BAB I PENGERTLAN FILSAFAT A. Arti Kata “Filsafat” 1. Arti Secara

advertisement
BAB I
PENGERTLAN FILSAFAT
A. Arti Kata “Filsafat”
1. Arti Secara Etimologi.
Cara yang mudah untuk mengetahui arti dan suatu pengertian atau kata
adalah dan segi etimologi yaitu membahas istilah itu dari segi asal-usulnya.
Istilah Indonesia “filsafat” mempunyai padanan kata "falsafah” atau “filsafah”
(Arab), philosophy (Inggris), philosophie (Belanda, Jerman, Perancis). Semua
istilah itu bersumber dan kata Yunani philosophia. Kata philosophia (kata
benda) sebagai hasil dan philosophein (kata kerja) yang dilakukan oleh
philosophos (filsuf).
Istilah Yunani philosophia berasal dan dua kata philein = mencintai (to
love) atau philos = teman (friend) dan sophos = bijaksana (wise) atau sophia =
kebijaksanaan (wisdom). Kalau istilah filsafat dimaksudkan sebagai gabungan
dan kata philein dan sophos, maka dapat diartikan “mencintai sifat bijaksana”,
namun apabila filsafat dimaksudkan sebagai gabungan dari kata philos dan
sophia maka dapat diartikan “teman kebijaksanaan”. Kesimpulan yang dapat
diperoleh adalah bahwa para filsuf hanyalah sebagai manusia yang mencintai
kebijaksanaan atau teman kebijaksanaan. Menurut sejarah filsafat Yunani
Kuno, Pythagoras (580-50 SM) adalah orang yang pertama kali memakai kata
philosophia. Ketika ditanya apakah ia orang yang bijaksana, Pythagoras
dengan rendah hati menyebut dirinya sebagai philosophos, yaitu pencinta
kebijaksanaan (lover of wisdom).
Banyak sumber menyatakan bahwa sophia mengandung arti yang lebih
luas daripada kebijaksanaan. Artinya ada berbagai macam yaitu : kerajinan,
kebenaran
pertama,
pengetahuan
yang
luas,
kebajikan
intelektual,
pertimbangan yang sehat dan bahkan dapat diartikan sebagai “kecerdikan
dalam memutuskan hal-hal yang praktis”. Dengan demikian, filsafat asal
mulanya merupakan kata yang sangat umum, yaitu sebagai usaha mencari
keutamaan mental (pursuit of mental excellence).
2. Beberapa Pengertian tentang Filsafat.
Setiap filsuf maupun ahli filsafat mendefinisikan filsafat dari titik tolak,
sudut
pandangan
yang
berbeda
sesuai
dengan
latar
belakang
dan
kepentingannya masing-masing. Dengan perbedaan latar belakang ini mereka
merumuskan apa itu filsafat secara berlainan. Setiap sudut pandangan yang
digunakan para filsuf tidaklah bertentangan satu sama lain melainkan saling
melengkapi.
a. Filsafat Sebagai Suatu Sikap.
Filsafat adalah sikap terhadap kehidupan dan alam. Bila seseorang
dalam keadaan krisis atau menghadapai problim yang berat, kepadanya
dapat diajukan pentanyaan “Bagaimana Anda menanggapi keadaan
semacam itu?” atau “Bagaimana keadaan itu berpengaruh terhadap Anda?“
Bentuk-bentuk pentanyaan yang diajukan itu dapat dijawab: Ia menanggapi
keadaan itu secara kefilsafatan. Ini berarti problim-problim itu ditinjau secara
luas, tenang dan reflektif (pemikiran secara hati-hati dan mendalam).
Dengan sikap yang demikian itu ia memiliki kepribadian yang seimbang,
dapat mengendalikan diri dan tidak emosional. Bersikap dewasa secara
kefilsafatan adalah sikap menyelidiki secara kritis, terbuka, toleran dan
terbiasa meninjau problim dari berbagai sudut pandangan.
b. Filsafat Sebagai Metode Berpikir Reflektif dan Penyelidikan yang
Beralasan.
Metode yang dikemukakan itu tidaklah metode yang khas digunakan
filsafat, ini adalah metode berpikir yang hati-hati dan teliti. Dibanding
dengan ilmu-ilmu lainnya, filsafat lebih merangkum secara menyeluruh
(inclusive) atau meninjau secara keseluruhan (synoptic). Metode filsafat
adalah reflektif dan kritis. Metode kefilsafatan dilakukan dengan memikirkan
sesuatu problim dan menghadapi semua kenyataan yang ada. Banyaknya
pengetahuan tidaklah dengan sendirinya menimbulkan pemahaman, karena
pengetahuan itu tidak mengajarkan kepada manusia untuk mengadakan
penilaian secara kritis atas fakta-fakta.
Ada berbagai macam metode filsafat. Para filsuf berbeda dalam
penekanan dan pemilihan sesuatu metode, Sokrates rnenggunakan apa
yang disebut the socratic method of analysis dengan cara bertanya dan
mengurai menjadi bagian-bagian sehingga hakikat persoalan dapat
diperoleh. Plato, Aristotle dan para filsuf Abad Tengah menggunakan
metode sintetik dengan menunjukkan hubungan sebab-akibat (causality)
antara pikiran dengan yang ada. Rene Descartes memperkenalkan metode
keraguan (kesangsian) atau method of doubt dalam filsafat. Immanuel Kant
menggunakan metode kritik yang meliputi suatu analisis tentang syarat-
syarat dan batas-batas pengetahuan. George Wilhelm Friedrich Hegel
menerapkan metode dialektis dalam seluruh filsafatnya yang berlangsung
dengan tesis, antitesis dan sintesis. Henri Bergson menggunakan metode
intuitif (intuitive method). Edmund Husserl menggunakan metode deskripsi
fenomenologi, William James menggunakan metode pragmatik. Bertrand
Russell menggunakan metode atomisme logis (method of logical atomism)
dan Gilbert Ryle menggunakan metode analisis kefilsafatan (method of
philosophical analysis).
c. Filsafat Sebagai Kelompok Masalah
Banyak sekali masalah abadi (issue) yang dihadapi manusia dan
para filsuf berusaha untuk menjawabnya. Masalah filsafat adalah masalah
yang fundamental yang berbeda dengan masalah sehari-hari. Beberapa
pertanyaan yang diajukan pada masa lampau dijawab dengan memuaskan.
Misalnya pertanyaan tentang adanya ide-ide bawaan (innate ideas) telah
dijawab oleh John Locke pada abad ke-17. Namun masih banyak
pertanyaan lainnya yang dijawab sementara. Di samping itu juga masih
banyak problim yang jawabannya masih merupakan pertikaian dan ada
problim yang belum terjawab.
Pertanyaan-pertanyaan kefilsafatan berbeda dengan pertanyaan
yang bukan filsafàt misalnya pertanyaan tentang kehidupan sehari-hari.
Berapa gaji yang Anda peroleh pada bulan Januari? Berapa Indeks Prestasi
yang Anda peroleh pada semester VI? Berapa jauhnya dari Jakarta ke
Jayapura? Berapa banyak suku bangsa yang ada di Indonesia? Apakah
Anda mengetahui siapa yang mengambil uang saya? Siapa nama
mahasiswa yang baru pindah dari Surabaya? Pentanyaan-pertanyaan yang
bukan-filsafat menyangkut hal-hal tertentu, bersifat kuantitatif (dapat diukur,
dihitung dan ditimbang) dan ada kecenderungan jawabannya dapat
diberiikan pada waktu itu juga.
Pertanyaan kefilsafatan mempunyai sifat umum. Apakah kebenaran
itu? Apa perbedaan antara benar dan salah ? Tentang kehidupan dapat
dipertanyakan : Apakah hidup itu? Mengapa manusia ada di dunia? Apa
makna dan berbagai macam kehidupan itu, baik kehidupan saya sendiri
maupun kehidupan pada umumnya? Dimana tempat kehidupan dalam alam
semesta yang begitu luas? Apakah segala sesuatu terjadi secara kebetulan
ataukah merupakan peristiwa yang sudah pasti. Apakah dalam setiap hal itu
terdapat suatu rencana atau sudah ada tujuan yang sebelumnya ditetapkan.
d. Filsafat Sebagai Sekelompok Teori atau Sistem Pemikiran.
Teori-teori atau sistem-sistem pemikiran sebagai jawaban atas
pertanyaan-pertnyaan
kefilsafatan.
Apakah
nilai-nilai
kehidupan
itu?
Bagaimanakah nilai-nilai tersebut dapat diperoleh? Apakah ada perbedaan
yang fundamental antara benar dan salah, ataukah hal itu hanya problim
pendapat masing-masing onang? Apakah keindahan itu? Apakah mungkin
ada “kehidupan” sesudah kematian? Dan manakah pengetahuan itu
diperoleh? Dan bagaimana dapat dijamin bahwa pengetahuan yang
diterima manusia itu benar?
Semua pertanyaan yang diajukan di atas adalah pertanyaan
kefilsafatan. Usaha untuk mencari jawaban terhadap pertanyaan itu
memunculkan teori-teori atau sistem-sistem pemikiran sepert idealisme,
realisme, materialisme, empirisme, nasionalisme, kritisisme, pragmatisme
empinisme logis, teori kritis, humanisme, strukturalisme, eksistensialisme,
fenomenologi. Filsafat juga berarti berbagai teori dan sistem pemikiran yang
dikembangkan oleh para filsif seperti Socrates (469-399 SM), Plato (427347 SM), Aristotle (384-322 SM), Thomas Aquinas (1225-1274), Descartes
(1596-1650), Spinoza (1632-1677), John Locke (1632-1704), George
Berkeley (1685-1753), lmmanuel Kant (1724-1804), William James (18421910). Tanpa tokoh-tokoh ini dan hasil pemikirannya filsafat tidak akan
dapat seperti sekarang ini, Seseorang mungkin fidak disadari dipengaruhi
oleh ide-ide filsafat yang diterima melalui tradisi yang berlaku dalam
masyarakat.
e. Filsafat Sebagai Analisis Logis Tentang Bahasa dan Penjelasan Makna
dan Kata-Kata dan Pengertian-Pengertian.
Hampir
semua
filsuf
menggunakan
metode
analisis
untuk
menjelaskan arti istilah-istilah dari pemakaian bahasa. Beberapa filsuf
mengatakan bahwa analisis tentang arti bahasa merupakan satu-saunya
fungsi yang sesungguhnya dari filsafat. Para tokoh filsafat analitis
berpendirian bahwa tujuan filsafat adalah menyingkirkan kekaburankekaburan dengan cara menjelaskan arti istilah yang digunakan dalam ilmu
pengetahuan dan kehidupan sehari-hari.
Menganalisis adalah menetapkan arti secara tepat dan memahami
saling hubungan di antara arti-arti tersebut. Misalnya kata “ada” apabila
dianalisis ternyata dapat mengandung beberapa arti. Apakah “ada”nya
Tuhan sama dengan “ada”nya manusia? Kalau dikatakan bahwa “meja itu
ada” apakah “ada”nya itu sama dengan “adanya manusia”. Dengan
demikian kata “ada” dapat berarti “ada dalam ruang dan waktu”, “ada dalam
pikiran”, “pernah ada”, ataukah “mungkin ada”.
Dalam kaitannya dengan ilmu, filsafat menganalisis arti-arti dan
menentukan hubungan di antara konsep-konsep dasar, asumsi-asumsi
yang digunakan ilmu. Misalnya dalam ilmu kimia, konsep dasamya adalah
zat (substance), geometri bertalian dengan konsep dasar ruang (space),
mekanika dengan konsep dasar gerak (motion). Para ahli ilmu khusus dan
ahli filsafat berbeda dalam menghadapi konsep-konsep dasar. Seorang ahli
kimia dapat menjelaskan unsur-unsur penggabungan dan hubungan di
antara unsur yang telah digabungkan. Dalam hal ini ilmu khusus
membicarakan konsep dasarnya sendiri sejauh hal itu bertalian dengan
tujuan-tujuan khusus. Seorang ahli filsafat ilmu di samping menganalisis
konsep-konsep dasar tersebut juga mengaitkan dengan konsep-konsep
dasar yang berlaku dalam ilmu lain.
f.
Filsafat
Sebagai
Usaha
untuk
Memperoleh
Pandangan
Secara
Menyeluruh.
Filsafat berusaha untuk menggabungkan kesimpulan-kesimpulan
dan berbagai ilmu dan pengalaman-pengalaman manusia menjadi suatu
pandangan dunia yang konsisten. Para filsuf berhasrat meninjau kehidupan
yang berbeda dengan pandangan sebagaimana dilakukan oleh ilmuwan,
usahawan atau seniman. Para filsuf atau ahli filsafat menggunakan
pandangan yang menyeluruh atas kehidupan sebagai suatu totalitas.
Menurut para ahli filsafat spekulatif (yang dibedakan dengan fisafat
kritis) dengan tokohnya C.D. Broad, tujuan filsafat adalah mengambil oper
hasil-hasil pengalaman manusia dalam bidang keagamaan dan etika,
kemudian
hasil-hasil
tersebut
direnungkan
(direfleksikan)
secara
menyeluruh. Dengan cara semacam ini diharapkan mampu memperoleh
beberapa kesimpulan umum tentang sifat dasar (nature) alam semesta,
kedudukan manusia di dalamnya serta pandangan-pandangannya ke
depan.
Usaha kefilsafatan sebagaimana dikemukakan di atas sebagai
reaksi terhadap masa lampau dimana filsafat hanya terarah pada analisis,
pengkhususan. Suatu usaha yang hanya mementingkan sebagian dari
pengetahuan, yang kesemuanya itu hanyalah menitikberatkan pada
sebagian kecil dari pengalaman manusia. Para filsuf seperti Plato, Aristotle,
Thomas Aquinas, Hegel, Bergson, Dewey dan Whitehead, termasuk filsuf
yang berusaha untuk memperoleh pandangan tentang hal-hal secara
komprehensif(menyeluruh).
B. Timbulnya Filsafat.
Manusia adalah mahluk yang dapat kagum atau heran atau takjub terhadap
hal yang dijumpainya. Ia heran terhadap lingkungan hidupnya bahkan dapat heran
terhadap dirinya sendiri. Manusia dapat mengajukan pertanyaan terhadap hal-hal
yang tidak diketahuinya dan dapat menyangsikan sesuatu yang belum jelas
kedudukannya.
Kekaguman atau keheranan (wonder) manusia akan diikuti dengan
mengajukan pertanyaan. Pertanyaan yang bercorak kefilsafatan berusaha untuk
memperoleh pengetahuan hakikat atau essensi yang ditanyakan. Banyak filsuf
menunjukkan rasa heran (bahasa Yunani thaumasia) sebagai asal filsafat. Menurut
Aristoteles, filsafat mulai dengan suatu rasa kagum. Kekaguman itu timbul dari
suatu aporia, yaitu suatu kesulitan karena adanya perbincangan-perbincangan
yang saling bertentangan. Istilah Yunani aporia berarti “problim”, “pertanyaan”, atau
“tanpa jalan keluar”. Filsafat mulai ketika manusia kagum terhadap dunia dan
berusaha untuk menerangkan gejala-gejalanya agar terhindar dari ketidaktahuan.
Pada tahap awal kekaguman manusia terarah pada hal-hal yang bertalian dengan
dunia atau hal di luar dirinya.
Filsafat dapat dikatakan sebagai “ilmu” yang pertama. Sehingga dikatakan
filsafat sebagai ibunya ilmu (mater scientiarum). Pada waktu itu filsafat identik
dengan ilmu atau ilmu menjadi bagian dare filsafat. Pada tahap awal yang muncul
adalah para filsuf alamiah. Mereka merenungkan tentang alam, sehingga cabang
filsafat yang muncul pertama kali adalah filsafat alam (cosmology). Misalnya Thales
(abad ke-6 SM) mendapat gelar sebagai “filsuf pertama”, Anaximander (abad ke-6
SM), dan Anaximenes (abad ke-6 SM). Para filsuf awal itu tertarik pada perubahanperubahan dalam alam atau dunia. Mereka mencari suatu prinsip yang tetap di
belakang perubahan yang terjadi secara terus menerus. Pertanyaan tentang
“apakah asas pertama itu?”, Thales menjawab air, Anaximander menjawab to
apeiron (sesuatu yang tidak terbatas), Anaximenes menjawab udara. Mereka
berfilsafat hanya sekedar untuk memperoleh pengetahuan tanpa bermaksud
mempraktekkannya. Selanjutnya manusia juga takjub, kagum dan heran terhadap
dirinya sendiri. Diajukan pertanyaan: apa dan siapa saya (manusia) itu? Darimana
asal manusia? Kemana pada akhirnya hidup itu? Socrates dinyatakan sebagai
filsuf yang memindahkan filsafat dari langit ke bumi. Artinya sasaran yang diselidiki
bukan lagi alam melainkan manusia. Ucapan Socrates yang terkenal adalah “gnothi
se auton” yang berarti “kenalilah dirimu sendiri”. Ucapan ini merupakan sebuah
perintah yang ditemukan tertulis pada kuil di Yunani di Delphi yang menjadi dasar
filsafat Socrates tentang analisis-diri dan realisasi-diri untuk sampai pada
pengetahuan dan tingkah laku yang lebih baik.
Di samping kekaguman atau keheranan timbulnya filsafat juga karena
manusia merasa sangsi, ragu atau skeptis. Agustinus, Rene Descartes
menyatakan bahwa kesangsian sebagai sumber utama pemikirannya. Di Yunani,
sebelum munculnya filsaffit yang dominan pada waktu itu adalah dongeng-dongeng
dan mitos-mitos. Semua pertanyaan tentang gejala-gejala alam sudah ada
jawabannya yang berupa dongeng-dongeng atau mitos-mitos. Akan tetapi
penjelasan yang dikemukakan itu tidak dapat dibuktikan dan tidak masuk akal
(irrasiona1). Dengan demikian para filsuf pada awal pemunculannya adalah
mereka yang meragukan kebenaran yang termuat dalam cerita-cerita mitos dan
mulai berspekulasi dengan menggunakan akalnya. Ketika manusia mulai
menggunakan akalnya untuk berpikir maka pada waktu itulah kegiatan filsafat
dimulai. Mereka mulai berspekulasi tentang asal mula dunia yang mentakjubkan
itu. Kesangsian para filsuf terhadap mitos itu misalnya bersangkutan dengan
terjadinya gejala alam yang berupa pelangi. Menurut dongeng, dikatakan bahwa
pelangi adalah tangga bidadari. Penjelasan semacam itu diragukan oleh filsuf
Xenophanes dan dikatakan bahwa pelangi adalah awan. Demikian pula dengan
menggunakan daya pikirnya filsuf Anaxagoras menyatakan bahwa pelangi adalah
pemantulan matahari pada awan. Dengan demikian pendapat kedua filsuf itu
merupakan penolakannya atas penjelasan oleh mitos yang tidak masuk akal.
Dengan menggunakan akalnya mereka menghasilkan pemikiran yang dapat
dibuktikan dan diteliti kebenarannya oleh pihak lain.
C. Beberapa Corak Konsepsi Filsafat
Penggunaan kata “filsafat” dapat berarti sebagai suatu kegiatan (activity)
dan akal manusia atau dapat juga berarti sebagai suatu hasil (achievement) dan
kegiatan tersebut. Dengan demikian filsafat dapat dideskripsikan baik sebagai
usaha untuk memperoleh pengetahuan atau pengetahuan itu sendiri.
Banyak konsepsi yang berusaha menjawab pertanyaan “apakah filsafat
itu?” baik yang dikemukakan oleh para filsuf maupun yang bukan filsuf Dan
berbagai corak konsepsi itu semuanya dapat dikelompokkan menjadi tiga corak
yaitu:
(1) Konsepsi yang bercorak tradisional atau metafisis
(2) Konsepsi yang bercorak kritis atau ilmiah
(3) Konsepsi yang bercorak impressonis.
Konsepsi yang bercorak tradisional atau metafisis beranggapan bahwa
terdapat pengetahuan hakikat (inti) yang dapat diperoleh dengan menggunakan
akal. Semua pengetahuan lainnya kalau pengetahuan itu dapat dipahami haruslah
ditinjau dalam hubungannya dengan pengetahuan hakikat itu. Bertalian dengan
corak konsepsi filsafat yang demikian itu dapat diajukan beberapa pertanyaan.
(a) Apakah yang dinamakan pengetahuan inti (hakikat) itu?
(b) Apakah ada kesepakatan tentang sifat dasar (nature) dan pengetahuan inti?
(c) Kalau sudah berabad-abad tidak dapat diperoleh kesepakatan tentang sifat
dasan pengetahuan inti, apakah ada alasan untuk menganggap bahwa sifat
dasar pengetahuan inti itu memang ada?
(d) Bagaimana halnya dengan ilmu-ilmu lain yang tujuannya bukan untuk
memperoleh pengetahuan inti, namun dengan caranya sendiri mampu
memperoleh pengetahuan yang dapat diuji hasil-hasilnya?
Konsepsi filsafat yang bercorak kritis, ilmiah atau positif bertitik tolak dan
fakta-fakta sebagai hasil dan penemuan ilmu. Menurut konsepsi ini bidang filsafat
termasuk bidang ilmu atau bagian dan ilmu. Dengan kata lain, bidang pengetahuan
yang sesungguhnya adalah bidang ilmu-ilmu. Oleh karena itu nama filsafat
seharusnya dikenakan bagi ilmu inti yang tujuannya adalah menghubungkan ilmuilmu khusus dan menetapkan implikasi-implikasinya. Bertalian dengan konsepsi
filsafat yang semacam ini dapat diajukan sejum1ah pertanyaan.
(a) Apakah benar tidak ada pengetahuan yang di luar ilmu-ilmu?
(b) Apakah satu-satunya kepercayaan atau pengetahuan yang kita anggap benar
merupakan kepastian atau mungkin sekali merupakan pengetahuan yang
dijamin oleh ilmu.
Konsepsi
flisafat
yang
bercorak
impressionis
menunjukkan
kurang
kesatuannya bila dibandingkan dengan dua corak yang sebelumnya. Konsepsinya
tidak dirumuskan dan tidak memiliki asas-asas yang pasti. Konsepsinya sendiri
agak
menunjukkan
kesan
perasaan
belaka
sehingga
menganggap
ada
pengetahuan atau pendapat-pendapat yang terletak di luar batas ilmu-ilmu, yaitu
pengetahuan yang tidak dicapai melalui penalaran ilmiah. Kalau ditanyakan
asumsi-asumsi apa yang ada di balik kesan perasaan, maka hal ini dapat
dikembalikan pada pertanyaan yang dapat diajukan.
(a) Kalau ada metode penalaran yang tidak seperti metode yang digunakan ilmuilmu, maka metode apakah itu?
(b) Kalau ada pengetahuan yang sama sekali tidak bergantung pada penalaran,
maka pengetahuan apa yang dimaksudkan itu?
Berdasar uraian di atas, pengertian atau konsepsi tentang filsafat yang
dikemukakan oleh seorang filsuf, seorang ilmuwan, atau orang kebanyakan akan
dipengaruhi oleh latar belakang atau pengalaman yang dimilikinya dan dapat juga
dipengaruhi oleh tekanan perhatian atas bidang itu.
D. Pendapat Filsuf Tentang Filsafat
Ada beberapa faktor yang menyebabkan para filsuf membuat rumusan yang
berbeda tentang filsafat. Pertama, lingkungan kehidupan para filsuf terutama yang
menyangkut kehidupan sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan. Kedua, tekanan
perhatian para filsuf itu terhadap salah satu dan cabang filsafat, misalnya ada yang
menekankan pada bidang metafisika, epistemologi, logika, etika dan estetika
1) Plato (427-347 SM)
Filsafat
adalah
ilmu
pengetahuan
yang
berusaha
memperoleh
kebenaran yang asli dan murni. Di samping itu juga dikatakan bahwa filsafàt
adalah penyelidikan tentang sebab-sebab dan asas-asas yang terakhir dari
segala sesuatu yang ada.
2) Aristoteles (384-322 SM)
Filsafat adalah ilmu yang senantiasa berusaha mencari prinsip-prinsip
dan penyebab-penyebab dan kenyataan. Di samping itu juga dikatakan bahwa
filsafat adalah ilmu yang berusaha mempelajari “ada sejauh ada” (being as
being) atau “ada sebagaimana adanya” (being as such). Ilmu ini juga dianggap
sebagai ilmu yang pertama dan yang terakhir, sebab secara logis disyaratkan
bagi setiap ilmu yang lain dan untuk memahaminya orang harus juga telah
menguasai ilmu-ilmu yang lain.
3) Cicero (106-43 SM)
Filsafat sebagai ibu dan semua kemahiran atau seni (the mother of all
the arts). Ia juga mendefinisikan filsafat sebagai ars vitae (seni kehidupan).
Konsepsi filsafat ini berkuasa selama zaman Renesans di kalangan orangorang biasa yang terpelajar.
4) Bacon, Francis (1561-1626)
Filsafat adalah “induk agung dan ilmu-ilmu”. Filsafat menangani semua
pengetahuan sebagai bidangnya.
5) Descartes, Rene (1596-1650)
Filsafat merupakan pembentangan atau penyingkapan kebenaran
terakhir. Titik tolaknya ditemukan dengan mendesak keraguan sampai ke
batasnya. Dan tersingkaplah batas itu, yakni kepastian tentang eksistensi
sendiri.
6) Kant, Immanuel (1724-1804)
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dan
segala pengetahuan, yang tercakup di dalamnya empat persoalan. 1. Apakah
yang dapat kita ketahui ? Jawabnya: metafisika. 2. Apakah yang seharusnya
kita keiakan? Jawabnya : etica. 3. Sampai dimanakah harapan kita’? Jawabnya
: agama. 4. Apakah yang dinamakan manusia ? Jawabnya : antropologi.
7) Spencer, Herbert (1820-1903)
Filsafat
masih
tepat
untuk
dipertahankan
sebagai
nama
bagi
pengetahuan tentang generalitas yang tingkatnya paling tinggi. Cakupan
pengetahuan filsafat adalah Tuhan, alam dan manusia.
8) Sidgwick, Henry (1838-1900)
Filsafat
memeriksa
pengertian-pengertian
khusus,
asas-asas
fundamental, metode yang tegas, dan kesimpulan-kesimpulan utama dan suatu
ilmu dengan maksud menkordinasikannya dengan hal-hal itu dan ilmu-ilmu
yang lain. Dalam arti ini filsafat dapat dinamakan ilmu dan ilmu-ilmu (scienhia
scienhiaruin).
9) Windelband, Wilhelm (1848-1915)
Intisari filsafat adalah untuk memeriksa secara mendalam asumsiasumsi fundamental dalam ilmu-ilmu khusus dan dalam kehidupan bersama.
Pengujian terhadap asumsi ini merupakan filsafat.
10) Husserl, Edmund Gustav Albert (1859-1939)
Filsafat sebagai analisis fenomenologis yang dimaksudkan untuk
menemukan hakikat-hakikat di dalam pengalaman.
11) Bergson, Henri (1 859-1941)
Filsafat pada pokoknya merupakan disiplin (cabang ilmu) intuitif sebab
akal memfalsifikasikan kenyataan. Kendati demikian, kalau dinamisme intuitif
diberikan peranan sentral, kentaralah hakikat statis akal akan berguna dalam
memperkirakan apa yang akan dicapai secara intuitif.
12) Dewey, John (1859-1952)
Filsafat haruslah dipandang sebagai suatu pengungkapan tentang
perjuangan manusia yang terus-menerus melakukan penyesuaian terhadap
kumpulan tradisi yang membentuk budi manusia yang sesungguhnya terhadap
kecenderungan-kecenderungan ilmiah dan cita-cita politik yang baru dan yang
tidak sejalan dengan wewenang yang diakui. Filsafat adalah alat untuk
membuat penyesuaian-penyesuaian di antara yang lama dan yang baru dalam
suatu kebudayaan.
13) Whitehead, Alfred North (1861-1947)
Filsafat sebagai usaha menyusun sebuah sistem ide-ide umum yang
berpautan, logis dan pasti yang dalam kerangka sistem itu setiap unsur dan
pengalaman kita dapat ditafsirkan.
Dalam tulisannya yang lain, filsafat dirumuskan sebagai suatu sikap
budi rohani terhadap ajaran-ajaran yang diterima dengan begitu saja oleh
setiap orang tanpa memahami maknanya yang sesungguhnya. Sikap yang
bercorak
kefilsafatan merupakan
usaha
yang
sungguh-sungguh untuk
memperluas pemahaman tentang ruang lingkup penerapan setiap pengetian
yang terdapat dalam pemikiran manusia dewasa ini.
14) Russell, Bertrand Arthur William (1872- 1970)
Filsafat adalah sesuatu yang terletak di antara teologi dan ilmu eksakta.
Seperti teologi, filsafat terdiri dari spekulasi-spekulasi tentang hal-hal, yang
sampai sekarang belum dapat diperoleh pengetahuan yang definitif, akan tetapi
dengan ilmu eksakta ada persamaan. Filsafàt lebih mengutamakan daya pikir
dan pada otoritas, apakah ini berupa kewibawaan tradisional ataukah
kewibawaan wahyu. Menurut pendapat saya segala pengetahuan definitif
adalah bagian dan ilmu pengetahuan eksakta. Setiap dogma yang lebih dan
pengetahuan yang positif termasuk dalam kelompok teologi. Akan tetapi antara
teologi dan ilmu eksakta terbentang semacam daerah yang tidak bertuan, yang
terbuka bagi serangan dari kedua belah pihak. Daerah tidak bertuan ini adalah
fllsafat. Hampir semua pertanyaan yang paling menarik bagi mereka yang
spekulatif adalah sedemikian rupa sifatnya, sehingga ilmu eksakta itu tidak
dapat memberikan jawaban. Jawaban-jawaban yang pasti dari teologi
kelihatannya tidak lagi sedemikian meyakinkan seperti halnya pada abad-abad
yang terdahulu. Studi tentang pertanyaan-pertanyaan ini dan usaha untuk
memperoleh jawabannya adalah tugas filsafat.
Dalam kaitannya dengan ilmu dikatakan bahwa filsafat sebagai kritik
terhadap pengetahuan. Filsafat memeriksa secara kritis asas-asas yang
digunakan dalam ilmu dan dalam kehidupan sehar-hari, dan mencari sesuatu
ketidakselarasan (inconsistency) yang terkandung dalam asas-asas itu.
15) Moore, George Edward (1873-1958); Filsafat Bahasa Sehari-hari.
Filsafat adalah suatu penggambaran umum tentang keseluruhan alam
semesta (a general description of the whole Universe).
16) Hocking, William Ernest (1873-1966); Idealisme objektif.
Filsafat
pertama-tama
adalah
pemeriksaan
terhadap
keyakinan-
keyakinan yang dengan itu seseorang hidup. Usaha untuk melakukan kritik
terhadap keyakinan-keyakinan itu mendorong seseorang pada suatu keyakinan
meyeluruh tentang dunianya sehingga filsafat menjadi penafsiran umum dari
pengalaman (general inteipreration of experience).
17) Schlick, Moritz (1882-1936); Empirisme logis.
Filsafat harus didefinisikan sebagai kegiatan mencani arti (the activity of
finding meaning), karena filsafat merupakan suatu aktivitas mental yang
menjelaskan gagasan-gagasan dengan melakukan analisis untuk menemukan
arti dari semua persoalan dan pemecahannya.
18) Carnap, Rudolf (1891-1970)
Filsafat sebagai bentuk kalimat logis dan bahasa ilmiah. Filsafat hanya
menelaah hubungan-hubungan di antara istilah-istilah dan suatu ilmu khusus
untuk menetapkan bentuk-bentuk yang sah dan pernyataan-pernyataan dalam
ilmu yang bersangkutan.
19) Ayer, Sir Alfred Jules (1910-)
Filsafat adalah pencarian akan jawaban atas sejumlah pertanyaan yang
sudah sejak zaman Yunani dalam hal-hal pokok tetap sama saja. Pertanyaanpertanyaan mengenai apa yang dapat kita ketahui dan bagaimana kita dapat
mengetahuinya; hal-hal apa yang ada dan bagaimana hubungannya satu sama
lain. Selanjutnya mempermasalahkan pendapat-pendapat yang telah diterima,
mencari ukuran-ukuran dan menguji nilainya; apakah asumsi-asumsi dan
pemikiran itu dan selanjutnya memeniksa apakah hal-hal itu berlaku.
20) van Peursen, Cornelis Anthonie (1920-)
Bahwa filsafat atau lebih jelas berfilsafat, pertama-tama adalah
penjelasan dari pandangan kita sendiri. Kedua adalah suatu usaha melalui
mana didapatkan komunikasi atau kontak yang lebih mendalam, baik dengan
filsuf lain maupun dengan mereka yang bukan filsuf. Yang dimaksudkan
dengan suatu komunikasi, juga pada titik-titik di mana kita “merelatifkan”
pandangan fundamental kita masing-masing atau sendiri, dan menempatkan
tanda tanya di belakangnya. Kita justru akan berusaha untuk meneruskan pada
titik-titik di mana pada umumnya komunikasi sehari-hari terputus. Suatu
komunikasi yang menghapuskan kesalahpahaman dan yang berusaha untuk
menghilangkan hal-hal yang sudah semestinya yang terlalu emosional. Ketiga
adalah usaha untuk mencapai integrasi tertentu dan kegiatan ilmiah, dan
pemikiran yang semata-mata teoritis dan tindakan-tmdakan yang lebih praktis,
pendeknya suatu fungsi yang timbul dan dua hal yang terdahulu. Filsafat
bertugas menyumbang untuk menjelaskan sikap manusia yang menyeluruh, di
antaranya sikap keagamaannya, etikanya, sosialnya. Filsafat tidak hanya
integrasi dari komunikasi, akan tetapi juga pembentangan asumsi-asumsi
sendiri dan kesediaan untuk dikritik. Soalnya adalah memberikan kesempatan
kepada orang lain untuk mencantumkan tanda tanya di belakangnya.
Dan berbagai definisi tentang filsafat itu dapat disimpulkan sebagai
berikut : (1). Filsafat bersangkutan dengan bentuk kalimat yang logis dan
bahasa keilmuan ini dimaksudkan untuk menetapkan kesahan (validity) dari
pernyataan-pernyataan dalam bidang ilmu tertentu. (2) Filsafàt bersangkutan
dengan hal-hal yang terakhir. Misalnya “sebab yang pertama”, atau “asas yang
tertinggi”. (3) Filsafat bersangkutan dengan pemilaian yang melibatkan katakata baik dan buruk, susila atau tidak susila. Berbagai definisi tentang filsafat itu
tidak dapat dikatakan, bahwa yang satu benar sedangkan yang lainnya salah.
Semua definisi itu mempunyai kedudukan yang sama, masing-masing memiliki
segi-segi kekuatan dan kelemahannya. Semua definisi itu sama benarnya
karena masing-masing meninjau dan salah satu pokok persoalan titik berat
(penekanan), tujuan atau metode yang digunakan.
E. Filsafat Sebagai Seni untuk Bertanya.
Van
Peursen
dalam
ceramahnya
pada
Penataran
Filsafat
yang
diselengganakan pada 28 Mei 1974 menyatakan bahwa filsafat sebagai seni untuk
bertanya. Dikatakan bahwa ada perbedaan yang dilakukan ilmu dengan yang
dilakukan filsafat. Ilmu-ilmu mencoba merumuskan jawaban atas pentanyaanpertanyaan, Kegiatan ilmiah semacam ini memerlukan keahlian, Pada pihak lain
filsafat tidak bermaksud membentuk keahlian, melainkan memperluas pandangan
manusia, Dengan demikian filsafàt tidak hendak merumuskan jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan, melainkan merumuskan pertanyaan pada jawabanjawaban. Dirumuskan secara singkat: ilmu sebagai jawaban atas pertanyaan dan
filsafat sebagai pertanyaan pada jawaban.
Ilmu-ilmu menyelidiki sedapat mungkin berbagai segi kenyataan yang
dihadapi manusia. Segi-segi ini dibatasi agan dihasilkan rumusan-rumusan yang
pasti. Ilmu membenikan kepastian dengan membatasi pandangannya. Misalnya
ilmu alam dapat menjadi eksak baru sesudah lapangannya dibatasi ke dalam
bahan yang material saja. Contoh lain misalnya psikologi hanya dapat meramal
tingkah laku manusia jika membatasi pandangannya ke dalam segi umum dari
kelakuan
manusia
yang
konkrit.
Kepastian
ilmu-ilmu
diperoleh
dari
keterbatasannya.
Banyak jawaban dapat diberikan oleh ilmu-ilmu atas pertanyaan manusia.
Ilmu memberikan jawaban misalnya pertanyaan tentang berapa jauhnya matahari
dar bumi. Atau menjawab pertanyaan apakah seseorang pemudi sesuai untuk
menjadi perawat. Seringkali ilmu membuat alat pengukuran, khususnya komputer
yang dapat merumuskan jawaban. Ada komputer untuk melakukan penghitunganpenghitungan yang sangat numit. Ada juga komputer yang memberi nasehat
tentang memilih pasangan agar memperoleh kehidupan yang berbahagia.
Ilmu-ilmu berguna untuk memperbaiki keadaan manusia, organisasi
masyarakat dan pertumbuhan kesadaran manusia. Tetapi untuk perkembangan
manusia secara menyeluruh yang diperlukan bukan jawaban ilmiah saja, melainkan
juga pertanyaan kefilsafatan.
Filsafat bersifat pertanyaan pada jawaban. Filsafat adalah pertama-tama
pertanyaan tentang ilmu yang jumlahnya banyak, yaitu yang sangat memberikan
spesialisasi. Sebaliknya filsafat bertanya apakah ilmu kimia sungguh-sungguh
boleh meneliti cat warna dalam suatu karya seni hanya sebagai rumusan kimia.
Filsafat juga bertanya apakah jatuh cinta boleh hanya diterangkan sebagai proses
kelenjar saja di dalam ilmu kedokteran; atau sebagai kelakuan lahir saja dalam
bidang psikologi. Dengan singkat: filsafat bertanya apakah keterbatasannya ilmu
spesialisasi menjauhkan kita dari kenyataan jika kita lupa bahwa pandangan setiap
ilmu adalah pandangan khusus dan sempit. Jika diusahakan pertanyaan begini,
maka filsafat membuka dimensi yang lebih luas daripada keterbatasan kenyataan
ilmiah.
Pertanyaan
pertama-tama
mendekatkan
kembali
manusia
kepada
kenyataan yang Iengkap.
Tugas lain untuk pertanyaan keflisafatan adalah ilmu-ilmu yang tidak
terpisah. Ilmu alam memandang sibar-sinar yang dipancarkan oleh matahari
sebagai getaran gelombang elektro magnetik. Ditinjau secara biologis matahari
terdiri atas tenaga cahaya yang dapat digunakan oleh sel-sel hijau untuk
fotosintesis, yaitu untuk menyusun bahan organis. Antroplogi budaya memandang
matahari sebagai lambang (simbol) atau arti yang menguasai beberapa agama
primitif, Sedangkan filsafat mengajukan pertanyaan apakah ada beberapa
matahari. Jawabnya: hanya ada satu matahari. Demikianlah pertanyaan filsafat
menunjukkan bahwa pengetahuan ilmiah itu tidak terpisah, artinya bahwa filsafat
memberikan keterpaduan (integrasi). Yang diinginkan adalah universitas bukan
multiversitas.
Berkat pertanyaan kefilsafatan, yaitu berkat manusia yang bertanya
demikian, manusia memperoleh pandangan yang paling luas. Manusia melihat
kenyataan sebagai tamasya alam dan ilmu-ilmu sebagai peta bumi yang berbedabeda. Tamasya alam yang sama dapat digambarkan oleh beberapa peta, seperti
peta bumi sosial, peta geologi, peta pariwisata. Akan tetapi lapangan nyata yang
digambarkan selalu melebihi daripada jumlah peta bumi yang mana pun juga. Agar
kita dapat menilai keterbatasan ilmu-ilmu bersama-sama dengan kegiatannya,
maka seharusnya kita melakukan integrasi ilmu ke dalam kenyataan. Integrasi itu
seperti integrasi peta-pata ke dalam alam yang nyata.
Ada cerita tentang seseorang yang bepergian keliling dunia. Sementara
berada di dalam kendaraan ia mempelajari peta bumi negeri yang akan dikunjungi.
Misalnya ketika ia melalui Indonesia dipelajarinya peta bumi Sri Langka, ketika di
Sri Langka dipelajarinya peta India, ketika di India dipelajarinya peta Pakistan.
Tetapi ia lupa dan tidak pemah keluar dari kendaraannya untuk menikmati tamasya
alam. Ketika pulang ke Indonesia setelah mengunjungi banyak negara, sebenarnya
tidak ada sesuatu pun yang dilihat orang itu. Dengan demikian sangat jelas bahwa
pelajaran segala ilmu dapat berguna asal kita memandang ilmu-ilmu sebagai petapeta bumi, dan asal kita tidak lupa melihat lewat jendela. Filsafat mengajukan
pertanyaan apakah kita sudah melihat dunia yang nyata.
Ilmu adalah bagian dari kehidupan manusia dan keadaan masyarakat.
Filsafat merumuskan pertanyaan pada jawaban-jawaban yang menentukan
pembangunan masyarakat. Jawaban seperti itu adalah misalnya teknologi yang
diandaikan memberikan kekayaan. Atau organisasi dan perencanaan dan segala
kerja manusia agar memberikan hasil yang lebih banyak. Atau bahwa sesudah
dipastikan tujuan-tujuan industrialisasi kita semua dapat mencapai status yang
penting. Jawaban-jawaban yang demikian itu diragukan oleh filsafat. Filsafat
mengajukan pertanyaan apakah cara pembangunan yang dimaksudkan sudah
benar. Pada umumnya cita-cita tentang pembangunan itu merupakan jawaban
yang pasti. Tetapi filsafat meneliti nilai baik buruknya jawaban itu. Pertanyaan
kefilsafatan dimaksudkan untuk memperoleh sikap kritis dan etis (moral). Dengan
demikian seharusnya dirumuskan pertanyaan-pertanyaan yang berikut: Apakah
pembangunan bersifat lahir saja, artinya dihitung jumlah bangunan industri, jumlah
mobil atau bahwa pembangunan pertama-tama bersifat batin, artinya pertumbuhan
kehidupan rohani. Lalu apakah status sosial lebih penting daripada keadilan sosial.
Dan apakah manusia harus dipimpin oleh situasinya, bahkan situasi yang mungkin
mewah, atau apakah manusia sendiri yang harus mempengaruhi situasinya. Yang
penting adalah bahwa kita tidak lagi memandang membangunan kebudayaan dan
masyarakat sebagai nasib yang dialami oleh manusia.
Manusia
tidak
pasif
dalam
pembangunan
kebudayaan,
melainkan
semestinya aktif. Masyarakat dan kebudayaan bukan kata-kata benda, melainkan
kata-kata kerja, karena kebudayaan berarti kebijaksanaan manusia. Kita sendirilah
yang bertanggungjawab. Demikianlah pertanyaan pertama yang timbul berbunyi:
kriteria
manakah
yang
mesti
dipenuhi
oleh
tujuan-tujuan
pembangunan.
Pertanyaan kefilsafatan merangsang sikap kritis dan etis supaya dilaksanakan
suatu kebijaksanaan yang adil dan jujur.
Akhimya filsafat bertanya: apakah dunia filsafat tertutup? Suatu dunia ilmiah
yang hanya terdiri atas fakta-fakta itu bersifat tertutup. Atau dunia sosial yang
seluruhnya dijelaskan oleh hukum-hukum dan statistik sosiologi itu berarti tertutup,
Atau dunia manusia yang tidak bebas karena kemiskinan, penyakit, kelebihan
penduduk dan tekanan politik itu dunia tertutup. Pertanyaan kefilsafatan berfungsi
sebagai pembuka pintu-pintu yang tertutup.
Juga tentang agama seringkali pintu-pintu tradisi seharusnya dibuka, Jika
demikian maka komunikasi dengan Tuhan menjadi nyata dan mentakjubkan sekali.
Rasa hubungan antar manusia dengan manusia seperti antara manusia dengan
Tuhan hanya dialami bila kedua hal itu saling bertemu. Tetapi pertemuan dengan
seseorang itu tidaklah mungkin jika ia tidak mempunyai daya tarik, yaitu jika ia
terlampau dikenal, jika ia tidak menakjubkan lagi. Hal yang demikian ini akan
tenjadi jika sesama manusia atau jika Tuhan ditangkap dalam jaringan jawaban
kita. Padahal pertanyaan ini termasuk persoalan yang asasi dari seluruh kehidupan
manusia dan masyarakat.
Di dalam ceramah saya ini diusahakan untuk menerangkan mengapa
filsafat mengajukan pertanyaan pada jawaban-jawaban. Jika saudara telah
mengerti betapa pentingnya pertanyaan, maka kini dapat dijelaskan bagian-bagian
filsafat.
Kita mengatakan bahwa ilmu-ilmu dari universitas memajukan ilmu
pengetahuan. Akan tetapi apakah dasarnya pengetahuan itu? Pertanyaan ini
termasuk bagian filsafat yang disebut filsafat pengetahuan (epistemology). Kita
menggunakan istilah “manusia”, misalnya dalam ilmu kedokteran, psikologi, biologi.
Tetapi apakah sebenarnya manusia itu? Pertanyaan ini termasuk bagian filsafat
yang bernama antropologi kefilsafatan. Kita mengetahui bahwa dunia terdiri atas
banyak benda, fakta-fakta dan kejadian-kejadian. Ada yang kodrati dan ada yang
adi-kodrati. Tetapi apakah yang dimaksudkan jika mengatakan bahwa hal-hal itu
ada. Pertanyaan ini termasuk bagian filsafat yang bernama metafisika dan ontologi.
Akhirnya kebudayaan kita mencari etik untuk manusia pada umumnya.dikaitkan
dengan pembangunan. Tetapi apakah kelakuan etis dan pembangunan yang baik
itu, Pertanyaan ini termasuk bagian filsafat yang bernama etika kefilsafatan dan
filsafat pembangunan.
Pertanyaan yang benar itu tidak diajukan dengan mata yang tertutup.
Pertanyaan yang sesuai itu tidak diciptakan oleh keraguan. Melainkan pertanyaan
yang bertanggungjawab menanyakan apakah jawaban yang sudah dikenal
sungguh-sungguh merupakan jawaban. Pertanyaan ini mempunyai arah dan
pandangan. Maka dari itu tugas pertama filsafat tidaklah untuk menghapalkan
jawaban, melainkan mencoba untuk mengajukan pertanyaan atas jawaban
tersebut.
Download