,887587. Mengacu pada nilai probabilitas Fstatistik sebesar 0,000, maka persamaan ini lulus uji-F, artinya pada tingkat keyakinan 99 persen dapat dikatakan bahwa variabel-variabel penjelas dalam persamaan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap indek harga saham BRI. Berdasarkan pada uji-t yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pada tingkat keyakinan 99 persen, seluruh variabel independen secara parsial berpengaruh terhadap harga saham BRI. Arah hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependen sesuai dengan teori ekonomi yang diharapkan. Dari hasil estimasi, diketahui bahwa inflasi berhubungan negatif terhadap indeks harga saham BRI sebesar 0.018549, artinya jika terjadi inflasi sebesar satu persen maka indeks harga saham BRI mengalami penurunan sebesar 0,0185 persen, dan sebaliknya, Ceteris paribus Nilai tukar (L KURS) memiliki hubungan yang negatif terhadap indeks harga saham BRI sebesar 2,997457. Artinya jika tejadi peningkatan nilai mata uang domestik terhadap dollar Amerika (terdepresiasi) sebesar satu persen menyebabkan indeks harga saham BRI mengalami penurunan sebesar 2,997457 persen, begitu pula sebaliknya jika nilai mata uang domestik mengalami penurunan (terapresiasi) sebesar satu persen maka indeks harga saham BRI akan meningkat sebesar 2,997457 persen, Ceteris paribus. Variabel IR (SBI satu bulan) memiliki hubungan yang negatif sebesar 0,.264219 terhadap indek harga saham BRI. Artinya, kenaikan suku bunga SBI satu bulan sebesar satu persen akan menyebabkan indeks harga saham BRI mengalami penurunan sebesar 0,264219 persen. Begitu pula sebaliknya penurunan suku bunga SBI sebesar satu persen akan menyebabkan indeks harga saham BRI mengalami peningkatan sebesar 0,264219 persen, Ceteris Paribus. Jumlah uang beredar (L MS) memiliki hubungan yang positif terhadap indeks harga saham, BRI sebesar 7,.992197. Artinya jika terjadi peningkatan jumlah uang beredar sebesar satu persen, maka indeks harga saham BRI juga akan mengalami peningkatan sebesar 7,992197 persen. Sebaliknya jika terjadi penurunan jumlah uang beredar sebesar satu persen, maka indeks harga saham BRI juga mengalami penurunan sebesar 7,992197 persen, Ceteris Paribus. 5.4.4. Kriteria Ekonomi Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 11, diketahui bahwa inflasi (INF), nilai tukar (L KURS), dan suku bunga (IR) menunjukkan hubungan yang sesuai dengan teori, yaitu berhubungan negatif terhadap indeks harga saham. Begitu pula dengan jumlah uang beredar (L_MS) memiliki hubungan yang sesuai dengan teori ekonomi, yaitu berhubungan positif terhadap indeks harga saham. Tabel 12. Perbandingan Hasil Estimasi V.Independen Inflasi Nilai tukar riil Suku bunga SBI Jumlah uang beredar V. Dependen IHSP BNI Tidak Berpengaruh Berpengaruh (-) Berpengaruh(-) Tidak Berpengaruh IHSP BMRI Tidak Berpengaruh Berpengaruh(-) Berpengaruh(-) Berpengaruh (+) IHSP BRI Tidak Berpengaruh Berpengaruh(-) Berpengaruh(-) Berpengaruh(+) VI. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil pembahasan pada bab sebelumnya, pada bab ini akan dikemukakan kesimpulan dan saran dari penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi indeks harga saham tiga bank PERSERO sebagai berikut. 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa variabel ekonomi makro yang berpengaruh terhadap indeks harga saham BNI yaitu nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika dan suku bunga SBI dengan nilai koefisien masing-masing variabel secara berurutan yaitu sebesar -3,867990 dan -0,251354. Variabel makroekonomi yang berpengaruh nyata terhadap indeks harga saham BMRI pada tingkat keyakinan 99 persen yaitu nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, suku bunga SBI dan jumlah uang beredar, dengan nilai koefisien dari masing-masing variabel adalah sebesar -3,244716, -0,233430, dan 5,002101. Pada tingkat keyakinan 99 persen, variabel ekonomi makro berpengaruh nyata terhadap indek harga saham BRI adalah variabel nilai tukar riil dengan nilai koefisien sebesar -2,9974575, suku bunga SBI dengan nilai koefisien sebesar -0,264219, dan jumlah uang beredar dengan nilai koefisien sebesar 7,992197. 6.2. Saran Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa variabel yang secara bersama-sama mempengaruhi indeks harga saham tiga bank PERSERO yaitu nilai tukar riil dan suku bunga SBI. Oleh karena itu diharapkan bagi masyarakat investor yang ingin menanamkan modalnya pada sektor perbankan khususnya bank-bank PERSERO, untuk lebih meningkatkan pemahamannya serta memperhatikan fluktuasi tiga variabel tersebut. Bagi penelitian selanjutnya untuk menambahkan variabel-variabel lainnya yang relevan mempengaruhi indeks harga saham perbankan, contohnya variabel fundamental internal, yaitu variabel yang memberikan informasi mengenai keadaan perusahaan itu sendiri (CAR, NPL, Neraca Keuangan). DAFTAR PUSTAKA Agung, J. 1998. “Financial Deregulation and the Bank Lending Channel in Developing Countries : the Case of Indonesia”. Asian Economic Journal, 12: 13. Alfiansyah. 2006. “Deflasi Hembuskan Sentimen Positif di Lantai Bursa”. http://www.tempointeraktif.com [03 Januari 2006]. Bank Indonesia, Statistik Keuangan Indonesia (berbagai penerbit). Batiz, et al. 1994. International Finance and Open Economiy, Macroeconomis. Pretince Hall, New Jersey. Boediono. 1998. Ekonomi Moneter. Edisi 3. BPFE, Yogyakarta. Butar, R. 2003. Granger Causality antara Suku Bunga, Kurs, Inflasi, dan IHSG Periode Sebelum dan Sesudah Krisis Ekonomi [Skripsi]. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Chandler, L. 1985. Sistem Moneter Keuangan. Sinungan [penerjemah]. Bumi Aksara. Jakarta. Dornbusch, R. 2004. Macroeconomics. International Edition. Prentice-Hall International, Inc, Cambridge Gillis, M. 1996. Economic of Development. W.W. Norton and Company, New York. Goldstein, M. 1998. The Asian Financial Crisis : Causes, Cures and Systematic Implication. Institute of International Economics, Washington DC. Gujarati. Domodar N. 1995. Basic Econometics 3rd Edition, McGraw-Hill International Edition, New York. Hossain. A, Chowdhury. 1998. Open Economy Macroeconomics for Developing Countries. Edward Elgar Publishing Limited, United Kingdom. Husnan, S. 1998. Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. UPP AMP YKPN, Yogyakarta. Judisseno, R. 2005. Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Kaufman, G.G. 1977. Money, The Financial System and the Economy. Rand McNally College Publishing Company, Chicago. Laksamono, et al. 2000. “Suku Bunga Sebagai Salah Satu Indikator Ekspektasi Inflasi”. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, 2: 4. Mankiw, Gregory N. 2000. Teori Makroekonomi, Edisi keempat, penerjemah Imam Nurmawan, Penerbit Erlangga, Jakarta. Mishkin, F.S. 1992. “The Economics of Money Banking and Finance Market” 3rd ed. Harper Collins Publisher. ----------------. 2001. “The Economics of Money Banking and Finance Market”, sixth edition, Colombia University. Nasution, A. 1991. Tinjauan Ekonomi Atas Paket Deregulasi Tahun 1988 Pada Sistem Keuangan Indonesia. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Negara, S. 2001. Kinerja Pasar Modal Indonesia dan Kaitannya dengan Kondisi Ekonomi Makro. PEP-LIPI, Jakarta. Nopirin, A. 1992. Ekonomi Moneter, Edisi ke 4. BPFE Yogyakarta. Nugroho, A.E. 2000. Industri Perbankan dan Keuangan Nasional. PEP-LIPI. Jakarta. --------------. 2000. “The Linkages Between Banking Sector and the Indonesia Currency Crisis”. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan, 8: 23-44 Pasaribu, Syamsul H, Djoni Hartono, dan Tony Irawan. 2005. Pedoman Penulisan Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rindjin, K. 2000. Pengantar Perbankan dan Lembaga Keuangan Bukan Bank. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Saban, T. 2004. Penerapan Model Vector Error Correction dalam Menganalisis Hubunan Antara Indeks Saham, Suku Bunga, dan Kurs [Skripsi]. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Sarwoko. 2005. Dasar-Dasar Ekonometrika. Andi. Jakarta. Silalahi, D. 1991, Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Harga Saham (Studi pada Pasar Modal Indonesia) [Tesis], Program Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya. Sulaiman. 1995. Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Harga Saham di BEJ : Studi Kasus pada Perusahaan Food and Beverage [Tesis], Program Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya. Suta, I. P. G. A. 2000. Pasar Modal Idonesia. Bapepam. Jakarta. Suyatno, T. 1996. Kelembagaan Perbankan. STIE Perbanas-Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Tambunan, T. 1998. Krisis Ekonomi dan Masa Depan Reformasi. Lembaga Penerbit FE_UI, Jakarta. Usman, M. 1989. “Keuangan dan Perbankan Indonesia: sebuah Karangan”. Info Bank-ISEI, Jakarta. -------------. 1990, ABC Pasar Modal Indonesia, Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia, Jakarta Utomo, S. 2005. “Indeks dan Saham Perbankan Berpeluang http://www.tempointeraktif.com [09 Desember 2005]. Naik”. Warjiyo, Perry. 2004. Bank Indonesia : Bank Sentral Republik Indonesia Sebuah Pengantar. Pusat Pendidikan dan Studi Kebangsentralan, Jakarta. Wiranta, S. 2001. Kebijakan Suku Bunga Sebagai Sasaran Antara Untuk Mempengaruhi Inflasi. Jakarta. Yuli, Sri Budi Cantika. 1999. Analisis Pengaruh Beberapa Variabel Fundamental dan Teknikal terhadap Perubahan Harga Saham (Studi Kasus Perusahaan Farmasi yang go publik di BEJ) [Tesis], Program Pascasarjana Universitas Brawijaya, Malang. Lampiran 1. Data Observasi IHSP IHSP IHSP INFLASI ERR BNI BMRI BRI (%) (Rp/$) SBI(%) M2 (Milyar Rp) Nop-03 14.202 122.487 116.286 1.297 6741.449 8.5 944647 Des-03 13.128 118.333 128.271 1.322 6612.922 8.4 955692 Jan-04 11.528 126.808 168.571 0.774 6589.109 8.1 935745 Feb-04 11.410 135.588 178.571 -0.025 6630.617 7.6 935745 Mar-04 10.592 131.358 175.325 0.499 6759.475 7.4 935247 Apr-04 10.483 143.860 202.429 1.347 6773.531 7.3 930831 Mei-04 10.557 185.556 186.617 1.235 7186.192 7.3 952961 Jun-04 9.555 210.905 182.585 0.674 7329.616 7.3 975166 Jul-04 9.834 210.269 198.912 0.548 7098.498 7.4 975091 Agu-04 9.919 217.963 192.653 0.125 7219.836 7.4 980223 Sep-04 11.022 188.889 217.714 0.025 7530.091 7.4 986806 Okt-04 11.771 170.723 234.694 0.798 7046.813 7.4 995935 Nop-04 13.588 183.598 246.555 1.273 6933.000 7.4 1000338 Des-04 14.210 183.069 292.925 1.497 7042.828 7.4 1033527 Jan-05 14.732 210.000 314.907 2.083 6864.561 7.4 1015874 Feb-05 15.150 225.221 348.095 -0.25 6987.550 7.4 1012144 Mar-05 16.016 256.645 352.244 2.707 7079.664 7.4 1020693 Apr-05 15.114 280.776 323.281 0.624 7165.200 7.6 1044253 Mei-05 13.959 286.333 318.139 0.312 7087.099 7.9 1046192 Jun-05 7.746 274.568 320.385 0.761 7217.226 8.1 1073746 Jul-05 7.419 261.587 341.085 1.185 7273.075 8.5 1088376 Agu-05 7.011 244.292 324.281 0.835 7582.356 8.8 1115874 Sep-05 6.891 247.774 300.403 1.061 7674.631 10 1150451 Okt-05 6.174 223.295 279.180 13.497 6923.435 11 1165741 Nop-05 5.378 228.143 304.029 2.208 6742.096 12.3 1168267 Des-05 5.789 231.444 344.139 -0.075 6580.549 12.8 1203215 Sumber : Pusat Referensi Pasar Modal, Bank Indonesia, Bloomberg Lampiran 2. Perkembangan Indeks Harga Saham Tiga Bank PERSERO IHSP BNI 15 10 5 Month NDJ F MA MJ J A S ONDJ F MA MJ J A S O ND 2003 2004 2005 350 IHSP BRI 300 250 200 150 100 Month ND J F M A MJ J A S OND J F MA M J J A S OND 2005 2003 2004 IHSP BMRI 300 200 100 Month NDJ F MA MJ J A S ONDJ F MA M J J A S OND 2003 2004 2005 Sumber : Hasil Olahan Lampiran 3. Hasil Olahan Data HASIL MODEL REGRESI BNI Dependent Variable: L_BNI Method: Least Squares Date: 06/08/06 Time: 10:45 Sample: 2003:11 2005:12 Included observations: 26 Variable Coefficient INF -0.006893 C 14.10312 L_KURS -3.867990 SBI -0.251354 L_MS 1.776919 R-squared 0.723727 Adjusted R-squared 0.671104 S.E. of regression 0.185754 Sum squared resid 0.724592 Log likelihood 9.650753 Durbin-Watson stat 0.937576 Sumber : Hasil olahan Std. Error t-Statistic 0.015799 -0.436326 10.92743 1.290616 1.269653 -3.046495 0.056607 -4.440329 1.165888 1.524091 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) Prob. 0.6671 0.2109 0.0061 0.0002 0.1424 2.340806 0.323898 -0.357750 -0.115809 13.75297 0.000012 HASIL UJI AUTOKORELASI (LM TEST) BNI Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 2.699900 Probability Obs*R-squared 8.068759 Probability 0.076368 0.044612 HASIL UJI HETEROSKEDASTISITAS (NO CROSS TERM) BNI White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared 0.979646 6.142998 Probability Probability 0.465757 0.407364 MATRIKS KORELASI L_BNI L_BNI 1.000000 INF -0.290059 L_KURS -0.152312 SBI -0.767537 L_MS -0.679619 Sumber : Hasil olahan INF -0.290059 1.000000 -0.085867 0.361611 0.360178 L_KURS SBI -0.152312 -0.767537 -0.085867 0.361611 1.000000 -0.211749 -0.211749 1.000000 0.251732 0.797537 L_MS -0.679619 0.360178 0.251732 0.797537 1.000000 HASIL MODEL REGRESI BMRI Dependent Variable: L_BMRI Method: Least Squares Date: 06/08/06 Time: 10:55 Sample: 2003:11 2005:12 Included observations: 26 Variable Coefficient C -33.17148 INF -0.009093 L_KURS -3.244716 SBI -0.233430 L_MS 5.002101 R-squared 0.745242 Adjusted R-squared 0.696717 S.E. of regression 0.105384 Sum squared resid 0.233221 Log likelihood 24.38785 Durbin-Watson stat 1.148692 Sumber : Hasil olahan Std. Error t-Statistic 6.199477 -5.350690 0.008963 -1.014480 0.720314 -4.504586 0.032115 -7.268579 0.661445 7.562381 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) Prob. 0.0000 0.3219 0.0002 0.0000 0.0000 5.358684 0.191360 -1.491373 -1.249431 15.35783 0.000005 HASIL UJI AUTOKORELASI (LM TEST) BMRI Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 1.637414 Probability Obs*R-squared 5.574239 Probability 0.215985 0.134265 HASIL UJI HETEROSKEDASTISITAS (NO CROSS TERM) BMRI White Heteroskedasticity Test: F-statistic 1.352037 Obs*R-squared 7.779436 Probability Probability 0.283508 0.254712 MATRIKS KORELASI L_BMRI L_BMRI 1.000000 INF -0.014229 L_KURS 0.180784 SBI -0.163135 L_MS 0.283862 Sumber : Hasil olahan INF -0.014229 1.000000 -0.085867 0.361611 0.360178 L_KURS 0.180784 -0.085867 1.000000 -0.211749 0.251732 SBI -0.163135 0.361611 -0.211749 1.000000 0.797537 L_MS 0.283862 0.360178 0.251732 0.797537 1.000000 HASIL MODEL REGRESI BRI Dependent Variable: L_BRI Method: Least Squares Date: 06/08/06 Time: 11:02 Sample: 2003:11 2005:12 Included observations: 26 Variable Coefficient C -76.33696 INF -0.018549 L_KURS -2.997457 SBI -0.264219 L_MS 7.992197 R-squared 0.887587 Adjusted R-squared 0.866175 S.E. of regression 0.118240 Sum squared resid 0.293596 Log likelihood 21.39501 Durbin-Watson stat 1.361148 Sumber : Hasil olahan Std. Error t-Statistic 6.955787 -10.97460 0.010056 -1.844518 0.808189 -3.708855 0.036033 -7.332730 0.742139 10.76914 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) Prob. 0.0000 0.0793 0.0013 0.0000 0.0000 5.488733 0.323219 -1.261154 -1.019213 41.45272 0.000000 HASIL UJI AUTOKORELASI (LM TEST) BRI Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 1.163658 Probability Obs*R-squared 4.223416 Probability 0.350993 0.238328 HASIL UJI HETEROSKEDASTISITAS (NO CROSS TERM) BRI White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared 1.569196 8.614925 Probability Probability 0.210262 0.196420 MATRIKS KORELASI L_BRI L_BRI 1.000000 INF 0.116516 L_KURS 0.356411 SBI 0.289499 L_MS 0.743077 Sumber : Hasil olahan INF 0.116516 1.000000 -0.085867 0.361611 0.360178 L_KURS 0.356411 -0.085867 1.000000 -0.211749 0.251732 SBI 0.289499 0.361611 -0.211749 1.000000 0.797537 L_MS 0.743077 0.360178 0.251732 0.797537 1.000000 UJI NORMALITAS BNI 7 Series: RESID Sample 2003:11 2005:12 Observations 26 6 5 4 3 2 1 0 -0.2 0.0 Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis -8.13E-15 -0.027545 0.348175 -0.326105 0.170246 0.096245 2.295843 Jarque-Bera Probability 0.577297 0.749276 0.2 UJI NORMALITAS BMRI 8 Series: RESID Sample 2003:11 2005:12 Observations 26 7 6 5 4 3 2 1 0 -0.2 -0.1 0.0 0.1 Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis -9.09E-15 0.020733 0.170549 -0.223667 0.096586 -0.512508 2.742934 Jarque-Bera Probability 1.209803 0.546128 0.2 UJI NORMALITAS BRI 7 Series: RESID Sample 2003:11 2005:12 Observations 26 6 5 4 3 2 1 0 -0.3 -0.2 -0.1 Sumber : Hasil olahan 0.0 0.1 0.2 Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis -2.78E-15 -0.009944 0.199152 -0.251031 0.108369 -0.011713 2.897614 Jarque-Bera Probability 0.011951 0.994042 Lampiran 4. Laju Inflasi pada Empat Negara Mitra Dagang INFLASI AMERIKA INFLASI JEPANG INFLASI HONGKONG INFLASI TAIWAN Sumber : www.bi.go.id Lampiran 5. Harga Minyak Dunia Oil Price $ US/ Barel 80 60 40 20 Sumber : Hasil olahan Jan-05 Jan-04 Jan-03 Jan-02 Jan-01 Jan-00 0