MOLECULAR IDENTIFICATION BY USING POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) AND DNA SEQUENCING OF DIARRHEA BACTERIA PATHOGENS IDENTIFIKASI MOLEKULAR DENGAN TEKNIK POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) DAN SEKUENSING DNA TERHADAP BAKTERI PATOGEN PENYEBAB DIARE Ety Supriyaningsih, Priyo Wahyudi, Supandi Fakultas Farmasi dan Sains Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Abstract Diarrhea caused by bacterial infections. Identification of pathogenic bacteria can be done by using molecular techniques. This research aims at detecting bacterial pathogens that cause diarrhea by the method of polymerase chain reaction (PCR), using 16S rRNA gene sequence analysis. Samples were extracted using the GeneJET Genomic DNA Purification Kit, then amplified by PCR using primers 63F and 1387r. Positive PCR results are indicated by the presence of DNA fragments in the electrophoresis gel in the area about 2500 base pairs. This result was followed by sequencing and alignment of data on Basic Local Alignment Search Tool (BLAST). BLAST alignment results Siloam Karawaci Hospitals with samples were known to have 99 % similarity with Escherichia coli O157 H:7. E. coli is a bacterium that is commonly found in patients with diarrhea. Keyword: PCR, DNA sequencing, 16S rRNA gene Abstrak Diare dapat disebabkan oleh infeksi bakteri. Identifikasi bakteri patogen dapat dilakukan dengan menggunakan teknik molekuler. Penelitian ini dilakukan untuk mendeteksi bakteri patogen penyebab diare dengan metode polymerase chain reaction (PCR), menggunakan analisa sekuens gen 16S rRNA. Sampel diekstraksi menggunakan GeneJET Genomic DNA Purification Kit, kemudian diamplifikasi dengan PCR menggunakan primer 63f dan 1387r. Hasil PCR positif ditunjukkan dengan adanya fragmen DNA pada gel elektroforesis pada daerah sekitar 2500 pasang basa. Hasil ini dilanjutkan dengan sekuensing dan penyejajaran data pada Basic Local Alignment Search Tool (BLAST). Penyejajaran menggunakan BLAST dari sampel yang diperoleh dari Rumah Sakit Siloam Karawaci Tanggerang-Banten diketahui memiliki 99% kemiripan dengan Escherichia coli O157 H:7. Bakteri E. coli merupakan bakteri yang sering terdapat pada penderita diare. Kata kunci: PCR, sekuensing DNA, Gen 16S rRNA 1 PENDAHULUAN Diare merupakan penyakit disebabkan oleh infeksi bakteri. Bakteri-bakteri penyebab diare merupakan jenis bakteri Gram negatif diantaranya Campylobacter jejuni, Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Clostridium perfringen, Escherichia coli, Clostridium difficile, dan Vibrio cholera (Guerrant et al. 2001). Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah salah satu teknik yang dapat melipatgandakan DNA secara in vitro dalam waktu singkat (Yuwono 2006). Proses PCR menggunakan sepasang primer, yang merupakan oligonukleotida yang berperan sebagai amplifikasi molekul DNA, kemudian dielektroforesis dan diidentifikasi menggunakan suatu gen penanda yaitu gen 16S rRNA (Aris 2013). Gen 16S rRNA merupakan gen yang bersifat spesifik terhadap spesies prokariot sehingga gen 16S rRNA dapat digunakan untuk mempelajari hubungan filogenetik dari suatu spesies bakteri (Claridge 2004). Analisa sekuen akan menemukan secara jelas bahwa bakteri patogen tersebut bersifat spesifik terhadap bakteri-bakteri yang menyebabkan penyakit diare (Radji 2010). Analisis sekuen merupakan suatu teknik yang dianggap paling baik untuk melihat keanekaragaman hayati suatu kelompok organisme. Sekuensing DNA adalah suatu proses penentuan urutan basa suatu DNA. Proses ini menggunakan prinsip reaksi polimerisasi DNA secara enzimatis dengan penambahan suatu ddNTP. Penyakit infeksi diare menjadi perhatian di Rumah Sakit Siloam Karawaci Tangerang, karena banyaknya jumlah pasien infeksi diare yang disebabkan oleh bakteri. Pada penelitian ini dilakukan identifikasi molekuler terhadap isolat bakteri patogen diare yang diperoleh dari pasien infeksi diare. Isolat bakteri yang didapat dari Rumah Sakit Siloam Karawaci Tanggerang Banten akan diamplifikasi dengan teknik PCR, selanjutnya dilakukan sekuensing terhadap gen 16S rRNA. Sekuens yang didapat akan dilakukan penyejajaran menggunakan situs online NCBI atau EMBL. METODOLOGI Alat Penelitian Alat-alat yang digunakan adalah tabung reaksi, micropipet, tube sentrifius 2 ml, jarum ose, batang pengaduk, inkubator, autoklaf, laminar air flow, waterbath, microsentrifuge refrigenerator (Bio-Lion XC-HR 20), peltier thermo cycler (Tanach RAY MG48), elektroforesis (Mupid EXU), UV transiluminator (Extra Gene). . Bahan Penelitian 1. Bahan Isolasi DNA Genom Isolat bakteri diperoleh dari RS Siloam Tanggerang, ethanol 50%, 70%, 96% dan GeneJET Genomic DNA Purification Kit (Thermo Scientific), yang terdiri dari: lysis solution, digestion solution, proteinase K, RNAse solution, wash buffer I, wash bufer II, dan Elution bufer. 2. Bahan Kimia untuk PCR Forward primer (Genetika Science) 63f (5’-CAG GCC TAA CAC ATG CAA GTC-3’) dan reverse primer (Genetika Science) 1387r (5’-GGG CGG WGT GTA CAA GGC-3) (Marchesi et al. 1998). Deionized demineralized water (Thermo 2 Scientific), PCR Master Mix 2x (Thermo Scientific), yang terdiri dari: Taq polimerase, PCR bufer, dATP, dGTP, dTTP, dCTP, dan Mg2+. 3. Bahan Kimia untuk Elektroforesis Gel agarosa, loading dye (Thermo Scientific), etidium bromida, bufer Tris Borat EDTA (TBE) 1x, dan DNA Ladder 1 kb (Thermo Scientific). 4. Bahan untuk Pengkayaan Medium nutrient broth (NB) (Merck). Prosedur Kerja 1. Isolasi DNA Genom dengan GeneJET Kit Tahap awal yang dilakukan dalam penelitian meliputi persiapan alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. Alat-alat seperti tip dan tube sentrifius disterilkan terlebih dahulu dengan autoklaf suhu 121ºC selama 15 menit. Medium NB yang digunakan disterilisasi dengan autoklaf suhu 121ºC selama 15 menit, sedangkan sterilisasi dengan ethanol 70% digunakan untuk sterilisasi laminar air flow dan lingkungan di sekitar perlakuan, sterilisasi dengan pemanasan menggunakan Bunsen digunakan untuk jarum ose.Isolat bakteri yang akan digunakan untuk proses isolasi, terlebih dahulu dikultur dalam medium nutrient broth dan diinkubasi 18-36 jam pada suhu 37oC. Proses isolasi dilakukan berdasarkan protokol yang terdapat pada GeneJET Genomic DNA Purification Kit. Sebanyak 1,5-2,0 ml kultur bakteri dipindahkan ke dalam tabung mikrosentrifus steril, kemudian disentrifugasi pada kecepatan 5000 x g selama 10 menit. Supernatan yang terbentuk dibuang dan jangan sampai ada sisa medium dalam tabung. Endapan sel bakteri kemudian ditambahkan dengan 20 μl Proteinase K dan 180 μl digestion solution dihomogenkan, lalu diinkubasi 30 menit pada suhu 56oC sambil sesekali dihomogenkan. Tahap selanjutnya ditambahkan 20 μl RNAse solution lalu dihomogenkan dan diinkubasi suhu ruang selama 10 menit agar sel lisis dengan sempurna. Ditambahkan 200 μl lysis solution, dihomogenkan selama 15 detik lalu ditambahkan dengan 400 μl ethanol 50%, dihomogenkan kembali. Campuran tersebut dipindahkan ke kolom GeneJET Genomic DNA Purification yang dilengkapi dengan collection tube. Kolom disentrifugasi pada kecepatan 6000 x g selama 1 menit. Kemudian kolom GeneJET Genomic DNA Purification dipindahkan ke collection tube 2 ml baru. Pada kolom ditambahkan 500 μl wash bufer I yang telah ditambah dengan ethanol 96%, kemudian disentrifugasi pada kecepatan 8000 x g selama 1 menit. Collection tube dibuang lalu diganti dengan yang baru. Ditambahkan 500 μl wash bufer II yang sudah ditambahkan ethanol 96%, lalu disentrifugasi dengan kecepatan 12000 x g selama 3 menit. Jika terlihat larutan belum homogen, maka larutan dihomogenkan kembali selama 1 menit dengan kecepatan maksimum. Diambil larutan bagian bawah tube lalu pindahkan ke kolom GeneJET Genomic DNA Purification 1,5 ml steril. Terakhir, ditambahkan 200 μl elution bufer untuk melarutkan DNA genom. Kemudian diinkubasi selama 2 menit pada suhu ruang, dan disentrifugasi pada kecepatan 8000 x g selama 1 menit. Didapat DNA murni, lalu disimpan pada suhu _20oC. 3 Selanjutnya adalah analisis DNA genom bakteri dengan menggunakan Elektroforesis. Untuk membuat agarosa dengan konsentrasi 1,6%, yaitu ditimbang agarosa sebanyak 0,80 g dalam 50 ml air suling steril, dan dididihkan hingga larut. Setelah agak dingin, larutan tersebut dituang pada cetakan gel, sisir dipasang, dan didiamkan hingga gel mengeras. Sisir diangkat dan nampan dipindahkan ke wadah elektroforesis. Wadah tersebut terlebih dahulu diberi bufer TBE 1x hingga menggenangi permukaan gel agarosa. Sebanyak 0,5 μl Loading dye ditambahkan pada 2,5 μl sampel DNA dan dihomogenkan. Campuran tersebut dimasukkan ke dalam cetakan sisir yang tersedia secara hati-hati. Elektroforesis dinyalakan dan tegangan diatur sebesar 100 volt. Kemudian, ditunggu hingga xylene cyanol mencapai 1 cm dari tepi bawah gel. Selanjutnya gel agarosa diambil dan dimasukkan ke dalam wadah yang sudah mengandung etidium bromida selama lima menit dalam ruangan gelap. Hasil diamati pada UV transiluminator pada panjang gelombang 500 nm dan fragmen DNA yang akan muncul didokumentasikan. Hasil positif ditandai dengan adanya fragmen DNA yang muncul pada gel agarosa. 2. Amplifikasi DNA Target dengan PCR Proses amplifikasi genom bakteri terhadap gen 16S rRNA menggunakan primer 63f (5’-CAG GCC TAA CAC ATG CAA GTC-3’) dan pimer 1387r (5’GGG CGG WGT GTA CAA GGC-3’) (Marchesi et al. 1998). Proses amplifikasi dilakukan berdasarkan protokol pada PCR Master Mix 2x. Dimasukkan sebanyak 25 μl PCR master mix 2x ke dalam microtube 0,5 ml, kemudian ditambahkan 15 μl deionized demineralized water (ddH2O) dan dihomogenkan. Primer 63f dan 1387r ditambahkan masing-masing sebanyak 2 μl, lalu dihomogenkan. Larutan tersebut dibagi menjadi dua bagian dengan dipipet sebanyak 22 μl dan dimasukkan ke dalam microtube 0,5 ml steril. Sebanyak 3 μl cetakan DNA ditambahkan ke dalam masingmasing microtube untuk memperoleh volume total 25 μl lalu dihomogenkan. Larutan tersebut di spindown dan dimasukkan ke dalam mesin PCR. Kondisi PCR diatur : Denaturasi awal pada suhu 94oC selama 3 menit sebanyak 1 siklus, denaturasi pada suhu 94oC selama 1 menit sebanyak 30 siklus, annealing pada suhu 55oC selama 1 menit sebanyak 30 siklus, ekstensi pada suhu 72oC selama 5 menit sebanyak 30 siklus dan ekstensi akhir pada suhu 72oC selama 10 menit sebanyak 1 siklus (Prabu et al. 2010). Hasil amplifikasi dianalisis menggunakan elektroforesis gel agarosa 1,6 %. 3. Sekuensing Gen 16S rRNA Amplikon dimasukkan ke dalam microtube 0,5 ml kering dan steril, kemudian diberi label dan disegel dengan parafilm untuk mencegah kebocoran dan perembesan. Sampel dikirim ke 1st BASE Laboratories, Malaysia untuk selanjutnya dipurifikasi dan disekuensing. 4. Penyejajaran Hasil Sekuen dengan Menggunakan Program Online NCBI dan EMBL Sekuen DNA yang diperoleh dibandingkan dengan sekuen database pada situs http://www.ebi.ac.uk EMBL dan http://www.ncbi.nlm.gov NCBI. Lalu dilakukan penyejajaran terhadap persen kemiripannya dengan bakteri lain pada database. Hasilnya dapat dibuat untuk membuat pohon filogenetik. 4 Teknik Analisis Data Analisis data hasil deteksi PCR dengan dielektroforesis dan dianalisis berdasarkan ada tidaknya potongan pita DNA yang terbentuk, dan data disajikan secara deskriptif dalam bentuk tabel dan gambar. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi DNA Bakteri Proses isolasi DNA merupakan tahapan awal dari seluruh rangkaian penelitian. Tahap pendahuluan bakteri dikultur dalam medium Nutrient Agar (NA) untuk melihat bentuk koloni bakteri yang terdapat dalam isolat murni. Koloni-koloni yang telah tumbuh selanjutnya dipindahkan dalam medium Nutrient Broth (NB) karena penggunaan medium cair akan memudahkan pada saat proses isolasi. Medium diinkubasi selama 18-48 jam, menurut Sambrook and Russell (2001) pertumbuhan bakteri mencapai fase log akhir setelah diinkubasi semalam. Fase log akhir merupakan saat yang optimal untuk memanen bakteri, sehingga kuantitas DNA yang diperoleh maksimal. x Gambar 3. Bentuk koloni bulat bakteri Escherichia coli dari pasien Diare RS Siloam Tangerang dalam medium NA. Tanda x (koloni bulat). Setelah proses perbanyakan bakteri. Bakteri-bakteri dilakukan isolasi dan pemurnian DNA dengan menggunakan GeneJET Kit. Kegiatan isolasi DNA ini dilakukan untuk mendapatkan cetakan DNA yang murni dari masing-masing isolat. Proses isolasi DNA dilakukan sesuai dengan protokol yang terdapat pada GeneJET Genomic DNA Purification Kit. 5 EO1 M x Gambar 4. Elektroforegram total genom DNA bakteri EO1 dari pasien diare RS Siloam Karawaci Tangerang Banten. Lajur M (marker), EO1 (DNA bakteri) dan x (pita DNA M EO3 x Gambar 5. Elektroforegram total genom DNA bakteri EO3 dari pasien diare RS Siloam Karawaci Tangerang Banten. Lajur M (marker), EO3 (DNA bakteri) dan x (pita DNA). Dari kesepuluh isolat yang diperoleh dari rumah sakit, setelah dilakukan isolasi hanya didapatkan dua isolat murni DNA bakteri. Yaitu sampel EO1 dan EO3. Hal ini disebabkan pada saat memvisualisasikan dengan UV Transiluminator, Bentuk DNA yang diperoleh memiliki tingkat kemurnian yang baik pada sampel tersebut dengan ditandai munculnya bentuk pita tunggal atau pita DNA yang tidak berekor. Menurut Herison dkk. (2003) kualitas DNA yang baik yaitu tidak terdapat pola DNA yang terdegradasi pada saat visualisasi gel agarosa, sehingga DNA ini dapat dilanjutkan untuk amplifikasi dengan PCR. B. Amplifikasi Gen 16S rRNA Bakteri Amplifikasi DNA dilakukan menggunakan metode PCR dengan primer 63f (5’-CAG GCC TAA CAC ATG CAA GTC-3’) dan primer 1387r (5’-GGG CGG WGT GTA CAA GGC-3) (Marchesi et al. 1998). 6 M EO3 x Gambar 6. Elektroforegram amplikon Gen 16S rRNA bakteri Escherichia coli EO3 dari pasien diare RS Siloam Karawaci Tangerang Banten. Lajur M (marker), EO3 (DNA bakteri) dan x (pita DNA). M EO1 x Gambar 7. Elektroforegram amplikon Gen 16S rRNA bakteri Escherichia coli EO1 dari pasien diare RS Siloam Karawaci Tangerang Banten. Lajur M (marker), EO1 (DNA bakteri) dan x (pita DNA). Proses amplifikasi dimulai dengan denaturasi awal pada suhu 94oC selama tiga menit, yang bertujuan untuk mempersiapkan untai DNA yang akan didenaturasi. Denaturasi pada suhu 94oC selama satu menit bertujuan untuk memisahkan untai ganda DNA. Annealing pada suhu 55oC selama satu menit untuk memberi waktu pada primer untuk menempel pada daerah tertentu dari target DNA. Proses ekstensi pada suhu 72oC selama lima menit dilakukan dengan tujuan untuk memperpanjang gen 16S rRNA. Ekstensi akhir pada suhu 72oC yang bertujuan untuk menyempurnakan proses penggabungan untai DNA. Proses denaturasi, annealing, dan ekstensi dilakukan sebanyak 30 siklus bertujuan untuk melipatgandakan amplikon, agar saat dilakukan sekuensing jumlah DNA dapat terbaca pada mesin DNA sequencer. 7 Visualisasi gambar 7 (EO1) memiliki bentuk smear yang panjang dan terlihat sangat jelas. Hal ini menunjukkan, DNA yang teramplifikasi menunjukkan kualitas DNA kurang baik. Kualitas ini dapat dipengaruhi oleh konsentrasi primer, dNTP dan MgCl2 yang digunakan. Menurut Henegariu et al. (1997) konsentrasi primer yang kurang baik dapat menyebabkan primer menempel pada sekuen yang tidak diinginkan dan dapat menyebabkan proses PCR tidak berjalan efisien, sehingga menghasilkan produk yang kurang baik. Pada EO3 muncul pita tunggal, sehingga didapat produk DNA target dengan kualitas baik, sehingga EO3 dapat dilakukan sekuensing DNA dengan mesin DNA sequencer. C. Analisis Hasil Sekuensing Analisis bioinformatika merupakan suatu analisis dengan meng-input data hasil sekuens (query) pada program resmi di GenBank. Analisis dilakukan dengan menggunakan dua program online yaitu pada situs http://www.ncbi.nlm.gov dan http://www.ebi.ac.uk. Sebelum dianalisis dengan program tersebut sebaiknya data hasil sekuens dilakukan analisa untuk melihat bentuk puncak atau elektroforegram yang didapat. Gambar 8. Elektroforegram sekuens Gen 16S rRNA dari bakteri Escherichia coli pasien diare RS Siloam Karawaci Tangerang Banten menggunakan primer 1387r Gambar 9. Elektroforegram sekuens Gen 16S rRNA dari bakteri Escherichia coli pasien diare RS Siloam Karawaci Tangerang Banten menggunakan primer 63f 8 Berdasarkan gambar 8 didapat lambang N pada proses pembacaan awal dengan mesin sequencer. Lambang N merupakaan suatu bentuk analisis yang tidak cukup jelas untuk menujukkan keberadaan basa A, C, G, atau T, sehingga harus dihilangkan terlebih dahulu dengan menggunakan program BioEdit. Data yang diperoleh dari program BioEdit berupa data hasil consensus antara primer forward dan primer reverse. Consensus merupakan suatu program yang terdapat pada BioEdit yang digunakan untuk mengontruksi kembali rangkaian urutan DNA yang saling tumpang tindih menjadi bentuk yang tunggal, sehingga dapat dilakukan ke tahap selanjutnya yaitu analisis di GenBank pada program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST). Gambar 10. Hasil BLASTN dari sekuens Gen 16S rRNA bakteri pasien diare RS Siloam Karawaci Tangerang Banten. Dari hasil BLAST dengan NCBI didapatkan data berupa garis-garis bewarna merah (gambar 10). Hasil ini menunjukkan suatu skala pada tingkat kesamaan sekuens-sekuens yang telah disejajarkan. Hasilnya menunjukkan garis-garis bewarna merah yang berarti kedua sekuens forward maupun reverse pada 16S rRNA memiliki tingkat kemiripan yang sangat mirip yaitu lebih dari 200 nukleotida. Warna merah pada hasil menunjukkan bahwa data hasil BLAST valid, karena jika datanya kurang bagus akan ditunjukkan dengan warna biru sampai hitam. 9 Gambar 11. Hasil BLASTN dari sekuens Gen 16S rRNA bakteri pasien diare RS Siloam Karawaci Tangerang Banten. Gambar 11 merupakan kelanjutan dari hasil BLASTN, dari data tersebut didapatkan bahwa sampel isolat memiliki persen kemiripan 99% pada jenis bakteri Escherichia coli O157:H7 Str Sakai. Nilai E-value yang dihasilkan adalah nol, nilai nol ini menunjukkan sekuens homolog dengan sekuens yang terdapat di GenBank. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Sugianto 2007) yang dilakukan secara mikrobiologi bahwa bakteri utama yang terdapat pada penderita diare adalah jenis bakteri Escherichia coli. Hasil penelitian yang dilakuan secara molekuler maupun penelitian secara mikrobiologi telah didapatkan hasil yang sama, tetapi penelitian secara molekuler memiliki hasil yang lebih jelas karena terlihat sampai pada tingkatan strain bakteri tersebut, sedangkan tidak didapatkan pada penelitian yang dilakukan secara mikrobiologi 10 Gambar 12. Hasil BLASTN dari sekuens Gen 16S rRNA bakteri pasien diare RS Siloam Karawaci Tangerang Banten. Dari gambar 12 didapat bahwa terdapat garis-garis penghubung antara sekuens yang di atas dengan sekuens yang di bawah. Garis ini menunjukkan terdapat kesesuaian antara sekuens forward 16S dengan sekuens reverse 16S. Sekuens tersebut memiliki kesamaan 99% dengan bakteri Escherichia coli serta ada bagianbagian yang tak terhubung pada garis, menunjukkan adanya perbedaan dari kedua sekuens tersebut pada saat proses penyejajaran. Data sekuens gen 16S rRNA dari sampel isolat kemudian dibandingkan dengan beberapa data sekuen gen 16S rRNA dari beberapa spesies E.coli lainnya. Hasil perbandingan sekuen ini kemudian divisualisasikan dalam bentuk pohon filogenetik yang dapat menunjukkan hubungan kekerabatan antara satu galur E.coli dengan galur yang lainnya. Pohon filogenetik membuat percabangan yang berupa akar dan cabang. Akar pohon merupakan titik yang bertindak sebagai nenek moyang, sedangkan cabang merupakan titik yang menjelaskan tentang spesies-spesies yang saling memiliki hubungan kekerabatan. Makin dekat cabang, maka hubungan antar spesies itu semakin dekat (Baldauf 2003). 11 Shigella sonnei Ss046 16 S ribosomal RNA, complete sequence Escherichia coli O157:H7 str Sakai 16S ribosomal RNA, complete sequence EO3 Escherichia coli str K-12 MG 1655 16S ribosomal RNA, complete sequence Shigella dysentriae Sd197 16S ribosomal RNA, complete sequence Shigella dysentriae strain ATCC 13313 16S ribosomal RNA, complete sequence Gambar 13. Cladogram bakteri Escherichia coli O105 H:7 str sakai pasien diare RS Siloam Karawaci Tangerang Banten. Tanda panah: sampel EO3 Pohon filogenetik selain menunjukkan kekerabatan antar spesies yang diperbandingkan, juga menggambarkan perubahan yang terjadi pada gen penanda untuk masing-masing spesies. Semakin panjang suatu cabang artinya semakin banyak perubahan yang terjadi pada gen penanda selama proses evolusi, akibatnya spesies yang berada pada cabang tersebut dapat dikatakan lebih maju. Cladogram merupakan cara yang dipakai untuk mempresentasikan pohon filogenetik (Baldauf 2003). Dari cladogram diketahui sampel EO3 memiliki hubungan yang dekat dengan spesies Escherichia coli str K-12 MG 1655. Dari hasil penyejajaran dengan menggunakan BLAST pada situs NCBI didapat bahwa sampel adalah bakteri jenis Escherichia coli O157: H7. Diketahui bakteri ini yang sering terdapat pada penderita diare. Escherichia coli O157: H7 adalah strain enterohemorrhagic (penyebab diare dan kolitis/pendarahan pada dinding kolon). (Obrig 2010). SIMPULAN Identifikasi bakteri patogen penyebab diare berhasil dilakukan dengan menggunakan teknik PCR. Tahap awal isolasi dengan menggunakan GeneJET Genomic DNA Purification Kit dihasilkan suatu produk DNA yang murni dengan ditunjukkan munculnya pita tunggal pada elektroforesis gel agarosa. Hasil amplifikasi dengan PCR didapatkan ukuran DNA sekitar 2500 pasang basa. Hasil sekuensing dan penyejajaran Gen 16S rRNA yang dilakukan dengan program online NCBI dan EMBL menyatakan bahwa sampel memiliki kemiripan 99% dengan bakteri Escherichia coli O157 H:7. Bakteri tersebut diketahui menjadi penyebab utama penyakit diare. 12 DAFTAR PUSTAKA Aris M, Sukenda, Harris E, Sukadi MF, Yuhana M. 2013. Identifikasi Molekuler Bakteri Patogen dan Desain Primer PCR. Jurnal Budidaya Perairan. Vol 1 No 3 Halm. 43-50 Baldauf SL. 2003. Phylogeny for the faint of heart:a tutorial. Journal of Biology. No.6 Halm. 345-361 Clarridge JE. 2004. Impact of 16S rRNA Gene Sequence Analysis for Identification of Bacteria on Clinical Microbiology and Infectious Diseases. Journal Clinical Microbiology Reviews. Vol 17 Halm. 840-862 Guerrant RL, Van Gilder T, Steiner TS, Thielman NM, Slutsker L, Tauxe RV, Hennessy T, Griffin PM, Dupont H , Sack RB, Tarr P, Neill M , Nachamkin I , Reller LB, Osterholm MT, Bennish ML, Pickering LK. 2001. Practice Guidlines for the Management of Infectious Diarrhea. Journal Clinical Infectious Deseases. Vol 32 Halm. 331-351 Henegariu O, Heerema NA, Dlouhy SR, Vance GH, Vogh PH. 1997. Multiplex PCR: Critical Parameters and Step-By-Step Protocol. Biomolecular Techniques. Halm 504-511 Herison C, Rustikawati, Eliyanti. 2003. Penentuan Protokol yang Tepat untuk Menyiapkan DNA Genom Cabai (Capsicum sp). Jurnal Akta Agrosia. Vol 6. Halm 38-42 Marchesi JR, Takuichi S, Weightman AJ, Martin TA, Fry JC, Hiom SJ, Wade WG. 1998. Design and Evaluation of Useful Bacterium-Specific PCR Primers That Amplify Genes Coding for Bacterial 16S rRNA. Journal Applied and Environmental Microbiology.Vol 64 Halm. 795-799. Prabhu V, Isloor S, Balu M, Suryanarayana VVS, Rathnamma D. 2010. Genotyping by ERIC-PCR of Escherichia coli Isolated from Bovine Mastitis Cases. Journal of Biotechnology. Vol 9 Halm. 298-301 Radji M, Puspaningrum A, Sumiati A. 2010. Deteksi Cepat Bakteri Escherichia coli dalam Sampel Air dengan Metode Polymerase Chain Reaction Menggunakan Primer 16E1 Dan 16E2. Makara Vol 14 Halm. 39-43 Sambrook J, Russell DW. 2001. Molecular cloning a laboratory Manual. Cold Spring Harbor Laboratory Press. New York. Sugianto E. 2006. Etiologi Diare Akut Infektif Di Puskesmas Mranggen dan Karangawen Kabupaten Demak. Bagian penyakit Dalam fakultas kedokteran UNDIP RSUP Dr. Kariadi Semarang. Obrig TG. 2010. Escherichia coli Shiga Toxin Mechanisms of Action in Renal Disease. Journal Toxins Department of Microbiology and Immunology. Halm 27702792 Yuwono T. 2006. Teori Dan Aplikasi Polymerase Chain Reaction. Andy Publisher, Yogyakarta. Halm 23-278. 13