6 BAB II Landasan Teori dan Kerangka Pemikiran 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Rivai(2004,p1) Manajemen sumber daya manusia (MSDM) merupakan salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi – segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian. Proses ini terdapat dalam fungsi / bidang produksi, pemasaran, keuangan, maupun kepegawaian. Karena Sumber Daya Manusia (SDM) dianggap semakin penting perannya dalam pencapaian tujuan perusahaan, maka berbagai pengalaman dan hasil penelitian dalam bidang SDM dikumpulkan secara sistematis dalam apa yang disebut manajemen sumber daya manusia. Istilah “manajemen” mempunyai arti sebagai kumpulan pengetahuan tentang bagaimana seharusnya memanage (mengelola) sumber daya manusia. Dalam usaha pencapaian tujuan perusahaan, permasalahan yang dihadapi manajemen bukan hanya terdapat pada bahan mentah, alat – alat kerja, mesin – mesin produksi, uang dan lingkungan kerja saja, tetapi juga menyangkut karyawan (sumber daya manusia) yang mengelola faktor – faktor produksi lainnya tersebut. Namun, perlu diingat bahwa sumber daya manusia sendiri sebagai faktor produksi, seperti halnya faktor produksi lainnya, merupakan masukan (input) yang diolah oleh perusahaan dan menghasilkan keluaran (output). Karyawan baru yang belum mempunyai keterampilan dan keahlian dilatih, sehingga menjadi karyawan yang terampil dan ahli. Apabila dia dilatih lebih lanjut serta diberikan pengalaman dan motivasi, dia akan menjadi karyawan yang matang. Pengolahan sumber daya manusia inilah yang disebut manajemen SDM. Makin besar suatu perusahaan, makin banyak karyawan yang bekerja didalamnya, sehingga besar kemungkinan timbulnya permasalahan didalamnya, dan permasalahan 7 manusianya. Banyak permasalahan manusiawi ini tergantung pada kemajemukan masyarakat dimana para karyawan itu berasal. Makin maju suatu masyarakat, makin banyak permasalahan. Makin tinggi kesadaran karyawan akan hak – haknya, makin banyak permasalahan yang muncul. Makin beragam nilai yang dianut para karyawannya, makin banyak konflik yang berkembang. Penanganan semua persoalan tersebut sangat tergantung pada tingkat kesadaran manajemen terhadap pentingnya sumber daya manusia dalam pencapaian tujuan perusahaan. Kita dapat melihat adanya perbedaan antar perusahaan dalam penyediaan waktu, biaya, dan usaha dalam pengelolaan SDM. Dalam perkembangannya kita melihat bahwa sampai dengan akhir abad ke 20 hampir semua negara di dunia terlibat dengan isu ekonomi, teknologi dan keamanan, dan sekaligus merupakan masalah yang dikembangkan di seluruh dunia. Memasuki abad ke 21 atau yang dikenal juga dengan era globalisasi, sebagai era tanpa batas yang tercermin dengan adanya kebebasan dalam berusaha, kebebasan dalam berpendapat, dan dalam bersaing, praktis tidak ada lagi batas antarsatu negara dengan negara lain. Kebebasan berusaha sudah menjadi tuntutan semua masyarakat di seluruh dunia. Keberadaan manajemen SDM sangat penting bagi perusahaan dalam mengelola, mengatur, mengurus, dan menggunakan SDM sehingga dapat berfungsi secara produktif, efektif, dan efisien untuk mencapai tujuan perusahaan. Dengan demikian manajemen sebagai ilmu dan seni mengatur proses pendayagunaan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya secara efisien, efektif, dan produktif merupakan hal yang paling penting untuk mencapai tujuan tertentu. Selain itu manajemen juga untuk mencapai suatu tujuan melalui kegiatan orang lain, artinya tujuan dapat dicapai bila dilakukan oleh satu orang atau lebih. Dalam manajemen sumber daya manusia, karyawan adalah kekayaan (asset) utama perusahaan, sehingga harus dipelihara dengan baik. Manajemen SDM menggunakan pendekatan modern dan kajiannya secara 8 makro. Faktor yang menjadi perhatian dalam Manajemen SDM adalah manusianya itu sendiri. Saat ini sangat disadari bahwa SDM merupakan masalah perusahaan yang paling penting, karena dengan SDM menyebabkan sumber daya yang lain dalam perusahaan dapat berfungsi / dijalankan. Disamping itu SDM dapat menciptakan efisiensi, efektivitas dan produktivitas perusahaan. Melalui SDM yang efektif mengharuskan manajer atau pimpinan dapat menemukan cara terbaik dalam mendayagunakan orang – orang yang ada dalam lingkungan perusahaannya agar tujuan – tujuan yang diinginkan dapat tercapai. Manajemen SDM merupakan sistem yang terdiri dari banyak aktivitas interdependen (saling terkait satu sama lain). Aktivitas ini tidak berlangsung menurut isolasi, yang jelas setiap aktivitas mempengaruhi SDM lain. Misalnya : keputusan buruk menyangkut kebutuhan staffing bisa menyebabkan persoalan ketenagakerjaan, penempatan, kepatuhan sosial, hubungan serikat buruh – manajemen, dan kompensasi. Bila aktivitas SDM dilibatkan secara keseluruhan, maka aktivitas tersebut membantu sistem manajemen SDM perusahaan. Perusahaan dan orang merupakan sistem terbuka karena mereka dipengaruhi oleh lingkungannya. Manajemen SDM juga merupakan sistem terbuka yang dipengaruhi oleh lingkungan luar. Kemajuan yang dicapai dalam beberapa bidang, baik ekonomi, budaya, pengetahuan, pendidikan, hukum, politik maupun pembangunan sudah dapat dipastikan akan menimbulkan berbagai rintangan serta kendala yang beraneka ragam, dan semakin kompleksnya kehidupan dalam bermasyarakat dan bernegara. Dengan adanya berbagai rintangan dan kendala ini maka manajemen sumber daya dirasakan penting bagi suatu perusahaan, sehingga mampu menyelesaikan berbagai masalah yang sedang dihadapi ataupun yang mungkin akan muncul dikemudian hari. Dalam era globalisasi, isu yang paling banyak dikembangkan adalah isu persaingan global. Artinya, isu utama era globalisasi adalah kebebasan berusaha yang kemudian dipacu dengan persaingan bebas yang tidak ada lagi batasannya dalam suatu wilayah atau negara 9 tertentu. Kebebasan berusaha ini telah menjadi tuntutan dan kebutuhan masyarakat dunia dari strata manapun mereka berada. Dengan demikian, dalam era persaingan bebas ini peran pemerintah semakin berkurang terutama dalam perekonomian dengan berbagai proteksi baik pada badan usaha milik swasta maupun badan usaha milik negara. Persaingan global yang diawali pada abad milenium yang secara bertahap mulai dilaksanakan pada permulaan abad kedua puluh satu pada negara – negara kawasan Asia Tenggara, Asia Pasifik sampai akhirnya dapat diberlakukan secara international. Pelaksanaan era tanpa batas itu telah disepakati oleh para pemimpin negara maju dan negara berkembang termasuk Indonesia. Dalam berbagai kegiatan setiap negara telah siap dan mulai melaksanakan serta memperbaiki berbagai infrastruktur ekonomi yang diperlukan untuk dapat memperkuat posisi negara dan pelaku ekonominya agar dapat bersaing di pasaran global. Salah satu persoalan penting yang perlu diperbaiki adalah kualitas sumber daya manusia, baik secara mikro yaitu perbaikan manajemen SDM dalam perusahaan yang terlibat dalam persaingan global, serta secara makro yaitu perbaikan angkatan kerja dalam skala nasional. Alasan utama perbaikan kualitas SDM dalam perusahaan terutama karena peran strategis SDM sebagai pelaksana dari fungsi–fungsi perusahaan yaitu perencanaan, pengorganisasian, manajemen staf, kepemimpinan, pengendalian, dan pengawasan serta sebagai pelaksana operasional perusahaan seperti pemasaran, produksi, perdagangan, industri, keuangan, dan administrasi. Lebih jelasnya lagi, kegiatan SDM yang spesifik dari masing – masing fungsi manajemen tersebut yaitu perencanaan, menentukan tujuan dan standar, menetapkan sistem dan prosedur, menetapkan rencana atau proyeksi untuk masa depan, pengorganisasian memberikan tugas khusus kepada setiap SDM, membangun divisi / departemen, mendelegasikan wewenang pada SDM, menetapkan analisis pekerjaan atau analisis jabatan, membangun komunikasi, mengoordinasikan kerja antara atasan dengan bawahan, manajemen staf, menetapkan jenis atau tipe SDM yang akan dipekerjakan, 10 merekrut calon karyawan, mengevaluasi kinerja, mengembangkan karyawan, melatih dan mendidik karyawan, Kepemimpinan: mengupayakan agar orang lain dapat menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, meningkatkan semangat kerja, memotivasi kerja karyawan, pengendalian: menetapkan standar pencapaian hasil kerja, standar mutu, melakukan review atas hasil kerja, melakukan tindakan perbaikan sesuai dengan kebutuhan, Pengawasan: melakukan audit terhadap kemungkinan adanya ketidakcocokan dalam pelaksanaan ataupun sistem prosedur yang berlaku, sehingga tidak menimbulkan risiko yang tidak baik bagi perusahaan di masa depan. Berhasil atau gagalnya pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut sangat bergantung pada sejauh mana kualitas SDMnya. Dengan demikian betapa penting peran strategisnya pengembangan dan peningkatan kualitas SDM dalam perusahaan yang terus berkembang sejalan dengan tuntutan era globaliasasi. SDM yang berkualitas akan sangat menentukan maju mundurnya bisnis perusahaan di masa mendatang. Mengingat pentingnya peran SDM dalam perusahaan agar tetap dapat “survive” dalam iklim persaingan bebas tanpa batas, maka peran manajemen SDM tidak lagi hanya menjadi tanggung jawab para pegawai atau karyawan, akan tetapi merupakan tanggung jawab. Pengelolaan manajemen SDM tentu saja harus dilaksanakan oleh pemimpin yang profesional. Dengan demikian, manajemen SDM dapat diartikan sebagai pengelolaan dan pendayagunaan sumber daya yang ada pada individu (pegawai/karyawan). Oleh seorang pimpinan pengelolaan dan pendayagunaan tersebut dikembangkan secara maksimal di dalam dunia bisnis untuk mencapai tujuan perusahaan dan pengembangan individu manusia yang ada dalam perusahaan itu secara terpadu. Selain itu manajemen SDM juga memberikan penekanan pada kepentingan strategi dan proses, manajemen SDM demi kelangsungan aktivitas perusahaan secara terus-menerus. Selain itu manajemen SDM juga adalah rangkaian strategis, proses dan aktivitas yang didesain untuk menunjang tujuan perusahaan dengan cara mengintegrasikan kebutuhan perusahaan dan individu SDMnya. 11 Manajemen SDM yang sebelumnya dikenal sebagai manajemen personalia dan perubahan nama ini menggambarkan perluasan peran manajemen personalia dan peningkatan kesadaran bahwa SDM adalah kunci bagi suksesnya suatu perusahaan. Seorang manajer SDM dalam kapasitasnya sebagai staf harus bekerja sama dengan line manager dalam menangani berbagai masalah SDM. Para line manager berfungsi sebagai pendorong, memotivasi karyawan untuk bekerja produktif dan manajer SDM berfungsi menyediakan tenaga kerja bagi divisi atau departemen yang dipimpin oleh line manager itu dengan SDM yang sesuai dengan kebutuhan divisi/ departemen tersebut. Dalam era globalisasi yang ditandai dengan derasnya arus informasi dan cepatnya mobilitas manusia, modal, barang dan jasa, semakin terlihat pula sifat ketergantungan dan sekaligus persaingan yang tajam antarbangasa. Dalam masalah angkatan kerja, di era globaliasasi ini akan terus berubah secara cepat dan dramatis. Perubahan ini akan semakin terasa beragam manakala para perempuan, kelompok kerja minoritas dan para kerja tua membanjiri angkatan kerja. 2.1.2 Tujuan Manajemen SDM. Menurut Rivai(2004,p8) Tujuan manajemen SDM adalah meningkatkan kontribusi produktif orang – orang yang ada dalam perusahaan melalui sejumlah cara yang bertanggung jawab secara strategis, etis, dan sosial. Tujuan ini menuntun studi dan praktik manajemen SDM yang umumnya juga dikenal sebagai manajemen personalia. Studi manajemen menguraikan upaya – upaya yang terkait dengan SDM kalangan manajer operasional dan memperlihatkan bagaimana para profesional personalia memberikan andil atas upaya – upaya ini. SDM mempengaruhi keberhasilan setiap perusahaan atau organisasi. Meningkatkan andil manusia sangat penting, sehingga seluruh perusahaan membentuk departemen SDM. Dikatakan penting karena departemen SDM tidakmengontrol banyak faktor yang membentuk andil SDM misalnya : modal, bahan baku, dan prosedur. Departemen ini 12 tidak memutuskan masalah strategi atau perlakuan supervisor terhadap karyawan, meskipun departemen tersebut jelas – jelas mempengaruhi keduanya. Manajemen SDM mendorong para manajer dan tiap karyawan untuk melaksanakan strategi–strategi yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Untuk mendukung para pimpinan yang mengoperasikan departemen – departemen atau unit–unit organisasi dalam perusahaan sehingga manajemen SDM harus memiliki sasaran. 2.1.3 Aktivitas Manajemen SDM. Menurut Rivai(2004,p11) Aktivitas SDM merupakan tindakan – tindakan yang diambil untuk memberikan dan mempertahankan gugus kerja yang memadai bagi perusahaan. Tidak semua manajer atau departemen SDM melaksanakan setiap aktivitas sebagaimana dibahas dalam buku ini. Kalangan perusahaan kecil sekalipun bisa jadi tidak memiliki departemen SDM, dan mereka yang memiliki departemen pun kemungkinan mengalami kekurangan anggaran dalam jumlah besar dan jumlah staf yang tidak memadai. Departemen ini hanya terfokus pada sejumlah aktivitas yang paling penting bagi perusahaan. Departemen – departemen besar biasanya merupakan departemen full service, mereka melakukan seluruh aktivitas yang ada dalam bidang SDM. Sejalan dengan perkembangan perusahaan yang semakin menjadi besar, maka berbagai upaya yang dibuat untuk memperkirakan berbagai kebutuhan mendatang SDM-nya melalui aktivitas yang dikenal sebagai perencanaan SDM. Dengan pandangan menuju kebutuhan – kebutuhan mendatang, maka kebijakan rekrutmen berupaya memastikan pada persoalan bagaimana pelamar kerja mengisi kebutuhan tersebut. Hasilnya ialah sekelompok pelamar yang harus dicari melalui proses penyeleksian. Proses ini berupaya menyeleksi orang – orang yang memenuhi kebutuhan yang tidak bisa dipenuhi oleh perencanaan SDM. Para karyawan baru jarang memenuhi kebutuhan – kebutuhan perusahaan secara pasti, dan dengan demikian mereka harus diorientasi dan dilatih untuk bekerja secara efektif. 13 Sejalan dengan berbagai tuntutan perubahan, maka aktivitas penempatan bisa memindahkan, mempromosikan, menurunkan pangkat dan bahkan memecat para karyawan. Rencana – rencana SDM berikutnya mengetengahkan kebutuhan staffing baru. Lowongan pekerjaan ini diisi melalui rekrutmen karyawan tambahan dan pembinaan karyawan yang sudah ada. Pembinaan mengajarkan para karyawan tentang pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan baru dengan memastikan manfaat berkesinambungannya bagi perusahaan dan memenuhi keinginan – keinginan pribadi. Selanjutnya, kinerja individu dinilai. Aktivitas ini tidak hanya mengevaluasi seberapa baik orang berperilaku, tetapi juga memperlihatkan seberapa baik aktivitas SDM-nya dilaksanakan. Kinerja buruk bisa berarti bahwa penyeleksian, pelatihan atau pengembangan harus direvisi, karena apabila tidak, hal ini kemungkinan bisa menimbulkan masalah menyangkuthubungan antarkaryawan. Disamping itu karyawan juga harus menerima kompensasi dalam bentuk gaji, upah atau insentif dan bonus, serta tunjangan – tunjangan lainnya seperti asuransi dan liburan. Departemen SDM juga memainkan peran penting dalam hubungan karyawan, biasanya dengan membentuk sejumlah kebijakan dan mendukung kalangan manajer. Bila para karyawan tidak puas, maka mereka bisa berserikat dan mengambil tindakan kolektif. Selanjutnya, manajemen dihadapkan pada situasi baru rusaknya hubungan serikat buruh – manajemen. Untuk memberikan respon terhadap tuntutan tuntutan kolektif karyawan, maka kalangan spesialis SDM harus menegosiasikan dan mengatur kontrak kerja. Departemen SDM yang efektif melakukan penilaian secara efektif kepada mereka untuk memastikan keberhasilan yang berkesinambungan. Kendala anggaran merupakan sebuah bentuk kontrol. Perangkat kontrol lan bisa jadi berupa pelaksanaan evaluasi (penilaian) efektivitas masing – masing kegiatan dalam memenuhi sasaran – sasaran perusahaan. 14 2.2 Orientasi. 2.2.1. Pengertian Orientasi Menurut Dessler(2004,p216) Orientasi karyawan adalah memberikan informasi mengenai latar belakang kepada karyawan baru yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan secara memuaskan, seperti informasi tentang peraturan perusahaan. Program – program ini bisa di mulai dari pengenalan singkat secara informal atau dengan kursus formal yang panjang. Spesialis SDM (atau dalam perusahaan yang lebih kecil disebut manajer kantor) biasanya melakukan bagian pertama dari orientasi, dengan menjelaskan permasalahan dasar seperti jam kerja dan hari libur. Kemudian orang itu akan memperkenalkan karyawan baru tersebut kepada penyelianya. Penyelia akan meneruskan orientasi dengan menjelaskan sifat dari pekerjaan yang sebenarnya, memperkenalkan orang itu kepada para kolega barunya, memperkenalkan tempat kerjanya, dan membantu mengurangi kegugupan hari pertama. Orientasi biasanya termasuk informasi tentang keuntungan bagi karyawan, kebijakan personalia, rutinitas harian, organisasi dan operasional perusahaan, ukuran dan peraturan keamanan, dan juga fasilitas. Paling tidak, karyawan baru biasanya menerima buku panduan karyawan baik yang tercetak atau yang berbasis internet. Informasinya menjelaskan tentang jam kerja, tinjauan prestasi, mendapatkan gaji, dan liburan. Berdasarkan kondisi tertentu, pengadilan bisa menyatakan bahwa isi buku panduan karyawan mewakili komitmen karyawan yang mengikat secara hukum. Untuk itu, seringkali perusahaan menyertakan penolakan untuk menjelaskan pernyataan tentang kebijakan perusahaan, keuntungan, dan peraturan yang tidak termasuk menjadi syarat dan kondisi dari kontrak kerja yang baik yang tersurat maupun yang tersirat. Biasanya perusahaan juga tidak memasukkan pernyataan seperti ”tidak ada karyawan yang akan diberhentikan tanpa penyebab yang dibenarkan” atau ” pernyataan yang menyiratkan 15 atau yang menyatakan bahwa karyawan memiliki masa jabatan tertentu. Memang biasanya yang terbaik adalah menekankan hubungan pekerjaan dengan sesukanya.” Jangan meremehkan pentingnya orientasi. Tanpa informasi dasar tentang hal – hal seperti peraturan dan kebijakan, karyawan baru bisa melakukan kesalahan dalam waktu lama atau bahkan kesalahan yang berbahaya. Prestasi mereka dan prestasi perusahaan akan menurun. Selanjutnya, orientasi bukan hanya mengenai peraturan. Orientasi adalah cara agar orang baru merasa diterima, betah dan menjadi bagian dari kelompok, semua menjadi sama pentingnya bila anda menginginkan orang menjadi produktif. Di Saturn Corporation, orientasi adalah langkah 1 dalam proses sosialisasi untuk karyawan baru. Proses berkelanjutan dalam menanamkan sikap, standar nilai dan pola perilaku kepada karyawan seperti yang diharapkan perusahaan – perusahaan. Misalnya, di Saturn, orientasi adalah keadaan dimana karyawan baru pertama kali mengetahui nilai inti perusahaan dalam kerja kelompok dan kualitas dengan menerima kartu ”Saturn Values” (nilai Saturn), dan dengan memperhatikan presentasi rekan kerja. Menurut Dessler(2004,p216) Orientasi yang berhasil harus memenuhi empat hal utama : 1. karyawan baru harus merasa diterima dan nyaman. 2. orang itu harus memahami organisasi dalam makna luas (Masa lalu, Masa kini, budaya, dan visi masa ke depannya). 3. fakta kunci seperti kebijakan Rutinitas Harian dan prosedur Tema Pelatihan, yang jelas mengenai apa yang diharapkan dalam pekerjaan dan perilaku 4. orang itu harus mulai menjalankan proses Informasi Masa Percobaan untuk membiasakan diri dengan cara perusahaan bertindak dan melakukan banyak hal. Menurut Mathis(2006,p318) Orientasi adalah pengenalan terencana dari para karyawan terhadap pekerjaan, rekan-rekan kerja, organisasi ,dan ditawarkan oleh sebagian besar pemberi kerja. Pelatihan ini membutuhkan koperasi antara individu-individu dalam unit SDM dan manajer-manajer serta supervisor lainnya. Dalam organisasi kecil yang tidak 16 memiliki departemen SDM, biasanya supervisor dari karyawan tersebut atau manajer memikul sebagian besar tanggung jawab untuk melaksanakan orientasi. Dalam organisasi besar, Para manajer dan supervisor, beserta departemen SDM, biasanya bekerja sebagai sebuah tim untuk melakukan orientasi kepada para karyawan baru. 2.2.2. Tujuan Orientasi Orientasi yang efektif akan mencapai beberapa tujuan utama: - Membentuk kesan yang menguntungkan pada karyawan dari organisasi dan pekerjaan. - Menyampaikan informasi mengenai organisasi dan pekerjaan. - Meningkatkan penerimaan antarpribadi oleh rekan-rekan kerja. - Mempercepat sosialisasi dan integrasi karyawan baru ke dalam organisasi. - Memastikan bahwa kinerja dan produktivitas karyawan dimulai lebih cepat. Usaha-usaha orientasi yang efektif juga berkontribusi terhadap keberhasilan jangka pendek dan jangka panjang. Praktik SDM sebagai berikut mengandung saran-saran mengenai bagaimana membuat orientasi karyawan lebih efektif. Beberapa studi penelitian dan survei atas pemberi kerja melaporkan bahwa sosialisasi dari karyawan-karyawan baru dan komitmen awal mereka pada perusahaan secara positif dipengaruhi oleh orientasi. Sosialisasi ini meningkatkan kecocokan antara orang-organisasi, Yang juga menguatkan pandangan-pandangan positif terhadap pekerjaan, rekan kerja dan organisasi. Para pemberi kerja telah menemukan nilai lain dari orientasi bahwa tingkat retensi karyawan akan lebih tinggi jika karyawan-karyawan baru menerima orientasi yang efektif. Bentuk pelatihan ini juga berkontribusi pada kinerja organisasional secara keseluruhan ketika para karyawan lebih cepat merasa sebagai bagian dari organisasi dan dapat mulai berkontribusi dalam usahausaha kerja organisasional. 17 2.2.3. Jenis-jenis Orientasi Menurut Robbins(2004,p317) Ada dua jenis orientasi.Orientasi unit kerja mengakrabkan Karyawan itu dengan sasaran unit kerja tersebut, memperjelas bagaimana pekerjaannya menyumbang pada sasaran unit itu dan mencakup perkenalan dengan rekan-rekan kerja barunya. Orientasi Organisasi memberi tahu karyawan baru mengenai tujuan, riwayat, filosofi, prosedur dan peraturan organisasi tersebut. itu harus mencakup tunjangan kebijakan dan tunjangan Sumber Daya Manusia yang relevan seperti: jam kerja, prosedur penggajian, tuntutan lembur dan tunjangan tambahan. Selain itu, perjalanan keliling fasilitas kerja organisasi sering merupakan bagian dari orientasi organisasi tersebut. Banyak organisasi, terutama yang besar-besar, mempunyai program orientasi formal. Program semacam itu dapat mencakup perjalanan mengelilingi kantor atau pabrik, film yang menggambarkan riwayat organisasi itu dan diskusi singkat dengan wakil departemen Sumber Daya Manusia yang menggambarkan program tunjangan di organisasi itu. Organisasi lain menggunakan program orientasi yang lebih formal unit tersebut, yang memperkenalkan karyawan baru itu kepada rekan-rekan kerja langsungnya dan menunjukkan kepadanya tempat ruangan fotocopi. Para manajer mempunyai kewajiban mengintegrasikan karyawan baru ke dalam organisasi tersebut selancar dan sebebas mungkin dari kecemasan. Mereka perlu secara terbuka membahas pendapat karywan mengenai kewajiban timbal balik antara organisasi dan karyawannya. Membuat orang tersebut siap sedia segera menjalankan tugasnya merupakan kepentingan dari organisasi maupun karyawan baru itu. Orientasi yang berhasil, entah formal maupun informal, Menghasilkan peralihan dari orang luar ke orang dalam yang membuat karyawan baru tadi merasa kerasan dan teradaptasi dengan cukup baik, Sehingga menurunkan kemungkinan kinerja pekerjaan yang buruk dan mengurangi kemungkinan pengunduran diri mendadak karyawan baru itu hanya setelah satu atau dua minggu bekerja. 18 2.3 Hubungan Karyawan. 2.3.1 Pengertian Hubungan Karyawan Menurut Dessler(2005,p179) Hubungan karyawan merupakan perkembangan baru dalam dunia sistem kepegawaian, yaitu perkembangan dari sistem pengawasan manajemen yang sepihak, unilateral management control yang mendominasi kebijaksanaan– kebijaksanaan kepegawaian pada tahun 1950-an ke arah sistem pengawasan bersama, atau shared control, yang mendominasi manajemen sumber daya manusia dewasa ini. Persoalan yang dewasa ini dihadapi oleh manajemen adalah yang menyangkut bagaimana caranya agar tujuan – tujuan dari para pekerja diimbangi dan atau disinkronkan dengan kepentingan – kepentingan manajemen / manager, kepentingan organisasi dan publik. Proses sanksi menunjukkan pengawasan yang autoritatif, oleh kelompok–kelompok kepentingan di dalam dan di luar organisasi, mengenai hubungan antara para pekerja dan manajer. Kelompok – kelompok itu bisa meliputi para pekerja yang terorganisasi, kelompok – kelompok kepentingan atau pejabat–pejabat politisi. Keselamatan dan kesejahteraan pegawai, keduanya merupakan kegiatan pengembangan, karena memeperbaiki produktivitas pegawai, dan kegiatan sanksi–sanksi karena mencerminkan pertemuan aktifitas lembaga di luar dengan kebijaksanaan–kebijaksanaan dan praktek–praktek instansi. Beberapa kegiatan kepegawaian yang juga melibatkan sanksi–sanksi adalah tawaran / persetujuan bersama, keluhan–keluhan dan tindakan–tindakan disiplin, dan hak–hak konstitusional dari para pegawai. Tidak ada bidang manajemen kepegawaian yang mencerminkan perubahan yang begitu dramatis perubahannya dalam pengendalian disiplin seperti yang terjadi pada evolusi labor management relations (hubungan pekerja–manajemen). Perubahan terjadi dari pengendalian manajemen yang sifatnya sepihak (unilateral control) mengenai kebijaksanaan kepegawaian pada tahun 1950-an ke arah pengendalian bersama (shared control) oleh manajemen, serikat-serikat, dan lembaga legislatif dewasa ini. Pada tahun 1960-an, ketika 19 kebanyakan asosiasi pekerja dan serikat – serikat belum begitu berkembang, orang bertanya ”Haruskah para pegwai negeri berhak untuk bergabung dengan serikat–serikat dan bargain/tawar menawar secara bersama ?”. pada tahun 1970-an mereka bertanya ”Haruskah para pegawai negeri berhak untuk mogok?”. Dewasa ini persoalannya mungkin akan menjadi lain lagi sehingga mogok tidak diperlukan lagi?”. Perubahan dalam sikap mencerminkan bagaimana hukum, kekuasaan, dan praktek – praktek hubungan kerja, telah berkembang akhir-akhir ini. Persis seperti affirmative action yang menunjukkan tanggapan dari para administrator terhadap tuntutan–tuntutan keadilan sosial oleh kelompok–kelompok yang tidak beruntung, demikian pula collective bargaining menunjukkan tanggapan dari para administrator terhadap tuntutan–tuntutan para pekerja bagi pengawasan yang lebih besar terhadap upah, tunjangan, dan kondisi kerja. Proses sanksi diatur untuk melindungi nilai dasar dari hak–hak pegawai. Hal ini menempatkan proses sanksi berkonflik secara hebat dengan kegiatan–kegiatan pegawai yang mendukung tiga nilai lainnya yang ditekankan dalam manajemen kepegawaian publik : keadilan sosial, daya tanggap politik, dan efisiensi. Diharapkan bahwa collective bargaining akan berusaha meniadakan atau ”menangkap” kegiatan–kegiatan kepegawaian yang diatur oleh nilai–nilai yang menentang itu. Collective bargaining konflik dengan affirmative action di dalam serikat–serikat yang menentang usaha–usaha untuk menggantikan sistem senioritas dengan kuota promosi minoritas atau affirmative action yang sifatnya sukarela. Hal ini karena serikat–serikat umumnya menganggap affirmative action bertentangan dengan hak–hak anggota. Serikat– serikat menentang usaha–usaha politik untuk menggantikan kedudukan–kedudukan dari kedudukan yang sudah diklasifikasikan atau unit penawaran karena hak itu mengurangi kekuatan serikat dan hak–hak anggota serikat. Terakhir,serikat–serikat mungkin menentang usaha–usaha manajer untuk mempersingkat aturan–aturan kerja, seperti aturan–aturan yang 20 melarang para pekerja untuk bekerja di luar klasifikasi kerjanya, dengan alasan–alasan bahwa aturan–aturan itu mencegah penyalahgunaan manajer terhadap para pegawai. Menurut Dessler(2005,p198) Hubungan karyawan–manajemen dalam sektor publik dan sektor swasta sebenarnya tidak menunjukkan perbedaan yang menyolok. Praktek hubungan pekerja–manajemen dalam sektor publik dan sektor swasta mirip, akan tetapi kerangka hukum yang mendasarinya masing–masing sangat berbeda satu sama lain. Hubungan pekerja manajemen dalam sektor publik secara ketat diatur dengan perangkat peraturan perundang–undangan. Menurut Mathis(2006,p135) Kumpulan faktor yang diketahui memengaruhi retensi karyawan didasarkan pada hubungan yang dimiliki para karyawan dalam organisasi. Bidangbidang seperti kelayakan dari kebijakan SDM, Keadilan dari tindakan disipliner dan cara yang digunakan untuk memutuskan pemberian kerja dan peluang kerja, Semuanya memengaruhi retensi karyawan. Apabila individu merasa bahwa kebijakan itu terlalu kaku atau diterapkan secara tidak konsisten, Mereka mungkin cenderung mencari pekerjaan yang ditawarkan oleh pemberi kerja yang lain. Perbedaan demografi tempat kerja AS yang semakin besar membuat perlakuan yang tidak diskriminatif dari semua karyawan, tanpa menghiraukan jenis kelamin, usia, dan faktor – faktor lain menjadi sangat penting. Komitmen organisasional dan kepuasan kerja dari individu yang berbeda secara kesukuan dipengaruhi oleh perlakuan diskriminatif yang diterima. Beberapa perusahaan telah mengetahui bahwa manajemen proaktif dari berbagai persoalan menghasilkan retensi individu dari semua latar belakang yang lebih baik. Menurut Mathis(2006,p135) Persoalan lain yang memengaruhi retensi karyawan adalah Komunikasi,Lingkungan Kerja dan Hubungan Kerja. Banyak individu membangun hubungan yang akrab dengan rekan kerja. Dalam survei terhadap individu dengan berbagai usia dan yang bekerja di berbagai industri, faktor yang disebutkan dengan sangat positif tentang bekerja adalah hubungan dengan para rekan kerja. Yang dipasangkan dengan 21 hubungan rekan kerja adalah hubungan supervisor dan manajemen yang mendukung. Seorang supervisor membangun hubungan positif dan membantu retensi karyawan dengan berlaku adil dan tidak diskriminatif, yang memungkinkan adanya fleksibilitas kerja dan keseimbangan kerja / kehidupan, memberi karyawan umpan balik yang mengakui usaha dan kinerja karyawan, dan mendukung perencanaan dan pengembangan karier untuk para karyawan. Menurut Mathis(2006,p136) Faktor-Faktor yang mempengaruhi Hubungan Karyawan: -Komunikasi -Lingkungan Kerja -Hubungan Kerja 2.4 Pengembangan karier. 2.4.1 Pengertian Pengembangan Karier. Menurut Rivai(2004,p290) Pengembangan karier adalah Proses peningkatan kerja individu yang dicapai dalam rangka mencapai karier yang diinginkan. Tujuan dari seluruh program pengembangan karier adalah untuk menyesuaikan antara kebutuhan dan tujuan karyawan dengan kesempatan karier yang tersedia di perusahaan saat ini dan di masa mendatang. Karena itu, usaha pembentukan sistem pengembangan karier yang dirancang secara baik akan dapat membantu karyawan dalam menentukan kebutuhan karier mereka sendiri dan menyesuaikan antara kebutuhan karyawan dengan tujuan perusahaan. Komitmen dalam program pengembangan karier dapat menunda keusangan dari SDM yang memberatkan perusahaan. Walaupun perencanaan karier penting dalam fase sebuah karier, namun terdapat 3 poin dalam perjalanan karier yang juga cukup krusial. Pertama, pada saat karyawan mulai dikontrak. Pengalaman kerja di awal-awal pekerjaan memiliki pengaruh yang penting dalam membentuk karier mereka. Kedua, Pertengahan karier, yaitu kondisi di mana karyawan sudah mulai menghadapi tekanan dan tanggung jawab pekerjaan yang berbeda pada saat yang bersangkutan mulai dikontrak. Namun, pada pertengahan karier ini, 22 karyawan berada pada turning point ,yaitu posisi dimana kemandekan karier menjadi perhatian yang serius. Ketiga, masa prapensiun, Pekerja menghadapi ketidakpastian akibat kondisi ekonomi, sosial dan hubungan antarpersonal. Menurut Robbins(2004,p322) Banyak orang menganggap bahwa career sama dengan kemajuan (advanced) dalam suatu organisasi. Pandangan yang lebih luas mendefinisikan career sebagai urutan dari kegiatan–kegiatan dan perilaku–perilaku yang terkait dengan kerja dan sikap, nilai dan aspirasi – aspirasi yang terkait sepanjang masa hidup seseorang. Karir mengandung dua fokus utama, yaitu 1. fokus internal yang menunjuk kepada cara seseorang memandang karirnya. 2. fokus eksternal yang menunjuk kepada rangkaian kedudukan yang secara aktual diduduki oleh seorang pekerja. Untuk memahami pengembangan karir dalam suatu oraganisasi dibutuhkan pengujian atas dua proses utama, yakni : 1. career planning. Bagaimana orang merencanakan dan mewujudkan tujuan – tujuan karirnya sendiri. Ini merupakan suatu usaha yang sengaja dilakukan oleh seseorang untuk menjadi lebih sadar dan tahu akan ketrampilannya sendiri, kepentingan, nilai, peluang, hambatan, pilihan dan akibat–akibatnya. Proses ini mencakup upaya pengidentifikasian sasaran atau tujuan yang terkait dengan karir dan penetapan rencana guna mewujudkan tujuan tersebut. 2. career management. Proses ini menunjuk kepada bagaimana oragnisasi mendesain dan melaksanakan program pengembangan kariernya. Proses ini lebih merupakan usaha formal, terorganisir, dan terencana untuk mencapai keseimbangan antara keinginan karir individu dengan persyaratan tenaga kerja organisasi. Jadi lebih merupakan suatu 23 mekanisme untuk mewujudkan kebutuhan sumber daya manusia masa kini dan masa yang akan datang. Menurut Robbins(2004,p324) Proses pengembangan karir : 1. pengembangan karir organisasi adalah outcomes yang berasal dari interaksi antara karir individu dengan proses manajemen karir institusi (organisasi). 2. career planning adalah suatu proses yang berlangsung secara sadar agar • menjadi tahu akan diri, peluang–peluang, hambatan–hambatan, pilihan– pilihan dan akibat–akibat, • untuk mengidentifikasikan tujuan – tujuan yang berkaitan dengan karir • pemograman kerja, pendidikan dan pengalaman–pengalaman, pengembangan– pengembangan yang terkait untuk memberikan arah, waktu dan urutan dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan – tujuan karir. 3. career management adalah suatu proses yang sedang berlangsung mulai dari penyiapan, pengimplementasian dan memonitoring rencana–rencana karir yang dilaksanakan oleh individu atau bersama–sama dengan sistem karir organisasi. 2.4.2 Program Pengembangan Karier Menurut Rivai(2004,p299) Program pengembangan karier telah menjadi aktivitas yang penting dalam bisnis dan industri. Pengembangan karier sekarang diakui sebagai strategi dari departemen SDM. Selain pelatihan, Pengembangan administrasi dan konsultasi organisasi. Tujuan mendasar dari program ini adalah untuk membantu karyawan menganalisis kemampuan dan minat dalam penyesuaian antara kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang dengan kebutuhan perusahaan. Pengembangan karier juga merupakan hal yang krusial di mana manajemen dapat meningkatkan produktivitas, meningkatkan sikap karyawan terhadap pekerjaannya dan membangun kepuasaan kerja yang lebih tinggi. 24 Hubungan antara pengembangan karier dan perencanaan SDM adalah cukup jelas. Pengembangan karier menyediakan bakat dan kemampuan, Sementara perencanaan SDM memproyeksikan kebutuhan perusahaan terhadap bakat dan kemampuan. Walapun perusahaan telah membuat suatu program pengembangan karier dan perencanaan SDM, namun perusahaan menemui kesulitan untuk mengintegrasikan keduanya. Alasan pertama, Kesulitan tersebut karena kedua program tersebut dikerjakan oleh ahli-ahli yang berbeda. Pengembangan karier dikerjakan oleh psikilog, Sementara perencanaan SDM dikerjakan oleh ahli-ahli ekonomi dan sistem analis. Ahli-ahli yang memiliki disiplin ilmu yang berbeda ini biasanya memiliki kesulitan dalam berkomunikasi karena latar belakang pendidikan dan pengalaman mereka menjadikan suatu barrier atau halangan untuk berkomunikasi secara efektif. Alasan kedua, berkaitan dengan struktur organisasi perusahaan. Pengembangan karier umumnya merupakan fungsi dari departemen SDM, Sementara perencanaan SDM merupakan fungsi dari perencanaan staf. Kedua aktivitas tersebut dijalankan oleh unit organisasi/departemen yang berbeda. 2.4.3 Perencanaan Karier Menurut Rivai(2004,p284) Kebutuhan dan kesempatan karyawan dan perusahaan disesuaikan dengan berbagai Cara. Pendekatan yang paling sering digunakan adalah konseling karier oleh karyawan dengan penyelia. Pendekatan ini umumnya lebih kepada pendekatan informal. Sedangkan pendekatan formal jarang digunakan seperti: Workshop,seminar dan pusat-pusat pengembangan diri. Konseling karier yang dilakukan oleh penyelia umumnya termasuk pula evaluasi kinerja. Karekteristik dari evaluasi kinerja adalah untuk memberikan informasi bagi pekerja tidak hanya seberapa baik mereka telah melakukan pekerjaan, Tetapi potensi apa yang dapat mereka capai di masa mendatang. Sedangkan dalam pendekatan formal, Perusahaan dapat melakukan berbagai kegiatan untuk memfasilitasi perencanaan karier karyawan. Salah 25 satu yang paling tua dan paling sering digunakan adalah dengan program pemberian bantuan dana pendidikan. Karyawan dapat memperoleh manfaat dari mengikuti program yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan. Pelaksanaan perencanaan karier di suatu perusahaan meliputi kesesuaian antara keinginan karier karyawan dengan kesempatan yang tersedia di dalam perusahaan. Pola karier adalah bagian yang berkesinambungan dari pekerjaan khusus yang terkait dengan kesempatan tersebut. Menurut Rivai(2004,p284) Faktor-Faktor yang mempengaruhi pengembangan karier yaitu: - Pelatihan - Promosi Jabatan - Perekrutan. Kerangka Pemikiran Orientasi (X1) -Tema Pelatihan -Rutinitas Harian -Informasi Masa Percobaan Pengembangan Karir (Y) -Pelatihan -Promosi Jabatan -Perekrutan Hubungan karyawan (X2) -Komunikasi -Lingkungan Kerja -Hubungan Kerja Gambar 2.1 kerangka pemikiran 26 2.5 Hipotesis 1. Orientasi berpengaruh terhadap Pengembangan Karier karyawan PT.Hexpharm Jaya. 2.Hubungan karyawan berpengaruh terhadap Pengembangan Karier karyawan PT.Hexpharm Jaya. 3.Orientasi dan Hubungan Karyawan berpengaruh terhadap Pengembangan karier karyawan PT. Hexpharm Jaya.