BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori a. Pengeian Hypnoteaching Hypnoteaching merupakan perpaduan dua kata “hypnosis” yang berarti mensugesti dan “teaching” yang berarti mengajar. Kata “hypnosis” pertama kali diperkenalkan oleh James Braid, seorang dokter ternama di Inggris yang antara tahun 1795-1860. Sebelum masa James Braid, hypnosis dikenal dengan nama Mesmerism/Magnetism. Hypnoteaching sendiri merupakan perpaduan pengajaran yang melibatkan pikiran bawah sadar dan pikiran bawah sadar, sehingga Hypnoteaching merupakan kegiatan menghipnotis/mensugesti siswa agar menjadi pintar dan semua anak menjadi bintang (Novian, 2010). Definisi hipnosis yang dibuat oleh U.S. Departement of Education, Human Services Division, adalah; ”Hypnosis is the by-pass of the critical factor of the conscious mind followed by the establishment of acceptable selective thinking.” Atau “Hipnosis adalah penembusan faktor kritis pikiran sadar diikuti dengan diterimanya suatu pemikiran atau sugesti.”. Professional Affairs Boards of the British Psychological Society dalam Novian (2010), menyatakan bahwa hipnosis dapat mengurangi kecemasan, stres dan masalah psikologis lainnya. Hasil penelitian John Gruzelier seorang psikolog dari Imperial College di London menggunakan FMRI, sebuah alat untuk mengetahui aktivitas otak yang ditulis dalam jurnal newscientist.com, menunjukkan bahwa seseorang yang berada dalam keadaan terhipnosis, aktivitas di dalam otaknya meningkat. Khususnya di bagian otak yang berpengaruh terhadap proses berpikir tingkat tinggi dan perilaku. John Gruzelier juga menyebutkan bahwa manusia mampu melakukan hal-hal yang tidak pernah terbayangkan, sehingga hipnosis sangat berdampak dalam memotivasi siswa, meningkatkan kemampuan berkonsentrasi, kepercayaan diri, kedisiplinan, dan keorganisasian. Nurcahyo dalam Hajar (2011), menjelaskan hypnoteaching merupakan seni berkomunikasi dengan jalan memberikan sugesti agar siswa menjadi lebih cerdas, dengan harapan para siswa tersadar bahwa ada potensi luar biasa yang selama ini belum pernah dioptimalkan dalam pembelajaran. Hypnoteaching akan mengubah persepsi para siswa terhadap guru yang mengajar, yakni bahwa guru menjadi pelindung mereka. Menurut Milton H. Erickson dalam Noer (2010) menerangkan hipnosis adalah suatu metode berkomunikasi, baik verbal maupun non verbal, yang persuasif dan sugestif kepada seorang klien sehingga menjadi kreatif dan bereaksi. Noer (2010) menambahkan bahwa pengertian hipnosis dapat dibagi menjadi 4 macam situasi, yaitu: Hipnosis merupakan seni sugestif, yaitu bagaimana seseorang dapat menyugesti orang lain; Hipnosis merupakan seni komunikasi, yakni 4 5 komunikasi persuasif antara suyet (orang yang dihipnotis) dengan hipnotis (orang yang menghipnosis); Hipnosis juga bermakna seni eksplorasi alam bawah sadar karena hipnosis terjadi ketika alam bawah sadar mempunyai peranan tinggi dan alam sadarnya tidak difungsikan; dan Hipnosis diartikan sebagai seni mengubah tingkat kesadaran yaitu dari tingkat kesadaran yang kritis menjadi tidak kritis. Merujuk apa yang dikatakan oleh Noer maka dalam penggunaan metode hypnoteaching guru memiliki kedudukan sebagai hipnotis, dan siswa memilki kedudukan sebagai suyet (orang yang dihipnosis). Dalam praktiknya, guru tidak perlu menidurkan siswa. Guru hanya menggunakan bahasa persuasif dengan menerapkan langkah-langkah metode hypnoteaching. Pelaksanaan hypnoteaching harus diarahkan pada tujuan-tujuan positif yang membangun, yakni dengan memasukkan kesan-kesan positif di alam bawah sadar siswa. Selain itu, seorang guru harus berpenampilan rapi dan penuh percaya diri, sehingga memiliki daya tarik tersendiri (Bukhari dalam Hajar, 2011). Berdasarkan beberapa pendapat mengenai pengertian metode hypnoteaching dapat disimpulkan bahwa metode hypnoteaching adalah metode pembelajaran yang berprinsip bahwa sugesti yang dapat mempengaruhi hasil belajar yang dalam penerapannya lebih ditekankan dengan penggunaan bahasa-bahasa otak bawah sadar. b. Unsur-unsur Hypnoteaching Menurut Noer (2010), unsur-unsur hypnoteaching yang harus diperhatikan guru selama kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut: (1) penampilan guru yang baik, hal ini bertujuan meningkatkan rasa percaya diri serta sebagai daya magnet yang kuat bagi siswa; (2) sikap yang empatik guru, sehingga dapat menciptakan hubungan yang baik antara guru dengan siswa karena seorang guru yang memiliki sikap empatik selalu berupaya dengan berbagai daya membantu siswanya yang membutuhkan; (3) rasa simpati kepada para siswa, sehingga siswa pun akan menaruh simpati kepada guru; (4) penggunaan bahasa yang merupakan refleksi dari bahasa hati, sehingga apa yang keluar dari lisan melambangkan keadaan hati dan perasaan; (5) peraga (bagi yang kinestetik); dan (6) motivasi terhadap siswa dengan cerita atau kisah, salah satu faktor keberhasilan hypnoteaching adalah menggunakan teknik cerita dan kisah dari orang-orang sukses. c. Langkah-langkah Penerapan Metode Hypnoteaching Langkah dasar yang wajib dilakukan seorang guru dalam menerapkan Metode hypnoteaching telah dikemukakan oleh Hajar (2011) yang terdiri dari enam tahap. Tahap pertama adalah niat dan motivasi dalam diri sendiri, niat yang besar akan memunculkan motivasi serta komitmen yang tinggi pada bidang yang ditekuni. Kesuksesan seseorang tergantung pada niat seseorang untuk berusaha mencapai kesuksesan tersebut. 6 Tahap kedua adalah pacing yang berarti menyamakan antara posisi, gerak tubuh, bahasa, serta gelombang otak dengan siswa. Prinsip dari manusia sendiri cenderung lebih suka berinteraksi dengan teman yang memiliki banyak kesamaan. Kesamaan dari gelombang otak, menyebabkan setiap pesan yang disampaikan dari satu orang ke orang lain bisa diterima dan dipahami dengan baik. Siswa yang membenci pelajaran yang diberikan oleh guru, artinya gelombang otak guru belum setara dengan siswa. Beberapa cara dalam melakukan pacing terhadap siswa dalam kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut: (a) bayangkan usia kita setara dengan siswa, sehingga dapat melakukan aktivitas dan hal-hal yang dialami siswa saat ini; (b) gunakan bahasa sesuai dengan bahasa yang sering digunakan oleh siswa; (c) lakukan gerakan-gerakan dan mimik wajah yang sesuai dengan tema bahasan; (d) sangkutkan tema pelajaran dengan tema yang sedang ramai dibicarakan di kalangan siswa; dan (e) selalu update pengetahuan tentang tema, bahasa, hingga gosip yang sedang dibicarakan di kalangan siswa. Tahap yang ketiga adalah Leading yang memiliki pengertian memimpin atau mengarahkan sesuatu. Proses leading dilakukan setelah proses pacing, dengan tujuan siswa akan merasa nyaman dengan guru sehingga diharapkan semua yang guru ucapkan atau tugaskan kepada siswa, akan dilakukan secara suka rela dan bahagia. Sesulit apapun materi yang diberikan guru terhadap siswa, pikiran bawah sadar siswa akan menangkap materi dengan mudah sekalipun tugas tersebut sulit. Tahap yang keempat adalah menggunakan kata positif yang merupakan pendukung dari tahap pacing dan leading. Kata-kata yang diberikan oleh guru baik langsung maupun tidak, sangat berpengaruh terhadap kondisi psikis siswa sehingga siswa lebih percaya diri dalam menerima materi yang disampaikan. Tahap yang kelima adalah pemberian pujian. Pujian merupakan salah satu cara untuk membentuk konsep diri seseorang. Pemberian pujian yang tulus dapat memberikan dorongan kepada siswa untuk melakukan yang lebih dari sebelumnya. Tahap yang terakhir adalah modeling yang merupakan proses memberi teladan atau mencontoh melalui ucapan dan perilaku yang konsisten dan merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam hypnoteaching. d. Kelebihan Metode Hypnoteaching Menurut Hajar (2011), beberapa kelebihan hypnoteaching dalam kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut: yang pertama proses belajar-mengajar lebih dinamis dan ada interaksi yang baik antara guru dengan siswanya; yang kedua siswa dapat berkembang sesuai dengan bakat dan minatnya masingmasing; yang ketiga proses pemberian keterampilan banyak diberikan dalam hypnoteaching; yang keempat proses pembelajaran dalam hypnoteaching lebih beragam; yang kelima siswa dapat dengan mudah menguasai materi karena lebih termotivasi untuk belajar; yang keenam pembelajaran bersifat 7 aktif; yang ketujuh pemantauan terhadap siswa lebih intensif; yang kedellapan siswa lebih dapat berimajinasi dan berpikir kreatif; yang kesembilan siswa akan melakukan pembelajaran dengan senang hati; yang kesepuluh daya serap lebih cepat dan bertahan lama karena siswa tidak menghafal pelajaran; dan yang terakhir siswa akan berkonsentrasi penuh terhadap materi pelajaran yang diberikan oleh guru. e. Hambatan dalam Pelaksanaan Metode Hypnoteaching Menurut Hajar (2011), terdapat beberapa hambatan untuk menerapkan metode hypnoteacing dalam kegiatan pembelajaran, di antaranya sebagai berikut: Hambatan yang pertama adalah banyaknya siswa yang ada dalam senuah kelas menyebabkan kurangnya waktu dari pendidik untuk memberi perhatian satu per satu kepada mereka. Hambatan yang kedua adalah Hypnoteaching tidak memandang kuantitas, namun kualitas, sehingga menyebabkan terjadinya kekacauan, terutama dalam masalah pembagian dan efektivitas ruangan. Hal ini masih bisa diatasi oleh pihak sekolah dengan cara mempersiapkan dan memikirkan segala hal yang dibutuhkan sebelum pelaksanaan dimulai. Hambatan yang ketiga adalah meskipun hypnoteaching mempunyai manfaat besar, namun tidak bisa dipungkiri bahwa hal ini bukanlah sesuatu hal yang instan sehingga pelatihan yang dilakukan secara berulang-ulang sangat mungkin dilakukan untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal. Hambatan yang keempat adalah perlu pembelajaran agar pendidik bisa melakukan hypnoteaching karena pada dasarnya tidak semua pendidik baik guru, dosen, maupun praktisi pendidikan lainya menguasai metode hypnoteaching. Hambatan yang kelima adalah kurangnya sarana dan prasarana yang ada di sekolah untuk menunjang pelaksanaan metode hypnoteaching. Hambatan yang terakhir yaitu jarang sekali siswa menggunakan penalaran logis yang lebih tinggi, seperti kemampuan membuktikan atau memperlihatkan suatu konsep. Di samping itu, kebanyakan siswa juga masih pasif saat kegiatan belajar-mengajar. f. Hasil Belajar Sudjana (2005), menjelaskan bahwa hasil belajar siswa pada hakikatnya merupakan perubahan yang mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotorik yang berorientasi pada kegiatan pembelajaran yang dialami oleh siswa. Hasil belajar tersebut berhubungan dengan tujuan instruksional dan pengalaman belajar yang dialami oleh siswa. Hubungan tujuan instruksional, pengalaman belajar, dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut: 8 Gambar 2.1 Hubungan Tujuan Instruksional, Pengalaman Belajar, dan Hasil Belajar Gambar 2.1 di atas menggambarkan unsur yang terdapat dalam kegiatan pembelajaran. Hasil belajar dalam hal ini berhubungan dengan tujuan instruksional dan pengalaman belajar. Adanya tujuan instruksional merupakan panduan tertulis tentang perubahan perilaku yang diinginkan pada diri siswa (Sudjana, 2005). Di sisi lain pengalaman belajar meliputi hal-hal yang dialami siswa baik itu kegiatan mengobservasi, membaca, meniru, mencoba sesuatu sendiri, mendengar, serta mengikuti perintah (Spears dalam Sardiman, 2000). Klasifikasi hasil belajar Bloom secara garis besar dibagi menjadi tiga ranah, yaitu: ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni: knowledge (pengetahuan), comprehension (pemahaman), aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Dua aspek yang pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya disebut kognitif tingkat tinggi; Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni: penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi; Ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak yang terdiri atas enam aspek, yakni: gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif (Sudjana, 2005). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan perubahan dalam hal kognitif, afektif dan psikomotorik sebagai pengaruh pengalaman belajar yang dialami siswa baik berupa suatu bagian, unit, atau bab materi tertentu yang telah diajarkan. Dalam penelitian ini aspek yang diukur adalah perubahan pada tingkat kognitifnya. g. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi hasil belajar menurut Nasution dalam Djamarah (2002) digolongkan menjadi dua faktor. Faktor yang pertama adalah lingkungan. Lingkungan merupakan bagian dari kehidupan siswa. Lingkungan yang mempengaruhi hasil belajar siswa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: Lingkungan alami yang merupakan lingkungan tempat siswa berada dalam arti lingkungan fisik seperti: lingkungan sekolah, lingkungan tempat tinggal dan lingkungan bermain; dan Lingkungan sosial yang merupakan interaksi siswa sebagai makhluk sosial, makhluk yang hidup bersama atau homo socius. Sebagai anggota masyarakat, siswa tidak bisa melepaskan diri 9 dari ikatan sosial. Sistem sosial yang berlaku dalam masyarakat tempat siswa tinggal mengikat perilakunya untuk tunduk pada norma-norma sosial, susila, dan hukum. Contohnya ketika anak berada di sekolah menyapa guru dengan sedikit membungkukkan tubuh atau memberi salam. Faktor yang kedua adalah instrumental. Setiap penyelenggaraan pendidikan memiliki tujuan instruksional yang hendak dicapai, dan untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan seperangkat kelengkapan atau instrumen dalam berbagai bentuk dan jenis. Instrumen dalam pendidikan dikelompokkan menjadi 4, yaitu: kurikulum, program yang dirancang, sarana dan fasilitas, serta guru. Faktor-faktor internal yang mempengaruhi hasil belajar menurut Nasution dalam Djamarah (2002) digolongkan menjadi dua faktor. Faktor yang pertama adalah faktor fisiologis yang merupakan faktor internal yang berhubungan dengan proses-proses yang terjadi pada jasmaniah. Faktor fisiologis yang mempengaruhi hasil belajar adalah kondisi fisiologis dan kondisi panca indera. Kondisi fisiologi umunya sangat berpengaruh terhadap kemampuan belajar individu seperti pada kasus siswa dengan keadaan lelah akan berbeda kemampuan belajarnya dari siswa dalam keadaan tidak lelah,dan Kondisi panca indera yang merupakan kondisi fisiologis yang dispesifikkan pada kondisi indera seperti kemampuan untuk melihat, mendengar, mencium, meraba, dan merasa mempengaruhi hasil belajar. Faktor yang kedua adalah psikologis yang merupakan faktor dari dalam diri individu yang berhubungan dengan rohaniah. Faktor psikologis yang mempengaruhi hasil belajar ada empat yaitu minat, kecerdasan,bakat dan motivasi. Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang memerintahkan. Kecerdasan berhubungan dengan kemampuan siswa untuk beradaptasi, menyelesaikan masalah dan belajar dari pengalaman kehidupan. Kecerdasan dapat diasosiasikan dengan intelegensi. Siswa dengan nilai IQ yang tinggi umumnya mudah menerima pelajaran dan hasil belajarnya cenderung baik. Bakat adalah kemampuan bawaan yang merupakan potensi yang masih perlu dilatih dan dikembangkan. Bakat memungkinkan seseorang untuk mencapai prestasi dalam bidang tertentu, sedangkan motivasi adalah suatu kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu; dan Kemampuan kognitif. Ranah kognitif merupakan kemampuan intelektual yang berhubungan dengan pengetahuan, ingatan, pemahaman dan lain-lain. h. Jenis-jenis Hasil Belajar Bloom dalam Sudjana (2005) membagi hasil belajar dalam tiga ranah. Ranah yang pertama adalah ranah kognitif. Ranah ini berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni: Pengetahuan (knowledge). Tipe hasil pengetahuan termasuk kognitif tingkat rendah. Namun, tipe hasil belajar ini menjadi prasyarat bagi tipe hasil belajar yang 10 berikutnya. Hal ini berlaku bagi semua bidang studi pelajaran. Misalnya hafal suatu rumus akan menyebabkan paham bagaimana mengguankan rumus tersebut; hafal kata-kata akan memudahkan dalam membuat kalimat; Pemahaman. Pemahaman dapat dilihat dari kemampuan individu dalam menjelaskan sesuatu masalah atau pertanyaan; Aplikasi. Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi kongkret atau situasi khusus. Abstraksi tersebut mungkin berupa ide, teori, atau petunjuk teknis. Menerapkan abstraksi ke dalam situasi baru disebut aplikasi. Mengulang menerapkannya pada situasi lama akan beralih menjadi pengetahuan hafalan atau keterampilan; Analisis. Analisis adalah usaha memilih suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas hierarkinya dan atau susunannya. Analisis merupakan kecakapan yang kompleks, yang memanfaatkan kecakapan dari ketiga tipe sebelumnya; Sintesis. Penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian ke dalam bentuk menyeluruh disebut sintesis. Berpikir sintesis adalah berpikir divergen dimana menyatukan unsur-unsur menjadi integritas; serta Evaluasi. Evaluasi adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara kerja, pemecahan metode, dll. Ranah yang kedua adalah ranah afekif. Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiaannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial. Ranah yang ketiga adalah ranah psikomotoris. Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. B. Penelitian yang Relevan Beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut: Yuni Arti (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Upaya Meningkatkan Minat Siswa Pada Pembelajaran IPA Fisika dengan Metode Hypnoteaching Menggunakan Pendekatan Kontekstual Pada Siswa Kelas VIID Mts. Al-Asror Patemon Kec. Gunungpati Semarang Tahun Pelajaran 2010/2011” menyimpulkan bahwa: melalui metode Hypnoteaching menggunakan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan minat siswa Kelas VII D Mts. AlAsror Patemon Kecamatan Gunungpati Semarang pada pembelajaran IPA. Penelitian lain yang relevan yaitu penelitian Linta (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Efektivitas Penggunaan Metode Hypnoteaching dalam Pembelajaran Matematika Kelas IV Semester II SD Islam Haji Soebandi Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran 2011/2012” menyatakan bahwa: terdapat perbedaan efektivitas pembelajaran yang signifikan antara penggunaan Metode Hypnoteaching dengan Metode Konvensional pada mata pelajaran matematika siswa kelas IV SDIP H. Soebandi Kec. Bawen Kab. Semarang Tahun Pelajaran 2011/2012 dengan signifikan 2 sisi 11 sebesar 0.000, lebih kecil dari 0,05 yang berarti terdapat perbedaan efektivitas pembelajaran yang signifikan dengan menggunakan Metode Hypnoteaching. Suwanto (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Yang Diajarkan Menggunakan Hypnoteaching dan CTL pada Pokok Bahasan Pecahan di Kelas VII SMP Negeri 27 Medan Tahun Ajaran 2011/2012” menyimpulkan bahwa: hasil belajar siswa yang diajarkan menggunakan hypnoteaching lebih baik yaitu dengan rata-rata 79,84 dibandingkan hasil belajar siswa yang diajarkan menggunakan CTL yaitu dengan rata-rata 74,25. Riananda (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Effectiveness Of Hypnoteaching Method To Increase Student’s Skills On Creative Thinkingand Notion In Solubility And Solubility Products Matter” menyimpulkan bahwa: metode pembelajaran hypnoteaching meningkatkan nilai afektif kemampuan siswa berpendapat bila dibandingkan dengan pembelajaran menggunakan metode yang lama. Aryanto (2012) dalam penelitiannya berjudul “Pengaruh Metode Hypnoteaching Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas V Di Sd Negeri Begalon Ii No.241 Surakarta Tahun 2011 /2012” menyimpulkan bahwa: metode Hypnoteaching mempunyai pengaruh terhadap hasil belajar siswa di SDN Begalon II No.241 Surakarta Tahun 2011 / 2012. Penelitian eksperimen yang akan dilakukan ini menggunakan Metode Hypnoteaching untuk mengetahui pengaruhnya terhadap hasil belajar matematika siswa kelas XI IPS pada materi fungsi komposisi. Metode Hypnoteaching merupakan metode pembelajaran alam bawah sadar yang dapat menumbuhkan semangat belajar siswa sehingga cocok digunakan untuk siswa SMA program IPS yang kurang tertarik dengan mata pelajaran matematika. C. Kerangka Berpikir Salah satu dari kriteria keberhasilan belajar adalah adanya pengaruh yang besar dari interaksi belajar mengajar yang berupa komunikasi yang baik antara siswa dengan yang lain dan siswa dengan guru. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru matematika kelas XI IPS, minat belajar siswa dalam belajar sangat kurang. Hal ini dibuktikan dengan siswa mengobrol dengan teman sebangku ketika kegiatan pembelajaran sedang berlangsung, selain itu siswa juga mengandalkan ulangan perbaikan apabila mendapat nilai jelek pada saat ulangan sehingga siswa malas belajar. Pemilihan metode pembelajaran yang melibatkan interaksi belajar mengajar dan dapat memotivasi belajar siswa sangat penting bagi keberhasilan belajar siswa. Salah satu metode pembelajaran yang melibatkan keaktifan siswa dalam berinteraksi dengan teman-temannya dan berupaya mengaktifkan belajar siswa adalah metode 12 hypnoteaching. Metode hypnoteaching menekankan pada komunikasi alam bawah sadar siswa, sehingga siswa dapar diarahkan pada tujuan-tujuan yang positif. Penerapan metode hypnoteaching diharapkan dapat efektif dalam pembelajaran matematika sehingga menjadikan siswa aktif berinteraksi dengan teman dan guru, mengembangkan bakat dan minatnya, mudah menguasai materi karena lebih termotivasi untuk belajar, dan tercipta pembelajaran yang menyenangkan di kelas. Penelitian ini akan membandingkan hasil sebelum perlakuan (pre-test) dan setelah perlakuan (post-test). Pre-test diberikan pada siswa untuk mengetahui kemampuan awal sebelum penerapan metode, kemudian langkah selanjutnya peneliti akan menerapkan perlakuan yaitu menggunakan metode hypnoteaching dengan melakukan uji beda rata-rata untuk melihat pengaruh penerapan metode hypnoteaching terhadap hasil belajar matematika siswa kelas XI IPS SMA N 1 Getasan tahun pelajaran 2012/2013. D. Hipotesis Tindakan Hipotesis tindakan dalam penelitian ini yang harus dibuktikan kebenarannya adalah “Terdapat pengaruh penggunaan metode hypnoteaching tarhadap hasil belajar matematika siswa kelas XI IPS di SMA N 1 Getasan.”