Pajak International - Kuliah Online Unikom

advertisement
Pajak
Internasional
Yurisdiksi Pemajakan dan
Hukum Pajak Internasional
Pengantar Yurisdiksi
Yuridiksi adalah hak pemajakan suatu negara terhadap yang diterima atau diperoleh oleh
warga negaranya baik yang bersumber dari dalam negeri dan luar negeri maupun oleh warga
negara asing yang bersumber dari dalam negeri.
Yuridiksi Pemajakan ada 2 yaitu :
1. Yuridiksi Domisili : yaitu hak pemajakan yang didasarkan kepada siapa yang memperoleh
penghasilan (berorientasi hanya pada subjek pajak).
2.
Yuridiksi Sumber : yaitu hak pemajakan yang didasarkan kepada objek penghasilan tersebut
berada atau diperoleh (sumber penghasilan berada/ terletak di Indonesia, berorientasi
kepada objek pajak).
Yurisdiksi Domisili
Mengutip Gunadi dalam Rosdiana dan Irianto (2012), sistem perpajakan di Indonesia membangun
yurisdiksi berdasarkan dua kaitan (pertalian) fiskal, yaitu (a) subjektif dan (b) objektif. Yurisdiksi
pemajakan yang mendasarkan pada pertalian subjektif disebut yurisdiksi domisili (status), sedangkan
yurisdiksi yang mendasarkan pada pertalian objektif disebut yurisdiksi sumber.
1.
Yurisdiksi Domisili/Status (Penduduk atau Kewarganegaraan)
Negara berhak mengenakan pajak kepada orang pribadi atau badan karena berdomisili di negara
yang bersangkutan, atau karena status kewarganegaraannya. Sehingga negara bisa mengenakan
pajak penghasilan atas seluruh penghasilan dari seluruh dunia yang diterima oleh penduduknya
maupun oleh warga negara yang tidak menjadi penduduknya (misalnya warga negaranya namun
tinggal di negara lain).
Indonesia menganut prinsip domisili sebagaimana dituangkan dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a
Undang-undang Pajak Penghasilan:
Pasal 2
(3) Yang dimaksud Subjek Pajak dalam negeri adalah:
(a) orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia
lebih dari 183 (seratus depalan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau
orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk
bertempat tinggal di Indonesia
Yurisdiksi Sumber
Menurut yurisdiksi sumber, negara berhak mengenakan pajak kepada orang pribadi atau badan atas
penghasilan yang diperoleh dari negaranya.
Indonesia menganut asas sumber sebagaimana tersirat dalam Pasal 26 UU PPh :
Pasal 26
1) Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, yang dibayarkan atau
yang terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk
usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain
bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto
pihak yang wajib membayarkan:
a. Dividen;
b. bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang;
c. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
d. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
e. hadiah dan penghargaan;
f. pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
2)
Atas penghasilan dari penjualan harta di Indonesia, kecuali yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2), yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dan premi
asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi di luar negeri, dipotong pajak 20% (dua puluh
persen) dari perkiraan penghasilan neto.
Contoh Yurisdiksi Domisili dan Yurisdiksi Sumber
1.
Tuan Amin seorang WNI memperoleh bunga dari Tuan Soleh di Jakarta sebesar Rp.15 juta.
Jawab : Indonesia berhak memajaki Tuan Amin menggunakan yuridiksi domisili dan juga yuridiksi sumber.
2.
Tuan Steven warga negara Singapore memperoleh bunga dari Tuan Soleh di Jakarta sebesar Rp. 30 juta.
Jawab : Indonesia berhak memajaki Tn. Steven berdasarkan yuridiksi sumber dan Singapore juga berhak
memajaki berdasarkan yuridiksi domisili.
3.
Mr. Steven warga Wn. Singapore adalah seorang pegawai sebuah konsultan keuangan di Singapore
melakukan pemberian jasa konsultasi bidang investasi keuangan pada beberapa pengusaha UKM di
Indonesia. Selama tahun 2009 kegiatan dilakukan sebanyak 15 kali selama 5 hari setiap satu kali kegiatan.
Fee yang diterima Mr. Steven selama tahun 2009 sebesar Rp. 500 juta. Berdasarkan yuridiksi pemajakan,
negara mana yang berhak memajaki dan berapa PPh terutang bila diasumsikan tidak ada tax treaty antara
Indonesia dan Singapore.
Jawab :
 Tn. Steven merupakan WPLN (Wajib Pajak Luar Negeri) karena berada di Indonesia < 183 hari (15 kali x
5 hari = 75 hari).
 Indonesia berhak memajaki Tn. Steven berdasarkan yuridiksi sumber dan Singapore berhak memjaki
berdasarkan yuridiksi domisili.
 PPh terutang tahun 2009 = 20% x Rp. 500 juta ( tarif pajak pasal 26)
= Rp. 100 juta
Bentuk Usaha Tetap
BENTUK USAHA TETAP
Subjek pajak luar negeri dapat menjalankan kegiatan atau usaha melalui suatu bentuk
usaha tetap di Indonesia dalam hal mempunyai tempat kedudukan manajemen yang berada
di Indonesia. Tempat kedudukan manajemen adalah tempat kedudukan manajemen yang
menjalankan kegiatan/operasi perusahaan sehari-hari atau secara rutin yang tidak
melakukan pengendalian atas seluruh perusahaan dan tidak membuat keputusan yang
bersifat strategis. Dalam hal tempat kedudukan manajemen melakukan pengendalian atas
seluruh perusahaan atau tempat membuat keputusan yang bersifat strategis, subjek pajak
luar negeri tersebut diperlakukan sebagai subjek pajak dalam negeri. Tempat kedudukan
manajemen efektif yang terdapat dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda dapat
diartikan sebagai tempat:
1. keputusan manajemen dan komersial yang signifikan dibuat, atau
2. pengurus membuat keputusan untuk kepentingan badan.
Pemenuhan kewajiban perpajakan bentuk usaha tetap dipersamakan dengan pemenuhan
kewajiban perpajakan Wajib Pajak badan dalam negeri. Pemenuhan kewajiban perpajakan
bentuk usaha tetap dimulai sejak menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang
bersumber dari Indonesia melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Kewajiban Subjek Pajak dalam dan Luar Negeri
Kewajiban subjektif merupakan kapan seseorang atau badan dapat disebut sebagai subjek
Pajak Penghasilan ((PPh). Sesuai dengan definisi UU PPh 1984, PPh merupakan pajak yang
dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam
tahun pajak. Dengan kata lain, seseorang atau badan akan dikenakan PPh jika telah
memenuhi syarat subjektif (kriteria subjek pajaknya) dan syarat objektif (kriteria objek
pajaknya).
Kewajiban Subjek Pajak Dalam Negeri
Untuk orang pribadi yang merupakan Subjek Pajak Dalam Negeri, kewajiban subjektifnya
dimulai pada saat dia dilahirkan, berada atau mempunyai niat untuk bertempat tinggal di
Indonesia dan berakhir pada saat dia meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk
selama-lamanya.
Dengan demikian, seorang bayi yang dilahirkan di Indonesia, secara Undang-Undang telah
memenuhi kewajiban subjektif. Namun karena belum memiliki penghasilan belum memiliki
kewajiban objektif sehingga belum dapat ditetapkan sebagai wajib pajak.
Kewajiban Subjek Pajak dalam dan Luar Negeri
Sedangkan untuk Badan sebagai subjek pajak dalam negeri, kewajiban subjektifnya dimulai
pada saat didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, dan akan berakhir pada saat
badan tersebut dibubarkan atau tidak berdomisili lagi di Indonesia. Ketika suatu badan
didirikan di Indonesia, pada saat itu juga telah muncul kewajiban subjektif PPh-nya. Begitupun,
ketika suatu badan berdomisili di Indonesia, ketika itu juga badan tersebut telah memiliki
kewajiban subjektif. Untuk Bentuk Usaha Tetap (BUT), kewajiban subjektifnya timbul sejak BUT
tersebut didirikan dan menjalankan kegiatan di Indonesia, dan berakhir sejak BUT tersebut
dibubarkan atau tidak menjalankan kegiatan lagi di Indonesia.
Kewajiban Subjek Pajak dalam dan Luar Negeri
Kewajiban Subjek Pajak Luar Negeri
Untuk subjek pajak luar negeri, baik orang pribadi maupun badan, kewajiban subjektifnya
dimulai ketika menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dan berakhir sampai
dengan orang pribadi atau badan tersebut tidak lagi menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia.
Dengan kata lain, untuk subjek pajak luar negeri, penentuan saat dimulainya kewajiban
subjektif adalah pada saat timbulnya hubungan ekonomis subjek pajak luar negeri dengan
Indonesia, di mana hubungan ekonomis ini dilihat dari perolehan atau penerimaan
penghasilan dari sumber penghasilan di Indonesia.
Cakupan Geografis Pemajakan Penghasilan
Cakupan geografis pemajakan penghasilan merupakan yuridiksi pemajakan Yuridiksi
pemajakan ini mempunyai kedaulatan dalam bidang perpajakan yang merupakan konsekuensi
dari kedaulatan wilayah suatu negara. Yuridiksi dapat terbagi menjadi dua yaitu:
Yuridiksi Domisili dan Yuridiksi Sumber.

Yuridiksi domisili dapat berlaku atas semua orang pribadi yang bertempat tinggal, berada
atau berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia baik orang tersebut warga negara
Indonesia maupun warga negara asing. Demikian juga dengan badan yang didirikan atau
bertempat kedudukan di Indonesia. Karena hak pemajakan Indonesia didasarkan atas
pertalian personal subjek pajak maka sesuai dengan kelaziman Internasional, negara
tersebut dibenarkan untuk mempeluas pengenan pajak atas penghasilan dari manapun
diperoleh ( penghasilan global ).

Yuridiksi sumber yang merujuk pada pertalian fiskal objekif memberikan hak pemajakan
kepada negara tempat sumber penghasilan berada. Kewajiban pajak yang berasal dari
pertalian objektif terjadi karena subjek pajak terkait pada sauveranitas teritorial, bukan
secara pesonal ( sepenuhnya ) tetapi hanya sebatas pada kepentingan ekonomi subjek
pajak dengan negara sumber. Sehingga Indonesia berhak untuk mengenakan pajak atas
semua penghasilan yang berasal dari sumber di Indonesia
Pengertian Hukum Pajak Internasional
Pengertian hukum pajak ini terdapat tiga pendapat dari ahli hukum pajak, yaitu:
1. Menurut pendapat Prof. Dr. Rochmat Soemitro, bahwa hukum pajak internasional adalah
hukum pajak nasional yang terdiri atas kaedah, baik berupa kaedah-kaedah nasional
maupun kaedah yang berasal dari traktat antar negara dan dari prinsif atau kebiasaan yang
telah diterima baik oleh negera-negara di dunia, untuk mengatur soal-soal perpajakan dan di
mana dapat ditunjukkan adanya unsur-unsur asing.
2.
Menurut pendapat Prof. Dr. P.J.A. Adriani, hukum pajak internasional adalah suatu kesatuan
hukum yang mengupas suatu persoalan yang diatur dalam UU Nasional mengenai
pemajakan terhadap orang-orang luar negeri, peraturan-peraturan nasional untuk
menghindarkan pajak ganda dan traktat-traktat.
3.
Sedangkan menurut pendapat Prof. Mr. H.J. Hofstra, hukum pajak internasional sebenarnya
merupakan hukum pajak nasional yang di dalamnya mengacu pengenaan terhadap orang
asing. Maka hukum pajak internasional juga merupakan norma-norma yang mengatur
perpajakan karena adanya unsur asing, baik mengenai objeknya maupun subjeknya.
Pengertian Hukum Pajak Internasional
Di negara-negara Anglo Saxon berlaku pengertian Hukum Pajak Internasional yang dibedakan
menjadi tiga macam, yaitu :
a. National External Tax Law
National External Tax Law, yang di Jerman disebut Auszensteuerrecht, merupakan bagian
dari pajak nasional yang memuat ketentuan-ketentuan mengenai pengenaan pajak yang
mempunyai daya kerja sampai keluar batas-batas negara karena terdapat unsur-unsur asing,
baik obyek maupun subyeknya. Dilihat dari sumber hukumnya, maka hukum ini merupakan
hukum pajak nasional. Tetapi kalau dilihat dari sasarannya, baik obyek maupun subyeknya,
maka terdapat hukum pajak internasional, karena daya kerja atau lingkup kuasanya
melampaui batas-batas negara yang bersangkutan dan menyangkut hukum internasional
yang memungkinkan terjadinya bentrokan hukum dengan negara lain.
b.
Foreign Tax Law (Auslandisches Steuerretch)
Yang tercakup dalam pengertian ini adalah keseluruhan perundang-undangan dan
peraturan-peraturan pajak dari negara-negara yang ada di seluruh dunia. Dan pengertian ini
senada dengan yang diungkapkan oleh Rossendorf yang menyatakan bahwa hukum pajak
internasional adalah keseluruhan hukum pajak nasional dari semua negara yang ada di
dunia. Foreign Tax Law digunakan dalam melakukan comparative tax law study, dan
diperlukan apabila kita hendak melakukan suatu perjanjian transaksi dengan negara lain.
Pengertian Hukum Pajak Internasional
c.
International Tax Law
International Tax Law ini dibedakan menjadi hukum pajak internasional dalam arti sempit
dan hukum pajak internasional dalam arti luas.

Hukum pajak internasional dalam arti sempit merupakan keseluruhan kaidah pajak berdasarkan hukum
antar negara seperti traktat-traktat konvensi dan lain sebagainya, dan berdasarkan prinsip-prinsip
hukum pajak yang telah lazim diterima baik oleh negara-negara di dunia, yang mempunyai tujuan
mengatur soal perpajakan antar negara yang saling mempunyai kepentingan.

Hukum pajak internasional dalam arti luas adalah keseluruhan kaidah yang berdasarkan traktat,
konvensi-konvensi, dan prinsip hukum pajak yang diterima baik oleh negara-negara di dunia maupun
kaidah-kaidah nasional yang objeknya adalah pengenaan pajak yang mengandung adanya unsur-unsur
asing, yang dapat menimbulkan bentrokan hukum antara dua negara atau lebih.
Dari beberapa pengertian diatas, maka hukum pajak internasional merupakan suatu aturan-aturan yang
berlaku bagi negara-negara yang saling berkepentingan, yang berkaitan dengan subyek pajak atau obyek
pajak asing, berkaitan dengan hak perolehan pajak yang mengikat subjek atau objek tersebut.
Subjek Pajak Luar Negeri
Yang dimaksud dengan Subjek Pajak Luar Negeri adalah:
a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada tidak lebih dari 183
(seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang
tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
b.
Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih
dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan
badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat
menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Subjek Pajak Luar Negeri
Apabila penghasilan diterima atau diperoleh melalui bentuk usaha tetap, maka terhadap orang
pribadi atau badan tersebut dikenakan pajak melalui bentuk usaha tetap, dan orang pribadi
atau badan tersebut statusnya tetap sebagai Subjek Pajak luar negeri. Dengan demikian
bentuk usaha tetap tersebut menggantikan orang pribadi atau badan sebagai Subjek Pajak
luar negeri dalam memenuhi kewajiban perpajakannya di Indonesia.
Dalam hal penghasilan tersebut diterima atau diperoleh tanpa melalui bentuk usaha tetap,
maka pengenaan pajaknya dilakukan langsung kepada Subjek Pajak luar negeri tersebut.
Dimensi Internasional Aplikasi Yurisdiksi
Transaksi transnasional dapat berupa :
- Transaksi keluar dari/outbound transactions
Merujuk kepada perlakuan perpajakan atas penghasilan yang diperoleh atau diterima WPDN
dari menjalankan usaha/melakukan kegiatan) atau dari investasi diluar Indonesia.
Atas transaksi keluar, Indonesia mengenakan pajak berdasarkan yurisdiksi domisili.
-
Transaksi masuk ke/inbound transactions
Penghasilan dari usaha dan kegiatan yang dikenakan pajak berdasarkan kriteria ambang
batas (BUT).
Penghasilan WPLN dari investasi di Indonesia dikenakan pajak berdasarkan sistem
pemotongan (withholding system) dengan basis bruto dan tarif proporsional (20%) atau
sesuai dengan tarif P3B yang berlaku.
Hubungan Antara Hukum Internasional dan Hukum
Nasional
Dalam P3B antara dua negara, pada dasarnya adalah hukum internasional yang tunduk pada
aturan konvensi internasional yang diatur dalam konvensi Wina.
Aliran mengenai hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional adalah :
1. Aliran tunggal (monist)
Yaitu hukum internasional dan hukum nasional merupakan bagian dari undang-undang
domistik, dimana hukum internasional di atas hukum nasional.
2.
Aliran dualist
Aliran ini berpendapat bahwa terdapat dua sistem perundang-undangan, yaitu internasional
dan nasional. Dan apabila terjadi persengketaan, maka pengadilan akan memenangkan
undang-undang nasional.
Download