ETIKA PROFESI STAN-2012 Word

advertisement
BAHAN AJAR ETIKA PROFESI
PEGAWAI NEGERI SIPIL
PROGRAM DIPLOMA I KEUANGAN
SPESIALISASI PAJAK
SATRIA HADI LUBIS
SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA
TAHUN 2011
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam atas selesainya
penyusunan bahan ajar Etika Profesi PNS ini. Sebagai sebuah profesi, PNS
(Pegawai Negeri Sipil) memiliki berbagai etika yang perlu diketahui oleh para
mahasiswa STAN sebagai calon PNS, khususnya di Kementerian Keuangan.
Apalagi saat ini, pemerintah sedang gencar-gencarnya melakukan reformasi
birokrasi, sehingga peranan etika profesi PNS menjadi sangat urgen dalam rangka
mengawal reformasi birokrasi yang berlandaskan pada kesadaran etika.
Mahasiswa STAN adalah mahasiswa yang bukan saja harus terampil dalam
teknis operasional pekerjaan, tapi juga harus terampil dalam membangun karakter
yang beretika. Tanpa etika, seorang mahasiswa STAN kelak akan bekerja tanpa
nurani, sehingga rentan untuk menghalalkan segala cara dan menelantarkan
kewajibannya sebagai abdi masyarakat. Sebaliknya dengan etika diharapkan akan
muncul mahasiswa-mahasiswa STAN yang nanti akan bekerja secara jujur,
bernurani dan berfokus pada kepuasan stakeholders menuju masyarakat yang
sejahtera lahir dan batin.
Penulisan bahan ajar untuk mata kuliah Etika Profesi PNS ini memuat berbagai
pengetahuan etika dan kode etik yang dibutuhkan mahasiswa STAN ketika nanti
mereka bekerja. Bahan ajar berfungsi sebagai seperangkat materi yang disusun
sistematis yang digunakan oleh pengajar, widyaiswara dan mahasiswa STAN dalam
kegiatan belajar. Dengan adanya bahan ajar ini diharapkan semua pihak yang
berkepentingan dapat menjelaskan secara sistematis dan terstruktur tujuan
instruksional yang akan dicapai sesuai standar kompetensi yang ditetapkan.
Dengan selesainya penyusunan bahan ajar ini, kami mengucapkan terima
kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu, terutama kepada Bapak
Kusmanadji selaku Direktur STAN, yang bukunya berjudul Etika Profesi Akuntansi,
Bisnis dan pelayanan Publik menjadi referensi utama dalam penulisan bahan ajar ini.
Juga terimakasih disampaikan kepada Ibu Lies Sunarmintyastuti (Kepala Bidang
Akademis Pendidikan Akuntan) yang telah memberikan motivasi dan dukungan terus
menerus bagi selesainya penulisan bahan ajar ini.
Kami menyadari bahwa dalam menyusun bahan ajar ini masih terdapat
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, disebabkan keterbatasan waktu dan
penguasaan materi. Untuk itu kami membutuhkan masukan dari berbagai pihak demi
kesempurnaan penyusunan bahan ajar ini di masa yang akan datang. Semoga
bahan ajar mata kuliah Etika Profesi PNS ini dapat memberikan manfaat bagi semua
pihak, khususnya bagi para mahasiswa STAN.
Tangerang Selatan, November 2011
(Satria Hadi Lubis)
2|Page
PENDAHULUAN
Sesuai dengan visi Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, yaitu menjadi perguruan
tinggi terbaik di bidang keuangan dan akuntansi sektor publik, maka perlu dilakukan
proses peningkatan kualitas pelaksanaan proses pendidikan dan pembelajaran
secara berkesinambungan.
Salah satu kegiatan yang menjadi agenda utama untuk menunjang proses
pembelajaran di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara adalah kegiatan penyusunan
bahan ajar. Bahan ajar yang dihasilkan dari kegiatan ini akan digunakan sebagai
salah satu acuan pembelajaran bagi seluruh dosen matakuliah terkait sebagai
bentuk standarisasi proses pendidikan dan pembelajaran dalam rangka menjaga
mutu dan meningkatkan kualitas lulusan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara.
Bahan ajar adalah bahan-bahan atau materi perkuliahan yang disusun secara
sistematis yang digunakan dosen dan mahasiswa dalam kegiatan belajar mengajar.
Bahan ajar mempunyai struktur dan urutan yang sistematis. Bahan ajar harus dapat
menjelaskan tujuan instruksional yang akan dicapai dan memotivasi mahasiswa
untuk belajar mamahami konsep dasar dengan benar, serta mengantisipasi
kesukaran belajar mahasiswa dalam bentuk penyediaan bimbingan bagi mahasiswa
untuk mempelajari bahan tersebut, dan dalam penerapannya diintegralkan dengan
tujuan dan isi pengajaran yang ada dalam GBPP.
Bahan ajar mata kuliah Etika Profesi PNS ini bertujuan untuk memberikan
pemahaman mengenai nilai-nilai yang tepat atas penerapan standar etika dalam
profesi sebagai PNS. Dengan demikian diharapkan mahasiswa STAN dapat
meningkatkan kesadaran dan kepekaan terhadap etika profesi PNS dan
konsepkonsep yang menyertainya, meningkatkan kemampuan dalam memecahkan
dilema etis di tempat kerja dan di luar tempat kerjaserta mampu meningkatkan
kesadaran untuk mempraktekkan kode etik yang berlaku di tempat kerja.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka disusunlah bahan ajar ini yang terdiri
dari 16 bab sebagai penjabaran dari pencapaian tujuan pembelajaran KSPK. Pada
Bab 1, mahasiswa akan mendapatkan pemahaman tentang kedudukan mata kuliah
Etika Profesi PNS dan Garis Besar Proses Pembelajarannya. Bab 2 dan 3 tentang
teori dan konsep etika. Bab 4 tentang etika profesi, yang meliputi pengertian profesi
dan etika profesi, serta urgensi etika profesi dan prinsip-prinsip etika profesi.
Pada Bab 5, mahasiswa akan mendapatkan pemahaman tentang etika bisnis.
Etika ini perlu diberikan agar mahasiswa mengetahui etika yang berlaku di kalangan
pebisnis, sebagai salah satu konsumen Kementerian Keuangan. Lalu pada Bab 6
akan dibahas sedikit tentang etika kepemimpinan. Untuk etika pelayanan publik dan
etika kerja akan dibahas pada Bab 7 dan 8.
3|Page
Agar mencapai pemahaman etika profesi PNS yang baik, mahasiswa juga
perlu mempelajari tentang pokok-pokok kepegawaian (Bab 9) dan aturan-aturan
tentang disiplin PNS (Bab 10), sehingga terbentuk pegawai negeri yang disiplin dan
memahami tugas serta tanggung jawabnya.
Etika anti korupsi juga perlu dipahami oleh mahasiswa STAN agar mereka
dapat menjadi agent of change (agen perubahan) dalam reformasi birokrasi yang
mensyaratkan pemerintahan yang bersih (clean goverment). Pembahasan tentang
pengertian korupsi, prinsip-prinsip anti korupsi dan faktor penyebabnya akan dibahas
pada Bab 11. Sedang berbagai aturan yang berlaku tentang anti korupsi dibahas
pada Bab 12.
Akhirnya, Indonesia di masa depan adalah milik generasi muda, sehingga kita
berkepentingan untuk bersama-sama mencetak generasi muda (mahasiswa) yang
beretika dan menjunjung tinggi nilai-nilai moral. Keberhasilan sebuah bangsa bukan
hanya disebabkan karena kepandaian ilmu pengetahuan dan teknologinya, tapi terutama- disebabkan karena karakter bangsa tersebut yang menjunjung tinggi nilainilai moral (etika). Semoga bahan ajar ini menjadi sumbangan kecil bagi gerakan
perubahan bangsa menuju masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT.
“Bagian hidupmu yang sesungguhnya di dunia ini adalah yang membuatmu
semakin mulia” (Ali bin Abu Tholib).
4|Page
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ....................................................................................................... 3
DAFTAR ISI .............................................................................................................. 5
PENGANTAR ETIKA PROFESI PNS ........................................................................ 8
Kedudukan Mata Kuliah Etika Profesi PNS .......................................................... 8
Urgensi etika profesi terhadap reformasi birokrasi .............................................. 15
Rencana perkuliahan etika profesi PNS .............................................................. 25
TEORI DAN KONSEP ETIKA I ................................................................................ 32
Pengertian Etika.................................................................................................. 32
Tiga Bagian Utama Etika .................................................................................... 34
Sejarah Etika....................................................................................................... 35
Teori Etika .......................................................................................................... 42
Tiga Konsep Moral Yang Penting ....................................................................... 49
Manfaat Dan Fungsi Etika .................................................................................. 55
TEORI DAN KONSEP ETIKA II ............................................................................... 66
Etika ................................................................................................................... 66
Etiket .................................................................................................................. 71
Perbedaan Etika dan Etiket ................................................................................. 71
Nilai .................................................................................................................... 74
Norma................................................................................................................. 84
ETIKA PROFESI ..................................................................................................... 92
Pengertian Profesi dan Etika Profesi ................................................................... 92
Urgensi Etika Profesi ........................................................................................ 100
Prinsip dan Peranan Etika Profesi ..................................................................... 102
Isu-Isu Seputar Etika Profesi ............................................................................. 105
ETIKA BISNIS ....................................................................................................... 122
Pengertian etika bisnis ...................................................................................... 122
Prinsip Etika Bisnis........................................................................................... 125
Isu-isu etika bisnis ............................................................................................ 131
ETIKA KEPEMIMPINAN........................................................................................ 146
Etiket dan Kepemimpinan................................................................................. 146
Nilai-Nilai Umum Etiket................................................................................... 148
Nilai-Nilai Umum Etiket Kepemimpinan.......................................................... 149
Urgensi Etika Kepemimpinan ........................................................................... 154
5|Page
Karakter Utama Dalam Kepemimpinan ............................................................ 159
7 Kebiasaan manusia yang sangat efektif .......................................................... 160
Prinsip-prinsip yang diwujudkan dalam 7 kebiasaan ......................................... 163
Paradigma 7 Kebiasaan ..................................................................................... 165
Solusi Kepemimpinan dalam Organisasi ........................................................... 166
Pentingnya Urutan Peran .................................................................................. 167
ETIKA PELAYANAN PUBLIK ................................................................................ 171
Pengertian Etika Pelayanan Publik .................................................................... 171
Relevansi Etika Dalam Pelayanan Publik.......................................................... 173
Prinsip-prinsip Etika Dalam Pelayanan Publik .................................................. 178
Prinsip-prinsip Pelayanan Publik ...................................................................... 180
Prinsip-prinsip dan Manajemen Etika Pelayanan Publik ................................... 181
Hakikat Profesionalisme Pelayanan Publik ....................................................... 183
Dilema dalam beretika ...................................................................................... 185
Implikasi bagi Etika Pelayanan Publik di Indonesia .......................................... 186
Netralitas Pegawai Negeri Sipil (PNS) .............................................................. 187
ETIKA KERJA ....................................................................................................... 192
Pengertian Etika (Etos) Kerja ............................................................................ 192
Aspek-Aspek Etika (Etos) Kerja ....................................................................... 194
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Etika (Etos) Kerja ..................................... 196
Etika Kerja vs Etika Profesi .............................................................................. 199
Disiplin Pegawai Negeri Sipil ........................................................................... 201
Hukuman disiplin PNS ..................................................................................... 206
Macam-Macam Etika (Etos) Kerja.................................................................... 215
PENGERTIAN KORUPSI, FAKTOR PENYEBAB KORUPSI, DAN PRINSIP-PRINSIP
ANTI KORUPSI..................................................................................................... 221
Istilah dan Definisi Korupsi .............................................................................. 221
Bentuk atau Macam Korupsi............................................................................. 223
Lingkup Korupsi ............................................................................................... 223
Penyebab Perbuatan Korupsi ............................................................................ 225
Penyebab Korupsi di Indonesia ......................................................................... 228
Dampak atau Akibat Korupsi ............................................................................ 230
Kebijakan di Bidang Pencegahan ...................................................................... 231
Prinsip Good Governance ................................................................................. 232
Prinsip Anti Korupsi ......................................................................................... 235
Pendidikan Anti Korupsi................................................................................... 238
Pendidikan Anti Korupsi dalam Keluarga ......................................................... 241
Implementasi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi dalam Kehidupan
Sehari-hari ........................................................................................................ 244
6|Page
Faktor-faktor Keberhasilan Pemberantasan Korupsi ......................................... 246
Hambatan atau Kendala Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi .................... 246
ATURAN TENTANG ANTI KORUPSI .................................................................... 250
Peraturan Tentang Anti Korupsi........................................................................ 250
Jenis-jenis Korupsi dan Sanksinya .................................................................... 259
Membentuk Pribadi Anti Korupsi ..................................................................... 271
MEMBANGUN ETOS PRIBADI ............................................................................. 275
Definisi Etos ..................................................................................................... 275
Lingkup Pembahasan Etos Pribadi .................................................................... 276
ATURAN KEPEGAWAIAN DAN KODE ETIK PROFESIPNS DI KEMENTERIAN
KEUANGAN ......................................................................................................... 303
Profesi dan Ciri-Cirinya .................................................................................... 303
Sumber-sumber Panduan Etika ......................................................................... 306
Aturan Kepegawaian bagi PNS ......................................................................... 307
Kode Etik Eselon I pada Kementerian Keuangan .............................................. 307
Glosarium ............................................................................................................. 309
Daftar Pustaka ...................................................................................................... 316
LAMPIRAN ........................................................................................................... 318
7|Page
BAB
1
PENGANTAR ETIKA PROFESI PNS
Tujuan Instruksional Khusus :
Mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan kedudukan mata kuliah Etika Profesi PNS
2. Menjelaskan urgensi Etika Profesi PNS dalam reformasi birokrasi
3. Menjelaskan rencana perkuliahan Etika Profesi PNS
Kedudukan Mata Kuliah Etika Profesi PNS
Pelayanan publik pada dasarnya menyangkut aspek kehidupan yang sangat
luas. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka pemerintah memiliki fungsi
memberikan berbagai pelayanan publik yang diperlukan oleh masyarakat, mulai dari
pelayanan dalam bentuk pengaturan
ataupun pelayanan-pelayanan lain dalam
rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidikan, kesehatan,
utilitas, dan lainnya. Berbagai gerakan reformasi publik yang dialami oleh negaranegara maju pada awal tahun 1990-an banyak diilhami oleh tekanan masyarakat
akan
perlunya
peningkatan
kualitas
pelayanan
publik
yang
diberikan
oleh
pemerintah.
Peningkatan kualitas pelayanan publik mutlak diperlukan mengingat kondisi
sosial
masyarakat
yang
semakin
baik
sehingga
mampu
merespon
setiap
penyimpangan dalam pelayanan publik melalui gerakan maupun tuntutan dalam
media cetak dan elektronik. Apalagi dengan adanya persaingan terutama untuk
pelayanan publik yang disediakan swasta membuat sedikit saja pelanggan
merasakan ketidakpuasan maka akan segera beralih pada penyedia pelayanan
publik yang lain. Hal ini membuat penyedia pelayanan publik swasta harus berlombalomba memberikan pelayanan publik yang terbaik. Ini yang seharusnya ditiru oleh
penyedia
pelayanan
publik
pemerintah
sehingga
masyarakat
merasa
puas
menikmati pelayanan publik tersebut.
8|Page
Berdasarkan organisasi yang menyelenggarakannya, pelayanan publik dapat
dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1.
Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh organisasi privat, adalah semua
penyediaan barang atau jasa publik yang diselenggarakan oleh swasta, seperti
misalnya rumah sakit swasta, PTS, maupun perusahaan pengangkutan.
2.
Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh organisasi publik yang bersifat
primer adalah semua penyediaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh
pemerintah dan pemerintah merupakan satu-satunya penyelenggara sehingga
klien/pengguna mau tidak mau harus memanfaatkannya. Misalnya adalah pelayanan di
kantor imigrasi, pelayanan penjara, dan pelayanan perizinan.
3.
Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh organisasi publik yang bersifat
sekunder
adalah
segala
bentuk
penyediaan
barang/jasa
publik
yang
diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi yang di dalamnya pengguna/klien tidak
harus mempergunakannya karena adanya beberapa penyelenggara pelayanan.
Pelayanan publik yang profesional artinya pelayanan publik yang dicirikan
oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan (aparatur
pemerintah) dengan ciri sebagai berikut:
1. Efektif
Lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan dan sasaran.
2. Sederhana
Prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah, cepat, tepat, dan
tidak berbelit-belit.
3. Transparan
Adanya kejelasan dan kepastian mengenai prosedur, persyaratan, dan pejabat
yang bertanggung jawab terhadap pelayanan publik tersebut.
4. Efisiensi
Persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung
dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan
antara persyaratan dengan produk pelayanan yang berkaitan.
5. Keterbukaan
Berarti prosedur/tatacara persyaratan, satuan kerja/pejabat penanggung jawab
pemberi pelayanan, waktu penyelesaian, rincian waktu/tarif serta hal-hal lain yang
9|Page
berkaitan dengan proses pelayanan wajib di informasikan secara terbuka agar
mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak.
6. Ketepatan waktu
Kriteria ini mengandung arti pelaksanaan pelayanan masyarakat dapat
diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
Cara-cara
yang
diperlukan untuk
memberikan
pelayanan
publik
yang
profesional adalah sebagai berikut:
1. Menentukan pelayanan publik yang disediakan, apa saja macamnya,
2. Memperlakukan pengguna pelayanan sebagai customers,
3. Berusaha memuaskan pengguna pelayanan sesuai dengan yang diinginkan
mereka,
4. Mencari cara penyampaian pelayanan yang paling baik dan berkualitas,
5. Menyediakan alternatif bila pengguna pelayanan tidak memiliki pilihan lain.
Tuntutan masyarakat saat ini terhadap pelayanan publik yang berkualitas
akan semakin menguat. Oleh karena itu, kredibilitas pemerintah sangat ditentukan
oleh kemampuannya mengatasi berbagai permasalahan yang telah disebutkan di
atas sehingga mampu menyediakan pelayanan publik yang memuaskan masyarakat
sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Dari sisi mikro, hal-hal yang dapat
diajukan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut antara lain adalah sebagai
berikut:
1. Penetapan standar pelayanan
Standar pelayanan memiliki arti yang sangat penting dalam pelayanan publik.
Standar pelayanan merupakan suatu komitmen penyelenggara pelayanan untuk
menyediakan pelayanan dengan suatu kualitas tertentu yang ditentukan atas dasar
perpaduan
harapan-harapan
masyarakat
dan
kemampuan
penyelenggara
pelayanan. Penetapan standar pelayanan yang dilakukan melalui proses identifikasi
jenis pelayanan, identifikasi pelanggan, identifikasi harapan pelanggan, perumusan
visi dan misi pelayanan, analisis proses dan prosedur, sarana dan prasarana, waktu
dan biaya pelayanan. Proses ini tidak hanya akan memberikan informasi mengenai
standar
pelayanan
yang
harus
ditetapkan,
tetapi
juga
informasi
mengenai
kelembagaan yang mampu mendukung terselenggaranya proses manajemen yang
menghasilkan pelayanan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Informasi lain
yang juga dihasilkan adalah informasi mengenai kuantitas dan kompetensi-
10 | P a g e
kompetensi sumber daya manusia yang dibutuhkan serta distribusinya beban tugas
pelayanan yang akan ditanganinya.
2. Pengembangan Standard Operating Procedures (SOP)
Untuk memastikan bahwa proses pelayanan dapat berjalan secara konsisten
diperlukan adanya Standard Operating Procedures. Dengan adanya SOP, maka
proses pengolahan yang dilakukan secara internal dalam unit pelayanan dapat
berjalan sesuai dengan acuan yang jelas, sehingga dapat berjalan secara konsisten.
Disamping itu SOP juga bermanfaat dalam hal:
a. Untuk memastikan bahwa proses dapat berjalan uninterupted. Jika terjadi hal-hal
tertentu, misalkan petugas yang diberi tugas menangani satu proses tertentu
berhalangan hadir, maka petugas lain dapat menggantikannya.Oleh karena itu
proses pelayanan dapat berjalan terus;
b. Untuk memastikan bahwa pelayanan perijinan dapat berjalan sesuai dengan
peraturan yang berlaku;
c.
Memberikan informasi yang akurat ketika dilakukan penelusuran terhadap
kesalahan prosedur jika terjadi penyimpangan dalam pelayanan;
d. Memberikan informasi yang akurat ketika akan dilakukan perubahan-perubahan
tertentu dalam prosedur pelayanan;
e. Memberikan informasi yang akurat dalam rangka pengendalian pelayanan;
f.
Memberikan informasi yang jelas mengenai tugas dan kewenangan yang akan
diserahkan kepada petugas tertentu yang akan menangani satu proses pelayanan
tertentu. Atau dengan kata lain, bahwa semua petugas yang terlibat dalam proses
pelayanan memiliki uraian tugas dan tangungjawab yang jelas.
3. Pengembangan Survei Kepuasan Pelanggan
Untuk menjaga kepuasan masyarakat, maka perlu dikembangkan suatu
mekanisme penilaian kepuasan masyarakat atas pelayanan yang telah diberikan
oleh penyelenggara pelayanan publik. Dalam konsep manajemen pelayanan,
kepuasan pelanggan dapat dicapai apabila produk pelayanan yang diberikan oleh
penyedia pelayanan memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat. Oleh karena
itu, survei kepuasan pelanggan memiliki arti penting dalam upaya peningkatan
pelayanan publik;
11 | P a g e
4. Pengembangan Sistem Pengelolaan Pengaduan
Pengaduan masyarakat merupakan satu sumber informasi bagi upaya-upaya
pihak penyelenggara pelayanan untuk secara konsisten menjaga pelayanan yang
dihasilkannya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu perlu
didisain suatu sistem pengelolaan pengaduan yang secara efektif dan efisien mampu
mengolah berbagai pengaduan masyarakat menjadi bahan masukan bagi perbaikan
kualitas pelayanan;
Sedangkan dari sisi makro, peningkatan kualitas pelayanan publik dapat
dilakukan melalui pengembangan model-model pelayanan publik. Dalam hal-hal
tertentu, memang terdapat pelayanan publik yang pengelolaannya dapat dilakukan
secara private untuk menghasilkan kualitas yang baik. Beberapa model yang sudah
banyak diperkenalkan antara lain: contracting out, dalam hal ini pelayanan publik
dilaksanakan oleh swasta melalui suatu proses lelang, pemerintah memegang peran
sebagai pengatur; franchising, dalam hal ini pemerintah menunjuk pihak swasta
untuk dapat menyediakan pelayanan publik tertentu yang diikuti dengan price
regularity untuk mengatur harga maksimum. Dalam banyak hal pemerintah juga
dapat melakukan privatisasi.
Disamping itu, peningkatan kualitas pelayanan publik juga perlu didukung
adanya restrukturisasi birokrasi, yang akan memangkas berbagai kompleksitas
pelayanan publik menjadi lebih sederhana. Birokrasi yang kompleks menjadi ladang
bagi tumbuhnya KKN dalam penyelenggaraan pelayanan.
Dalam Undang-undang 43 Tahun 1999 antara lain dinyatakan bahwa sebagai
unsur aparatur negara Pegawai Negeri Sipil harus memberikan pelayanan kepada
masyarakat secara profesional. Ciri- ciri profesional adalah memiliki wawasan yang
luas dan dapat memandang masa depan, memiliki Kompetensi di bidangnya,
memiliki jiwa berkompetisi/bersaing secara jujur dan sportif, serta menjunjung tinggi
etika profesi.
Dua kata kunci yaitu Kompetensi dan etika Profesi adalah Basic prerequisite
dari profesionalisme yang harus ditetapkan landasan dasarnya dalam rangka
pembangunan profesionalisme Pegawai Negeri Sipil. Kompetensi adalah sebagai
tolok ukur seseorang untuk menduduki jabatan tertentu, sedangkan etika profesi
unsur aparatur negara. Oleh karena itu untuk dapat membentuk Pegawai Negeri Sipil
12 | P a g e
yang profesional perlu ditetapkan standar kompetensi jabatan dan kode etik Pegawai
Negeri Sipil.
Yang dimaksud dengan kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik
yang dimiliki oleh seorang Pegawai Negeri Sipil berupa pengetahuan, keterampilan,
dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya, sehingga
Pegawai Negeri Sipil tersebut dapat melaksanakan tugasnya secara profesional,
efektif,
dan
efisien.
Sedangkan
pengertian
kompetensi
adalah
persyaratan
kompetensi minimal yang harus dimiliki seorang Pegawai Negeri Sipil dalam
pelaksanaan tugas organisasi.
Adapun pengertian kode etik Pegawai Negeri Sipil adalah kewajiban,
tanggung jawab, tingkah laku, dan perbuatan sesuai dengan nilai-nilai hakiki
profesinya yang dikaitkan dengan nilai-nilai yang hidup dan berkembang di
masyarakat serta pandangan hidup Bangsa dan Negara Indonesia.
Sebagai panduan bagi instansi untuk menyusun standar kompetensi melalui
Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 46A Tahun 2003 telah
ditetapkan Pedoman Penyusunan Standar Kompetensi Jabatan Struktur Pegawai
Negeri Sipil yang pada akhir tahun 2004 seluruh instansi baik Pusat maupun Daerah
telah dapat menyelesaikan standar kompetensi jabatan di setiap wilayahnya.
Disamping itu pada saat ini telah dirancang Peraturan Pemerintah mengenai
kode etik Pegawai Negeri Sipil yang pada hakikatnya mengatur tentang nilai-nilai
perilaku kedinasan Pegawai Negeri Sipil, baik sebagai profesional maupun sebagai
aparatur negara.
Materi Nilai-nilai Perilaku Kedinasan antara lain:
a. Pegawai
Negeri
Sipil
dalam
melaksanakan
tugasnya
wajib
berusaha
meningkatkan kemampuan, pengetahuan, dan profesionalisme di bidang tugasnya.
b. Pegawai Negeri Sipil karena kedudukan atau jabatannya wajib menyimpan
informasi resmi negara yang sifatnya rahasia.
c.
Pegawai Negeri Sipil wajib mentaati dan melaksanakan dengan sebaik-baiknya
segala Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan Kedinasan yang berlaku.
d. Pegawai Negeri Sipil wajib memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada
masyarakat.
13 | P a g e
e. Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya senantiasa
mentaati perintah kedinasan dari atasan yang berwenang sesuai dengan Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku.
Dalam rangka penegakan kode etik dibentuk komisi kehormatan Pegawai
Negeri Sipil yang mempunyai fungsi untuk menjabarkan lebih lanjut kode etik
Pegawai Negeri Sipil, didalam implementasi penugasannya melakukan pemantauan
dan pengendalian perilaku Pegawai Negeri Sipil yang melanggar kode etik serta
merekomendasikan pada pejabat pembina kepegawaian dalam rangka pembinaan
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan selanjutnya.
Untuk itu pada saat ini sedang disusun Rencana Peraturan Pemerintah
tentang Penilaian Pegawai Berbasis Kinerja dengan tujuan untuk :
a. Memperoleh gambaran langsung tentang kinerja seorang Pegawai Negeri Sipil
dalam melaksanakan tugas pokoknya;
b. Mengidentifikasi faktor-faktor penghambat kinerja, baik yang berasal dari individu
Pegawai Negeri Sipil maupun unit kerja lain atau instansinya, yang dapat digunakan
sebagai input bagi perbaikan atau peningkatan kinerja Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan sekaligus bagi penyerpurnaan aspek manajemen dan organisasi dari
unit kerja atau instansi dimana Pegawai Negeri Sipil itu bekerja.
c.
Memberikan gambaran tentang kinerja unit kerja dan instansi dimana Pegawai
Negeri Sipil tersebut bekerja, dan mencari jalan keluar untuk memperbaiki atau
meningkatkan kinerja unit kerja dan instansinya.
Penilaian Pegawai Negeri Sipil berbasis kinerja dilaksanakan melalui
Pendekatan hasil dan Pendekatan Kualitan. Kedua pendekatan ini dikombinasikan
dalam salah satu pendekatan yang disebut dengan Pendekatan Pencapaian
Tujuan/Target, artinya penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil, yang didasarkan pada
target dan telah disepakati atau ditentukan terlebih dahulu.
Adapun standar penilaian kinerja yang digunakan meliputi aspek-aspek
sebagai berikut :
a. Aspek Kuantitas, menggambarkan kesepakatan tentang jumlah barang yang
dihasilkan, atau jumlah pelayanan atau jasa yang diberikan dalam pelaksanaan
suatu tugas pokok seorang Pegawai Negeri Sipil pada periode tertentu.
14 | P a g e
b. Aspek Kualitas, menggambarkan kesempatan tentang mutu barang yang
dihasilkan, atau mutu pelayanan/jasa yang diberikan, dalam pelaksanaan suatu
tugas pokok seorang Pegawai Negeri Sipil pada periode tertentu.
c.
Aspek waktu, menggambarkan kesempatan tentang lamanya seoarang Pegawai
Negeri Sipil menghasilkan jumlah barang dan pelayanan dengan kualitas yang telah
disepakati, dalam pelaksanaan tugas pokoknya.
d. Aspek biaya, menggambarkan kesepakatan tentang besarnya anggaran yang
digunakan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk menghasilkan jumlah barang dan
memberikan pelayanan dengan kualitas yang telah ditentukan, dengan pelaksanaan
tugas pokoknya.
Urgensi etika profesi terhadap reformasi birokrasi
Reformasi Birokrasi
Apa yang terlintas dalam benak kita apabila mendengar kata birokrasi.
Pastilah yang terlintas adalah prosedur-prosedur yang berbelit, suap terhadap
oknum aparat pemerintah, pelayanan publik yang rumit dan membingungkan,
pejabat
pemerintah
dengan
kekayaan
yang
tidak
masuk
akal
dan
pemikiranpemikiran negatif lainnya terhadap instansi dan pejabat pemerintah. Hal itu
memang tidak sepenuhnya salah dan memang terjadi di pemerintahan. Pemerintah
pun tidak tinggall diam, untuk mewujudkan pemerintahan yang baik pemerintah
melakukan reformasi birokrasi terhadap instansi-instansi pemerintahan. Kementerian
Keuangan Replubik Indonesia yang pertama kali menjalankan reformasi birokrasi di
Indonesia.
Pengertian Birokrasi Menurut Max Webber
Birokrasi, merupakan pemikiran dari Max Weber (1864-1920) seorang ahli
sosiolog Jerman yang menekankan pada kebutuhan akan hierarki yang ditetapkan
dengan ketat untuk mengatur peraturan dan wewenang dengan jelas. Menurutnya
organisasi ideal pastilah sebuah birokrasi yang aktivitas dan tujuannya dipikirkan
secara rasional dan pembagian tugas dari para karyawannya dinyatakan dengan
jelas.
Weber yakin bahwa kompetensi teknik harus ditekankan dan evaluasi
prestasi kerja didasarkan pada keunggulan, organisasi apapun yang mempunyai
orientasi pada sasaran yang terdiri dari beberapa ribu individu pasti memerlukan
pengendalian seluruh aktivitasnya. Secara pribadi, pegawai ,dan pejabat bebas,
tetapi dibatasi oleh jabatannya yang disusun berdasarkan hierarki, keatas, kebawah,
15 | P a g e
maupun kesamping. Pejabat dipilih berdasarkan kualifikasi professional, memiliki
jenjang karier yang pasti mendahulukan kepentingan organisasi diatas kepentingan
pribadi dan memperoleh imbalan yang setara.
Pengertian Reformasi Birokrasi
Reformasi Birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan
pembaruan
dan
perubahan
mendasar
terhadap
sistem
penyelenggaraan
pemerintahan, terutama menyangkut aspek-aspek berikut :
a. Kelembagaan (organisasi)
b. Ketatalaksanaan (business process)
c. sumber daya manusia aparatur
Berbagai
permasalahan/hambatan
yang
mengakibatkan
sistem
penyelenggaraan pemerintahan tidak berjalan atau diperkirakan tidak berjalan
dengan baik, harus ditata ulang atau diperbarui. Reformasi Birokrasi dilaksanakan
dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
Dengan kata lain, Reformasi Birokrasi adalah langkah strategis untuk membangun
aparatur negara agar lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam mengemban
tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional. Selain itu, dengan pesatnya
kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi informasi dan komunikasi serta perubahan
lingkungan
strategis
menuntut
birokrasi
pemerintahan
untuk
direformasi
dan
disesuaikan dengan dinamika tuntutan masyarakat. Oleh karena itu, harus segera
diambil langkah langkah yang bersifat mendasar, komprehensif dan sistemik,
sehingga tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan efektif dan
efisien.
Reformasi di sini merupakan proses pembaruan yang dilakukan secara
bertahap dan berkelanjutan, sehingga tidak termasuk upaya dan/atau tindakan yang
bersifat radikal dan revolusioner.
Disadari sepenuhnya, kondisi birokrasi pemerintahan saat ini masih belum
seperti yang dicita-citakan, yang antara lain diindikasikan dengan :
a. praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) masih berlangsung hingga saat ini;
b. tingkat kualitas pelayanan publik yang belum mampu memenuhi harapan publik;
c.
tingkat efisiensi, efektivitas dan produktivitas dari birokrasi pemerintahan belum
Optimal;
d. tingkat transparansi dan akuntabilitas birokrasi pemerintahan yang masih rendah;
16 | P a g e
yang dipilih rakyat melalui pemilihan umum. Oleh sebab itu, mereka tidak termasuk
sebagai birokrat. Birokrat adalah mereka yang menduduki jabatan eselon I kebawah di
kementerian atau lembaga-lembaga non-kementerian.
Sesuai dengan Undang-Undang tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (UU
Nomor 17 Tahun 1974 yang diubah dengan UU Nomor 43 Tahun 1999), pegawai
negeri yang membentuk pelayanan publik (public service) di Indonesia meliputi
pegawai negeri sipil (PNS), anggota TNI, dan POLRI, dan pegawai BUMN/D.
Pengertian Etika Pelayanan Publik
Uraian mengenai birokrasi dan pelayanan publik di muka secara jelas
menunjukan kepada kita bahwa administrasi pemerintahan atau birokrasi
pemerintahan
(disingkat
birokrasi)
penyelenggaraan pelayanan publik
mempunyai
fungsi
pokok
berupa
(public service). Pelayanan publik ini
dilaksanakan oleh aparatur pemerintahan yang di Indonesia disebut dengan pegawai
negeri. Jadi, pelayanan publik adalah identik dengan birokrasi atau administrasi
pemerintahan dan pegawai negeri. Oleh sebab itu, istilah etika pelayanan publik
mempunyai pengertian yang sama dan dapat dipertukarkan dengan istilah etika
birokrasi atau etika pegawai negeri (khususnya PNS), walaupun tentu saja
masingmasing istilah ini dapat memberikan nuansa yang agak berbeda.
Etika pelayanan publik merupakan bidang etika terapan atau etika praktis.
Dengan demikian, seperti halnya etika bisnis, etikan pelayanan publik tidak berkaitan
dengan perumusan standar-standar etika baru, tetapi berkaitan dengan penggunaan
atau penerapan standar-standar etika yang telah ada. Tegasnya, etika pelayanan
publik berkaitan dengan penerapan prinsip-prinsip atau standar-standar moral dalam
menjalankan
tanggung
jawab
peran
aparatur
birokrasi
pemerintahan
dalam
menyelenggarakan pelayanan bagi kepentingan publik. Focus utama dalam etika
pelayanan publik adalah apakah aparatur pelayanan publik, pegawai negeri, atau
birokrasu telah mengambil keputusan dan berperilaku yang dapat dibenarkan dari
sudut pandang etika. Karena etika bersangkut paut dengan bagaimana agar
manusia mencapai kehidupan yang baik, maka penerapan etika dalam konteks
pelayanan publik dimaksudkan agar pelayanan kepada masyarakat oleh aparatur
birokrasi benar-benar memenuhi harapan masyarakat tersebut.
Sesuai dengan pengertian tersebut, kita dapat mengatakan bahwa beretika
dalam konteks pelayanan publik berarti mempertimbangkan cara yang tepat untuk
18 | P a g e
bertindak bagi pegawai negeri sebagai “pelayan publik” (sehingga biasa disebut
dengan “abdi negara” dan “abdi masyarakat”) dalam berbagai situasi pelayanan
publik. Dengan demikian, etika pelayanan publik harus mencakup prinsip-prinsip,
nilai-nilai, standar-standar, atau norma-norma moral (etika) yang harus dijadikan
panduan oleh, dan criteria penilaian terhadap aparatur birokrasi atau pegawai negeri
dalam menjalankan aktivitasnya di dalam organisasi (internal activities) dan dalam
berhubungan dengan pihak-pihak luar, khususnya masyarakat (publik) pengguna
layanan birokrasi (external activities).
Secara khusus, perhatian pada isu-isu etika dalam pelayanan publik
bermuara pada tujuan untuk mewujudkan integeritas dalam pelayanan publik (public
service integrity). Integeritas mengacu kepada hubungan yang kuat antara nilai-nilai
ideal dan perilaku nyata, dan merupakan syarat pokok bagi pemerintah untuk
menyediakan kerangka yang terpercaya dan efektif bagi kehidupan ekonomi dan
sosial seluruh warga negara. Pranata dan mekanisme untuk memajukan integritas
dipandang sebagai komponen pokok good governance. Dalam konteks pelayanan
publik, integritas berarti bahwa:
a. Perilaku aparatur pemerintahan (pegawai negeri) sebagai pelayan publik adalah
sejalan dengan misi pelayanan publik dari instansi tempat mereka mengabdikan diri.
b. Pelaksanaan pelayanan publik sehari-hari dapat diandalkan
c.
Warga negara memperoleh perlakuan “tanpa pandang bulu” sesuai dengan
ketentuan hukum dan keadilan.
d. Prosedur pengambilan keputusan adalah transparansi bagi publik, dan tersedia
sarana bagi publik untuk melakukan penyelidikan dan pemberian tanggapan.
Relevansi Etika dalam Pelayanan Publik
Di sektor manapun, termasuk sektor publik (pemerintahan), ada dua aspek
penting yang umumnya diyakini sebagai penentu kinerja prima, yaitu profesionalisme
dan etika. Seperti halnya di sektor bisnis, sektor publik juga dituntut untuk mencapai
kinerja prima, dengan ukuran-ukuran seperti efisiensi, produktivitas, dan efektivitas,
dan pada saat yang sama dituntut untuk senantiasa menjunjung tinggi standar etika,
seperti integritas, objektivitas atau imparsialitas, keadilan, dan sebagainya. Dengan
perkataan lain, sektor publik, seperti sektor bisnis, dituntut memiliki dua keunggulan,
yaitu keunggulan teknis (profesionalisme) dan keunggulan moral (etika). Ada
beberapa alasan, baik normatif maupun objektif, yang dapat digunakan untuk
19 | P a g e
menjelaskan relevansi dan makin pentingnya etika dalam birokrasi atau pelayanan
publik.
a. Etika dan Kehidupan yang Baik
Dalam bentuknya yang paling abstrak, etika adalah salah satu cabang
filsafat. Etika berkaitan dengan perilaku moral, yaitu produk dari standar moral dan
pertimbangan/keputusan moral. Tegasnya, etika berkaitan dengan “bagaimana
seharusnya kita hidup.” Mengambil keputusan tentang “bagaimana seharusnya kita
hidup” adalah fondasi etika. Dengan cara sederhana, kita dapat mengatakan bahwa
etika berkenaan dengan bagaimana orang-orang melaksanakan urusan mereka,
setiap jam atau setiap hari. Perilaku etis berarti jujur dengan diri sendiri dan dengan
orang lain. Etika berkaitan dengan karya, kinerja, atau prestasi, yang di-karya atau
kinerja itulah nama kita melekat.
Konsep etika tidak lain adalah sejumlah asumsi dasar yang melandasi hampir
semua hubungan dan transaksi di dalam masyarakat. Asumsi-asumsi ini meliputi
asumsi-asumsi tentang bagaimana kita memperlakukan orang lain; apa hak kita dan
apa hak orang lain; kapan hak individual kita berakhir dan kapan hak individual orang
lain
bermula;
bagaimana
harta
milik
individu
dan
masyarakat
seharusnya
diperlakukan, dan apa yang merupakan perlakuan yang wajar dan adil bagi semua
orang. Dengan demikian, etika dapat diartikan secara luas sebagai “keseluruhan
norma dan penilaian yang dipergunakan oleh masyarakat untuk mengetahui
bagaimana
seharusnya
menjalankan
kehidupannya”.
Pernyataan
berikut
ini
mencerminkan pengertian etika ini “Bagaimana saya harus membawa diri dan
bersikap?”. “Perbuatan-perbuatan mana yang harus saya kembangkan agar hidup
saya sebagai manusia berhasil?”
Pelayanan publik merupakan bidang kehidupan penting yang ditujukan untuk
kebaikan masyarakat, bangsa, dan negara. Dalam kenyataanya, pelayanan publik
mempengaruhi seluruh segi kehidupan warga negara. Oleh sebab itu, sudah
selayaknya jika isu-isu atau dimensi etika dimasukkan dalam pertimbangan dan
keputusan yang berkaitan dengan pelayanan publik.
Kekuasaan birokrasi
Dalam menjalankan fungsinya, birokrasi berkewenangan untuk membuat
kebijakan dan melaksanakan kebijakan tersebut. Fungsi ini memberikan kekuasaan
birokrasi untuk menafsirkan atau menjabarkan suatu kebijakan ke dalam kegiatan,
20 | P a g e
program atau proyek, yang pada gilirannya mempengaruhi kepentingan dan
pelayanan
publik.
Dalam
konteks
ini,
timbul
pertanyaan
apakah
birokrasi
menjalankan kekuasaan atau kewenangannya tersebut dengan benar, apakah
birokrasi tidak menyelewengkan kewenangannya tersebut demi kepentingan selain
kepentingan masyarakat. Etika diperlukan sebagai panduan dalam pengambilan
keputusan dan sekaligus sebagai kriteria untuk menilai baik atau buruknya suatu
keputusan tersebut.
Kewibawaan Pemerintah
Dimana pun, pemerintahan yang bersih dan berwibawa merupakan dambaan
penyelenggara pemerintahan sendiri dan masyarakat secara umum. Kebersihan dan
kewibawaan
ini
pada
dasarnya
hanya
dapat
diperoleh
jika
birokrasi
dan
pelaksananya bebas dari perilaku negatif atau tercela. Secara kategoris, dimana pun
tidak ada pemerintah yang secara resmi menyutujui tindakan dan keputusan yang
buruk/tercela para anggotanya. Sementara itu, makin disadari bahwa sumber
kewibawaan birokrasi dan aparaturnya bukanlah kekuasaan yang mereka miliki,
melainkan kualitas pengabdian mereka kepada kepentingan masyarakat, bangsa
dan negara. Dengan perkataan lain, kecintaan rakyat, bukan oleh ketakutan rakyat.
Kewibawaan pemerintah tersebut semakin besar jika dalam menjalankan fungsinya,
aparatur pemerintahan berpegang teguh pada profesionalisme dan standar moral
yang tinggi, seperti cermat, cepat, ramah, berkeadilan, objektif, transparan, dan
manusiawi.
Hak dan Kepatuhan Warga Negara
Setiap warga negara berhak untuk memperoleh pelayanan dari pemerintah.
Walaupun pelayanan umum dapat disediakan oleh komponen masyarakat selain
pemerintah, pemerintahlah yang bertanggung jawab terhadap terselenggaranya
pelayanan umum tersebut. Dalam hubungan ini, setiap warga negara memiliki hak
untuk memperoleh pelayanan dari negara. Hak ini makin nyata karena negara
berkewenangan dalam pengaturan dan pengaturan ini menyebabkan setiap warga
negara berkewajiban untuk mematuhinya. Sebagai warga negara, setiap individu
tidak bisa menghindar untuk meminta pelayanan ketika memiliki kepentingan
tertentu. Senagai contoh, pemerintah mengatur bahwa setiap warga negara yang
akan mendirikan bangunan wajib memiliki Ijin Mendirikan Bangungan (IMB). Jadi
ketika, kita akan membangun sebuah rumah, kita berkewajiban untuk memperoleh
21 | P a g e
IMB dari pemerintah. Contoh lain, setiap warga negara yang telah mencapai umur
tertentu wajib memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP), sehingga ketika mencapai
umur yang ditentukan, seorang warga negara harus berurusan dengan birokrasi
untuk memperoleh layanan KTP. Ini berarti pemerintah hatus menyediakan
pelayanan IMB, KTP, SIM, keamanan dan sejenisnya, dan kita berhak mendapatkan
pelayanan itu ketika kita membutuhkannya. Sudah barang tentu, setiap warga
masyarakat mengharapkan akan memperoleh pelayanan dari birokrasi dengan
sebaik-baiknya, sesuai dengan pengorbanan yang mereka lakukan. Etika diperlukan
untuk memandu dan menjadi kriteria apakah birokrasi telah menjalankan fungsi
pelayanannya sesuai dengan standar teknis dan etis sebagaimana diharapkan oleh
warga negara.
Celah Harapan Masyarakat
Sudah menjadi rahasia umum bahwa kinerja pelayanan publik oleh birokrasi
kita masih buruk, bahkan sering dikatakan sebagai sangat buruk dan ditinjau dari
kriteria pelayanan yang bermutu, tidak satu pun dari kriteria tersebut dapat dipenuhi
oleh birokrasi kita. Anekdot-anekdot seperti “Kasih amplop (uang) urusan beres”,
“Kalau bisa dipersulit kenapa dipermudah” atau “Kalau bisa lama kenapa dipercepat”
dan sejenisnya sering dilontarkan untuk menyebut kualitas atau kinerja pelayanan
publik oleh birokrasi. Isu korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) adalah sangat khas
yang lazim dikaitkan dengan birokrasi kita. Buruknya kinerja pelayanan publik ini
telah menyebabkan sangat rendahnya kepercayaan masyarakat kepada birokrasi,
bahkan terhadap pemerintah secara umum. Ini tampak dari tanggapan yang
cenderung negatif terhadap sejumlah inisiatif pemerintah (perhatikan, misalnya,
proyek busway dan perpanjangan waktu three in one oleh Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta).
Sementara itu, selain mengetahui betapa buruknya kinerja birokrasi,
masyarakat semakin menyadari dan semakin berani menuntut hak-haknya untuk
memperoleh pelayanan yang sesuai. Pada saat ini, masyarakat semakin berani
untuk menggunakan hak-hak hukumnya menuntut pertanggung jawaban birokrasi
ketika merasa dirugikan atau dilanggar hak-haknya dalam memperoleh pelayanan
yang layak dari birokrasi. Semakin hari, semakin kencang tuntutan agar birokrasi
efisien dan menghasilkan pelayanan prima (excellent services). Perkembangan
kinerja pelayanan yang diperlukan untuk menghindari atau meiadakan risiko tuntutan
22 | P a g e
ini hanya dapat dicapai melalui peningkatan profesionalisme, yaitu peningkatan
sarana-prasarana pelayanan dan kompetensi teknis dalam pelayanan yang dilandasi
oleh kesadaran dan komitmen terhadap norma-norma moral.
Seperti di negara-negara lain, masyarakat kita juga menuntut birokrasi untuk
berperilaku etis (dengan standar tinggi) dalam memberikan pelayanan. Pelayanan
publik sering dinyatakan sebagai kepercayaan publik (public service is a public trust).
Warga negara mengharapkan para abdi negara melayani kepentingan mereka
secara berkeadilan dan mengelola sumber daya publik sebaik-baiknya. Pelayanan
publik yang adil (fair) dan dapat diandalkan melahirkan kepercayaan publik dan
menciptakan suatu lingkungan yang menguntungkan bagi bisnis dan bidang-bidang
kehidupan lain umumnya, sehingga memberikan sumbangan kepada berfungsinya
pasar dengan baik dan keberlanjutan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan.
Reformasi Penyelenggaraan Pemerintahan
Pegawai negeri (khususnya Pegawai Negeri Sipil) melaksanakan tugas
mereka dalam lingkungan yang berubah cepat, dengan sumber daya yang makin
terbatas, tuntutan yang meningkat dari warga negara dan pengawasan yang makin
besar dari masyarakat. Ditambah dengan kenyataan mengenai buruknya kinerja
pelayanan publik, tekanan-tekanan dari arus globalisasi, kemajuan teknologi,
demokratisasi, dan penerapan prinsip-prinsip good governance, PNS dituntut untuk
menjalankan urusan-urusan pemerintah dengan cara-cara baru yang efektif dan
lebih kompleks. Dengan perkataan lain, agar dapat memenuhi tuntutan yang makin
berkembang ini, pemerintah harus melakukan reformasi di berbagai bidang
administrasinya. Di Indonesia sendiri ada sejumlah inisiatif yang telah dikembangkan
dan
dilaksanakan,
diantaranya,
desentralisasi
dan
otonomi
penyelenggaraan
pemerintah daerah, penilaian kinerja instansi sesuai dengan kriteria standar
pelayanan minimum, dan manajemen berbasis kinerja. Akan tetapi, reformasi ini
menimbulkan dampak ikutan terhadap nilai-nilai dan norma-norma yang selama ini
hidup dan dianut di lingkungan birokrasi (pelayanan publik). Nilai-nilai baru yang
diadopsi, seperti penakanan pada kinerja, produktivitas, efisiensi, dan efektivitas,
secara signifikan berbenturan dengan nilai-nilai dan norma-norma yang secara
tradisional berlaku. Dalam situasi seperti ini, peluang terjadinya perilaku menyimpang
sangat besar. Sebagaimana telah banyak diungkapkan oleh sejumlah pihak, otonomi
daerah di negara ditengarai telah “berhasil” memperluas wilayah dan memperbesar
23 | P a g e
jumlah pelaku korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di dalam birokrasi. Panduan
etika, sesuai dengan tuntutan lingkungan yang baru, sangat diperlukan untuk
memperjelas harapan dan tuntutan terhadap aparat birokrasi, termasuk laranganlarangan yang harus dipatuhi. Dengan perkataan lain, diperlukan penyesuaianpenyesuaian infrastruktur etika untuk membangun iklim etis yang dapat menjamin
keunggulan dalam pelayanan publik dan menjamin terwujudnya misi pelayanan
publik.
Secara ringkas, relevansi dan makin pentingnya etika dalam pelayanan publik
adalah karena fakta bahwa warga negara telah mempercayakan sumber daya publik
kepada birokrasi. Pejabat pemerintahan, aparatur birokrasi atau pegawai negeri telah
dianggap sebagai pengelola sumber daya dan penjaga kepercayaan khusus yang
diamanatkan oleh warga negara. Selain itu, aparatur birokrasi menetapkan juga
kebijakan
dan
mengimplementasikannya,
kebijakan
dan
implementasinya
ini
mempengaruhi semua bidang kehidupan warga negara. Oleh sebab itu, rakyat,
warga negara mengharapkan aparatur birokrasi benar-benar menjadi “abdi negara”
dan “abdi masyarakat”, menempatakan kepentingan publik di atas kepentingan
pribadi, mengelola sumber daya publik yang tela dipercayakan secara professional
dan menjunjung tinggi standar etika.
Sumber-sumber Nilai-nilai Etika Pelayanan Publik
Dalam konteks pelaksanaan tugas sebagai aparatur pemerintah yang
melaksanakan pelayanan publik, nilai-nilai tertinggi yang seharusnya diacu oleh
aparatur pelayanan publik (birokrasi) di Indonesia adalah nilai-niali yang bersumber
dari konstitusi (UUD 1945), falsafah negara (Pancasila), dan aturan-aturan khusus
yang
ditetapkan
oleh
pemerintah
sebagai
acuan
perilaku
seluruh
aparatur
pemerintahan yang diantaranya adalah yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1974 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun
1999 (tentang Pokok-pokok Kepegawaian), dan Peraturan Pemerintah Nomor 30
Tahun 1980 (tentang Peraturan Disiplin PNS). Untuk unit-unit organisasi tertentu,
kode etik atau aturan perilaku yang lebih khusus ditetapkan sesuai dengan sifat dan
lingkup atau kekhususan tugas unit yang bersangkutan. Sudah barang tentu, karena
tergabung dalam wadah KORPRI, maka PNS terikat juga dengan Panca Prasetya
KORPRI, sehingga Panca Prasetya KORPRI dapat dipandang sebagai panduan
nilai-nilai bagi PNS dalam berperilaku.
24 | P a g e
Perlu diingat, bahwa seorang PNS mungkin juga merupakan anggota suatu
profesi. Misalnya, seorang akuntan yang menjadi PNS adalah juga sebagai anggota
Ikatan Akuntan Indonesia. Akuntan PNS ini seharusnya tunduk pula pada kode etik
dan aturan perilaku yang berlaku di lingkungan profesi akuntansi. Jadi, pada saat
yang bersamaan seorang PNS, di samping berperan sebagai pribadi, anggota
masyarakat umum, juga berperan sebagai aparatur birokrasi, dan sebagai anggota
profesi akuntansi. Dengan demikian, PNS tersebut pada dasarna memiliki tiga
sumber acuan etika, yaitu nilai-nilai dan standar etika yang berlaku di masyarakat
umum, di lingkungan birokraasi, dan di lingkungan profesi akuntansi.
Rencana perkuliahan etika profesi PNS
Mata kuliah ini menjelaskan tentang pengertian etika, memahami teori-teori
etika, pengertian etika profesi, pengertian dan hakekat profesi, pengertian pelayanan
publik, etika dan disiplin PNS, hukuman disiplin PNS serta kode etik Kementerian
Keuangan.
Tujuan umum mata kuliah Etika Profesi Pns ini adalah memberikan
pemahaman mengenai nilai-nilai yang tepat atas penerapan standar etika dalam
profesi sebagai PNS. Dengan demikian diharapkan mahasiswa dapat:
1. Meningkatkan kesadaran dan kepekaan terhadap etika profesi PNS dan konsepkonsep yang menyertainya.
Meningkatkan kemampuan dalam memecahkan dilema etis di tempat kerja dan di
luar tempat kerja.
Meningkatkan kesadaran untuk mempraktekkan kode etik yang berlaku di tempat
kerja.
Mata kuliah Etika Profesi PNS terdiri dari enam belas bab, yaitu:
1. Kuliah Umum I (Pengantar Etika Profesi PNS). Bab ini akan memperlajari:
a. Kedudukan mata kuliah Etika Profesi PNS
Urgensi Etika Profesi PNS dalam reformasi birokrasi
Rencana perkuliahan Etika Profesi PNS
Tujuan yang ingin dicapai yaitu setelah perkuliahan mahasiswa dapat
memahami pentingnya mata kuliah Etika Profesi PNS dan gambaran umum tentang
pokok-pokok bahasan yang akan disampaikan dalam mata kuliah Etika Profesi PNS.
Teori dan Konsep Etika I. Bab ini akan mempelajari:
25 | P a g e
a. Pengertian Etika
Teori-Teori Etika (Teleologi, Deontologi, Etika Keutamaan)
Konsep hak, kewajiban, keadilan dan kepedulian
Tujuan yang ingin dicapai yaitu setelah memperlajari pokok bahasan ini
mahasiswa memahami teori dan konsep etika.
Teori dan Konsep Etika II . Bab ini akan mempelajari:
a. Perbedaan etika dan etiket
Pengertian nilai
Pengertian norma
Tujuan yang ingin dicapai yaitu setelah memperlajari pokok bahasan ini
mahasiswa memahami perbedaan etika dengan etiket serta pengertian nilai dan
norma.
Etika Profesi. Bab ini akan mempelajari:
a.
Pengertian profesi dan etika profesi
Urgensi etika profesi
Prinsip-prinsip etika profesi
Tujuan yang ingin dicapai yaitu setelah mempelajari pokok bahasan ini
mahasiswa memahami pengertian, urgensi dan prinsip-prinsip etika profesi.
Etika Bisnis. Bab ini akan mempelajari:
a. Pengertian etika bisnis
Prinsip-prinsip etika bisnis
Isu-isu umum etika bisnis
Tujuan yang ingin dicapai yaitu setelah mempelajari pokok bahasan ini
mahasiswa memahami beberapa hal tentang etika bisnis agar dapat menjalankan
tugasnya.
Etika Kepemimpinan. Bab ini akan mempelajari:
a. Pengertian etika kepemimpinan
Urgensi etika kepemimpinan
Karakter-karakter utama dalam etika kepemimpinan
Tujuan yang ingin dicapai yaitu setelah mempelajari pokok bahasan ini
mahasiswa memahami beberapa hal tentang etika kepemimpinan agar dapat
menjalankan tugasnya dengan baik sebagai PNS.
Etika Pelayanan Publik. Bab ini akan mempelajari:
26 | P a g e
a. Pengertian pelayanan publik
Prinsip-prinsip etika pelayanan publik
Netralitas PNS
Tujuan yang ingin dicapai yaitu setelah mempelajari pokok bahasan ini
mahasiswa memahami beberapa hal tentang etika pelayanan publik.
Etika Kerja. Bab ini akan mempelajari:
a. Pengertian etika kerja
Perbedaan etika kerja dan etika profesi
Berbagai etika kerja PNS
Tujuan yang ingin dicapai yaitu setelah mempelajari pokok bahasan ini
mahasiswa memahami beberapa hal tentang etika kerja.
Pokok-Pokok Kepegawaian. Bab ini akan mempelajari:
a. Pengertian PNS
Hak dan kewajiban PNS
Pembinaan dan jabatan PNS
Tujuan yang ingin dicapai yaitu setelah mempelajari pokok bahasan ini
mahasiswa memahami hak dan kewajiban sebagai PNS serta pembinaan dan
jabatan-jabatan dalam PNS.
Disiplin PNS. Bab ini akan mempelajari:
a. Urgensi disiplin PNS
Larangan-Larangan bagi PNS
Tingkat dan jenis hukuman PNS
Tujuan yang ingin dicapai yaitu setelah mempelajari pokok bahasan ini
mahasiswa memahami tentang aturan-aturan disiplin sebagai PNS.
1.
Pengertian Korupsi, Prinsip-Prinsip Anti Korupsi dan Faktor Penyebabnya. Bab
ini akan mempelajari:
a.
Definisi korupsi dan bahayanya
Prinsip-prinsip anti korupsi
Faktor penyebab korupsi dan solusinya
Tujuan yang ingin dicapai yaitu mahasiswa memahami definisi dan
prinsipprinsip anti korupsi serta memahami penyebab terjadinya korupsi.
Aturan tentang Anti Korupsi. Bab ini akan mempelajari:
27 | P a g e
a. Berbagai peraturan tentang anti korupsi
b. Jenis-jenis korupsi dan sangsinya
c. Membentuk karakter anti korupsi
Tujuan yang ingin dicapai yaitu setelah mempelajari pokok bahasan ini
mahasiswa memahami aturan-aturan tentang anti korupsi.
Jiwa Korps dan Kode Etik. Bab ini akan mempelajari:
a. Pengertian dan pembinaan jiwa korps
Pengertian dan sumber kode etik
Pengertian dan Aturan Kode Etik PNS
Tujuan yang ingin dicapai yaitu setelah mempelajari pokok bahasan ini
mahasiswa memahami urgensi pembentukan jiwa korps PNS dan pembentukan
aturan kode etik PNS.
Kode Etik Kementerian Keuangan. Bab ini akan mempelajari:
a. Pengertian, tugas dan tanggung jawab kementerian Keuangan
Tugas Pokok dan Fungsi Eselon I Kementerian keuangan
Aturan Kode Etik Kementerian Keuangan
Tujuan yang ingin dicapai yaitu setelah mempelajari pokok bahasan ini
mahasiswa memahami tentang Kode Etik Kementerian Keuangan.
Kode Etik pada Unit Eselon I Kementerian Keuangan. Bab ini akan mempelajari:
a. Kode Etik Profesi Akuntan
Kode Etik Profesi Anggaran
Kode Etik Profesi Pajak
Kode Etik Profesi Bea Cukai
Kode Etik Profesi PPLN
Kode Etik Profesi Perbendaharaan
Tujuan yang ingin dicapai yaitu setelah mempelajari pokok bahasan ini
mahasiswa memahami Kode Etik pada Unit Eselon I Kementerian Keuangan sesuai
dengan spesialisasinya.
Kuliah Umum II (Membangun Etos Pribadi). Bab ini akan mempelajari:
a. Urgensi memiliki etos pribadi
Faktor-faktor pendorong perilaku tidak etis
Cara membentuk etos pribadi
28 | P a g e
Tujuan yang ingin dicapai yaitu setelah mempelajari pokok bahasan ini
mahasiswa memahami cara membangun etos pribadi.
Perlu dikemukakan disini bahwa uraian dalam modul ini mengutamakan
penekanan
praktis
yang
terutama
ditujukan
untuk
memicu
kesadaran
dan
pemahaman mahasiswa mengenai isu-isu penting yang dapat dijumpai dalam
perjalanan karir seorang professional di bidang akuntansi.
Selanjutnya, pada akhir modul ini diberikan beberapa contoh soal/kasus yang
dapat digunakan untuk diskusi dalam rangka melatih kepekaan dan pemahaman
mahasiswa akan isu-isu etis di lingkungan profesi. Untuk memperkaya wawasan
mahasiswa, peristiwa-peristiwa sehari-hari yang diliput oleh media massa, misalnya
dapat
digunakan
sebagai
tambahan
bahan
diskusi
sesuai
dengan
pokok
bahasannya. Hal ini membantu mahasiswa dalam menumbuhkan kesadaran dan
kepekaan etis yang diperlukan saat-saat ini, sebagai kelompok intelektual.
29 | P a g e
RANGKUMAN
Pengantar etika profesi PNS memperkenalkan etika profesi PNS tersebut,
dan sedikit menjelaskan mengenai implikasi dan aplikasi etika profesi PNS pada
profesi birokrat. Bab ini menjelaskan bahwa birokrat perlu menjunjung tinggi etika
profesi dalam menjalankan tupoksi utamanya yaitu pelayanan publik.
Tujuan dituliskannya makalah ini adalah agar kita dapat:
1. Mengetahui tentang peranan dan kebijakan pelayanan publik.
2. Mengetahui etika pelayanan publik.
3. Mengetahui permasalahan pelayanan publik di Indonesia.
4. Mengetahui solusi dari permasalahan pelayanan publik di Indonesia.
5. Mengetahui contoh-contoh pelayanan publik dalam kehidupan sehari-hari.
Di sektor manapun, termasuk sektor publik (pemerintahan), ada dua aspek
penting yang umumnya diyakini sebagai penentu kinerja prima, yaitu profesionalisme
dan etika. Seperti halnya di sektor bisnis, sektor publik juga dituntut untuk mencapai
kinerja prima, dengan ukuran-ukuran seperti efisiensi, produktivitas, dan efektivitas,
dan pada saat yang sama dituntut untuk senantiasa menjunjung tinggi standar etika,
seperti integritas, objektivitas atau imparsialitas, keadilan, dan sebagainya. Dengan
perkataan lain, sektor publik, seperti sektor bisnis, dituntut memiliki dua keunggulan,
yaitu keunggulan teknis (profesionalisme) dan keunggulan moral (etika). Ada
beberapa alasan, baik normatif maupun objektif, yang dapat digunakan untuk
menjelaskan relevansi dan makin pentingnya etika dalam birokrasi atau pelayanan
publik.
Secara ringkas, relevansi dan makin pentingnya etika dalam pelayanan publik
adalah karena fakta bahwa warga negara telah mempercayakan sumber daya publik
kepada birokrasi. Pejabat pemerintahan, aparatur birokrasi atau pegawai negeri telah
dianggap sebagai pengelola sumber daya dan penjaga kepercayaan khusus yang
diamanatkan oleh warga negara. Selain itu, aparatur birokrasi menetapkan juga
kebijakan
dan
mengimplementasikannya,
kebijakan
dan
implementasinya
ini
mempengaruhi semua bidang kehidupan warga negara. Oleh sebab itu, rakyat,
warga negara mengharapkan aparatur birokrasi benar-benar menjadi “abdi negara”
dan “abdi masyarakat”, menempatakan kepentingan publik di atas kepentingan
30 | P a g e
pribadi, mengelola sumber daya publik yang tela dipercayakan secara profesional
dan menjunjung tinggi standar etika.
Mata kuliah ini menjelaskan tentang pengertian etika, memahami teori-teori
etika, pengertian etika profesi, pengertian dan hakekat profesi, pengertian pelayanan
publik, etika dan disiplin PNS, hukuman disiplin PNS serta kode etik Kementerian
Keuangan.
Tujuan umum mata kuliah Etika Profesi PNS ini adalah memberikan
pemahaman mengenai nilai-nilai yang tepat atas penerapan standar etika dalam
profesi sebagai PNS. Dengan demikian diharapkan mahasiswa dapat:
1.
Meningkatkan kesadaran dan kepekaan terhadap etika profesi PNS dan
konsepkonsep yang menyertainya.
2. Meningkatkan kemampuan dalam memecahkan dilema etis di tempat kerja dan di
luar tempat kerja.
3. Meningkatkan kesadaran untuk mempraktekkan kode etik yang berlaku di tempat
kerja.
LATIHAN
1. Apakah pelayanan kepada publik perlu ditingkatkan? jelaskan
2. Sebutkan
tiga
jenis
pelayanan
publik
berdasarkan
organisasi
yang
menyelenggarakannya
3. Sebutkan ciri-ciri pelayanan publik yang profesional
4. Mengapa diperlukan adanya standard operating procedures (sop)?
5. Apa yang dimaksud dengan kompetensi pns?
6. Jelaskan definisi dari kode etik pns
7. Sebutkan aspek-aspek dalam standar penilaian kinerja
8. Jelaskan pengertian birokrasi menurut max weber
9. Jelaskan pengertian reformasi birokrasi secara umum
10. Terdapat dua fungsi pokok pemerintahan negara yang pelaksanaannya
diserahkan kepada birokrasi. Sebutkan dan jelaskan kedua fungsi tersebut
11. Jelaskan pengertian integritas dalam konteks pelayanan publik
12. Jelaskan secara ringkas relevansi pentingnya etika dalam pelayanan publik
31 | P a g e
BAB
2
TEORI DAN KONSEP ETIKA I
_____________________________________________________
Tujuan Instruksional Khusus :
Setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa memahami Pengertian Etika,
Teori-Teori Etika (Teleologi, Deontologi, Etika Keutamaan), Konsep hak,
kewajiban, keadilan dan kepedulian
A. Pengertian Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani Kuno, ethikos, berarti timbul dari kebiasaan.
Etika memiliki banyak makna antara lain:
1. Semangat khas kelompok tertentu, misalnya ethos kerja, kode etik kelompok
profesi.
2. Norma-norma yang dianut
oleh
kelompok, golongan
masyarakat tertentu
mengenai perbuatan yang baik dan benar.
3. Studi tentang prinsip-prinsip perilaku baik dan benar sebagai falsafat moral. Etika
sebagai refleksi kritis dan rasional tentang norma-norma yang terwujud dalam
perilaku hidup manusia.
4. Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang
dapat dipahami oleh pikiran manusia.
Etika juga memiliki pengertian arti yang berbeda-beda jika dilihat dari sudut
pandang pengguna yang berbeda dari istilah itu.
1. Bagi ahli falsafah, etika adalah ilmu atau kajian formal tentang moralitas.
2. Bagi sosiolog, etika adalah adat, kebiasaan dan perilaku orang-orang dari
lingkungan budaya tertentu.
3. Bagi praktisi profesional termasuk dokter dan tenaga kesehatan lainnya etika
berarti kewajiban dan tanggung jawab memenuhi harapan (ekspektasi) profesi dan
masyarakat, serta bertindak dengan cara-cara yang profesional, etika adalah salah
satu kaidah yang menjaga terjalinnya interaksi antara pemberi dan penerima jasa
32 | P a g e
profesi secara wajar, jujur, adil, profesional, dan terhormat.
4. Bagi eksekutif puncak rumah sakit, etika seharusnya berarti kewajiban dan
tanggung jawab khusus terhadap pasien dan klien lain, terhadap organisasi dan
staff, terhadap diri sendiri dan profesi, terhadap pemrintah dan pada tingkat akhir
walaupun tidak langsung terhadap masyarakat. Kriteria wajar, jujur, adil, profesional
dan terhormat tentu berlaku juga untuk eksekutif lain di rumah sakit.
5. Bagi asosiasi profesi, etika adalah kesepakatan bersama dan pedoman untuk
diterapkan dan dipatuhi semua anggota asosiasi tentang apa yang dinilai baik dan
buruk dalam pelaksanaan dan pelayanan profesi itu.
Menurut K. Bertens, etika bisnis adalah pemikiran atau refleksi tentang
moralitas dalam ekonomi dan bisnis. Moralitas berarti aspek baik atau buruk, terpuji
atau tercela, dan karenanya diperbolehkan atau tidak, dari perilaku manusia.
Moralitas selalu berkaitan dengan apa yang dilakukan manusia, dan kegiatan
ekonomis merupakan suatu bidang perilaku manusia yang penting.
Menurut K. Bertens, ada 3 tujuan yang ingin dicapai dalam pengajaran etika
bisnis, yaitu :
1. Menanamkan atau meningkakan kesadaran akan adanya dimensi etis dalam
bisnis.
Menanamkan, jika sebelumnya kesadaran itu tidak ada, meningkatkan bila
kesadaran itu sudah ada, tapi masih lemah dan ragu. Orang yang mendalami etika
bisnis diharapkan memperoleh keyakinan bahwa etika merupakan segi nyata dari
kegiatan ekonomis yang perlu diberikan perhatian serius.
2. Memperkenalkan argumentasi moral khususnya dibidang ekonomi dan bisnis,
serta membantu pebisnis/calon pebisnis dalam menyusun argumentasi moral yang
tepat.
Dalam etika sebagai ilmu, bukan hanya penting adanya norma-norma moral,
tidak kalah penting adalah alasan bagi berlakunya norma-norma itu. Melalui studi
etika diharapkan pelaku bisnis akan sanggup menemukan fundamental rasional
untuk aspek moral yang menyangkut ekonomi dan bisnis.
3. Membantu pebisnis/calon pebisnis, untuk menentukan sikap moral yang tepat
didalam profesinya (kelak).
Hal ketiga ini memunculkan pertanyaan, apakah studi etika ini menjamin
seseorang akan menjadi etis juga? Jawabnya, sekurang-kurangnya meliputi dua sisi
33 | P a g e
berikut, yaitu disatu pihak, harus dikatakan: etika mengikat tetapi tidak memaksa.
Disisi lain, studi dan pengajaran tentang etika bisnis boleh diharapkan juga
mempunyai dampak atas tingkah laku pebisnis.
Untuk melengkapi tentang etika, perlu juga ditambahkan tentang apa yang
sebenarnya bukan etika (What ethics is not). Salah seorang tokoh etika, Peter Singer
menerangkan sebagai berikut:
1. Etika bukan seperangkat larangan khusus yang hanya berhubungan dengan
perilaku seksual.
2. Etika bukan sistem yang ideal, luhur dan baik dalam teori, namun tidak ada
gunanya dalam praktek. Agaknya, penilaian demikianlah yang apriori diberikan oleh
masyarakat jika ada kasus kejadian klinis.
3. Etika bukan sesuatu yang hanya dapat dimengerti dalam konteks agama. Ini
tentulah pemikiran sekuler. Menurut ajaran agama, sesuatu yang secara moral 'baik'
adalah sesuatu yang sangat disetujui dan disenangi Tuhan. Sedangkan Singer
berpendapat (sama dengan Plato 2000 tahun sebelumnya), suatu perbuatan
manusia adalah baik karena disetujui Tuhan, bukan sebaliknya karena disetujui
Tuhan perbuatan
itu menjadi baik. Kontradiksi pendapat
tentang
ini sudah
berlangsung berabad-abad, dan mungkin akan berlangsung terus.
4. Etika bukan sesuatu yang relatif atau subjektif. Sangkalan Singer terhadap
anggapan keempat ini tidak dijelaskan lebih lanjut disini, karena elaborasinya dari
sudut historis dan falsafah yang panjang dan rumit.
Tiga Bagian Utama Etika
Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi konsep etika), etika
normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai
etika).
1. Meta-Etika (Studi Konsep Etika).
Meta-Etika sebagai suatu jalan menuju konsepsi atas benar atau tidaknya
suatu tindakan atau peristiwa. Dalam meta-etika, tindakan atau peristiwa yang
dibahas dipelajari berdasarkan hal itu sendiri dan dampak yang dibuatnya.
Sebagai contoh,"Seorang anak menendang bola hingga kaca jendela pecah."
Secara meta-etis, baik-buruknya tindakan tersebut harus dilihat menurut sudut
pandang yang netral. Pertama, dari sudut pandang si anak, bukanlah suatu
kesalahan apabila ia menendang bola ketika sedang bermain, karena memang
34 | P a g e
dunianya (dunia anak-anak) memang salah satunya adalah bermain, apalagi ia tidak
sengaja melakukannya. Akan tetapi kalau dilihat dari pihak pemilik jendela, tentu ia
akan mendefinisikan hal ini sebagai kesalahan yang telah dibuat oleh si anak. Si
pemilik jendela berasumsi demikian karena ia merasa dirinya telah dirugikan.
Bagaimanapun juga hal-hal seperti ini tidak akan pernah menemui
kejelasannya hingga salah satu pihak terpaksa kalah atau mungkin masalah menjadi
berlarut-larut. Mungkin juga kedua pihak dapat saling memberi maklum. Menyikapi
persoalan-persoalan yang semacam inilah, maka meta-etika dijadikan bekal awal
dalam mempertimbangkan suatu masalah, sebelum penetapan hasil pertimbangan
dibuat.
Etika Normatif (Studi Penentuan Nilai Etika).
Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan
seharusnyadimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia
dantindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi Etika Normatif merupakan
norma-norma yang dapat menuntun agar manusia bertindak secara baik dan
menghindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang
disepakatidan berlaku di masyarakat.
Etika Terapan (Studi Penggunaan Nilai-Nilai Etika).
Etika terapan memberi pemahaman tentang spektrum bidang terapan etika
sekaligus menunjukkan bahwa etika merupakan pengetahuan praktis. Berbagai
bidang terapan di antaranya adalah bidang kesehatan, tanggung-jawab sosial
perusahaan atau yang biasa dikenal dengan istilah Inggris Corporate Social
Responsibility (CSR), pengolahan tanah, dan masih banyak lainnya.
Sejarah Etika
Etika termasuk dalam ruang lingkup sejarah peradaban dan etnologi. Sejarah
etika menekankan pada berbagai sistem filosofis yang dalam perjalanan waktu telah
dielaborasi dengan mengacu pada tatanan moral. Oleh karena itu, pendapat yang
dikemukakan oleh orang-orang bijak zaman dahulu, seperti Pythagoras (582-500
SM), Heraclitus (535-475 SM), Konfusius (558-479 SM), nyaris milik sejarah etika,
karena, meskipun mereka mengusulkan berbagai kebenaran moral dan prinsipprinsip, mereka melakukannya dengan cara yang dogmatis, tidak secara filosofissistematis. Istilah etika pertama kali dipakai oleh orang Yunani, yaitu dalam
pengajaran Socrates (470-399 SM).
35 | P a g e
1.
Etika filosof Yunani Kuno: Socrates, Plato, Aristoteles.
Menurut Sokrates, objek utama dari aktivitas manusia adalah kebahagiaan,
dan sarana yang diperlukan untuk mencapainya adalah kebajikan. Karena semua
orang selalu mencari kebahagiaan, tidak ada orang yang sengaja korup. Segala
kejahatan muncul dari kebodohan, dan kebajikan adalah kehati-hatian. Oleh karena
itu kebajikan bisa diberikan lewat instruksi. Murid Socrates, Plato (427-347 SM)
menyatakan bahwa summum bonum terdiri atas imitasi sempurna dari Tuhan, baik
yang mutlak, tiruan yang tidak dapat diwujudkan sepenuhnya dalam hidup ini.
Kebajikan memungkinkan manusia untuk memerintah sesuai keinginannya, karena
ia harus benar, sesuai dengan perintah akal budi, dan dengan bertindak demikian ia
menjadi seperti Tuhan. Tetapi Plato berbeda dari Socrates, ia tidak menganggap
kebajikan terdiri dari kebijaksanaan saja, tetapi juga keadilan, kesederhanaan, dan
ketabahan. Kebajikan merupakan harmoni yang tepat dari kegiatan manusia.
Aristoteles (384-322 SM), harus dianggap sebagai pendiri nyata etika
sistematis. Dengan karakteristik ketajaman ia membahas etika dan politik. Sebagian
besar masalah yang menyangkut etika itu sendiri. Tidak seperti Plato, yang mulai
dengan
ide-ide
sebagai
dasar
pengamatan,
Aristoteles
lebih
memilih
untuk
mengambil fakta-fakta pengalaman sebagai titik awalnya, menganalisis secara
akurat, dan berusaha untuk melacak penyebab tertinggi dan utama. Dia berangkat
dari titik bahwa semua orang cenderung untuk kebahagiaan sebagai objek akhir dari
semua usaha mereka, sebagai kebaikan tertinggi, yang dicari demi dirinya sendiri,
dan semua barang lainnya hanya berfungsi sebagai sarana. Kebahagiaan ini tidak
terdapat dalam barang-barang eksternal, tetapi hanya dalam aktivitas yang tepat
untuk sifat manusia.
Kegiatan ini harus dilaksanakan dalam kehidupan yang sempurna dan abadi.
Kesenangan tertinggi secara alami terikat dengan kegiatan ini, tetapi untuk
membentuk kebahagiaan yang sempurna, barang-barang eksternal juga harus ada.
Kebahagiaan sejati hanya dapat dicapai melalui usaha sendiri. Dengan penetrasi
yang tajam dari Aristoteles dan hasil penyelidikan kebajikan intelektual dan moral,
teorinya dianggap benar oleh sebagian besar orang. Satu-satunya yang kurang
adalah bahwa visinya tidak menembus melampaui kehidupan duniawi ini, dan bahwa
ia tidak pernah melihat dengan jelas hubungan manusia dengan Tuhan.
36 | P a g e
2.
Etika Filosof Yunani dan Romawi: Hedonisme, Epicurus, Sinis, Stoicisme,
Skeptis.
Sebuah gilirannya etika lebih hedonistik
(edone, "kenikmatan") dimulai
dengan Democritus (460-370 SM), yang menganggap disposisi gembira dan ceria
sebagai kebaikan dan kebahagiaan tertinggi manusia. Sensualisme murni atau
Hedonisme pertama kali diajarkan oleh Aristippus dari Kirene (435-354 SM), menurut
kesenangan adalah akhir dari kebaikan tertinggi usaha manusia. Epicurus (341-270
SM) berbeda dari Aristippus dalam prinsip bahwa jumlah total terbesar yang mungkin
dari kenikmatan spiritual dan sensual adalah hal yang tertinggi yang dapat dicapai
manusia. Kebajikan adalah norma direktif yang tepat dalam attainment akhir ini.
Para Sinis, Antisthenes (444-369 SM) dan Diogenes dari Sinope (414-324
SM), mengajarkan kebalikan dari Hedonisme, yaitu bahwa kebajikan saja sudah
cukup untuk kebahagiaan, bahwa kesenangan adalah kejahatan, dan bahwa
manusia benar-benar bijaksana atas hukum manusia. Ajaran ini segera berubah
menjadi kesombongan dan penghinaan terbuka untuk hukum dan untuk sisa
manusia (Sinisme). Kaum Stoa, Zeno (336-264 SM) dan murid-muridnya, Cleanthes,
Chrysippus, dan lain-lain, berusaha untuk memperbaiki dan menyempurnakan
pandangan Antisthenes. Kebajikan, menurut mereka, dalam hidup manusia sesuai
dengan perintah rasional, dan, seperti alam setiap individu seseorang hanyalah
bagian dari tatanan alam keseluruhan. oleh karena itu, kebajikan adalah perjanjian
yang harmonis dengan Tuhan, yang membentuk keseluruhan alam. Seperti apakah
hubungan Tuhan dengan dunia dalam pandangan mereka, panteistik atau rasa
teistik, tidak seluruhnya jelas.
Stoa Romawi, Seneca (4 SM - AD 65), Epictetus (lahir sekitar tahun 50), dan
Kaisar Marcus Aurelius (AD 121-180). Cicero (106-43 SM) menguraikan tidak ada
sistem filsafat baru miliknya sendiri, tetapi memilih pandangan-pandangan tertentu
dari berbagai sistem filsafat Yunani yang tampaknya terbaik menurutnya. Dia
menyatakan bahwa kebaikan moral, yang merupakan objek umum dari semua
kebajikan, ada di dalam manusia sebagai makhluk rasional yang berbeda dari
makhluk buas. Tindakan sering baik atau buruk, adil atau tidak adil, bukan karena
institusi atau kebiasaan manusia, tetapi sifat mereka. Cicero memberikan sebuah
eksposisi lengkap dari kebajikan kardinal dan kewajiban terhubung dengan mereka.
Ia bersikeras terutama pada devosi kepada dewa-dewa, yang tanpanya masyarakat
37 | P a g e
manusia tidak bisa ada.
Sistem etika Yunani dan Romawi berjalan atas kecenderungan skeptis, yang
menolak hukum moral alam, dasar seluruh tatanan moral pada kebiasaan atau
kesewenang-wenangan manusia, dan membebaskan orang bijak dari ketaatan pada
ajaran biasa dari tatanan moral. Kecenderungan ini dilanjutkan oleh kaum Sofis.
3. Etika: Sejarah Moralitas Kristen.
Paganisme kuno tidak pernah memiliki konsep yang jelas dan pasti tentang
hubungan antara Tuhan dan dunia, kesatuan umat manusia, nasib manusia, serta
sifat dan makna dari hukum moral. Kristen menjelaskan penuh pertanyaan ini dan
pertanyaan lain yang sejenis. Seperti Santo Paulus mengajarkan (Roma, ii, 24
persegi), Tuhan telah menulis hukum moral di hati semua orang, bahkan yang
berada di luar pengaruh Wahyu Kristen; hukum ini memanifestasikan dirinya dalam
hati nurani setiap orang dan adalah norma yang menurut seluruh umat manusia akan
dinilai pada hari perhitungan.
Corse ini segera diadopsi dalam periode awal, seperti Yustinus Martir,
Irenaeus, Tertullian, Clement dari Alexandria, Origenes, Ambrosius, Hieronimus, dan
Agustinus. Mereka yang mengeksposisi dan membela kebenaran Kristen,
memanfaatkan prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh para filsuf pagan. Hal ini
terutama
berlaku
St
Agustinus,
yang
melanjutkan
untuk
benar-benar
mengembangkan sepanjang garis filosofis dan untuk menetapkan dengan tegas
sebagian besar kebenaran moralitas Kristen. Hukum abadi (lex aterna), jenis asli dan
sumber dari segala hukum temporal, hukum alam, hati nurani, tujuan akhir manusia,
kebajikan kardinal, dosa, pernikahan, dll diperlakukan oleh dia di paling jelas dan
tajam cara.
4.
Etika: Sejarah Filsafat Abad Pertengahan Etika.
Sebuah garis tajam pemisahan antara filsafat dan teologi, dan khususnya
antara etika dan teologi moral, pertama kali bertemu dengan dalam karya-karya
terpelajar besar Abad Pertengahan, khususnya Albert (1193-1280) Besar, Thomas
Aquinas (1225 -1274), Bonaventura (1221-1274), dan Duns Scotus (1274-1308).
Pada fondasi diletakkan filsuf dan teolog Katolik yang berhasil terus
membangun. Abad keenam belas ditandai dengan kebangkitan kembali pertanyaan
etis, meskipun sebagian besar dijawab melalui teologi. Contoh teolog besar adalah
Victoria, Dominicus Soto, L. Molina, Suarez, Lessius, dan De Lugo. Sejak abad
38 | P a g e
keenam belas jurusan etika (filsafat moral) telah didirikan di banyak universitas
Katolik. Yang lebih besar, karya-karya filosofis murni tentang etika, namun tidak
muncul sampai abad ketujuh belas dan kedelapan belas, sebagai contoh yang dapat
kita contoh produksi Ign. Schwarz, "Instituitiones juris et universalis Naturae
Gentium" (1743).
5.
Etika: Sejarah Filsafat Etika 1500-1700-an.
Para Reformator benar-benar memegang teguh kesucian sebagai sumber
wahyu yang sempurna. Melanchthon, dalam bukunya "Elementa philosophiae
moralis", masih melekat pada filosofi Aristotel, maka apakah Hugo Grotius, dalam
karyanya, "De jure belli et Pacis" juga sama.
Thomas Hobbes (1588-1679) mengandaikan bahwa manusia awalnya dalam
kondisi kasar (Naturae status) di mana setiap orang bebas untuk bertindak saat dia
senang, dan memiliki hak untuk semua hal, sehingga muncul perang semua
melawan semua. Para penganut panteisme Spinoza Baruch (1632-1677)
menganggap insting untuk mempertahankan diri sebagai dasar kebajikan. Setiap
makhluk diberkahi dengan dorongan yang diperlukan untuk menyatakan diri sebagai
alasan tuntutan tidak bertentangan dengan alam, membutuhkan masing-masing
untuk mengikuti dorongan ini dan sesak nafas setelah apapun yang berguna
baginya.
Kebebasan akan terdiri hanya dalam kemampuan untuk mengikuti dorongan
alami unrestrainedly ini. Shaftesbury (1671-1713) mendasarkan etika pada kasih
sayang atau kecenderungan manusia. Ada kecenderungan simpatik, idiopatik, dan
tidak wajar. Yang pertama dari hal ini kepentingan umum, kedua kebaikan pribadi
agen, ketiga menentang yang lainnya. Untuk menjalani kehidupan moral yang baik,
perang harus dilancarkan pada impuls yang tidak wajar, sedangkan kecenderungan
idiopathetic dan simpatik harus dilakukan untuk menyelaraskan. Keselarasan ini
merupakan
kebajikan.
Dalam
pencapaian
kebajikan
prinsip
subjektif
dari
pengetahuan adalah moralitas. Teori moralitas dikembangkan lebih lanjut oleh
Hutcheson (1694-1747); sedangkan "akal sehat" disarankan oleh Thoms Reid (17101796) sebagai norma tertinggi perilaku moral. Di Perancis para filsuf materialistik
abad kedelapan belas, seperti Helvetius, de la Mettrie, Holbach, Condillac, dan lainlain, menyebarluaskan ajaran sensualisme dan Hedonisme sebagaimana yang
dipahami oleh Epicurus.
39 | P a g e
6.
Sejarah Filsafat Etika: Kant, John Stuart Mill, Altruisme.
Sebuah revolusi lengkap dalam etika diperkenalkan oleh Immanuel Kant
(1724-1804). Dari bangkai alasan teoretis murni ia berpaling untuk penyelamatan
untuk alasan praktis, dimana dia menemukan hukum, mutlak moral universal, dan
kategoris. Hukum ini tidak harus dipahami sebagai otoritas eksternal, karena ini akan
heteromony yang asing bagi moralitas sejati, melainkan lebih merupakan hukum akal
kita sendiri, yang otonom yaitu, harus diamati untuk kepentingan sendiri, tanpa
memperhatikan setiap kesenangan atau utilitas yang timbul darinya. Para pengikut
Kant telah memilih satu doktrin lain dari etika dan gabungan berbagai sistem bersifat
panteisme dengannya. Fichte tempat tertinggi manusia yang baik dan nasib di
spontaniety mutlak dan kebebasan; Schleiermacher, dalam kooperasi dengan
peradaban umat manusia progresif. Sebuah pandangan yang mirip berulang secara
substansial dalam tulisan-tulisan Wilhelm Wundt dan, sampai batas tertentu, dalam
orang-orang pesimis, Edward von Hartmann, meskipun budaya menganggap yang
terakhir dan kemajuan hanya sebagai sarana untuk tujuan akhir, yang menurutnya,
terdiri dari memberikan Mutlak dari siksaan eksistensi.
Sistem
Cumberland,
yang
mempertahankan
kepentingan
umum
umat
manusia untuk menjadi akhir dan kriteria perilaku moral, diperbaharui secara positif
dalam abad kesembilan belas oleh Auguste Comte dan memiliki banyak pengikut
menghitung, misalnya, di Inggris, John Stuart Mill, Henry Sidgwick, Alexander Bain,
di Jerman, GT Fechner, F. E. Beneke, F. Paulsen, dan lain-lain. Herbert Spencer
(1820-1903) berusaha untuk efek kompromi antara Utilitarianisme sosial (Altruisme)
dan Utilitarianisme swasta (Egoisme) sesuai dengan teori evolusi. Menurutnya,
perilaku yang baik yang berfungsi untuk meningkatkan kehidupan dan kesenangan.
Karena kurangnya adaptasi manusia dengan kondisi kehidupan, kebaikan mutlak
seperti perilaku belum mungkin, dan berbagai kompromi harus dibuat antara
Altruisme dan Egoisme. Dengan kemajuan evolusi kondisi yang ada akan menjadi
lebih sempurna, dan akibatnya manfaat yang diperoleh individu dari perilaku sendiri
akan sangat berguna bagi masyarakat luas. Secara khusus, simpati (dalam sukacita)
akan memungkinkan kita untuk mengambil kesenangan dalam tindakan altrusitic.
7.
Etika: Filsafat Evolusioner, Sosialisme, Nietzsche.
Sebagian besar non-Kristen filsuf moral telah mengikuti jalan yang dilalui
Spencer. Dimulai dengan asumsi bahwa manusia, oleh serangkaian transformasi,
40 | P a g e
secara bertahap berevolusi dari makhluk buas itu, dan karena itu berbeda dari dalam
gelar saja, mereka mencari jejak pertama dan awal dari ide-ide moral dalam kasar itu
sendiri. Charles Darwin telah melakukan beberapa pekerjaan persiapan sepanjang
jalan, dan Spencer tidak ragu untuk belajar brute-etika, pada keadilan pra-manusia,
hati nurani, dan pengendalian diri kasar. Hari Evolusionis mengikuti pandangannya
dan berusaha untuk menunjukkan bagaimana moralitas hewan telah dalam manusia
terus menjadi lebih sempurna. Dengan bantuan analogi diambil dari etnologi, mereka
menceritakan bagaimana awalnya umat manusia berjalan di atas muka bumi secara
semi-biadab, tidak tahu tentang pernikahan, dan hanya dengan derajat mencapai
tingkat yang lebih tinggi moralitas.
Sebagai evolusionis, demikian juga Sosialis mendukung teori evolusi dari
sudut pandang etika mereka, namun yang terakhir tidak mendasarkan pengamatan
mereka pada prinsip-prinsip ilmiah, tetapi pada pertimbangan sosial dan ekonomi.
Menurut K. Marx, F. Engels, dan eksponen lain dari "penafsiran materialistik dari
sejarah" yang disebut, semua, moral religius, konsep-konsep yuridis dan filosofis tapi
refleks kondisi ekonomi masyarakat di benak pria. Sekarang ini hubungan sosial
tunduk kepada perubahan konstan; maka ide-ide moralitas, agama, dll juga terus
berubah. Oleh karena itu, tidak ada kode universal moralitas yang mengikat semua
manusia pada segala waktu. Manusia berbeda satu sama lain dan selalu berubah,
dan mereka melihat dunia dengan cara mereka sendiri. Apalagi keputusan yang
dikeluarkan pada masalah-masalah agama dan moral hakiki tergantung pada
kecenderungan, minat, dan karakter dari penilaian orang, sedangkan yang terakhir
ini terus-menerus bervariasi. Pragmatisme berbeda dari Relativisme, bahwa tidak
hanya dianggap benar yang terbukti oleh pengalaman untuk menjadi berguna. Oleh
karena hal yang sama tidak selalu berguna, kebenaran tidak mungkin berubah.
Menurut Max Nordau, ajaran moral tidak lain hanyalah "kebohongan
konvensional". Nietzsche pencetus sekolah yang doktrin yang didirikan pada prinsipprinsip ini. Menurutnya, kebaikan awalnya diidentifikasi dengan kemuliaan dan budi
peringkat. Proletariat bawah diinjak. Dengan demikian muncul pertentangan antara
moralitas
dan
budak.
Mereka
yang
berkuasa
masih
terus
memandang
kecenderungan egoistik mereka sendiri sebagai mulia dan baik, sementara rakyat
memuji "naluri kawanan umum", yaitu semua qulaities diperlukan dan berguna untuk
keberadaannya - seperti kesabaran, ketaatan kelemahlembutan, dan cinta sesama.
41 | P a g e
Kelemahan menjadi kebaikan, mengernyit merendahkan diri menjadi rendah hati,
tunduk kepada penindas membenci adalah ketaatan, pengecut berarti kesabaran.
"Moralitas adalah satu penipuan panjang dan berani." Oleh karena itu, nilai
melekat pada konsep yang berlaku moralitas harus seluruhnya ulang. Superioritas
intelektual di luar kebaikan dan kejahatan seperti yang dipahami dalam pengertian
tradisional. Tidak ada order moral yang lebih tinggi yang orang-orang kalibrasi
tersebut setuju. Akhir dari masyarakat bukanlah kebaikan bersama anggotanya.
Aristokrasi intelektual adalah akhir sendiri. Seperti bersandar dengan masing-masing
individu untuk memutuskan siapa yang milik ini aristokrasi intelektual, sehingga
setiap orang bebas untuk membebaskan diri dari tatanan moral yang ada.
Teori Etika
Sejumlah teori dan konsep etika telah dikembangkan oleh beberapa filsuf
atau pemikir dalam bidang etika. Pembelajaran teori etika tersebut untuk
memperoleh kemudahan dalam mengupas persoalan etika dan sebagai panduan
untuk menentukan benar atau salahnya suatu tindakan, keputusan dan kebijakan.
1. Teori Teleleologi.
Dalam buku karangan Kusmanadji (2004, II-1-II-2) dikemukakan bahwa teori
teleleologi disebut juga teori konsekuensialis, menyatakan bahwa nilai moral suatu
tindakan ditentukan semata-mata oleh konsekuensi tindakan tersebut. Benar atau
salahnya tindakan ditentukan oleh hasil atau akibat dari tindakan tersebut. Maka,
yang menyebabkan tindakan itu benar atau salah adalah bukan tindakan itu sendiri
melainkan akibat dari tindakan tersebut. Akibat dalam hal ini adalah konsekuensi
baik. Oleh karena itu, kebaikan merupakan konsep fundamental dalam teori
teleleologi.
Menurut Aristoteles, Etika teleologis atau Etika Aristoteles, yakni etika yang
mengukur benar/salahnya tindakan manusia dari menunjang tidaknya tindakan
tersebut ke arah pencapaian tujuan (telos) akhir yang ditetapkan sebagai tujuan
hidup manusia. Setiap tindakan menurut Aristoteles diarahkan pada suatu tujuan,
yakni pada yang baik (agathos). Yang baik adalah apa yang secara kodrati menjadi
arah tujuan akhir (causa finalis) adanya sesuatu. Yang baik yang menjadi tujuan
akhir
hidup
manusia
menurut
dia
adalah
kebahagiaan
atau
kesejahteraan
(eudaimonia). Itulah sebabnya teori etikanya sering disebut sebagai teori etika
Eudaimonisme.
42 | P a g e
Dalam buku karangan Ucok Sarimah
(2008, 5-6) membedakan teori
teleleologi menjadi 3, yaitu:
a. Egoisme Etis
Suatu tindakan benar atau salah tergantung semata-mata pada baik
buruknya akibat tindakan tersebut bagi pelakunya.
b. Altruisme Etis
Berlawanan dengan egoisme etis, bahwa baik buruknya suatu tindakan
ditentukan oleh baik buruknya akibat tindakan tersebut terhadap orang lain, kecuali
pelaku.
c. Utilitarianisme
Gabungan antara egoisme etis dan altruisme etis, bahwa benar salahnya
tindakan tergantung pada baik buruknya konsekuensi tindakan tersebut bagi siapa saja
yang dipengaruhi oleh tindakan tersebut.
Dari ketiga teori tersebut, teori teleleologi yang sangat menonjol adalah
utilitarianisme yang biasanya dihubungkan dengan filsuf Inggris, Jeremy Betham dan
John Stuart Mill. Sesuai dengan namanya utilitarisme berasal dari kata utility dengan
bahasa latinnya utilis yang artinya “bermanfaat” dalam mengukur baik dan buruk.
Kebaikan didefinisikan sebagai kesenangan sedangkan keburukan didefinisikan
sebagai kesedihan. Bentuk klasik utilitarianisme dinyatakan sebagai berikut: “Suatu
tindakan adalah benar jika dan hanya jika tindakan itu menghasilkan selisih terbesar
kesenangan di atas kesedihan bagi setiap orang.”
Dalam buku karangan Kusmanadji (2004, 2), Utilitarianisme mencakup empat
prinsip, yaitu:
1) Konsekuensialisme.
Prinsip
yang
berpendiran
bahwa
kebenaran
tindakanditentukan semata-mata oleh konsekuensinya.
2) Hedonisme. Manfaat (utility) dalam teori ini didefinisikan sebagai kesenangan
dan tidak adanya kesedihan. Hedonisme adalah prinsip bahwa kesenangan dan
hanya kesenanganlah yang merupakan perbuatan tertinggi.
3) Maksimalisme. Tindakan yang benar adalah tindakan yang tidak hanya memiliki
konsekuensi berupa beberapa kebaikan, tetapi juga jumlah terbesar konsekuensi
baik setelah memperhitungkan konsekuensi buruk.
4)
Universalisme. Konsekuensi yang harus dipertimbangkan adalah konsekuensi
bagi setiap orang.
43 | P a g e
Utilitarianisme Klasik dan Utilitarianisme Pluralistik
Utilitarianisme Klasik mendefinisikan kebaikan tertinggi adalah kesenangan
(pleasure) dan keburukan tertinggi adalah keburukan (plain) dan semua tindakan
harus dievaluasi dengan ukuran kesenangan dan kesedihan yang dihasilkan bagi
semua orang yang dipengaruhi.
Utilitarianisme Pluralistik disebut juga utilitarianisme dalam arti luas yaitu
dengan mengartikan kebaikan sebagai kesejahteraan umat manusia. Apapun yang
menjadikan umat manusia secara umum lebih baik atau memberikan manfaat adalah
kebaikan , dan apapun yang menyebabkan umat manusia menjadi lebih buruk atau
menimbulkan kerugian adalah keburukan.
Utilitarianisme Tindakan dan Utilitarianisme Aturan
Utilitarianisme Tindakan berpendirian bahwa dalam semua situasi seseorang
seharusnya melakukan tindakan yang memaksimalkan manfaat (utility) bagi semua
orang yang dipengaruhi oleh tindakan tersebut.Dapat pula dinyatakan suatu tindakan
adalah benar jika dan hanya jika tindakan itu menghasilkan selisih terbesar dari
kebaikan atas keburukan bagi setiap orang.
Utilitarianisme Aturan berpendirian bahwa manfaat dapat diperhitungkan
pada kelompok-kelompok tindakan, bukan pada masing-masing tindakan secara
individual.Dapat pula dinyatakan suatu tindakan adalah benar jika dan hanya jika
tindakan itu sesuai dengan seperangkat aturan yang keberterimaannya secara
umum akan menghasilkan selisih terbesar dari kebaikan atas keburukan bagi setiap
orang.
Meski pun sudah dialami manfaat dari utilitarisme bukan berarti utilitarisme
secara teoritis tidak memiliki masalah. Jika semua yang dikategorikan sebagai baik
hanya diperoleh dari manfaat terbanyak bagi orang terbanyak, maka apakah akan
ada orang yang dikorbankan? Anggap saja ada anjing gila, anjing tersebut suka
menggigit orang yang lewat. 7 dari 10 orang menyarankan anjing tersebut dibunuh
sedangkan 3 lainnya menyarankan dibunuh. Penganut utilitarisme akan menjawab
tentu yang baik jika anjing itu dibunuh. Lalu saran 3 orang tadi dikemanakan?
Apakah mereka harus menerima itu begitu saja? Kalau menurut teori ini YA.
Kasus di atas hanyalah sebatas anjing bagaimana jika manusia? Bukan tidak
mungkin hal ini terjadi bahkan sudah terjadi, tentu dalam perkembangan peradaban
ada sejarah diskriminasi ras mau pun etnis. Kasus diskriminasi ras kulit hitam dan
44 | P a g e
diskriminasi etnis Tionghoa sebelum tahun 1997 tampaknya tidak terdengar asing
lagi di telinga. Salah satu sebab mereka didiskriminasikan karena mereka minoritas,
dan mayoritas berhak atas mereka. Oleh utilitarisme hal ini dibenarkan selama
diskriminasi membawa manfaat.
Kelebihannya adalah ketika berkenaan dengan bisnis dan keuangan.
Perhitungan ala utilitaris ini dapat berlaku sebagai tinjauan atas keputusan yang
akan diambil. Mengingat dalam keuangan yang ada kebanyakan adalah
angkaangka, jadi keputusan dapat diambil secara mudah berdasarkan jumlah
terbanyak bagi manfaat terbanyak.
2. Teori Deontologi.
Menurut Teori Deontologi perbuatan tertentu adalah benar bukan karena
manfaat bagi kita sendiri atau orang lain tetapi karena sifat atau hakikat perbuatan itu
sendiri atau kaidah yang diikuti untuk berbuat. Dalam buku karangan Ucok Sarimah
(2008, 6) dalam kaitannnya dengan teori deontologi dikenal:
a. Deontologi Tindakan
Menurut teori ini, bila seseorang dihadapkan pada situasi dimana harus
mengambil keputusan, seseorang harus segera memahami apa yang harus
dilakukan tanpa mendasarkan pada peraturan atau pedoman.
b. Deontologi Kaidah
Suatu tindakan benar atau salah karena kesesuaian atau tidak sesuainya
dengan suatu prinsip moral yang benar.
c. Deontologi Monistik
Teori ini mendukung suatu kaidah umum seperti “the golden rule” sebagi
prinsip moral tertinggi yang menjadi dasar untuk menurunkan kaidah atau
prinsipprinsip moral lainnya.
d. Dentologi Pluralistik
Teori ini dikemukakan oleh William David Ross yang mengidentifikasi tujuh
kewajiban moral pada pandangan pertama (prime face).Teori deontologi sebenarnya
sudah ada sejak periode filsafat Yunani Kuno, tetapi baru mulai diberi perhatian
setelah diberi penjelasan dan pendasaran logis oleh filsuf Jerman yaitu Immanuel
Kant. Kata deon berasal dari Yunani yang artinya kewajiban. Sudah jelas kelihatan
bahwa teori deontologi menekankan pada pelaksanaan kewajiban. Suatu perbuatan
akan baik jika didasari atas pelaksanaan kewajiban, jadi selama melakukan
45 | P a g e
kewajiban berarti sudah melakukan kebaikan. Deontologi tidak terpasak pada
konsekuensi perbuatan, dengan kata lain deontologi melaksanakan terlebih dahulu
tanpa memikirkan akibatnya. Berbeda dengan utilitarisme yang mempertimbangkan
hasilnya lalu dilakukan perbuatannya.
Lalu apa itu kewajiban menurut deontologi? Sulit untuk mendefinisikannya
namun pemberian contoh mempermudah dalam memahaminya. Misalnya, tidak
boleh menghina, membantu orang tua, membayar hutang, dan tidak berbohong
adalah perbuatan yang bisa diterima secara universal. Jika ditanya secara langsung
apakah boleh menghina orang? Tidak boleh, apakah boleh membantu orang tua?
Tentu itu harus. Semua orang bisa terima bahwa berbohong adalah buruk dan
membantu orang tua adalah baik. Nah, kira-kira seperti itulah kewajiban yang
dimaksud.
Menurut Kant, terdapat tiga kriteria agar suatu tindakan atau prinsip itu
bermoral:
a. Tindakan atau prinsip itu haruslah secara konsisten universal
(dapat
diuniversalkan).
b. Suatu tindakan secara moral benar bagi seseorang pada situasi tertentu jika dan
hanya jika alasan untuk melakukan tindakan tersebut merupakan alasan yang ia
harapkan dimiliki oleh orang lain pada situasi yang sama.
c. Tindakan atau prinsip itu menghargai makhluk relasional sebagai tujuan akhir.
d. Suatu tindakan secara moral benar jika dan hanya jika dalam melaksanakan
tindakan tersebut seseorang tidak memperlakukan orang lain semata-mata sebagai
alat untuk memenuhi kepentingannya sendiri, tetapi menghargai orang lain sebagai
tujuan akhir bagi dirinya sendiri.
e. Tindakan atau prinsip itu berasal dari, dan menghargai, otonomi makhluk
rasional.
f.
Suatu tindakan adalah benar secara moral jika dan hanya jika tindakan tersebut
menghargai kapasitas orang untuk memilih secara bebas bagi dirinya sendiri.
Selain Kant, filsuf lain yang dikaitkan dengan Teori Deontologi adalah William
David Ross. Menurut penilaian moral yang umum, seseorang tidak perlu barangkali
bahkan tidak boleh membiarkan konsekuensi buruk dari perbuatan sebenarnya baik,
jika orang itu mempunyai kemampuan untuk mencegahnya. Ross mengajukan jalan
keluar dengan mengidentifikasi tujuh kewajiban moral pada pandangan pertama
46 | P a g e
(prima face). Artinya bahwa kewajiban-kewajiban tersebut harus dilaksanakan
kecuali ada kewajiban lain yang lebih penting atau pada situasi tertentu ada
kewajiban lain yang sama atau lebih kuat. Ketujuh kewajiban moral tersebut adalah:
a. Fidelity (kewajiban menepati janji/kesetiaan).
b. Kita harus menepati janji yang dibuat dengan bebas, baik eksplisit maupun
implisit, dan mengatakan kebenaran.
c. Reparation (kewajiban ganti rugi).
d. Kita harus memberikan ganti rugi kepada orang yang mengalami kerugian
karena tindakan kita yang salah, kita harus melunasi hutang moril dan materiil.
e. Gratitude (kewajiban berterima kasih).
f.
Kita harus berterima kasih kepada orang yang berbuat baik terhadap kita.
g. Justice (kewajiban keadilan).
h. Kita harus memastikan bahwa kebaikan dibagikan sesuai dengan jasa orang
yang bersangkutan.
i.
Benefience (kewajiban berbuat baik).
j.
Kita harus membantu orang lain yang membutuhkan bantuan kita, berbuat apa
pun yang dapat kita perbuat untuk memperbaiki keadaan oarng lain.
k. Self-improvement (kewajiban mengembangkan diri).
l.
Kita harus mengembangkan dan meningkatkan diri kita dibidang keutamaan,
intelegensi, dll.
m. Non-maleficence (kewajiban tidak merugikan).
n. Kita tidak boleh melakukan sesuatu yang merugikan orang lain.
3. Teori Keutamaan (Virtue).
Teori keutamaan (virtue) adalah teori yang memandang sikap atau akhlak
seseorang. Tidak ditanyakan apakah suatu perbuatan tertentu adil, atau jujur, atau
murah hati, melainkan: apakah orang itu bersikap adil, jujur, murah hati, dan
sebagainya. (Velasquez;2005) . Isu utama teori keutamaan adalah membicarakan
tentang karakter apa saja yang membuat seseorang sebagai orang baik secara
moral. Teori keutamaan sering juga dikatakan sebagai teori yang membicarakan
tentang karakter yang merupakan keutamaan moral. Karakter yang pada umumnya
dianggap sebagai keutamaan moral adalah watak baik yang ada pada setiap
individu. Karakter yang umumnya dianggap sebagai keutamaan moral adalah:
a. Keberanian/keteguhan, meningkatkan peluang untuk memperoleh apa yang
47 | P a g e
diinginkan.
b. Kejujuran, mensyaratkan niat baik dan tulus untuk menyampaikan kebenaran.
c.
Kesetiaan, tanggung jawab untuk menjunjung tinggi dan melindungi kepentingan
pihak-pihak tertentu dan organisasi.
d. Keandalan, berusaha secara maksimal dan masuk akal dalam memenuhi
komitmen.
e. Moderat ( tidak ekstrim, cenderung ke dimensi pada umumnya).
f.
Pengendalian diri yang baik.
g. Toleransi terhadap sesama.
h. Keramahan merupakan inti kehidupan bisnis, keramahan itu hakiki untuk setiap
hubungan antar manusia, hubungan bisnis tidak terkecuali.
i.
Loyalitas berarti bahwa seseorang tidak bekerja semata-mata untuk mendapat
gaji, tetapi mempunyai juga komitmen yang tulus dengan perusahaan.
j.
Kehormatan adalah keutamaan yang membuat seseorang
menjadi peka
terhadap suka dan duka serta sukses dan kegagalan perusahaan.
k. Rasa malu membuat solider dengan kesalahan perusahaan.
l.
Kesantunan.
m. Belas kasih.
n. Bangga (tetapi tidak arogan).
o. Berkeadilan, memastikan bahwa manfaat atau keuntungan dibagikan sesuai
dengan jasa pihak-pihak yang terkait dan berhak, dll.
Etika keutamaan memerlukan konteks, artinya dalam menerapkan etika
keutamaan kita perlu memiliki pemahaman mengenai hakikat manusia dan tujuan
hidup ini. Hakikat manusia dapat diketahui dengan lebih memahami watak dari
manusia
itu
sendiri.
Sedangkan
tujuan
hidup
dapat
ditentukan
dengan
mempertanyakan “apa akhir dari kehidupan manusia?”. Bahwa manusia di dunia
hanya bagian dari perjalanan panjangnya menuju kehidupan yang kekal sehingga
dalam pribadi manusia secara otomatis memiliki sifa-sifat keutamaan. Keutamaan
merupakan disposisi watak yang dimiliki seseorang dan memungkinnya untuk
bertingkah laku baik secara moral. Ada tiga hal yang mencerminkan keutamaan, tiga
hal tersebut adalah:
a. Disposisi.
b. Keutamaan merupakan suatu kecenderungan tetap. Keutamaan cenderung
48 | P a g e
bersifat permanen, walaupun tidak berarti tidak bisa hilang. Walaupun tidak mudah,
Keutamaan dapat saja hilang. Hal ini dapat terjadi karena banyak faktor yang
mempengaruhi seperti faktor lingkungan, orang di sekitarnya, dll.
c.
Keutamaan merupakan sifat baik dari segi moral yang telah mengakar dalam diri
seseorang.
d. Kemauan/kehendak.
e. Keutamaan adalah kecenderungan tetap yang menyebabkan kehendak tetap
pada arah tertentu. Perilaku berkeutamaan disertai dengan maksud baik. Dengan
demikian, Motivasi atau maksud pelaku sangat penting karena itulah yang
mengarahkan kehendak.
f.
Pembiasaan diri.
Keutamaan tidak dimiliki manusia sejak lahir, melainkan diperoleh dengan
cara membiasakan diri atau berlatih. Keberanian, misalnya, adalah keutamaan yang
diperoleh melalui pembiasaan diri melawan rasa takut.
Agar seseorang pada akhirnya dapat memiliki keutamaan moral, hal-hal yang perlu
dilakukan adalah:
a. Pemahaman dan menentukan karakter-karakter yang baik terhadap tujuan
akhir,yaitu kehidupan yang baik.
b. Memberikan kandungan atau makna terhadap tujuan akhir tersebut.
Dalam
melangsungkan
kehidupan
kesehariannya
manusia
senantiasa
melakukan suatu tindakan, tindakan yang dilakukannya ada tindakan yang benar dan
ada tindakan yang salah. Suatu tindakan dinyatakan benar apabila tindakan yang
dilakukan sepenuhnya mewujudkan atau mendukung keutamaan yang relevan,
dimengerti
sebagai
ciri-ciri
karakter
yang
memungkinkan
untuk
mencapai
kebaikankebaikan sosial (Aristoteles, MacIntyre).
Tiga Konsep Moral Yang Penting
1. Hak.
Hak merupakan konsep moral yang penting, yang memungkinkan individu
memilih secara bebas dalam memenuhi kepentingan atau menjalankan aktivitas
tertentu dan melindungi pilihan-pilihan tersebut. Hak adalah suatu klaim yang dimiliki
seseorang terhadap sesuatu. Seseorang mempunyai suatu hak apabila orang
tersebut memiliki klaim untuk bertindak dengan cara tertentu atau mempunyai klaim
terhadap orang lain agar orang lain tersebut berbuat dengan cara tertentu. Macam
49 | P a g e
hak antara lain:
a. Hak legal dan hak moral.
Hak legal adalah hak yang diakui dan ditegakkan sebagai bagian dari hukum.
Hak legal ini lebih banyak berbicara tentang hukum atau sosial. Contoh
kasus,mengeluarkan peraturan bahwa veteran perang memperoleh tunjangan setiap
bulan, maka setiap veteran yang telah memenuhi syarat yang ditentukan berhak
untuk mendapat tunjangan tersebut.
Hak moral meliputi hak-hak yang secara moral seharusnya kita miliki,
terlepas apakah diakui atau tidak oleh hukum.. Hak moral lebih bersifat individu. Hak ini
memiliki kekuatan karena berasal dari kaidah-kaidah dan prinsip-prinsip etika yang
lebih umum.Selain itu, hak moral biasanya dianggap universal karena hak ini dimiliki
oleh semua umat manusia, tidak dibatasi oleh juridiksi tertentu.
b. Hak khusus dan hak umum.
Hak khusus berkaitan denggan individu-individu tertentu. Sumber utama
kekuatan hak khusus adalah
kontrak
atau perjanjian,
karena
instrumen
ini
menciptakan sejumlah hak dan kewajiban bagi individu-individu yang membuat
perjanjian.
Hak umum adalah hak yang melibatkan klaim terhadap setiap orang, atau
kemanusiaan secara umum. Hak ini dimilki oleh semua manusia tanpa kecuali. Di
dalam Negara kita Indonesia ini disebut dengan “ hak asasi manusia”.
c. Hak positif dan hak negatif.
Hak positif adalah hak yang mewajibkan orang lain bertindak untuk kita.
Contoh, hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan, mengharuskan pihak lain
untuk menyediakan sumber daya yang diperlukan.
Hak negatif berkorelasi dengan kewajiban pada pihak lain untuk tidak
bertindak terhadap kita. Contoh adalah hak milik. Hak negatif terbagi lagi menjadi 2
yaitu: hak aktif dan pasif. Hak negatif aktif adalah hak untuk berbuat atau tidak
berbuat seperti yang orang kehendaki. Contoh, saya mempunyai hak untuk pergi
kemana saja yang saya suka atau mengatakan apa yang saya inginkan. Hak-hak
aktif ini bisa disebut hak kebebasan. Hak negatif pasif adalah hak untuk tidak
diperlakukan orang lain dengan cara tertentu.
d. Hak individual dan hak sosial.
50 | P a g e
Hak individual adalah hak yang dimiliki individu-individu terhadap negara.
Negara tidak boleh menghindari atau mengganggu individu dalam mewujudkan hakhak
yang ia miliki.
Hak sosial bukan hanya hak kepentingan terhadap negara saja, akan tetapi
sebagai anggota masyarakat bersama dengan anggota-anggota lain. Inilah yang
disebut dengan hak sosial.
e. Hak absolut.
Hak yang bersifat absolut adalah suatu hak yang bersifat mutlak tanpa
pengecualian, berlaku dimana saja dengan tidak dipengaruhi oleh situasi dan
keadaan. Namun ternyata hak tidak ada yang absolut. Mengapa? Menurut ahli etika,
kebanyakan hak adalah hak prima facie yang artinya hak itu berlaku sampai
dikalahkan oleh hak lain yang lebih kuat.
Keadilan.
Konsep keadilan dipergunakan untuk:
a. Menilai tindakan seseorang.
b. Menilai praktik-praktik dan institusi sosial, politik, dan ekonomi.
Seringkali dijadikan sebagai kriteria tunggal untuk menilai benar/salahnya suatu
perbuatan.
Ada 2 tokoh dalam hal ini yaitu Aristoteles dengan konsep keadilan
tradisional dan John Rawls dengan konsep keadilan egalitarian. Menurut konsep
tradisional (Aristoteles), keadilan terdiri dari keadilan universal dan keadilan khusus.
Berikut ini adalah penjelasannya:
a. Keadilan universal.
Keadilan yang berlaku bagi keseluruhan
“keutamaan”. Orang yang adil
adalah orang yang selalu berbuat benar secara moral dan mematuhi hukum.
b. Keadilan khusus.
Berkaitan dengan “keutamaan” pada situasi khusus. Adil berarti mengambil
hanya bagian yang patut atau tepat; memberikan kepada siapa saja (tanpa pandang
bulu) apa yang menjadi haknya. Tidak adil berarti mengambil terlalu banyak
kekayaan, kehormatan atau manfaat lain yangg diberikan oleh masyarakat; menolak
untuk menanggung bagian yang wajar dari suatu beban. Keadilan khusus dibagi
menjadi 3 macam yaitu:
51 | P a g e
1) Keadilan distributif (distributive justice).
Keadilan distributif adalah keadilan dalam pendistribusian manfaat dan
beban. Keadilan ini diperlukan dalam kondisi:
a) Manfaat yang akan dibagikan
(yang tersedia) lebih sedikit daripada
jumlah dan keinginan orang. (contoh: pembagian kompor gas).
b) Beban
atau pekerjaan yang
tidak menyenangkan terlalu banyak
dibandingkan dengan jumlah orang yang bersedia memikul (banyak
contoh).
Prinsip yang mendasari keadilan distributif adalah bahwa orang yang sama
dalam keadaan yang sama harus diperlakukan sama. Keadilan distributif bersifat
perbandingan (comparative), maksudnya bahwa pertimbangan dalam keadilan ini
adalah perbandingan antara jumlah bagian masing-masing orang yang menerima
manfaat atau dibagi beban, bukan masalah jumlah absolut dari manfaat / beban
yang diterima. (contoh kasus banyak terjadi di Aceh).
Keadilan distributif dapat ditinjau dari 2 segi, yaitu keadilan prosedur dan
keadilan hasil (distribusi yang sesungguhnya dicapai). Prosedur yang adil akan
membuahkan hasil yang adil. Isu atau permasalahan keadilan distributif muncul
ketika kita menilai institusi sosial, politik dan ekonomi dalam kaitannya dengan
pembagian manfaat dan beban dari usaha bersama kepada para anggota kelompok.
2) Keadilan kompensasi (compensatory justice).
Keadilan kompensasi berhubungan dengan masalah pemberian imbalan atau
penggantian (kompensasi) kepada seseorang karena kekeliruan atau kesalahan
yang menimpa dan merugikannya. Alasan yang mendasari adanya kompensasi
adalah terjadi suatu kekeliruan atau kecelakaan yang disebabkan kelalaian sehingga
menyebabkan
seseorang
dalam
keadaan
lebih
buruk,
misalnya
merusak
keseimbangan moral. Dengan memberikan kompensasi maka keadaan si korban
dapat dikembalikan seperti semula, sehingga keseimbangan moral tercapai kembali.
Tujuan kompensasi adalah mengembalikan apa yang hilang dari seseorang
akibat kesalahan orang lain (bersifat memperbaiki). Keadilan kompensasi tidak
bersifat perbandingan. Jumlah kompensasi yang harus diberikan kepada korban
ditetapkan berdasarkan karakteristik masing-masing kasus. Seseorang mempunyai
kewajiban moral untuk memberikan kompensasi kepada pihak yang menjadi korban
apabila terdapat 3 kondisi sebagai berikut:
52 | P a g e
a) Perbuatan yang menyebabkan kerugian merupakan perbuatan yang
salah atau merupakan kelalaian (negligence).
b) Perbuatan
orang
yang
bersangkutan
merupakan
penyebab
sesungguhnya kerugian tersebut.
c) Orang tersebut secara sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan
kerugian.
3) Keadilan retributif (retributive justice).
Keadilan retributif berkaitan dengan pemberian hukuman terhadap pelaku
kesalahan. Alasan yang mendasari pemberian hukuman adalah seseorang yang
melakukan suatu kejahatan telah merusak kesimbangan moral karena menjadikan
orang lain dalam keadaan buruk. Pemulihan keseimbangan moral dalam kasus ini
dicapai dengan memberikan hukuman yang sesuai dengan kejahatan tersebut
Tujuan pemberian hukuman adalah untuk memperbaiki
(dengan cara
memberikan hukuman). Keadilan retributif tidak bersifat perbandingan. Jumlah
hukuman yang dikenakan
kepada pelaku kejahatan ditentukan berdasarkan
karakteristik masing-masing kasus.
Seseorang dapat diminta bertanggung jawab
secara moral atau dapat dikenai hukuman sehingga keadilan retributif tercapai,
namun harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a) Seseorang tidak dapat dikenai hukuman jika ia tidak tahu atau tidak
memiliki kebebasan untuk memilih apa yang ia perbuat.
b) Orang tersebut sungguh-sungguh melakukan kejahatan.
c) Hukuman harus konsisten dan proporsional dengan kesalahannya.Isu
keadilan kompensasi dan retributif muncul pada saat kita berupaya
memperbaiki kesalahan.
Berdasarkan konsep Egalitarian
(John Rawls), perspektif keadilan
berhubungan dengan pertanyaan: Bagaimana keadilan akan dapat dicapai ketika
beberapa orang yang bebas dan setara berusaha mencapai tujuannya namun
berbenturan dengan orang lain yang juga berusaha mencapai tujuannya (yang
mungkin saja tidak setara). Keadilan diartikan sebagai kewajaran (fairness). Konsep
keadilan ini mengakomodasi suatu kondisi dimana terjadi banyak perbedaan yang
menimbulkan kesulitan untuk menetapkan keadilan secara absolut, sehingga
diperlukan adanya personaljudgement untuk menetapkan kewajaran.
Keadilan menurut Egalitarian didasarkan pada 2 prinsip, yaitu:
53 | P a g e
a) Setiap orang memiliki kebebasan yang sama.
b) Ketidaksetaraan sosial dan ekonomi diatur sedemikian rupa sehingga:
-
menguntungkan pihak yang paling kurang beruntung
(prinsip
perbedaan);
-
sesuai dengan tugas dan kedudukan yang terbuka bagi semua pihak
berdasarkan persamaan kesempatan
(prinsip kesetaraan dalam
kesempatan).
Kedua prinsip di atas disusun menurut urutan prioritas artinya menjalankan prinsip a
dahulu, baru kemudian dapat menerapkan prinsip b.
a) Prinsip a.
Setiap orang memilki hak-hak dasar yang harus dipenuhi sebelum
ketidaksetaraan berdasarkan prinsip b dapat diterapkan. Kebebasan tidak
boleh dipertukarkan dengan kemakmuran, artinya seseorang yang mengikuti
kedua
prinsip
ini
tidak
boleh
mengorbankan
kebebasannya
demi
meningkatkan kemakmurannya.
b) Prinsip b
Ada kondisi-kondisi yang menyebabkan orang yang rasional akan
membuat pengecualian terhadap prinsip a dan menerima bagian yang lebih
kurang sama atas beberapa barang primer. Dengan demikian, dalam
beberapa kasus, “setiap orang akan menjadi lebih baik dengan ketidaksetaraan daripada kesetaraan. (dalam konteks manfaat dan beban). Ketidaksetaraan dalam kekayaan dan kewenangan adalah adil hanya apabila
ketidak-setaraan itu mengakibatkan kompensasi manfaat/ keuntungan
bagi
setiap orang, khususnya bagi anggota masyarakat yang paling tidak
beruntung.
Kepedulian.
Salah satu karakteristik pokok sudut pandang etika adalah objektivitas atau
ketidak berpihakan (impartiality), artinya setiap hubungan khusus yang kita miliki
dengan orang-orang (keluarga, teman, pegawai) harus dikesampingkan pada saat
kita mengambil keputusan atau melakukan tindakan. Hal ini tidak sesuai dengan teori
etika kepedulian Dalam masyarakat luas, tidak hanya di Indonesia, kepedulian dan
keberpihakan telah menjadi prinsip moral penting sebagaimana dikemukakan oleh
pandangan etika kepedulian atau etika komunitarian (historis, dipelopori oleh
54 | P a g e
gerakan Feminisme).
Menurut pandangan Etika Kepedulian, kewajiban moral tidaklah mengikuti
prinsip-prinsip moral universal dan imparsial, melainkan memberikan perhatian dan
tanggapan terhadap kebaikan orang-orang tertentu yang mempunyai hubungan
dekat dan bernilai. Hubungan konkret tidaklah terbatas antar individu, atau antara
individu dengan kelompok, namun mencakup juga sistem hubungan yang lebih besar
yang membentuk komunitas konkret, karenanya Etika Kepedulian meliputi jenis-jenis
kewajiban yang disebut etika komunitarian.
Etika Komunitarian adalah etika yang melihat komunitas dan hubungan
komunal konkret memiliki nilai fundamental yang harus dilestarikan dan dibina. Yang
penting dalam etika komunitarian bukanlah individu-individu yang terisolasi, tetapi
komunitas yang di dalamnya individu-individu menemuka diri mereka dengan
memandang diri mereka sendiri sebagai bagian integral dari komunitas yang lebih
besar, dengan tradisi, kebudayaan dan sejarahnya.
Manfaat Dan Fungsi Etika
Ketut Rinjin, 2004 melalui Sjafri Mangkuprawira, 2006 mengungkapkan peran
dan manfaat etika sebagai berikut.
1. Manusia hidup dalam jaringan norma moral, religius, hukum, kesopanan, adat
istiadat, dan permainan. Oleh karena itu, manusia harus siap mengorbankan sedikit
kebebasannya.
2. Norma moral memberikan kebebasan bagi manusia untuk bertindak sesuai
dengan kesadaran akan tanggung jawabnya - human act, dan bukan an act of man.
Menaati norma moral berarti menaati diri sendiri, sehingga manusia menjadi otonom
dan bukan heteronom.
3. Sekalipun sudah ada norma hukum, etika tetap diperlukan karena:
a. Norma hukum tidak menjangkau wilayah abu-abu.
Norma dan hukum cepat ketinggalan zaman, sehingga sering mendapat celah-celah
hukum.
Norma hukum sering tidak mampu mendeteksi dampak secara etis dikemudian hari;
Etika mensyaratkan pemahaman dan kepedulian tentang kejujuran, keadilan dan
prosedur yang wajar terhadap manusia dan masyarakat.
Asas legalitas harus tunduk pada asas moralitas.
4. Manfaat etika adalah:
55 | P a g e
a. mengajak mengajak orang bersikap kritis dan rasional dalam mengambil
keputusan secara otonom;
mengarahkan perkembangan masyarakat menuju suasana yang tertib, teratur,
damai dan sejahtera.
5. Perlu diwaspadai bahwa 'power tends to corrupt", Absolute power corrupts
absolutely” serta pemimpin ala Machiavellian, yang galak seperti singa dan licin
seperti belut. Artinya Kekuasaan cenderung disalahgunakan, jika kekuasaan itu
absolut, penyalahgunaannyapun absolute. Jadi kekuasaan harus disertai dengan
pengawasan dan penegakan hukum. "the end justifies the means, even at all out”
tujuan menghalalkan segala cara, apapun resikonya, pokoknya menang atau untung,
sehingga siapapun yang merintangi harus disingkirkan atau dilibas.
Etika, disebut juga filsafat moral, adalah cabang filsafat yang berbicara tentang
praxis (tindakan) manusia dan merefleksikan ajaran moral. Lebih jauh lagi, Etika
tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan mempersoalkan bagaimana
manusia harus bertindak. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, Dr. Irmayanti, dkk.
juga Popon Sjarif menyoroti sejauh mana etika mengatur tindakan manusia dan
peranannya dalam kehidupan sehari-hari. Menurut mereka, dalam kehidupan nyata
etika setidaknya mempunyai 3 fungsi yaitu sebagaimana yang akan dikemukakan
berikut ini.
Fungsi etika dalam tingkah laku dan pergaulan hidup manusia.
Etika tidak langsung membuat manusia menjadi lebih baik (karena itu ajaran
moral), tapi etika merupakan sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan
dengan
berbagai
moralitas
yang
membingungkan.
Etika
ingin
menampilkan
keterampilan intelektual yaitu ketrampilan untuk berargumentasi secara rasional dan
kritis.
Orientasi etis ini diperlukan dalam mengabil sikap yang wajar dalam suasana
pluralisme. Pluralisme moral diperlukan karena:
a. Pandangan moral yang berbeda-beda karena adanya perbedaan suku, daerah
budaya dan agama yang hidup berdampingan.
b. Modernisasi membawa perubahan besar dalam struktur dan nilai kebutuhan
masyarakat yang akibatnya menantang pandangan moral tradisional.
c. Berbagai ideologi menawarkan diri sebagai penuntun kehidupan, masing-masing
dengan ajarannya sendiri tentang bagaimana manusia harus hidup.
56 | P a g e
Peran etika menjadi nyata agar orang tidak mengalami krisis moral yang
berkepanjangan. Etika dapat membangkitkan kembali semangat hidup agar manusia
dapat menjadi manusia yang baik dan bijaksana melalui eksistensi profesinya.
a. Fungsi etika dalam pergaulan ilmiah.
Etika keilmuan menyoroti bagaimana peran seorang mahasiswa, ilmuwan
terhadap kegiatan yang sedang dilakukan (belajar, melakukan riset dan sebagainya).
Tanggung jawab mahasiswa dan ilmuan dipertaruhkan ketika ia dalam proses
kegiatan ilmiahnya terutama dalam sikap kejujuran ilmiah. Hal lain yang disoroti
sebagai fungsi etika dalam pergaulan ilmiah adalah masalah bebas nilai. Mereka
boleh meneliti apa saja sejauh itu sesuai dengan keinginan atau tujuan
penelitiannya.
b. Fungsi etika profesi.
Bagi seorang professional yang bergerak di bidang tertentu, etika profesi
dituangkan ke dalam suatu bentuk yang disebut dengan ‘kode etik’. Kode etik adalah
sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan
apa yang benar dan baik dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional.
Adapun peran kode etik adalah sebagai berikut:
a. Pertama, sebagai “kompas” moral, penunjuk jalan bagi si profesional yang
berdasarkan nilai-nilai etisnya: hati nurani, kebebasan-tanggung jawab, kejujuran,
kepercayaan, hak-kewajiban dalam bentuk pelayanan/jasa sebaik-baiknya terhadap
kliennya.
b. Kedua, adanya kode etik akan melindungi klien dari perbuatan yang tidak
profesional
sehingga
diharapkan
dapat
menjamin
kepercayaan
masyarakat
(klienklien) terhadap pelayanan yang diberikan oleh si profesional.
57 | P a g e
RANGKUMAN
PENGERTIAN ETIKA
Etika berasal dari bahasa Yunani Kuno, Ethikos, berarti timbul dari kebiasaan.
Dari sekian banyak pengertian yang diberikan pada etika, definisi etika dapat
disimpulkan sebagai studi untuk memahami apa yang merupakan kehidupan yang baik
dan menaruh perhatian terhadap penciptaan kondisi bagi orang-orang untuk
mencapai kehidupan yang baik tersebut. Menurut K. Bertens, etika bisnis adalah
pemikiran atau refleksi tentang moralitas dalam ekonomi dan bisnis.
Etika terbagi menjadi tiga bagian utama, yaitu sebagai berikut:

Meta-etika (studi konsep etika), sebagai suatu jalan menuju konsepsi atas benar
atau tidaknya suatu tindakan atau peristiwa.
 Etika normatif (studi penentuan nilai etika), etika yang menetapkan berbagai
sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa
yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam
hidup ini.
 Etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika), memberi pemahaman tentang
spektrum bidang terapan etika sekaligus menunjukkan bahwa etika merupakan
pengetahuan praktis.
SEJARAH ETIKA
 Etika Filsafat Yunani Kuno: Socrates, Plato, Aristoteles.
Menurut Socrates, objek utama dari aktivitas manusia adalah kebahagiaan,
dan
sarana
yang
diperlukan
untuk
mencapainya
adalah
kebajikan.
Plato
menyatakan bahwa summum bonum terdiri atas imitasi sempurna dari Tuhan, baik
yang mutlak, tiruan yang tidak dapat diwujudkan sepenuhnya dalam hidup ini.
Aristoteles lebih memilih untuk mengambil fakta-fakta pengalaman sebagai titik
awalnya, menganalisis secara akurat, dan berusaha untuk melacak penyebab
tertinggi dan utama.
 Etika Filsafat Yunani dan Romawi: Hedonisme, Epicurus, Sinis, Stoicisme, Skeptis
Etika hedonistik menganggap disposisi gembira dan ceria sebagai kebaikan
dan kebahagiaan tertinggi manusia. Epicurus (341-270 SM) menyatakan bahwa
jumlah total terbesar yang mungkin dari kenikmatan spiritual dan sensual, dengan
58 | P a g e
kemungkinan kebebasan terbesar dari ketidaksenangan. Para Sinis mengajarkan
kebalikan dari Hedonisme, yaitu bahwa kebajikan saja sudah cukup untuk
kebahagiaan, bahwa kesenangan adalah kejahatan, dan bahwa manusia benarbenar bijaksana atas hukum manusia. Kaum Stoa berusaha memperbaiki dan
menyempurnakan pandangan Antisthenes. Cicero memberikan sebuah eksposisi
lengkap dari kebajikan kardinal dan kewajiban terhubung dengan mereka.
 Etika: Sejarah Moralitas Kristen
Santo Paulus mengajarkan (Roma, ii, 24 persegi), Tuhan telah menulis
hukum moral di hati semua orang. Hukum ini memanifestasikan dirinya dalam hati
nurani setiap orang dan adalah norma yang menurut seluruh umat manusia akan
dinilai pada hari perhitungan.
 Etika: Sejarah Filsafat Abad Pertengahan Etika
Sebuah garis tajam pemisahan antara filsafat dan teologi, dan khususnya
antara etika dan teologi moral, pertama kali bertemu dengan dalam karya-karya
terpelajar besar Abad Pertengahan, khususnya Albert (1193-1280) Besar, Thomas
Aquinas (1225 -1274), Bonaventura (1221-1274), dan Duns Scotus (1274-1308).
 Etika: Sejarah Filsafat Etika 1500-1700-an.
 Etika: Sejarah Filsafat Etika: Kant, John Stuart Mill, Altruisme.

Etika: Filsafat Evolusioner, Sosialisme, Nietzsche.
TEORI ETIKA
 Teori Teleleologi.
Teori teleleologi disebut juga teori konsekuensialis, menyatakan bahwa nilai
moral
suatu
tindakan
ditentukan
semata-mata
oleh
konsekuensi
tindakan
tersebut.Benar atau salahnya tindakan ditentukan oleh hasil atau akibat dari tindakan
tersebut.Teori Teleleologi yang sangat menonjol adalah utilitarianisme.Bentuk klasik
utilitarianisme dinyatakan sebagai berikut: “ Suatu tindakan adalah benar jika dan
hanya jika tindakan itu menghasilkan selisih terbesar kesenangan di atas kesedihan
bagi setiap orang.”Utilitarianisme mencakup empat prinsip, yaitu Konsekuensialisme,
Hedonisme, Maksimalisme, dan Universalisme.
 Teori Deontologi
Teori deontologi menekankan pada pelaksanaan kewajiban. Suatu perbuatan
akan baik jika didasari atas pelaksanaan kewajiban, jadi selama melakukan
kewajiban berarti sudah melakukan kebaikan.Deontologi tidak terpaku pada
59 | P a g e
hukuman terhadap pelaku kesalahan.
Berdasarkan konsep Egalitarian
(John Rawls), keadilan diartikan sebagai
kewajaran (fairness). Keadilan menurut Egalitarian didasarkan pada 2 prinsip, yaitu:
a. Setiap orang memiliki kebebasan yang sama.
b. Ketidaksetaraan sosial dan ekonomi diatur sedemikian rupa.
Kedua prinsip di atas disusun menurut urutan prioritas artinya menjalankan prinsip a
dahulu, baru kemudian dapat menerapkan prinsip b.
 Kepedulian
Etika
Kepedulian
meliputi
jenis-jenis
kewajiban
yang
disebut
etika
komunitarian. Etika Komunitarian melihat komunitas dan hubungan komunal konkret
memiliki nilai fundamental yang harus dilestarikan dan dibina.
MANFAAT DAN FUNGSI ETIKA
 Sekalipun sudah ada norma hukum, etika tetap diperlukan karena:
a. Norma hukum tidak menjangkau wilayah abu-abu.
b. Norma hukum cepat ketinggalan zaman.
c. Norma hukum sering tidak mampu mendeteksi dampak secara etis dikemudian
hari.
d. Etika mensyaratkan pemahaman dan kepedulian tentang kejujuran, keadilan
dan prosedur yang wajar terhadap manusia dan masyarakat.
e. Asas legalitas harus tunduk pada asas moralitas.
 Fungsi etika
a. Fungsi etika dalam tingkah laku dan pergaulan hidup manusia.
Etika merupakan sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan
dengan berbagai moralitas yang membingungkan.
b. Fungsi etika dalam pergaulan ilmiah.
Etika keilmuan
menyoroti
bagaimana peran
seorang
mahasiswa,
ilmuwan terhadap kegiatan yang sedang dilakukan (belajar, melakukan riset).
c. Fungsi etika profesi.
Etika profesi dituangkan ke dalam suatu bentuk yang disebut dengan
‘kode etik’. Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis
yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik dan apa yang tidak
benar dan tidak baik bagi profesional.
61 | P a g e
SOAL-SOAL
Pilihan Ganda
1. Jalan menuju konsepsi atas benar atau tidaknya suatu tindakan atau peristiwa
termasuk di salam studi … .
a. Etika Normatif
b. Etika Terapan
c. Etika Deskriptif
d. Etika Analisis
2. Yang bukan pengertian etika adalah … .
a. Studi tentang prinsip-prinsip perilaku baik dan benar sebagai falsafat moral.
b. Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia
c.
Sistem yang ideal, luhur dan baik dalam teori, yang tidak ada gunanya dalam
praktek.
d. Norma-norma yang dianut oleh kelompok, golongan masyarakat tertentu
mengenai perbuatan yang baik dan benar.
3. Asal mula kata etika adalah “ethikos”, yang berasal dari bahasa … .
a. Latin
b. Romawi Kuno
c. Spanyol
d. Yunani Kuno
4. Studi yang menunjukkan bahwa etika merupakan pengetahuan praktis dalam
berbagai aspek kehidupan adalah … .
a. Meta-Etika
b. Etika Normatif
c. Etika Terapan
d. Etika Deskriptif
5. Siapa tokoh yang dianggap menjadi penggagas etika pertama kali?
a. Plato
b. Aristoteles
c. Sokrates
d. Phytagoras
6. Apa inti dari filsafat etika periode perkembangan Kristen?
a. Hubungan Tuhan dengan dunia
b. Hukum moral berasal dari Tuhan
c. Moral didasarkan atas wahyu
d. Adanya penilaian atas moral tiap manusia di hari akhir
7.
Apa yang menjadi dasar filsafat etika Immanuel Kant?
a. Akal manusia
b. Hukum alam
c. Hukum universal
d. Moralitas social
62 | P a g e
8. Apa yang dimaksud etika filsafat evolusioner?
a. Menganggap bahwa etika manusia adalah perkembangan alam
b. Etika manusia hasil dari evolusi hewan buas zaman dahulu
c. Etika berdasarkan nafsu
d. Etika hasil kreasi alam
9. Salah satu teori yang mendasarkan penilaian etis dari sisi konsekuensi/akibat
dari suatu tindakan adalah:
a. Etika Keutamaan
b. Etika Deontologi
c. Etika Kantian
d. Etika Teleleologi
10. Tindakan yang benar adalah tindakan yang tidak hanya memiliki konsekuensi
berupa beberapa kebaikan, tetapi juga jumlah terbesar konsekuensi baik setelah
memperhitungkan konsekuensi buruk. Hal tersebut merupakan salah satu prinsip
dalam Utilitarianisme, yaitu:
a. Hedonisme
b. Konsekuensi
c. Maksimalisasi
d. Universalisme
11. Tiga kriteria agar suatu tindakan atau prinsip adalah bermoral, kecuali:
a. Universalitas
b. Otonomi
c. Maksimalisasi
d. Menghargai makhluk rasional
12. Dalam tujuh kewajiban moral menurut Ross, salah satunya adalah Fidelity, yaitu:
a. Kewajiban tidak merugikan
b. Kewajiban berbuat baik
c. Kewajiban ganti rugi
d. Kewajiban menepati janji
13. Hal utama yangdibahas dalam teori keutamaan (virtue) ini adalah …
a. Akhlak manusia
b. Perilaku manusia
c. Kewajiban manusia
d. Hak manusia
14. Berikut ini merupakan tindakan yang mencerminkan sifat keutamaan, kecuali …
a. Disposisi
b. Kemauan/kehendak
c. Pembiasaan diri
d. Keadilan
15. Hal berikut ini merupakan contoh yang mencerminkan sifat-sifat keutamaan,
kecuali…
63 | P a g e
a. Kebaikan
b. Rasa malu
c. Kepercayaan diri
d. Kelancangan
16. Tindakan berikut yang dapat dilakukan agar dalam kehidupan sehari-hari
seseorang dapat melakukan tindakan keutamaan adalah …
a. Mengingat kesuksesan masa lalu
b. Mengingat keterpurukan masa lalu
c. Mengingat masa depan yang terbentang
d. Mengingat orang-orang yang ada di sekitar
17. Hak yang melibatkan klaim terhadap setiap orang, atau kemanusiaan secara
umum merupakan pengertian dari.....
a. Hak moral
b. Hak sosial
c. Hak umum
d. Hak absolut
18. Berikut ini adalah kondisi dimana seseorang mempunyai kewajiban moral untuk
memberikan kompensasi kepada pihak yang menjadi korban, kecuali ......
a. Perbuatan yang menyebabkan kerugian merupakan perbuatan yang salah
atau merupakan kelalaian (negligence)
b. Perbuatan yang membuat seseorang merasa rendah diri dan tersakiti karena
tingkah laku kita
c. Perbuatan orang yang bersangkutan merupakan penyebab sesungguhnya
kerugian tersebut
d. Orang tersebut secara sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan
kerugian.
19. Salah satu karakteristik pokok sudut pandang etika adalah ......
a. kreativitas
b. subjektivitas
c. solvabilitas
d. objektivitas
20. Sekalipunsudah ada norma hukum, etika tetap diperlukan karena, kecuali .....
a. Norma hukum tidak dapat menjangkau wilayah abu-abu.
b. Norma dan hukum cepat ketinggalan zaman, sehingga sering mendapat
celah-celah hukum.
c. Norma
hukum
sering
tidak
mampu mendeteksi
dampak
secara
etis
dikemudian hari;
d. Etika tidak mensyaratkan pemahaman dan kepedulian tentang kejujuran,
keadilan dan prosedur yang wajar terhadap manusia dan masyarakat.
64 | P a g e
Essay
1. Jelaskan kaitan etika terapan dengan etika pada umumnya!
2. Mengapa banyak tokoh filsafat di awal terbentuknya berasal dari bangsa Yunani?
3. Berdasarkan Teori Teleleologi dan Deontologi, bagaimana kita dapat menentukan
bahwa suatu tindakan itu baik atau tidak baik?
4. Sebut dan jelaskan tindakan yang mencerminkan sifat keutamaan!
5. Berikan contoh-contoh hak yang termasuk hak umum!
65 | P a g e
BAB
3
TEORI DAN KONSEP ETIKA II
Tujuan Instruksional Khusus :
Setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa mampu memahami
perbedaan etika dengan etiket serta pengertian nilai dan norma
A. Etika
1. Pengertian Etika.
Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup
tingkat internasional diperlukan suatu sistem yang mengatur bagaimana seharusnya
manusia bergaul. Sistem pengaturan pergaulan tersebut menjadi saling menghormati
dan dikenal dengan sebutan sopan santun, tata krama, protokoler dan lain-lain.
Maksud pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masing-masing
yang terlibat agar mereka senang, tenang, tentram, terlindung tanpa merugikan
kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang tengah dijalankan sesuai
dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi
umumnya. Hal itulah yang mendasari tumbuh kembangnya etika di masyarakat kita.
Untuk itu perlu kiranya bagi kita mengetahui tentang pengertian etika serta
macammacam etika dalam kehidupan bermasyarakat.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika adalah:
a. Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral.
Kumpulan asas/nilai yang berkenaan dengan akhlak.
Nilai mengenai yang benar dan salah yang dianut masyarakat.
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’
yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti
yaitu: tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat,
akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat
kebiasaan. Istilah lain yang identik dengan etika, yaitu: usila (Sanskerta), lebih
66 | P a g e
menunjukkan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik (su). Dan
yang kedua adalah Akhlak (Arab), berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak.
Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika
yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara
etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa
dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000).
Biasanya bila kita mengalami kesulitan untuk memahami arti sebuah kata
maka kita akan mencari arti kata tersebut dalam kamus. Tetapi ternyata tidak semua
kamus mencantumkan arti dari sebuah kata secara lengkap. Hal tersebut dapat kita
lihat dari perbandingan yang dilakukan oleh K. Bertens terhadap arti kata ‘etika’ yang
terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama dengan Kamus Bahasa
Indonesia yang baru. Dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama (Poerwadarminta,
sejak 1953 - mengutip dari Bertens,2000), etika mempunyai arti sebagai : “ilmu
pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral)”. Sedangkan kata ‘etika’ dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru
(Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1988 - mengutip dari Bertens 2000), mempunyai arti:
a. ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban
moral (akhlak);
kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Dari perbadingan kedua kamus tersebut terlihat bahwa dalam Kamus Bahasa
Indonesia yang lama hanya terdapat satu arti saja yaitu etika sebagai ilmu.
Sedangkan Kamus Bahasa Indonesia yang baru memuat beberapa arti. Kalau kita
misalnya sedang membaca sebuah kalimat di berita surat kabar “Dalam dunia bisnis
etika merosot terus” maka kata ‘etika’ di sini bila dikaitkan dengan arti yang terdapat
dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tersebut tidak cocok karena maksud dari
kata ‘etika’ dalam kalimat tersebut bukan etika sebagai ilmu melainkan ‘nilai
mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat’. Jadi arti kata
‘etika’ dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tidak lengkap.
K. Bertens berpendapat bahwa arti kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia tersebut dapat lebih dipertajam dan susunan atau urutannya lebih baik
dibalik, karena arti kata ke-3 lebih mendasar daripada arti kata ke-1. Sehingga arti
dan susunannya menjadi seperti berikut :
67 | P a g e
a. nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu
kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Misalnya, jika orang berbicara tentang
etika orang Jawa, etika agama Budha, etika Protestan dan sebagainya, maka yang
dimaksudkan etika di sini bukan etika sebagai ilmu melainkan etika sebagai sistem
nilai. Sistem nilai ini bisaberfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun pada
taraf sosial;
b. kumpulan asas atau nilai moral. Yang dimaksud di sini adalah kode etik. Contoh :
Kode Etik Jurnalistik;
c. ilmu tentang yang baik atau buruk.
Etika baru menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan
nilai-nilai tentang yang dianggap baik dan buruk) yang begitu saja diterima dalam
suatu masyarakat dan sering kali tanpa disadari menjadi bahan refleksi bagi suatu
penelitian sistematis dan metodis. Etika di sini sama artinya dengan filsafat moral.
Etika berkaitan dengan nilai, norma, dan moral. Di dalam Dictionary of
Sosciology and Related Sciences dikemukakan bahwa nilai adalah kemampuan
yang dipercayai dan pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Jadi nilai itu
hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu
sendiri.
Di dalam nilai itu sendiri terkandung cita-cita, harapan-harapan,
dambaan-dambaan dan keharusan. Menurut tinggi rendahnya, nilai-nilai dapat
dikelompokkan dalam empat tingkatan yaitu:
a. Nilai-nilai kenikmatan
Dalam tingkatan ini terdapat deretan nilai-nilai yang mengenakkan dan tidak
mengenakkan yang menyebabkan orang senang atau menderita tidak enak.
b. Nilai-nilai kehidupan
Dalam tingkatan ini terdapatlah nilai-nilai yang penting bagi kehidupan
misalnya kesehatan, kesegaran jasmani, dan kesejahteraan umum.
c. Nilai-nilai kejiwaan
Dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai kejiwaan yang sama sekali tidak
tergantung dari keadaan jasmani maupun lingkungan. Misalnya nilai keindahan,
kebenaran maupun lingkungan.
d. Nilai-nilai kerohanian
68 | P a g e
Dalam tingkat ini terdapatlah modalitas nilai dari yang suci dan tidak suci.
Misalnya nilai-nilai pribadi. Ada empat macam nilai-nilai kerohanian, yaitu:
1) Nilai kebenaran yang bersumber pada akal (ratio, budi, cipta) manusia.
2) Nilai keindahan atau nilai estetis, yang bersumber pada perasaan manusia.
3) Nilai kebaikan atau nilai moral, yang bersumber pada unsur kehendak
manusia.
4) Nilai religius, yang merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak. Nilai ini
bersumber kepada kepercayaan atau keyakinan manusia.
Nilai dan norma senantiasa berkaitan dengan moral dan etika. Istilah moral
mengandung integritas dan martabat pribadi manusia. Makna moral yang terkandung
dalam kepribadian seseorang itu tercermin dari sikap dan tingkah lakunya. Jadi
norma sebagai penuntun sikap dan tingkah laku manusia. Antara norma dan etika
memiliki hubungan yang sangat erat yaitu etika sebagai ilmu pengetahuan yang
membahas tentang prinsip-prinsip moralitas.
Etika memiliki peranan atau fungsi diantaranya yaitu:
a. Dengan etika seseorang atau kelompok dapat menegemukakan penilaian
tentang perilaku manusia
b. Menjadi alat kontrol atau menjadi rambu-rambu bagi seseorang atau kelompok
dalam melakukan suatu tindakan atau aktivitasnya sebagai mahasiswa
c. Etika dapat memberikan prospek untuk mengatasi kesulitan moral yang kita
hadapi sekarang.
d. Etika dapat menjadi prinsip yang mendasar bagi mahasiswa dalam menjalankan
aktivitas kemahasiswaanya.
e. Etika menjadi penuntun agar dapat bersikap sopan, santun, dan dengan etika
kita bisa di cap sebagai orang baik di dalam masyarakat.
2. Macam-Macam Etika.
Dalam membahas Etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tanggapan
kesusilaan atau etis, yaitu sama halnya dengan berbicara moral (mores). Manusia
disebut etis, ialah manusia secara utuh dan menyeluruh mampu memenuhi hajat
hidupnya dalam rangka asas keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan
pihak yang lainnya, antara rohani dengan jasmaninya, dan antara sebagai makhluk
berdiri sendiri dengan penciptanya. Termasuk di dalamnya membahas nilai-nilai atau
69 | P a g e
norma-norma yang dikaitkan dengan etika, terdapat dua macam etika (Keraf: 1991:
23), sebagai berikut:
a. Etika Deskriptif.
Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku
manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu
yang bernilai. Artinya Etika deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta secara apa
adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait
dengan situasi dan realitas yang membudaya. Dapat disimpulkan bahwa tentang
kenyataan dalam penghayatan nilai atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang
dikaitkan dengan kondisi tertentu memungkinkan manusia dapat bertindak secara
etis.
b. Etika Normatif.
Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan
seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia
dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi Etika Normatif merupakan
normanorma yang dapat menuntun agar manusia bertindak secara baik dan
menghindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang
disepakati dan berlaku di masyarakat.
Dari berbagai pembahasan definisi tentang etika tersebut di atas dapat
diklasifikasikan menjadi tiga (3) jenis definisi, yaitu sebagai berikut:
a. Jenis
pertama,
etika
dipandang
sebagai
cabang
filsafat
yang
khusus
membicarakan tentang nilai baik dan buruk dari perilaku manusia.
b. Jenis kedua, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang membicarakan
baik buruknya perilaku manusia dalam kehidupan bersama. Definisi tersebut tidak
melihat kenyataan bahwa ada keragaman norma, karena adanya ketidaksamaan
waktu dan tempat, akhirnya etika menjadi ilmu yang deskriptif dan lebih bersifat
sosiologik.
c.
Jenis ketiga, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat normatif,
dan evaluatif yang hanya memberikan nilai baik buruknya terhadap perilaku
manusia. Dalam hal ini tidak perlu menunjukkan adanya fakta, cukup informasi,
menganjurkan dan merefleksikan. Definisi etika ini lebih bersifat informatif, direktif
dan reflektif.
70 | P a g e
Etiket
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diberikan beberapa arti dari kata
“etiket”, yaitu:
1.
Etiket (Belanda) secarik kertas yang ditempelkan pada kemasan barang-barang
(dagang) yang bertuliskan nama, isi, dan sebagainya tentang barang itu.
2.
Etiket (Perancis) adat sopan santun atau tata krama yang perlu selalu
diperhatikan dalam pergaulan agar hubungan selalu baik.
Pengertian etiket dan etika sering dicampuradukkan, padahal kedua istilah
tersebut terdapat arti yang berbeda, walaupun ada persamaannya. Istilah etika
sebagaimana dijelaskan sebelumnya adalah berkaitan dengan moral (mores),
sedangkan kata etiket adalah berkaitan dengan nilai sopan santun, tata krama dalam
pergaulan formal. Persamaannya adalah mengenai perilaku manusia secara normatif
yang etis. Artinya memberikan pedoman atau norma-norma tertentu yaitu bagaimana
seharusnya seseorang itu melakukan perbuatan dan tidak melakukan sesuatu
perbuatan.Istilah etiket berasal dari Etiquette (Perancis) yang berarti dari awal suatu
kartu
undangan
yang
biasanya
dipergunakan
semasa
raja-raja
di
Perancis
mengadakan pertemuan resmi, pesta dan resepsi untuk kalangan para elite kerajaan
atau bangsawan.
Dalam
pertemuan
tersebut
telah
ditentukan
atau
disepakati
berbagai
peraturan atau tata krama yang harus dipatuhi, seperti cara berpakaian (tata
busana), cara duduk, cara bersalaman, cara berbicara, dan cara bertamu dengan si
kap serta perilaku yang penuh sopan santun dalam pergaulan formal atau
resmi.Definisi etiket, menurut para pakar ada beberapa pengertian, yaitu merupakan
kumpulan tata cara dan sikap baik dalam pergaulan antar manusia yang beradab.
Pendapat lain mengatakan bahwa etiket adalah tata aturan sopan santun
yang disetujui oleh masyarakat tertentu dan menjadi norma serta panutan dalam
bertingkah laku sebagai anggota masyarakat yang baik dan menyenangkan.
Perbedaan Etika dan Etiket
1. Hubungan Etika dengan Manusia.
Antara etika dengan mahasiswa memiliki hubungan yang sangat erat. Dalam
contoh kasus mahasiswa Universitas Muslim Indonesia yang sudah diceritakan di
atas, dapat kita nilai bahwa etika sangat berperan penting terhadap diri mahasiswa
maupun orang lain, dengan memahami peranan etika mahasiswa dapat bertindak
71 | P a g e
sewajarnya dalam melakukan aktivitasnya sebagai mahasiswa misalnya di saat
mahasiswa berdemonstrasi menuntut keadilan etika menjadi sebuah alat kontrol
yang dapat menahan mahasiswa agar tidak bertindak anarkis. Dengan etika
mahasiswa dapat berperilaku sopan dan santun terhadap siapa pun dan apapun itu.
Islam telah mengajarkan kepada bahwa kita harus berperilaku sopan terhadap orang
yang lebih tua dari kita dan etika juga sudah di jelaskan di dalam Islam, etika di
dalam Islam sama dengan akhlaq, dan mahasiswa sebagai mahluk Allah SWT. yang
telah diberikan karunia berupa akal, akhlaq yang baik ditujukan bukan hanya kepada
manusia saja melainkan kepada semua mahluk baik mahluk hidup ataupun benda
mati.
Sebagai seorang mahasiswa yang beretika, mahasiswa harus memahami betul
arti dari kebebasan dan tanggung jawab, karena banyak mahasiswa yang apabila
sedang berdemonstrasi memaknai kebebasan dengan kebebasan yang tidak
bertangung jawab.
2. Etika dan Etiket.
Banyak orang sangat familiar dengan kata “etika”. Di berbagai kesempatan,
kata etika seringkali digunakan dalam konteks kesopanan atau norma. Dalam
konteks bisnis dan dunia kerja etika menjadi suatu pokok bahasan yang menarik
untuk diulas. Bahkan di beberapa perguruan tinggi, etika dijadikan satu bahasan
tersendiri yang dibakukan dalam sebuah mata kuliah, sebut saja etika bisnis dan
etika profesi. Namun tahukah anda terkadang banyak dari kita yang salah
menggunakan
kata
etika
dalam
kehidupan
sehari-hari.
Seringkali
maknanya
tercampur dengan kata ”etiket”.
Berbeda dengan kata etika, hanya sedikit orang yang familiar dengan kata
etiket. Wajar saja, karena sedikitnya literatur, publikasi dan informasi yang berbicara
mengenai kata yang satu ini. Dari segi ejaan, kata ini hampir mirip dengan etika,
namun maknanya tidak mirip sama sekali.
Etiket merupakan suatu tata krama atau tata sopan santun yang menyangkut
sikap lahiriah manusia. Pelanggaran terhadap sikap ini tidak menjadikan seseorang
dicap sebagai manusia yang tidak bermoral. Sedangkan Etika dipahami sebagai
suatu usaha manusia untuk menggunakan akal budinya dalam usaha mencapai
hidup dengan lebih baik. Disini ada unsur penilaian terhadap suatu norma, nilai atau
72 | P a g e
agama tertentu. Pelanggaran terhadap sikap ini bisa dicap sebagai manusia tidak
bermoral. Etiket lebih bersifat lahiriah sedangkan etika batiniah.
Sebagai contoh, seorang direktur di sebuah perusahaan disebut manusia
yang mempunyai etiket. Ini karena ia adalah orang yang disiplin, rapih dalam
berpakaian, selalu mengerjakan tugasnya dengan baik, berbicara sopan, senyum
menghias mukanya dan selalu menjaga hubungan baik dengan klien. Walaupun
begitu ternyata ia adalah manusia yang dinilai tidak ber-etika. Dalam menjalankan
bisnis ia selalu berbuat curang dengan melakukan penyuapan di berbagai tender, ia
juga melakukan tindakan nepotisme di kantornya dan terkadang melakukan
pelecehan terhadap karyawannya.
Begitu pula dengan seorang koruptor, mafia kasus, pejabat/birokrat hukum
yang menjadi sorotan negatif akhir-akhir ini. Lihatlah mereka, berjas rapih, senyamsenyum di depan wartawan dan beretorika bagus di pengadilan dan konferensi pers.
Tentunya sangat gamblang kita menilai bahwa mereka adalah manusia-manusia
yang tidak punya etika, namun belum tentu mereka tidak mempunyai etiket.
K. Bertens dalam bukunya yang berjudul
“Etika” (2000) memberikan 4
(empat) macam perbedaan etiket dengan etika, yaitu :
1. Etiket menyangkut cara (tata acara) suatu perbuatan harus dilakukan manusia.
Misal : Ketika saya menyerahkan sesuatu kepada orang lain, saya harus
menyerahkannya dengan menggunakan tangan kanan. Jika saya menyerahkannya
dengan tangan kiri, maka saya dianggap melanggar etiket.
Etika menyangkut cara dilakukannya suatu perbuatan sekaligus memberi
norma dari perbuatan itu sendiri. Misal : Dilarang mengambil barang milik orang lain
tanpa izin karena mengambil barang milik orang lain tanpa izin sama artinya dengan
mencuri. “Jangan mencuri” merupakan suatu norma etika. Di sini tidak dipersoalkan
apakah pencuri tersebut mencuri dengan tangan kanan atau tangan kiri.
2. Etiket hanya berlaku dalam situasi dimana kita tidak seorang diri (ada orang lain di
sekitar kita). Bila tidak ada orang lain di sekitar kita atau tidak ada saksi mata, maka
etiket tidak berlaku. Misal : Saya sedang makan bersama bersama teman sambil
meletakkan kaki saya di atas meja makan, maka saya dianggap melanggat etiket.
Tetapi kalau saya sedang makan sendirian (tidak ada orang lain), maka saya tidak
melanggar etiket jika saya makan dengan cara demikian.
73 | P a g e
Etika selalu berlaku, baik kita sedang sendiri atau bersama orang lain. Misal:
Larangan mencuri selalu berlaku, baik sedang sendiri atau ada orang lain. Atau
barang yang dipinjam selalu harus dikembalikan meskipun si empunya barang sudah
lupa.
3. Etiket bersifat relatif. Yang dianggap tidak sopan dalam satu kebudayaan, bisa
saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain. Misal : makan dengan tangan atau
bersendawa waktu makan.
Etika bersifat absolut. “Jangan mencuri”, “Jangan membunuh” merupakan
prinsip-prinsip etika yang tidak bisa ditawar-tawar.
4. Etiket memandang manusia dari segi lahiriah saja. Orang yang berpegang pada
etiket bisa juga bersifat munafik. Misal : Bisa saja orang tampi sebagai “manusia
berbulu ayam”, dari luar sangan sopan dan halus, tapi di dalam penuh kebusukan.
Etika memandang manusia dari segi dalam. Orang yang etis tidak mungkin
bersifat munafik, sebab orang yang bersikap etis pasti orang yang sungguh-sungguh
baik.
Nilai
1. Pengertian Nilai.
Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan
berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna
bagi kehidupan manusia. Adanya dua macam nilai tersebut sejalan dengan
penegasan pancasila sebagai ideologi terbuka. Perumusan pancasila sebagai dalam
pembukaan UUD 1945. Alinea 4 dinyatakan sebagai nilai dasar dan penjabarannya
sebagai nilai instrumental. Nilai dasar tidak berubah dan tidak boleh diubah lagi.
Betapapun pentingnya nilai dasar yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 itu,
sifatnya belum operasional. Artinya kita belum dapat menjabarkannya secara
langsung dalam kehidupan sehari-hari. Penjelasan UUD 1945 sendiri menunjuk
adanya undang-undang sebagai pelaksanaan hukum dasar tertulis itu. Nilai-nilai
dasar yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 itu memerlukan penjabaran
lebih lanjut. Penjabaran itu sebagai arahan untuk kehidupan nyata. Penjabaran itu
kemudian dinamakan Nilai Instrumental.
Nilai Instrumental harus tetap mengacu kepada nilai-nilai dasar yang
dijabarkannya Penjabaran itu bisa dilakukan secara kreatif dan dinamis dalam
bentuk-bentuk baru untuk mewujudkan semangat yang sama dan dalam batas-
74 | P a g e
batasyang dimungkinkan oleh nilai dasar itu. Penjabaran itu jelas tidak boleh
bertentangan dengan nilai-nilai dasarnya.
Nilai sama dengan sesuatu yang menyenangkan kita, nilai identik dengan
apa yang diinginkan, nilai merupakan sarana pelatihan kita, nilai pengalaman pribadi
semata, nilai ide platonic esensi.
2. Pengertian Nilai Para Ahli.
a. Kimball Young
Mengemukakan nilai sosial adalah asumsi yang abstrak dan sering tidak
disadari tentang apa yang dianggap penting dalam masyarakat.
A.W.Green
Nilai sosial adalah kesadaran yang secara relatif berlangsung disertai emosi
terhadap objek.
Woods
Mengemukakan bahwa nilai sosial merupakan petunjuk umum yang telah
berlangsung lama serta mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan
sehari-hari
M.Z.Lawang
Menyatakan nilai adalah gambaran mengenai apa yang diinginkan,yang
pantas,berharga,dan dapat mempengaruhi perilaku sosial dari orang yang bernilai
tersebut.
Hendropuspito
Menyatakan nilai sosial adalah segala sesuatu yang dihargai masyarakat karena
mempunyai daya guna fungsional bagi perkembangan kehidupan manusia.
Driyarkara (1966,38)
Nilai adalah hakekat suatu hal, yang menyebabkan hal itu pantas dikejar oleh
manusia.
Fraenkel (1977:6)
Nilai adalah idea atau konsep yang bersifat abstrak tentang apa yang
dipikirkan seseorang atau dianggap penting oleh sesorang, biasanya mengacu
kepada estetika (keindahan), etika pola prilaku dan logika benar salah atau keadilan
justice. (Value is any idea, a concept , about what some one think is important in life)
Kuntjaraningrat(1992:26)
75 | P a g e
Menyebutkan sisten nilai budaya terdiri dari konsepi-konsepi yang hidup
dalam alam pikiran sebagian besar keluarga masyarakat, mengenai hal-hal yang
harus mereka anggap bernilai dalam hidup.
John Dewey
Value is any object of social interest
Endang Sumantri
Sesuatu yang berharga, yang penting dan berguna serta menyenangkan
dalam kehidupan manusia yang dipengaruhi pengetahuan dan sikap yang ada pada diri
atau hati nuraninya.
Kosasih Jahiri
Tuntunan mengenai apa yang baik, benar dan adil
M.I. Soelaeman
Agama diarahkan pada perintah dan larangan, dorongan dan cegahan, pujian
dan kecaman, harapan dan penyesalan, ukuran baik buruk, benar salah, patuh tidak
patuh, adil tidak adil
Darji
Nilai ialah yang berguna bagi kehidupan manusia jasmani dan rohani
Encylopedi Brittanca 963
Nilai kualitas dari sesuatu objek yang menyangkut jenis apresiasi atau minat.
(Rokeach, 1973 hal. 5)
“Value is an enduring belief that a specific mode of conduct or end-state of
existence is personally or socially preferable to an opposite or converse mode of
conduct or end-state of existence.”
(Feather, 1994 hal. 184)
“Value is a general beliefs about desirable or undesireable ways of behaving
and about desirable or undesireable goals or end-states.”
(Schwartz, 1994 hal. 21)
“Value as desireable transsituatioanal goal, varying in importance, that serve as
guiding principles in the life of a person or other social entity.”
Lebih lanjut Schwartz (1994) juga menjelaskan bahwa nilai adalah
1. suatu keyakinan,
2. berkaitan dengan cara bertingkah laku atau tujuan akhir tertentu,
3. melampaui situasi spesifik,
76 | P a g e
4. mengarahkan seleksi atau evaluasi terhadap tingkah laku, individu, dan kejadiankejadian, serta
5. tersusun berdasarkan derajat kepentingannya.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, terlihat kesamaan pemahaman
tentang nilai, yaitu:
a. suatu keyakinan,
b. berhubungan dengan cara bertingkah laku dan tujuan akhir tertentu.
Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai adalah suatu keyakinan mengenai cara
bertingkah laku dan tujuan akhir yang diinginkan individu, dan digunakan sebagai
prinsip atau standar dalam hidupnya.
Jadi, dalam membentuk tipologi dari nilai-nilai, Schwartz mengemukakan teori
bahwa nilai berasal dari tuntutan manusia yang universal sifatnya yang direfleksikan
dalam kebutuhan organisme, motif sosial (interaksi), dan tuntutan institusi sosial
(Schwartz & Bilsky, 1987). Ketiga hal tersebut membawa implikasi terhadap nilai
sebagai sesuatu yang diinginkan. Schwartz menambahkan bahwa sesuatu yang
diinginkan itu dapat timbul dari minat kolektif (tipe nilai benevolence, tradition,
conformity) atau berdasarkan prioritas pribadi
/ individual (power, achievement,
hedonism, stimulation, self-direction), atau kedua-duanya (universalism, security).
Nilai individu biasanya mengacu pada kelompok sosial tertentu atau disosialisasikan
oleh suatu kelompok dominan yang memiliki nilai tertentu (misalnya pengasuhan
orang tua, agama, kelompok tempat kerja) atau melalui pengalaman pribadi yang
unik (Feather, 1994; Grube, Mayton II & Ball-Rokeach, 1994; Rokeach, 1973;
Schwartz, 1994).
Nilai sebagai sesuatu yang lebih diinginkan harus dibedakan dengan yang
hanya ‘diinginkan’, di mana ‘lebih diinginkan’ mempengaruhi seleksi berbagai modus
tingkah laku yang mungkin dilakukan individu atau mempengaruhi pemilihan tujuan
akhir tingkah laku (Kluckhohn dalam Rokeach, 1973). ‘Lebih diinginkan’ ini memiliki
pengaruh lebih besar dalam mengarahkan tingkah laku, dan dengan demikian maka
nilai menjadi tersusun berdasarkan derajat kepentingannya.
Sebagaimana terbentuknya, nilai juga mempunyai karakteristik tertentu untuk
berubah. Karena nilai diperoleh dengan cara terpisah, yaitu dihasilkan oleh
pengalaman budaya, masyarakat dan pribadi yang tertuang dalam struktur psikologis
individu (Danandjaja, 1985), maka nilai menjadi tahan lama dan stabil (Rokeach,
77 | P a g e
1973). Jadi nilai memiliki kecenderungan untuk menetap, walaupun masih mungkin
berubah oleh hal-hal tertentu. Salah satunya adalah bila terjadi perubahan sistem
nilai budaya di mana individu tersebut menetap (Danandjaja, 1985).
Dari hasil penelitiannya di 44 negara, Schwartz (1992, 1994) mengemukakan
adanya 10 tipe nilai (value types) yang dianut oleh manusia, yaitu :
1. Power
Tipe nilai ini merupakan dasar pada lebih dari satu tipe kebutuhan yang
universal, yaitu transformasi kebutuhan individual akan dominasi dan kontrol yang
diidentifikasi melalui analisa terhadap motif sosial. Tujuan utama dari tipe nilai ini
adalah pencapaian status sosial dan prestise, serta kontrol atau dominasi terhadap
orang lain atau sumberdaya tertentu. Nilai khusus (spesific values) tipe nilai ini
adalah : social power, authority, wealth, preserving my public image dan social
recognition.
Achievement
Tujuan dari tipe nilai ini adalah keberhasilan pribadi dengan menunjukkan
kompetensi sesuai standar sosial. Unjuk kerja yang kompeten menjadi kebutuhan
bila seseorang merasa perlu untuk mengembangkan dirinya, serta jika interaksi
sosial dan institusi menuntutnya. Nilai khusus yang terdapat pada tipe nilai ini
adalah: succesful, capable, ambitious, influential.
Hedonism
Tipe nilai ini bersumber dari kebutuhan organismik dan kenikmatan yang
diasosiasikan dengan pemuasan kebutuhan tersebut. Tipe nilai ini mengutamakan
kesenangan dan kepuasan untuk diri sendiri. Nilai khusus yang termasuk tipe nilai ini
adalah : pleasure, enjoying life.
Stimulation
Tipe nilai ini bersumber dari kebutuhan organismik akan variasi dan
rangsangan untuk menjaga agar aktivitas seseorang tetap pada tingkat yang optimal.
Unsur biologis mempengaruhi variasi dari kebutuhan ini, dan ditambah pengaruh
pengalaman sosial, akan menghasilkan perbedaan individual tentang pentingnya
nilai ini. Tujuan motivasional dari tipe nilai ini adalah kegairahan, tantangan dalam
hidup. Nilai khusus yang termasuk tipe nilai ini adalah : daring, varied life, exciting
life.
Self-direction
78 | P a g e
Tujuan utama dari tipe nilai ini adalah pikiran dan tindakan yang tidak terikat
(independent), seperti memilih, mencipta, menyelidiki. Self-direction bersumber dari
kebutuhan organismik akan kontrol dan penguasaan (mastery), serta interaksi dari
tuntutan otonomi dan ketidakterikatan. Nilai khusus yang termasuk tipe nilai ini
adalah : creativity, curious, freedom, choosing own goals, independent.
Universalism
Tipe nilai ini termasuk nilai-nilai kematangan dan tindakan prososial. Tipe nilai ini
mengutamakan penghargaan, toleransi, memahami orang lain, dan perlindungan
terhadap kesejahteraan umat manusia. Contoh nilai khusus yang termasuk tipe nilai ini
adalah : broad-minded, social justice, equality, wisdom, inner harmony.
Benevolence
Tipe nilai ini lebih mendekati definisi sebelumnya tentang konsep prososial.
Bila prososial lebih pada kesejahteraan semua orang pada semua kondisi, tipe nilai
benevolence lebih kepada orang lain yang dekat dari interaksi sehari-hari. Tipe ini
dapat berasal dari dua macam kebutuhan, yaitu kebutuhan interaksi yang positif
untuk mengembangkan kelompok, dan kebutuhan organismik akan afiliasi. Tujuan
motivasional dari tipe nilai ini adalah peningkatan kesejahteraan individu yang terlibat
dalam kontak personal yang intim. Nilai khusus yang termasuk tipe nilai ini adalah :
helpful, honest, forgiving, responsible, loyal, true friendship, mature love.
Tradition
Kelompok dimana-mana mengembangkan simbol-simbol dan tingkah laku
yang merepresentasikan pengalaman dan nasib mereka bersama. Tradisi sebagian
besar diambil dari ritus agama, keyakinan, dan norma bertingkah laku. Tujuan
motivasional dari tipe nilai ini adalah penghargaan, komitmen, dan penerimaan
terhadap kebiasaan, tradisi, adat istiadat, atau agama. Nilai khusus yang termasuk
tipe nilai ini adalah : humble, devout, accepting my portion in life, moderate, respect
for tradition.
Conformity
Tujuan dari tipe nilai ini adalah pembatasan terhadap tingkah laku, dorongandorongan individu yang dipandang tidak sejalan dengan harapan atau norma sosial.
Ini diambil dari kebutuhan individu untuk mengurangi perpecahan sosial saat
interaksi dan fungsi kelompok tidak berjalan dengan baik. Nilai khusus yang
79 | P a g e
termasuk tipe nilai ini adalah : politeness, obedient, honoring parents and elders, self
discipline.
Security
Tujuan motivasional tipe nilai ini adalah mengutamakan keamanan, harmoni,
dan stabilitas masyarakat, hubungan antar manusia, dan diri sendiri. Ini berasal dari
kebutuhan dasar individu dan kelompok. Tipe nilai ini merupakan pencapaian dari
dua minat, yaitu individual dan kolektif. Nilai khusus yang termasuk tipe nilai ini
adalah : national security, social order, clean, healthy, reciprocation of favors, family
security, sense of belonging.
3. Struktur Hubungan Nilai.
Selain adanya 10 tipe nilai ini, Schwartz juga berpendapat bahwa terdapat
suatu struktur yang menggambarkan hubungan di antara nilai-nilai tersebut. Untuk
mengidentifikasi struktur hubungan antar nilai, asumsi yang dipegang adalah bahwa
pencapaian suatu tipe nilai mempunyai konsekuensi psikologis, praktis, dan sosial
yang dapat berkonflik atau sebaliknya berjalan seiring (compatible) dengan
pencapaian tipe nilai lain. Misalnya, pencapaian nilai achievement akan berkonflik
dengan
pencapaian
nilai
benevolence,
karena
individu
yang
mengutamakan
kesuksesan pribadi dapat merintangi usahanya meningkatkan kesejahteraan orang
lain. Sebaliknya, pencapaian nilai benevolence dapat berjalan selaras dengan
pencapaian nilai conformity karena keduanya berorientasi pada tingkah laku yang
dapat diterima oleh kelompok sosial.
Pencapaian nilai yang seiring satu dengan yang lain menghasilkan sistem
hubungan antar nilai sebagai berikut :
1. Tipe nilai power dan achievement, keduanya menekankan pada superioritas
sosial dan harga diri
2. Tipe nilai achievement dan hedonism, keduanya menekankan pada pemuasan
yang terpusat pada diri sendiri
3. Tipe nilai hedonism dan stimulation, keduanya menekankan keinginan untuk
memenuhi kegairahan dalam diri
4. Tipe nilai stimulation dan self-direction, keduanya menekankan minat intrinsik
dalam bidang baru atau menguasai suatu bidang
5. Tipe nilai self-direction dan universalism, keduanya mengekspresikan keyakinan
terhadap keputusan atau penilaian diri dan pengakuan terhadap adanya
80 | P a g e
keragaman dari hakekat kehidupan
6. Tipe nilai universalism dan benevolence, keduanya menekankan orientasi
kesejahteraan orang lain dan tidak mengutamakan kepentingan pribadi
7. Tipe nilai benevolence dan conformity, keduanya menekankan tingkah laku
normatif yang menunjang interaksi intim antar pribadi
8. Tipe nilai benevolence dan tradition, keduanya mengutamakan pentingnya arti
suatu kelompok tempat individu berada
9. Tipe nilai conformity dan tradition, keduanya menekankan pentingnya memenuhi
harapan sosial di atas kepentingan diri sendiri
10. Tipe nilai tradition dan security, keduanya menekankan pentingnya aturan-aturan
sosial untuk memberi kepastian dalam hidup
11. Tipe nilai conformity dan security, keduanya menekankan perlindungan terhadap
aturan dan harmoni dalam hubungan sosial
12. Tipe nilai security dan power, keduanya menekankan perlunya mengatasi
ancaman ketidakpastian dengan cara mengontrol hubungan antar manusia dan
sumberdaya yang ada.
Berdasarkan adanya tipe nilai yang sejalan dan berkonflik, Schwartz
menyimpulkan bahwa tipe nilai dapat diorganisasikan dalam dimensi bipolar, yaitu :
1. Dimensi
opennes to
change
yang
mengutamakan pikiran
dan
tindakan
independen yang berlawanan dengan dimensi conservation yang mengutamakan
batasan-batasan terhadap tingkah laku, ketaatan terhadap aturan tradisional, dan
perlindungan terhadap stabilitas. Dimensi opennes to change berisi tipe nilai
stimulation dan self direction, sedangkan dimensi conservation berisi tipe nilai
conformity, tradition, dan security.
2. Dimensi yang kedua adalah dimensi self-transcendence yang menekankan
penerimaan
bahwa
manusia
pada
hakekatnya
sama
dan
memperjuangkan
kesejahteraan sesama yang berlawanan dengan dimensi self-enhancement yang
mengutamakan pencapaian sukses individual dan dominasi terhadap orang lain.
Tipe nilai yang termasuk dalam dimensi self-transcendence adalah universalism dan
benevolence. Sedangkan tipe nilai yang termasuk dalam dimensi self-enhancement
adalah achievement dan power. Tipe nilai hedonism berkaitan baik dengan dimensi
self-enhancement maupun openness to change.
4. Fungsi Nilai.
81 | P a g e
Fungsi utama dari nilai dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Nilai sebagai standar (Rokeach, 1973; Schwartz, 1992, 1994), fungsinya ialah:
1) Membimbing individu dalam mengambil posisi tertentu dalam social issues
tertentu (Feather, 1994).
2) Mempengaruhi individu untuk lebih menyukai ideologi politik tertentu
dibanding ideologi politik yang lain.
3) Mengarahkan cara menampilkan diri pada orang lain.
4) Melakukan evaluasi dan membuat keputusan.
5) Mengarahkan tampilan tingkah laku membujuk dan mempengaruhi orang
lain, memberitahu individu akan keyakinan, sikap, nilai dan tingkah laku
individu lain yang berbeda, yang bisa diprotes dan dibantah, bisa dipengaruhi
dan diubah.
b. Sistim nilai sebagai rencana umum dalam memecahkan konflik dan pengambilan
keputusan (Feather, 1995; Rokeach, 1973; Schwartz, 1992, 1994). Situasi tertentu
secara tipikal akan mengaktivasi beberapa nilai dalam sistim nilai individu. Umumnya
nilai-nilai yang teraktivasi adalah nilai-nilai yang dominan pada individu yang
bersangkutan.
c. Fungsi motivasional
Fungsi langsung dari nilai adalah mengarahkan tingkah laku individu dalam
situasi
sehari-hari,
mengekspresikan
sedangkan
kebutuhan
dasar
fungsi
tidak
sehingga
langsungnya
nilai
dikatakan
adalah
untuk
memiliki
fungsi
motivasional. Nilai dapat memotivisir individu untuk melakukan suatu tindakan
tertentu (Rokeach, 1973; Schwartz, 1994), memberi arah dan intensitas emosional
tertentu terhadap tingkah laku (Schwartz, 1994). Hal ini didasari oleh teori yang
menyatakan bahwa nilai juga merepresentasikan kebutuhan (termasuk secara
biologis) dan keinginan, selain tuntutan sosial (Feather, 1994; Grube dkk., 1994).
d. Nilai Sebagai Keyakinan (Belief)
Dari definisinya, nilai adalah keyakinan (Rokeach, 1973; Schwartz, 1994;
Feather, 1994)
sehingga
pembahasan
nilai
sebagai
keyakinan
perlu
untuk
memahami keseluruhan teori nilai, terutama keterkaitannya dengan tingkah laku.
Nilai itu sendiri merupakan keyakinan yang tergolong preskriptif atau proskriptif, yaitu
beberapa cara atau akhir tindakan dinilai sebagai diinginkan atau tidak diinginkan.
Hal ini sesuai dengan definisi dari Allport bahwa nilai adalah suatu keyakinan yang
82 | P a g e
melandasi seseorang untuk bertindak berdasarkan pilihannya
(dalam Rokeach,
1973). Robinson dkk. (1991) mengemukakan bahwa keyakinan, dalam konsep
Rokeach, bukan hanya pemahaman dalam suatu skema konseptual, tapi juga
predisposisi untuk bertingkah laku yang sesuai dengan perasaan terhadap obyek
dari keyakinan tersebut.
5. Pengukuran Nilai.
Selama ini pengukuran nilai didasarkan kepada hasil evaluasi diri yang
dilaporkan oleh individu ke dalam suatu skala pengukuran (mis. Rokeach value
survey, Schwartz value survey). Evaluasi diri membutuhkan pemahaman kognitif
maupun afektif terhadap diri sendiri, termasuk untuk membedakan antara nilai ideal
normatif dan nilai faktual yang ada saat ini. Sejalan dengan hal ini, Schwartz,
Verkasalo, Antonovsky dan Sagiv (1997) melihat hubungan antara respon terhadap
social desirability dan skala nilai berdasarkan pelaporan diri. Mereka membuktikan
bahwa terjadi bias pada pengukuran nilai yang mengandung aspek social desirability
tinggi, yaitu pada tipe nilai hedonism, stimulation, self-direction, achievement dan
power. Jadi pengukuran nilai yang menggunakan skala pelaporan diri pada
penelitian yang banyak dipengaruhi aspek social desirability seperti dalam penelitian
ini (mis. tingkah laku seksual) kurang baik.
Cara lain yang digunakan untuk mengetahui nilai individu adalah dengan
teknik wawancara. Teknik ini telah digunakan oleh Rokeach (1973) untuk menggali
nilai-nilai apa saja yang dimiliki seseorang. Ia melakukan wawancara dengan para
responden yang dimintanya untuk menjawab pertanyaan tentang nilai apa yang
menjadi tujuan akhir mereka.
Berdasarkan teori yang telah diuraikan sebelumnya, nilai-nilai seseorang
akan tampak dalam beberapa indikator:
a. Berkaitan dengan definisi nilai sebagai cara bertingkah laku dan tujuan akhir
tertentu, maka indikator pertama adalah pernyataan tentang keinginan-keinginan,
prinsip hidup dan tujuan hidup seseorang.
b. Indikator berikutnya adalah tingkah laku subyek dalam kehidupannya sehari-hari.
Nilai berpengaruh terhadap bagaimana seseorang bertingkah laku, memberi arah
pada tingkah laku dan memberi pedoman untuk memilih tingkah laku yang
diinginkan. Jadi tingkah laku seseorang mencerminkan nilai-nilai yang dianutnya.
Dari tingkah laku dapat dilihat apa yang menjadi prioritasnya, apa yang lebih
83 | P a g e
diinginkan oleh seseorang.
c.
Fungsi nilai adalah memotivasi tingkah laku. Seberapa besar seseorang
berusaha mencapai apa yang diinginkannya dan intensitas emosional yang
diatribusikan terhadap usahanya tersebut, dapat menjadi ukuran tentang kekuatan nilai
yang dianutnya.
d. Salah satu fungsi dari nilai adalah dalam memecahkan konflik dan mengambil
keputusan. Dalam keadaan-keadaan dimana seseorang harus mengambil keputusan
dari situasi yang menimbulkan konflik, nilainya yang dominan akan teraktivasi. Jadi,
apa keputusan seseorang dalam situasi konflik tersebut dapat dijadikan indikator
tentang nilai yang dianutnya.
Fungsi lain dari nilai adalah membimbing individu dalam mengambil posisi
tertentu dalam suatu topik sosial tertentu dan mengevaluasinya. Jadi apa pendapat
seseorang tentang suatu topik tertentu dan bagaimana ia mengevaluasi topik
tersebut, dapat menggambarkan nilai-nilainya.
Norma
1. Pengertian Norma.
Norma adalah aturan yang berlaku di kehidupan bermasyarakat. Aturan yang
bertujuan untuk mencapai kehidupan masyarakat yang aman, tertib dan sentosa.
Namun masih ada segelintir orang yang masih melanggar norma-norma dalam
masyarakat, itu dikarenakan beberapa faktor, diantaranya adalah faktor pendidikan,
ekonomi dan lain-lain.
Norma terdiri dari beberapa macam, antara lain yaitu :
a. Norma Agama
b. Norma Kesusilaan
c. Norma Kesopanan
d. Norma Kebiasaan (Habit)
e. Norma Hukum
2. Norma Yang Berlaku Dalam Masyarakat.
a. Norma Agama
Adalah suatu norma yang berdasarkan ajaran aqidah suatu agama. Norma ini
bersifat mutlak yang mengharuskan ketaatan para penganutnya. Apabila seseorang
tidak memiliki iman dan keyakinan yang kuat, orang tersebut cenderung melanggar
norma-norma agama. Norma ini merupakan peraturan hidup yang harus diterima
84 | P a g e
manusia
sebagai
perintah-perintah,
laranganlarangan
dan
ajaran-ajaran
yang
bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa. Pelanggaran terhadap norma ini akan
mendapat hukuman dari Tuhan Yang Maha Esa berupa “siksa” kelak di akhirat.
Contoh norma agama ini diantaranya ialah:
1) “Kamu dilarang membunuh”.
2) “Kamu dilarang mencuri”.
3) “Kamu harus patuh kepada orang tua”.
4) “Kamu harus beribadah”.
5) “Kamu jangan menipu”.
b. Norma Kesusilaan
Norma ini didasarkan pada hati nurani atau ahlak manusia. Melakukan
pelecehan seksual adalah salah satu dari pelanggaran dari norma kesusilan. Dengan
kata lain norma kesusilaan merupakan peraturan hidup yang berasal dari suara hati
sanubari manusia. Pelanggaran norma kesusilaan ialah pelanggaran perasaan yang
berakibat penyesalan. Norma kesusilaan bersifat umum dan universal, dapat
diterima oleh seluruh umat manusia.
Contoh norma ini diantaranya ialah :
1) “Kamu tidak boleh mencuri milik orang lain”.
2) “Kamu harus berlaku jujur”.
3) “Kamu harus berbuat baik terhadap sesama manusia”.
4) “Kamu dilarang membunuh sesama manusia”.
c. Norma Kesopanan
Sebuah norma yang berpangkal dari aturan tingkah laku yang berlaku di
masyrakat. Norma Kesopanan ini timbul dan diadakan oleh masyarakat itu sendiri
untuk mengatur pergaulan sehingga masing-masing anggota masyarakat saling
hormat menghormati. Akibat dari pelanggaran terhadap norma ini ialah dicela
sesamanya,
karena
sumber
norma
ini
adalah
keyakinan
masyarakat
yang
bersangkutan itu sendiri.
Hakikat norma kesopanan adalah kepantasan, kepatutan, atau kebiasaan
yang berlaku dalam masyarakat. Norma kesopanan sering disebut sopan santun,
tata krama atau adat istiadat.
85 | P a g e
Norma kesopanan tidak berlaku bagi seluruh masyarakat dunia, melainkan
bersifat khusus dan setempat (regional) dan hanya berlaku bagi segolongan
masyarakat tertentu saja. Apa yang dianggap sopan bagi segolongan masyarakat,
mungkin bagi masyarakat lain tidak demikian.
Contoh norma ini diantaranya ialah :
1) “Berilah tempat terlebih dahulu kepada wanita di dalam kereta api,
bus dan lain-lain, terutama wanita yang tua, hamil atau membawa
bayi”.
2) “Jangan makan sambil berbicara”.
3) “Janganlah meludah di lantai atau di sembarang tempat” dan.
4) “Orang muda harus menghormati orang yang lebih tua”.
d. Norma Kebiasaan (Habit)
Norma
ini
merupakan
hasil
dari
perbuatan
yang
dilakukan
secara
berulangulang dalam bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan. Orang-orang
yang tidak melakukan norma ini dianggap aneh oleh anggota masyarakat yang
lain. Kegiatan melakukan acara selamatan, kelahiran bayi dan mudik atau
pulang kampung adalah contoh dari norma ini.
e. Norma Hukum
Adalah himpunan petunjuk hidup atau perintah dan larangan yang mengatur
tata tertib dalam suatu masyarakat (negara). Sangsi norma hukum bersifat mengikat
dan memaksa. Norma Hukum merupakan peraturan-peraturan yang timbul dan
dibuat
oleh lembaga kekuasaan negara. Isinya mengikat setiap orang dan
pelaksanaanya dapat dipertahankan dengan segala paksaan oleh alat-alat negara,
sumbernya bisa berupa peraturan perundangundangan, yurisprudensi, kebiasaan,
doktrin, dan agama. Keistimewaan norma hukum terletak pada sifatnya yang
memaksa, sanksinya berupa ancaman hukuman. Penataan dan sanksi terhadap
pelanggaran
peraturan-peraturan
hukum
bersifat
heteronom,
artinya
dapat
dipaksakan oleh kekuasaan dari luar, yaitu kekuasaan negara.
Contoh norma ini diantaranya ialah :
1) “Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa/nyawa orang lain,
dihukum karena membunuh dengan hukuman setingi-tingginya 15 tahun”. 2)
“Orang yang ingkar janji suatu perikatan yang telah diadakan, diwajibkan
mengganti kerugian”, misalnya jual beli.
86 | P a g e
3) “Dilarang mengganggu ketertiban umum”.
3. Norma dari Sudut Pandang Umum.
Norma juga bisa berarti sebagai aturan-aturan atau pedoman sosial yang
khusus mengenai tingkah laku, sikap, dan perbuatan yang boleh dilakukan dan tidak
boleh dilakukan di lingkungan kehidupannya. Dari sudut pandang umum sampai
seberapa jauh tekanan
norma diberlakukan oleh masyarakat,
norma dapat
dibedakan sebagai berikut.
a. Cara (Usage)
Cara mengacu pada suatu bentuk perbuatan yang lebih menonjolkan pada
hubungan
antarindividu.
Penyimpangan
pada
cara
tidak
akan
mendapatkan
hukuman yang berat, tetapi sekadar celaan, cemoohan, atau ejekan. Misalnya, orang
yang mengeluarkan bunyi dari mulut (serdawa) sebagai pertanda rasa kepuasan
setelah makan. Dalam suatu masyarakat, cara makan seperti itu dianggap tidak
sopan. Jika cara itu dilakukan, orang lain akan merasa tersinggung dan mencela
cara makan seperti itu.
b. Kebiasaan (Folkways)
Kebiasaan mempunyai kekuatan mengikat yang lebih tinggi daripada cara
(usage). Kebiasaan diartikan sebagai perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk
yang sama karena orang banyak menyukai perbuatan tersebut. Misalnya, kebiasaan
menghormati orang yang lebih tua.
c. Tata Kelakuan (Mores)
Jika kebiasaan tidak semata-mata dianggap sebagai cara berperilaku, tetapi
diterima sebagai norma pengatur, kebiasaan tersebut menjadi tata kelakuan. Tata
kelakuan mencerminkan sifat-sifat yang hidup dari sekelompok manusia, yang
dilaksanakan atas pengawasan baik secara sadar maupun tidak sadar terhadap
anggotanya. Tata kelakuan, di satu pihak memaksakan suatu perbuatan, sedangkan
di lain pihak merupakan larangan sehingga secara langsung menjadi alat agar
anggota masyarakat menyesuaikan perbuatan-perbuatannya dengan tata kelakuan
individu. Misalnya, larangan perkawinan yang terlalu dekat hubungan darah (incest).
d. Adat Istiadat (Custom)
Tata kelakuan yang terintegrasi secara kuat dengan polapola perilaku
masyarakat dapat meningkat menjadi adapt istiadat. Anggota masyarakat yang
87 | P a g e
melanggar adat istiadat akan mendapat sanksi keras. Misalnya, hukum adat di
Lampung melarang terjadinya perceraian pasangan suami istri. Jika terjadi
perceraian, orang yang melakukan pelanggaran, termasuk keturunannya akan
dikeluarkan dari masyarakat hingga suatu saat keadaannya pulih kembali. Norma
pada umumnya berlaku dalam suatu lingkungan. Oleh karena itu, sering kita
temukan perbedaan antara norma di suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya.
Setiap individu dalam kehidupan sehari-hari melakukan interaksi dengan
individu atau kelompok lainnya. Interaksi sosial mereka juga senantiasa didasari oleh
adat dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Misalnya interaksi sosial di dalam
lingkungan
keluarga,
lingkungan
sekolah,
lingkungan
masyarakat
dan
lain
sebagainya. Masyarakat yang menginginkan hidup aman, tentram dan damai tanpa
gangguan, maka bagi tiap manusia perlu menjadi pedoman bagi segala tingkah laku
manusia dalam pergaulan hidup, sehingga kepentingan masing-masing dapat
terpelihara dan terjamin. Setiap anggota masyarakat mengetahui hak dan kewajiban
masing-masing. Tata itu lazim disebut kaidah (berasal dari bahasa Arab) atau norma
(berasal dari bahasa Latin) atau ukuran-ukuran.
Norma-norma itu mempunyai dua macam isi, dan menurut isinya berwujud:
perintah dan larangan. Apakah yang dimaksud perintah dan larangan menurut isi
norma tersebut? Perintah merupakan kewajiban bagi seseorang untuk berbuat
sesuatu
oleh
karena
akibat-akibatnya
dipandang
baik.
Sedangkan
larangan
merupakan kewajiban bagi seseorang untuk tidak berbuat sesuatu oleh karena
akibat-akibatnya dipandang tidak baik.
88 | P a g e
RANGKUMAN
1. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian etika ada tiga yaitu: (1) Ilmu
tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral.
(2)Kumpulan asas/nilai yang berkenaan dengan akhlak. (3)Nilai mengenai yang
benar dan salah yang dianut masyarakat.
2. Macam Etika bisa dikelompokkan sebagai Etika Deskriptif dan Etika Normatif
3. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diberikan beberapa arti dari kata “etiket”,
yaitu: (1) Etiket (Belanda) secarik kertas yang ditempelkan pada kemasan
barang-barang (dagang) yang bertuliskan nama, isi, dan sebagainya tentang
barang itu. (2) Etiket (Perancis) adat sopan santun atau tata krama yang perlu
selalu diperhatikan dalam pergaulan agar hubungan selalu baik.
4. Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan
berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau
berguna bagi kehidupan manusia.
5. Schwartz (1992, 1994) mengemukakan adanya 10 tipe nilai (value types) yang
dianut oleh manusia, yaitu : 1. Power 2. Achievement 3. Hedonism 4. Stimulation
5. Self-direction 6. Universalism 7. Benevolence 8. Tradition
9. Conformity 10.
Security.
6. Berdasarkan adanya tipe nilai yang sejalan dan berkonflik, Schwartz
menyimpulkan bahwa tipe nilai dapat diorganisasikan dalam dimensi bipolar,
yaitu : (1) Dimensi opennes to change yang mengutamakan pikiran dan tindakan
independen yang berlawanan dengan dimensi conservation yang mengutamakan
batasan-batasan terhadap tingkah laku, ketaatan terhadap aturan tradisional, dan
perlindungan terhadap stabilitas (2) dimensi self-transcendence yang
menekankan
penerimaan
bahwa
manusia
pada
hakekatnya
sama
dan
memperjuangkan kesejahteraan sesama yang berlawanan dengan dimensi selfenhancement yang mengutamakan pencapaian sukses individual dan dominasi
89 | P a g e
terhadap orang lain.
7. Fungsi utama dari nilai (1)Nilai sebagai standar (2) Sistim nilai sebagai rencana
umum dalam memecahkan konflik dan pengambilan keputusan (3) Fungsi
motivasional (4) Nilai Sebagai Keyakinan (Belief)
8. Pengukuran nilai biasanya didasarkan kepada hasil evaluasi diri yang dilaporkan
oleh individu ke dalam suatu skala pengukuran atau dengan teknik wawancara
9. Indikator yang digunakan untuk menentukan nilai-nilaiseseorang antara lain (1)
bagaimana cara bertingkah laku dan tujuan akhir tertentu (2) tingkah laku subyek
dalam kehidupannya sehari-hari (3) memotivasi tingkah laku
10. Norma adalah aturan yang berlaku di kehidupan bermasyarakat. Aturan yang
bertujuan untuk mencapai kehidupan masyarakat yang aman, tertib dan sentosa.
11. Macam-macam norma yng berlaku di masyarakat; Norma Agama, Norma
Kesusilaan, Norma Kesopanan, Norma Kebiasaan (Habit) dan Norma Hukum.
LATIHAN
1. Jelaskan perbedaan etika dan etiket!
2. Apa arti nilai menurut kuntjaraningrat? berikan penjelasan!
3. Schawartz mengungkapkan bahwa ada 10 tipe nilai yang dianut oleh manusia,
jelaskan masing-masing dari nilai tersebut dan berikan penjelasan mengenai
tipe-tipe nilai tersebut!
4. Apakah yang dimaksud dengan Dimensi opennes to change, sebutkan contohcontoh yang termasuk dalam dimensi ini!
5. Orang yang lebih mudah untuk menemukan teman baru tetapi juga mudah untuk
90 | P a g e
mendapatkan musuh karena sifatnya yang sombong termasuk dalam tipe yang
mana menurut Schwartz? Jelaskan jawaban anda!
6. Jelaskan fungsi nilai yang paling penting menurut anda! Berikan contohnya
dalam kehidupan nyata!
7. Jelaskan beda antara nilai dan norma! Berikan contohnya sehingga mudah untuk
dipahami!
8. Orang yang melanggar norma kesusilaan akan mendapatkan rasa penyesalan
dalam diri karena bertabrakan dengan hati sanubarinya, namun saat ini banyak
orang melakukan perbuatan yang sangat bertentangan dengan kebenaraan hati,
dan mereka tidak merasa menyesal, bagaimana pendapat anda dengan
permasalahan seperti ini?
9. Orang yang melanggar norma hukum akan mendapat hukuman, hukuman itu
sendiri bersifat mengatur dan memaksa. Sebutkan perbedaan dari mengatur dan
memaksa itu sendiri!
10. Ada seorang preman yang dikampung selalu meminta uang dari orang-orang
kaya yang ada di kampungnya, bahkan tidak jarang mencuri dari orang-orang
kaya itu, namun uang yang didapatnya digunakanuntuk membantu orang-orang
yang di sekitarnya terutama untuk fakir miskin dan orang yang kurang mampu
karena preman ini ingin membantu tetapi tidak punya pekerjaan, sedangkan
orang kaya ini sombong dan itdak mau membantu yang lain. Dari masalah nilai,
norma, etika dan etikaet, jelaskan masalah ini dengan teori-toeri yang sudah ada!
91 | P a g e
BAB
4
ETIKA PROFESI
_____________________________________________________
Tujuan Instruksional Khusus:
1. Memahami pengertian etika profesi
2. Memahami urgensi etika profesi
3. Memahami prinsip-prinsip etika profesi
A. Pengertian Profesi dan Etika Profesi
1. Etika
Kita sering mendengar, membaca, atau bahkan menggunakan, istilah etika di
berbagai kesempatan. Sejumlah pengamat, misalnya, menganggap bahwa banyak
politisi berperilaku tidak etis atau tidak mempertimbangkan etika lagi. Mereka
menuntut
perlunya
para
penyelenggara
negara
memperhatikan
etika,
dan
mengusulkan agar disusun suatu kode etik bagi para anggota legislatif, dan
penyelenggara lainnya, bahkan juga untuk pelaksanaan kampanye pemilihan umum.
Demikian pula, ketika menyeruak skandal-skandal keuangan seperti enron di AS,
sejumlah pihak menegaskan kembali perlunya fondasi etika dalam berbisnis,
berarganisasi dan dalam menjalankan profesi. Mereka, misalnya, menyindir para
pebisnis dan profesional dengan mempertanyakan, “masih adakah yang namanya
etika itu?”
Etika dalam kehidupan keseharian adalah sesuatu yang tidak bisa dilepaskan
dalam kehidupan keseharian. Apalagi dengan perkembangan kehidupan sosial
ekonomi budaya dan teknologi yang mendorong munculnya gejala-gejala moral yang
fenomenal.
Kenyataan ini menunjukkan perhatian dan minat orang-orang terhadap
etika dan seluk beluknya, terus berkembang. Dampak langsungnya,
eksistensi dan penerapan etika dalam dunia bisnis dan profesi, terus
92 | P a g e
berkembang dan semakin meningkat.Dalam dunia bisnis atau profesinal,
etika merupakan prinsip-prinsip moralitas yang mengatur dan menjadi
pedoman bagi para pelaku bisnis atau profesi. Dimulai dari ketika ia
melakukan pemikiran, menciptakan, dan mengambil berbagai keputusan
dalam menjalankan bisnis atau profesinya.
Mengingat begitu pentingnya etika, hampir semua profesi yang ada
saat ini memiliki kode etika profesi yang dituangkan ke dalam bentuk
peraturan tertulis. Tentu saja memiliki sanksi sebagaimana peraturan lainnya
bagi pelaku yang dianggap melanggarnya.
Pengertian Profesi
Profesi berasal dari bahasa latin “Proffesio” yang mempunyai dua pengertian
yaitu janji/ikrar dan pekerjaan. Bila artinya dibuat dalam pengertian yang lebih luas
menjadi kegiatan “apa saja” dan “siapa saja” untuk memperoleh nafkah yang
dilakukan dengan suatu keahlian tertentu. Sedangkan dalam arti sempit profesi
berarti kegiatan yang dijalankan berdasarkan keahlian tertentu sekaligus dituntut
daripadanya pelaksanaan norma-norma sosial dengan baik. Profesi merupakan
kelompok lapangan kerja yang khusus melaksanakan kegiatan yang memerlukan
keterampilan dan keahlian tinggi guna memenuhi kebutuhan yang rumit dari
manusia, di dalamnya pemakaian dengan cara yang benar akan keterampilan dan
keahlian tinggi, hanya dapat dicapai dengan dimilikinya penguasaan pengetahuan
dengan ruang lingkup yang luas, mencakup sifat manusia, kecenderungan sejarah
dan lingkungan hidupnya serta adanya disiplin etika yang dikembangkan dan
diterapkan oleh kelompok anggota yang menyandang profesi tersebut.
Profesi merupakan bagian dari pekerjaan, namun tidak setiap pekerjaan
adalah profesi. Seorang petugas staf administrasi biasa berasal dari berbagai latar
ilmu, namun tidak demikian halnya dengan Akuntan, Pengacara, Dokter yang
membutuhkan pendidikan khusus.
Profesi merupakan suatu pekerjaan yang mengandalkan keterampilan dan
keahlian khusus yang tidak didapatkan pada pekerjaan-pekerjaan sebelumnya.
Profesi merupakan suatu pekerjaan yang menuntut pengemban profesi tersebut
untuk terus memperbaharui keterampilannya sesuai perkembangan teknologi.
93 | P a g e
Secara populer sedikitnya ada dua pengertian yang diberikan pada istilah
profesi. Pertama, pekerjaan yang ditekuni dan menjadi tumupuan hidup. Kedua, lebih
dari sekedar pekerjaan, profesi adalah bidang pekerjaaan yang dialnadasi oleh
pendidikan keahlian tertentu. Selain itu, profesi sering dibedakan ke dalam dua jenis,
yaitu profesi baisa dan profesi luhur. Istilah profesi dalam bab ini, sebagaimana
dapat kita pahami nanti, selain mengandung arti pekerjaan sebagai panggilan dan
tumpuan hidup dan standar yang tinggi, juga berarti pekerjaan yang bercirikan
keluhuran dan komitmen moral yang tinggi. Tegasnya, profesi memnag suatu
pekerjaan, tetapi berbeda dengan pekerjaan pada umumnya. Suatu profesi dibangun
dengan landasan yang bermoral karena seorang profesional memang dituntut untuk
menghasilkan kinerja berstandar kualitas tinggi dan mengutamakan kepentingan
publik. Karena nilai-nilai moral ini, maka menyatakan “pencopet” adalah profesi
tentulah tidak tepat; seorang pencopet, kerenanya, bukanlah seorang profesional,
tetapi seorang penjahat yang pada dasarnya anti moral atau immoral.
Ciri-Ciri dan Syarat Profesi.
Ciri-ciri suatu profesi diantaranya adalah:
a. Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini
dimiliki berkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun-tahun.
b. Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya setiap
pelaku profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi.
c.
Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi harus
meletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat.
d. Izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu berkaitan
dengan
kepentingan
keselamatan,
masyarakat,
keamanan,
dimana
kelangsungan
hidup
nilai-nilai
dan
kemanusiaan
sebagainya,
maka
berupa
untuk
menjalankan suatu profesi harus terlebih dahulu ada izin khusus.
e. Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi.
Syarat Suatu Profesi
1) Melibatkan kegiatan intelektual.
2) Menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
3) Memerlukan persiapan profesional yang alam dan bukan sekedar latihan.
4) Memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan.
5) Menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen.
94 | P a g e
6) Mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.
7) Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
8) Menentukan standarnya sendiri, dalam hal ini adalah kode etik.
Pengertian Etika Profesi.
Istilah profesi telah dimengerti oleh banyak orang bahwa suatu hal yang
berkaitandengan bidang tertentu atau jenis pekerjaan (occupation) yang sangat
dipengaruhioleh pendidikan dan keahlian, sehingga banyak orang yang bekerja
tetapi belumtentu dikatakan memiliki profesi yang sesuai. Tetapi dengan keahlian
saja yangdiperoleh dari pendidikan kejuruan, juga belum cukup untuk menyatakan
suatupekerjaan dapat disebut profesi. Tetapi perlu penguasaan teori sistematis
yangmendasari
praktek
pelaksaan,
dan
penguasaan
teknik
intelektual
yang
merupakanhubungan antara teori dan penerapan dalam praktek. Adapun hal yang
perludiperhatikan oleh para pelaksana profesi.
Berkaitan dengan bidang pekerjaan yang telah dilakukan seseorang
sangatlahperlu
untuk
menjaga
profesi
dikalangan
masyarakat
atau
terhadap
konsumen(klien atau objek). Dengan kata lain orientasi utama profesi adalah
untukkepentingan masyarakat dengan menggunakan keahlian yang dimiliki. Akan
tetapitanpa disertai suatu kesadaran diri yang tinggi, profesi dapat dengan
mudahnyadisalahgunakan oleh seseorang seperti pada penyalahgunaan profesi
seseorangdibidang komputer misalnya pada kasus kejahatan komputer yang
berhasilmengcopy program komersial untuk diperjualbelikan lagi tanpa ijin dari
hakpencipta atas program yang dikomesikan itu.Sehingga perlu pemahaman
atasetika profesi dengan memahami kode etik profesi.Menurut Keiser dalam
(Suhrawardi Lubis, 1994: 6-7), etika profesi adalah sikap hidup berupa keadilan
untuk memberikan pelayanan profesional terhadap masyarakat dengan ketertiban
penuh dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas berupa
kewajiban terhadap masyarakat.
Profesional (seorang profesional) adalah orang yang menjalani suatu profesi,
dan karenanya, mempunyai tanggung jawab yang tinggi untuk berkarya dengan
standar kualitas tinggi dilandasi dengan kmitmen moral yang tinggi pula. Mengingat
makna profesi dan profesional itu, maka etika profesi merupakan unsur atau dimensi
yang tak terpisahkan dari setiap profesi. Etika profesi atau etika profesional
merupakan unsur sangat penting dalam kehidupan komunitas profesi. Etika profesi
95 | P a g e
merupakan pembeda utama antara para profesional dengan orang-orang yang
sekedar ahli di bidang yang mereka pilih untuk ditekuni ( pekerjaan). Dengan
berpedoman pada nilai-nilai etis, yang antara lain digariskan dalam kode etik profesi,
para profesional meraih dan memiliki reputasi yang tinggi, dan karena itu jasa
mereka sangat dibutuhkan dan dihargai oleh masyarakat. Etika profesi merupakan
jantung harapan publik dalam kaitannya dengan tingkat kepercayaan dalam
pekerjaan yang dikategorikan dengan sebutan profesional. Masyarakat menghargai
profesi yang memegang teguh standar etika yang tinggi dan akan memandang
rendah profesi itu jika kepercayaan yang mereka berikan dikhianati.
Etika profesi atau etika profesional merupakan suatu bidang etika (sosial)
terapan. Etika profesi berkaitan dengan kewajiban etis mereka yang menduduki
posisi yang disebut profesional. Etika profesi berfungsi sebagai panduan bagi para
profesional dalam menjalani mereka memberikan dan mempertahankan jasa kepada
masyarakta yang berstandar tinggi. Sebagai bidang etika terapan, etika profesi pada
dasarnya berkaitan dengan penerapan standar moral atau prinsip-prinsip moral
tertentu yang disepakati untuk dijadikan sebagai nilai-nilai dan panduan bersamaoleh
para anggota profesi. Dengan demikian, dalam kaitannya dengan profesi, etika
meliputi norma-norma yang mentransformasikan nilai-nilai atau cita-cita (luhur) ke
dalam praktik sehari-hari para profesional dalam menjalankan profesi mereka.
Norma-norma ini biasanya dikodifikasikan secara formal ke dalam bentuk kode etik
(code of ethics) atau kode (aturan) perilaku (code of conducts) profesi yang
bersangkutan.
Etika profesi biasanya dibedakan dari etika kerja
(work ethics atau
occupational ethics) yang mengatur praktik, hak dan kewajiban bagi mereka yang
bekerja di bidang yang tidak disebut profesi (non-profesional) non-propfesional
adalah pegawai atau pekerja biasa dan dianggap dan dianggap kurang memiliki
otonomi dan kekuasaan atau kemampuan profesional. Namun demikian, ada
sejumlah pendapat yang menyatakan bahwa tidak ada alasan moral untuk
mengeluarkan etika kerja dari kajian etika profesional karena keduanya tidak terlalu
berbeda jenisnya kecuali yang menyangkut besarnya bayaran yang diterima dari
pekerjaan mereka. Pertimbangan utamanya adalah bahwa orang pada umumnya
tidak terlampau mengkhawatirkan terjadinya “perampasan” atau “pengambilalihan”
pekerjaan, melainkan mengkhawatirkan terjadinya penyalahgunaan kewenangan,
96 | P a g e
kekuasaan atau keahlian. Misalnya, masyarakat tidak atau kurang mengkhawatirkan
bahwa tukang daging akan mengambil alih pekerjaan penjahit, atau sebaliknya,
penjahit akan mengambil alih pekerjaan mereka hanya demi kepentingan mereka
sendiri.
Perbedaan antara etika profesi dan etika kerja lazimnya dilakukan mengingat
aktivitas pra profesional seperti dokter, pengacara, dan akuntan, adalah berbeda
dengan pekerja lain pada umumnya. Para profesional memiliki karakteristik khusus
dari segi pendidikan atau pelatihan, pengetahuan, pengalaman, dan hubungan
dengan klien, yang membedakannya dari pekerja non-profesional. Tuntutak akan
standar profesionalisme dan etika untuk para profesionaladalah jauh lebih tinggi
dibandingkan
terhadap
nonprofesional.
Namun
demikian
tetap
perlu
diingat,
meskipun etika profesi dibedakan dari etika kerja, kerangka dan prinsip-prinsip yang
dicakup etika profesi tetap dapat diberlakukan sebagai etika kerja. Ini terutama
karena etika profesi mencakup prinsip-prinsip umum etika yang, sebagaimana
prinsip-prinsip itu diberlakukan pada kehidupan profesi, dapat diterapkan pada
bidnag pekerjaan atau kehidupan yang lain.
Kode Etik Profesi
Kode; yaitu tanda-tanda atau simbol-simbol yang berupa kata-kata, tulisan
atau benda yang disepakati untuk maksud-maksud tertentu, misalnya untuk
menjamin suatu berita, keputusan atau suatu kesepakatan suatu organisasi. Kode juga
dapat berarti kumpulan peraturan yang sistematis.
Kode etik ; yaitu norma atau azas yang diterima oleh suatu kelompok tertentu
sebagai landasan tingkah laku sehari-hari di masyarakat maupun di tempat kerja.
Menurut UU no. 8 (pokok-pokok kepegawaian), Kode etik profesiadalah pedoman
sikap, tingkah laku dan perbuatan dalammelaksanakan tugas dan dalam kehidupan
sehari-hari.
Kode etik profesi merupakan sarana untuk membantu para pelaksana
seseorang sebagai seseorang yang professional supaya tidak dapat merusak etika
profesi. Ada tiga hal pokok yang merupakan fungsi dari kode etik profesi :
a. Kode etik profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang
prinsip profesionalitas yang digariskan. Maksudnya bahwa dengan kode etik profesi,
pelaksana profesi mampu mengetahui suatu hal yang boleh dia lakukan dan yang
tidak boleh dilakukan.
97 | P a g e
b. Kode etik profesi merupakan sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi
yang bersangkutan. Maksudnya bahwa etika profesi dapat memberikan suatu
pengetahuan kepada masyarakat agar juga dapat memahami arti pentingnya suatu
profesi, sehingga memungkinkan pengontrolan terhadap para pelaksana di lapangan
keja (kalangan sosial).
c.
Kode etik profesi mencegah campur tangan pihak diluar organisasi profesi
tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Arti tersebut dapat dijelaskan
bahwa para pelaksana profesi pada suatu instansi atau perusahaan yang lain tidak
boleh mencampuri pelaksanaan profesi di lain instansi atau perusahaan.
Kode etik profesi sebetulnya tidak merupakan hal yang baru. Sudah lama
diusahakan untuk mengatur tingkah laku moral suatu kelompok khusus dalam
masyarakat melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang diharapkan akan dipegang
teguh oleh seluruh kelompok itu. Salah satu contoh tertua adalah ; SUMPAH
HIPOKRATES, yang dipandang sebagai kode etik pertama untuk profesi dokter.
Kode etik bisa dilihat sebagai produk dari etika terapan, seban dihasilkan
berkat penerapan pemikiran etis atas suatu wilayah tertentu, yaitu profesi.Tetapi
setelah kode etik ada, pemikiran etis tidak berhenti.Kode etik tidak menggantikan
pemikiran etis, tapi sebaliknya selalu didampingi refleksi etis.Supaya kode etik dapat
berfungsi dengan semestinya, salah satu syarat mutlak adalah bahwa kode etik itu
dibuat oleh profesi sendiri. Kode etik tidak akan efektif kalau di drop begitu saja dari
atas yaitu instansi pemerintah atau instansi-instansi lain; karena tidak akan dijiwai
oleh cita-cita dan nilai-nilai yang hidup dalam kalangan profesi itu sendiri.
Dengan membuat kode etik, profesi sendiri akan menetapkan hitam atas
putih niatnya untuk mewujudkan nilai-nilai moral yang dianggapnya hakiki. Hal ini
tidak akan pernah bisa dipaksakan dari luar. Hanya kode etik yang berisikan nilainilai dan citacita yang diterima oleh profesi itu sendiri yang bis mendarah daging
dengannya dan menjadi tumpuan harapan untuk dilaksanakan untuk dilaksanakan
juga dengan tekun dan konsekuen. Syarat lain yang harus dipenuhi agar kode etik
dapat berhasil dengan baik adalah bahwa pelaksanaannya di awasi terus menerus.
Pada umumnya kode etik akan mengandung sanksi-sanksi yang dikenakan pada
pelanggar kode etik.
Sanksi Pelanggaran KodeEtik :
a. Sanksi moral
98 | P a g e
b. Sanksi dikeluarkan dari organisasi
c.
Kasus-kasus pelanggaran kode etik akan ditindak dan dinilai oleh suatu dewan
kehormatan atau komisi yang dibentuk khusus untuk itu. Karena tujuannya adalah
mencegah terjadinya perilaku yang tidak etis, seringkali kode etik juga berisikan
ketentuan-ketentuan profesional, seperti kewajiban melapor jika ketahuan teman
sejawat melanggar kode etik. Ketentuan itu merupakan akibat logis dari self
regulation yang terwujud dalam kode etik; seperti kode itu berasal dari niat profesi
mengatur dirinya sendiri, demikian juga diharapkan kesediaan profesi untuk
menjalankan kontrol terhadap pelanggar. Namun demikian, dalam praktek seharihari control ini tidak berjalan dengan mulus karena rasa solidaritas tertanam kuat
dalam anggota-anggota
profesi,
seorang
profesional
mudah
merasa
segan
melaporkan teman sejawat yang melakukan pelanggaran. Tetapi dengan perilaku
semacam itu solidaritas antar kolega ditempatkan di atas kode etik profesi dan
dengan demikian maka kode etik profesi itu tidak tercapai, karena tujuan yang
sebenarnya adalah menempatkan etika profesi di atas pertimbangan-pertimbangan
lain. Lebih lanjut masing-masing pelaksana profesi harus memahami betul tujuan
kode etik profesi baru kemudian dapat melaksanakannya.
Kode Etik Profesi merupakan bagian dari etika profesi.Kode etik profesi
merupakan lanjutan dari norma-norma yang lebih umum yang telah dibahas dan
dirumuskan dalam etika profesi.Kode etik ini lebih memperjelas, mempertegas dan
merinci norma-norma ke bentuk yang lebih sempurna walaupun sebenarnya
normanorma tersebut sudah tersirat dalam etika profesi. Dengan demikian kode etik
profesi adalah sistem norma atau aturan yang ditulis secara jelas dan tegas serta
terperinci tentang apa yang baik dan tidak baik, apa yang benar dan apa yang
salah dan perbuatan apa yang dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh seorang
professional. Adapun fungsi dari kode etik profesi adalah :
a. Memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas
yang digariskan.
b. Sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan.
c.
Mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang hubungan
etika dalam keanggotaan profesi. Etika profesi sangatlah dibutuhkan dalam berbagai
bidang.
99 | P a g e
Tujuan Kode Etika Profesi
Prinsip-prinsip umum yang dirumuskan dalam suatu profesi akan berbeda
satu dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan perbedaan adat, kebiasaan,
kebudayaan, dan peranan tenaga ahli profesi yang didefinisikan dalam suatu negar
tidak sama.
Adapun yang menjadi tujuan pokok dari rumusan etika yang dituangkan
dalam kode etik (Code of conduct) profesi adalah:
a. Standar-standar etika menjelaskan dan menetapkan tanggung jawab terhadap
klien, institusi, dan masyarakat pada umumnya
b. Standar-standar etika membantu tenaga ahli profesi dalam menentukan apa
yang harus mereka perbuat kalau mereka menghadapi dilema-dilema etika dalam
pekerjaan
c.
Standar-standar etika membiarkan profesi menjaga reputasi atau nama dan
fungsi-fungsi profesi dalam masyarakat melawan kelakuan-kelakuan yang jahat dari
anggota-anggota tertentu
d. Standar-standar etika mencerminkan
/ membayangkan pengharapan moral-
moral dari komunitas, dengan demikian standar-standar etika menjamin bahwa para
anggota profesi akan menaati kitab UU etika (kode etik) profesi dalam pelayanannya
e. Standar-standar etika merupakan dasar untuk menjaga kelakuan dan integritas atau
kejujuran dari tenaga ahli profesi
f.
Perlu diketahui bahwa kode etik profesi adalah tidak sama dengan hukum (atau
undang-undang). Seorang ahli profesi yang melanggar kode etik profesi akan
menerima sangsi atau denda dari induk organisasi profesinya
g. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.
h. Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.
i.
Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
j.
Menentukan baku standarnya sendiri.
B. Urgensi Etika Profesi
Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup
tingkat internasional diperlukan suatu sistem yang mengatur bagaimana seharusnya
manusia bergaul.Sistem pengaturan pergaulan tersebut menjadi saling menghormati
dan dikenal dengan sebutan sopan santun, tata krama, protokoler dan lain-lain.
100 | P a g e
Maksud pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masingmasing yang terlibat agara mereka senang, tenang, tentram, terlindung tanpa
merugikan kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang tengah dijalankan
sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hak
asasi umumnya. Hal itulah yang mendasari tumbuh kembangnya etika di masyarakat
kita.
Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia.
Etika memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui
rangkaian tindakan sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk mengambil
sikap dan bertindaksecara tepat dalam menjalani hidup ini. Etika pada akhirnya
membantu kita untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu kita
lakukan dan yang perlu kita pahami bersama bahwa etika ini dapat diterapkan dalam
segala aspek atau sisi kehidupan kita .Begitu juga dengan etika profesi yang
keberadaannya sangat diperlukan bagi kalangan professional.
Kode etik profesi merupakan produk etika terapan karena dihasilkan
berdasarkan penerapan pemikiran etis atas suatu profesi.Kode etik profesi dapat
berubah dan diubah seiring perkembangan zaman.Kode etik profesi merupakan
pengaturan diri profesi yang bersangkutan, dan ini perwujudan nilai moral yang
hakiki, yang tidak dipaksakan dari luar.
Kode etik profesi hanya berlaku efektif apabila dijiwai oleh cita-cita dan nilainilai
yang hidup dalam lingkungan profesi itu sendiri.Setiap kode etik profesi selalu dibuat
tertulis yang tersusun secara rapi, lengkap, tanpa catatan, dalam bahasa yang baik,
sehingga
menarik
perhatian
dan
menyenangkan
pembacanya.Semua
yang
tergambar adalah perilaku yang baik-baik.Bukan algoritma sederhana yang dapat
menghasilkan keputusan etis atau tidak etis Kadang-kadang bagian-bagian dari kode
etik dapat terasa saling bertentangan ataupun dengan kode etik lain.Kita harus
menggunakan keputusan yang etis untuk bertindak sesuai dengan semangat kode etik
profesi.Kode etik yang baik menggariskan dengan jelas prinsip-prinsip mendasar yang
butuh pemikiran, bukan kepatuhan membuta.
Selanjutnya, karena kelompok profesional merupakan kelompok yang
berkeahlian dan berkemahiran yang diperoleh melalui proses pendidikan dan
pelatihan yang berkualitas dan berstandar tinggi yang dalam menerapkan semua
keahlian dan kemahirannya yang tinggi itu hanya dapat dikontrol dan dinilai dari
101 | P a g e
dalam oleh rekan sejawat, sesama profesi sendiri. Kehadiran organisasi profesi
dengan perangkat “built-in mechanism” berupa kode etik profesi dalam hal ini jelas
akan diperlukan untuk menjaga martabat serta kehormatan profesi, dan di sisi lain
melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun penyalah-gunaan
keahlian (Wignjosoebroto, 1999).
Oleh karena itu dapatlah disimpulkan bahwa sebuah profesi hanya dapat
memperoleh kepercayaan dari masyarakat, bilamana dalam diri para elit profesional
tersebut ada kesadaran kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka
ingin memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukannya.
Tanpa etika profesi, apa yang semua dikenal sebagai sebuah profesi yang terhormat
akan segera jatuh terdegradasi menjadi sebuah pekerjaan pencarian nafkah biasa
(okupasi) yang sedikitpun tidak diwarnai dengan nilai-nilai idealisme dan
ujungujungnya akan berakhir dengan tidak-adanya lagi respek maupun kepercayaan
yang pantas diberikan kepada para elite profesional ini.
C. Prinsip dan Peranan Etika Profesi
1. Prinsip-Prinsip Etika Profesi.
Terdapat beberapa prinsip yang melekat dengan etika profesi diantaranya
adalah sebagai berikut:
a. Tanggung jawab.
Tanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya
dan tangggung jawab terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain
atau masyarakat pada umumnya.
b. Keadilan.
Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa yang
menjadi haknya.
c.
Otonomi.
Prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki dan di beri
kebebasan dalam menjalankan profesinya, tetapi dibatasi tanggungjawab dan
komitmen profesional dan tidak mengganggu kepentingan umum.
d. Prinsip integritas moral yang tinggi.
Komitmen pribadi menjaga keluhuran profesi.
Peranan Etika Dalam Profesi.
102 | P a g e
a. Nilai-nilai etika itu tidak hanya milik satu atau dua orang, atau segolongan orang
saja, tetapi milik setiap kelompok masyarakat, bahkan kelompok yang paling kecil
yaitu keluarga sampai pada suatu bangsa. Dengan nilai-nilai etika tersebut, suatu
kelompok diharapkan akan mempunyai tata nilai untuk mengatur kehidupan
bersama.
b. Salah satu golongan masyarakat yang mempunyai nilai-nilai yang menjadi
landasan dalam pergaulan baik dengan kelompok atau masyarakat umumnya
maupun dengan sesama anggotanya, yaitu masyarakat profesional. Golongan ini
sering menjadi pusat perhatian karena adanya tata nilai yang mengatur dan tertuang
secara tertulis (yaitu kode etik profesi) dan diharapkan menjadi pegangan para
anggotanya.
c.
Sorotan masyarakat menjadi semakin tajam manakala perilaku-perilaku sebagian
para anggota profesi yang tidak didasarkan pada nilai-nilai pergaulan yang telah
disepakati bersama (tertuang dalam kode etik profesi), sehingga terjadi kemerosotan
etik pada masyarakat profesi tersebut. Sebagai contohnya adalah pada profesi
hukum dikenal adanya mafia peradilan, demikian juga pada profesi dokter dengan
pendirian klinik super spesialis di daerah mewah, sehingga masyarakat miskin tidak
mungkin menjamahnya.
Prinsip etika akuntasi terhadap “Kepentingan Publik.”
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka
pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan
komitmen atas profesionalisme.
Satu ciri utama dari suatu profesi adalah
penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peran yang
penting di masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien,
pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan
keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan
dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini
menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan
publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani
anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah
laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi
masyarakat dan negara. Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat
pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi
103 | P a g e
tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat
prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati
kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota
harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai
profesionalisme yang tinggi. Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan
publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan
integritas setinggi mungkin.
Penyebab Pelanggaran Kode Etik Profesi.
a. Pengaruh sifat kekeluargaan
Misalnya Seorang dosen yang memberikan nilai tinggi kepada seorang mahasiswa
dikarenakan mahasiswa tersebut keponakan dosen tersebut.
b. Pengaruh jabatan
Misalnya seorang yang ingin masuk ke akademi kepolisian , dia harus membayar
puluhan juta rupiah kepada ketua polisi di daeranhya , kapolsek tersebut menyalah
gunakan jabatannya.
c.
Pengaruh
menyebabkan
masih
lemahnya
penegakan
pelaku pelanggaran
kode
hukum
etik
di
profesi
Indonesia,
tidak
sehingga
merasa khawatir
melakukan pelanggaran.
d. Tidak berjalannya kontrol dan pengawasan dari masyarakat
e. Organisasi
profesi
tidak
dilengkapi
denga
sarana
dan
mekanisme
bagi
masyarakat untuk menyampaikan keluhan
f.
Rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai substansi kode etik profesi,
karena buruknya pelayanan sosialisasi dari pihak profesi sendiri
g. Belum terbentuknya kultur dan kesadaran dari para pengemban profesi untuk
menjaga martabat luhur profesinya
h. Tidak adanya kesadaran etis da moralitas diantara para pengemban profesi
untuk menjaga martabat luhur profesinya
Sistem Penilaian Etika
Titik berat penilaian etika sebagai suatu ilmu, adalah pada perbuatan baik
atau jahat, susila atau tidak susila.Perbuatan atau kelakuan seseorang yang telah
menjadi sifat baginya atau telah mendarah daging, itulah yang disebut akhlak atau
budi pekerti.Budi tumbuhnya dalam jiwa, bila telah dilahirkan dalam bentuk
perbuatan namanya pekerti. Jadi suatu budi pekerti, pangkal penilaiannya adalah
104 | P a g e
dari dalam jiwa; dari semasih berupa angan-angan, cita-cita, niat hati, sampai ia lahir
keluar berupa perbuatan nyata.
Burhanuddin Salam, Drs. menjelaskan bahwa sesuatu perbuatan di nilai pada
3 (tiga) tingkat :
a. Tingkat pertama, semasih belum lahir menjadi perbuatan, jadi masih berupa
rencana dalam hati, niat.
b. Tingkat kedua, setelah lahir menjadi perbuatan nyata, yaitu pekerti.
c. Tingkat ketiga, akibat atau hasil perbuatan tersebut, yaitu baik atau buruk.
Berdasarkan sistematika di atas, kita bisa melihat bahwa Etika Profesi
merupakan bidang etika khusus atau terapan yang merupakan produk dari etika
sosial.
Kata hati atau niat biasa juga disebut karsa atau kehendak, kemauan, wil.
Dan isi dari karsa inilah yang akan direalisasikan oleh perbuatan. Dalam hal
merealisasikan ini ada (4 empat) variabel yang terjadi :
a. Tujuan baik, tetapi cara untuk mencapainya yang tidak baik.
b. Tujuannya yang tidak baik, cara mencapainya kelihatannya baik.
c. Tujuannya tidak baik, dan cara mencapainya juga tidak baik.
d. Tujuannya baik, dan cara mencapainya juga terlihat baik.
D. Isu-Isu Seputar Etika Profesi
1. Mal praktik dalam Birokrasi Pelayanan Publik.
Mal-praktik telah menjadi isu yang sering didengar di Indonesia, seperti
dalam buku Kusmanadji (2004,16-1) mal-praktik dalam birokrasi atau maladministrasi pada dasarnya adalah praktik administrasi yang menyimpang dari etika
administrasi dan sekaligus menggagalkan pencapaian tujuan organisasi.Dalam
konteks pelayanan publik atau birokrasi, mal administrasi adalah masalah etika
karena menyimpang atau bahkan melanggar nilai-nilai atau prinsip-prinsip etika yang
seharusnya dijunjung tinggi. Penyimpangan etika ini dapat mengambil banyak bentuk
antra lain, ketidakjujuran, perilaku tercela, pengabaian atau pelanggaran hukum,
favoritisme,
perlakuan
tidak
adil,
pemborosan
dan
penggelapan
dana,
menutupnutupi kesalahan, dan kegagalan dalam berinisiatif.
Ketidakjujuran
banyak
terjadi
dalam
lilngkungan
birokrasi
contohnya
pelayanan yang dibuat menjadi lebih cepat dari biasanya karena telahmenerima
“imbalan”. Perbuatan tercela yang dilakukan oleh aparatur negara mungkin tidak
105 | P a g e
melanggar hukum tapi menurut standar etika perbuatan tersebut tidak patut
contohnya mendahulukan pejabat daripada orang biasa padahal orang tersebut
mengantre lebih dahulu. Pengabaian atau pelanggaran hukum mudah dijumpai di
lingkungan birokrasi. Banyak pegawai yang mengetahui bahwa barang-barang dinas
tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi namun mereka dengan sengaja
menggunakan barang tersebut, misalnya kendaraan dinas untuk keperluan keluarga
tanpa melalui proses perijinan yang ditetapkan.
Favoritisme lazimnya berkaitan dengan ketidakobjektifan aparatur pemerintah
dalam menafsirkan hukum atau peraturan.Dalam hal ini, aparatur pemerintah dalam
menafsirkan hukum atau peraturan.Dalam hal ini, aparatur tersebut tetap mengikuti
ketentuan hukum yang berlaku, tetapi hukum yang berlaku, tetapi hukum tersebut
ditafsirkan sesuai dengan kepentingannya sendiri atu demi keuntungan pribadi.
Perlakuan tidak adil acap terjadi baik terhadap pegawai ,maupun terhadap warga
masyarakat yang menjadi pelanggan. Sebagi contoh, seorang atasan dalam suatu
instansi, karena merasa senang dengan seseorang dibawahnya atasan tersebut
memperlakukan bawahannya secara berbeda dibandingkan dengan bawahan
lainnya termasuk misalnya dalan hal pengusulan untuk promosi.Pemborosan dan
inefisiensi juga sering terjadi di birokrasi.Banyak terjadi bahwa harga barang atau
jasa yang dibeli jauh lebih tinggi daripada harga wajarnya.Dalam banyak hal,
pemborosan atau inefisiensi sejenis ini bersangkut paut dengan penggelembungan
harga (mark-up).Selain itu, tidak sulit menemukan pegawai yang menggunakan
barang-barang atau sarana lebih banyak dari yang diperlukan.Ini umumnya terjadi
karena kurang atau tiadanya rasa memiliki dan tanggung jawab sebagaimana
diharapkan oleh masyarakat yang memberikan kepercayaan kepada mereka untuk
mengelola sumberdaya publik untuk kepentingan publik sebesar-besarnya.
Bentuk lain mal-administrasi adalah kegagalan menunjukkan inisiatif, seperti
ketidakberanian mengambil tindakan yang diperlukan padahal memiliki kewenangan
untuk itu, ketidakmampuan memberikan usulan-usulan yang berguna. Banyak
pejabat yang tidak berani mengambil keputusan dengan alasan menunggu adanya
petunjuk pelaksana atau petujuk kriteria.
Korupsi.
Korupsi merupakan isu etika yang banyak disoroti oleh penjuru dunia. Dalam
bukunya Kusmanadji (2004,16-3) walaupun korupsi sering terjadi di hampir semua
106 | P a g e
negara, namun di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, korupsi sangat
merajalela bahkan ditengarai telah menjadi budaya.Secara ekonomi dan politik,
korupsi ini dinilai memiliki dampak luar biasa karena menghambat pertumbuhan atau
kemajuan ekonomi dan demokrasi megara yang bersangkutan.Oleh sebab itu, pada
saat ini gerakan memberantas korupsi bergaung dimana-mana, dan Indonesia
sendiri
sebenarnya
telah
membangun
kerangka
atau
system
hukum
dan
kelembagaan untuk memberantas korupsi, walaupun banyak pihak yang masih
skeptic.Terakhir, lembaga independen anti korupsi, yakni Komisi Pemberantas
Korupsi (KPK) telah dibentuk dan telah memulai menjalankan tugasnya.
Korupsi sebenarnya bukan monopoli pegawai negeri atau pejabat publik,
namun tindak korupsi ini lebih menonjol dikaitkan dengan jabatan negeri atau publik
(negara)
Mengingat dampak buruknya
yang
dipandang
luar
biasa terhadap
kehidupan social dan ekonomi suatu negara, masalah korupsi ini telah dikategorikan
sebagai tindak pidana sehingga menjadi permasalahan hukum. Pada saat ini diakui
bahwa pola korupsi adalah sangat beragam dari satu negara ke negara lain. Namun
dari sudut pandang etika, korupsi dalam konteks birokrasi atau administrasi
publikkorupsi dapat didefinisikan sebagai penggunaan jabatan, posisi, fasilitas atau
sumberdaya publik untuk kepentingan atau kepentingan pribadi.Jadi, korupsi pada
dasarnya merupakan pelanggaran, jika bukan pengkhianatan, terhadap kepercayaan
publik yang diberikan kepada pegawai atau pejabat publik. Dengan perkataan lain,
pejabat publik yang telah diserahi kepercayaan untuk mengelola sumberdaya publik
dan seharusnya memberikan jaminan bahwa mereka bekerja demi kepentingan
publik yang ternyata membelokkannya demi kepentingan diri sendiri. Keuntungan
atau kepentingan pribadi tersebut tidak terbatas pada kepentingan tau keuntungan
keuangan (finansial), tetapi meliputi juga semua jenis manfaat sekalipun tidak secara
langsung berkaitan dengan diri pegawai/pejabat yang bersangkutan.
Dengan definisi yang luas tersebut, maka sebenarnya banyak sekali tindakan
atau keputusan pegawai negeri/pejabat publik yang dapat dikategorikan sebagai
korupsi.
Perbuatan-perbuatan
seperti
pembelian
atau
pembayaran
fiktif
dan
penggelembbungan harga, penerimaan suap atau uang pelican, pemungutan liar
(tidak sah), mangkir kerja, dan penerimaab hadiah atau sumbangan dapat
dikategorikan sebagai korupsi, karena perbuatan-perbuatan tersebut berkaitan erat
dengan kewenangan atau kedudukan/jabatan pelaku yang bersangkutan dan
107 | P a g e
keuntungan atau kepentingan pegawai/pejabat (termasuk keluarga dan kawan).
Perbuatan-perbuatan ini melanggar sumpah dan janji pegawai negeri dan sekaligus
melanggar prinsip-prinsip etika seperti kejujuran, keadilan, objektivitas, dan legalitas.
Dari sudut pandang hukum dalam UU tentang Tindak Pidana Korupsi (UU
No. 3/1971 yang diubah dengan UU NO. 31/1999), korupsi merupakan tindak pidana
yang diartikan sebagai perbuatan melawan hukum, memperkaya diri sendiri, orang
lain atau korporasi, yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara (Pasal
2). Jadi, secara hukum suatu tindakan dapat dikategorikan sebagai korupsi jika
memenuhi tiga kondisi :
a. Melawan hukum
b. Menguntungkan diri sendiri
c. Merugikan negara atau perekonomian negara
Selain itu, sesuai dalam pasal
3 termasuk sebagai korupsi adalah
penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada karena jabatan
atau kedudukan yang dimaksudkan untuk menguntungkan diri sendiri, orang lain
atau
korporasi,
dan perbautan
tersebut
merugikan
keuangan negara
atau
perekonomian negara. Definisi menurut hukum ini lebih spesifik dibandingkan
dengan definisi menurut etika, yaitu dengan memasukkan kriteria memperkaya diri
sendiri dan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Kriteria ini
dalam kasus-kasus tertentu banyak digunakan oleh koruptor untuk mengelak dari
kejahatan.
Dengan kriteria tersebut, seorang pegawai bisa mengatakan bahwa ia tidak
melakukan korupsi ketika menggunakan mobil dinas untuk perjalanan dalam rangka
urusan pribadi/keluarga, menggunakan telepon kantor untuk urusan keluarga, karena
perbuatan-perbuatan tersebut tidak memperkaya dirinya atau tidak mengganggu
perekonomian negara. Demikian pula, menggunakan waktu kerja untuk jalan-jalan di
mall, datang terlambat di kantor, dan sejenisnya bukan korupsi melainkan perbuatan
yang wajar-wajar saja. Ditinjau dari prinsip etika utilitarian, boleh jadi konsekuensi
(kerugian) dari perbuatan-perbuatan tersebut tidak signifikan dalam jangka pendek,
tetapi dalam jangka panjang jika terus-menerus terjadi (perbuatan yang
bersangkutan
menjadi
kebiasaan)
konsekuensi
buruk
tersebut
akan
sangat
mempengaruhi kinerja instansi yang bersangkutan. Sementara itu dari sudut
pandang etika kewajiban, jelas bahwa perbuatan-perbuatan tersebut tidak sesuai
108 | P a g e
dengan nilai-nilai (etika) yang seharusnya dipatuhi dan dijunjung tinggi, seperti
loyalitas, tanggung jawab, efisiensi, dan kejujuran.Dalam perdebatan mengenai
korupsi dan perumusan strategi pencegahan dan pemberantasannya, diakui bahwa
korupsi ini bukan penyakit musiman atau bersifat sementara, tetapi dampak
buruknya dapat dirasakan di mana-mana.Dengan makin intensif dan berkembangnya
interaksi sector swasta dengan sektor publik, berbagai bentuk korupsi ditengarai
tumbuh subur.
Korupsi sering disandingkan dengan kolusi dan nepotisme sehingga terkenal
dengan istilah korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Kolusi seperti halnya definisi
yang digunakan dalam UU No. 28/1999 tentang Penyelenggaraan negara yang
Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi ,dam Mepotsme mengacu kepada
permufakatan atau kerjasama
(secara melawan hukum) dengan sesama
pegawai/pejabat publik atau dengan pihak lain yang merugikan orang lain,
masayrakat dan atau negara. Sementara itu nepotisme adalh setipa perbuatan oleh
pegawai/pejabat publik (secara melawan hukum) yang menguntungkan kepentingan
keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan
negara.Dlam konteks birokrasi publik, kolusi dan nepotisme merupakan dua bentuk
pelanggaran etika pelayanan publik, dan sebenarnya keduanya dipandang sebagai
bentuk-bentuk dari tindak korupsi itu sendiri atau sebagai bagain dari tindak korupsi.
Benturan Kepentingan
Isu etika penting lainnya yang bersangkut paut dengan birokrasi dan pelaku
pelayanan publik adalah benturan kepentingan (conflict of interest). Sesuai dengan
buku Kusmanadji (2004,16-6) benturan kepentingan ini tidak harus berarti korupsi,
tetapi sangat membahayakan karena merupakan pintu menuju korupsi.
Secara historis, pendefinisian benturan kepentingan dalam konteks birokrasi
publik merupakan subjek beragam pendekatan.Ketika pejabat publik memiliki
kepentingan yang sah yang timbul di luar kapasitas mereka sebagai warga negara
biasa (pribadi), benturan kepentingan tidak dapat dihindarkan atau dihalangi,
sehingga perlu didefinisikan, diidentifikasi dan dikelola.
Secara sederhana dan pragmatis, benturan kepentingan berkaitan dengan
bentuan antara tugas publik dan kepntingan pribadi pegawai/pejabat publik, yang
dalam hal ini kepentingan pribadi tersebut dapat mempengaruhi secara tidak
109 | P a g e
menguntungkan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab publik pegawai/pejabat
yang bersangkutan, benturan ini termasuk dalam benturan kepentingan aktual.
Benturan kepentingan yang tampak dapat dikatakan ada apabila tampak
bahwa
kepentingan
menguntungkan
pribadi
seorang
mempengaruhi
pejabat
pelaksanaan
publik
dapat
tugas-tugasnya
secara
tetapi
tidak
dalam
kenyataannya tidak terjadi.Sementara itu benturan kepentingan potensial timbul
apabila pejabat publik amemiliki kepentingan pribadi yang dapat menimbulkam
benturan jika di kemudian hari terlibat dalam pelaksanaan tanggung jawab publik
tertentu.Apabila
suatu
kepentingan
pribadi
dalam
kenyataannya
telah
mengkompromikan (mempengaruhi secara negatif) pelaksanaan tugas atau kinerja
pejabat publik, maka situasi khusus ini lebih baik dianggap sebagai perilaku
menyimpan, atau penyalahgunaan wewenang atau bahkan suatu tindak korupsi
bukan benturan kepentingan.
Seperti halnya pada definisi korupsi, pada definisi benturan kepentingan ini,
pengertian “kepentingan pribadi” tidak dibatasi hanya pada kepentingan keuangan,
atau kepentingan yang menyebabkan manfaat langsung bagi pejabat publik yang
bersangkutan. Suatu benturan kepentingan dapat melibatkan aktivitas pribadi,
hubungan pribadi,, dan kepentingan keluarga yang sah sekalipun, jika kepentingankepentingan tersebut dapat secara layak dianggap akan mempengaruhi secara
negatif kinerja pejabat publik yang bersangkutan. Jadi kepentingan pribadi apa pun,
yang berpotensi untuk mempengaruhi secara negative kinerja pejabat publik yang
bersangkutan adalah relevan untuk mendefinisikan benturan kepentingan ini.
Benturan kepentingan ini perlu mendapatkan perhatian, perlu dikelola dan
diselesaikan dengan tepat. Tanpa pengelolaan yang tepat benturan kepentingan ini
berpotensi untuk menggerogoti kelangsungan pemerintahan yang demokratis karena
a. Melemahkan
kepatuhan
para
pejabat
publik
teradap
nilai-nilai
legitimasi,
imparsialitas, dan keadilann dalam pengambilan keputusan publik.
b.
Mendistorsi aturan hukum, perumusan dan pelaksanaan kebijakan, mekanisme
pasar, dan alokasi sumberdaya publik.
Fakta-Fakta Pelanggaran Etika Profesi.
a. BFA
110 | P a g e
Skandal Baptist Foundation of Arizona (BFA) menjadi kebangkrutan terbesar
perusahaan amal nirlaba dalam sejarah AS, dimana Andersen bertindak sebagai
auditornya. Mereka dianggap menipu investor sebesar $570 juta.
BFA didirikan untuk menghimpun dana dan mengelola gereja di Arizona.
Lembaga ini bekerja seperti bank, membayar bunga deposito yang digunakan
sebagian besar untuk berinvestasi di Arizona real estate. Ini merupakan investasi
yang lebih spekulatif daripada apa yang dilakukan lembaga pembaptis lainnya.
Masalah
dimulai
ketika
pasar
real
estate
mengalami
penurunan,
dan
manajemen dituntut untuk menghasilkan keuntungan. Karenanya, pengurus yayasan
diduga menyembunyikan kerugian dari investor sejak 1986 dengan menjual
beberapa properti dengan harga tinggi kepada entitas-entitas yang telah meminjam
uang dari ayyasan yang tak mungkin membayar properti kecuali kondisi pasar real
estate berbalik. Dalam dokumen pengadilan apa yang disebut dengan “skema Ponzi”
setelah kasus peniupuan yang terkenal, pejabat yayasan diduga mengambil uang
dari investor baru untuk membayar investor yang sudah ada untuk menjaga arus
kas. Sementara itu, pejabat puncak menerima gaji.Skema ini akhirnya terurai,
mengarah
pada
investigasi
kriminal
dan
tuntutan
terhadap
BFA
dan
Andersen.Akhirnya, yayasan mengajukan petisi Bab 11 mengenai perlindungan
kebangkrutan pada tahun 1999.
Gugatan investor terhadap Andersen menuduh perusahaan ini melakukan
pemalsuan dan menyesatkan laporan keuangan BFA.Dala sebuah pernyataannya di
tahun 2000, Andersen merespon rasa simpatinya kepada BFA tetapi membela
keakuratan dengan opininya tentang audit.Namun setelah dua tahun penyelidikan,
laporan menunjukkan bahwa Andersen sudah diperingatkan kemungkinan kegiatan
penipuan oleh beberapa karyawan BFA, yang akhirnya perusahaan setuju untuk
membayar $217 juta untuk menyelesaikan gugatan dengan pemegang saham pada
taun 2002.
b. Sunbeam
Masalah Andersen dengan Sunbeam bermula dari kegagalan audit yang
membuat kesalahan serius pada akuntansinya yang akhirnya menghasilkan tuntutan
class action dari investor Sunbeam. Baik dari gugatan hukum dan perintah sipil yang
diajukan SEC menuduh Sunbeam membesar-besarkan penghasilan melaului strategi
penipuan akuntansi, seperti pendapatan “cookie jar”, recording revenue on
111 | P a g e
contingent sales, dan mempercepat penjualan dari periode selanjutnya ke kuartal
masa kini. Perusahaan juga dituduh melakukan hal yang tidak benar melakukan
transaksi “bill-and-hold”, dimana menggembungkan pesanan bulan depan dari
pengiriman sebenarnya dan tagihannya.
Akibatnya, Sunbeam dipaksa meyatakan kembali laporan keuangan selama
enam kuartal.SEC juga menuduh Arthur Andersen.Pada 2001, Sunbeam
mengajukan petisi kepada Pengadilan kepailitan AS Distrik Selatan New York
dengan Bab 11 Judul 11 tentang aturan kebangkrutan. Agustus 2002, pengadilan
memutuskan pembayaran sebesar $141 juta. Andersen setuju membayar $110 juta
untuk menyeleaikan
klaim tanpa mengakui kesalahan dan tanggung jawab.
Sunbeam mengalami kerugian pemegang saham sebesar $4,4 miliar dan kehilangan
ribuan karyawannya. Sunbeam terbebas dari kebangkrutan.
c. Waste Management
Andersen
juga terlibat dalam pengadilan atas data
akuntansi
yang
dipertanyakan mengenai pendapatan yang berlebih sebesar $1,4 miliar dari Waste
Management. Gugatan diajukan oleh SEC atas penipuan laporan keuangan selama
lebih dari lima tahun.
Menurut SEC, Waste Management membayar jasa audit kepada Andersen,
yang menyarankan bahwa bisa memperoleh biaya tambahan melalui “tugas khusus”.
Awalnya Andersen mengidentifikasi praktek-praktek akuntansi yang tidak tepat dan
disajikan
kepada
Waste
Management.Namun
pimpinan
Waste
Management
menolak mengkoreksi. Hal ini dilihat oleh SEC sebagai upaya menutupi penipuan
masa lalu untuk melakukan penipuan masa depan.
Hasilnya, Andersen harus membayar $220 juta ke pemegang saham Waste
Management dan $7 juta ke SEC. Andersen dipaksa untuk melakukan perjanjian
untuk tidak melakukan laporan palsu di masa mendatang atau izin usahanya akan
dicabut - suatu persetujuan yang kemudian memutuskan hubungannya dengan
Enron.
d. Enron
Bulan Oktober 2001, SEC mengumumkan investigasi akuntansi Enron, salah
satu klien terbesar Andersen. Dengan Enron, Andersen mampu membuat 80 persen
perusahaan minyak dan gas menjadi kliennya. Namun, pada November 2001 harus
mengalami kerugian sebesar $586 juta.Dalam sebulan, Enron bangkrut.
112 | P a g e
Departemen Kehakiman AS memulai melakukan penyelidikan kriminal pada 2002
yang mendorong Andersen dan kliennya runtuh. Perusahaan audit akhirnya
mengakui telah menghancurkan dokumen yang berkaitan dengan audit Enron yang
menghambat putusan.
Atas kasus itu, Nancy Temple, pengacara Andersen meminta perlindungan
Amandemen Kelima yang dengan demikian tidak memiliki saksi.Banyak pihak yang
menamainya sebagai “bujukan koruptif” yang menyesatkan.Dia menginstruksikan
David Duncan, supervisor Andersen dalam pengawasan rekening Enron, untuk
menghapus namanya dari memo yang bisa memberatkannya.
Pada Juni 2005, pengadilan memutuskan Andersen bersalah menghambat
peradilan, menjadikannya perusahaan akuntan pertama yang dipidana.Perusahaan
setuju untuk menghentikan auditing publik pada 31 Agustus 2002, yang pada
prinsipnya mematikan bisnisnya.
e. Perusahaan Telekomunikasi
Sayangnya, tuduhan penipuan tidak berakhir pada kasus Enron. Berita
segera muncul ketika WorldCom, klien terbesar Andersen, memiliki penyimpangan
sebesar $3,9 miliar. Harga sahamnya kemudian jatuh dan investor melayangkan
serangkaian tuntutan hukum yang mengirim WorldCOm ke Pengadilan Kepailitan.
Andersen menyalahkan WorldCom dan berikeras bahwa penyimpangan tidak pernah
diungkapkan kepada auditor dan bahwa ia telah memenuhi standar SEC dalam
auditnya.
WorldCOm
balik
menuduh
Andersen
karena
gagal
menemukan
penyimpangan yang ada.
Selama
kasus
Enron
dan
WorldCOm
berlanjut,
banyak
perusahaanperusahaan lainnya dituduh melakukan penyimpangan akuntansi.
Isu-isu
Seputar
Hukum
dan
Etika
Dalam
Pengauditan
Andersen
yang
Menyimpang.
Kasus tersebut secara kasat mata kasus tersebut terlihat sebuah tindakan
malpraktik jika dilihat dari etika bisnis dan profesi akuntan antara lain:
a. Adanya praktik discrimination of information/unfair discrimination, terlihat dari
tindakan dan perilaku yang tidak sehat dari manajemen yang berperan besar pada
kebangkrutan perusahaan, terjadinya pelanggaran terhadap norma etika corporate
governance dan corporate responsibility oleh manajemen perusahaan, dan perilaku
113 | P a g e
manajemen
perusahaan
merupakan
pelanggaran
besar-besaran
terhadap
kepercayaan yang diberikan kepada perusahaan.
b. Adanya penyesatan informasi. Dalam kasus Enron misalnya, pihak manajemen
Enron maupun Arthur Andersen mengetahui tentang praktek akuntansi dan bisnis
yang tidak sehat.Tetapi demi mempertahankan kepercayaan dari investor dan publik
kedua belah pihak merekayasa laporan keuangan mulai dari tahun 1985 sampai
dengan Enron menjadi hancur berantakan.Bahkan CEO Enron saat menjelang
kebangkrutannya masih tetap melakukan Deception dengan menyebutkan bahwa
Enron secara berkesinambungan memberikan prospek yang sangat baik. Andersen
tidak mau mengungkapkan apa sebenarnya terjadi dengan Enron, bahkan awal
tahun 2001 berdasarkan hasil evaluasi Enron tetap dipertahankan.
c.
Arthur Andersen, merupakan kantor akuntan publik tidak hanya melakukan
manipulasi laporan keuangan, Andersen juga telah melakukan tindakan yang tidak etis,
dalam kasus Enron adalah dengan menghancurkan dokumen-dokumen penting yang
berkaitan dengan kasus Enron. Arthur Andersen memusnahkan dokumen pada periode
sejak kasus Enron mulai mencuat ke permukaan, sampai dengan munculnya panggilan
pengadilan.Walaupun penghancuran dokumen tersebut sesuai kebijakan internal
Andersen, tetapi kasus ini dianggap melanggar hukum dan menyebabkan kredibilitas
Arthur
Andersen
profesionallisme
hancur.
sebagai
Disini
akuntan
Andersen
independen
telah
ingkar
dengan
dari
melakukan
sikap
tindakan
menerbitkan laporan audit yang salah dan meyesatkan.
Bukti Bahwa Budaya Perusahaan Andersen Berkontribusi Terhadap Kejatuhan
Perusahaan
Ada
beberapa
poin
yang
membuktikan
bahwa
budaya
perusahaan
berkontribusi terhadap kejatuhan perusahaan, diantaranya:
a. Pertumbuhan perusahaan dijadikan prioritas utama dan menekankan pada
perekrutran dan mempertahankan klien-klien besar, namun mutu dan independensi
audit dikorbankan.
b. Standar-standar
profesi
akuntansi
dan
integritas
yang
menjadi
contoh
perusahaan-perusahaan lainnya luntur seiring motivasi meraup keuntungan yang
lebih besar.
c.
Perusahaan
terlalu
fokus
terhadap
pertumbuhan,
sehingga
tanpa
sadar
menghasilkan perubahan mendasar dalam budaya perusahaan. Perubahan sikap
114 | P a g e
lebih memprioritaskan mendapatkan bisnis konsultasi yang memiliki pertumbuhan
keuntungan lebih besar lebih tinggi dibanding menyediakan layanan auditing yang
obyektif yang merupakan dasar dari awal mula berdirinya Kantor Akuntan Publik
Arthur Andersen. Pada akhirnya ini menggiring pada kehancuran perusahaan.
d. Andersen
menjadi
membatasi
pengawasan
terhadap
tim
audit
akibat
kurangnya check and balances yang bisa terlihat ketika tim audit telah menyimpang
dari kebijakan semula.
e. Sikap Arthur Andersen yang memusnahkan dokumen pada periode sejak kasus
Enron mulai mencuat ke permukaan, sampai dengan munculnya panggilan
pengadilan. Walaupun penghancuran dokumen tersebut sesuai kebijakan internal
Andersen, tetapi kasus ini dianggap melanggar hokum dan menyebabkan kredibilitas
Arthur Andersen hancur.Akibatnya, banyak klien Andersen yang memutuskan
hubungan dan Arthur Andersen pun ditutup.
Bagaimana UU Sarbanes-Oxiety Bisa meminimalkan Kesalahan Auditor dan
Penyimpangan Akuntansi
Akibat dari rentetan kasus itu, pemerintah AS menerbitkan Sarbanes-Oxley
Act (SOX) untuk melindungi para investor dengan cara meningkatkan akurasi dan
reabilitas
pengungkapan
yang
dilakukan
perusahaan
publik.
Kegagalan
ini
menimbulkan krisis yang serius terhadap kredibilitas akuntansi, pelaporan, dan
proses tata kelola perusahaan sehingga oleh politisi AS diciptakan kerangka kerja
baru terhadap akuntabilitas dan tata kelola perusahaan melalui Sarbanes-Oxley Act
(SOX) untuk memulihkan kepercayaan yang cukup dan untuk menjadikan pasar
modal kembali berfungsi normal.
Undang-Undang Sarbanes-Oxiety bisa menetapkan pedoman dan arah baru
untuk perusahaan dan bisa untuk pertanggungjawaban kepada divisi akuntansi.
Dengan adanya tindakan ini , bisa untuk memerangi penipuan sekuritas dan
akuntansi. Dan untuk menekankan kepada independensi dan kualitas, membatasi
kemampuan perusahaan untuk menyediakan keduanya yaitu non-audit dan jasa
untuk klien yang sama dan memerlukan tinjauan berkala audit perusahaan, agar
hasilnya bisa memuaskan.
Beberapa perubahan yang ditentukan dalam SOX memiliki beberapa tujuan,
diantaranya:
115 | P a g e
a. Untuk
menjamin
independensi
auditor.
Kantor
Akuntan
Publik
dilarang
memberikan jasa non-audit kepada perusahaan yang diaudit.
b. Membutuhkan persetujuan dari audit committee perusahaan sebelum melakukan
audit. Setiap perusahaan memiliki audit committee ini karena definisinya diperluas,
yaitu jika tidak ada, maka seluruh dewan komisaris menjadi audit committee.
c.
Melarang Kantor Akuntan Publik memberikan jasa audit jika audit partnernya
telah memberikan jasa audit tersebut selama lima tahun berturut-turut kepada klien
tersebut.
d. Kantor Akuntan Publik harus segera membuat laporan kepada audit committee
yang menunjukkan kebijakan akuntansi yang penting yang digunakan, alternatif
perlakukan-perlakuan akuntansi yang sesuai standar dan telah dibicarakan dengan
manajemen perusahaan, pemilihannya oleh manajemen dan preferensi auditor.
e. KAP dilarang memberikan jasa audit jika CEO, CFO, chief accounting officer,
controller klien sebelumnya bekerja di KAP tersebut dan mengaudit klien tersebut
setahun sebelumnya.
Berkaitan dengan pemusnahan dokumen, SOX melarang pemusnahan atau
manipulasi dokumen yang dapat menghalangi investigasi pemerintah kepada
perusahaan yang menyatakan bangkrut.
Selain itu, kini CEO dan CFO harus membuat surat pernyataan bahwa
laporan keuangan yang mereka laporkan adalah sesuai dengan peraturan SEC dan
semua informasi yang dilaporkan adalah wajar dan tidak ada kesalahan material.
Sebagai tambahan, menjadi semakin banyak ancaman pidana bagi mereka yang
melakukan pelanggaran ini.
116 | P a g e
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan dari kasus ini banyak terjadi perilaku tidak etis.Perilaku tidak etis
paling paling mengemuka disini adalah adalah adanya manipulasi laporan keuangan
untuk menunjukkan seolah-olah kinerja perusahaan baik. Andersen telah menciderai
kepercayaan dari pihak stock holder untuk memberikan suatu informasi yang adil
mengenai pertanggungjawaban dari pihak agen dalam mengemban amanah.
Faktor
bertentangan
tersebut
adalah
merupakan
dengan
nilai-nilai
keadilan
perilaku
dalam
tidak
agama
etis
yang
sangat
dan
dalam
bisnis
membahayakan.Faktor penyebab kecurangan tersebut diantaranya dilatarbelakangi
oleh sikap tidak etis, tidak jujur, karakter moral yang rendah, dominasi kepercayaan,
dan lemahnya pengendalian. Hal tersebut akan dapat dihindari melalui meningkatkan
moral, akhlak, etika, perilaku, dan lain sebagainya, karena tindakan yang bermoral
akan memberikan implikasi terhadap kepercayaan publik.
Dalam
kasus
Andersen
diketahui
terjadinya
perilaku moral
hazard diantaranya manipulasi laporan keuangan dengan mencatat keuntungan
padahal
perusahaan
mengalami
kerugian.Manipulasi
keuntungan
disebabkan
keinginan perusahaan agar saham tetap diminati investor.Ini merupakan salah satu
contoh kasus pelanggaran etika profesi Auditor yang terjadi di Amerika Serikat,
sebuah negara yang memiliki perangkat Undang-undang bisnis dan pasar modal
yang lebih lengkap. Hal ini terjadi akibat keegoisan satu pihak terhadap pihak lain,
dalam hal ini pihak-pihak yang selama ini diuntungkan atas penipuan laporan
keuangan terhadap pihak yang telah tertipu. Hal ini buah dari sebuah ketidakjujuran,
kebohongan atau dari praktik bisnis yang tidak etis yang berakibat hutang dan
sebuah kehancuran yang menyisakan penderitaan bagi banyak pihak disamping
proses peradilan dan tuntutan hukum.
Saran yang dapat diberikan yakni sangat dibutuhkan kode etik profesi yang
dapat menopang praktik yang sehat bebas dari kecurangan. Kode etik mengatur
anggotanya dan menjelaskan hal apa yang baik dan tidak baik dan mana yang boleh
dan tidak boleh dilakukan sebagai anggota profesi baik dalam berhubungan dengan
117 | P a g e
kolega, klien, publik dan karyawan sendiri. Hal yang harus menjadi sebuah pelajaran
bahwa
sesungguhnya
suatu
praktik
atau
perilaku
yang
dilandasi
dengan
ketidakbaikan maka akhirnya akan menuai ketidakbaikan pula.
Contoh-contoh lain seperti kasus etikolegal diantaranya adalah pelanggaran di
mana tidak hanya bertentangan dengan butir-butir LSDI dan/atau KODEKI, tetapi juga
berhadapan
dengan
undang-undang
hukum
pidana
atau
perdata
(KUHP/KUHAP). Misalnya :
1) Pelayanan kedokteran di bawah standar (malpraktek)
2) Menerbitkan surat keterangan palsu.
3) Membocorkan rahasia pekerjaan / jabatan dokter.
4) Pelecehan seksual dan sebagainya.
Contoh nyatanya adalah kasus Drs. Irwanto PhD, peneliti dari Universitas
Atmajaya, Jakarta, yang lumpuh akibat dokter salah mendiagnosis dan kasus Fellina
Azzahra (16 bulan ), bocah yang ususnya bocor setelah dioperasi di Rumah Sakit
Karya Medika, Cibitung, Bekasi. Terhadap tindakan medical errors yang diduga
malapraktik itu tidak ada pertanggungjawaban, baik secara profesi maupun hukum.
Di republik ini, kesalahan pengobatan oleh dokter tidak diatur secara khusus,
malah dalam Rancangan Undang-undang Praktik Kedokteran yang disetujui Komisi
VII DPR, Rabu (25/8) lalu, kasus malapraktik sama sekali tidak disinggung. Dalam
kasus malapraktik dokter, sebenarnya ada dua pelanggaran profesi dan pelanggaran
hukum.Namun, selama ini dalam setiap kasus malpraktik, dokter selalu berada di
pihak yang benar.Keluhan yang secara lansung diajukan pasien selalu ditolak dan
dan dimentahkan dengan berbagai argumentasi medis dan alasan teknis.Akibatnya,
kerugian kesehatan dan material selalu melekat dalam diri pasien, sedangkan dokter
tidak sedikitpun tersentuh tanggung jawab dan nurani kemanusiaannya.Semua ini
disebabkan tidak ada payung hukum yang bisa dijadikan dasar penyelesaian kasus
itu. Undang-undang (UU) Kesehatan nomor 23 Tahun 1992 pun tak dapat digunakan
untuk menangani pelanggaran atau kelalaian dokter. UU ini hanya di desain untuk
diperjelas lebih lanjut dengan 29 peraturan pemerintah (PP) yang hingga kini baru
terbentuk enam PP. Aturan lebih lanjut yang tidak ada itu antara lain menyangkut
standar pelayanan medis dan standar profesi. Ketiadaan aturan membuat bangsa ini
tidak dapat mendefinisikan mana yang disebut malpraktik, kegagalan, kelalaian, atau
kecelakaan.
118 | P a g e
Terhadap
pelanggaran
yang
sifatnya
hukum,
ada
pendapat
apakah
pelanggaran profesi itu tidak diarahkan kepada ganti rugi saja.Apakah harus
dipidana.Itu harus ditimbang-timbang manakah yang paling cocok bagi kepentingan
korban.Mestinya, dalam menyikapi persoalan malpraktik harus berorentasi kepada
korban. Bagaimana memulihkan korban dan apa yang dilakukan jika korban
meninggal dunia. Sayang,
sistem hukum dinegeri
ini pada
mumnya belum
memperhatikan persoalan itu.”Walaupun belum ada standar, tetapi praktik standar
profesi sudah ada sejak dahulu.Semisal sekolah profesi hukum atau dokter sudah
mengenalkan hal itu seperti sumpah Socrates. Apakah esprit de corp telah
menimbulkan kesulitan menghadirkan dokter sebagai saksi ahli dalam proses hukum
malpraktik? Ini adalah tanggung jawab profesi sehingga kalau dipanggil pengadilan
seharusnya seorang profesional hadir. Sistem ini di Amerika Serikat disebut sebagai
subpoena, jika dipanggil untuk memberikan kesaksian tetapi mangkir tanpa alasan
sah, seseorang dapat dikenai pidana.
Di Indonesia pun seharusnya bisa dipanggil paksa.Solusi ideal terhadap
persoalan malpraktik ini tentunya memprioritaskan penanganan keluarga atau
korban, penguatan lembaga penegakan etik profesi, dan tindakan subpoena
terhadap para saksi ahli yang enggan hadir di pengadilan.Secara objektif tindakan
malpraktik terpulang kepada disiplin profesi kedokteran.Dominasi kehendak untuk
melakukan tindakan selamat-tidaknya seorang pasien yang di tangani ada ditangan
dokter.
Namun malpraktik dalam profesi kedokteran agak sulit dicabut.Begitu juga
dari sisi kompetensi peradilan, mungkin hanya memperpanjang birokrasi bila
ditangani bukan oleh peradilan umum.Wacana yang terakhir ini tak mustahil
terjadi.”Untuk membuktikan ada tidaknya malpraktik, kasus akan dibawa ke Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI),” ujar Menteri Kesehatan
(Menkes) Achmad Sujudi.Jika terbukti adanya malpraktik, kasus itu bisa dilanjutkan
ke perkara perdata. Menurut Menkes, bisa saja kasus ini di bawa ke pidana jika
dokter yang menjadi saksi ahli di MKDKI menolak menilai rekannya. Namun
sebelumnya cari dulu dokter yang lain lagi. Akan tetapi, kelalaian yang terjadi dalam
kegiatan pemberian terapi yang dilakukan dokter bukan kelalaian atau kesalahan
yang bersifat organisatoris.Artinya, bukan tertuju kepada pribadi yang berkaitan
dengan disiplin.Kelalaian itu bersifat pelayanan publik sehingga implikasinya adalah
119 | P a g e
implikasi publik alias tindakan pidana umum. ” Jadi, bukan implikasi internal yang
berkonotasi pelanggaran disiplin, ” ujar Kamri A, staf pengajar di Fakultas Hukum
Universitas
Muslim
Indonesia
Makassar.
Jika
bersifat
pidana,
kelalaian
itu
merupakan kompetensi peradilan umum.Misalnya seorang dokter yang salah
mendiagnosis seoarang pasien, lalu obat yang diberikan adalah berdasarkan hasil
diagnosis yang salah itu, maka dapat dipastikan bahwa yang menjadi korban adalah
pasien.Sesungguhnya kelalaian ini masuk katagori tindak pidana sebagaimana diatur
dalam pasal 359 KUHP.Atau meninggalkan seorang pasien yang memerlukan
pertolongan seperti diatur dalam pasal 304 KUHP.Tindakan itu adalah malapraktik
yang tentu menjadi kompetensi peradilan umum.Kesalahan dalam praktik medis tak
mungkin dihilangkan seperti pada mesin dan komputer.”Manusia bukan mesin dan
setiap kasus pasien tak pernah betul-betul identik,” papar ahli Kesehatan, Prof Iwan
Darmansjah.
Mengutip Atul Gawande, ahli bedah, dalam complications, data statistik kasus
autopsi (bedah mayat) di Amerika Serikat yang menyebut dokter gagal mendiagnosa
25 pasien dari infeksi fatal, 33 persen dari serangan jantung, dan hampir dua per tiga
dari kasus emboli paru. Selain itu, 40 persen penyebab kematian yang di cantumkan
tidak benar. Seorang patolog, Goerge Lundbreg, di Journal of the American Medical
Association melaporkan, keadaan ini tidak berubah sejak tahun 1938 hingga tahun
1960-1970 -1980 an. Sebab daerah kelabu dalam ilmu kedokteran sangat besar.
Profesi medik cenderung membuat kesalahan (fallible), namun hanya sebagian kecil
yang berakhir dengan cedera atau bahkan kematian pada pasien.
Medical errors dapat dibagi dalam beberapa kategori, misalnya sekali-sekali
atau sering, tidak serius dan serius (termasuk kematian), serta dicegah atau
tidak.Jenisnya
juga
dapat
beragam,
seperti
kesalahan
dalam
diagnostik,
pengobatan, atau tindakan seperti operasi.Yang paling mengerikan ialah bila
kesalahan itu disengaja demi tambahan imbalan.Medical errors jenis ini tergolong
malapraktik sejati.Karena itu, sistem harus bisa menjaga dan bereaksi terhadap
kesalahan seperti ini.Tentu tidak semua medical errors termasuk malapraktik dan
tidak semua medical errors harus dihukum.Kesalahan yang tidak disengaja dan
manusiawi
barangkali
tak
perlu
masuk
pengadilan.Praktik
kedokteran
dalam
pengertian luas hakekatnya merupakan perwujudan idealisme dan spirit pengabdian
seorang dokter sebagaimana yang di ikrarkan dalam sumpah dokter dan kode etik
120 | P a g e
kedokteran Indonesia.Dalam perkembangannya, seluruh aspek kehidupan di dunia
ini mengalami perubahan paradigma, termasuk dalam profesi kedokteran.Akibatnya,
terjadi pula perubahan orieantasi dan motivasi pengabdian pada diri sebagian
dokter.Sebagai dampak perubahan yang semakin global, individualistik, materialistik,
dan hedonistik, maka perilaku dan sikap tindak profesioanal di sebagian kalangan
dokter juga berubah.Masyarakat kemudian memandang negatif profesi kedokteran
setelah menyaksikan maraknya praktik-praktikyang semakin jauh dari nilai-nilai luhur
sumpah dokter dan kedokteran.
Masyarakat (hedonistik dan unethical para oknum dokter itu. Kalau tidak,
kasus Irwanto, Fellina Azzahrapasien), yang dalam konteks kontrak terapeutik juga
disebut konsumen, perlu dilindungi dari perilaku, dan korban lain yang mati
sekalipun, cukup diselesaikan dengan minta ”maaf” saja.
SOAL-SOAL
1. Mengapa bisa terjadi mal prakik dalam birokrasi?
2. Jelaskan pengertian korupsi dari sudut pandang etika!
3. Jelaskan pengertian korupsi dari sudut pandang hukum!
4. Apa perbedaan benturan kepentingan aktual, tampak dan potensial?
5. Sebutkan contoh benturan kepentingan aktual, tampak dan potensial!
121 | P a g e
BAB
5
ETIKA BISNIS
___________________________________________________________________
Tujuan Instruksional Khusus:
Setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa memahami beberapa hal
tentang etika bisnis agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik sebagai
PNS.
A. Pengertian etika bisnis
Pengertian Etika dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. Etika sebagai praktis: nilai-nilai dan norma-norma moral (apa yang dilakukan
sejauh sesuai atau tidak sesuai dengan nilai dan norma moral).
2. Etika sebagai refleksi: pemikiran moral. Berpikir tentang apa yang dilakukan dan
khususnya tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. (dalam hal ini
adalah menyoroti dan menilai baik-buruknya perilaku seseorang)
Sedangkan, pengertian Etika Bisnis dapat dibedakan menjadi:
1. Secara makro: etika bisnis mempelajari aspek-aspek moral dari sistem ekonomi
secara keseluruhan.
2. Secara meso:
etika
bisnis mempelajari masalah-masalah
etis di
bidang
organisasi
3. Secara mikro: etika bisnis difokuskan pada hubungan individu dengan ekonomi dan
bisnis. Sehingga etika bisnis adalah studi tentang aspek-aspek moral dari
kegiatan ekonomi dan bisnis. (etika dalam berbisnis). Menurut Zimmerer, etika bisnis
adalah suatu kode etik perilaku pengusaha berdasarkan nilai-nilai moral dan norma
yang
dijadikan
tuntunan
dalam
membuat
keputusan
dan
memecahkan
persoalanpersoalan yang dihadapi.
Ahli pemberdayaan kepribadian Uno
(2004) menjelaskan bahwa
mempraktikkan bisnis dengan etiket berarti mempraktikkan tata cara bisnis yang
sopan dan santun sehingga kehidupan bisnis menyenangkan karena saling
menghormati. Etiket berbisnis diterapkan pada sikap kehidupan berkantor, sikap
menghadapi rekan-rekan bisnis, dan sikap di mana kita tergabung dalam organisasi.
Itu berupa senyum sebagai apresiasi
yang tulus
dan terima kasih,
tidak
menyalahgunakan kedudukan, kekayaan, tidak lekas tersinggung, kontrol diri,
toleran, dan tidak memotong pembicaraan orang lain. Dengan kata lain, etiket bisnis
itu memelihara suasana yang menyenangkan, menimbulkan rasa saling menghargai,
meningkatkan efisiensi kerja, dan meningkatkan citra pribadi dan perusahaan.
Sedangkan berbisnis dengan etika bisnis adalah menerapkan aturan-aturan
umum mengenai etika pada perilaku bisnis. Etika bisnis menyangkut moral, kontak
sosial, hak-hak dan kewajiban, prinsip-prinsip dan aturan-aturan. Jika aturan secara
umum mengenai etika mengatakan bahwa berlaku tidak jujur adalah tidak bermoral
dan beretika, maka setiap insan bisnis yang tidak berlaku jujur dengan pegawainya,
pelanggan, kreditur, pemegang usaha maupun pesaing dan masyarakat, maka ia
dikatakan tidak etis dan tidak bermoral. Intinya adalah bagaimana kita mengontrol
diri kita sendiri untuk dapat menjalani bisnis dengan baik dengan cara peka dan
toleransi.
Menurut K. Bertens, ada 3 tujuan yang ingin dicapai dalam etika bisnis, yaitu :
1. Menanamkan atau meningkakan kesadaran akan adanya dimensi etis dalam
bisnis. Menanamkan, jika sebelumnya kesadaran itu tidak ada, meningkatkan bila
kesadaran itu sudah ada, tapi masih lemah dan ragu. Orang yang mendalami etika
bisnis diharapkan memperoleh keyakinan bahwa etika merupakan segi nyata dari
kegiatan ekonomis yang perlu diberikan perhatian serius.
2. Memperkenalkan argumentasi moral khususnya dibidang ekonomi dan bisnis,
serta membantu pebisnis atau calon pebisnis dalam menyusun argumentasi moral
yang tepat. Dalam etika sebagai ilmu, adanya norma-norma moral sangatlah penting
namun yang tidak kalah penting adalah alasan bagi berlakunya norma-norma itu.
Melalui studi etika diharapkan pelaku bisnis akan sanggup menemukan fundamental
rasional untuk aspek moral yang menyangkut ekonomi dan bisnis.
3. Membantu pebisnis atau calon pebisnis, untuk menentukan sikap moral yang
tepat didalam profesinya (kelak). Hal ketiga ini memunculkan pertanyaan, apakah
studi etika ini menjamin seseorang akan menjadi etis juga? Jawabnya, sekurangkurangnya meliputi dua sisi berikut, yaitu disatu pihak, harus dikatakan bahwa etika
mengikat tetapi tidak memaksa. Disisi lain, studi dan pengajaran tentang etikabisnis
123 | P a g e
boleh diharapkan juga mempunyai dampak atas tingkah laku pebisnis. Bila studi
etika telah membuka mata, konsekuensi logisnya adalah pebisnis bertingkah laku
menurut yang diakui sebagai hal yang benar.
Selain
itu,
dalam
etika
bisnis
juga
tidak
terlepas
dari
adanya
masalahmasalah. Masalah etika dalam bisnis dapat diklasifikasikan ke
dalam lima kategori yaitu:
1. Suap
menerima
(Bribery),
atau
adalah
meminta
tindakan
sesuatu
berupa
yang
menawarkan,
berharga
memberi,
dengan
tujuan
mempengaruhi tindakan seorang pejabat dalam melaksanakan kewajiban
publik. Suap dimaksudkan untuk memanipulasi seseorang dengan membeli
pengaruh. 'Pembelian' itu dapat dilakukan baik dengan membayarkan
sejumlah uang atau barang, maupun pembayaran kembali' setelah transaksi
terlaksana. Suap kadangkala tidak mudah dikenali. Pemberian cash atau
penggunaan callgirls dapat dengan mudah dimasukkan sebagai cara suap,
tetapi pemberian hadiah (gift) tidak selalu dapat disebut sebagai suap,
tergantung dari maksud dan respons yang diharapkan oleh pemberi hadiah.
2.
Paksaan (Coercion), adalah tekanan, batasan, dorongan dengan paksa
atau dengan menggunakan jabatan atau ancaman. Coercion dapat berupa
ancaman untuk mempersulit kenaikan jabatan, pemecatan, atau penolakan
industri terhadap seorang individu.
3.
Penipuan (Deception), adalah tindakan memperdaya, menyesatkan yang
disengaja dengan mengucapkan atau melakukan kebohongan.
4. Pencurian (Theft), adalah merupakan tindakan mengambil sesuatu yang
bukan hak kita atau mengambil property milik orang lain tanpa persetujuan
pemiliknya. Properti tersebut dapat berupa property fisik atau konseptual.
5. Diskriminasi tidak jelas (Unfair discrimination), adalah perlakuan tidak
adil atau penolakan terhadap orang-orang tertentu yang disebabkan oleh ras,
jenis kelamin, kewarganegaraan, atau agama. Suatu kegagalan untuk
memperlakukan semua orang dengan setara tanpa adanya perbedaan yang
beralasan antara mereka yang 'disukai' dan tidak.
124 | P a g e
B. Prinsip Etika Bisnis
Perubahan perdagangan dunia menuntut segera dibenahinya etika bisnis
agar tatanan ekonomi dunia semakin membaik. Langkah apa yang harus ditempuh?
Di dalam bisnis tidak jarang berlaku konsep tujuan menghalalkan segala cara.
Bahkan, tindakan yang berbau kriminal pun ditempuh demi pencapaian suatu tujuan.
Kalau sudah demikian, pengusaha yang menjadi pengerak motor perekonomian
akan berubah menjadi ‘binatang’ ekonomi. Terjadinya perbuatan tercela dalam dunia
bisnis tampaknya tidak menampakan kecenderungan tetapi sebaliknya, makin hari
semakin meningkat. Tindakan mark up, ingkar janji, tidak mengindahkan kepentingan
masyarakat, tidak memperhatikan sumber daya alam maupun tindakan kolusi dan
suap merupakan segelintir contoh pengabaian para pengusaha terhadap etika bisnis.
Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang
ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa
dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik
etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat
dalam hubungan langsung maupun tidak langsung.
Dengan memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat
bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam satu pola hubungan yang bersifat
interaktif. Hubungan ini tidak hanya dalam satu negara, tetapi meliputi berbagai
negara yang terintegrasi dalam hubungan perdagangan dunia yang nuansanya kini
telah berubah. Perubahan nuansa perkembangan dunia itu menuntut segera
dibenahinya etika bisnis. Pasalnya, kondisi hukum yang melingkupi dunia usaha
terlalu jauh tertinggal dari pertumbuhan serta perkembangan di bidang ekonomi.
Untuk mengatasi ‘keliaran’ dunia bisnis tersebut, diperlukan suatu etika yang
berfungsi sebagai pagar pembatas. Etika bisnis memiliki peran yang sangat penting
untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi
serta memiliki kemampuan untuk menciptakan nilai (value creation) yang tinggi pula.
Von der Embse dan R.A. Wagley dalam publikasi yang berjudul Management
Journal pada tahun 1988 mengungkapkan bahwa pada dasarnya terdapat tiga
pendekatan dalam merumuskan prinsip etika bisnis, yaitu:
1. Pendekatan Utilitarian (Utilitarian Approach)
Menurut pendekatan ini, setiap tindakan dalam dunia bisnis harus didasarkan
pada konsekuensi yang ditimbulkan oleh tindakan tersebut. Oleh karena itu, dalam
125 | P a g e
bertindak, seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat
sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan
dengan biaya yang serendah-rendahnya.
2. Pendekatan Hak Individu (Individual Rights Approach)
Menurut pendekatan ini, setiap orang dalam tindakan dan kelakuannya
memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun, tindakan ataupun tingkah laku
tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan
dengan hak orang lain.
3. Pendekatan Keadilan (Justice Approach)
Menurut pendekatan ini, para pembuat keputusan mempunyai kedudukan
yang sama dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan, baik
secara perseorangan maupun secara kelompok.
Standar moral merupakan tolok ukur etika bisnis. Dimensi etik merupakan dasar
kajian dalam pengambilan keputusan. Etika bisnis cenderung berfokus pada etika
terapan daripada etika normatif. Dua prinsip yang dapat digunakan sebagai acuan
dimensi etik dalam pengambilan keputusan, yaitu:
Prinsip konsekuensi (Principle of Consequentialist)
a. Adalah konsep etika yang berfokus pada konsekuensi pengambilan keputusan.
Artinya keputusan dinilai etik atau tidak berdasarkan konsekuensi (dampak)
keputusan tersebut.
b. Prinsip tidak konsekuensi (Principle of Nonconsequentialist)
Adalah
terdiri
dari
rangkaian
peraturan
yang
digunakan
sebagai
petunjuk/panduan pengambilan keputusan etik dan berdasarkan alas an bukan
akibat, antara lain:
1) Prinsip Hak, yaitu menjamin hak asasi manusia yang berhubungan dengan
kewajiban untuk tidak saling melanggar hak orang lain.
2) Prinsip Keadilan, yaitu keadilan yang biasanya terkait dengan isu hak,
kejujuran,dan kesamaan.
Prinsip keadilan dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu:
a). Keadilandistributive, yaitu keadilan yang sifatnya menyeimbangkan
alokasi benefit dan beban antar anggota kelompok sesuai dengan
kontribusi tenaga dan pikirannya terhadap benefit. Benefit terdiri dari
126 | P a g e
pendapatan, pekerjaan, kesejahteraan, pendidikan dan waktu luang.
Beban terdiri dari tugas kerja, pajak dan kewajiban social.
b). Keadilan retributive, yaitu keadilan yang terkait dengan retribution (ganti
rugi) dan
hukuman
atas
kesalahan
tindakan.
Seseorang
bertanggungjawab atas konsekuensi negatif atas tindakan yang dilakukan
kecuali tindakan tersebut dilakukan atas paksaan pihak lain.
c). Keadilan kompensatoris, yaitu keadilan yang terkait dengan
kompensasi bagi pihak yang dirugikan. Kompensasi yang diterima dapat
berupa perlakuan medis, pelayanan dan barang penebus kerugian.
Masalah terjadi apabila kompensasi tidak dapat menebus kerugian,
misalnya kehilangan nyawa manusia.
Sementara itu, menurut Muslich (1998 : 31-33) prinsip-prinsip etika bisnis
terdiri dari:
a. Prinsip Otonomi
Prinsip otonomi memandang bahwa perusahaan secara bebas memiliki
wewenang sesuai dengan bidang yang dilakukan dan pelaksanaannya sesuai
dengan visi dan misi yang dimilikinya. Kebijakan yang diambil perusahaan harus
diarahkan untuk pengembangan visi dan misi perusahaan yang berorientasi pada
kemakmuran dan kesejahteraan karyawan dan komunitasnya.
b. Prinsip Kejujuran
Kejujuran merupakan nilai yang paling mendasar dalam mendukung
keberhasilan suatu perusahaan. Kejujuran harus diarahkan pada semua pihak, baik
internal maupun eksternal perusahaan. Jika prinsip kejujuran ini dapat dipegang
teguh oleh perusahaan, maka akan dapat meningkatkan kepercayaan dari
lingkungan perusahaan tersebut.
c. Prinsip Tidak Berniat Jahat
Prinsip ini memiliki hubungan erat dengan prinsip kejujuran. Penerapan
prinsip kejujuran yang ketat akan mampu meredam niat jahat perusahaan itu.
d. Prinsip Keadilan
Perusahaan harus bersikap adil kepada pihak-pihak yang terkait dengan
sistem bisnis. Contohnya, upah yang adil kepada karyawan sesuai kontribusinya,
pelayanan yang sama kepada konsumen, dan lain-lain.
127 | P a g e
e. Prinsip Hormat Pada Diri Sendiri
Perlunya menjaga citra baik perusahaan tersebut melalui prinsip kejujuran,
tidak berniat jahat dan prinsip keadilan.
Tidak
jauh
berbeda
dengan
Muslich,
Adiwarman
Karim
merumuskan
prinsipprinsip etika yang harus dianut dalam dunia bisnis. Prinsip-prinsip itu terdiri dari:
a. Kejujuran
Banyak orang beranggapan bahwa
bisnis merupakan kegiatan tipu-menipu
demi mendapatkan keuntungan. Hal ini jelas keliru. Sesungguhnya kejujuran
merupakan salah satu kunci keberhasilan berbisnis bahkan termasuk unsur penting
untuk bertahan di tengah persaingan bisnis.
b. Keadilan
Perlakukanlah setiap orang sesuai dengan haknya. Misalnya, berikan upah
kepada karyawan sesuai standar yang ada serta janganlah pelit untuk memberikan
bonus saat perusahaan mendapatkan keuntungan lebih. Terapkan juga keadilan
saat menentukan harga, misalnya dengan tidak mengambil untung yang merugikan
konsumen.
c. Rendah Hati
Jangan
lakukan
bisnis
dengan
kesombongan.
Misalnya,
dalam
mempromosikan produk dengan cara berlebihan, apalagi sampai menjatuhkan
produk pesaing, entah melalui gambar maupun tulisan. Pada akhirnya, konsumen
memiliki kemampuan untuk melakukan penilaian atas kredibilitas sebuah produk/
jasa. Apalagi, tidak sedikit masyarakat yang percaya bahwa sesuatu yang terlihat
atau terdengar terlalu sempurna pada kenyataannya justru sering kali terbukti buruk.
d. Simpatik
Kelolalah emosi. Tampilkan wajah ramah dan simpatik. Bukan hanya di
depan klien atau konsumen anda, tetapi juga di hadapan orang-orang yang
mendukung bisnis anda, seperti karyawan, sekretaris dan lain-lain.
e. Kecerdasan
Diperlukan kecerdasan atau kepandaian untuk menjalankan strategi bisnis
sesuai
dengan
ketentuan-ketentuan
yang
berlaku
sehingga
menghasilkan
keuntungan yang memadai. Dengan kecerdasan pula seorang pebisnis mampu
mewaspadai dan menghindari berbagai macam bentuk kejahatan non-etis yang
mungkin dilancarkan oleh lawan-lawan bisnisnya.
128 | P a g e
f.
Lakukan dengan Cara yang Baik, Lebih Baik, atau Dipandang Baik
Sebagai pebisnis, anda jangan mematok diri pada aturan-aturan yang
berlaku. Perhatikan juga norma, budaya atau agama di tempat anda membuka
bisnis. Suatu cara yang dianggap baik di suatu negara atau daerah, belum tentu
cocok dan sesuai untuk di terapkan di negara atau daerah lain. Hal ini penting kalau
ingin usaha berjalan tanpa ada gangguan.
Selain berbagai prinsip-prinsip etika bisnis tersebut, terdapat beberapa hal pokok
yang harus selalu dipegang teguh dalam rangka menciptakan praktik bisnis yang
beretika, baik oleh kalangan pengusaha sendiri sebagai pelaku utama dunia bisnis
maupun oleh pemerintah itu sendiri. Hal-hal pokok tersebut antara lain:
1. Pengendalian Diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis mampu mengendalikan diri mereka masingmasing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Di
samping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main
curang atau memakan pihak lain dengan menggunakan keuntungan tersebut. Walau
keuntungan
yang
diperoleh
merupakan
hak
bagi
pelaku
bisnis,
tetapi
penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah
etika bisnis yang ‘etik’.
2. Pengembangan Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility)
Pelaku bisnis di sini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan
hanya dalam bentuk ‘uang’ dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih
kompleks lagi. Artinya, sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis
untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand
harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak
memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi,
dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan
memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya. Tanggung
jawab sosial bisa dalam bentuk kepedulian terhadap masyarakat di sekitarnya,
terutama dalam hal pendidikan, kesehatan, pemberian latihan keterampilan, dll.
3. Mempertahankan Jati Diri
Mempertahankan jati diri dan tidak mudah terombang-ambing oleh pesatnya
perkembangan informasi dan teknologi adalah salah satu usaha menciptakan etika
129 | P a g e
bisnis. Namun demikian bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan
teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan
kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki
akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.
4. Menciptakan Persaingan yang Sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan
kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya
harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah
ke
bawah,
sehingga
dengan
perkembangannya
perusahaan
besar
mampu
memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu, dalam
menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia
bisnis tersebut.
5. Menerapkan Konsep ‘Pembangunan Berkelanjutan’
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat
sekarang tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan di masa datang.
Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak mengeksploitasi lingkungan dan
keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan
dan keadaan di masa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk
memperoleh keuntungan besar.
6. Menghindari Sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin
tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala
bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang
mencemarkan nama bangsa dan negara.
7. Mampu Menyatakan yang Benar itu Benar
Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit
(sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan
‘katabelece’ dari ‘koneksi’ serta melakukan ‘kongkalikong’ dengan data yang salah
juga jangan memaksa diri untuk mengadakan ‘kolusi’ serta memberikan ‘komisi’
kepada pihak yang terkait.
8. Menumbuhkan Sikap Saling Percaya Antar Golongan Pengusaha
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang kondusif harus ada sikap saling
percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha
130 | P a g e
lemah,
sehingga
pengusaha
lemah
mampu
berkembang
bersama
dengan
pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu
hanya ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan
kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia
bisnis.
9. Konsekuen dan Konsisten dengan Aturan Main Bersama
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana
apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut.
Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada ‘oknum’,
baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan
‘kecurangan’ demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan
‘gugur’ satu semi satu.
10. Memelihara Kesepakakatan
Memelihara kesepakatan atau menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa
memiliki terhadap apa yang telah disepakati adalah salah satu usaha menciptakan
etika bisnis. Jika etika ini telah dimiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan
suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.
11. Menuangkannya ke Dalam Hukum Positif
Perlunya sebagian etika bisnis dituangkan dalam suatu hukum positif yang
menjadi Peraturan Perundang-Undangan dimaksudkan untuk menjamin kepastian
hukum dari etika bisnis tersebut, seperti ‘proteksi’ terhadap pengusaha lemah.
Kebutuhan tenaga dunia bisnis yang bermoral dan beretika saat sekarang ini sudah
dirasakan dan sangat diharapkan semua pihak apalagi dengan semakin pesatnya
perkembangan globalisasi dimuka bumi ini. Dengan adanya moral dan etika dalam
dunia bisnis serta kesadaran semua pihak untuk melaksanakannya, kita yakin jurang itu
akan dapat diatasi.
Isu-isu etika bisnis
Isu-isu yang dicakup oleh etika bisnis meliputi topik-topik yang luas. Isu-isu ini
dapat dikelompokkan ke dalam 3 dimensi atau jenjang, yaitu:
1.
Isu sistemik yang berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan etika yang timbul
mengenai lingkungan dan sistem yang menjadi tempat beroperasinya suatu bisnis
atau perusahaan: ekonomi, politik, hukum, dan sistem-sistem sosial lainnya.
131 | P a g e
2.
Isuorganisasi yang berkenaan dengan pertanyaan-pertanyaan etika tentang
perusahaan tertentu.
3. Isu individu yang menyangkut tentang pertanyaan-pertanyaan etika yang timbul
dalam kaitannya dengan individu tertentu di dalam suatu perusahaan.
Manajemen beretika, yakni bertindak secara etis sebagai seorang manajer
dengan melakukan tindakan yang benar (doing right thing). Manajemen etika adalah
bertindak secara efektif dalam situasi yang memiliki aspek-aspek etis. Situasi seperti ini
terjadi di dalam dan di luar organisasi bisnis. Agar dapat menjalankan baik
manajemen beretika maupun manajemen etika, para manajer perlu memiliki
beberapa pengetahuan khusus.
Banyak eksekutif bisnis menganggap kultur korporat yang mereka pimpin,
adalah
sesuatu
yang
mereka
inginkan.
Mereka
membuat
lokakarya
untuk
mendefinisikan nilai-nilai dan proses-proses, menuliskan misi dan tujuan perusahaan
pada poster, menyediakan sesi-sesi orientasi untuk pegawai baru, guna menjelaskan
tujuan perusahaan dan lain-lain. Bahkan, ada yang mencetak statement nilai-nilai
perusahaan di balik kartu identitas sebagai pengingat bagi para pegawai.
1. Isu-isu utama etika bisnis di Indonesia
a. Masalah Etika Klasik
Di zaman klasik bahkan juga di era modern, masalah etika bisnis dalam dunia
ekonomi tidak begitu mendapat tempat. Maka tidak aneh bila masih banyak ekonom
kontemporer yang menggemakan cara pandang
Ekonomi Klasik Adam Smith.
Mereka berkeyakinan bahwa sebuah bisnis tidak mempunyai tanggung jawab sosial
dan bisnis terlepas dari “etika”. Dalam ungkapan Theodore Levitt, tanggung jawab
perusahaan hanyalah mencari keuntungan ekonomis belaka.
Di Indonesia Paham klasik tersebut sempat berkembang secara subur di
Indonesia, sehingga mengakibatkan terpuruknya ekonomi Indonesia ke dalam jurang
kehancuran. Kolusi, korupsi, monopoli, penipuan, penimbunan barang, pengrusakan
lingkungan, penindasan tenaga kerja, perampokan bank oleh para konglomerat,
adalah persoalan-persoalan yang begitu telanjang didepan mata kita baik yang
terlihat dalam media massa maupun media elektronik.
Di Indonesia, pengabaian etika bisnis sudah banyak terjadi khususunya oleh
para konglomerat. Para pengusaha dan ekonom yang kental kapitalisnya,
mempertanyakan apakah tepat mempersoalkan etika dalam wacana ilmu ekonomi?.
132 | P a g e
Munculnya penolakan terhadap etika bisnis, dilatari oleh sebuah paradigma klasik,
bahwa ilmu ekonomi harus bebas nilai (value free). Memasukkan gatra nilai etis
sosial dalam diskursus ilmu ekonomi, menurut kalangan ekonom seperti di atas,
akan mengakibatkan ilmu ekonomi menjadi tidak ilmiah, karena hal ini mengganggu
obyektivitasnya. Mereka masih bersikukuh memegang jargon “mitos bisnis a moral”
Di sisi lain, etika bisnis hanyalah mempersempit ruang gerak keuntungan ekonomis.
Padahal, prinsip ekonomi, menurut mereka, adalah mencari keuntungan yang
sebesar-besarnya.
b. Pemalsuan atau Pembajakan Hak Cipta
Keuntungan usaha yang besar yang dapat diperoleh dari tumpangan gratis
atas upaya kreatif dan investasi pihak lain dengan memperguankan tiruan dari
produk-produk yang diinginkan dengan biaya lebih rendah dari yang ditimbulkan oleh
produsen produk yang asli. Hal ini menyebabkan kerugian kompetitif dari tumpangan
gratis terhadap biaya penelitian dan pengembangan serta pemasaran dari badan
usaha
yang
sah.
Sehingga
dengan
biaya
produksi
yang
minim
dengan
menggunakan hak cipta atau kekayaan intelektual milik orang lain seorang pemalsu
dan pembajak berharap dapat memperoleh untung yang besar.
Dari sudut pandang etika bisnis hal ini jelas-jelas melanggar dan parahnya
pemalsuan serta pembajakan hak cipta marak terjadi di Indonesia. Di negara kita ini
hampir 5 juta lagu dibajak tiap harinya, belum lagi pembajakan film dan buku. Bukan
hanya itu produk-produk esensial bagi masyarakat seperti obat dan bahan makanan
pun sering menjadi sasaran pemalsuan dan pembajakan demi mendapatkan
keuntungan yang besar. Bukan hanya melanggar etika bisnis, pemalsuan dan
pembajakan merupakan tuntutan hukum pidana maupun perdata bagi pelakunya.
c. Diskriminasi dan Perbedaan Gender
Gender
adalah
perbedaan
perilaku
antara
pria
dan
wanita
yang
dikontruksisecara sosial, yaitu perbedaan yang bukan ketentuan dari Tuhan
melainkan diciptakan oleh manusia melalui proses sosial dan kultural yang panjang
dan gender sebagai seperangkat peran yang dimainkan untuk menunjukkan kepada
orang lain bahwa seseorang tersebut feminim atau maskulin.Penampilan, sikap,
kepribadian, tanggung jawab keluarga adalah perilaku yang akanmembentuk peran
gender. Peran gender ini akan berubah seiring waktu dan berbedaantara satu kultur
133 | P a g e
dengan kultur yang lainnya. Peran ini juga berpengaruh oleh kelas sosial, usia dan
latar belakang etnis
Dalam etika bisnis juga harus memandang tentang kesetaraan serta prioritas.
Tidak dalam semua hal kesetaraan gender diterapkan. Akibat adanya perbedaan
sifat dari gender yang berbeda tidak bisa dipungkiri adanya prioritas terhadap wanita
dan anak-anak tanpa menghalangkan kewajiban dan hak-hak mereka.
d. Konflik Sosial dan Masalah Lingkungan
Perusahaan yang tidak memperhatikan kepentingan umum dan menimbulkan
gangguan lingkungan akan dianggap sebagai bisnis yang tidak etis. Dorongan
pelaksanaan etika bisnis dating dari luar yaitu lingkungan masyarakat. Dorongan
tidak selalu datang dari luar, akan tetapi sering muncul dari bisnis itu sendiri. Hal ini
disebabkan karena bisnisman adalah juga manusia yang lengkap dengan rasa,
karsa dan karya. Dengan demikian maka secara intern pelaksanaanya akan
terbentur pada pertimbangan untung dan rugi yang pada umumnya mendominasi
dan menjadi ciri dari suatu bisnis. Oleh karena itu mereka juga sering terdorong rasa
kemanusiannya untuk menerapkan etika bisnis secara jujur.
Bisnisman dituntut untuk lebih banyak memperhatikan aspek-aspek sosial
dan menerapkan etika bisnis secara jujur. Konflik kepentingan bisnis dengan
masyarakat akan selalu muncul dan kadang sulit untuk menyelesaikannya. Apabila
konflik mencapai jalan buntu maka biasanya masyarakat akan menggunakan tangan
pemerintah sebagai penengah. Hal itu yang melatarbelakangi ketentuan pemerintah
untuk mewajibkan pengusaha yang akan mendirikan pabrik harus mendapatkan Izin
HO (Hinder Orgonasie) agar dapat dicegah adanya konflik dikemudian hari.
Pada umumnya, paling tidak semenjak jaman modern, orang lebih suka
menggunakan pendekatan etika human-centered dalam memperlakukan lingkungan
hidup. Melalui pendekatan etika ini, terjadilah ketidakseimbangan relasi antara
manusia dan lingkungan hidup. Dalam kegiatan praktis, alam kemudian dijadikan
“obyek” yang dapat dieksploitasi sedemikian rupa untuk menjamin pemenuhan
kebutuhan manusia. Sangat disayangkan bahwa pendekatan etika tersebut tidak
diimbangi dengan
usaha-usaha
yang
memadai
untuk
mengembalikan fungsi
lingkungan hidup dan makhluk-makhluk lain yang ada di dalamnya. Dengan latar
belakang seperti itulah kerusakan lingkungan hidup terus-menerus terjadi hingga
134 | P a g e
saat ini. Pertanyaanya sekarang adalah apakah pendekatan etika human-centered
tersebut tetap masih relevan diterapkan untuk jaman ini?
Menghadapi realitas kerusakan lingkungan hidup yang terus terjadi, rasanya
pendekatan etika human-centered tidak lagi memadai untuk terus dipraktekkan.
Artinya, kita perlu menentukan pendekatan etis lain yang lebih sesuai dan lebih
“ramah”
terhadap
lingkungan
hidup.
Jenis
pendekatan
etika
yang
kiranya
memungkinkan adalah pendekatan etika life-centered yang tadi sudah kita sebutkan.
Pendekatan etika ini dianggap lebih memadai sebab dalam praksisnya tidak
menjadikan lingkungan hidup dan makhluk-makhluk yang terdapat di dalamnya
sebagai obyek yang begitu saja dapat dieksploitasi. Sebaliknya, pendekatan etika ini
justru sungguh menghargai mereka sebagai “subyek” yang memiliki nilai pada
dirinya. Mereka memiliki nilai tersendiri sebagai anggota komunitas kehidupan di
bumi. Nilai mereka tidak ditentukan dari sejauh mana mereka memiliki kegunaan
bagi manusia. Mereka memiliki nilai kebaikan tersendiri seperti manusia juga
memilikinya, oleh karena itu mereka juga layak diperlakukan dengan respect seperti
kita melakukanya terhadap manusia
2. Etika Bisnis dari sudut pandang kasus dan peristiwa
Mengapa etika bisnis dalam perusahaan terasa sangat penting saat ini?
Karena untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing
yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang
tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh. Biasanya dimulai dari perencanaan
strategis, organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung oleh
budaya perusahaan yang andal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara
konsisten dan konsekuen.
a. Kasus Enron
Kasus Enron yang selain menghancurkan dirinya telah pula menghancurkan
Kantor Akuntan Publik Arthur Andersen yang memiliki reputasi internasional, dan
telah dibangun lebih dari 80 tahun, menunjukan bahwa penyebab utamanya adalah
praktek etika perusahaan tidak dilaksanakan dengan baik dan tentunya karena
lemahnya kepemimpinan para pengelolanya. Dari pengalaman berbagai kegagalan
tersebut, kita harus makin waspada dan tidak terpana oleh cahaya dan kilatan suatu
perusahaan hanya semata-mata dari penampilan saja, karena berkilat belum tentu
emas.
135 | P a g e
Haruslah diyakini bahwa pada dasarnya praktek etika perusahaan akan
selalu menguntungkan perusahaan baik untuk jangka menengah maupun jangka
panjang karena:
1)
Akan dapat mengurangi biaya akibat dicegahnya kemungkinan terjadinya
friksi baik intern perusahaan maupun dengan eksternal.
2)
Akan dapat meningkatkan motivasi pekerja.
3)
Akan melindungi prinsip kebebasan ber-niaga
4)
Akan meningkatkan keunggulan bersaing.
Tindakan yang tidak etis, bagi perusahaan akan memancing tindakan
balasan dari konsumen dan masyarakat dan akan sangat kontra produktif, misalnya
melalui gerakan pemboikotan, larangan beredar, larangan beroperasi. Hal ini akan
dapat menurunkan nilai penjualan maupun nilai perusahaan. Sedangkan perusahaan
yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika pada umumnya perusahaan yang memiliki
peringkat kepuasan bekerja yang tinggi pula, terutama apabila perusahaan tidak
mentolerir tindakan yang tidak etis misalnya diskriminasi dalam sistem remunerasi
atau jenjang karier. Karyawan yang berkualitas adalah aset yang paling berharga
bagi perusahaan oleh karena itu semaksimal mungkin harus tetap dipertahankan.
Untuk memudahkan penerapan etika perusahaan dalam kegiatan sehari-hari
maka nilai-nilai yang terkandung dalam etika bisnis harus dituangkan kedalam
manajemen korporasi yakni dengan cara :

Menuangkan etika bisnis dalam suatu kode etik (code of conduct)

Memperkuat sistem pengawasan

Menyelenggarakan pelatihan
(training) untuk karyawan secara terus
menerus.
Ketentuan tersebut seharusnya diwajibkan untuk dilaksanakan, minimal oleh
para pemegang saham, sebagaimana dilakukan oleh perusahaan yang tercatat di
NYSE (antara lain PT. TELKOM dan PT. INDOSAT) dimana diwajibkan untuk
membuat berbagai peraturan perusahaan yang sangat ketat sesuai dengan
ketentuan dari Sarbannes Oxley yang diterbitkan dengan maksud untuk mencegah
terulangnya kasus Enron dan Worldcom.
Kebutuhan tenaga dunia bisnis yang bermoral dan beretika saat ini sudah
sangat diharapkan semua pihak apalagi dengan semakin pesatnya perkembangan
globalisasi di muka bumi ini. Dengan adanya moral dan etika dalam dunia bisnis
136 | P a g e
serta kesadaran semua pihak untuk melaksanakannya, kita yakin dapat menjadikan
perusahaan menjadi kokoh.
b. Etika bisnis dalam periklanan
Berbicara mengenai etika bisnis, kita akan masuk pada pembicaraan yang
sifatnya abstrak. Ada dua hal yang perlu dimengerti mengenai etika bisnis, yaitu
pemahaman tentang kata etika dan bisnis. Etika, merupakan seperangkat
kesepakatan umum yang mengatur hubungan antar individu, individu dengan
masyarakat
dan
masyarakat
dengan
masyarakat.
Etika
diperlukan
untuk
menciptakan hubungan yang tidak saling merugikan.
Semua bentuk masyarakat atau kelompok masyarakat memilliki perangkat
aturan, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Perangkat aturan tersebut bertujuan
menjamin berlangsungnya hubungan baik antar anggotanya. Hal yang sama juga
terjadi dalam dunia bisnis. Di dunia bisnis terdapat pula seperangkat aturan yang
mengatur relasi antar pelaku bisnis. Perangkat aturan ini dibutuhkan agar hubungan
bisnis yang terjalin berlangsung fair.
Perangkat
aturan
tersebut
bisa
berupa
undang-undang,
peraturan
pemerintah, keputusan presiden, peraturan perusahaan, dan lain sebagainya. Aturan
itu mengatur hubungan internal dalam dunia bisnis, seperti bagaimana melakukan
bisnis, berhubungan dengan sesama pelaku bisnis. Dalam kerangka yang lebih luas
kita juga mengenal istilah code of conduct, ISO (International Organization for
Standarization), dan sebagainya.
Dalam beberapa tahun terakhir juga dikenal istilah Global Compact, Decent
Works, Corporate Social Responsibility, yang bertujuan mengatur pelaku bisnis agar
menjalankan bisnisnya dengan fair dan memiliki kepedulian terhadap lingkungan
sekitar. Lingkungan tersebut adalah masyarakat sekitar, lingkungan alam, dan hak
asasi manusia.
Jadi, secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah cara-cara
untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan
dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat. Kesemuanya ini
mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil (fairness), sesuai dengan
hukum yang berlaku (legal), dan tidak tergantung pada kedudukan individu ataupun
perusahaan di masyarakat.
137 | P a g e
Menurut Dawam Rahardjo, etika bisnis beroperasi pada tiga tingkat yaitu
individu, organisasi, dan sistem. Pada tingkat individu, etika bisnis mempengaruhi
pengambilan keputusan seseorang atas tanggungjawab pribadinya dan kesadaran
sendiri, baik sebagai penguasa maupun manajer. Pada tingkat organisasi, seseorang
sudah terikat pada kebijakan perusahaan dan persepsi perusahaan tentang
tanggungjawab sosialnya. Pada tingkat sistem, seseorang menjalankan kewajiban
atau tindakan berdasarkan sistem etika tertentu. Realitasnya, para pelaku bisnis
terkadang sering tidak mengindahkan etika. Nilai moral yang selaras dengan etika
bisnis,
misalnya
toleransi,
kesetiaan,
kepercayaan,
persamaan,
emosi
atau
religiusitas, seringkali kalah dalam upaya maksimalisasi laba melalui sikap yang
individualistis melalui konflik dan persaingan yang tidak sehat.
Hal ini tidak hanya terjadi di Dunia Barat, tetapi juga dilakukan oleh para
pebisnis di Dunia Timur. Di dalam bisnis tidak jarang berlaku konsep tujuan
menghalalkan segala cara. Bahkan tindakan yang berbau kriminal pun ditempuh
demi pencapaian suatu tujuan. Kalau sudah demikian, pengusaha yang menjadi
penggerak motor perekonomian akan berubah menjadi binatang ekonomi. Terjadinya
perbuatan tercela dalam dunia bisnis tampaknya tidak menampakan kecenderungan
tetapi sebaliknya, makin hari semakin meningkat. Tindakan mark up, ingkar janji,
tidak mengindahkan kepentingan masyarakat, tidak memperhatikan sumberdaya
alam maupun tindakan kolusi dan suap merupakan segelintir contoh pengabdian
para pengusaha terhadap etika bisnis.
Perubahan perdagangan dunia menuntut segera dibenahinya etika bisnis
agar tatanan ekonomi dunia semakin membaik. Salah satunya adalah melalui iklan.
Promosi dan iklan dinilai efektif menarik calon pembeli, namun belakangan banyak
promosi dan iklan yang tidak lagi sesuai dengan penawaran yang sebenarnya
dilakukan produsen atau penjual, bahkan cenderung membohongi publik. Salah satu
modus yang sering dijadikan alat ‘pembohongan publik’ adalah penawaran khusus
yang disertai dengan sejumlah pembatasan yang dikenal dengan terminologi terms
and condition apply atau “syarat dan ketentuan berlaku”. Entah disengaja atau tidak,
perusahaan ritel, sering kali tidak menjelaskan secara rinci batasan-batasan yang
menyertai penawaran khusus tersebut. Iklan yang mengandung penawaran khusus
dengan syarat-syarat tertentu biasanya hanya diberikan tanda * (asterik) untuk
menandakan “syarat dan ketentuan berlaku”, yang ditulis dengan huruf yang sangat
138 | P a g e
kecil dan diletakkan di bawah iklan tersebut. Sementara itu, keterangan lengkap
tentang batasan-batasan yang berlaku hanya dapat diperoleh di lokasi-lokasi
tertentu. Hal ini banyak dijumpai pada sejumlah iklan yang beredar di tanah air, baik
yang dipublikasikan melalui media cetak maupun elektronik. Kasus ini banyak terjadi
pada iklan-iklan perusahaan ritel, produk dan layanan telepon seluler, kartu kredit,
dan perusahaan penerbangan.
Menurut
etika formal
dan
informal,
praktik-praktik
semacam
ini
jelas
melanggar etika terutama berkaitan dengan kejujuran. Transaksi jual beli seharusnya
menjunjung tinggi norma-norma baik yang berlaku di masyarakat, seperti pelayanan
yang baik dan ramah, kejujuran, menghindari praktik-praktik penipuan maupun
kebohongan public.Dari sisi legal formal, praktek-praktek tersebut jelas melanggar
Undang-undang No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pasal 10 menyatakan
bahwa pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan
dilarang
menawarkan,
mempromosikan,
mengiklankan
atau
membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai: harga atau tarif
suatu barang dan/atau jasa; kegunaan suatu barang dan/atau jasa; kondisi,
tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa; tawaran
potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan; bahaya penggunaan barang
dan/atau jasa.
Selain itu, pasal 12 menyebutkan bahwa pelaku usaha dilarang menawarkan,
mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan harga atau
tarif khusus dalam waktu atau jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak
bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah yang
ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan. Pelanggaran terhadap isi pasal-pasal
tersebut menimbulkan konsekuensi sanksi berupa hukuman penjara maksimal 2
(dua) tahun dan denda sebesar Rp. 500.000.000,-.
Ketentuan
hukum
tentang
pelanggaran
etika
bisnis
dalam
beriklan
sebenarnya sudah disusun, meskipun masih terbuka celah-celah untuk melakukan
penyimpangan. Tapi intinya adalah pada moral pebisnis itu sendiri, karena
pembohongan atau penipuan terhadap publik atau konsumen tidak hanya merugikan
produk atau layanan yang dihasilkan perusahaan itu sendiri, tetapi juga akan
melemahkan daya saing di tingkat internasional. Pengabaian etika bisnis akan
139 | P a g e
membawa kerugian, tidak saja pada masyarakat, tetapi juga tatanan ekonomi
nasional.
c. Pelanggaran etika bisnis dalam bisnis kartel
Dari prinsip-prinsip yang telah dijabarkan diatas, kasus kartel sms yang
terjadi belakangan ini, jika dicermati, telah melanggar prinsip-prinsip etika bisnis.
Yang pertama, prinsip otonomi. Setiap perusahaan yang terdiri dari individu-individu
dalam perusahaan telekomunikasi yang terlibat dalam kasus kartel ini, tidak memiliki
prinsip otonomi yang baik. Mereka tidak dapat mengambil keputusan dan bertindak
berdasarkan kesadarannya tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan.
Maksudnya masing- masing perusahaan yang terlibat tidak mempunyai sifat otonomi
karena kesepakatan yang antar mereka buat tidak memungkinkan mereka untuk
menurunkan harga sms sesuai dengan harga riil sms yang seharusnya mereka jual
pada konsumen, sesuatu yang seharusnya mereka lakukan. Kongsi yang antar
perusahaan telekomunikasi buat membuat mereka tidak lagi independent dalam
menjalankan bisnis mereka, termasuk dalam penentuan tarif sms. Seharusnya,
sesuai dengan prinsip etika bisnis, setiap perusahan atau bentuk usaha harus
mempunyai otonominya sendiri dan mempunyai kemampuan untuk memilih hal yang
mereka anggap patut dan baik untuk dilakukan.
Kedua, kasus kartel tersebut menunjukkan adanya pelanggaran terhadap
prinsip kejujuran. Setiap bisnis seharusnya mempunyai itikad bisnis yang baik yang
direpresentasikan dalam sebuah kejujuran. Baik dalam hal mutu produk, harga
produk, pemberian informasi kepada konsumen atau rekan bisnisnya. Dalam kasus
kartel ini, terdapat penipuan tariff sms yang ditawarkan kepada para konsumen,
berarti perusahaan memang mempunyai intensi untuk tidak berlaku jujurpada
konsumennya.
Ketiga, terdapat prinsip keadilan yang tidak ditegakkan. Dalam sebuah bisnis
prinsip keadilan harus dapat dijalankan. Jika beberapa perusahaan telekomunikasi
melakukan penawaran tariff sms tidak sesaui dengan yang seharusnya mereka
tawarkan, maka prinsip keadilan khususnya kepada konsumen tidak terjadi. Masalah
ketidakadilan ini terjadi ketiga terdapat provider-provider lain yang menawarkan tariff
sms dengan harga jauh dibawah tariff yang selama ini ditawarkan. Konsumen
merasa, mereka tidak diperlakukan secara adil dan tidak memperoleh bagian yang
wajar dari beban (tariff penggunaan sms) yang ditanggungnya.
140 | P a g e
Keempat, kasus ini juga telah melanggar prinsip saling menguntungkan. Kongsi
perusahaan telekomunikasi yang dengan semena-mena mematok tariff sms jauh di
atas harga yang seharusnya sama sekali tidak menguntungkan bagi para konsumen.
Dalam sebuah bisnis seharusnya bukan hanya produsen yang diuntungkan, tetapi
konsumen juga harus merasakan keuntungan yang sama akibat pembelian barang
atau penggunaan jasa mereka.
Kelima,
prinsip
integritas
moral.
Dilakukannya
persekongkolan
untuk
menetapkan tariff sms diluar tariff sewajarnya, tentunya berpotensi untk mencoreng
nama baik dan integritas moral sebuah perusahaan. Kartel sms yang dilakukan
beberapa perusahaan telekomunikasi menunjukkan adanya integrasi moral yang
rendahkarenatidak
bertujuan
melakukan
bisnis
yang
berpedoman
pada
prinsipprinsip etika bisnis pada umunya. Yang paling terlihat dalam kasus ini
hanyalah penggunaan prinsip utilitarianisme dalam menjalankan bisnisnya.
Utilitarianisme merupakan suatu bentuk etika teleological yang lebih dikenal
oleh pelaku-pelaku bisnis yang memusatkan pandangannya terhadap masalah “the
bottom line”. Keputusan- keputusan bisnis diambil dengan pandangan yang
dipusatkan kepada akibat yang mungkin timbul atau konsekuensi apabila terjadi
pertentangan di antara keputusan- keputusan itu, pertanyaan yang selalu diajukan
adalah tentang hal atau keputusan yang terbaik bagi perusahaan. Jika pelaku bisnis,
yang merupakan suatu badan hukum yaitu perusahaan, mempertimbangkan hanya
bagaimana agar suatu tindakan akan memberikan keuntungan yang besar, maka hal
ini adalah merupakan pandangan utilitarianisme. Utilitarianisme dalam hal ini dikenal
sebagai salah satu dari pandangan dengan analisis laba-rugi (cost-benefit).
Perusahaan telekomunikasi hanya berorientasi pada kegunaan yang ditawarkan dari
adanya fasilitas sms yang ditawarkan pada konsumen dan menitikberatkan fokusnya
pada pencapaian laba yang setinggi-tingginya.
141 | P a g e
RANGKUMAN
1) pengertian Etika Bisnis dapat dibedakan menjadi:

Secara makro: etika bisnis mempelajari aspek-aspek moral dari sistem ekonomi
secara keseluruhan.

Secara
meso:
etika bisnis
mempelajari
masalah-masalah
etis di bidang
organisasi
 Secara mikro: etika bisnis difokuskan pada hubungan individu dengan ekonomi
dan bisnis. Sehingga etika bisnis adalah studi tentang aspek-aspek moral dari
kegiatan ekonomi dan bisnis.
2) Masalah etika dalam bisnis dapat diklasifikasikan ke dalam lima kategori
yaitu suap (bribery), paksaan (coercion), penipuan (deception), pencurian
(theft), dan diskriminasi tidak jelas (unfair discrimination).
3) Rumusan prinsip etika bisnis menurut beberapa ahli dijabarkan sebagai berikut:
a) Von der Embse dan R.A. Wagley dalam publikasi yang berjudul Management
Journal pada tahun 1988 mengungkapkan bahwa pada dasarnya terdapat tiga
pendekatan dalam merumuskan prinsip etika bisnis, yaitu: Pendekatan Utilitarian
(Utilitarian Approach), Pendekatan Hak Individu (Individual Rights Approach),
Pendekatan Keadilan (Justice Approach)
b) Muslich (1998 : 31-33) menjabarkan prinsip-prinsip etika bisnis sebagai berikut:
Prinsip Otonomi, Prinsip Kejujuran, Prinsip Tidak Berniat Jahat, Prinsip Keadilan,
dan Prinsip Hormat Pada Diri Sendiri
c) Adiwarman Karim merumuskan prinsip-prinsip etika sebagai berikut: Kejujuran,
Keadilan, Rendah Hati, Simpatik, Kecerdasan dan Lakukan dengan Cara yang
Baik, Lebih Baik, atau Dipandang Baik.
RANGKUMAN
4) Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam etika bisnis antara lain: pengendalian diri,
pengembangan tanggung jawab sosial (Social Responsibility), mempertahankan jati
diri, menciptakan persaingan yang sehat, menerapkan konsep “Pembangunan
Berkelanjutan, menghindari sifat 5K (katabelece, kongkalikong, koneksi, kolusi dan
komisi), mampu menyatakan yang benar itu benar, menumbuhkan sikap saling
percaya antar polongan pengusaha, konsekuen dan konsisten dengan aturan main
bersama, memelihara kesepakatan, dan menuangkan ke dalam hukum positif.
5) Isu-isu yang dicakup oleh etika bisnis meliputi topik-topik yang luas. Isu-isu ini dapat
dikelompokkan ke dalam 3 dimensi atau jenjang, yaitu: (1) sistemik, (2) organisasi,
dan (3) individu.
a) Isu-isu sistemik dalam etika bisnis berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan
etika yang timbul mengenai lingkungan dan sistem yang menjadi tempat
beroperasinya suatu bisnis atau perusahaan: ekonomi, politik, hukum, dan
sistem-sistem sosial lainnya.
b) Isu-isu organisasi dalam etika bisnis berkenaan dengan pertanyaan-pertanyaan
etika tentang perusahaan tertentu.
c) Isu-isu individu dalam etika bisnis menyangkut pertanyaan-pertanyaan etika
yang timbul dalam kaitannya dengan individu tertentu di dalam suatu
perusahaan
6) Isu-isu utama etika bisnis di Indonesia adalah:
a) Masalah Etika Klasik
b) Pemalsuan atau Pembajakan Hak Cipta
c) Diskriminasi dan Perbedaan Gender
d) Konflik Sosial dan Masalah Lingkungan
143 | P a g e
LATIHAN
1) Pengertian etika bisnis dapat dilihat secara mikro, meso dan makro. Jelaskan
masing-masing pengertian tersebut!
2) Sebutkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam etika bisnis!
3) Suap (Bribery) merupakan salah satu jenis masalah yang dihadapi dalam etika
bisnis. Apa yang dimaksud suap? Dan jelaskan pula masalah-masalah lainnya yang
sering dihadapi dalam etika bisnis!
4) Prinsip etika bisnis terbagi menjadi tiga pendekatan dasar, yaitu utilitarian, hak
individu, dan keadilan. Prinsip etika bisnis menurut siapakah ini? Jelaskan masingmasing pendekatan tersebut!
5) Salah satu prinsip etika bisnis menurut Muslich adalah kejujuran. Apakah yang
dimaksud dengan prinsip tersebut? Jelaskan secara rinci!
6) Etika
bisnis
sangat
menjunjung
tinggi
adanya
keadilan.
Sebutkan
contoh
implementasi prinsip keadilan dalam dunia bisnis sehari-hari!
7) Sebutkan beberapa hal pokok yang harus selalu dipegang teguh oleh para pelaku
bisnis maupun pemerintah dalam rangka menciptakan praktik bisnis yang beretika!
8) Jelaskan beberapa pelanggaran prinsip etika bisnis yang terjadi dalam bisnis kartel!
Kasus
Enron merupakan perusahaan dari penggabungan antara InterNorth (penyalur gas
alam melalui pipa) dengan Houston Natural Gas. Kedua perusahaan ini bergabung
pada tahun 1985. Bisnis inti Enron bergerak dalam industri energi, kemudian
melakukan diversifikasi usaha yang sangat luas bahkan sampai pada bidang yang tidak
ada kaitannya dengan industri energi. Diversifikasi usaha tersebut, antara lain meliputi
future transaction, trading commodity non energy dan kegiatan bisnis keuangan.Kasus
Enron mulai terungkap pada bulan Desember tahun 2001 dan
144 | P a g e
LATIHAN
terus menggelinding pada tahun
2002 berimplikasi sangat luas terhadap pasar
keuangan global yang di tandai dengan menurunnya harga saham secara drastis
berbagai bursa efek di belahan dunia, mulai dari Amerika, Eropa, sampai ke Asia.
Enron, suatu perusahaan yang menduduki ranking tujuh dari lima ratus perusahaan
terkemuka di Amerika Serikat dan merupakan perusahaan energi terbesar di AS jatuh
bangkrut dengan meninggalkan hutang hampir sebesar US $ 31.2 milyar. Dalam kasus
Enron diketahui terjadinya perilaku moral hazard diantaranya manipulasi laporan
keuangan dengan mencatat keuntungan 600 juta Dollar AS padahal perusahaan
mengalami kerugian. Manipulasi keuntungan disebabkan keinginan perusahaan agar
saham tetap diminati investor, kasus memalukan ini konon ikut melibatkan orang dalam
gedung putih, termasuk wakil presiden Amerika Serikat.
(Dikutip dari sebuah blog yang Diposkan oleh Dr. Dedi Kusmayadi, SE., M.Si.)
Kasus enron yang menghebohkan dunia finansial khususnya Amerika Serikat
melibatkan KAP Arthur Andersen yang sudah memiliki reputasi internasional yang
dituduh terlibat manipulasi data keuangan perusahaan Enron.
Menurut Anda etika bisnis dalam bentuk apa yang dilanggar dalam kasus ini? Jelaskan!
145 | P a g e
BAB
6
ETIKA KEPEMIMPINAN
___________________________________________________________________
Dalam kehidupan sehari-hari baik itu dalam keluarga, masyarakat atau
bernegara, diperlukan suatu aturan-aturan baik tertulis maupun tidak tertulis untuk
mengatur
hubungan
antar
individu.
Pada
dasarnya
setiap
individu
memiliki
kepentingan-kepentingan pribadi yang berbeda karena itu diperlukan aturan-aturan
yang menjamin agar tidak terjadi atau meminimalisir gesekan antar kepentingan.
Begitu juga dalam sebuah organisasi, selain aturan tertulis, diperlukan juga
aturan tidak tertulis yang mengatur hubungan antar rekan kerja untuk memastikan
tercapainya tujuan organisasi tersebut. Hubungan antar ekan kerja yang dimaksud di
sini mencakup hubungan antar rekan sejawat, hubungan bawahan ke atasan, dan
hubungan antara atasan ke bawahan.
Selama inisudah menjadi pengetahuan umum seorang bawahan harus
bersikap ke atasan, seorang bawahan harus bersikap hormat dan sopan kepada
atasan, bahkan terkadang cenderung berlebihan untuk membuat atasan senang.
Namun yang menarik disini adalah bagaimana seorang atasan seharusnya bersikap
sebagai pemimpin agar bawahan bisa mengoptimalkan potensi kerjanya dan
tercapainya tujuan organisasi.
A. Etiket dan Kepemimpinan
1. Etika dan Etiket
Pengertian etiket dan etika sering dicampuradukkan, padahal kedua istilah
tersebut terdapat arti yang berbeda, walaupun memiliki persamaan. Istilah etika
sebagaimana dijelaskan sebelumnya adalah berkaitan dengan moral (mores),
sedangkan kata etiket adalah berkaitandengan cara, sopan santun, tata krama dalam
pergaulan formal. Keduanya memberikan pedooman tentang bagaimana seharusnya
sesuatu perbuatan.
Definisi etiket, menurut para pakar ada beberapa pengertian, yaitu merupakan
kumpulan tata cara dan sikap baik dalam pergaulan antar manusia yang beradab.
146 | P a g e
Istilah etiket berasal dari Etiquette
(Perancis) yang berarti dari awal suatu kartu
undangan yang biasanya dipergunakan semasa raja-raja di Perancis mengadakan
pertemuan resmi, pesta dan resepsi untuk kalangan para elite kerajaan atau
bangsawan. Dalam pertemuan tersebut telah ditentukan atau disepakati berbagai
peraturan atau tata krama yang harus dipatuhi, seperti cara berpakaian (tata busana),
cara duduk, cara bersalaman, cara berbicara, dan cara bertamu dengan sikap serta
perilaku yang penuh sopan santun dalam pergaulan formal atau resmi.
Pendapat lain mengatakan bahwa etiket adalah tata aturan sopan santun yang
disetujui oleh masyarakat tertentu dan menjadi norma serta panutan dalam bertingkah
laku sebagai anggota masyarakat yang baik dan menyenangkan.Menurut K. Bertens,
dalam buku berjudul Etika, 1994,selain ada persamaannya, dan juga ada empat
perbedaan antara etika dan etiket, yaitu secara umumnya sebagai berikut:
a. Etika adalah niat, apakah perbuatan itu boleh dilakukan atau tidak sesuai
pertimbangan niat baik atau buruk sebagai akibatnya. Etiket adalah menetapkan cara,
untuk melakukan perbuatan benar sesuai dengan yang diharapkan.
b. Etika adalah nurani (bathiniah), bagaimana harus bersikap etis dan baik yang
sesungguhnya timbul dari kesadaran dirinya. Etiket adalah formalitas (lahiriah), tampak dari
sikap luarnya penuh dengan sopan santun dan kebaikan.
c.
Etika bersifat absolut, artinya tidak dapat ditawar-tawar lagi, kalau perbuatan baik
mendapat pujian danyang salah harus mendapat sanksi.Etiket bersifat relatif, yaitu yang
dianggap tidak sopan dalam suatukebudayaan daerah tertentu, tetapi belum tentu di
tempat daerah lainnya.
d. Etika berlakunya, tidak tergantung pada ada atau tidaknya orang lain yang
hadir.Etiket hanya berlaku, jika ada orang lain yang hadir, dan jika tidak ada orang lain
maka etiket itu tidak berlaku.
2. Kepemimpinan
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, dalam sebuah organisasi mutlak
diperlukan seorang sosok pemimpin yang akan menjalankan fungsi kepemimpinan,
seorang pemimipin akan bertanggung jawab atas baik/buruknya organisasi yang dia
pimpin, karena kepemimpinan adalah pusat dan pengambil kebijakan pada suatu
organisasi.
Berbagai
ahli
mengungkapkan
teori-teori
mereka
tentang
definisi
kepemimpinan, seperti
147 | P a g e
a. Kepemimpinan adalah kegiatan dalam mempengaruhi orang lain untuk bekerja
keras dengan penuh kemauan untuk tujuan kelompok (George P Terry)
b. Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang lain agar ikut serta dalam
mencapai tujuan umum (H.Koontz dan C. O'Donnell)
c.
Kepemimpinan sebagai pengaruh antar pribadi yang terjadi pada suatu keadaan dan
diarahkan melalui proses komunikasi ke arah tercapainya sesuatu tujuan (R.
Tannenbaum, Irving R, F. Massarik).
Dari
pendapat
para
ahli
di
atas
bisa
diambil
kesimpulan
bahwa
kepemimpinan adalah sebuah sebuah upaya untuk mempengaruhi orang lain agar
memiliki kemauan untuk mencapai tujuan bersama dan memastikan terjadinya
kesatuan visi dalam sebuah kelompok
3. Etiket kepemimpinan
Etiket kepemimpinan adalah cara-cara yang dianggap benar secara umum
oleh
sekelompok
atau
suatu
komunitas
masyarakat
dalam
upaya
untuk
mempengaruhi orang lain untuk mencapai suatu tujuan bersama yang dimiliki oleh
suatu organisasi. Etiket kepemimpinan sebagaimana etiket lainnya berbeda dari satu
masyarakat ke masyarakat lain, organisasi ke organisasi lain, bahkan bisa berbeda
dari satu bagian ke bagian lain, karena sifat etiket yang berupa hukum tidak tertulis
dan sangat relatif.
Nilai-nilai umum etiket
Walaupun etiket di setiap masyarakat bisa berbeda, prinsip-prinsip umum
dalam etiket selalu tetap, tidak berubah, bersifat universal, dan tak terbatas waktu
dan tempat. Terdapat tiga prinsip dalam etiket, yaitu respek, empati dan kejujuran.
1. Respek
Respek berarti menghargai orang lain, peduli pada orang lain dan memahami
orang lain apa adanya. Tidak peduli mereka berbeda, berasal dari kultur berbeda,
atau keyakinan berbeda. Sangat penting untuk menunjukkan penghargaan kepada
setiap orang dengan kelebihan, kekurangan, kesamaan dan perbedaan yang
ada.Karena dengan bersikap respek kepada orang lain maka orang lain juga akan
bersikap respek kepada kita.
2. Empati
Empati berarti meletakkan diri di pihak orang lain. Sebelum bertindak atau
berucap, kamu harus berpikir dulu, apa pengaruhnya bagi orang lain. Bagaimana bila
148 | P a g e
hal itu diucapkan atau dilakukan orang lain kepadamu. Apakah akan membuatmu
senang atau berang. Pikirkan dulu, jangan sampai tindakan atau ucapankita
menyinggung dan menyakiti orang-orang di sekitar kita, atau membuat diri kita
terlihat buruk di mata orang lain. Kata-kata dan sikap yang penuh pertimbangan dan
empati, akan membuat seseorang terlihat bijaksana, dewasa dan manusiawi.
3. Kejujuran
Kejujuran adalah sebuah bahasa yang universal, setiap orang bahkan mafia
seklipun membutuhkan kejujuran dari bawahannya. Kejujuran akan diterima di
manapun kita berada. Namun kejujuran juga harus menilai situasi dan kondisi,
kejujuran yang akan kita katakan sebaiknya tidak menyinggung atau mengorbankan
orang lain, atau apabila terpaksa, kejujuran yang kita terapkan haruslah lebih
memiliki aspek manfaat dibanding mudharat.
Etiket tidak hanya mengenai cara bergaul yang benar, tetapi juga
menyangkut tentang tentang berkehidupan dengan lingkungan manusia, alam dan
segala isinya termasuk flora dan fauna. Bila berkaitan hubungan dengan sesama
manusia maka komunikasi dan sosialisasi sangat memerlukan etika agar maksud
yang kita sampaikan tidak disalahartikan atau sikap yang kita lakukan tidak
menyinggung atau terlihat ganjil di lingkungan masyarakat tertentu
Contoh etiket dan penerapannya yang berlaku di masyarakat umum
Indonesia.
a. Misalnya dalam makan, etiketnya ialah orang tua didahulukan mengambil nasi,
kalau sudah selesai terus mencuci
b. makan sambil menaruh kaki di atas meja dianggap melanggar etiket bila
dilakukan bersama-sama orang lain,
c. makan dengan tangan kanan,
d. makan tidak boleh berdecap dan bersendawa
e. Di Indonesia menyerahkan sesuatu harus dengan tangan kanan. Bila dilanggar
dianggap melanggar etiket.
f.
mengucapkan salam ketika masuk ke rumah.
NILAI-NILAI UMUM ETIKET KEPEMIMPINAN
a. Landasan Moral Kepemimipinan
149 | P a g e
Pepatah Arab yang cukup terkenal di Indonesia mengatakan “Innamalumamu
akhlaqu maa baqiat fain humu jahabat akhlaquhum jahabu” Artinya suatuumat akan
kuat karena berpegang teguh pada moralitas yang ada, namun apabilamoral
diabaikan maka tunggulah kehancuran umat tersebut.
Pemimpin yang visioner adalah pemimpin yang memiliki kompetensiuntuk
mewujudkan visi organisasi secara bersamasama dengan sumber dayamanusia
(SDM) yang dipimpinnya.Seorang pimpinan yang memiliki kemampuanrethingking
future. Pimpinan yang mampu menggerakkan seluruh potensi yangdimiliki organisasi
kearah masa depan yang lebih cemerlang. Pimpinan yang penuh kewibawaan
sehingga mampumembangun semangat setiap pribadi untuk ikut ambil bagian dalam
mewujudkantujuan.
Pimpinan
yang
tidak
hanya
menguasai
permasalahan
yangdihadapi., tetapi juga memiliki semangat membara untuk bersama -sama
menyelasaikan masalah secara cepat dan tepat
(high commitment and
highabstraction).
Moral
pemimpin
yang
bersumber
pada
Pancasila
terutama
dan
terpentingadalah “moral ketaqwaan”.Pemimpin yang bermoral ketaqwaan dalam
memimpinbangsa pasti mampu mewujudkan kepemerintahan yang baik
(good
governance).Ketaqwaan yang dimiliki seorang pemimpin mendorong mereka taat
dan patuhserta konsisten menjadikan agama yang dianutnya sebagai point of
reversencedalam
melaksanakan
tugas
kepemimpinannya.
Moral
ketaqwaan
melahirkanseorang pemimpin yang mampu menghargai pekerjaan orang lain,
mengakui
Moral ketaqwaan mampu mendorong seorang pemimpin bersikaptransparan,
keterbukaan
dalam
melaksanakan
amanah
yang
diembannya.
Dalamproses
penetapan kebijakan memberikan kesempatan orang yang dipimpinmemberikan
kontribusi dalam agenda setting. Manfaatnya rakyat menjadi individuyang aspiratif
dan responsive.Sementara pimpinan menjadi fasilitator yang penuhdedikatif dan
responsif akomodatif terhadap kepentingan orang yang dipimpinnya.
Untuk lebih memahami bagaimana seharusnya seorang pimpinan beretiket,
maka
kiita
perlu
melihat
contoh-contoh
pemimpin
yang
kesuksesan
dan
kewibawaanya sudah diakui oleh dunia. Seorang pemimpin yang sukse akan
mmeninggalkan pengaruh yang berlangsung lama dan luas, bahkan ketika beliau
sudah tidak ada atau sudah tidak menjadi pemimpin lagi.
150 | P a g e
1) Landasan Moral Kepemimpinan Rasullullah
Rasulullah Muhammad Saw sudah diakui kehebatannya oleh seluruh dunia,
baik pada masa kepemimpinannya atau ketika dia sudah tidak menjabat lagi,
baik ketika dia hidup bahkan hingga beliau sudah wafat, dan tentunya diakui
kemampuannya dalam meimpin oleh kawan maupun lawan. beberapa
penulis yang tidak ragu menuliskan beliau sebagai orang paling berpengaruh di
dunia diantaranya Michael H. Hart.
Diantara rahasia sukses Rasulullah Saw memimpin umat ini adalahterletak
pada kepribadiannya yang utuh, terarah dan berakhlakul karimah dalamsegala aspek
kehidupan.ada
kesesuaian
antara
kata
dengan
perbuatan.Berikut
iniadalah
sebagaian akhlak dan kepribadiaan Rasulullah Saw :
a). Sidik (Kejujuran)
Selama hidupnya Rasulullah Saw sama sekali tak pernah berdusta. Baik
itusebelum beliau diangkat menjadi nabi atau sesudahnya. Sampai usia 40
tahunbeliau tidak dikenal sebagai negarawan.pengkhutbah atau seorang orator. Ia
tidakpernah
tampak
berbicara
tentang
masalah-masalah
etika,
metafisika,
hukum,politik, ekonomi ataupun masalahmsalah sosial. Namun tidak diragukan
lagibahwa ia memiliki karakter yang luar biasa baiknya, tutur kata dan perilaku
muliadan penampilan yang menawan.
b) Amanah (menyampaikan)
Rasulullah Saw dikenal oleh masyarakat sebagai Al-Amin
(manusia
yangdapat dipercaya) Akhlak yang ditampilkan oleh beliau ini amatlah disegani
kawanmaupun
lawan.Amanah
adalah
salah
satu
titipan
yang
bermakna
kepercayaan.Orang yang diserahi memegang amanah dapat dipercaya sehingga
peluang untuktumbuh suburnya benalu nepotisme, kolusi dan korupsi dapat
dibendung. Umatmanusia yang siap memikul amanah dan memeliharanya Insya
Allah akanmencapai kemenengan dan keberuntungan dalam kehidupannya. Allah
Swtberfirman :
c) Adil
Dalam sebuah riwayat sahih (terpercaya) diceritakan tentang seorang wanita
dari kalangan bangsawan Arab yang kedapatan mencuri dan akan segera
diberlakukan hukuman potong tangan padanya. Lalu datanglah Usamah bin Zaid
yang merupakan orang terdekat Rasulullah Saw meminta dispensasi atau
151 | P a g e
keringanan hukuman atas wanita bangsawan tadi. Apa jawab beliau " Seandainya
Fatimah binti Muhammad sendiri yang mencuri niscaya aku akan potong tangannya "
Tak akan diskriminasi dalam masalah hukum, semuanya sama dalam kaca
mata undang-undang. Ada praktek kolusi dan manipulasi dalam masalah
hukum/undang-undang merupakan sumber kehancuran generasi generasiterdahulu,
demikian statement dan kebijakan tegas Rasul kepada yang meminta keringanan
hukuman.
d) Fathonah (Kecerdasan)
Cara berfikir dan cara bertindaknya senantiasa dilakukan dengan cara-cara
yang benar, jujur dan adil tanpa menutup diri dari sikap waspada dalam menghadapi
setiap permasalahan yang muncul. Sehingga beliau mampu bertemu dan bertatap
muka dalam setiap arena dengan penuh kematangan dan persiapan yang prima
e) Tabligh
Meski Rasulullah Saw seorang yang buta huruf dan menjalankan kehidupan
dengan biasa, tenang tanpa halhal yang istimewa, namun ketika ia mulai
menyiarkan risalahnya, seluruh orang Arab tertegun penuh kekaguman, terpikat
oleh kefasiahannya berbicara dan kemampuan berpidato yang amat baik dan
mengagumkan serta tak ada bandingannya, baik oleh penyair dan ahli pidato
sekalipun.
Hal inilah yang perlu diteladani oleh para pemimpin umat dewasa ini bila
menginginkan diri mereka mendapatkan tempat di hati orang banyak sebab
omongan yang tak jelas berbau provokasi, kedustaan dan penuh caci maki sama
sekali tak akan mendatangkan kebaikan. Bukankah amat sering kita mendengar
pernyataan hati ini demikian lalu keesokan harinya diralat, maka kepercayaan
rayat atau masyarakat pun segera hilang dan segera pula timbul gejolak di sana
sini.
f) Ketaqwaan
AlQur'an menyebutkan hal ini sebagai kualitas tertinggi seorang muslim dan
Rasulullah Saw merupakan manusia tertinggi kualitas taqwanya dibandingkan
manusia manapun yang ada di jagad ini. Sebagaimana pernyataan beliau : "
Saya adalah orang yang paling takut dan paling bertaqwa dibandingkan kalian
152 | P a g e
namun saya melaksanakan qiyamullail dan tidur, saya berpuasa namun juga
berbuka dan sayapun menikahi wanita..... " (HR. Muslim).
Demikianlah
ciri-ciri
moralitas
yang
mendasar
dan
yang
senantiasa
melandasi kepemimpinan Rasulluah Saw sehingga dengan moral force itulah
manusia dapat mewujudkan potensi tertingginya dalam segala bidang sehingga
terkendali secara baik. Rasulullah Saw yang terbimbing oleh wahyu berhasil
membangun sistem moral yang baku yang pasti mendatangkan kebaikan bagi
siapa saja yang menjalaninya terlebih lagi para pemimpin umat.
2) Moral Kepemimpinan dalam serat Jatipusaka Makutha Raja
Serat Makutha Raja merupakan tulisan Sultan Hamengku Buwono V yang
merupakan
pedoman
bagi
raja
atau
pemimpin.Sebagai
buku,
serat
ini
mengandung ajaran-ajaran moral yang seharusnya (das Sollen) dilakukan dan
dijalankan oleh Raja ataupun pemimpin pada umumnya. Sebagai kitab ajaran,
berisi aturan-aturan yang bersifat imperatif atau mengharuskan. Tetapi tentu saja
ini juga merupakan bagian dari membangun kesadaran moral seorang pemimpin.
Dalam Serat Makutha Raja pupuh Sinom, ditunjukkan bagaimana raja harus
mengingat asal usul maupun niat ketika hendak menjadi seorang pemimpin. Oleh
karena itu perilakunya harus benarbenar tidak boleh meninggalkan aturan,
sebagaimana tertulis:
Kepemimpinan yang etik menggabungkan antara pengambilan keputusan etik
dan
perilaku
etik;
dan
ini
tampak
dalam
konteks
individu
dan
organisasi.Tanggung jawab utama dari seorang pemimpin adalah membuat
keputusan etik dan berperilaku secara etik pula, serta mengupayakan agar
organisasi memahami dan menerapkannya dalam kode-kode etik.
Saran-saran untuk perilaku secara etik
Bila pemimpin etik memiliki nilai-nilai etika pribadi yang jelas dan nilai-nilai etika
organisasi, maka perilaku etik adalah apa yang konsisten sesuai dengan nilainilai
tersebut. Ada beberapa saran yang diadaptasi dari Blanchard dan Peale (1998)
berikut ini:
a. berperilakulah sedemikian rupa sehingga sejalan dengan tujuan anda
(Blanchard dan Peale mendefinisikannya sebagai jalan yang ingin anda lalui
dalam hidup ini; jalan yang memberikan makna dan arti hidup anda.) Sebuah
153 | P a g e
tujuan pribadi yang jelas merupakan dasar bagi perilaku etik. Sebuah tujuan
organisasi yang jelas juga akan memperkuat perilaku organisasi yang etik.
b. berperilakulah sedemikian rupa sehingga anda secara pribadi merasa bangga
akan perilaku anda. Kepercayaan diri merupakan seperangkat peralatan yang
kuat bagi perilaku etik. Bukankah kepercayaan diri merupakan rasa bangga
(pride) yang diramu dengan kerendahan hati secara seimbang yang akan
menumbuhkan keyakinan kuat saat anda harus menghadapi sebuah dilema
dalam menentukan sikap yang etik.
c. berperilakulah dengan sabar dan penuh keyakinan akan keputusan anda dan
diri anda sendiri. Kesabaran, kata Blanchard dan Peale, menolong kita untuk
bisa tetap memilih perilaku yang terbaik dalam jangka panjang, serta
menghindarkan kita dari jebakan hal-hal yang terjadi secara tiba-tiba.
d. berperilakulah dengan teguh. Ini berarti berperilaku secara etik sepanjang
waktu, bukan hanya bila kita merasa nyaman untuk melakukannya. Seorang
pemimpin etik, menurut Blanchard dan Peale, memiliki ketangguhan untuk
tetap pada tujuan dan mencapai apa yang dicita-citakannya.
e. berperilakulah secara konsisten dengan apa yang benar-benar penting. Ini
berarti anda harus menjaga perspektif. Perspektif mengajak kita untuk
melakukan refleksi dan melihat hal-hal lebh jernih sehingga kita bisa melihat
apa yang benar-benar penting untuk menuntun perilaku kita sendiri.
URGENSI ETIKA KEPEMIMPINAN
Banyak keluhan saat ini bahwa pemimpin tidak punya etika. Misalnya, tidak
mempunyai pendirian dalam berkoalisi (kasus politik di Indonesia), berbicara yang
tidak pantas di depan publik, saling mencerca dan mencaci maki, bahkan tidak malu
lagi untuk melakukan korupsi. Mereka seolah-olah sudah merasa nyaman saja
melakukan kesalahan.
Banyak orang merasa bahwa pemimpin tidak beretika dan perlu dibuatkan
pedoman.
Indonesia.
Contoh
Namun,
kasus, adanya penyusunan
pembuatan/penyusunan
pedoman tentang
pedoman
etika
etika
DPR
tersebut
juga
menimbulkan kontroversi. Ada yang mengatakan tidak perlu ada pedoman etika
karena yang penting adalah hatinya. Menurut mereka yang tidak setuju, “Kalau mau
154 | P a g e
dosa bisa di mana saja, manusia itu kan lebih lihai dari aturan dan pedoman!”. Jika
memnag demikian, apakah benar pemimpin perlu dibuatkan pedoman etika?
Pertanyaannya, apa arti “tidak punya etika”? Apakah hanya tentang
kesantunan belaka, atau tentang moralitas dan integritas pemimpin? Hal ini penting
karena etiket berbeda dengan etika. Etiket adalah hal-hal tentang sopan santun baik
dari segi cara berbicara atau bersikap, mungkin ada yang halus dan ada pula yang
kasar. Misalnya, cara berbicara yang kasar dan tingkah laku yang tidak sopan adalah
sebuah etiket. Etiket tetap penting untuk dipelajari dan dimiliki, namun tidak masuk
dalam ranah etika. Lain halnya dengan etiket, etika berbicara tentang baik dan buruk
atau
benar
dan
salah.
Itulah
sebabnya
mengapa
setiap
pemimpin
harus
mengembangkan etika bagi dirinya dan perlunya ada pedoman etika sebagai
pemimpin.
Untuk apa pemimpin harus mempunyai etika? Etika memberikan tuntunan
kepada para pemimpin di tengah-tengah masyarakat yang memiliki nilai yang
beragam atau pluralism moral (Bertens, 31). Etika juga akan membimbing dan
memampukan
pemimpin
dalam
menghadapi
persoalan
akibat
muncul/berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi.
Secara umum, sudah tentu etika sangat dibutuhkan di dalam kehidupan
manusia yang hidup di zaman globalisasi. Baik dan buruk dalam masyarakat sudah
bukan urusan pribadi atau suatu masyarakat saja, tetapi sudah menjadi kepedulian
bersama suatu konteks yang lebih besar, misalnya lingkungan hidup, kekejaman,
korupsi, kemiskinan, dan ketidakadilan, juga termasuk banyak kasus moralitas di
dalam kehidupan pemimpin.
Dalam suatu organisasi, etika kepemimpinan sangatlah penting. Pemimpin
harus membuat keputusan yang tidak hanya menguntungkan, tetapi pemimpin juga
harus memikirkan tentang pengaruhnya terhadap masyarakat. Pemimpin yang baik
mengetahui
nilai-nilai dan
etika,
serta
mengaplikasikannya
dalam gaya dan
pelaksanaan kepemimpinannya. Ketika seorang pemimpin menggunakan etika
dalam kepemimpinannya, ia akan dihormati dan dikagumi oleh bawahan dan
karyawannya.
Ada beberapa hal yang perlu dimiliki oleh pemimpin yang beretika. Di sini kita
tidak berbicara tentang tingkah laku (behavior) yang terlihat, atau dengan kata lain
mengubah tingkah laku yang terlihat saja, tetapi juga mempertimbangkan motif-motif
155 | P a g e
hati si pemimpin. Oleh karena itu, syarat pertama pemimpin yang beretika adalah
memiliki hati nurani yang baik. Kata “hati nurani” berasal dari kata “conscienta” yang
berarti “turut mengetahui” atau “dengan diketahui oleh”. Dalam hal ini, siapa yang
turut mengetahui? Maksud dari kata tersebut tentu ada suatu instansi di dalam diri
manusia yang berfungsi sebagai saksi yang mengamati atau menilai kehidupan batin
manusia dan mempertimbangkan sesuatunya (bdk. Verkuyl, 65; Bertens, 53). Jadi,
hati nurani adalah suatu penghayatan tentang baik dan buruk yang berhubungan
dengan tingkah laku konkret/nyata manusia (Bertens, 51-52). Harga diri dan
integritas manusia sebagai pemimpin terletak pada hati nuraninya.
Bentuk hati nurani ada dua yaitu hati nurani retrospektif dan prospektif
(Bertens, 54-56). Hati nurani retrospektif adalah hati nurani yang mengevaluasi
terhadap perbuatan manusia pada masa lalu, apakah perbuatan tersebut baik
ataukah buruk. Hati nurani retrospektif berfungsi sebagai instansi kehakiman yang
mencela jika melakukan perbuatan yang tidak baik atau jahat, tetapi akan memberi
pujian jika melakukan perbuatan yang baik dan terpuji. Hati nurani yang sehat dari
seorang pemimpin adalah jika pemimpin tersebut memiliki hati nurani yang menuduh
atau mencela yang disebut “a bad conscience” jika melakukan sesuatu yang buruk
dan memiliki ”a good conscience” atau ”a clear conscience” jika melakukan sesuatu
yang baik.
Hati nurani prospektif adalah hati nurani yang memberikan penilaian atas
perbuatan di masa yang akan dating. Ia memberikan nilai kondisional atas perbuatan
manusia. Artinya, sebelum melakukan sesuatu hal maka hati nuraninya akan
memberitahu mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang benar dan mana
yang salah. Hati nurani bekerja pada saat suatu hal sedang dilakukan seseorang.
Di samping memiliki hati nurani yang baik, setiap pemimpin wajib memiliki
komitmen terhadap etika keutamaan. Maksud dari etika keutamaan adalah berfokus
kepada manusia dan martabatnya, dan bukan kepada apakah suatu perbuatan
sesuai norma atau tidak. Etika ini mempelajari keutamaan (virtue) sifat watak yang
dimiliki manusia. Etika keutamaan bukan menilai perbutan, tetapi lebih kepada
apakah manusia (kita) adalah orang yang baik atau buruk.
Di samping etika keutamaan, ada pula etika kewajiban. Etika kewajiban
menekankan pada “being” manusia, yaitu siapakah saya di hadapan Tuhan dan
sesama. Di sini, manusia bukan memilih mana yang harus dipegang, apakah etika
156 | P a g e
kewajiban ataukah etika keutamaan (bukan either-or), tetapi kedua-duanya perlu
dipelajari dan dipraktikkan (both-and). Kita wajib tahu mana yang benar dan yang
salah, baik dan buruk, tetapi juga mengembangkan watak serta karakter yang penuh
pengorbanan, pelayanan, dan kebaikan sebagai etika keutamaan.
Hubungan antara etika keutamaan dan etika kewajiban adalah bahwa
moralitas selalu berhubungan dengan aturan dan prinsip sertakualitas manusianya
juga.
Manusia tidak hanya baik karena menaati aturan, tetapi juga perlu
pembentukan watak. Karakter atau watak manusia juga memerlukan norma. Jika
ada yang berkata bahwa DPR tidak perlu ada pedoman etika, berarti dia tidak
memahami fungsi etika kewajiban, bahwa manusia hanya bisa taat jika ada
pedoman dan sanksi yang mengaturnya. Tetapi pedoman dan sanksi saja tidak
cukup menjadikan manusia baik. Manusia memerlukan pengembangan watak dan
karakter yang baik yang disebut pengembangan etika keutamaan. Di sini, keduanya
berjalan bersamaan di dalam kehidupan seorang pemimpin.
Kepemimpinan adalah suatu konsep yang mengagumkan. Kepemimpinan
mampu menyiratkan tanggung jawab, pengetahuan dan komunikasi efektif. Etika
kepemimpinan terutama mempunyai arti penting pada waktu-waktu belakangan ini
ketika kepercayaan publik telah terkikis oleh tindakan tidak baik dari banyak entitas
nirlaba maupun entitas komersial.
Berikut ini adalah beberapa komponen dari etika kepemimpinan beserta
pentingnya, yaitu:
 Ethical Communication
Pemimpin yang beretika akan menetapkan standar kejujuran untuk setiap
bawahan yang dipimpinnya. Ketika seseorang mengambil posisi sebagai
pemimpin, ia mempunyai kesempatan untuk menempatkan kejujuran pada
tempat tertinggi. Dalam hal ini, keteladanan pemimpin saja tidak cukup dalam
melaksanakan standar ini. “Kejujuran adalah tugas nomor satu” harus menjadi
slogan entitas tersebut. Informasi yang jujur adalah informasi yang berkualitas, baik
untuk CEO, dewan direksi, maupun para investor.
 Ethical Quality
Seorang pemimpin yang beretika paham bahwa aa tiga faktor yang
menentukan
tingkat
kompetitifnya
suatu
organisasi,
yaitu
produk
yang
berkualitas, pelayanan pelanggan yang berkualitas, dan pengiriman yang
157 | P a g e
berkualitas.
Pemimpin
harus
bertanggungjawab
dalam
memimpin,
mengendalikan, dan mendanai dalam hal peningkatan kualitas. Keuntungan yang
besar hanya dapat terjadi jika pemimpin dapat melaksanakan tanggungjawab
tersebut.
 Ethical Collaboration
Pemimpin yang beretika membutuhkan banyak penasihat. Ia akan
memilih penasihat yang paling unggul di dalam organisasinya dan akan
mempekerjakan beberapa orang penasihat dari luar perusahaan. Pemimpin yang
bijak berkolaborasi untuk menciptakan best practice, memecahkan masalah, dan
menemukan issue-issue yang sedang dihadapi organisasi. Sayangnya, secara
alamiah pemimpin akan cenderung menciptakan “lingkaran penasihat” yang
tertutup. Pemimpin yang menggunakan etika kolaborasi akan menjaga agar
“lingkaran penasihat” ini lebih terbuka dan cair. Tujuan dari pemimpin yang
beretika adalah untuk menurunkan risiko organisasi dengan cara mempeoleh
para ahli (dalam hal ini adalah penasihat) yang terpercaya.
 Ethical Succession Planning
Jika
pemimpin
yang
berprinsip
memiliki/menuntut
kebutuhan
akan
pengendalian, ia akan memenuhi kebutuhan tersebut dengan menciptakan
standar organisasi dan prosedur operasi untuk kualitas dan komunikasi yang
kuat. Sementara itu, seorang pemimpin yang beretika harus memberikan
kesempatan pada para penerus yang potensial untuk berlatih dan membangun
kemampuan kepemimpinan mereka. Hal tersebut harus dipimpin oleh si
pemimpin sendiri dengan memberikan kesempatan untuk berkomunikasi 360 0,
dan melatih mereka tentang peran-peran yang mungkin akan mereka jalankan
suatu saat nanti.
 Ethical Tenure
Berapa
lamakah
seharusnya
seorang
pemimpin
mepimpin
organisasinya? Di Indonesia, wakil rakyat dipilih setiap lima tahun sekali. Di
Amerika, pemimpin pemerintahan memimpin selama empat sampai delapan
tahun.
Sedangkan
dalam
bidang
industri
tidak
memiliki
standar
masa
kepemimpinan (tenure). Menurut seorang pakar kepemimpinan, Peter Block,
kepemimpinan
seringkali
diukur
lebih
berdasarkan
kepercayaan
terhadap
individu daripada talenta/kemampuannya. Block juga mengemukakan bahwa misi
158 | P a g e
dari pemimpin yang beretika adalah untuk melayani institusi yang dipimpinnya,
bukan untuk melayani diri mereka sendiri. Pemimpin yang beretika berkolaborasi
dan menyiapkan rencana penerusan kepemimpinan di dalam organisasinya yang
akan menjamin pertumbuhan organisasinya. Pemimpin bekerja atas permintaan
dari entitas, pelanggan, dewan direksi, dan para pemegang saham. Jika
kepercayaan
dari
masing-masing
pemegang
kepentingan
tersebut
tidak
berubah/menurun, si pemimpin harus tetap memimpin hingga ia memilih untuk
mundur dan turun jabatan. Sedangkan pemimpin yang merusak kepercayaan
bawahannya,
pelanggan,
dan
masyarakat
luas
harus
menyingkir
dan
membiarkan pemimpin lain yang lebih baik mengambil alih kepemimpinan dan
kekuasaannya.
KARAKTER UTAMA DALAM KEPEMIMPINAN
Kita sering mengatakan penampilan seseorang adalah etika dari orang
tersebut, yang dapat menempatkan diri dengan baik di setiap situasi. Dapat
dikatakan orang ini adalah individu yang beretika. Bagaimanapun ketika, orang yang
beretika tidak lagi mementingkan kualitas karakter kehidupan yang baik, maka dia
telah berhasil memanipulasi orang lain dengan etikanya yang baik itu karena apa
yang terlihat oleh orang lain pada seseorang terjadi pada situasi normal.
Karakter individu yang sebenarnya akan terlihat ketika indvidu berhadapan
dengan tekanan, tantangan atau masalah-masalah. Kita mempunyai potensi-potensi
untuk memanipulasi orang lain dengan kepintaran, pengalaman dan kekuatan
penampilan luar kita tetapi ada satu hal yang penting jika kita ingin mengetahui
kualitas hidup sebenarnya dari seseorang yaitu waktu. Waktu adalah cara pengujian
yang ampuh.
Secara normal, kita hanya berinteraksi dengan orang lain dalam jangka waktu
yang pendek, misalnya dalam waktu kerja atau hanya dalam beberapa jam. Maka
orang-orang yang mengetahui sifat baik dan kualitas kehidupan kita adalah orangorang yang telah mengenal dan bersama kita dalam jangka waktu yang panjang.
Ekspresi yang tersembunyi akan terlihat dalam situasi tertentu. Tidak ada orang yang
dapat menyembunyikan dirinya yang sebenarnya di dalam untuk selamanya, karena
dari cara dia berbicara, bertindak dan merespon, kita dapat mengidentifikasi karakter
dia.
159 | P a g e
Kita tetap membutuhkan waktu untuk mengingat atau mengetahui karakter
teman-teman kita. Dengan mempelajari dan mengetahui ilmu karakter, kita akan
menjadi sebuah pribadi yang seutuhnya. Bisa menikmati kehidupan yang nyaman,
sehat dan bahagia. Kesuksesan akan dijagai oleh karakter yang baik karena kita bisa
menggapai sukses dengan karisma tetapi hanya karakter yang bisa menjagai
kesuksesan kita tetap pada puncaknya.
7 Kebiasaan manusia yang sangat efektif
Di dalam bukunya 7 Habits of Highly Effective People yang dijabarkan oleh
Stephen R. Covey, merupakan esensi perwujudan dari upaya kita untuk menjadi
seseorang yang seimbang, utuh, dan kuat, serta menciptakan sebuah tim yang
saling melngkapi berdasarkan rasa saling menghormati. Hal ini adalah merupakan
prinsip-prinsip dari karakter pribadi.
Gambar 3.1 Prinsip-rinsip Karakter Pribadi
Sumber: 7 habits of Highly Effective People (Stephen R. Covey)
160 | P a g e
Habit 1 - Proactive
Menjadi proaktif adalah sesuatu yang lebih dari sekedar mengambil inisiatif.
Proaktif
berarti
menyadari
bahwa
kita
bertanggung
jawab
terhadap
pilihanpilihan kita dan memiliki kebebasan untuk memilih berdasarkan prinsip
dan nilai, dan bukan berdasarkan suasana hati atau kondisi di sekitar kita.
Orang-orang yang proaktif adalah agen-agen perubahan, dan memilih untuk
tidak menjadi korban, untuk tidak menjadi reaktif; mereka memilih untuk tidak
menyalahkan orang lain.
Habit 2 - Start from the End
Individu, keluarga, tim dan organisasi membentuk masa depan mereka
dengan terlebih dahulu menciptakan sebuah visi mental untuk segala proyek,
baik besar maupun kecil, pribadi atau antarpribadi. Mereka tidak sekedar
hidup dari hari ke hari tanpa tujuan yang jelas dalam pikiran mereka. Mereka
mengidentifikasi diri dan memberikan komitmen terhadap prinsip, hubungan,
dan tujuan yang paling berarti bagi mereka.
Habit 3 - Put First thing first
Mendahulukan yang utama berarti mengatur aktivitas dan melaksanakannya
berdasarkan prioritas-prioritas yang paling penting. Apa pun situasinya, hal itu
berarti menjalani kehidupan dengan didasarkan pada prinsip-prinsip yang
dirasakan paling berharga, bukan oleh agenda dan kekuatan sekitar yang
mendesak saja.
Habit 4 - Think Win Win
Berpikir menang-menang adalah kerangka pikiran dan hati yang berusaha
mencari manfaat bersama dan saling menghormati di dalam segala jenis
interaksi. Berpikir menang-menang adalah berpikir dengan dasar-dasar
Mentalitas Berkelimpahan yang melihat banyak peluang, dan bukan berpikir
dengan Mentalitas Berkekurangan dan persaingan yang saling mematikan.
Karakter ini bukanlah berpikir secara egois (menang-kalah) atau seperti
martir (kalahmenang). Karakter ini adalah berpikir dengan mengacu kepada
kepentingan “kita”, bukan “aku”.
161 | P a g e
Habit 5 - Effective Communication
Effective Communication yang dimaksud adalah berkomunikasi dengan
empathy; berusaha memahami dulu, baru kemudian berusaha dipahami. Jika
kita mendengar dengan maksud untuk memahami orang lain, dan bukan
sekedar untuk mencai celah untuk menjawab, kita bisa memulai komunikasi
dan pembentukan hubungan yang sejati. Peluang-peluang untuk berbicara
secara terbuka dan untuk dipahami kemudian akan datang secara lebih
alamiah dan mudah. Berusaha untuk memahami memerlukan pertimbangan
matang; berusaha untuk dipahami memerlukan keberanian. Efektivitas
terletak pada menyeimbangkan atau menggabungkan keduanya.
Habit 6 - Synergy
Sinergi adalah alternatif ketiga - bukan cara saya, cara Anda, tetapi sebuah
cara ketiga yang lebih baik daripada apa yang bisa kita capai sendiri-sendiri.
Sinergi merupakan buah dari sikap menghormati, menghargai, dan bahkan
merayakan adanya perbedaan di antara orang-orang. Sinergi bersangkut
paut dengan upaya untuk memecahkan masalah, meraih peluang dan
menyelesaikan perbedaan. Ini seperti kerja sama kreatif di mana 1 + 1 = 3,
11, 111, …
atau
lebih
banyak
lagi.
Sinergi
juga
merupakan
kunci
keberhasilan dari tim atau hubungan efektif mana pun. Sebuah tim yang
bersinergi adalah sebuah tim yang saling melengkapi, di mana tim itu diatur
sedemikian rupa sehingga kekuatan dari para anggotanya bisa saling
menutupi kelemahan-kelemahannya. Dengan cara ini kita mengoptimalkan
kekuatan, bekerja dengan kekuatan tersebut, dan membuat kelemahan dari
masing-masing orang menjadi tidak relevan.
Habit 7 - Sharpen the Saw
Mengasah gergaji berkenaan dengan upaya kita untuk memperbarui diri
secara
terus-menerus
sosial/emosional,
pada
mental,
empat
dan
bidang
spiritual.
Ini
dasar
adalah
kehidupan:
fisik,
karakter
yang
meningkatkan kapasitas kita untuk menjalankan semua kebiasaan lain yang
akan meningkatkan efektivitas kita.
162 | P a g e
Tiga Kebiasaan yang pertama bisa diringkas dalam sebuah pernyataan
empat kata yang amat sederhana: Membuat dan memenuhi janji. Kemampuan untuk
membuat janji adalah proaktivitas (Kebiasaan 1). Apa yang dijanjikan adalah
Kebiasaan 2, dan memenuhi janji adalah Kebiasaan 3.
Tiga kebiasaan selanjutnya bisa diringkas dalam sebuah kalimat pendek:
Libatkan orang dalam permasalahan dan carilah penyelesaiannya bersama-sama.
Hal ini memerlukan rasa saling menghormati (Kebiasaan 4), saling memahami
(Kebiasaan 5), dan kerja sama kreatif (Kebiasaan 6). Kebiasaan 7, Mengasah
Gergaji, adalah meningkatkan kompetensi Anda di empat bidang kehidupan: tubuh,
pikiran, hati, dan jiwa. Kebiasaan ini memperbarui integritas dan rasa aman
seseorang yang berasal dari kedalaman dirinya sendiri (Kebiasaan 1, 2, dan 3) dan
memperbarui semangat maupun karakter untuk membentuk tim yang saling
melengkapi.
Tabel 3.1 adalah bagan yang menggambarkan prinsip dan para-digma dari
masing-masing kebiasaan dalam 7 Kebiasaan.
Sumber: The 8th Habit (Stephen R. Covey)
Prinsip-prinsip yang diwujudkan dalam 7 kebiasaan
Lihatlah dengan saksama masing-masing prinsip tersebut. Kita dapat melihat
tiga hal: Pertama, prinsip-prinsip itu bersifat universal. Artinya, prinsip-prinsip itu
mengatasi batas-batas budaya dan terkandung dalam semua agama utama dunia
maupun falsafah hidup yang tak lekang oleh waktu. Kedua, prinsip-prinsip ini abadi
tak pernah berubah. Ketiga, prinsip-prinsip ini terbukti dengan sendirinya. Bagaimana
163 | P a g e
kita tahu bahwa sesuatu adalah hal yang terbukti dengan sendirinya? Seperti yang
dijelaskan sebelumnya, kita tinggal mencoba berusaha membantahnya. Anda sama
sekali tak akan berhasil. Dalam hal prinsip-prinsip yang mendasari 7 Kebiasaan,
Anda tidak bisa membantah pentingnya tanggung jawab atau inisiatif, memiliki
tujuan, integritas, saling menghormati, saling memahami, kerja sama, kreatif, atau
pentingnya untuk terus-menerus memperbarui diri.
Tujuh Kebiasaan adalah prinsip-prinsip yang menyangkut karakter
yang membentuk siapa dan apa diri Anda.
Kebiasaan-kebiasaan ini
memberikan basis bagi kredibilitas, wewenang moral, dan keterampilan yang
membuat Anda bisa memiliki pengaruh besar dalam sebuah organisasi,
termasuk keluarga, komunitas, dan masyarakat. Kebiasaan itu terletak pada
inti dari peran pertama pada 4 Peran Kepemimpinan—yaitu menjadi Panutan.
4 Peran Kepemimpinan itu adalah apa yang Anda lakukan sebagai pemimpin
untuk mengilhami orang lain agar menemukan suara mereka.
Gambar 3.2 Empat Peran Kepemimpinan
Sumber: The 8th Habit (Stephen R. Covey)
Kepemimpinan
akan
menciptakan
sebuah
ruang
kehidupan
yang
sepenuhnya baru bagi 7 Kebiasaan, dan kebiasaan-kebiasaan ini akan dipandang
164 | P a g e
sebagai hal yang memiliki nilai vital secara strategis bagi sebuah organisasi, dan
bukan sekadar sebuah program pelatihan dengan gambar-gambar yang indah.
Empat Peran Kepemimpinan membuat 7 Kebiasaan bisa menjadi hal utama yang
dipraktikkan dalam organisasi.
Paradigma 7 Kebiasaan
Masing-masing kebiasaan dalam 7 Kebiasaan tidak hanya mewakili sebuah
prinsip, tetapi juga sebuah paradigma, sebuah cara berpikir. Saat kita memikirkan
secara lebih mendalam bahwa Kebiasaan 1, 2, dan 3 diwakili oleh empat kata
"membuat dan memenuhi janji," kita menjadi paham mengenai paradigma yang
menyertai masing-masing kebiasaan. Kebiasaan 1, Menjadi Proaktif, adalah sebuah
paradigma determinasi diri atau penetapan diri, dan bukan sekadar determinasi
genetik, sosial, fisik, atau lingkungan, melainkan "Saya bisa dan akan membuat
janji." Inilah kekuatan dari pilihan.
Kebiasaan 2, Memulai dengan Tujuan Akhir, adalah sebuah paradigma yang
menyatakan bahwa semua hal diciptakan dua kali, pertama secara mental, dan baru
kemudian secara fisik. Ini adalah isi dari janji tersebut—"Saya bisa memikirkan baik
isi dari janji yang ingin saya buat maupun apa yang saya harapkan akan saya capai
dari situ." Ini adalah kekuatan fokus. Kebiasaan 3 adalah paradigma prioritas,
tindakan, dan pelaksanaan—"Saya memiliki kemampuan dan tanggung jawab untuk
memenuhi janji tersebut."
Kebiasaan 4, 5, dan 6—Berpikir Menang-Menang, Berusaha Memahami Dulu
Lalu Berusaha Dipahami, dan Bersinergi—adalah paradigma-paradigma pemikiran
berkelimpahan saat berhubungan dengan pihak lain—melimpahnya rasa hormat,
rasa saling memahami (menyeimbangkan antara pertimbangan dan keberanian),
dan menghargai perbedaan. Ini adalah inti dari tim yang saling melengkapi.
Kebiasaan 7 adalah paradigma perbaikan terus-menerus dari sebuah pribadi
utuh. Ini adalah kebiasaan untuk pendidikan, pembelajaran, dan pembuatan
komitmen ulang—apa yang disebut oleh bangsa Jepang sebagai "Kaizen." Inilah
sebabnya mengapa diagram melingkar yang dipergunakan di sepanjang buku ini
memiliki sebuah mata panah yang tidak menutup lingkaran tersebut tetapi akan
menciptakan sebuah spiral naik yang melambangkan sebuah perbaikan tanpa henti
dalam masing-masing wilayah dari empat wilayah yang dipilih.
165 | P a g e
Solusi Kepemimpinan dalam Organisasi
Keputusan untuk mengilhami orang lain untuk menemukan suara mereka
membawa Anda langsung ke inti dari empat masalah kronis organisasi yang
diakibatkan oleh model kontrol Era Industri yang dipakai saat ini. Empat Peran
Kepemimpinan sebenarnya adalah empat karak-teristik kepemimpinan pribadi: visi,
disiplin, gairah, dan hati nurani —yang ditulis ulang untuk konteks organisasi.
Gambar 3.3: Empat karakteristik kepemimpinan pribadi
Sumber: The 8th Habit (Stephen R. Covey)
 Panutan (hati nurani): Menjadi contoh yang baik.
 Perintis (visi): Bersama-sama menentukan arah yang dituju.

Penyelaras (disiplin): Menyusun dan mengelola sistem agar tetap pada arah
yang telah ditetapkan.

Pemberdaya (gairah): Memfokuskan bakat pada hasil, bukan pada metode, lalu
menyingkir agar tidak menghalangi dan memberi bantuan jika diminta.
Mereka yang memegang posisi kepemimpinan formal dalam organisasi
mungkin bisa melihat keempat peran ini sebagai cara yang menantang, namun
alamiah, untuk memenuhi tugas mereka. Kendati demikian, kalau kita membatasi
keempat peran ini hanya untuk eksekutif senior, hal itu hanya akan semakin
memperkuat pola pemikiran yang mengatakan, "bos yang melakukan semua
pemikiran penting dan pembuatan keputusan." Keempat peran ini adalah untuk
166 | P a g e
semua orang, apa pun posisinya. Keempatnya adalah jalur untuk meningkatkan
pengaruh Anda, pengaruh tim dan organisasi Anda.
Stephen R. Covey dan teman-temannya mengajarkan model
4 Peran
Kepemimpinan sejak tahun 1995. Dan ternyata, banyak pula pakar lain di bidang
kepemimpinan yang secara terpisah telah menyusun model yang didasarkan pada
prinsip-prinsip yang sama. Sebagai contoh, Dave Ulrich (Universitas Michigan), Jack
Zenger, dan Norm Smallwood yang menulis buku Results-Based Leadership (1999)
yang amat memperluas cakrawala wawasan kita. Setelah bertahun-tahun melakukan
penelitian, pengamatan, dan memberikan konsultasi, mereka mengembangkan
sebuah model kepemimpinan empat kotak yang hampir sama persis dengan model 4
Peran.Perbedaan utamanya hanya terletak pada peristilahan yang dipakai, tetapi
Kita bisa melihat bahwa makna pada intinya sama.
Gambar 3.4: Apa yang dilakukan oleh Pemimpin Yang Sukses?
Sumber: The 8th Habit (Stephen R. Covey)
Pentingnya Urutan Peran
Keempat peran ini juga amat saling tergantung. Dari satu sisi, peran-peran ini
tampaknya berurutan. Tetapi dari sisi lain, peran-peran ini dijalankan secara
bersamaan. Kedua sisi tersebut sama-sama benar. Peran-peran ini berurutan karena
167 | P a g e
kita harus bisa mendapatkan kepercayaan yang tumbuh dari kelayakan kita untuk
dipercaya, sebelum kita benar-benar bisa berpindah ke peran-peran lain yang akan
membebaskan potensi alamiah manusia. Kendati demikian, peran-peran ini juga
bekerja secara simultan jika dipandang dari sisi saat setelah terbentuknya sebuah
budaya berdasarkan kepemimpinan ini. Keempat proses atau peran ini tetap harus
diper-hatikan secara terus-menerus.
Stephen R. Covey menggambarkan pentingnya urutan dari keempat peran ini
dengan cara membandingkannya dengan olahraga profesio-nal, yang seperti juga
dunia bisnis, merupakan ajang kompetisi yang amat sengit. Saat seorang pemain
masuk ke sebuah sasana latihan profesional dengan kondisi tidak memenuhi syarat
tidak memiliki kekuatan otot dan daya tahan jantungnya tidak beres dia tidak akan
bisa mengembangkan keahliannya secara maksimal. Dan jika dia tidak bisa
mengembangkan kemampuan itu, tidak
mungkin dia bisa bermanfaat sebagai
anggota tim dan menjadi bagian dari sebuah sistem pencetak kemenangan.
Dengan kata lain, pengembangan otot mendahului pengem-bangan keahlian,
dan pengembangan keahlian mendahului pengembangan tim dan sistem. Tubuh
adalah sebuah sistem alamiah dan diatur oleh hukum-hukum alam. Perumpamaan
olahraga amat tepat dan memberikan gambaran kuat yang bisa kita hubungkan
dengan bidang yang lebih luas yakni meningkatkan kapasitas dan menemukan suara
kita. Pengembangan pribadi mendahului pengembangan hubungan yang saling
memercayai, dan hubungan yang saling memercayai adalah sebuah prasyarat
mutlak untuk mengembangkan sebuah organisasi yang bercirikan kerja sama tim,
kontribusi, dan kerja sama dengan komunitas yang lebih luas.
Sebagai contoh, misalkan seseorang tidak mampu memenuhi janji, bahkan janji
yang dibuat untuk dirinya sendiri—hidupnya tidak konsisten, tak beraturan, dan
tergantung pada suasana hatinya. Ada-kah cara baginya untuk membangun
hubungan yang sehat dan penuh rasa saling percaya dengan orang lain?
Jawabannya sudah jelas. Dan jika kepercayaan dalam hubungannya dengan orang
lain kurang, apakah dia akan memiliki dasar yang kuat untuk membangun sebuah
keluarga yang efektif atau tim dan organisasi yang bisa membuat kontribusi yang
signifikan? Sekali lagi, jawabannya sudah jelas: tidak mungkin.
Persis seperti seorang anak tidak akan bisa berlari sebelum bisa berjalan
atau tak bisa berjalan sebelum dia bisa merangkak, dan Anda juga tidak akan bisa
168 | P a g e
mengerjakan soal-soal kalkulus sebelum Anda memahami aljabar, dan Anda tidak
akan bisa mengerjakan aljabar sebelum Anda memahami dasar-dasar matematika,
beberapa hal dasar yang diperlukan memang harus ada lebih dahulu sebelum yang
lainnya bisa dilakukan. Setelah kita memahami pentingnya urutan ini, Anda akan
melihat mengapa, bahkan jika kedua hal ini saling tergantung, amat penting untuk
pertama-tama membayar harga untuk berusaha menemukan suara pribadi Anda
sebelum mencoba mengembangkan keahlian dalam membangun hubungan dengan
tingkat kepercayaan yang tinggi dan pemecahan masalah secara kreatif.
Kerja yang bersifat sinergis dalam hubungan-hubungan yang memiliki tingkat
kepercayaan tinggi seperti itu kemudian akan menjadi dasar untuk menciptakan
sebuah tim atau organisasi dari orang-orang yang saling bekerja sama—tim-tim yang
memiliki tujuan dan nilai-nilai yang sama, dan bersedia untuk memainkan peran
mereka di dalam konteks tersebut. Dan yang paling akhir, individu, tim, dan
organisasi seperti itu kemudian bisa memperluas pengaruh mereka dengan melayani
dan memenuhi kebutuhan dari pihak-pihak yang menjadi tanggung jawab mereka.
Penempatan layanan bagi orang lain sebagai hal yang lebih tinggi daripada diri
sendiri memberikan makna pada ketiga level tersebut dan membawa kita ke Era
Kebijaksanaan, era kelima dari peradaban.
Mungkin cara terbaik untuk menggambarkan betapa penting dan kuatnya
urutan ini adalah dengan cara yang sering saya berikan kepada para peserta yang
saya ajar. Saya mengundang seorang pria yang tampak amat kuat dan sehat untuk
maju ke depan dan melakukan dua puluh kali push-up dengan punggung lurus. Jika
dia benar-benar kuat dan selalu berlatih, dia akan bisa melakukan hal itu dengan
mudah. Tetapi hanya sedikit yang sanggup melakukannya; bahkan banyak orang
yang tampak kuat dan sehat, tetapi tidak sanggup melakukan lebih dari lima atau
enam kali.
Dengan mempergunakan analogi fisik ini, saya berpendapat bahwa sampai
seseorang bisa melakukan dua puluh kali push-up emosional pada tingkat pribadi,
mereka tidak akan memiliki ke-kuatan atau kebebasan untuk melakukan tiga puluh
push-up emosional yang diperlukan untuk memenuhi tantangan dan tuntutan dari
hubungan yang lebih luas. Dan sebelum mereka bisa melakukan lima puluh push-up
pada tingkat pribadi dan hubungan, mereka tidak akan mungkin bisa membangun
169 | P a g e
sebuah
tim
dan
menghasilkan
sebuah
budaya
organisasi
dengan
tingkat
kepercayaan dan kinerja yang tinggi.
Dengan
mengingat
adanya
urutan
ini,
kita
sekarang
berpindah
dari
pengembangan karakter yang diperlukan dalam menemukan suara kita sendiri,
menuju pengembangan keahlian dan pengembangan tim dan sistem yang diperlukan
dalam upaya kita untuk mengilhami orang lain untuk menemukan suara mereka di
dalam organisasi
Latihan Soal-Soal
1. Apa yang dimaksud dengan Etika dan jelaskan fungsinya?
2. Jelaskan pengertian kepempimpinan menurut H.Koontz dan C. O'Donnell
3. Apa yang dimaksud dengan Etika Kepempimpinan?
4. Untuk apa pemimpin harus mempunyai etika?
5. Sebutkan beberapa komponen dari etika kepemimpinan beserta pentingnya!
6. Sebutkan prinsip-prinsip etika berorganisasi?
7. Jelaskan Bagaimana hubungan etika kepempimpinan dengan organisasi?
8. Etika kepemimpinan dapat diterapkan dengan baik apabila mendapat
dukungan penuh dari beberapa faktor yaitu?
9. Seorang pemimpin yang sukses apabila ia mampu menggerakkan sejumlah
orang dalam mencapai tujuan organisasi. Untuk keperluan itu, seorang
pemimpin hendaknya dapat menciptakan beberapa hal, sebutkan?
10. Apa yang dimaksud dengan pemimpin yang visioner?
170 | P a g e
BAB
7
ETIKA PELAYANAN PUBLIK
_____________________________________________________
Tujuan Instruksional Khusus :
Setelah mempelajari pokok bahasan ini diharapkan mahasiswa memahami
beberapa hal tentang etika pelayanan publik yang meliputi:
1. Pengertian pelayanan publik
2. Prinsip-prinsip etika pelayanan publik
3. Netralitas PNS
A. Pengertian Etika Pelayanan Publik
Dalam bentuknya yang paling abstrak, etika adalah salah satu cabang filsafat.Etika
berkaitan
dengan
perilaku
pertimbangan/keputusan
normal,
yaitu
moral.Tegasnya
produk
etika
dari
standar
berkaitan
dengan
moral
dan
bagaimana
kita0020hidup.Mengambil keputusan tentang bagaimana kita hidup adalah fondasi etika.
Dengan cara sederhana kita dapat, kita dapat mengatakan bahwa etika berkenaan dengan
bagaimana orang-orang melaksanakan urusan mereka, setiap jam, atau setiap hari.
Perilaku etis berarti jujur dengan diri sendiri dan dengan orang lain. Etika berkaitan dengan
karya, kinerja atau prestasi, yang di karya atau kinerja itulah nama kita melekat.
Konsep etika tidak lain adalah sejumlah asumsi dasar yang melandasi hampir
semua hubungan dan transaksi di dalam masyarakat. Asumsi-asumsi ini meliputi asumsiasumsi bagaimana kita memperlakukan orang lain, apa hak kita dan apa hak orang lain,
kapan hak individual kita berakhir dan kapan hak individual orang lain bermula, bagaimana
hak milik individu dan masyarakat diperlakukan, dan apa yang merupakan perlakuan wajar
dan adil bagi semua orang. Dengan demikian etika dapat diartikan secara luas sebagai
“keseluruhan norma dan penilaian yang dipergunakan masyarakat untuk mengetahui
bagaimana seharusnya menjalankan kehidupannya.” Pertanyaan berikut ini mencerminkan
pengertian etika ini: “Bagaimana saya membawa diri dan bersikap?” “ Perbuatan-perbuatan
mana yang harus saya kembangkan agar hidup saya sebagai manusia berhasil.
Pelayanan publik merupakan bidang kehidupan penting yang ditujukan untuk
kebaikan masyarakat, bangsa dan Negara.Dalam kenyataannya, pelayanan publik
171 | P a g e
mempengaruhi seluruh segi kehidupan warga Negara.Oleh sebab itu, sudah selayaknya
jika isu-isu atau dimensi etika dimasukkan dalam pertimbangan dan keputusan yang
berkaitan dengan pelayanan publik.
Birokrasi dan pelayanan publik menunjukkan kepada kita bahwa administrasi
pemerintahan
atau
birokrasi
pemerintahan
mempunyai
fungsi
pokok
berupa
penyelenggaraan pelayanan publik.Pelayanan publik ini dilaksanakan oleh aparatur
pemerintahan di Indonesia disebut dengan pegawai negeri.Jadi, pelayanan publik adalah
identik dengan birokrasi atau administrasi pemerintahan dan pegawai negeri.
Etika pelayanan publik merupakan bidang etika terapan atau etika praktis.Dengan
demikian, seperti halnya etika bisnis, etika pelayanan publik tidak berkaitan dengan
perumusan standar etika baru, tetapi berkaitan dengan penggunaan atau penerapan
standar-standar etika yang telah ada.Jelasnya, etika pelayanan publik berkaitan dengan
prinsip-prinsip atau standar-standar moral dalam menjalankan tanggung jawab peran
aparatur birokrasi pemerintahan dalam menyelenggarakan pelayanan bagi kepentingan
publik.Fokus utama dalam etika pelayanan publik adalah apakah aparatur pelayanan
publik, pegawai negeri atau birokrasi telah mengambil keputusan dan berperilaku yang
dapat dibenarkan dalam sudut pandang etika.Karena etika bersangkut paut dengan
bagaimana agar manusia mencapai kehidupan yang baik, maka penerapan etika dalam
konteks pelayanan publik dimaksudkan agar pelayanan kepada masyarakat oleh aparatur
birokrasibenar-benar memenuhi harapan masyarakat tersebut.
Sesuai dengan pengertian tersebut, kita dapat mengatakan bahwa beretika dalam
konteks pelayanan publik berarti mempertimbangkan cara yang tepat untuk bertindak bagi
pegawai negeri sebagai”palayan publik” dalam berbagai situasi pelayanan publik. Dengan
demikian, etika pelayanan publik harus mencakup prinsip-prinsip, nilai-nilai, standarstandar atau norma moral (etika) yang harus dijadikan panduan oleh, dan kriteria penilaian
terhadap aparatur birokrasi atau pegawai negeri dalam menjalankan aktivitasnya dalam
organisasi dan dalam hubungannya dengan pihak-pihak luar khususnya masyarakat
pengguna layanan birokrasi.
Secara khusus, perhatian pada isu-isu etika dalam pelayanan publik bermuara pada
tujuan untuk mewujudkan integritas dalampelayanan publik.Integritas mengacu pada
hubungan yang kuat antara nilai-nilai ideal dan perilaku nyata, dan merupakan syarat
pokok bagi pemerintah untuk menyediakan kerangka yang terpercaya dan efektif bagi
kehidupan ekonomi da sosial bagi seluruh warga Negara.Pranata dan mekanisme untuk
memajukan integritas dipandang sebagai komponen pokok good governance. Dalam
pelayanan publik, integritas berarti bahwa :
172 | P a g e
A. Perilaku aparatur pemerintahan (pegawai negeri) sebagai pelayan publik adalah sejalan
dengan misi pelayanan publik dari instansi tempat mereka mengabdikan diri.
B. Pelaksanaan pelayanan publik sehari-hari dapat diandalkan.
C. Warga Negara memperoleh perlakuan “tanpa pandang bulu” sesuai dengan ketentuan
hukum dan peradilan.
D. Sumber daya publik digunakan secara tepat, efisien dan efektif.
E. Prosedur pedngambilan keputusan adalah transparan bagi publik, dan tersedia sarana
bagi publik untuk melakukan penyelidikan dan pemberian tanggapan.
B. Relevansi Etika Dalam Pelayanan Publik
Di sektor manapun, termasuk sektor publik (pemerintahan), ada dua aspek penting
yang umumnya diyakini sebagai penentu kinerja prima, yaitu profesionalisme dan etika.
Seperti halnya di sektor bisnis, sektor publik juga dituntut untuk mencapai kinerja prima,
dengan ukuran-ukuran seperti efisiensi, produktivitas dan efektivitas, dan pada saat yang
sama
dituntut
untuk
senantiasa menjunjung
tinggi
standar
etika,
sepertiintegritas,
objektivitas atau imparsialitas, keadilan dan sebagainya. Dengan perkataan lain, sektor
publik, seperti sektor bisnis, dituntut untuk memiliki dua keunggulan, yaitu keunggulan
teknis (profesionalisme) dan keunggulan moral (etika). Ada beberapa alasan, baik normatif
maupun objektif, yang dapat digunakan untuk menjelaskan relevansi dan makin pentingnya
etika dalam birokrasi atau pelayanan publik.
1. Pelayanan publik di Indonesia masih sangat rendah.
Buruknya pelayanan publik memang bukan hal baru, fakta di lapangan masih
banyak menunjukkan hal ini.Tiga masalah penting yang banyak terjadi di lapangan dalam
penyelenggaraan
pelayanan
publik,
yaitu
pertama,
besarnya
diskriminasi
pelayanan.Penyelenggaraan pelayanan masih amat dipengaruhi oleh hubungan per-koncoan, kesamaan afiliasi politik, etnis, dan agama. Fenomena semacam ini tetap marak
walaupun telah diberlakukan UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara
yang Bersih dari KKN yang secara tegas menyatakan keharusan adanya kesamaan
pelayanan, bukannya diskriminasi. Kedua, tidak adanya kepastian biaya dan waktu
pelayanan.Ketidakpastian ini sering menjadi penyebab munculnya KKN, sebab para
pengguna jasa cenderung memilih menyogok dengan biaya tinggi kepada penyelenggara
pelayanan untuk mendapatkan kepastian dan kualitas pelayanan.Dan ketiga, rendahnya
tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik.Ini merupakan konsekuensi logis
dari adanya diskriminasi pelayanan dan ketidakpastian tadi.
173 | P a g e
Memang melakukan optimalisasi pelayanan publik yang dilakukan oleh birokrasi
pemerintahan bukanlah pekerjaan mudah seperti halnya membalikkan telapak tangan
mengingat pembaharuan tersebut menyangkut pelbagai aspek yang telah membudaya
dalam lingkaran birokrasi pemerintahan kita. Di antara beberapa aspek tersebut adalah
kultur birokrasi yang tidak kondusif yang telah lama mewarnai pola pikir birokrat sejak era
kolonial dahulu. Prosedur dan etika pelayanan yang berkembang dalam birokrasi kita
sangat jauh dari nilai-nilai dan praktik yang menghargai warga bangsa sebagai warga
negara yang berdaulat.Prosedur pelayanan, misalnya, tidak dibuat untuk mempermudah
pelayanan, tetapi lebih untuk melakukan kontrol terhadap perilaku warga sehingga
prosedurnya berbelit-belit dan rumit.
Tidak hanya itu, mulai masa orde baru hingga kini, eksistensi PNS (ambtennar)
merupakan jabatan terhormat yang begitu dihargai tinggi dan diidolakan publik, khususnya
jawa, sehingga filosofi PNS sebagai pelayan publik (public servant) dalam arti riil
menghadapi kendala untuk direalisasikan. Hal ini terbukti dengan sebutan pangreh raja
(pemerintah negara) dan pamong praja (pemelihara pemerintahan) untuk pemerintahan
yang ada pada masa tersebut yang menunjukkan bahwa mereka siap dilayani bukan siap
untuk melayani.
Di samping itu, kendala infrastruktur organisasi yang belum mendukung pola
pelayanan prima yang diidolakan. Hal ini terbukti dengan belum terbangunnya kaidahkaidah atau prosedur-prosedur baku pelayanan yang memihak publik serta standar kualitas
minimal yang semestinya diketahui publik selaku konsumennya di samping rincian tugastugas organisasi pelayanan publik secara komplit. Standard Operating Procedure (SOP)
pada masing-masing service provider belum diidentifikasi dan disusun sehingga tujuan
pelayanan masih menjadi pertanyaan besar.Akibatnya, pada satu pihak penyedia
pelayanan dapat bertindak semaunya tanpa merasa bersalah (guilty feeling) kepada
masyarakat.
Gagasan David Osborne dan Ted Gaebler tentang Reinventing Government
tertuang dalam karyanya yang berjudul Reinventing Government: How the Entrepreneurial
Spirit is Transforming the Publik Sector yang dipublikasikan pada tahun 1992 dan
Banishing Bureaucracy: The Five Strategies for Reinventing Government, buku terakhir ini
ditulis oleh David Osborne dan Peter Plastik yang dipublikasikan pada tahun 1997.
Gagasan ini muncul sebagai respon atas buruknya pelayanan publik yang terjadi di
pemerintahan Amerika sehingga timbul krisis kepercayaan terhadap pemerintah. Bahkan di
penghujung tahun 1980-an, majalah Time pada sampul mukanya menanyakan: "Sudah
174 | P a g e
Matikah Pemerintahan?".Di awal tahun 1990-an, jawaban yang muncul bagi kebanyakan
orang Amerika adalah "Ya".
Buruknya pelayanan publik ini dibuktikan dengan menurunya kualitas pendidikan,
sekolah-sekolah di negeri AS adalah yang terburuk di antara negara-negara maju.Sistem
pemeliharaan kesehatan tidak terkendali.Pengadilan dan rumah tahanan begitu sesak,
sehingga banyak narapidana menjadi bebas. Banyak kota dan negara bagian yang
dibanggakan
pailit
dengan
defisit
multi-milyaran
dolar
sehingga
ribuan
pekerja
diberhentikan dari kerja.8
Gagasan-gagasan
Osborne
dan
Gaebler
tentang
Reinventing
Government
mencakup 10 prinsip untuk mewirausahakan birokrasi.9 Adapun 10 prinsip tersebut adalah
pertama,
pemerintahan
katalis:
mengarahkan
ketimbang
mengayuh.
Artinya,
jika
pemerintahan diibaratkan sebagai perahu, maka peran pemerintah seharusnya sebagai
pengemudi yang mengarahkan jalannya perahu, bukannya sebagai pendayung yang
mengayuh untuk membuat perahu bergerak.Pemerintah entrepreneurial seharusnya lebih
berkonsentrasi pada pembuatan kebijakan-kebijakan strategis (mengarahkan) daripada
disibukkan oleh hal-hal yang bersifat teknis pelayanan (mengayuh).
Cara ini membiarkan pemerintah beroperasi sebagai seorang pembeli yang
terampil, mendongkrak berbagai produsen dengan cara yang dapat mencapai sasaran
kebijakannya. Wakil-wakil pemerintah tetap sebagai produsen jasa dalam banyak hal,
meskipun mereka sering harus bersaing dengan produsen swasta untuk memperoleh hak
istimewa.Tetapi para produsen jasa publik ini terpisah dari organisasi manajemen yang
menentukan kebijakan.Upaya mengarahkan membutuhkan orang yang mampu melihat
seluruh visi dan mampu menyeimbangkan berbagai tuntutan yang saling bersaing untuk
mendapatkan sumber daya. Upaya mengayuh membutuhkan orang yang secara-sungguhsungguh
memfokuskan
pada
satu
misi
dan
melakukannya
dengan
baik.Kedua,
pemerintahan milik rakyat: memberi wewenang ketimbang melayani. Artinya, birokrasi
pemerintahan yang berkonsentrasi pada pelayanan menghasilkan ketergantungan dari
rakyat.Hal ini bertentangan dengan kemerdekaan sosial ekonomi mereka.Oleh karena itu,
pendekatan
pelayanan
harus
diganti
dengan
menumbuhkan
inisiatif
dari
mereka
sendiri.Pemberdayaan masyarakat, kelompok-kelompok persaudaraan, organisasi sosial,
untuk menjadi sumber dari penyelesaian masalah mereka sendiri. Pemberdayaan
semacam ini nantinya akan menciptakan iklim partisipasi aktif rakyat untuk mengontrol
pemerintah dan menumbuhkan kesadaran bahwa pemerintah sebenarnya adalah milik
rakyat. Ketika pemerintah mendorong kepemilikan dan kontrol ke dalam masyarakat,
tanggung jawabnya belum berakhir.Pemerintah mungkin tidak lagi memproduksi jasa,
175 | P a g e
tetapi masih bertanggung jawab untuk memastikan bahwa kebutuhan-kebutuhan telah
terpenuhi.Ketiga, pemerintahan yang kompetitif: menyuntikkan persaingan ke dalam
pemberian pelayanan. Artinya, berusaha memberikan seluruh pelayanan tidak hanya
menyebabkan risorsis pemerintah menjadi habis terkuras, tetapi juga menyebabkan
pelayanan yang harus disediakan semakin berkembang melebihi kemampuan pemerintah
(organisasi publik), hal ini tentunya mengakibatkan buruknya kualitas dan efektifitas
pelayanan
publik
yang
dilakukan
mereka.
Oleh
karena
itu,
pemerintah
harus
mengembangkan kompetisi (persaingan) di antara masyarakat, swasta dan organisasi non
pemerintah yang lain dalam pelayanan publik. Hasilnya diharapkan efisiensi yang lebih
besar, tanggung jawab yang lebih besar dan terbentuknya lingkungan yang lebih inovatif.
Cara ini membiarkan pemerintah beroperasi sebagai seorang pembeli yang
terampil, mendongkrak berbagai produsen dengan cara yang dapat mencapai sasaran
kebijakannya. Wakil-wakil pemerintah tetap sebagai produsen jasa dalam banyak hal,
meskipun mereka sering harus bersaing dengan produsen swasta untuk memperoleh hak
istimewa.Tetapi para produsen jasa publik ini terpisah dari organisasi manajemen yang
menentukan kebijakan.Upaya mengarahkan membutuhkan orang yang mampu melihat
seluruh visi dan mampu menyeimbangkan berbagai tuntutan yang saling bersaing untuk
mendapatkan sumber daya.Upaya mengayuh membutuhkan orang yang secara-sungguhsungguh memfokuskan pada satu misi dan melakukannya dengan baik.
Kedua, pemerintahan milik rakyat: memberi wewenang ketimbang melayani.
Artinya, birokrasi pemerintahan yang berkonsentrasi pada pelayanan menghasilkan
ketergantungan dari rakyat.Hal ini bertentangan dengan kemerdekaan sosial ekonomi
mereka.Oleh karena itu, pendekatan pelayanan harus diganti dengan menumbuhkan
inisiatif dari mereka sendiri.Pemberdayaan masyarakat, kelompok-kelompok persaudaraan,
organisasi sosial, untuk menjadi sumber dari penyelesaian masalah mereka sendiri.
Pemberdayaan semacam ini nantinya akan menciptakan iklim partisipasi aktif rakyat untuk
mengontrol pemerintah dan menumbuhkan kesadaran bahwa pemerintah sebenarnya
adalah milik rakyat. Ketika pemerintah mendorong kepemilikan dan kontrol ke dalam
masyarakat,
tanggung
jawabnya
belum
berakhir.Pemerintah
mungkin
tidak
lagi
memproduksi jasa, tetapi masih bertanggung jawab untuk memastikan bahwa kebutuhankebutuhan telah terpenuhi.
Ketiga,
pemerintahan
yang
kompetitif:
menyuntikkan
persaingan
ke dalam
pemberian pelayanan. Artinya, berusaha memberikan seluruh pelayanan tidak hanya
menyebabkan sumber daya pemerintah menjadi habis terkuras, tetapi juga menyebabkan
pelayanan yang harus disediakan semakin berkembang melebihi kemampuan pemerintah
176 | P a g e
(organisasi publik), hal ini tentunya mengakibatkan buruknya kualitas dan efektifitas
pelayanan
publik
yang
dilakukan
mereka.
Oleh
karena
itu,
pemerintah
harus
mengembangkan kompetisi (persaingan) di antara masyarakat, swasta dan organisasi non
pemerintah yang lain dalam pelayanan publik. Hasilnya diharapkan efisiensi yang lebih
besar, tanggung jawab yang lebih besar dan terbentuknya lingkungan yang lebih
inovatif.para pelanggannya, melaui survei pelanggan, kelompok fokus dan berbagai
metode yang lain. Tradisi pejabat birokrasi selama ini seringkali berlaku kasar dan angkuh
ketika melayani warga masyarakat yang datang keistansinya.Tradisi ini harus diubah
dengan menghargai mereka sebagai warga negara yang berdaulat dan harus diperlakukan
dengan baik dan wajar. Di antara keunggulan sistem berorientasi pada pelanggan adalah
memaksa pemberi jasa untuk bertanggung jawab kepada pelanggannya, mendepolitisasi
keputusan terhadap pilihan pemberi jasa, merangsang lebih banyak inovasi, memberi
kesempatan kepada warga untuk memilih di antara berbagai macam pelayanan, tidak
boros karena pasokan disesuaikan dengan permintaan, mendorong untuk menjadi
pelanggan yang berkomitmen, dan menciptakan peluang lebih besar bagi keadilan.
keempat, pemerintahan wirausaha:
menghasilkan
ketimbang
membelanjakan.
Artinya, sebenarnya pemerintah mengalami masalah yang sama dengan sektor bisnis,
yaitu keterbatasan akan keuangan, tetapi mereka berbeda dalam respon yang diberikan.
Daripada menaikkan pajak atau memotong program publik, pemerintah wirausaha harus
berinovasi bagaimana menjalankan program publik dengan dengan sumber daya keuangan
yang sedikit tersebut. Dengan melembagakan konsep profit motif dalam dunia publik,
sebagai contoh menetapkan biaya untuk publik service dan dana yang terkumpul
digunakan untuk investasi membiayai inoasi-inovasi di bidang pelayanan publik yang lain.
Dengan cara ini, pemerintah mampu menciptakan nilai tambah dan menjamin hasil, meski
dalam situasi keuangan yang sulit.
kelima,
pemerintahan
antisipatif:
mencegah
daripada
mengobati.
Artinya,
pemerintahan tradisional yang birokratis memusatkan pada penyediaan jasa untuk
memerangi masalah.Misalnya, untuk menghadapi sakit, mereka mendanai perawatan
kesehatan.Untuk menghadapi kejahatan, mereka mendanai lebih banyak polisi.Untuk
memerangi kebakaran, mereka membeli lebih banyak truk pemadam kebakaran.Pola
pemerintahan semacam ini harus diubah dengan lebih memusatkan atau berkonsentrasi
pada pencegahan.Misalnya, membangun sistem air dan pembuangan air kotor, untuk
mencegah penyakit; dan membuat peraturan bangunan, untuk mencegah kebakaran.
Pola pencegahan (preventif) harus dikedepankan dari pada pengobatan mengingat
persoalan-persoalan publik saat ini semakin kompleks, jika tidak diubah (masih berorientasi
177 | P a g e
pada pengobatan) maka pemerintah akan kehilangan kapasitasnya untuk memberikan
respon atas masalah-masalah publik yang muncul.
keenam, pemerintahan desentralisasi: dari hierarki menuju partisipasi dan tim kerja.
Artinya, pada saat teknologi masih primitif, komunikasi antar berbagai lokasi masih lamban,
dan pekerja publik relatif belum terdidik, maka sistem sentralisasi sangat diperlukan.Akan
tetapi, sekarang abad informasi dan teknologi sudah mengalami perkembangan pesat,
komunikasi antar daerah yang terpencil bisa mengalir seketika, banyak pegawai negeri
yang terdidik dan kondisi berubah dengan kecepatan yang luar biasa, maka pemerintahan
desentralisasilah yang paling diperlukan.Tak ada waktu lagi untuk menunggu informasi naik
ke rantai komando dan keputusan untuk turun. Beban keputusan harus dibagi kepada lebih
banyak orang, yang memungkinkan keputusan dibuat "ke bawah" atau pada "pinggiran"
ketimbang mengonsentrasikannya pada pusat atau level atas. Kerjasama antara sektor
pemerintah, sektor bisnis dan sektor civil socity perlu digalakkan untuk membentuk tim
kerja dalam pelayanan publik.
ketujuh,adalah pemerintahan berorientasi pasar: mendongkrak perubahan melalui
pasar. Artinya, daripada beroperasi sebagai pemasok masal barang atau jasa tertentu,
pemerintahan atau organisasi publik lebih baik berfungsi sebagai fasilitator dan pialang dan
menyemai pemodal pada pasar yang telah ada atau yang baru tumbuh.Pemerintahan
entrepreneur merespon perubahan lingkungan bukan dengan pendekatan tradisional lagi,
seperti berusaha mengontrol lingkungan, tetapi lebih kepada strategi yang inovatif untuk
membentuk lingkungan yang memungkinkan kekuatan pasar berlaku. Pasar di luar kontrol
dari hanya institusi politik, sehingga strategi yang digunakan adalah membentuk lingkungan
sehingga pasar dapat beroperasi dengan efisien dan menjamin kualitas hidup dan
kesempatan ekonomi yang sama. Dalam rangka melakukan optimalisasi pelayanan publik,
10 prinsip di atas seharusnya dijalankan oleh pemerintah sekaligus, dikumpulkan semua
menjadi satu dalam sistem pemerintahan, sehingga pelayanan publik yang dilakukan bisa
berjalan lebih optimal dan maksimal. 10 prinsip tersebut bertujuan untuk menciptakan
organisasi pelayanan publik yang smaller (kecil, efisien), faster (kinerjanya cepat, efektif)
cheaper (operasionalnya murah) dan kompetitif.Dengan demikian, pelayanan publik oleh
birokrasi kita bisa menjadi lebih optimal dan akuntabel.
C. Prinsip-prinsip Etika Dalam Pelayanan Publik
1. Prinsip-prinsip umum dalam etika pelayanan publik
Ada sejumlah prinsip etika dalam pelayanan publik yang dapat diidentifikasi dengan
mengacu kepada nilai-nilai dasar yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42
178 | P a g e
Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil (Pasal 6).
Beberapa nilai-nilai dasar tersebut yaitu:
a. Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b. Kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan UUD 1945.
c. Semangat nasionalisme
d. Mengutamakan kepentingan negara diatas kepentingan pribadi atau golongan.
Prinsip-prinsip etika ini juga dapat dipandang sebagai kombinasi antara nilai-nilai
yang berasal dari tradisi birokrasi/pelayanan publik (nilai-nilai tradisional) dan nilai-nilai
baru. Nilai-nilai tradisional mencerminkan misi pokok pelayanan publik dan tercermin ,
antara lain, pada bunyi sumpah jabatan yang diucapkan setiap pegawai negeri ketika akan
dilantik. Sementara itu, nilai-nilai baru mencerminkan artikulasi dari etos baru akibat adanya
perkembangan dan tuntutan baru, seperti good governance dan profesionalisme. Prinsipprinsip tersebut meliputi: objektivitas (netralitas atau imparsialitas) dan keadilan, legalitas
dan kepatuhan, loyalitas, integritas dan kejujuran, pengabdian (kepentingan publik),
akuntabilitas, transparansi, tanggung jawab, kerahasiaan, dan efisiensi.
2. Karakteristik Pelayanan Bermutu
Masyarakat makin menyadari bahwa sebagai warga negara memiliki hak untuk
memperoleh
pelayanan
terbaik
dari
pemerintah.Oleh
karena
itu,
masyarakat
mengharapkan pegawai negeri dapat memberikan pelayanan yang bermutu tinggi dan
birokrasi
yang
efisien.
Pada
dasarnya,
pelayanan
bermutu
ditentukan
oleh
sekurangkurangnya 5 faktor ,yaitu:
a.
Adanya atau hadirnya fasilitas fisik, peralatan dan orang (pelayan atau petugas) yang
memenuhi syarat untuk pelayanan yang baik.
b.
Keandalan, kemampuan untuk memberikan layanan yang diharapkan secara teliti dan
konsisten.
c.
Kesiagaan atau ketanggapan, yakni kemauan untuk memberikan pelayanan dengan
segera atau cepat dan kesediaan untuk membantu pelanggan.
d.
Jaminan,
pengetahuan,
keramahtamahan,
dan
kemampuan
untuk
memberikan
kepercayaan dan keyakinan.
e.
Empati, kepedulian dan perhatian khusus kepada pelanggan (pihak yang membutuhkan
pelayanan).
Dalam
rangka
menyediakan
panduan
dan
standardisasi
penyelenggaraan
pelayanan publik, Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara antara lain mengeluarkan
Keputusan Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
Pelayanan Publik.
179 | P a g e
D. Prinsip-prinsip Pelayanan Publik
Untuk mencapai standar pelayanan prima ini, ada sejumlah prinsip yang harus
dijadikan panduan dalam penyelenggaraan pelayanan publik, yaitu:
1. Transparansi
Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan
disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.
2. Akuntabilitas
Dapat
dipertanggungjawabkan
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundangundangan.
3. Kondisional
Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan
tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas.
4. Partisipasif
Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan
memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat.
5. Kesamaan hak
Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender,
dan status ekonomi.
6. Keseimbangan hak dan kewajiban
Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban
masingmasing pihak.
Dasar hukum pelayanan publik yaang berlaku sekarang adalah Undang-undang No
25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.Hal ini berdasarkan pada pasal 59 bahwa semua
peraturan atau ketentuan mengenai penyelenggaraan pelayanan publik wajib disesuaikan
dengan ketentuan dalam undang-undang ini paling lambat dua tahun.Undang-undang
tersebut ditetapkan pada tanggal 18 Juli 2009.Undang-undang pelayanan publik diterbitkan
dengan harapan mewujudkan penyelenggaraan pelayanan publik yang prima, memenuhi
asas-asas umum pemerintahan yang baik, dan terjaminnya kepastian hak dan kewajiban
serta
kepastian
hukum
dalam
penyelenggaraan
pelayanan
publik.Undang-undang
pelayanan publik ini juga memberikan sanksi bagi pelaksana dan penyelenggara pelayanan
publik yang tidak memenuhi ketentuan dalam UU ini.Ketentuan tentang sanksi ini
menunjukkan tingginya tuntutan untuk memenuhi harapan masyarakat dalam mendapatkan
pelayanan yang baik dari para penyelenggara pelayanan publik.
180 | P a g e
E. Prinsip-prinsip dan Manajemen Etika Pelayanan Publik
Pelayanan publik sangat penting dilakukan oleh pemerintah dalam usahanya
mensejahterakan
rakyatnya.
Usaha
tersebut
dapat
dilakukan
dengan
memberikan
pelayanan di bidang kesehatan, pendidikan, perumahan, transfortasi, listrik, air bersih dan
sebagainya.
Namun sangat disayangkan, dalam berurusan dengan birokrasi pemerintahan,
masyarakat sering mengeluh karena pelayanan yang mereka terima dari aparatur
pemerintah kurang memuaskan karena lambat dan mahal. Padahal hak rakyat untuk
memperoleh kesejahteraan hidupnya dari negara telah dijamin dalam Undang-Undang
Dasar 1945 khususnya dalam pasal 27 sampai 34 serta lebih dioperasionalkan di dalam
Undang-Undang.
Agar dapat memberikan pelayanan publik yang prima, PNS harus memahami dan
mengamalkan prinsip-prinsip dan criteria pelayanan publik serta hak dan kewajibannya
sebagai pegawai negeri.
Prinsip-Prinsip Pelayanan Publik :
1. Transparansi
2. Akuntabilitas
3. Kondisional
4. Partisipatif
5. Kesamaan Hak.
6. Keseimbangan hak dan kewajiban.
Kriteria Pelayanan Publik:
1. sederhana,
2. jelas,
3. akurat,
4. tepat waktu,
5. aman,
6. tersedia sarana dan prasarana pendukung,
7. bertanggung jawab,
8. mudah dijangkau,
9. berdisiplin,
10. ramah,
11. Sopan,
12. Dan ruang kerja yang nyaman.
181 | P a g e
Kewajiban Pegawai Negeri:
1. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah
2. Wajib menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia
3. Mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku
4. Melaksanakan
tugas
kedinasan
yang
dipercayakan
kepadanya
dengan
penuh
pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab
5. Menyimpan rahasia jabatan, dan hanya dapat mengemukakannya kepada dan atas
perintah pejabat yang berwajib atas kuasa Undang-undang
Hak Pegawai Negeri:
1. gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawabnya
2. Memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraannya.
3. Cuti,
4. Perawatan kesehatan,
5. Tunjangan cacat,
6. Hak ahli waris
7. Dan pensiun.
Sementara itu, menurut Weber, tipe ideal birokrasi mencakup:
1. Secara pribadi pegawai dan pejabat bebas, tetapi tidak bebas menggunakan jabatan
posisi untuk kepentingan pribadi;
2. Jabatan disusun secara hirarki dari atas, bawah,dan samping, sehingga jelas
perbedaan kekuasaannya;
3. Tupoksi masing-masing jabatan dalam hirarki secara spesifik berbeda  spesialisasi
4. Para pejabat diangkat dengan suatu kontrak  urjab, tugas, kewenangan
5. Pejabat diangkat karena profesional
6. Setiap pejabat memperoleh gaji dan pensiun
7. Struktur pengembangan karir dan promo berdasarkan senioritas dan merit sistem
8. Pejabat tidak boleh menggunakan jabatan dan sumber daya untuk kepentingan pribadi
dan keluarga
9. Tiap pejabt berada di bawah pengendalian dan pengawasan suatu sistem yang
dijalankan secara disiplin
Sumber-sumber nilai dan panduan perilaku pelayanan public:
182 | P a g e
1. Nilai-nilai tertinggi yang harus diacu oleh aparatur pelayanan publik (birokrasi) adalah :
nilai-nilai yang bersumber dari pancasila (dasar negara), UUD 1945 (konstitusi) dan
nilai-nilai yang hidup dan berkembang di masyarakat;
2. Aturan-aturan yang ditetapkan oleh pemerintah : PP no. 42 th 2004 (pembinaan jiwa
korps dan kode etik pns), uu no. 8 th 1974 jo uu no. 43 th 1999 (pokok-pokok
kepegawaian), dan PP no. 30 th 1980 (peraturan disiplin pns)
3. Panca prasetya korpri
F. Hakikat Profesionalisme Pelayanan Publik
Pegawai negeri atau birokrasi pelayanan publik secara umum tidak dikategorikan
sebagai suatu profesi. Namun, pegawai negeri juga dituntut profesionalismenya, bahkan
dalam beberapa segi mengemban kewajiban profesional yang jauh lebih tinggi, utamanya
karena tuntutan pengabdian kepada publik yang sangat tinggi, yang mengharuskan
pegawai negeri mendahulukan kepentingan publik diatas kepentingan pribadi, menjalankan
tugas betapapun kesulitan dan risiko yang dihadapi tanpa pamrih.
Birokrasi pelayanan publik yang ideal harus ditunjang oleh keunggulan teknis dan
keunggulan rtis (moralitas).Profesionalisme digunakan untuk merujuk kepada kompetensi
teknis yang diperlukan agar suatu pekerjaan dapat dilaksanakan dengan hasil berstandar
tinggi.Sementara itu, etika lazimnya digunakan untuk merujuk kualifikasi perilaku moral
(moralitas).
Dalam menjalankan peran sebagai jembatan antara kepentingan Negara dan
kepentingan warga Negara, profesionalisme di lingkungan birokrasi menuntut adanya
loyalitas secara penuh kepada pemerintah dan pengabdian penuh dalam menjalankan
urusan publik, memenuhi kepentingan warga Negara. Mereka yang berkarir di lingkungan
pelayanan publik atau birokrasi pemerintahan diharapkan untuk:
a. mempelajari dan menguasai pekerjaan mereka dibidang administrasi publik;
b. menjadi pakar di bidang spesialisai yang mereka pilih;
c. menjadi teladan dalam perilaku;
d. memelihara pengetahuan dan keterampilan pada tingkat yang tinggi, menghindari
benturan kepentingan dengan menempatkan nilai pengabdian kepada kepentingan
publik diatas kepentingan pribadi;
e.
mendisiplinkan pelaku kesalahan dan anggota lainnya yang diyakini merusak reputasi
profesi;
f.
mengungkapkan kecurangan dan malpraktik; dan
g.
secara
unum
meningkatkan
kemampuan
mereka
melalui
berbagai
upaya
pengembangan diri, termasuk penelitian, percobaan, dan inovasi.
183 | P a g e
Profesionalisme pelayanan publik bukan lagi sekedar pekerjaan atau jabatan lain.
Pelayanan publik adalah profesi menantang yang memerlukan komitmen tinggi untuk
melayani
publik,
mendahulukan
memenuhi
kepentingan
kepentingan
pribadi
publik
daripada
dan
tugas,
menghindari
mengutamakan
godaan
untuk
kewajiban
dan
tanggung jawab untuk memenuhi kepentingan publik.
Publik adalah “majikan” yang “keras”, dan secara khusus bukanlah “majikan” yang
senang atau mudah memberikan imbalan. Profesionalisme di lingkungan pelayanan publik
tidak mungkin menikmati kelimpahruahan seperti rekan mereka di sector swasta, karena gaji
yang kompetitif sekalipun dianggap hanya menghamburkan uang Negara.
Dewasa ini para “profesional” dalam pelayanan publik menghadapi begitu banyaj
tuntutan yang saling berbenturan, sehingga mereka harus menyusun prioritas dan memilih
nilai-nilai mana yang harus digunakan. Nilai-nilai profesionalisme yang menjadi acuan
perilaku dalam pelayanan publik meliputi:
a. memberikan manfaat publik.
Profesional pada organisasi publik tidak bekerja sepenuhnya untuk memperoleh
manfaat bagi dirinya sendiri tapi juga untuk tujuan sosial. Lebih dari itu, seorang
profesional pada pelayanan publik harus berusaha menjauhkan diri dari tindakan yang
merugikan dan harus menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan universal, seperti
kemanusiaan dan HAM.
a) Menegakkan aturan hukum.
Ketidakpastian
dan
ketidakandalan
merusak
kredibilitas
pemerintah
dan
kesewenangwenangan mengundang berbagai tindak kejahatan seperti penyalahgunaan
kekuasaan, diskriminasi
terhadap penyalahgunaan
dan
korupsi.Aturan
kekuasaan
dan
hukum
jabatan,
memberikan
dan
ini
perlindungan
merupakan
prinsip
pertama pemerintahan yang demokratis.
b) Menjamin adanya tanggung jawab dan akuntabilitas publik.
Dalam lingkungan pelayanan publik, para pelaku betanggung jawab baik terhadap apa
yang mereka kerjakan maupun terhadap apa yang seharusnya mereka kerjakan tetapi
tidak atau gagal mereka kerjakan. Mereka bertindak bukan untuk kepentingan diri
mereka sendiri tetapi untuk kepentingan publik secara keseluruhan.Nilai-nilai ini
menuntut pegawai negeri untuk menjadi pelindung kepentingan publik, bersikap jujur,
selalu memutakhirkan informasi, dan tanggap.
c) Menjadi teladan.
Profesional dalam pelayanan publik berarti memiliki komitmen terhadap cita-cita
pengabdian kepada publik, pelaksana yang baik, memajukan kepentingan publik, dan
184 | P a g e
memperbaiki kondisi kehidupan tanpa mengharapkan imbalan.Selain itu, harus siap
untuk dipersalahkan atau tidak dihargai walaupun kemudian terbukti bertindak benar.
d) Meningkatkan kinerja.
Profesional dalam pelayanan publik harus selalu meningkatkan kinerja mereka dalam
berbagai bidang tanggung jawab mereka.
e) Memajukan demokrasi.
Profesional di lingkungan pelayanan publik harus mengadopsi sejumlah nilai baru yang
beberapa di antaranya mungkin berbenturan dan memerlukan prioritisasi.
G. Dilema dalam beretika
Sebagai sesuatu yang etis.Karena itu, kaum teleologis ini berpendapat bahwa tidak
ada suatu prinsip moralitas yang bisa dianggap universal, kalau belum diuji atau dikaitkan
dengan konsekuensinya.Implikasi dari adanya dilema diatas maka sulit memberi penilaian
apakah aktor-aktor pelayanan publik telah melanggar nilai moral yang ada atau tidak,
tergantung kepada keyakinannya apakah tergolong absolutis atau relativis.Hal yang
demikian barangkali telah menumbuhkan suasana KKN di negeri kita.Persoalan moral atau
etika akhirnya tergantung kepada persoalan “interpretasi” semata. Hierarki Etika. Di dalam
pelayanan publik terdapat empat tingkatan etika.
Pertama, etika atau moral pribadi yaitu yang memberikan teguran tentang baik atau
buruk, yang sangat tergantung kepada beberapa faktor antara lain pengaruh orang tua,
keyakinan agama, budaya, adat istiadat, dan pengalaman masa lalu. Kedua adalah etika
profesi, yaitu serangkaian norma atau aturan yang menuntun perilaku kalangan profesi
tertentu. Ketiga adalah etika organisasi yaitu serangkaian aturan dan norma yang bersifat
formal dan tidak formal yang menuntun perilaku dan tindakan anggota organisasi yang
bersangkutan. Dan keempat, etika sosial, yaitu norma-norma yang menuntun perilaku dan
tindakan anggota masyarakat agar keutuhan kelompok dan anggota masyarakat selalu
terjaga atau terpelihara.Adanya hirarki etika ini cenderung membingungkan keputusan para
aktor pelayanan publik karena semua nilai etika dari keempat tingkatan ini saling
bersaing.Misalnya, menempatkan orang dalam posisi atau jabatan tertentu sangat
tergantung kepada etika yang dianut pejabat yang berkuasa. Bila ia sangat dipengaruhi
oleh etika sosial, ia akan mendahului orang yang berasal dari daerahnya sehingga sering
menimbulkan kesan adanya KKN. Bila ia didominasi oleh etika organisasi, ia barangkali
akan melihat kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam organisasi seperti menggunakan
sistim “senioritas” yang mengutamakan mereka yang paling senior terlebih dahulu, atau
mungkin didominasi oleh sistim meri t yang berarti ia akan mendahulukan orang yang
paling berprestasi.
185 | P a g e
Dengan demikian, persoalan moral atau etika didalam konteks ini akhirnya
tergantung kepada tingkatan etika yang paling mendominasi keputusan seorang aktor kunci
pelayanan publik. Konflik antara nilai-nilai dari tingkatan etika yang berbeda ini sering
membingungkan para pembuat keputusan sehingga kadang-kadang mereka menyerahkan
keputusan akhirnya kepada pihak lain yang mereka percaya atau segani seperti pejabat
yang lebih tinggi, tokoh-tokoh karismatik, “orang pintar”, dsb.
H. Implikasi bagi Etika Pelayanan Publik di Indonesia
Dibutuhkan Kode Etik. Kode etik pelayanan publik di Indonesia masih terbatas pada
beberapa profesi seperti ahli hukum dan kedokteran sementara kode etik untuk profesi
yang lain masih belum nampak. Ada yang mengatakan bahwa kita tidak perlu kode etik
karena secara umum kita telah memiliki nilai-nilai agama, etika moral Pancasila, bahkan
sudah ada sumpah pegawai negeri yang diucapkan setiap apel bendera.Pendapat tersebut
tidak salah, namun harus diakui bahwa ketiadaan kode etik ini telah memberi peluang bagi
para pemberi pelayanan untuk mengenyampingkan kepentingan publik.Kehadiran kode etik
itu sendiri lebih berfungsi sebagai alat kontrol langsung bagi perilaku para pegawai atau
pejabat dalam bekerja.
Dalam konteks ini, yang lebih penting adalah bahwa kode etik itu tidak hanya
sekedar ada,
tetapi
juga
dinilai
tingkat
implementasinya dalam
kenyataan.Bahkan
berdasarkan penilaian implementasi tersebut, kode etik tersebut kemudian dikembangkan
atau direvisi agar selalu sesuai dengan tuntutan perubahan jaman. Kita mungkin perlu
belajar dari negara lain yang sudah memiliki kedewasaan beretika. Di Amerika Serikat,
misalnya, kesadaran beretika dalam pelayanan publik telah begitu meningkat sehingga
banyak profesi pelayanan publik yang telah memiliki kode etik. Salah satu contoh yang
relevan dengan pelayanan publik aalah kode etik yang dimiliki ASPA (American Society for
Public Administration) yang telah direvisi berulang kali dan terus mendapat kritikan serta
penyempurnaan dari para anggotanya. Nilai-nilai yang dijadikan pegangan perilaku para
anggotanya antara lain integritas, kebenaran, kejujuran, ketabahan, respek, menaruh
perhatian,
keramahan,
cepat
tanggap,
mengutamakan
kepentingan
publikdiatas
kepentingan lain, bekerja profesional, pengembangan profesionalisme, komunikasi terbuka
dan transparansi, kreativitas, dedikasi, kasih sayang, penggunaan keleluasaan untuk
kepentingan publik, beri perlindungan terhadap informasi yang sepatutnya dirahasiakan,
dukungan terhadap sistimmerit dan program affirmative action.
Kedewasaan dan Otonomi Beretika.Dalam praktek pelayanan publik saat ini di
Indonesia, seharusnya kita selalu memberi perhatian terhadap dilema diatas. Atau dengan
kata lain, para pemberi pelayanan publik harus mempelajari norma-norma etika yang
186 | P a g e
bersifat universal, karena dapat digunakan sebagai penuntun tingkah lakunya. Akan tetapi
norma-norma tersebut juga terikat situasi sehingga menerima norma-norma tersebut
sebaiknya tidak secara kaku.Bertindak seperti ini menunjukan suatu kedewasaan dalam
beretika. Dialog menuju konsensus dapat membantu memecahkan dilema tersebut.
Kelemahan kita terletak pada ketiadaan atau terbatasnya kode etik.Demikian pula
kebebasan dalam menguji dan mempertanyakan norma-norma moralitas yang berlaku
belum ada, bahkan seringkali kaku terhadap norma-norma moralitas yang sudah ada tanpa
melihat perubahan jaman.Kita juga masih membiarkan diri kita didikte oleh pihak luar
sehingga belum terjadi otonomi beretika.Kadang-kadang, kita juga masih membiarkan diri
kita untuk mendahulukan kepentingan tertentu tanpa memperhatikan konteks atau dimana
kita bekerja atau berada. Mendahulukan orang atau suku sendiri merupakan tindakan tidak
terpuji bila itu diterapkan dalam konteks organisasi publik yang menghendaki perlakuan
yang sama kepada semua suku. Mungkin tindakan ini tepat dalam organisasi swasta, tapi
tidak tepat dalam organisasi publik.
Oleh karena itu, harus ada kedewasaan untuk melihat dimana kita berada dan
tingkatan hirarki etika manakah yang paling tepat untuk diterapkan.Perlindungan dan
Insentif Bagi Pengadu.Diantara kita semua ada pihak yang sangat peduli dengan nilai-nilai
etika atau moral, melakukan pengaduan tentang pelanggaran moral.Mereka adalah pihak
yang berani membongkar rahasia dan menguji tindakan-tindakan pelanggaran moral dan
etika.Namun upaya untuk melakukan hal ini kadang-kadang dianggap sebagai upaya tidak
terpuji, bahkan sering dikutuk perbuatannya, dan nasibnya bisa menjadi terancam.
Pengalaman ini cenderung membuat mereka takut dan timbul kebiasaan untuk tidak mau
“repot” atau tidak mau “berurusan” dengan hukum atau pengadilan, yang insentifnya tidak
jelas. Akibatnya, peluang dari pihak- pihak yang berpengaruh dalam pelayanan publik terus
terbuka untuk melakukan tindakan-tindakan pelanggaran moral dan etika.Karena itu, dalam
rangka meningkatkan moralitas dalam pelayanan publiki, diperlukan perlindungan terhadap
para pengadu, kalau perlu insentif khusus.
I.
Netralitas Pegawai Negeri Sipil (PNS)
1. Pendahuluan
Reformasi di bidang kepegawaian yang merupakan konsekuensi dari perubahan di
bidang politik, ekonomi dan sosial yang begitu cepat terjadi sejak paruh pertama tahun
1998 ditandai dengan berlakunya Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokokpokok Kepegawaian. Peraturan perundang-undangan yang merupakan perubahan dan
penyempurnaan dari Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 dengan pokok bahasan yang
sama tersebut, kemudian diikuti dengan berbagai peraturan pelaksanaannya, baik yang
187 | P a g e
berupa Peraturan Pemerintah
(PP) maupun Keputusan Presiden
(Keppres), untuk
menjamin terlaksananya Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 ini secara baik dan
terarah.
Pada dasarnya Pegawai Negeri Sipil (PNS) di negara manapun mempunyai tiga
peran yang serupa.Pertama, sebagai pelaksana peraturan dan perundangan yang telah
ditetapkan
pemerintah.Untuk
mengemban
tugas
ini,
netralitas
PNS
sangat
diperlukan.Kedua, melakukan fungsi manajemen pelayanan publik.Ukuran yang dipakai
untuk mengevaluasi peran ini adalah seberapa jauh masyarakat puas atas pelayanan yang
diberikan PNS. Apabila tujuan utama otonomi daerah adalah mendekatkan pelayanan
kepada masyarakat, sehingga desentralisasi dan otonomi terpusat pada pemerintah
kabupaten dan pemerintah kota, maka PNS pada daerah-daerah tersebut mengerti benar
keinginan dan harapan masyarakat setempat. Ketiga, PNS harus mampu mengelola
pemerintahan.Artinya pelayanan pada pemerintah merupakan fungsi utama PNS.Setiap
kebijakan yang diambil pemerintah harus dapat dimengerti dan dipahami oleh setiap PNS
sehingga dapat dilaksanakan dan disosialisasikan sesuai dengan tujuan kebijakan tersebut.
Dalam hubungan ini maka manajemen dan administrasi PNS harus dilakukan secara
terpusat, meskipun fungsi-fungsi pemerintahan lain telah diserahkan kepada pemerintah
kota dan pemerintah kabupaten dalam rangka otonomi daerah yang diberlakukan saat ini.
Prasyarat Netralitas
Untuk mewujudkan ketiga peran tersebut diharapakan dalam manajemen sistem
kepegawaian perlu selalu ada:
a.
Stabilitas, yang menjamin agar setiap PNS tidak perlu kuatir akan masa depannya serta
ketenangan dalam mengejar karier.
b. Balas jasa yang sesuai untuk menjamin kesejahteraan PNS beserta keluarganya.
Sehingga keinginan untuk melakukan korupsi, baik korupsi jabatan maupun korupsi
harta, menjadi berkurang, kalau tidak mungkin dihapuskan sama sekali dan
c.
Promosi dan mutasi yang sistematis dan transparan, sehingga setiap PNS dapat
memperkirakan kariernya dimasa depan serta bisa mengukur kemampuan pribadi.
Ketiga prasyarat ini akan menumbuhkan keyakinan dalam diri setiap PNS, apabila
mereka menerima sesuatu jabatan harus siap pula untuk melepas jabatan yang
didudukinya itu pada suatu waktu tertentu. Bahkan kehilangan jabatan tersebut tidak perlu
dikuatirkan.Apabila sistem penggajian sudah ditata rapih, setiap PNS tidak perlu mengejar
jabatan hanya sekedar untuk mempertahankan kesejahteraan hidup bersama keluarganya.
Selain itu, sistem kepegawaian yang memenuhi ketiga kreteria tersebut akan menjaga
188 | P a g e
integritas dan kepribadian setiap PNS yang memang sangat diperlukan untuk mewujudkan
peran sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara seperti diamanatkan
dalam Undang-undang No. 43 Tahun 1999.
1. Pelayanan publik yang beretika : mempertimbangkan cara yg tepat untuk
bertindak bagi pegawai negeri sebagai “pelayan publik”“abdi negara/abdi
masyarakat” dalam berbagai situasi pelayanan publik.
2. Etika pelayanan publik mencakup prinsip-prinsip, nilai-nilai, standar-standar
atau norma-norma moral (etika) yang harus dijadikan panduan, dan kriteria
penilaian terhadap aparatur birokrasi/pegawai negeri dalam menjalankan
aktivitasnya di dlm orang & berhubungan dengan pihak-pihak luar khususnya
masyarakat pengguna layanan birokrasi
3. Etika pelayanan publik memiliki interpretasi kurang lebih mempertimbangkan
cara yang tepat untuk bertindak bagi pegawai negeri sebagai ”palayan publik”
dalam berbagai situasi pelayanan publik.
4. Seperti yang terjadi pada sektor bisnis, tuntutan akan efisiensi dan efektivitas
organisasi, profesionalisme dan standar perilaku yang tinggi juga ditujukan
pada birokrasi atau administrasi publik yang bertanggung jawab terhadap
pelayanan publik. Aparat birokrasi kini makin dituntut untuk secara profesional
menunjukkan kinerjanya yang berkualitas tinggi, dengan cara-cara yang
menjunjung tinggi prinsip-prinsip etrika.
5. Secara khusus, perhatian pada isu-isu etika dalam pelayanan publik bermuara
pada tujuan untuk mewujudkan integritas dalampelayanan publik.
6. Masyarakat kini tidak hanya makin sadar akan hak-haknya, tetapi juga makin
berani untuk menggugat birokrasi (administrasi pemerintahan) yang ternyata
tidak mampu bekerja secara profesional sesuai harapannya. Oleh karena itu,
seperti halnya bisnis, birokrasi juga memikul mandat baru untuk terus-menerus
mereformasi diri guna meningkatkan efisiensi dan efektivitasnya, dan pada
saat yang sama mendorong aparatur birokrasi (PNS atau ”abdi masyarakat”)
agar memiliki integritas yang tinggi.
7. Pemahaman yang baik mengenai isu-isu etika dalam birokrasi akan
memberikan bekal yang berharga bagi mereka jika mereka menjadi aparat
birokrasi yang mengemban tugas-tugas pelayanan publik ataupun jika menjadi
189 | P a g e
akuntan profesional yang independen dan melakukan pengkajian dan penilai
terhadap sistem dan kinerja birokrasi. Dalam kaitan ini, selain isu-isu etika
birokrasi pada umumnya, perkembangan di bidang tata kelola pemerintahan
(governance), secara khusus penting bagi akuntan profesional. Perkembangan
tersebut menuntut para akuntan profesional untuk senantiasa memastikan
bahwa nilai-nilai etika mereka adalah mutakhir, dan mereka siap bertindak
berdasarkan nilai-nilai tersebut untuk mencapai kinerja terbaiknya
8. tiga masalah penting yang banyak terjadi di lapangan dalam penyelenggaraan
pelayanan publik, yaitu besarnya diskriminasi pelayanan, tidak adanya
kepastian biaya dan waktu pelayanan, rendahnya tingkat kepuasan
masyarakat terhadap pelayanan publik.
9. Prinsip-prinsip etika ini juga dapat dipandang sebagai kombinasi antara nilainilai yang berasal dari tradisi birokrasi/pelayanan publik (nilai-nilai tradisional)
dan nilai-nilai baru. Nilai-nilai tradisional mencerminkan misi pokok pelayanan
publik dan tercermin Sementara itu, nilai-nilai baru mencerminkan artikulasi
dari etos baru akibat adanya perkembangan dan tuntutan baru.
10. masyarakat sering mengeluh karenadalam berurusan dengan birokrasi
pemerintahan,
pelayanan yang mereka terima dari aparatur pemerintah
kurang memuaskan karena lambat dan mahal.
11. Pada dasarnya Pegawai Negeri Sipil (PNS) di negara manapun mempunyai
tiga peran yang serupa. yaitu sebagai pelaksana peraturan dan perundangan
yang telah ditetapkan pemerintah, melakukan fungsi manajemen pelayanan
public, PNS harus mampu mengelola pemerintahan.
12. Pegawai negeri atau birokrasi pelayanan publik secara umum tidak
dikategorikan sebagai suatu profesi. Namun, pegawai negeri juga dituntut
profesionalismenya.
13. Birokrasi pelayanan publik yang ideal harus ditunjang oleh keunggulan teknis
dan keunggulan etis (moralitas).
14. Semakin berkembang sistem pemerintaha yang ada di suatu Negara, maka
dituntut juga pelayanan public yang semakin baik. Hal ini berkaitan dengan
semakin beragamnya kebutuhan warga Negara akan pelayanan public yang
baik. Pelayanan publik ini tidak semata-mata hanya mencukupi kebutuhan
warga Negara, tapi dalam pelaksanaannya itu sendiri harus ada sebuah etika
yang menjamin kepuasan pelanggan, kalancaran palaksanaan pelayanan, dan
penggunaan sumber daya yang dimiliki oleh pemerintah secara efektif dan
190 | P a g e
efisien. Sebagai calon pengawal keuangan Negara, maka sudah sewajibnya kita
semua
mempelajari
bagaimana
manjadi
pelayan
masyarakan
dan
pengabdi Negara yang baik.nan public yang semakin baik.
1. Berikan pengertian etika dan hubungkan dengan dengan fungsi pelayanan
public dari birokrasi pemerintahan.
2. Ikhtisarkan secara singkat alasan-alasan pentingnya etika dalam pelayanan
public (birokrasi).
3. Nilai-nilai apa saja yang relevan untuk dijadikan prinsip etika dan perilaku dalam
pelayanan publik? Jelaskan masing-masing.
4. Jika seorang pegawai negeri ceroboh, tidak teliti sehingga pelaksanaan
pekerjaannya selalu memerlukan waktu yang lebih lama dan menggunakan bahanbahan yang lebih banyak dari seharusnya, prinsip manakah yang tidak terpenuhi?
5. Prinsip apa saja yang ditetapkan untuk pelayanan publik di Indonesia?
191 | P a g e
BAB
ETIKA KERJA
8
Tujuan Instruksional Khusus :
1. Mahasiswa dapat menjelaskan mengenai pengertian etika kerja, aspekaspek etika kerja, dan faktor-faktor yang mempengaruhi etika kerja.
2. Mahasiswa dapat menjelaskan perbedaan etika kerja dan etika profesi.
3. Mahasiswa dapat memahami etika kerja pegawai negeri sipil.
4. Mahasiswa dapat menjelaskan mengenai macam etika kerja.
A. Pengertian Etika (Etos) Kerja
Secara etimologis istilah etos berasal dari bahasa Yunani yang berarti “tempat
hidup”. Mula-mula tempat hidup dimaknai sebagai adat istiadat atau kebiasaan. Sejalan
dengan waktu, kata etos berevolusi dan berubah makna menjadi semakin kompleks. Dari
kata yang sama muncul pula istilah Ethikos yang berarti “teori kehidupan”, yang kemudian
menjadi “etika”. Dalam bahasa Inggris, etos dapat diterjemahkan menjadi beberapa
pengertian antara lain starting point, to appear, disposition hingga disimpulkan sebagai
character. Dalam bahasa Indonesia kita dapat menterjemahkannya sebagai ’sifat dasar’,
’pemunculan’ atau ’disposisi/watak’. Aristoteles menggambarkan etos sebagai salah satu
dari tiga mode persuasi selain logos dan pathos dan mengartikannya sebagai ’kompetensi
moral’, tetapi Aristoteles berusaha memperluas makna istilah ini hingga ’keahlian’ dan
’pengetahuan’ tercakup didalamnya. Ia menyatakan bahwa etos hanya dapat dicapai hanya
dengan apa yang dikatakan seorang pembicara, tidak dengan apa yang dipikirkan orang
tentang sifatnya sebelum ia mulai berbicara. Disini terlihat bahwa etos dikenali berdasarkan
sifat-sifat yang dapat terdeteksi oleh indera. Webster Dictionary mendefinisikan etos
sebagai; guiding beliefs of a person, group or institution; etos adalah keyakinan yang
menuntun seseorang, kelompok atau suatu institusi. A. S. Hornby (1995) dalam The New
Oxford Advances Learner’s Dictionary mendefinisikan etos sebagai; the characteristic spirit,
moral values, ideas or beliefs of a group, community or culture;karakteristik rohani, nilainilai moral, ide atau keyakinan suatu kelompok,komunitas, atau budaya. Sedangkan dalam
192 | P a g e
The American Heritage Dictionary of English Language, etos diartikan dalam dua
pemaknaan, yaitu:
1. the disposition, character, or attitude peculiar to a specific people, culture or a group
that distinguishes it from other peoples or group, fundamental values or spirit, mores,
disposisi, karakter, atau sikap khusus orang, budaya atau kelompok yang
membedakannya dari orang atau kelompok lain, nilai atau jiwa yang mendasari; adatistiadat
2. the governing or central principles in a movement, work of art, mode of expression, or
the like. Prinsip utama atau pengendali dalam suatu pergerakan, pekerjaan seni, bentuk
ekspresi, atau sejenisnya.
Dari sini dapat kita peroleh pengertian bahwa etos merupakan seperangkat
pemahaman dan keyakinan terhadap nilai-nilai yang secara mendasarmempengaruhi
kehidupan, menjadi prinsip-prinsip pergerakan, dan cara berekspresi yang khas pada
sekelompok orang dengan budaya serta keyakinan yang sama. Menurut Anoraga (1992),
etos kerja merupakan suatu pandangan dan sikap suatu bangsa atau umat terhadap kerja.
Bila individu-individu dalam komunitas memandang kerja sebagai suatu hal yang luhur bagi
eksistensi manusia, maka etos kerjanya akan cenderung tinggi. Sebaliknya sikap dan
pandangan terhadapkerja sebagai sesuatu yang bernilai rendah bagi kehidupan, maka etos
kerja dengan sendirinya akan rendah. Dalam situs resmi kementerian KUKM, etos kerja
diartikan sebagai sikap mental yang mencerminkan kebenaran dan kesungguhan serta
rasa tanggung jawab untuk meningkatkan produktivitas (www.depkop.go.id). Pada
Webster'sOnline Dictionary, etos kerja diartikan sebagai earnestness or fervor in working,
morale with regard to the tasks at hand; kesungguhan atau semangat dalam bekerja, suatu
pandangan moral pada pekerjaan yang dilakoni. Berdasarkan rumusan ini, kita dapat
melihat bagaimana etos kerja dipandang dari sisi praktisnya yaitu sikap yang mengarah
pada penghargaan terhadap kerja dan upaya peningkatan produktivitas.
Dalam rumusan Jansen Sinamo (2005), Etos Kerja adalah seperangkat perilaku
positif yang berakar pada keyakinan fundamental yang disertai komitmen total pada
paradigma kerja yang integral. Menurutnya, jika seseorang, suatu organisasi, atau suatu
komunitas menganut paradigma kerja, mempercayai, dan berkomitmen pada paradigma
kerja tersebut, semua itu akan melahirkan sikap dan perilaku kerja mereka yang khas.
Itulah yang akan menjadi Etos Kerja dan budaya. Sinamo (2005) memandang bahwa Etos
Kerja merupakan fondasi dari sukses yang sejati dan otentik. Pandangan ini dipengaruhi
oleh kajiannya terhadap studi-studi sosiologi sejak zaman Max Weber di awal abad ke-20
dan penulisan-penulisan manajemen dua puluh tahun belakangan ini yang semuanya
193 | P a g e
bermuara pada satu kesimpulan utama; bahwa keberhasilan di berbagai wilayah kehidupan
ditentukan oleh perilaku manusia, terutama perilaku kerja. Sebagian orang menyebut
perilaku kerja ini sebagai motivasi, kebiasaan (habit) dan budaya kerja. Sinamo (2005)
lebih memilih menggunakan istilah etos karena menemukan bahwa kata etos mengandung
pengertian tidak saja sebagai perilaku khas dari sebuah organisasi atau komunitas tetapi
juga mencakup motivasi yang menggerakkan mereka, karakteristik utama, spirit dasar,
pikiran dasar, kode etik, kode moral, kode perilaku, sikap-sikap, aspirasi-aspirasi,
keyakinan-keyakinan, prinsip-prinsip, dan standar-standar.
Melalui berbagai pengertian diatas baik secara etimologis maupun praktis dapat
disimpulkan bahwa Etos Kerja merupakan seperangkat sikap atau pandangan mendasar
yang dipegang sekelompok manusia untuk menilai bekerja sebagai suatu hal yang positif
bagi peningkatan kualitas kehidupan sehingga mempengaruhi perilaku kerjanya.
B. Aspek-Aspek Etika (Etos) Kerja
Menurut Sinamo (2005) setiap manusia memiliki spirit/roh keberhasilan, yaitu
motivasi murni untuk meraih dan menikmati keberhasilan. Roh inilah yang menjelma
menjadi perilaku yang khas seperti kerja keras, disiplin, teliti, tekun, integritas, rasional,
bertanggung jawab dan sebagainya melalui keyakinan, komitmen, dan penghayatan atas
paradigma kerja tertentu. Dengan ini maka orang berproses menjadi manusia kerja yang
positif, kreatif dan produktif. Dari ratusan teori sukses yang beredar di masyarakat sekarang
ini, Sinamo (2005) menyederhanakannya menjadi empat pilar teori utama. Keempat pilar
inilah yang sesungguhnya bertanggung jawab menopang semua jenis dan sistem
keberhasilan yang berkelanjutan (sustainable success system) pada semua tingkatan.
Keempat elemen itu lalu dia konstruksikan dalam sebuah konsep besar yang disebutnya
sebagai Catur Dharma Mahardika (bahasa Sanskerta) yang berarti Empat Darma
Keberhasilan Utama, yaitu:
1. Mencetak prestasi dengan motivasi superior.
2. Membangun masa depan dengan kepemimpinan visioner.
3. Menciptakan nilai baru dengan inovasi kreatif.
4. Meningkatkan mutu dengan keunggulan insani.
Keempat darma ini kemudian dirumuskan pada delapan aspek etos kerja sebagai berikut:
1. Kerja adalah rahmat. Apa pun pekerjaan kita, entah pengusaha, pegawai kantor,
sampai buruh kasar sekalipun, adalah rahmat dari Tuhan. Anugerah itu kita terima
tanpa syarat, seperti halnya menghirup oksigen dan udara tanpa biaya sepeser pun.
2. Kerja adalah amanah. Kerja merupakan titipan berharga yang dipercayakanpada kita
sehingga secara moral kita harus bekerja dengan benar danpenuh tanggung jawab.
194 | P a g e
Etos ini membuat kita bisa bekerja sepenuh hati dan menjauhi tindakan tercela,
misalnya korupsi dalam berbagai bentuknya.
3. Kerja adalah panggilan. Kerja merupakan suatu dharma yang sesuai dengan panggilan
jiwa kita sehingga kita mampu bekerja dengan penuh integritas. Jadi, jika pekerjaan
atau profesi disadari sebagai panggilan, kita bisa berucap pada diri sendiri, “I’m doing
my best!” Dengan begitu kita tidak akan merasa puas jika hasil karya kita kurang baik
mutunya.
4. Kerja adalah aktualisasi. Pekerjaan adalah sarana bagi kita untuk mencapai hakikat
manusia yang tertinggi sehingga kita akan bekerja keras dengan penuh semangat. Apa
pun pekerjaan kita, entah dokter, akuntan, ahli hukum, semuanya bentuk aktualisasi
diri. Meski kadang membuat kita lelah, bekerja tetap merupakan cara terbaik untuk
mengembangkan potensi diri dan membuat kita merasa “ada”. Bagaimanapun sibuk
bekerja jauh lebih menyenangkan daripada duduk bengong tanpa pekerjaan.
5. Kerja adalah ibadah. Bekerja merupakan bentuk bakti dan ketaqwaan kepada Sang
Khalik, sehingga melalui pekerjaan individu mengarahkan dirinya pada tujuan agung
Sang Pencipta dalam pengabdian.Kesadaran ini pada gilirannya akan membuat kita
bisa bekerja secara ikhlas, bukan demi mencari uang atau jabatan semata.
6. Kerja adalah seni. Semua adalah seni. Kesadaran ini akan membuat kita bekerja
dengan enjoy seperti halnya melakukan hobi. Jansen mencontohkan Edward V
Appleton, seorang fisikawan peraih nobel. Dia mengaku, rahasia keberhasilannya
meraih penghargaan sains paling begengsi itu adalah karena dia bisa menikmati
pekerjaannya.
7. Kerja adalah kehormatan. Seremeh apa pun pekerjaan kita, itu adalah sebuah
kehormatan. Jika bisa menjaga kehormatan dengan baik, maka kehormatan lain yang
lebih besar akan datang kepada kita. Jansen mengambil contoh etos kerja Pramoedya
Ananta Toer. Sastrawan Indonesia kawakan ini tetap bekerja (menulis), meskipun ia
dikucilkan di Pulau Buru yang serba terbatas. Baginya, menulis merupakan sebuah
kehormatan. Hasilnya, semua novelnya menjadi karya sastra kelas dunia.
8. Kerja adalah Pelayanan. Manusia bekerja bukan hanya untuk memenuhi kebutuhannya
sendiri saja tetapi untuk melayani sehingga harus bekerja dengan sempurna dan penuh
kerendahan hati. Apa pun pekerjaan kita, pedagang, polisi, bahkan penjaga mercusuar,
semuanya bisa dimaknai sebagai pengabdian kepada sesama.
Anoraga (1992) juga memaparkan secara eksplisit beberapa sikap yang seharusnya
mendasar bagi seseorang dalam memberi nilai pada kerja, yang disimpulkan sebagai
berikut:
195 | P a g e
1. Bekerja adalah hakikat kehidupan manusia
2. Pekerjaan adalah suatu berkat Tuhan.
3. Pekerjaan merupakan sumber penghasilan yang halal dan tidak amoral
4. Pekerjaan merupakan suatu kesempatan untuk mengembangkan diri dan berbakti
5. Pekerjaan merupakan sarana pelayanan dan perwujudan kasih.
Dalam penulisannya, Akhmad Kusnan (2004) menyimpulkan pemahaman bahwa
etos kerja menggambarkan suatu sikap, maka ia menggunakan lima indikator untuk
mengukur etos kerja. Menurutnya etos kerja mencerminkan suatu sikap yang memiliki dua
alternatif, positif dan negatif. Suatu individu atau kelompok masyarakat dapat dikatakan
memiliki Etos Kerja yang tinggi, apabila menunjukkan tanda-tanda sebagai berikut:
1. Mempunyai penilaian yang sangat positif terhadap hasil kerja manusia,
2. Menempatkan pandangan tentang kerja, sebagai suatu hal yang amat luhur bagi
eksistensi manusia,
3. Kerja yang dirasakan sebagai aktivitas yang bermakna bagi kehidupan manusia,
4. Kerja dihayati sebagai suatu proses yang membutuhkan ketekunan dan sekaligus
sarana yang penting dalam mewujudkan cita-cita,
5. Kerja dilakukan sebagai bentuk ibadah.
Bagi individu atau kelompok masyarakat yang memiliki etos kerja yang rendah,
maka akan ditunjukkan ciri-ciri yang sebaliknya (Kusnan, 2004), yaitu;
1. Kerja dirasakan sebagai suatu hal yang membebani diri,
2. Kurang dan bahkan tidak menghargai hasil kerja manusia,
3. Kerja dipandang sebagai suatu penghambat dalam memperoleh kesenangan,
4. Kerja dilakukan sebagai bentuk keterpaksaan,
5. Kerja dihayati hanya sebagai bentuk rutinitas hidup.
Dari berbagai aspek yang ditampilkan ketiga tokoh diatas, dapat dilihat bahwa
aspek-aspek yang diusulkan oleh dua tokoh berikutnya telah termuat dalam beberapa
aspek etos kerja yang dikemukakan oleh Sinamo, sehingga penulisan ini mendasari
pemahamannya pada delapan aspek etos kerja yang dikemukakan oleh Sinamo sebagai
indikator terhadap etos kerja.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Etika (Etos) Kerja
Etika (etos) kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Agama
Dasar pengkajian kembali makna Etos Kerja di Eropa diawali oleh buah pikiran Max
Weber. Salah satu unsur dasar dari kebudayaan modern, yaitu rasionalitas (rationality)
menurut Weber (1958) lahir dari etika Protestan. Pada dasarnya agama merupakan suatu
196 | P a g e
sistem nilai. Sistem nilai ini tentunya akan mempengaruhi atau menentukan pola hidup para
penganutnya. Cara berpikir, bersikap dan bertindak seseorang pastilah diwarnai oleh
ajaran agama yang dianutnya jika ia sungguh-sungguh dalam kehidupan beragama.
Dengan demikian, kalau ajaran agama itu mengandung nilai-nilai yang dapat memacu
pembangunan, jelaslah bahwa agama akan turut menentukan jalannya pembangunan atau
modernisasi.
Weber (1958) memperlihatkan bahwa doktrin predestinasi dalam protestanisme
mampu melahirkan etos berpikir rasional, berdisiplin tinggi, bekerja tekun sistematik,
berorientasi sukses (material), tidak mengumbar kesenangan - namun hemat dan
bersahaja (asketik), serta menabung dan berinvestasi, yang akhirnya menjadi titik tolak
berkembangnya kapitalisme di dunia modern.
Sejak Weber menelurkan karya tulis The Protestant Ethic and the Spirit of
Capitalism (1958), berbagai studi tentang Etos Kerja berbasis agama sudah banyak
dilakukan dengan hasil yang secara umum mengkonfirmasikan adanya korelasi positif
antara sebuah sistem kepercayaan tertentu dan kemajuan ekonomi, kemakmuran, dan
modernitas (Sinamo, 2005).
Menurut Rosmiani (1996), etos kerja terkait dengan sikap mental, tekad, disiplin dan
semangat kerja. Sikap ini dibentuk oleh sistem orientasi nilai-nilai budaya, yangsebagian
bersumber dari agama atau sistem kepercayaan/paham teologi tradisional. Ia menemukan
etos kerja yang rendah secara tidak langsung dipengaruhi oleh rendahnya kualitas
keagamaan dan orientasi nilai budaya yang konservatif turut menambah kokohnya tingkat
etos kerja yang rendah itu.
Budaya
Selain temuan Rosmiani
(1996) diatas, Usman Pelly
(dalam Rahimah, 1995)
mengatakan bahwa sikap mental, tekad, disiplin dan semangat kerja masyarakat juga
disebut sebagai etos budaya dan secara operasional, etos budaya ini juga disebut sebagai
etos kerja. Kualitas etos kerja ini ditentukan oleh sistem orientasi nilai budaya masyarakat
yang bersangkutan. Masyarakat yang memiliki sistem nilai budaya maju akan memiliki etos
kerja yang tinggi dan sebaliknya, masyarakat yang memiliki sistem nilai budaya yang
konservatif akan memiliki etos kerja yang rendah, bahkan bisa sama sekali tidak memiliki
etos kerja.
Pernyataaan di atas juga didukung oleh studi yang dilakukan Suryawati, Dharmika,
Namiartha, Putri dan Weda (1997) yang menyimpulkan bahwa semangat kerja/Etos Kerja
sangat ditentukan oleh nilai-nilai budaya yang ada dan tumbuh pada masyarakat yang
bersangkutan. Etos kerja juga sangat berpegang teguh pada moral etik dan bahkan Tuhan.
197 | P a g e
Etos kerja berdasarkan nilai-nilai budaya dan agama ini menurut mereka diperoleh secara
lisan dan merupakan suatu tradisi yang disebarkan secara turun-temurun.
Sosial Politik
Soewarso, Rahardjo, Subagyo, dan Utomo
(1995) menemukan bahwa tinggi
rendahnya etos kerja suatu masyarakat dipengaruhi oleh ada atau tidaknya struktur politik
yang mendorong masyarakat untuk bekerja keras dan dapat menikmati hasil kerja keras
mereka dengan penuh.
KH. Abdurrahman Wahid (2002) mengatakan bahwa etos kerja harus dimulai
dengan kesadaran akan pentingnya arti tanggung jawab kepada masa depan bangsa dan
negara. Dorongan untuk mengatasi kemiskinan, kebodohan dan keterbelakanganhanya
mungkin timbul, jika masyarakat secara keseluruhan memiliki orientasi kehidupan yang
teracu ke masa depan yang lebih baik. Orientasi ke depan itu harus diikuti oleh
penghargaan yang cukup kepada kompetisi dan pencapaian (achievement). Orientasi ini
akan melahirkan orientasi lain, yaitu semangat profesionalisme yang menjadi tulang
punggung masyarakat modern.
Kondisi Lingkungan/Geografis
Suryawati, Dharmika, Namiartha, Putri dan Weda (1997) juga menemukan adanya
indikasi bahwa etos kerja dapat muncul dikarenakan faktor kondisi geografis. Lingkungan
alam yang mendukung mempengaruhi manusia yang berada di dalamnya melakukan
usaha untuk dapat mengelola dan mengambil manfaat, dan bahkan dapat mengundang
pendatang untuk turut mencari penghidupan di lingkungan tersebut.
Pendidikan
Etos kerja tidak dapat dipisahkan dengan kualitas sumber daya manusia.
Peningkatan sumber daya manusia akan membuat seseorang mempunyai etos kerja keras.
Meningkatnya kualitas penduduk dapat tercapai apabila ada pendidikan yang merata dan
bermutu,
disertai
dengan
peningkatan
dan
perluasan
pendidikan,
keahlian
dan
keterampilan, sehingga semakin meningkat pula aktivitas dan produktivitas masyarakat
sebagai pelaku ekonomi (Rahimah, Fauziah, Suri dan Nasution, 1995).
Struktur Ekonomi
Pada penulisan Soewarso, Rahardjo, Subagyo, dan Utomo (1995) disimpulkan juga
bahwa tinggi rendahnya Etos kerja suatu masyarakat dipengaruhi oleh ada atau tidaknya
struktur ekonomi, yang mampu memberikan insentif bagi anggota masyarakat untuk
bekerja keras dan menikmati hasil kerja keras mereka dengan penuh.
Motivasi Intrinsik Individu
198 | P a g e
Anoraga (1992) mengatakan bahwa Individu yang akan memiliki etos kerja yang
tinggi adalah individu yang bermotivasi tinggi. Etos kerja merupakan suatu pandangan dan
sikap, yang tentunya didasari oleh nilai-nilai yang diyakini seseorang. Keyakinan inilah yang
menjadi suatu motivasi kerja. Maka etos kerja juga dipengaruhi oleh motivasi seseorang.
Menurut Herzberg (dalam Siagian, 1995), motivasi yang sesungguhnya bukan
bersumber dari luar diri, tetapi yang tertanam/terinternalisasi dalam diri sendiri, yang sering
disebut dengan motivasi intrinsik. Ia membagi faktor pendorong manusia untuk melakukan
kerja ke dalam dua faktor yaitu faktor hygiene dan faktor motivator. Faktor hygiene ini
merupakan faktor dalam kerja yang hanya akan berpengaruh bila ia tidak ada, yang akan
menyebabkan
ketidakpuasan.
Ketidakhadiran
faktor
ini
dapat
mencegah
timbulnya
motivasi, tetapi ia tidak menyebabkan munculnya motivasi. faktor ini disebut juga faktor
ekstrinsik, yang termasuk diantaranya yaitu gaji, status, keamanan kerja, kondisi kerja,
kebijaksanaan organisasi, hubungan dengan rekan kerja, dan supervisi. Ketika sebuah
organisasi menargetkan kinerja yang lebih tinggi, tentunya organisasi tersebut perlu
memastikan terlebih dahulu bahwa faktor hygiene tidak menjadi penghalang dalam upaya
menghadirkan motivasi intrinsik.
Faktor yang kedua adalah faktor motivator sesungguhnya, yang mana ketiadaannya
bukan berarti ketidakpuasan, tetapi kehadirannya menimbulkan rasa puas sebagai
manusia.
Faktor
ini
disebut
juga
faktor
intrinsik
dalam
pekerjaan
yangmeliputipencapaiansukses/achievement, pengakuan/recognition, kemungkinan untuk
meningkat dalam jabatan(karier)/advancement, tanggungjawab/responsibility, kemungkinan
berkembang/growth possibilities, dan pekerjaan itu sendiri/the work itself. (Herzberg, dalam
Anoraga, 1992). Hal-hal ini sangat diperlukan dalam meningkatkan performa kerja dan
menggerakkan pekerja hingga mencapai performa yang tertinggi.
Etika Kerja vs Etika Profesi
Etika profesi atau etika profesional (professional ethics) merupakan suatu bidang
etika (social) terapan. Etika profesi berkaitan dengan kewajiban etis mereka yang
menduduki posisi yang disebut profesional. Etika profesi berfungsi sebagai panduan bagi
para professional dalam menjalani kewajiban mereka memberikan dan mempertahankan
jasa kepada masyarakat yang berstandar tinggi. Sebagai bidang etika terapan, etika profesi
pada dasarnya berkaitan dengan penerapan standar moral atau prinsip-prinsip etika yang
telah ada ke dalam praktik kehidupan profesi. Standar moral ini biasanya meliputi prinsipprinsip moral tertentu yang disepakati untuk dijadikan sebagai nilai-nilai dan panduan
bersama oleh para anggota profesi. Dengan demikian, dalam kaitannya dengan profesi,
etika meliputi norma-norma yang mentransformasikan nilai-nilai atau cita-cita (luhur) ke
199 | P a g e
dalam
praktik
sehari-hari para
profesional dalam
menjalankan
profesi mereka.
Normanorma ini biasanya dikodifikasikan secara formal ke dalam bentuk kode etik (code of
ethics) atau kode (aturan) perilaku (code of conducts) profesi yang bersangkutan.
Etika profesi biasanya dibedakan dari etika kerja (work ethics atau occupational
etchics) yang mengatur praktik, hak dan kewajiban bagi mereka yang bekerja di bidang
yang tidak disebut profesi (non-profesional). Non-profesional adalah pegawai atau pekerja
biasa dan dianggap kurang memiliki otonom dan kekuasaan atau kemampuan profesional.
Namun demikian, ada sejumlah pendapat yang menyatakan bahwa tidak ada alasan moral
untuk mengeluarkan etika kerja dari kajian etika profesional karena keduanya tidak terlalu
berbeda jenisnya kecuali yang menyangkut besarnya bayaran yang diterima dari pekerjaan
mereka. Pertimbangan utamanya adalah bahwa orang pada umunya tidak terlampau
mengkhawatirkan terjadinya “perampasan” atau “pengambilalihan” pekerjaan, melainkan
mengkhawatirkan terjadinya penyalahgunaan kewenangan, kekuasaan atau keahlian.
Misalnya, masyarakat tidak atau kurang mengkhawatirkan bahwa tukang daging akan
mengambil alih pekerjaan penjahit, atau sebaliknya, penjahit akan mengambil alih
pekerjaan tukang daging, tetapi lebih mengkhawatirkan apakah mereka melaksanakan
pekerjaan mereka hanya demi kepentingan mereka sendiri. Masyarakat mengkhawatirkan
bahwa tukang daging, misalnya, tidak memotong dan menimbang daging sesuai dengan
ukuran yang dipesan; pembuat roti akan secara sengaja mencampurkan racun kedalam roti
yang dibuatnya, atau piñata rambut secara sengaja menyetrom pelanggannya yang sedang
dikeringkan rambutnya dengan alat pengering rambut elektrik (hair-dryer). Dengan
perkataan lain, apakah diskresi atau kewenangan mereka dalam mengambil keputusan
tidak mereka salah-gunakan semata-mata hanya untuk mengejar kepentingan mereka
sendiri (self-interest) dengan mengabaikan kepentingan orang lain yang seharusnya
mereka layani.
Pembedaan antara etika profesi dan etika kerja lazimnya dilakukan mengingat
aktivitas para profesional seperti dokter, pengacara, dan akuntan, adalah berbeda dengan
pekerja lain pada umumnya. Para profesional memiliki karakteristik khusus dari segi
pendidikan atau pelatihan, pengetahuan, pengalaman, dan hubungan dengan klien, yang
membedakannya dari pekerja non-profesional. Tuntutan akan standar profesionalisme dan
etika terhadap profesional adalah jauh lebih tinggi dibandingkan terhadap non-profesional.
Namun demikian tetap perlu diingat, meskipun etika profesi dibedakan dari etika kerja,
kerangka dan prinsip-prinsip yang dicakup etika profesi tetap dapat diberlakukan sebagai
etika kerja. Ini terutama karena etika profesi mencakup prinsip-prinsip umum etika yang,
200 | P a g e
sebagaimana prinsip-prinsip itu diberlakukan pada kehidupan profesi, dapat diterapkan
pada bidang pekerjaan atau kehidupan yang lain.
Disiplin Pegawai Negeri Sipil
1. Kewajiban PNS
Disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010
tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil pasal 3, bahwa setiap PNS wajib:
a. Mengucapkan sumpah/janji PNS.
Pelanggaran sumpah/ janji PNS ini akan diberikan hukuman disiplin sedang apabila
dikakukan tanpa alasan yang yang sah.
Mengucapkan sumpah/janji jabatan
Pelanggaran sumpah/ janji jabatan ini akan diberikan hukuman disiplin sedang
apabila dikakukan tanpa alasan yang yang sah.
b. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia tahun 1945, Negara Kesaruan Republik Indonesia, dan Pemerintah.
Yang dimaksud dengan “setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan Pemerintah” adalah setiap PNS di samping taat juga berkewajiban
melaksanakan ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
kebijakan negara dan Pemerintah serta tidak mempermasalahkan dan/atau menentang
Pancasila, dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pelanggaran yang didapat dari tidak melaksanakan kewajiban sebagai pns ini akan
diberikan sanksi ringan bila telah berdampak negative pada unit kerjanya. Apabila
pelanggaran berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan akan diberi teguran
disiplin sedang. Dan apabila pelanggaran berdampak negative pada pemerintah dan/atau
Negara akan diberikan hukuman disiplin berat.
Menaati segala peraturan perundang-undangan.
“peraturan perundang-undangan” adalah peraturan
Yang dimaksud dengan
perundang-undangan
yang
mengatur
mengenai
jenis
dan
hierarki
peraturan
perundangundangan. Pelanggaran yang didapat dari tidak melaksanakan kewajiban sebagai
pns ini akan diberikan sanksi ringan bila telah berdampak negative pada unit kerjanya.
Apabila pelanggaran berdampak negative pada instansiyang bersangkutan akan diberi
teguran disiplin sedang.Dan apabila pelanggaran berdampak negative pada pemerintah
dan/atau Negara akan diberikan hukuman disiplin berat.
Melaksanakan
tugas
kedinasan
yang
dipercayakan
kepada
PNS
dengan
penuh
pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab.
201 | P a g e
Yang dimaksud dengan “tugas kedinasan” adalah tugas yang diberikan oleh atasan
yang berwenang dan berhubungan dengan:
1) perintah kedinasan,
2) peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian atau peraturan yang
berkaitan dengan kepegawaian,
3) peraturan kedinasan,
4) tata tertib di lingkungan kantor, atau
5) standar prosedur kerja (Standar Operating Procedure atau SOP).
Pelanggaran yang didapat dari tidak melaksanakan kewajiban sebagai PNS ini akan
diberikan sanksi ringan bila telah berdampak negative pada unit kerjanya. Apabila
pelanggaran berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan akan diberi teguran
disiplin sedang. Dan apabila pelanggaran berdampak negative pada pemerintah dan/atau
Negara akan diberikan hukuman disiplin berat.
Menjunjung tinggi kehormatan Negara, pemerintah, dan martabat PNS
Pelanggaran yang didapat dari tidak melaksanakan kewajiban sebagai pns ini akan
diberikan sanksi ringan bila telah berdampak negative pada unit kerjanya.Apabila
pelanggaran berdampak negative pada instansiyang bersangkutan akan diberi teguran
disiplin sedang. Dan apabila pelanggaran berdampak negative pada pemerintah dan/atau
Negara akan diberikan hukuman disiplin berat.
Mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri, seseorang,dan/atau
golongan.
Setiap
Pegawai
memprioritaskan
Negeri
Sipil
wajib
kepentingan-kepentingan
menjalankan
umum
dari
kewajibannya
kepentingan
dengan
personalnya.
Maksudnya, dalam menjalankan tugasnya, setiap PNS wajib mendahulukan kepentingankepentingan Negara daripada kepentingan dirinya sendiri ataupun kepentingan kelompok.
Memegang
rahasia
jabatan
yang
menurut
sifatnya
atau
menurut
perintah
harus
dirahasiakan.
Yang dimaksud dengan
“menurut sifatnya” dan
“menurut perintah” adalah
didasarkan pada peraturan perundangundangan, perintah kedinasan, dan/atau kepatutan.
Jadi Setiap Pegawai Negeri Sipil, harus senantiasa memegang teguh rahasia jabatan
berdasarkan perundangan.
Bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan negara.
Setiap Pegawai Negeri Sipil wajib menjalankan tugas-tugasnya dengan jujur, tertib,
cermat, dan bersemangat demi kepentingan Negara.
202 | P a g e
Melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang dapat
membahayakan atau merugikan negara atau Pemerintah terutama di bidang keamanan,
keuangan, dan materiil.
Pegawai Negeri Sipil memiliki kewajiban dalam memberikan informasi dengan cepat
kepada atasan, jika mengetahui berbagai hal yang dapat memberikan kerugian atau
berbahaya terhadap Pemerintah.
Masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja.
Yang dimaksud dengan kewajiban untuk “masuk kerja dan menaati ketentuan jam
kerja” adalah setiap PNS wajib datang, melaksanakan tugas, dan pulang sesuai ketentuan
jam kerja serta tidak berada di tempat umum bukan karena dinas. Apabila berhalangan
hadir wajib memberitahukan kepada pejabat yang berwenang.
Mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan.
Yang dimaksud dengan “sasaran kerja pegawai” adalah rencana kerja dan target
yang akan dicapai oleh seorang pegawai yang disusun dan disepakati bersama antara
pegawai dengan atasan pegawai.
Menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan sebaik-baiknya.
Yang dimaksud dengan
“menggunakan dan memelihara barang-barang milik
negara dengan sebaik-baiknya” adalah setiap PNS wajib menggunakan dan memelihara
barang milik Negara dengan efektif dan efisien serta sesuai dengan peraturan perundangundangan
Memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat.
Yang dimaksud dengan
“memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada
masyarakat” adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat yang berkualitas, cepat,
mudah, terjangkau, dan terukur, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas.
Yang dimaksud dengan “membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas” adalah
membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan dan
peraturan perundang-undangan.
Memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan karier.
Yang dimaksud dengan
“memberikan kesempatan kepada bawahan untuk
mengembangkan karier” adalah member kesempatan kepada bawahan untuk
meningkatkan kemampuan dalam rangka pengembangan karier, antara lain memberi
kesempatan mengikuti rapat, seminar, diklat, dan pendidikan formal lanjutan.
Menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.
203 | P a g e
Yang dimaksud dengan ”menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat
yang berwenang” adalah menaati peratuan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Larangan PNS
Disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010
tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil pasal 4, bahwa setiap PNS dilarang:
a. Menyalahgunakan wewenang.
Yang dimaksud dengan
kewenangannya
untuk
“menyalahgunakan wewenang” adalah menggunakan
melakukan
sesuatu
atau
tidak
melakukan
sesuatu
untuk
kepentingan pribadi atau kepentingan pihak lain yang tidak sesuai dengan tujuan
pemberian kewenangan tersebut.
b. Menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau orang lain dengan
menggunakan kewenangan orang lain.
Sebagai contoh
: Seorang PNS yang tidak memilikiwewenang di bidang
perizinanmembantu mengurus perizinan bagi orang laindengan memperolehimbalan.
c.
Tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain dan/atau
lembaga atau organisasi internasional.
d. Bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga swadaya masyarakat
asing.
e. Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barangbarang baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau surat berharga milik negara
secara tidak sah.
Yang dimaksuddengan“memiliki,menjual,membeli, menggadaikan, menyewakan,
atau
meminjamkan
barang-
barangbaikbergerakatautidakbergerak,dokumenatausuratberhargamilik negara secara
sah”
tidak
adalahperbuatanyangdilakukan
ketentuantermasuktatacaramaupunkualifikasi
tidak
atas
dasar
barang,
dokumen,ataubendalainyangdapatdipindahtangankan.
f.
Melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain
di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi,
golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan
negara.
g. Memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun baik secara
langsung atau tidak langsung dan dengan dalih apapun untuk diangkat dalam jabatan.
Yangdimaksuddengan“jabatan”adalahjabatanstrukturaldanjabatan fungsionaltertentu.
204 | P a g e
h. Menerimahadiahatausuatupemberianapasajadari siapapun juga yang berhubungan
dengan jabatandan/ataupekerjaannya.
PNSdilarangmenerimahadiah,padahaldiketahuidanpatutdidugabahwahadiahtersebu
tdiberikansebagaiakibatataudisebabkankarena
telahmelakukanatautidakmelakukansesuatu
dalamjabatannyayangbertentangan dengankewajibannya.
i.
Bertindaksewenang-wenangterhadapbawahannya.
Yangdimaksuddengan“bertindaksewenang-wenang”adalahsetiap
tindakanatasankepadabawahanyangtidaksesuaidenganperaturankedinasansepertitidakme
mberikantugasatau
pekerjaan
kepada
bawahan,
atau
memberikan
nilaihasilpekerjaan(DaftarPenilaian
PekerjaanPegawai)tidakberdasarkannorma,standar,danprosedur yang ditetapkan.
j.
Melakukansuatutindakanatautidakmelakukansuatu tindakan yang dapat menghalangi
ataumempersulit salah satu pihak yang dilayanisehingga mengakibatkan kerugian bagi
yangdilayani.
k. Menghalangiberjalannyatugaskedinasan.
Yang dimaksud dengan “menghalangi berjalannya
adalahperbuatan
yang
kedinasan”
tugas
mengakibatkan
tugaskedinasan
menjaditidaklancaratautidakmencapaihasilyangharusdipenuhi.
Contoh:
PNSyang
tidakmemberikandukungandalam
haldiperlukankoordinasi,
sinkronisasi
dan integrasi dalam tugas kedinasan.
l.
Memberikan
dukungan
kepada
calon
Presiden/WakilPresiden,DewanPerwakilanRakyat,DewanPerwakilanDaerah,atauDewa
nPerwakilanRakyat Daerah dengancara:
1) ikutsertasebagaipelaksanakampanye
2) menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atributpartaiatauatributPNS
PNSsebagaipesertakampanyehadiruntukmendengar,menyimak
visi, misi, dan
program
yang
ditawarkanpesertapemilu,tanpamenggunakanatributPartaiatauPNS.
Yangdimaksuddengan“menggunakanatributpartai”adalah
denganmenggunakandan/ataumemanfaatkanpakaian,
kendaraan,ataumedialainyangbergambarpartaipolitikdan/ataucalonanggotaDewa
nPerwakilanRakyat,Dewan
PerwakilanDaerah,DewanPerwakilanRakyatDaerah,dan/ataucalonPresiden/Wakil
Presidendalammasakampanye. Yangdimaksud dengan “menggunakan atribut
205 | P a g e
PNS”adalah
sepertimenggunakanseragamKorpri,seragamdinas,kendaraan
dinas,danlain-lain.
3) sebagai peserta kampanye dengan mengerahkanPNSlain;dan/atau
4) sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitasnegara;
m. Memberikan dukungan kepada calon Presiden/WakilPresidendengancara:
1)
membuatkeputusandan/atautindakanyang menguntungkan atau merugikan salah
satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau
2) mengadakankegiatanyangmengarahkepada keberpihakan terhadap pasangan
calon
yangmenjadi
pesertapemilusebelum,selama,dansesudahmasa
kampanyemeliputipertemuan,ajakan, himbauan, seruan, atau pemberianbarang
kepadaPNSdalam lingkungan unitkerjanya,anggotakeluarga, danmasyarakat
n. Memberikandukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan Daerah atau calon
Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara memberikan surat dukungan disertai
fotokopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk sesuai
peraturan perundang- undangan,dan
o. memberikan dukungan kepada calon
Kepala
Daerah/WakilKepalaDaerah,dengancara:
1) terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukungcalonKepalaDaerah/Wakil
KepalaDaerah
Yang dimaksud dengan “terlibat dalam kegiatan kampanye” adalah seperti PNS
bertindaksebagai
pelaksanakampanye,petugaskampanye/tim
sukses,tenagaahli,
penyandangdana,pencaridana,danlain-lain.
2) menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatandalamkegiatankampanye
3) membuatkeputusandan/atautindakanyang menguntungkan atau merugikan salah
satu pasangan calon selama
masa kampanye, dan/atau
4) mengadakankegiatanyangmengarahkepada keberpihakan terhadap pasangan calon
yangmenjadi
pesertapemilusebelum,selama,dansesudahmasa
kampanyemeliputipertemuan,ajakan,
himbauan,
seruan,
atau
pemberianbarang
kepadaPNSdalam lingkungan unitkerjanya,anggotakeluarga, danmasyarakat.
Hukuman disiplin PNS
PNS yang tidak menaati ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan/atau
Pasal 4 PP No 53 Tahun 2010 seperti yang disebutkan sebelumnya akan dijatuhi hukuman
disiplin. Adapun Tingkat dan Jenis Hukuman Disiplin yang dapat dijatuhi berdasarkan Pasal
7 PP No 53 Tahun 2010 adalah sebagai berikut:
1. Tingkat hukuman disiplin terdiri dari:
206 | P a g e
a. hukuman disiplin ringan;
b. hukuman disiplin sedang; dan
c. hukuman disiplin berat.
2. Jenis hukuman disiplin ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis; dan
c. pernyataan tidak puas secara tertulis.
3. Jenis hukuman disiplin sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari:
a. penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
b. penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun; dan
c. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun.
4. Jenis hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri dari:
a. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun;
b. pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah;
c. pembebasan dari jabatan;
d. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS; dan
e. pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
Hukuman disiplin ringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dijatuhkan
bagi pelanggaran terhadap kewajiban:
1. setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Pemerintah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 3, apabila pelanggaran berdampak
negatif pada unit kerja;
2. menaati segala peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
angka 4, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja;
3. melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS dengan penuh
pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
angka 5, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja;
4. menjunjung tinggi kehormatan negara, Pemerintah, dan martabat PNS sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 angka 6, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit
kerja;
5. mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri, seseorang, dan/atau
golongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3 angka 7, apabila pelanggaran
berdampak negatif pada unit kerja;
207 | P a g e
6. memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus
dirahasiakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 8, apabila pelanggaran
berdampak negatif pada unit kerja;
7. bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan Negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 9, apabila pelanggaran berdampak
negatif pada unit kerja;
8. melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang dapat
membahayakan atau merugikan negara atau pemerintah terutama di bidang keamanan,
keuangan, dan materiil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 10, apabila
pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja;
9. masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
angka 11 berupa:
a. teguran lisan bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 5
(lima) hari kerja;
b. teguran tertulis bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 6
(enam) sampai dengan 10 (sepuluh) hari kerja; dan
c.
pernyataan tidak puas secara tertulis bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan
yang sah selama 11 (sebelas) sampai dengan 15 (lima belas) hari kerja;
10. menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan sebaik-baiknya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 13, apabila pelanggaran berdampak
negatif pada unit kerja;
11. memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 angka 14, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
12. membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 angka 15, apabila pelanggaran dilakukan dengan tidak sengaja;
13. memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan karier sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 angka 16, apabila pelanggaran dilakukan dengan tidak
sengaja; dan
14. menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 17, apabila pelanggaran berdampak
negatif pada unit kerja.
Hukuman disiplin sedang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dijatuhkan
bagi pelanggaran terhadap kewajiban:
1. mengucapkan sumpah/janji PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 1,
apabila pelanggaran dilakukan tanpa alasan yang sah;
208 | P a g e
2. mengucapkan sumpah/janji jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 2,
apabila pelanggaran dilakukan tanpa alasan yang sah;
3. setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Pemerintah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 3, apabila pelanggaran berdampak
negative bagi instansi yang bersangkutan;
4. menaati segala peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
angka 4, apabila pelanggaran berdampak negatif bagi instansi yang bersangkutan;
5. melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS dengan penuh
pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
angka 5, apabila pelanggaran berdampak negatif bagi instansi yang bersangkutan;
6. menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan martabat PNS sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 angka 6, apabila pelanggaran berdampak negatif bagi instansi
yang bersangkutan;
7. mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri, seseorang, dan/atau
golongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3 angka 7, apabila pelanggaran
berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan;
8. memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus
dirahasiakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 8, apabila pelanggaran
berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan;
9. bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan Negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 9, apabila pelanggaran berdampak
negatif bagi instansi yang bersangkutan;
10. melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang dapat
membahayakan atau merugikan negara atau Pemerintah terutama di bidang
keamanan, keuangan, dan materiil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 10,
apabila pelanggaran berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan;
11. masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
angka 11 berupa:
a. penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun bagi PNS yang tidak masuk
kerja tanpa alasan yang sah selama 16 (enam belas) sampai dengan 20 (dua puluh)
hari kerja;
b. penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun bagi PNS yang tidak masuk
kerja tanpa alasan yang sah selama 21 (dua puluh satu) sampai dengan 25 (dua
puluh lima) hari kerja; dan
209 | P a g e
c. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun bagi PNS yang
tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 26 (dua puluh enam) sampai
dengan 30 (tiga puluh) hari kerja;
12. mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3 angka 12, apabila pencapaian sasaran kerja pada akhir tahun hanya mencapai 25%
(dua puluh lima persen) sampai dengan 50% (lima puluh persen);
13. menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan sebaik-baiknya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 13, apabila pelanggaran berdampak
negatif pada instansi yang bersangkutan;
14. memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 angka 14, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
15. membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 angka 15, apabila pelanggaran dilakukan dengan sengaja;
16. memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan karier sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 angka 16, apabila pelanggaran dilakukan dengan sengaja;
dan
17. menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 17, apabila pelanggaran berdampak
negatif pada instansi yang bersangkutan.
Hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) dijatuhkan
bagi pelanggaran terhadap kewajiban:
1. setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Pemerintah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 3, apabila pelanggaran berdampak
negatif pada pemerintah dan/atau negara;
2. menaati segala ketentuan peraturan perundangundangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 angka 4, apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah
dan/atau negara;
3. melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS dengan penuh
pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
angka 5, apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;
4. menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan martabat PNS sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 angka 6, apabila pelanggaran berdampak negatif pada
pemerintah dan/atau negara;
210 | P a g e
5. mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri, seseorang, dan/atau
golongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3 angka 7, apabila pelanggaran
berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;
6. memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus
dirahasiakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 8, apabila pelanggaran
berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;
7. bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan Negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 9, apabila pelanggaran berdampak
negatif pada pemerintah dan/atau negara;
8. melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang dapat
membahayakan atau merugikan negara atau Pemerintah terutama di bidang
keamanan, keuangan, dan materiil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 10,
apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/ataunegara;
9. masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
angka 11 berupa:
a. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun bagi PNS yang
tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 31 (tiga puluh satu) sampai
dengan 35 (tiga puluh lima) hari kerja;
b. pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah bagi PNS
yang menduduki jabatan struktural atau fungsional tertentu yang tidak masuk kerja
tanpa alasan yang sah selama 36 (tiga puluh enam) sampai dengan 40 (empat
puluh) hari kerja;
c. pembebasan dari jabatan bagi PNS yang menduduki jabatan struktural atau
fungsional tertentu yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 41 (empat
puluh satu) sampai dengan 45 (empat puluh lima) hari kerja; dan
d. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau pemberhentian
tidak dengan hormat sebagai PNS bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan
yang sah selama 46 (empat puluh enam) hari kerja atau lebih;
10. mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3 angka 12, apabila pencapaian sasaran kerja pegawai pada akhir tahun kurang dari
25% (dua puluh lima persen);
11. menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan sebaik-baiknya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 13, apabila pelanggaran berdampak
negatif pada pemerintah dan/atau negara;
211 | P a g e
12. memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 angka 14, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
dan
13. menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 17, apabila pelanggaran berdampak
negatif pada pemerintah dan/atau negara.
Hukuman disiplin ringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dijatuhkan
bagi pelanggaran terhadap larangan:
1. memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barangbarang baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau surat berharga milik negara,
secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 5, apabila pelanggaran
berdampak negatif pada unit kerja;
2. melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain
di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi,
golongan, atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 6, apabila pelanggaran berdampak
negatif pada unit kerja;
3. bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya, sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 angka 9, apabila pelanggaran dilakukan dengan tidak sengaja;
4. melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang dapat
menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga mengakibatkan
kerugian bagi yang dilayani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 10, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan; dan
5. menghalangi berjalannya tugas kedinasan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
angka 11, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja.
Hukuman disiplin sedang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dijatuhkan
bagi pelanggaran terhadap larangan:
1. memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barangbarang baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau surat berharga milik negara
secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 5, apabila pelanggaran
berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan;
2. melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain
di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi,
golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara
212 | P a g e
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 6, apabila pelanggaran berdampak
negatif pada instansi yang bersangkutan;
3. bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 angka 9, apabila pelanggaran dilakukan dengan sengaja;
4. melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang dapat
menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga mengakibatkan
kerugian bagi yang dilayani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 10, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
5. menghalangi berjalannya tugas kedinasan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
angka 11, apabila pelanggaran berdampak negatif bagi instansi;
6. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan
cara ikut serta sebagai pelaksana kampanye, menjadi peserta kampanye dengan
menggunakan atribut partai atau atribut PNS, sebagai peserta kampanye dengan
mengerahkan PNS lain, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 12 huruf a, huruf
b, dan huruf c;
7. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden dengan cara
mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon
yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi
pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam
lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 angka 13 huruf b;
8. memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan Daerah atau calon
Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara memberikan surat dukungan disertai
foto kopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk sesuai
peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 14; dan 9.
memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara
terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala
Daerah serta mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap
pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa
kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang
kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 15 huruf a dan huruf d.
Hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) dijatuhkan
bagi pelanggaran terhadap larangan:
213 | P a g e
1. menyalahgunakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 1;
2. menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau orang lain dengan
menggunakan kewenangan orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 2; 3.
tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain dan/atau
lembaga atau organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 3; 4.
bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga swadaya masyarakat
asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 4;
5. memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barangbarang baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau surat berharga milik negara
secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 5, apabila pelanggaran
berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;
6. melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain
di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi,
golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 6, apabila pelanggaran berdampak
negatif pada pemerintah dan/atau negara;
7. memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun baik secara
langsung atau tidak langsung dan dengan dalih apapun untuk diangkat dalam jabatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 7;
8. menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang berhubungan
dengan jabatan dan/atau pekerjaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 8; 9.
melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang dapat
menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga mengakibatkan
kerugian bagi yang dilayani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 10, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
10. menghalangi berjalannya tugas kedinasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
angka 11, apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;
11. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan
cara sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 angka 12 huruf d;
12. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden dengan cara membuat
keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu
pasangan calon selama masa kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka
13 huruf a; dan
214 | P a g e
13. memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, dengan
cara menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye
dan/atau membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan
salah satu pasangan calon selama masa kampanye sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 angka 15 huruf b dan huruf c.
Pelanggaran terhadap kewajiban masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 angka 9, Pasal 9 angka 11, dan Pasal 10 angka 9
dihitung secara kumulatif sampai dengan akhir tahun berjalan.
Macam-Macam Etika (Etos) Kerja
1. Etos Kerja Pancasila
Etos kerja Pancasila merupakan pemikiran, nilai-nilainya dikaitkan dengan nilai-nilai
Pancasila yang tidak tertulis secara eksplisit, tetapi harus digali lebih dalam, khususnya
pada sila Ketuhanan yang Maha Esa. Dengan demikian, etos kerja ini dihubungkan dengan
sistem keyakinan untuk membedakannya dari etos kerja yang bersifat sekular seperti yang
ditawarkan oleh falsafah Pragmatisme. Keunikan etos kerja ini dengan etos kerja lainnya
bisa dilihat dari 10 ciri utamanya, yaitu: Spesialisasi, Rasionalitas, Sistematis, Efisiensi,
Konsistensi, Kerajinan, Kerja keras, Ketekunan, Pengharapan, dan Cinta Kasih.
Tentu bukan hanya ini saja nilai-nilai dalam sistem kepercayaan kepada Tuhan
yang Maha Esa. Masih ada kejujuran, keadilan, kesabaran, kesopanan, tolong menolong,
dan bersikap ramah, dan nilai-nilai etis lainnya. Namun, hanya sepuluh (10) nilai ini yang
ingin ditonjolkan sebagai bentuk sederhana dari etika kerja Pancasila.
Tentu, etos kerja ini belum secara jelas terlihat dalam kehidupan masyarakat seperti
etos kerja Barat atau Jepang, yang sudah melekat pada masyarakatnya. Seperti visi
Indonesia Raya, etika kerja Pancasila masih dalam bentuk cita-cita. Namun, dengan etos
kerja inilah bangsa Indonesia mampu mencapai negara yang adil dan makmur, cita-cita
yang diikrarkan oleh para pendiri bangsa ini.
2. Etos Kerja Muslim
Etos kerja muslim dapat difenisikan sebagai cara pandang yang diyakini seorang
muslim
bahwa
bekerja
itu
bukan
saja
untuk
memuliakan
dirinya,
menampakkan
kemanusiannya, tetapi juga sebagai suatu manifestasi dari amal sholeh dan oleh
karenanya mempunyai nilai ibadah yang sangat luhur.
Apabila
setiap
pribadi
mengaktualisasikannya
muslim
dalam
memahami,
kehidupannya
menghayati,
maka
akan
dan
kemudian
mau
tampak
pengaruh
serta
dampaknya kepada lingkungan, yang kemudian mendorong dirinya untuk terjun dalam
samudra dunia dengan kehangatan iman.
215 | P a g e
a. Ciri - Ciri Etos Kerja Muslim
Ciri - ciri orang yang mempunyai dan menghayati etos kerja akan tampak dalam
sikap dan tigkah lakunya yang dilandaskan pada suatu keyakinan yang sangat mendalam
bahwa bekerja itu merupakan bentuk ibadah, suatu panggilan dan perintah Allah yang akan
memuliakan dirinya, memanusiakan dirinya sebagai bagian dari manusia pilihan.
1) Memiliki jiwa kepemimpinan ( leadership )
Memimpin berarti mengambil peran secara aktif untuk mempengaruhi orang lain,
agarorang lain tersebut dapat berbuat sesuai dengan keinginannya. Sebagai
seorang muslim, kita dituntut untuk memiliki kepemimpinan Islam sudah barang
tentu seluruh peranan dirinya merupakan bayang - bayang dari kehendak Allah
sehingga keputusan dirinya mampu mempengaruhi orang lain, lingkungan, dan
ruang serta waktu dengan nilai tauhid.
2) Selalu berhitung
Rasulullah pernah bersabda, bekerjalah untuk duniamu, seakan - akan engkau
akan hidup selama - lamanya dan beribadahlah untuk akhirat seakan - akan
engkau akan mati besok.
Setiap langkah dalam kehidupan seorang muslim harus selalu memperhitungkan
segala aspek dan resikonya dan menggunakan perhitungan yang rasional, yaitu
tidak percaya dengan takhayul. Komitmen pada janji dan disiplin pada waktu
merupakan citra seorang muslim sejati.
3) Menghargai waktu
Hal ini tercantum di dalam firman Allah, Q. S. Al Ashr : 1 - 3. Waktu bagi seorang
muslim adalah rahmat yang tiada terhitung nilainya. Baginya pengertian terhadap
makna waktu merupakan tanggung jawab yang sangat besar. Sebagai konsekuensi
logisnya dia menjadikan waktu sebagai wadah produktivitas.
4) Hidup hemat dan efisien
Seorang muslim mempunyai cara hidup yang sangat efisien di dalam mengelola
sumber daya yang dimilikinya. Dia menjauhkan sikap yang tidak produktif dan
mubadzir, karena kedua sikap tersebut dijauhi dalam Islam. Dia berhemat bukan
dikarenakan karena ingin menumpuk kekayaan, sehingga melahirkan sikap kikir.
Tetapi berhemat dikarenakan bahwa tidak selamanya hidup itu berjalan mulus,
sehingga berhemat berarti mengestimasikan apa yang akan terjadi di masa depan. 5)
Keinginan untuk mandiri
216 | P a g e
Sesungguhnya daya inovasi dan kreativitas hanya terdapat pada jiwa yang
merdeka, sedangkan jiwa yang terjajah akan terpuruk, sehingga dia tidak pernah
mampu mengolah kemampuan serta potensi dirinya secara optimal.
RANGKUMAN
1. Etika (Etos) kerja merupakan sehimpunan perilaku positif yang lahir sebagai buah
keyakinan fundamental dan komitmen total pada sehimpunan paradigma kerja yang
integral.
2. Delapan etos kerja menurut Jansen H. Sinamo:
a. Kerja adalah rahmat, bekerja tulus penuh syukur.
b. Kerja adalah amanah, bekerja tulus penuh tanggung jawab.
c. Kerja adalah panggilan, bekerja tulus penuh integritas.
d. Kerja adalah aktualisasi, bekerja tulus penuh semangat.
e. Kerja adalah ibadah, bekerja tulus penuh kecintaan.
f.
Kerja adalah seni, bekerja tulus penuh kreativitas
g. Kerja adalah kehormatan, bekerja tulus penuh keunggulan.
h. Kerja adalah pelayanan, bekerja tulus penuh kerendahan hati.
3. Faktor yang mempengaruhi etos kerja antara lain agama, budaya, sosial politik, kondisi
lingkungan/geografis, pendidikan, struktur ekonomi, dan motivasi intrinsik individu.
4. Etika profesi berfungsi sebagai panduan bagi para professional dalam menjalani
kewajiban mereka memberikan dan mempertahankan jasa kepada masyarakat yang
berstandar tinggi. Sedangkan etika kerja mengatur praktik, hak dan kewajiban bagi
mereka yang bekerja di bidang yang tidak disebut profesi (non-profesional).
Nonprofesional adalah pegawai atau pekerja biasa dan dianggap kurang memiliki otonom
dan kekuasaan atau kemampuan profesional.
5. Etos kerja dapat dibedak ke dalam beberapa jenis, antara lain:
a. Etos kerja pancasila
Etos kerja Pancasila merupakan pemikiran; nilai-nilainya dikaitkan dengan nilai-nilai
Pancasila, yang tidak tertulis secara eksplisit, tetapi harus digali lebih dalam, khususnya
pada sila Ketuhanan yang Maha Esa.
b. Etos Kerja Muslim
217 | P a g e
Etos kerja muslim dapat difenisikan sebagai cara pandang yang diyakini seorang
muslim bahwa bekerja itu bukan saja untuk memuliakan dirinya, menampakkan
kemanusiannya, tetapi juga sebagai suatu manifestasi dari amal sholeh dan oleh
karenanya mempunyai nilai ibadah yang sangat luhur. Beberapa ciri etos kerja muslin
adalah memiliki jiwa kepemimpinan, selalu berhitung, menghargai waktu, hidup hemat
dan efisien, dan keinginan untuk mandiri.
LATIHAN
I. Soal Latihan
1. Apa yang anda ketahui dengan etos kerja? Sebutkan faktor2 yang mempengaruhi etos
kerja?
2. Jelaskan perbedaan antara etika kerja dan etika profesi!
3. Sebutkan dan jelaskan lima indikator untuk mengukur etos kerja menurut teori Akhmad
Kusnan!
4. Sebutkan dan jelaskan kewajiban dan larangan PNS menurut PP NO 53 Tahun 2010!
5. Sebutkan tingkat dan jenis hukuman disiplin yang dapat dijatuhkan PNS menurut PP
NO 53 Tahun 2010!
6. Menurut anda, bagaimanakah etos kerja PNS yang berkembang selama ini ?
Hubungkan dengan teori etos kerja yang anda ketahui!
II. Soal Kasus
Kasus I: Cuti Bersama Tak Mendidik Kerja Keras
Pemerintah kembali memutuskan Jumat,
3 Juni 2011, sebagai cuti bersama.
Kesepakatan untuk libur ini dinilai sebagai pembolosan yang disahkan. ”Terlalu banyak
libur akan melemahkan etos kerja dan ujungnya menurunkan produktivitas nasional.
Padahal, semestinya warga Indonesia bekerja keras bila ingin maju,” kata Rektor
Universitas Muhammadiyah Surabaya Prof Zainuddin Maliki, Senin (23/5) di Surabaya.
Cuti bersama pada Jumat 3 Juni diputuskan dalam Surat Keputusan Bersama
Menteri Agama, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, serta Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tentang Perubahan Hari Libur dan Cuti Bersama.
Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono dalam siaran persnya
menjelaskan, cuti bersama untuk meningkatkan efisiensi pelaksanaan hari kerja di antara
dua hari libur. Selain itu, selama ini sebagian pegawai negeri sipil tidak sepenuhnya
memanfaatkan hak cuti tahunan yang menjadi momen rekreasi dan penyegaran bagi
karyawan dan keluarga.
218 | P a g e
Menurut Zainuddin, Indonesia sudah bermasalah dengan produktivitas dan etos
kerja bangsa. ”Hari kerja pun seperti libur karena jam kerja tidak dimanfaatkan secara
produktif,” ujarnya. Praktisi pendidikan Arief Rachman menilai, kebiasaan cuti bersama di
Indonesia tidak mendidik karakter bangsa yang suka bekerja keras. Padahal, bangsa ini
harus mengembangkan semangat dan kebiasaan bekerja keras, bukan lebih senang
liburan.
”Benar-benar tidak mendidik bangsa agar suka kerja keras jika setiap kali ada
hari kejepit, dilanjutkan dengan cuti bersama. Yang namanya cuti, terserah pribadi,”
ujarnya.
Arief khawatir, kebiasaan cuti bersama ini bisa jadi contoh tidak baik bagi anak-anak
sekolah. ”Anak-anak
jadi
lebih
suka
menantikan
liburan,
bukan
belajar,”
ujarnya. (INA/INE/ELN)
(Sumber: Kompas, Selasa, 24 Mei 2011)
Pertanyaan:
1. Bagaimana pendapat anda mengenai etos kerja PNS yang sering melakukan cuti
bersama tersebut ? Berikan jawaban anda dengan jelas dan berlandaskan pada teori
etos kerja.
Kasus II: Dirjen Pajak Pecat Gayus Tambunan
Direktur Jenderal Pajak Mochamad Tjiptardjo akhirnya memecat secara tidak
hormat pegawainya, Gayus Tambunan, sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di Direktorat
Jenderal Pajak. Gayus dipecat berdasarkan hasil rekomendasi Direktorat Kepatuhan
Internal Transformasi Sumber Daya Aparatur atau KITSDA yang menemukan adanya
pelanggaran disiplin dan kode etik yang dilakukan oleh Gayus.
"Kalau sekarang status (Gayus) masih pegawai negeri. Tetapi pelanggaran sebagai
pegawai negeri sudah ada sehingga terancam hukuman diberhentikan tidak hormat. Senin
segera diusulkan ke Menkeu untuk diberhentikan," kata Tjiptardjo, saat ditemui di Kantor
Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (26/3/2010).
Dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh KITSDA, Gayus menurutnya mengaku
telah menerima uang dari wajib pajak. Hal ini kemudian dijadikan bukti untuk memecat
Gayus secara tidak hormat dari Ditjen Pajak. "Dia diberhentikan itu karena pelanggaran dia
sebagai pelanggaran kode etik. Dia ngaku mengerjakan ini, terima uang segini, itu sudah
cukup," ungkap Tjiptardjo.
(Sumber : Kompas, Jumat, 26 Maret 2010)
Pertanyaan:
219 | P a g e
1. Jelaskan pelanggaran etika kerja yang dilakukan oleh Gayus dalam kaitannya dengan
pelanggaran disiplin PNS dalam PP NO 53 Tahun 2010 tentang disiplin PNS!
220 | P a g e
BAB
9
PENGERTIAN KORUPSI, FAKTOR PENYEBAB
KORUPSI, DAN PRINSIP-PRINSIP ANTI KORUPSI
Tujuan Instruksional Khusus :Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian korupsi, faktor
penyebab
korupsi,
serta
prinsip-prinsip
anti
korupsi,
sehingga
termotivasi
menumbuhkanprinsip anti korupsi dalam dirinya.
A. Istilah dan Definisi Korupsi
Istilah korupsi berasal dari bahasa latin Corruptio, corruptus atau kata
kerjanya Corrumpere; dalam bahasa Inggris dan Perancis disebut corruption, dalam
bahasa Belanda disebut korruptie, yang berubah menjadi korupsi dalam bahasa
Indonesia.
Istilah coruruption atau korupsi menurut Webster New World Dictionary of
The American Langguage adalah:
-
A making, becoming or being corrupt
-
Evil or wicked ways
-
Bribery or dishonest dealings
-
Decay, rottenness.
Dalam Al Qur’an juga tidak didapati istilah korupsi, namun dikenal istilah
fassad yang berarti segala perbuatan yang menimbulkan kerusakan, termasuk
berbagai perbuatan tidak jujur, merusak, menyogok, memalsu, menipu.
Istilah korupsi, atau tindak pidana korupsi juga tidak dikenal dalam KUHP.
Korupsi di sektor publik yang banyak terjadi merupakan perbuatan pidana yang pada
umumnya hanya mungkin dilakukan oleh orang yang mempunyai kualifikasi jabatan
pada sektor publik, oleh karenanya perbuatan semacam itu dikelompokkan dalam
Bab XXVIII dalam Pasal 415 sampai dengan Pasal 425 KUHP tentang Kejahatan
Jabatan. Pasal-pasal kejahatan jabatan meliputi berbagai tindak pidana seperti
penggelapan, pemerasan, penyuapan, penyuapan terhadap Hakim, perusakan atau
memalsukan dokumen, benturan kepentingan dalam pengadaan barang dan jasa
221 | P a g e
untuk
dan sebagainya, yang kesemuanya merupakan perbuatan pidana berkenaan dengan
penyalahgunaan wewenang dan atau jabatan.
Istilah korupsi pertama kali digunakan dalam Peraturan Penguasa Perang
Pusat No Prt/Peperpu/013/1958 terkait upaya pemberantasan korupsi, yang
kemudian di tuangkan dalam undang-undang No 24 Tahun 1960 tentang
pemberantasan korupsi, yang akhirnya digunakan dalam UU No 3 Tahun 1971
tentang Pemberantasan Korupsi.
Perbuatan korupsi bukanlah tindak kejahatan yang hanya terjadi di Indonesia;
perbuatan semacam ini terjadi dimana mana di seluruh dunia. Kalau melihat peta
korupsi dunia, maka korupsi marak di Negara-negara berkembang atau baru
berkembang seperti, Negara-negara di wilayah Amerika Lain, Negara-negara di
Afrika, Asia Tengah, Eropah Timur (eks Uni Sovyet), Negara-negara di Asia kecuali
Jepang, Hongkong, Korea, Singapura. Diantara Negara-negara Asean, Indonesia
menempati posisi kedua tertinggi dalam korupsi (lebih baik dari pada Myanmar).
Korupsi telah menjadi perhatian seluruh dunia, oleh karenanya semua
Negara berkepentingan untuk memberantasnya; dengan konvensi PBB anti korupsi
yang ditanda tangani di Meirida Meksiko pada tahun 2003 (termasuk Indonesia)
seluruh dunia telah mencanangkan upaya pemberantasan secara bersama di
seluruh dunia.
Sejalan dengan telah diratifikasinya Konvensi PBB Anti Korupsi atau dikenal
dengan United Nation Against Corruption (UNCAC) dengan UU Nomor 7 Tahun
2006, pengertian korupsi akan diperluas lagi dan meliputi lingkup:
a. Korupsi adalah kejahatan luar biasa (extraordinary crimes), karena perbuatan
korupsi bukan delik berdiri sendiri, tetapi selalu terkait dengan berbagai
perbuatan pidana lain seperti pidana perdagangan anak atau manusia (human
trafficking), pidana narkotika, perdagangan senjata, perjudian, pemalsuan uang,
money launder, sulit pembuktiannya dan lain sebagainya;
b. Korupsi adalah kejahatan internasional, international crimes karena lingkup
perbuatan korupsi tidak terbatas pada wilayah negara tertentu, tetapi meluas dan
ada hubungan antara perbuatan korupsi pada satu Negara dengan Negara
lainnya;
c.
Korupsi disebut juga organized crimes, karena pembuat dan pelaku korupsi
sering kali terjalin antara organisasi formal dengan organisasi kejahatan. Master
222 | P a g e
mindnya sering kali adalah pejabat resmi yang terlibat dalam kegiatan illegal
lainnya, misalnya dalam kasus perjudian, illegal logging, illegal fishing, human
trafficking dan sebagainya;
d. Korupsi terjadi di segala sektor kehidupan, baik sektor publik maupun sektor
swasta;
e. Terdapat beberapa perbuatan yang dikriminalisasi seperti, insider trading, trade
in influence, kejahatan perpajakan seperti transfer pricing dan manipulasi faktur
pajak dsb.
B. Bentuk atau Macam Korupsi
Bentuk korupsi berbacam-macam, yang umum dikenal adalah material
corruption atau korupsi material terkait menggunakan uang secara tidak berhak
untuk kepentingan sendiri. Ada bentuk lain yaitu political corruption; yaitu korupsi
terkait berbagai kebijakan, yang kemudian dituangkan dalam bentuk peraturan
sehingga menimbulkan legislation corruption. Money politic termasuk bagian dari
political corruption yang berujung pada korupsi material (memperoleh jabatan
dengan membayar dll). Bentuk lain adalah intelectual corruption berupa manipulasi
informasi untuk mencapai tujuan tertentu yang semuanya berdampak merugikan
masyarakat, misalnya manipulasi oleh pemerintah tentang data statistik.
Lingkup Korupsi
Perbuatan korupsi tidak terbatas pada perbuatan mencuri uang rakyat saja
(sektor publik), karena dalam kenyataannya korupsi itu terjadi di baik di sektor publik
maupun di sektor swasta. Memang untuk saat ini dalam KUHP dan undang-undang
anti korupsi yang berlaku, pidana korupsi masih terbatas pada perbuatan korupsi
yang terjadi di sektor publik. Berbagai kasus korupsi di Indonesia yang ditangani oleh
Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi 77 % adalah korupsi terkait
dengan penggunaan APBN dan APBD.
Namun tidak demikian halnya di negara lain, misalnya di Hongkong,
Singapura, di negara negara Amerika dan Eropah. Bahwa perbuatan korupsi terjadi
juga di sektor swasta. Sebagai contoh di Amerika Serikat, data Report to The Nation
(ACFE:2006) menggambarkan organisasi yang terlibat dalam perbuatan curang atau
korupsi di Amerika Serikat adalah sebagai berikut :
1. Perusahaan swasta: 36,8% , jumlah kerugian: US $ 210,000
223 | P a g e
2. Perusahaan publik: 31,7 %, jumlah kerugian: US $ 200,000
3. Organisasi publik: 17,6%, jumlah kerugian: US $ 100,000
4. Organisasi nir laba:13,9 %, jumlah kerugian: US $ 100,000
Fakta bahwa korupsi terjadi disektor swasta, dunia internasional pernah
dihebohkan dengan kasus yang melibatkan Enron Corporation, perusahaan raksasa di
Amerika Serikat seperti WorldCom, Merck dan sebagainya (investigasi SEC).
Terakhir adalah kasus di sektor lembaga keuangan (Lehman Brother, Goldman
Sachs dll) yang memicu terjadinya krisi ekonomi dunia.
Di Indonesia pun terdapat berbagai kasus di sektor swasta, misalnya kasus
Bank Summa, kasus BLBI, audit BI, audit beberapa perusahaan yang akan Go
Public. Kasus yang menonjol antara lain adalah kasus yang melibatkan BNI 46,
Kasus Bank Mandiri. Kini mencuat pula kasus Bank Century yang diduga telah
terjadi political corruption dalam proses pengambil putusan bailout atas bank
tersebut sebesar Rp 6,7 triliun.
Mengapa perbuatan curang di sektor swasta disebut korupsi, intinya karena
perbuatan itu nyata-nyata merugikan para stake holder yaitu: pemerintah, karyawan,
pemegang saham, nasabah atau masyarakat. Oleh karenanya di lingkungan
Internasional korupsi dirumuskan sebagai perbuatan yang merugikan masyarakat.
Sayangnya undang-undang anti korupsi di Indonesia belum mencakup perbuatan
korupsi di sektor swasta.
Dilihat dari sifat perbuatannya, secara sosiologis korupsi tidak terbatas pada
perbuatan menggunakan uang negara secara (material corruption) tidak sah seperti
persepsi masyarakat pada umumnya, tetapi perbuatan korupsi adalah perilaku yang
menyimpang, seperti:
1. Tidak memperhatikan kepentingan umum atau kepentingan orang lain;
contohnya dalam pemberian pelayanan umum kepada masyarakat. Siapa yang
membayar mendapat prioritas, sedangkan mereka yang miskin lebih sering
terabaikan.
2. Manipulasi informasi publik; banyak informasi yang disampaikan publik tidak
sesuai dengan keadaan sebenarnya. Informasi kepada publik lebih diarahkan
untuk menentramkan masyarakat; contoh kekacauan dalam pemilu, pilkada,
berbagai informasi yang simpang siur (Indonesia telah swa sembada beras,
tetapi perlu impor beras).
224 | P a g e
3. Melakukan mark up dalam pengadaan barang dan jasa; bukan rahasia umum,
hampir semua pengadaan barang dan jasa di Indonesai di monopoli kelompok
tertentu dan nilai transaksinya telah di mark up hingga lebih dari 40 %).
4. Mengulur waktu dalam pemberian pelayanan; lihat contoh buitr a.
5. Berperilaku boros, tidak efisien, tidak memperhatikan waktu sehingga
pelaksanaan tugas berlarut-larut tanpa kepastian; bisa dilihat sikap perilaku
aparatur pemerintahan di seluruh Indonesia. Di Kalangan perguruan tinggi juga
terjadi, misalnya dosen mengurangi jam kulian, dosen tidak siap dan hanya
memberikan diktat , penggangkatan dosen berdasarkan nepotisme, dosen tidak
obyektif dalam memberi nilai ujian dll (hasil survai pada Perguruan Tinggi
Agama)
6. Menganggap penerimaan uang tanda terima kasih atas pelaksanaan kewajiban
sebagai sesuatu yang wajar, sekalipun pada hakekatnya hal itu adalah
pemerasan pasif, dan sebagainya.
Bila dikaitkan dengan kondisi masyarakat di Indonesia, korupsi pada
hakekatnya adalah erosi nilai-nilai sosial yang berakibat sikap (attitude) dan perilaku
(behavior) masyarakat mengganggap tindakan korupsi adalah wajar.
Penyebab Perbuatan Korupsi
Beberapa pendapat atau teori tentang penyebab korupsi, adalah sebagai
berikut:
1. Lord Acton mengatakan Power tend to Corrupt. Kekuasaan adalah sumber
perbuatan korupsi, terutama sekali apabila Power (Kekuasaan) tidak diikuti oleh
Accountability atau (C=P-A); artinyadalam suatu pemerintahan yang tidak diikuti
system pengawasan, pembagian kekuasaan yang memadai, serta tiada
akuntabilitas, yang berdampak mismanagement. Sebagai contoh, Dosen cukup
berkuasa dalam kelas, sehingga dapat berbuat apa saja yang memaksa
mahasiswa mengikuti perintahnya. Polisi Lalu Lintas dapat menentukan berapa
denda harus dibayar karena punya kekuasaan. Demikian pula pemegang
kekuasaan dapat memerintahkan apa saja kepada bawahannya walaupun
melanggar hukum.
2. Jack Bologne menyebutkan bahwa penyebab korupsi dirumuskan dengan teori
G(reed) O(pportunity), N(eed), E(xposure) atau disingkat GONE.Greed
225 | P a g e
merupakan keserakahan dari pelaku.Opportunity atau kesempatan adalah
kondisi kurangnya pengawasan, karena system yang jelek atau mismanagement,
atau disebut juga bad government. Need; Adalah kondisi dari pelaku, misalkan
sangat membutuhkan, sehingga dia berusaha memperoleh sesuatu secara
illegal. Exposure; adalah kondisi eksternal yang berpengaruh kepada pelaku,
misalnya lingkungan yang hedonistic, tekanan di lingkungan kerja dan lain.lain.
3. Prof Klittgard (Prof. DR Muladi, 2007) menyatakan bahwa Corruption timbul
karena adanya Monopoly kekuasaanditambah Discretion, tidak diimbangi dengan
Accountability atau (C=M+D-A). Perinsipnya seperti uraian pada butir 1, perlu
digaris bawahi bahwa discretion adalah suatu kewenangan yang melekat pada
setiap orang atau manajer untuk mengambil pilihan dari beberapa alternatif
Namun
discretion
yang
dilakukan
tanpa
ada
kendali
akuntabilitasakan
merupakan sumber korupsi.
Negara
Negara
yang
mengalami
mismanagement
disebut
bad
juga
government atau Negara yang pemerintahannya belum melaksanakan tatakelola
pemerintahan yang baik (Good Governance).
Daniel Kaufman et al (World Bank Institution; 2005) mencermati praktek
Governance di berbagai Negara di dunia (termasuk Indonesia) yang diukur dari 6
variabel, dan setiap variable diberi nilai dengan skala 0-100. Keenam varaibel
tersebut:
1. Voice and Accountability, mengukur kehidupan politik dan pelaksanaan Hak
Asasi Manusia;
2. Political Instability, mengukur kehidupan politik, keamanan termasuk masalah
terorisme;
3. Goverment Effectiveness, mengukur kemampuan birokrasi memberikan dengan
layanan publik;
4. Regulatory Burden, mengukur berbagai kebijaksanaan yang market- unfriendly;
5. Rule of Law, mengukur tingkat penegakkan hukum;
6. Control of Corruption, mengukur tindakan dalam pemberantasan korupsi.
Hasil
evaluasinya
dengan enam
tolok ukur
tersebut, terutama
unsur
Government Effectiveness, Rule of Law dan Control of Corruption diperoleh nilai
berkisar 25 sampai dengan 50. Artinya Indonesia termasuk diantara Negara yang
226 | P a g e
pemerintahannya masih tergolong Bad Governance, yang tercermin dari monopoli
kekuasaan., yang berdampak timbulnya masyarakat korup (state capture corruption.
Indikator lainnya yang membuktikan bahwa Negara Indonesia tergolong korup
adalah :
1. Tingkat atau kemampuan bersaing di dunia internasional
(Competitveness
Growth Index); Indonesia berada dalam urutan ke 70 sampai dengan 50.
2. Tingkat atau kualitas pelayanan publik yang rendah. Skor rata-rata adalah 5,6
dibandingkan dengan kualitas pelayanan publik Korea yang mencapai skor 8
(data survai tingkat pelayanan publik oleh KPK).
Penyebab korupsi diutarakan oleh Badan Pengawasan Keuangan
dan
Pembangunan (BPKP) antara lain:
1. Aspek individu pelaku.
a. Sifat tamak manusia.
b. Moral yang kurang kuat.
c. Penghasilan yang kurang mencukupi.
d. Kebutuhan hidup yang mendesak.
e. Gaya hidup yang konsumtif.
f.
Malas atau tidak mau kerja.
g. Ajaran Agama yang kurang diterapkan.
2. Aspek organisasi.
a. Kurang adanya sikap keteladanan pimpinan.
b. Tidak adanya kultur organisasi yang benar.
c. Sistim akuntabilitas yang benar di instansi yang kurang memadai.
d. Kelemahan sistim pengendalian manajemen.
e. Manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasi. 3.
Aspek tempat individu dan organisasi berada.
a. Nilai-nilai di masyarakat kondusif untuk terjadinya korupsi Korupsi
bisa
ditimbulkan oleh budaya masyarakat. Misalnya, masyarakat menghargai
seseorang karena kekayaan yang dimilikinya. Sikap ini seringkali membuat
masyarakat tidak kritis pada kondisi, misalnya dari mana kekayaan itu
didapatkan.
b. Masyarakat kurang menyadari sebagai korban utama korupsi Masyarakat
masih kurang menyadari bila yang paling dirugikan dalam korupsi itu
227 | P a g e
masyarakat. Anggapan masyarakat umum yang rugi oleh korupsi itu adalah
negara. Padahal bila negara rugi, yang rugi adalah masyarakat juga karena
proses anggaran pembangunan bisa berkurang karena dikorupsi.
c. Masyarakat kurang menyadari bila dirinya terlibat korupsi Setiap korupsi pasti
melibatkan anggota masyarakat. Hal ini kurang disadari oleh masyarakat
sendiri. Bahkan seringkali masyarakat sudah terbiasa terlibat pada kegiatan
korupsi sehari-hari dengan cara-cara terbuka namun tidak disadari.
d. Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa dicegah dan
diberantas
bila
masyarakat
ikut
aktif
Pada
umumnya
masyarakat
berpandangan masalah korupsi itu tanggung jawab pemerintah. Masyarakat
kurang menyadari bahwa korupsi itu bisa diberantas hanya bila masyarakat ikut
melakukannya.
e. Aspek peraturan perundang-undangan Korupsi mudah timbul karena adanya
kelemahan di dalam peraturan perundang-undangan yang dapat mencakup
adanya peraturan yang monopolistik yang hanya menguntungkan kroni
penguasa, kualitas peraturan yang kurang memadai, peraturan yang kurang
disosialisasikan, sangsi yang terlalu ringan, penerapan sangsi yang tidak
konsisten dan pandang bulu, serta lemahnya bidang evaluasi dan revisi
peraturan perundang-undangan.
Penyebab Korupsi di Indonesia
Penelitian
Daniel
Kaufman,
data
lTransparansi
Internasional
yang
menempatkan skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) selama hampir 9 tahun antara 2,32,8 (ditahun 2009)
telah menempatkan Indonesia sebagai salah satu Negara
terkorup di dunia. Malaysia (skor IPK sekitar 3,5), dan Singapura tergolong terbersih
dengan skor 9.
Dalam uraian diatas telah dijelaskan bahwa korupsi bukan perbuatan yang
berdiri sendiri, dan tidak disebabkan oleh penyebab tunggal. Korupsi disebabkan
oleh berbagai sebab yang saling berkaitan satu sama lain, dan intinya disebabkan
adalah berbagai sistem yang jelek, seperti:
1. Sistem hukum; pembangunan hukum yang cenderung sektoral sehingga
membuka peluang terjadinya jual beli kasus. Korupsi sudah terjadi sejak saat
pembuatan di lembaga legislatif. Pembangunan hukum lebih condong lebih fokus
228 | P a g e
membela kepentingan kelompok, sehingga mendorong terjadinya berbagai
korupsi di lingkungan peradilan. Tiadanya sikap patuh pada hukum.
2. Sistem politik yang jelek yang lebih mengetengahkan kepentingan golongan,
menjadi kendaraan untuk memperoleh kedudukan serta melupakan pendidikan
politik bagi masyarakat. Kondisi tersebut memunculkan fenomena money politic
dalam proses pemilihan wakil rakyat dan pejabat eksekutif.
3. Sistem rekruitmen pegawai yang jelek, yang tidak memberikan penghargaan
pada
prestasi
sumberdaya
manusia,
tetapi
lebih
mengedepankan
sikap
nepotisme dalam pemilihan, pengangkatan, penempatan para pegawai atau
aparatur pemerintahan. Termasuk dalam hal ini jeleknya sistem penggajian,
pengawasan pendidikan aparatur, disamping tiadanya sistem evaluasi kinerja
yang memadai.
4. Sistem sosial yang sangat permisif (tidak berani memberikan hukuman terhadap
mereka yang melanggar hukum), tidak adanya sanksi sosial yang didukung oleh
sikap masyarakat yang lebih mementingkan hak daripada kewajiban.
5. Sistem budaya yang berorientasi vertikal, tunduk dan patuh pada kemauan
atasan tanpa memperhatikan apakah perintahnya menyalahi hukum atau tidak.
Hal ini terutama berdampak terhadap perilaku aparatur yang lebih patuh pada
kemauan atasan daripada menjalankan tugas pekerjaannya (termasuk
menunggu perintah daripada menjalankan SOP yang ada). Sistem budaya yang
jelek termasuk pula tidak bisa memahami pengertian rizki (reward). Setiap
pemberian dianggap rizki. Masyarakat negara lain, hanya menerima sesuatu
karena telah berbuat sesuatu (prestasi); jadi reward diperoleh karena hasil
perbuatannya. Di Indonesia setiap pemberian diangap rizki, walaupun pemberian
tersebut bersumber dari perbuatan tidak halal.
Sebab sebab tersebut diperkuat oleh:
1. Sistem pemerintahan sentralistik dan sangat represif serta tidak memberikan
peluang pada masyarakat untuk mengembangkan sanksi sosial;
2. Sistem pemerintahan yang otoriter, dimana lembaga lembaga kenegaraan yang
ada lebih berperan sebagai lembaga legitimasi dari pada menjalankan tugas dan
fungsinya;
3. Kesejahteraan aparatur yang rendah yang menimbulkan dorongan kuat untuk
korupsi;
229 | P a g e
4. Law enforcement rendah (terkait sikap permisif terhadap masyarakat terhadap
segala sesuatu yang negatif);
5. Kondisi masyarakat yang hedonistik, materialistik dan menurunnya nilai nilai
sosial yang pernah hidup;
6. Income per kapita yang sangat rendah (penyebab korupsi by need).
7. Untuk lebih memahami keterkaitan antar sistem yang jelek sebagai unsur
penyebab dapat dilihat dari triangle theory Donald Cresey (Examiner
Manual:2006); kejahatan, kecurangan atau korupsi ditempat kerja disebabkan
oleh tiga hal :
8. Exposure atau problem yang dihadapai seseorang atau pegawai (ada tekanan)
yang tidak dapat didiskusikan dengan orang lain, seperti mempunyai utang
dalam jumlah besar, berjudi, punya simpanan, pengaruh masyarakat yang
bersifat konsumerisme, atau mau balas dendam kepada pemilik perusahaan;
9. Opportunity atau peluang
(kesempatan), seperti memiliki ketrampilan yang
mendukung perbuatan curang, lemahnya pengawasan, prosedur yang tidak
jelas, tiadanya sanksi yang memadai atas pelanggaran yang terjadi dan
sebagainya;
10. Rasionalisasi; persepsi yang memandangperbuatan curang atau korupsi sebagai
suatu perbuatan wajar, sikap permisif masyarakat, nampak dari ungkapan:”ya
wajar saja pegawai tersebut punya rumah kan sudah sekian tahun bekerja”
(tanpa dilihat dari mana sumber dana untuk membeli rumah).
Dampak atau Akibat Korupsi
Telah diuraikan diatas bahwa Indonesia tergolong negara yang tinggi tingkat
korupsinya. Korupsi tidak semata-mata mengurangi dana yang masuk ke kas
negara, tetapi akibat yang ditimbulkan sangatlah mengerikan, yaitu:
1. Korupsi di Indonesia telah terjadi secara sistemik dan meluas sehingga tidak saja
merugikan keuangan negara, tetapi mengancam dan melanggar hak-hak sosial
dan ekonomi secara luas, yang berdampak meningkatnya angka kemiskinan,
menyengsarakan rakyat, serta meningkatnya masalah sosial dan kriminalitas.
2. Bad system terkait dengan pengawasan di lingkungan birokrasi telah
memunculkan molekulisasi kekuasaan; yaitu unit unit kecil dalam organisasi yang
memiliki kekuasaan tanpa dapat dikontrol oleh atasannya. Unit kecil ini dapat
230 | P a g e
melakukan apa saja yang merugikan masyarakat. Contohnya pemeriksa pajak, dia
dapat
memutuskan
apa
saja
yang
ditemui
pada
waktu
pemeriksaan
berlangsung, demikian pula Polisi Lalu Lintas, dapat menentukan apa saja pada
waktu melakukan tilang (DR. Daniel Sparingga: 2007).
3. Bad system dan molekulisasi kekuasaan telah memunculkan berbagai peluang
bagi aparatur untuk melakukan pungli, yang mengakibatkan ekonomi biaya tinggi
(high cost economic); Ekonomi biaya tinggi pada gilirannya akan melemahkan
kemampuan bersaing Indonesia (competitiveness grrowth) di lingkungan
Internasional (DR Hermawan: 2007).
4. Belum diterapkannya prinsip Good Governance dapat meningkatkan terjadinya
tindak pidana korupsi, yang disisi lain akan dijadikan alasan oleh negara lain
untuk menolak ekspor produk Indonesia.
5. Lingkungan korup berdampak berkurangnya
mengumpulkan dana
mengancam
kemampuan negara untuk
(penerimaan negara) bagi pembangunan yang
pembangunan
infrasruktur,
mengancam
pembangunan
dan
supremasi hukum.
6. Rendahnya kualitas infrastruktur dan kualitas layanan publik, yang berdampak
terhadap perlakuan yang tidak adil tehadap masyarakat yang termarjinalkan.
7. Korupsi mengancam sendi-sendi kehidupan demokrasi, karena pembangunan
yang tidak merata.
8. Korupsi memungkinkan menjadi mata rantai berbagai kejahatan lain, misalnya
penyelundupan, perdagangan obat narkotik, perdagangan manusia dll, seperti
dalam pengiriman TKI Wanita.
Kebijakan di Bidang Pencegahan
Titik berat upaya pencegahan korupsi adalah melalui:
1. Review dan rekomendasi perbaikan sistem atau yang lebih dikenal dengan
Reformasi Birokrasi.
2. Promosi penerapan prinsip-prinsip Good Governance.
3. Pendidikan anti korupsi.
4. Pemberdayaan masyarakat.
Beberapa kebijakan di bidang pencegahan adalah antara lain:
231 | P a g e
1. Mendorong segenap instansi dan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran
anti korupsi dan peran sertanya dalam pencegahan korupsi di lingkungan
masing-masing.
2. Melakukan deteksi untuk mengenali dan memprediksi kerawanan korupsi dan
potensi masalah penyebab korupsi secara periodik untuk disampaikan kepada
instansi dan masyarakat yang bersangkutan.
3. Mendorong lembaga dan masyarakat untuk mengantisipasi kerawanan korupsi
(kegiatan pencegahan) dan potensi masalah penyebab korupsi (dengan
menangani hulu permasalahan) di lingkungan masing-masing.
Prinsip Good Governance
Organization for Economic Co-operation and Development
(OECD) atau
UNDP, memberikan definisi governance terkait dengan langkah otoritas politik
sekaligus pengawasan dalam masyarakat terkait pengelolaan sumberdaya sosial
dan pertumbuhan ekonomi. World Bank (WB) justru mendefinisikan governance
sebagai sikap di mana kekuasaan digunakan untuk mengelola sumber daya ekonomi
dan sosial sebuah negara. Tahun 1994, WB menguraikan beberapa aspek penting
dalam terminologi governance. Pertama, terkait struktur rezim politik sebuah negara.
Bagi WB, struktur ini sangat penting karena terkait pada sikap dan perilaku elite
politik pada sumber daya ekonomi dan sosial dikelola. Artinya, kesadaran dan
mentalitas elite politik dalam struktur tersebut berperan besar dalam perubahan
kebijakan. Kedua, WB menekankan pada proses bagaimana sumber daya ekonomi
dan sosial tersebut dikelola bagi kesejahteraan rakyat.
Pakar politik pembangunan Goran Hyden (1999) mengaitkan governance
dengan aturan politik baik secara formal maupun informal. Di dalam governance
terdapat pula tolok ukur untuk melihat bagaimana kekuasaan dijalankan sekaligus
upaya untuk meredam kebocoran anggaran.
Agar kebocoran itu tidak terjadi, ada yang berteori agar kalau perlu, demi
terwujudnya GG, pemerintah mencontoh cara kerja perusahaan swasta yang bekerja
berdasar prinsip-prinsip efektivitas serta efisien. Berikut ini sepuluh prinsip Good
Governance, antara lain:
1. Partisipasi.
2. Penegakan hukum.
232 | P a g e
3. Transparansi.
4. Kesetaraan.
5. Daya tanggap.
6. Wawasan ke depan.
7. Akuntabilitas.
8. Pengawasan.
9. Efesiensi & Efektifitas.
10. Profesionalisme.
Tata pemerintahan yang baik, good governance, merupakan sesuatu yang
penting dalam mewujudkan suatu keadaan yang ideal bagi negara.
Good
governance
untuk
adalah
cara
yang dapat
digunakan
oleh
suatu negara
melaksanakan wewenangnya dalam menyediakan barang dan jasa publik. Tata
pemerintahan yang buruk akan membawa dampak yang sangat merugikan bagi
suatu negara itu, misalnya pelayanan publik yang buruk, iklim investasi yang lemah,
dan korupsi. Oleh karena itu, terutama bagi negara berkembang seperti Indonesia,
good governance sangat perlu diwujudkan oleh pemerintah demi menyejahterakan
seluruh rakyat Indonesia.
Menurut dalam konteks perwujudan good governance pada pemerintahan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono, agenda yang
seharusnya menjadi prioritas utama adalah mereformasi birokrasi yang ada di
Indonesia secara keseluruhan. Reformasi birokrasi sangat perlu untuk direalisasikan
mengingat berbagai permasalahan yang telah melanda negeri ini, seperti korupsi
dan pelayanan publik yang buruk, disebabkan oleh birokrasi yang tidak berjalan
dengan semestinya. Di dalam kehidupan birokrasi yang ada saat ini, terdapat hal-hal
yang membuat situasi menjadi kondusif untuk melakukan penyimpangan. Hal-hal
tersebut antara lain adalah kurangnya transparansi dan pertanggungjawaban,
monopoli kekuasaan, dan inefisiensi dalam birokrasi yang bersifat mubazir.
Pelaksanaan reformasi birokrasi secara menyeluruh itu, secara ringkas,
dimaksudkan
untuk
mencapai
tujuan-tujuan
tertentu,
antara
lain
adalah
meningkatkan kinerja dari birokrasi sendiri dan memperbaiki tata pelayanan terhadap
publik. Birkorasi reformasi yang baik sesungguhnya meliputi tiga hal utama yang
patut untuk dibenahi, yaitu aspek kelembagaan, aspek ketatalaksanaan, dan aspek
sumber daya manusia (SDM). Reformasi birokrasi yang telah dilakukan oleh
233 | P a g e
Departemen Keuangan merupakan contoh yang layak dari reformasi birokrasi dalam
mewujudkan tata pemerintahan yang baik. Namun dalam konteks pemerintahan
SBY-Boediono, yang direformasi adalah seluruh lembaga atau organisasi yag aktif
dalam pemerintahan.
Pertama, dalam aspek kelembagaan atau organisasi, langkah-langkah yang
dapat dilakukan dalam mewujudkan perbaikan adalah dengan menjadikan semua
organisasi atau lembaga yang aktif dalam kegiatan pemerintahan menjadi sebuah
lembaga atau organisasi yang mementingkan dan menekankan pada fungsi dan
berorientasi kepada pemangku kepentingan. Setiap lembaga dan organisasi harus
membentuk unit kepatuhan internal dan membangun pusat pengaduan layanan
(complaint center) sehingga kerja dari suatu lembaga atau organisasi tetap dapat
dikontrol dan diawasi. Selain itu, lembaga atau organisasi juga perlu memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi dengan tujuan mempercepat, mempermudah,
dan meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja dari lembaga atau organisasi
tersebut.
Kedua, aspek ketatalaksanaan. Terkait dengan aspek yang pertama, patokan
tata cara pelaksanaan dari lembaga-lembaga tersebut adalah harus sederhana dan
transparan, efisien dan efektif, akuntabel, serta memuat janji layanan, seperti
persyaratan, biaya, dan waktu. Dalam hal pemanfaatan teknologi informasi dan
komunikasi, yang harus dilakukan adalah membangun sistem kontrol (built in control
system),
menerapkan
sistem
pemebritaan atau
laporan
yang
otomatis
dan
terintegrasi (automatic and integrated reporting system). selain itu juga dibutuhkan
fasilitas
dan
adiministrasi
pemberlakuan
lebih
UU
transparan,
keterbukaan
serta
informasi
menerapkan
untuk
manajemen
memastikan
resiko
dan
pemantauan kerja melalui indikator kinerja utama.
Ketiga, aspek manajemen SDM. Beberapa poin yang harus diperhatikan
demi mendapatkan sumber daya manusia yang baik lagi bersih antara lain adalah
basis kompetensi, penerapan kode etik dan majelis kode etik, dan penerapan
indikator kinerja utama pada masing-masing SDM. Perbaikan sistem birokrasi dalam
suatu lembaga, dalam aspek SDM ini, perlu juga diperhatikan persoalan gaji.
Meningkatkan jumlah gaji harus dibarengi dengan perbaikan rekrutmen, promosi,
penempatan jabatan, serta pelatihan dan pendidikan yang baik demi mendapatkan
SDM yang berkualitas dan dapat memberikan hasil yang baik.
234 | P a g e
Setelah melakukan reformasi birokrasi secara menyeluruh, pemerintah juga
memiliki kewajiban untuk mentata kehidupan
pemerintahan
demi
memaksimalkan
tata
di segala area utama dalam
pemerintahan
yang baik
tersebut.
Pemberantasan korupsi lebih baik diprioritaskan di area-area yang rawan, seperti
bidang
pendidikan
dan
kesehatan
yang
sangat
penting
bagi
kesejahteraan
masyarakat. Selain itu, memperbaiki serta memberantas segala penyimpangan di
sistem peradilan (hakim, jaksa, dan polisi) juga penting untuk langkah dan prakarsa
anti korupsi berikutnya. Pengawasan dan pencegahan eksploitasi alam yang
berlebihan dan pengrusakan lingkungan juga menjadi perhatian utama bagi
pemerintah agar tidak menjadi lahan yang subur bagi tindakan penyimpangan seperti
korupsi.
Dengan diwujudkannya tata pemerintahan yang baik atau good governance
diharapkan dapat menyelesaikan segala akar permasalahan di bangsa ini serta
mencegahnya kembali menjadi masalah yang meresahkan seluruh rakyat Indonesia.
Prinsip Anti Korupsi
Prinsip-prinsip anti korupsi terdiri dari transparansi, akuntabilitas, kewajaran,
aturan main, dan kontrol aturan main. Berikut merupakan penjelasan terkait dengan
prinsip-prinsip tersebut.
1. Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah prinsip politik (demokrasi) yang mengharuskan pejabat
instansi pemerintahan untuk mempertanggungjawabkan tindakan mereka kepada
masyarakat (external control). Akuntabilitas juga berarti penggunaan kriteria untuk
mengukur kinerja pejabat publik dan mekanisme pengawasan untuk menjaga agar
standar tercapai. Akuntabilitas mengacu pada kesesuaian antara aturan dan
pelaksanaan kerja.
Akuntabilitas terdiri dari akuntabilitas legal, keuangan, birokrat/manajerial,
dan politik. Kenapa Perlu Akuntabilitas?
a. Untuk mencegah konsepsi yang salah tentang kepentingan publik karena pejabat
pemerintah dan PNS tidak mewakili secara merata semua kolempok sosial,
ekonomi, dan budaya.
b. Untuk mencegah praktek KKN berdasarkan kepentingan pribadi, kelompok atau
asing yang merugikan kepentingan masyarakat/nasional.
235 | P a g e
Bagaimana mengukur akuntabilitas?
a. Akuntabilitas harus dapat diukur dan dipertanggungjawabkan melalui
Mekanismepelaporan dan pertanggungjawaban atas pelaksanaan semua
kegiatan.
b. Evaluasi atas kinerja administrasi, proses pelaksanaan, dampak dan manfaat
yang diperoleh masyarakat baik secara langsung maupun manfaat jangka
panjang dari sebuah kegiatan.
2. Tranparansi
Transparansi
merupakan
prinsip
yang
mengharuskan
semua
proses
kebijakan dilakukan secara terbuka, sehingga segala bentuk penyimpangan dapat
diketahui oleh publik. Transparansi menjadi pintu masuk sekaligus kontrol bagi
seluruh proses dinamika struktural kelembagaan. Dalam bentuk yang paling
sederhana, transparansi mengacu padaketerbukaan dan kejujuran untuk saling
menjunjung tinggi kepercayaan (trust).
Perlunya Keterlibatan masyarakat dalam proses transparansi:
a. Proses penganggaran yang bersifat bottom up, mulai dari perencanaan,
implementasi, laporan pertanggungjawaban dan penilaian (evaluasi) terhadap
kinerja anggaran.
b. Proses penyusunan kegiatan atau proyek pembangunan. Hal ini terkait pula
dengan proses pembahasan tentang sumber-sumber pendanaan
(anggaran
pendapatan), dan alokasi anggaran (anggaran belanja).
c. Proses pembahasan tentang pembuatan rancangan peraturan yang berkaitan
dengan strategi penggalangan
(pemungutan) dana, mekanisme pengelolaan
proyek mulai dari pelaksanaan tender, pengerjaan teknis, pelaporan finansial,
dan pertanggungjawaban secara teknis.
d. Proses pengawasan dalam pelaksanaan program dan proyek pembangunan
yang berkaitan dengan kepentingan publik dan yang lebih khusus lagi adalah
proyek-proyek yang diusulkan oleh masyarakat sendiri.
e. Proses evaluasi terhadap penyelenggaraan proyek yang dilakukan secara
terbuka dan bukan hanya pertanggungjawaban secara administratif, tapi juga
secara teknis dan fisik dari setiap out put kerja-kerja pembangunan.
236 | P a g e
3. Kewajaran
Prinsip
kewajaran
ditujukan
untuk
mencegah
terjadinya
manipulasi
(ketidakwajaran) dalam penganggaran, baik dalam bentuk mark up maupun
ketidakwajaran lainnya.
Lima langkah penegakan prinsip kewajaran, yaitu:
a) Komprehensif dan disiplin yang berarti mempertimbangkan keseluruhan aspek,
berkesinambungan, taat asas, prinsip pembebanan, pengeluaran dan tidak
melampaui batas (off budget).
b) Fleksibilitas yaitu adanya kebijakan tertentu untuk efisiensi dan efektifitas.
c) Terprediksi yaitu ketetapan dalam perencanaan atas dasar asas value for money
dan menghindari defisit dalam tahun anggaran berjalan. Anggaran yang
terprediksi merupakan cerminan dari adanya prinsip fairness di dalam proses
perencanaan pembangunan.
d) Kejujuran yaitu adanya bias perkiraan penerimaan maupun pengeluaran yang
disengaja, yang berasal dari pertimbangan teknis maupun politis. Kejujuran
merupakan bagian pokok dari prinsip fairness.
e) Informatif, yaitu adanya sistem informasi pelaporan yang teratur dan informatif
sebagai dasar penilaian kinerja, kejujuran dan proses pengambilan keputusan.
Sifat informatif merupakan ciri khas dari kejujuran.
4. Aturan main
Aturan mainanti korupsi dibuatagar tidak terjadi penyimpangan yang dapat
merugikan negara dan masyarakat. Aturan main anti korupsi tidak selalu identik
dengan undang-undang anti-korupsi, namun bisa berupa undang-undang kebebasan
mengakses informasi, undang-undang desentralisasi, undang-undang anti-monopoli,
maupun lainnya yang dapat memudahkan masyarakat mengetahui sekaligus
mengontrol terhadap kinerja dan penggunaan anggaran negara oleh para pejabat
negara.
Empat aspek aturan main anti korupsi, yaitu:
a. Isi aturan main.
Aturan main antikorupsi akan efektif apabila di dalamnya terkandung unsur-unsur
yang terkait dengan persoalan korupsi.
b. Pembuat aturan main.
237 | P a g e
Kualitas isi aturan main tergantung pada kualitas dan integritas pembuatnya.
c. Pelaksanaaturan main.
Aturan main yang telah dibuat dapat berfungsi apabila didukung oleh aktor-aktor
penegak aturan main, yaitu kepolisian, kejaksaan, pengadilan, pengacara, dan
lembaga pemasyarakatan.
d. Kultur aturan main.
Eksistensi sebuah aturan main terkait dengan nilai-nilai, pemahaman, sikap,
persepsi, dan kesadaran masyarakat terhadap hukum atau undang-undang anti
korupsi. Lebih jauh kultur aturan main ini akan menentukan tingkat partisipasi
masyarakat dalam pemberantasan korupsi.
5. Kontrol Aturan main
Kontrol aturan main merupakan upaya agar aturan main yang dibuat betul-betul
efektif dan mengeliminasi semua bentuk korupsi.
Kontrol aturan main tersebut terdiri dari tiga model, yaitu:
a. Partisipasi yaitu melakukan kontrol terhadap aturan main dengan ikut serta dalam
penyusunan dan pelaksanaannya.
b. Oposisi yaitu mengontrol dengan menawarkan alternatif aturan main baru yang
dianggap lebih layak.
c. Revolusi yaitu mengontrol dengan mengganti aturan main yang dianggap tidak
sesuai.
Tiga model kontrol aturan main tersebut digunakan sesuai dengan sistem
yang dibangun dalam suatu pemerintahan. Misalnya, dalam sistem demokrasi yang
sudah mapan (established), model kontrol aturan main yang digunakan adalah
partisipasi dan oposisi.
Pendidikan Anti Korupsi
Untuk menciptakan sebuah tatanan kehidupan yang bersih, diperlukan
sebuah sistem pendidikan anti korupsi yang berisi tentang sosialisasi bentuk-bentuk
korupsi, cara pencegahan dan pelaporan serta pengawasan terhadap tindak pidana
korupsi. Pendidikan seperti ini harus ditanamkan secara terpadu mulai dari
pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Pendidikan anti korupsi ini akan
berpengaruh pada perkembangan psikologis siswa.
238 | P a g e
Setidaknya, ada dua tujuan yang ingin dicacai dari pendidikan anti korupsi ini.
Pertama untuk menanamkan semangat anti korupsi pada setiap anak bangsa.
Melalui pendidikan ini, diharapkan semangat anti korupsi akan mengalir di dalam
darah setiap generasi dan tercermin dalam perbuatan sehari-hari. Sehingga,
pekerjaan membangun bangsa yang terseok-seok karena adanya korupsi dimasa
depan tidak ada terjadi lagi. Jika korupsi sudah diminimalisir, maka setiap pekerjaan
membangun bangsa akan maksimal. Tujuan kedua adalah, menyadari bahwa
pemberantasan korupsi bukan hanya tanggung jawab lembaga penegak hukum
seperti KPK, Kepolisian dan Kejaksaan agung, melainkan menjadi tanggung jawab
setiap anak bangsa.
Pola pendidikan yang sistematik akan mampu membuat siswa mengenal
lebih dini hal-hal yang berkenaan dengan korupsi termasuk sanksi yang akan
diterima kalau melakukan korupsi. Dengan begitu, akan tercipta generasi yang sadar
dan memahami bahaya korupsi, bentuk-bentuk korupsi dan tahu akan sanksi yang
akan diterima jika melakukan korupsi. Sehingga, masyarakat akan mengawasi setiap
tindak korupsi yang terjadi dan secara bersama memberikan sanksi moral bagi
koruptor. Gerakan bersama anti korupsi ini akan memberikan tekanan bagi penegak
hukum dan dukungan moral bagi KPK sehingga lebih bersemangat dalam
menjalankan tugasnya.
Tidak hanya itu, pendidikan anti korupsi yang dilaksanakan secara sistemik di
semua tingkat institusi pendidikan, diharapkan akan memperbaiki pola pikir bangsa
tentang korupsi. Selama ini, sangat banyak kebiasaan-kebiasaan yang telah lama
diakui sebagai sebuah hal yang lumrah dan bukan korupsi. Termasuk hal-hal kecil.
Misalnya, sering terlambat dalam mengikuti sebuah kegiatan, terlambat masuk
sekolah, kantor dan lain sebagainya. Menurut KPK, ini termasuk salah satu bentuk
korupsi, korupsi waktu. Kebiasaan tidak disiplin terhadap waktu ini sudah menjadi
lumrah, sehingga perlu dilakukan edukasi kepada masyarakat. Materi ini dapat
diikutkan dalam pendidikan anti korupsi ini. Begitu juga dengan hal-hal sepele
lainnya.
Contoh lain, kebiasaan tidak mau repot ketika melakukan pelanggaran aturan
lalu lintas. Ketika ditilang oleh polisi lalu lintas, banyak orang yang tanpa pikir
panjang dan tidak mau repot untuk sidang di pengadilan. Sehingga secara tidak
langsung memberikan kesempatan kepada polisi untuk korupsi. Perbuatan ini
239 | P a g e
banyak sekali ditemukan di jalan raya, dan cenderung menjadi lumrah. Sehingga
memang diperlukan edukasi bahwa perbuatan suap tersebut, termasuk korupsi yang
merugikan negara. Oleh karena itu, perlu pendidikan terpadu yang diselenggarakan di
semua tingkatan institusi pendidikan.
TahapPelaksanaan
Kurikulum pendidikan anti korupsi ini disusun seperti kurikulum mata
pelajaran yang lain dan diagendakan dalam kurikulum pendidikan nasional.
Penyusunan kurikulum dimulai dari tujuan pembelajaran umum, khusus serta
indikator dan hasil belajar apa saja yang ingin dicapai setelah memperoleh
pendidikan anti korupsi ini. Ada dua pilihan untuk menerapkan pendidikan anti
korupsi pada sekolah dan perguruan tinggi. Pertama, menambah satu mata
pelajaran baru, pendidikan anti korupsi di sekolah-sekolah. Kedua, melakukan
integrasi pendidikan anti korupsi kedalam salah satu mata pelajaran yang ada. Mata
pelajaran
yang
dipilih
adalah
mata
pelajaran
sosial
seperti
Pendidikan
Kewarganegaraan.
Pilihan pertama, menambahkan mata pelajaran baru tentang pendidikan anti
korupsi dirasa kurang memungkinkan. Pada saat ini, siswa-siswa di sekolah telah
dibebankan begitu banyak mata pelajaran. Ditambah lagi dengan pekerjaan rumah
(PR) setiap mata pelajaran. Maka, tidak memungkinkan jika menambah mata
pelajaran baru. Dikhawatirkan, hasilnya tidak akan maksimal dan hanya sebatas
pengetahuan teori saja yang didapatkan oleh siswa. Sementara esensi dari
pendidikan anti korupsi ini tidak didapatkan.
Untuk tahap awal, pendidikan anti korupsi ini bisa disisipkan dalam bentuk
satu pokok bahasan pada mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan. Waktu yang
dibutuhkan untuk satu pokok bahasan ini antara 8 sampai 9 jam. Atau sekitar 4
sampai 5 kali pertemuan.
Metoda pembelajaran yang digunakan dapat berupa ceramah, diskusi,
simulasi, studi kasus dan metoda lain yang dianggap akan membantu tercapainya
tujuan dari pembelajaran itu sendiri. Media yang dapat digunakan seperti tabel angka
korupsi dan bahkan bisa digunakan media audiovisual seperti menonton video-video
yang berhubungan dengan korupsi. Melakukan studi pustaka tentang negara-negara
maju yang hidup tanpa korupsi. Teori yang dipelajari pada pendidikan anti korupsi
240 | P a g e
tersebut dapat langsung dipraktekan dalam sebuah kegiatan nyata. Misalnya, nilainilai kejujuran yang menjadi aspek capaian utama dalam pendidikan anti korupsi
dapat dipraktekan dengan membangun sebuah warung kejujuran di sekolah yang
bersangkutan.
Warung kejujuran adalah sebuah warung yang dikelola oleh siswa, dimana
tidak ada penunggu warungnya. Semua transaksi berjalan dengan swalayan dan
kesadaran membayar berapa harga barang yang di beli. Tanpa ada yang
mengawasi. Semua barang ditempeli label harga dan pembeli membayar dengan
sadar ke dalam sebuah kotak terbuka berisi uang. Jika uang yang dimasukan ke
kotak perlu kembalian, maka si pembeli mengambil kembaliannya sendiri. Semua
transaksi berjalan tanpa pengawasan, hanya berbekal kejujuran. Warung ini akan
melatih kejujuran, sebuah nilai kehidupan yang menjadi cikal bakal hidup terbebas
dari korupsi.
Dengan adanya pendidikan anti korupsi ini, diharapkan akan lahir generasi
tanpa korupsi sehingga dimasa yang akan datang akan tercipta Indonesia yang
bebas dari korupsi. Harapan awal tentunya ini akan berdampak langsung pada
lingkungan sekolah yaitu pada semua elemen pendidikan, seperti kepala sekolah,
guru, karyawan dan siswa. Lingkungan sekolah akan menjadi pioneer bagi
pemberantasan korupsi dan akan merembes ke semua aspek kehidupan bangsa
demi mewujudkan Indonesia yang bebas dari korupsi.
Pendidikan Anti Korupsi dalam Keluarga
Walau telah dibentuk Undang-Undang Anti Korupsi kemudian berdirinya
Komisi Pemberantasan Korupsi atau yang dikenal dengan nama KPK hingga
lahirnya Pengadilan Tindak Pidana Korupsi atau Pengadilan Tipikor bahkan barubaru ini dibentuk Satgas Mafia Hukum, namun sepertinya kasus Korupsi makin
marak di negeri ini. Korupsi seakan menjadi budaya yang telah mengakar dari
generasi ke generasi hingga sulit untuk diberantas sampai ke akarnya namun bukan
berarti tidak bisa karena seperti cerita lama bahwa batu yang keras bisa berlubang
karena tetesan air, itu artinya bahwa walaupun korupsi sulit dihilangkan namun kalau
terus menerus diberantas maka ia akan lenyap. Kosakata terus-menerus menjadi
kunci dari sebuah keberhasilan pemberantasan korupsi karena kalau hanya sekedar
241 | P a g e
cari muka dalam memberantas korupsi maka sampai kapanpun korupsi tidak akan
hilang.
Pemberantasan korupsi bisa dimulai dari lingkungan yang terkecil yaitu
rumah kita sendiri. Kenapa harus rumah sendiri bukan dari diri sendiri ataupun juga
lingkungan yang lebih luas lagi. Karena biasanya korupsi terlahir karena didikan dari
keluarga walaupun kita tidak menyadarinya. Banyak hal yang sebenarnya adalah
korupsi di keluarga kita namun terkadang dia lewat begitu saja karena menganggap
itu adalah hal wajar. Kenapa wajar karena kebiasaan itu seperti sebuah tradisi yang
sulit dihilangkan. Misalnya, “Kamu dititipi ibumu uang untuk belanja di toko dan
ternyata ada uang kembaliannya namun kamu malah membelanjakan uang
kembalian tersebut tanpa sepengetahuan ibumu.” Itu namanya sudah korupsi. Lalu
dimana letak pembelajaran korupsinya, biasanya setelah sampai di rumah, kamu
akan bilang “Bu, tadi uang kembaliannya saya belikan” dan ibunya pun berkata
“Tidak apa-apa, asal belanjaan sudah dibeli”. Kata-kata “Tidak apa-apa” menjadikan
kamu merasa hal itu biasa hingga akhirnya berlanjut ketika kamu sudah punya
jabatan, misalnya “Kamu disuruh beli semen yang terbaik namun malah membeli
semen kualitas tidak baik karena kamu berpikir yang penting semennya sudah
dibeli.”
Atau ketika sebelum atau sesudah ulangan terkadang orangtuamu mengajak
kamu ke tempat gurumu sambil membawakan bingkisan hadiah dengan harapan
agar gurumu tadi memberikan nilai yang baik. Padahal itu juga merupakan bagian
dari korupsi. Karena bisa saja ditiru oleh anaknya suatu hari, semisal, “Ketika ingin
memenangkan sebuah tender proyek tertentu ia mengirimkan hadiah pada pihak
yang punya wewenang penentuan tender tersebut.”
Hal-hal yang mungkin sepele seperti contoh diatas mungkin adalah hal biasa
namun disitulah letak kesalahan kita. Seharusnya ketika anak kita, membelanjakan
uang tanpa sepengetahuan kita, ada baiknya kita beri nasehat dan jangan langsung
membiarkannya begitu saja dan kalau itu diulangi nya kembali tak ada salahnya kita
memberinya hukuman sebagai bentuk pembelajaran padanya bahwa mengambil
uang tanpa sepengetahuan yang punya itu dilarang. Kemudian juga, jangan
membiasakan datang ke tempat guru sebelum ataupun sehabis ulangan dengan
membawa bingkisan hadiah karena hal itu akan memberikan contoh yang buruk
pada anak kita.Jadi untuk memotong akar dari korupsi ini bisa diawali dengan
242 | P a g e
menghilangkan kebiasaan-kebiasaan di rumah kita yang bisa menjadi contoh buruk
bagi anak kita suatu saat nanti.
Selain menghilangkan kebiasaan salah tersebut, ada baiknya kita juga
memberikan pendidikan anti korupsi sejak dini namun tentu juga diimbangi dengan
pemberian contoh karena kalau hanya berkutat pada teori maka pendidikan anti
korupsi hanya akan menjadi sebuah buku tanpa amal. Harus ada keseimbangan
antara teori dengan praktik nyata yang kita berikan. Pemberian contoh anti korupsi
dalam kehidupan nyata biasanya akan lebih membekas dalam ingatan.
Pemberian contoh bisa dimulai dari dalam keluarga, misalnya berangkat kerja
tepat waktu, tidak memakai kendaraan dinas untuk keperluan pribadi.Namun juga
dalam pendidikan anti korupsi hal yang perlu diperhatikan adalah hati karena
bagaimanapun kalau hati sudah salah maka sulit memberikan jalan lurus karena itu
hindarilah makanan yang bersifat haram semisal makanan dari hasil korupsi karena
kalau sudah pernah memakan hasil uang korupsi maka ia akan mendarah daging
dalam tubuh kita dan hanya tinggal masalah waktu saja kitapun bisa terjerumus juga
dalam lingkaran hitam. Dan ketika kita sudah terjerumus, terus memberikan nafkah
serta makanan dari hasil korupsi maka istri dan anak kitapun bisa juga terjerumus
dalam lingkaran itu. Sesuatu yang haram masuk ke dalam tubuh bisa mempengaruhi
kejiwaan walaupun ini tidak pernah ada penelitian namun itulah yang sering terjadi
dimasyarakat. Ayahnya koruptor, anaknya juga.
Selain menjaga hati kita, keluarga kita juga perlu mendukung dalam hal anti
korupsi karena kalau keluarga tidak mendukung maka biasanya akan sulit dilakukan.
Dukungan pertama itu harus ada dari istri karena bagaimanapun dibalik kesuksesan
suami selalu ada istri. Ketika istri kita termasuk orang yang materialistis maka
biasanya tuntutan terhadap gaya hidup begitu tinggi yang akibatnya bila sang suami tak
mampu memberikan, maka bisa saja ia mendorong suaminya untuk melakukan korupsi
hanya untuk memenuhi gaya hidup istrinya.
Jadi, untuk membasmi korupsi tidak bisa ditebang dari atas namun dari
bawah
yaitu keluarga. Penebangan
itu bisa
dilakukan dengan cara tidak
membiasakan korupsi sejak dini atau memberikan contoh korupsi serta tentu adanya
pendidikan anti korupsi. Namun dari semua itu bisa dilakukan kalau hati kita kuat dan
tegar dalam menghadapi godaan lingkungan yang mungkin banyak koruptornya dan
juga jangan memberikan makanan yang tidak halal kepada keluarga kita karena itu
243 | P a g e
bisa
mempengaruhi
kejiwaan
serta
adanya
dukungan
keluarga
karena
bagaimanapun keluargalah yang bisa mempengaruhi seseorang dalam berpikir dan
bertindak.
Implementasi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi dalam Kehidupan
Sehari-hari
Ada beberapa tindak nyata yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak
korupsi di Indonesia, antara lain sebagai berikut :
a. Upaya pencegahan (preventif).
b. Upaya penindakan (kuratif).
c. Upaya edukasi masyarakat/mahasiswa.
d. Upaya edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).
Upaya Pencegahan (Preventif)
1. Menanamkan semangat nasional yang positif dengan mengutamakan
pengabdian pada bangsa dan negara melalui pendidikan formal, informal dan
agama.
2. Melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan teknis.
3. Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan memiliki tanggung jawab yang tinggi.
4. Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan
masa tua.
5. Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang tinggi.
6. Sistem keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung jawab etis
tinggi dan dibarengi sistem kontrol yang efisien.
7. Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang mencolok.
8.
Berusaha melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintahan
mela-lui penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan di bawahnya.
Upaya Penindakan (Kuratif)
Upaya penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti melanggar
dengan dibe-rikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak terhormat dan dihukum
pidana. Beberapa contoh penindakan yang dilakukan oleh KPK :
1. Dugaan korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk Ple Rostov Rusia
milik Pemda NAD (2004).
244 | P a g e
2. Menahan Konsul Jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, EM. Ia diduga melekukan
pungutan liar dalam pengurusan dokumen keimigrasian.
3. Dugaan korupsi dalam Proyek Program Pengadaan Busway pada Pemda DKI
Jakarta (2004).
4. Dugaan penyalahgunaan jabatan dalam pembelian tanah yang merugikan
keuang-an negara Rp 10 milyar lebih (2004).
5. Dugaan korupsi pada penyalahgunaan fasilitas preshipment dan placement
deposito dari BI kepada PT Texmaco Group melalui BNI (2004).
6. Kasus korupsi dan penyuapan anggota KPU kepada tim audit BPK (2005).
7. Kasus penyuapan panitera Pengadilan Tinggi Jakarta (2005).
8. Kasus penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara Probosutedjo.
9. Menetapkan seorang bupati di Kalimantan Timur sebagai tersangka dalam kasus
korupsi Bandara Loa Kolu yang diperkirakan merugikan negara sebesar Rp 15,9
miliar (2004).
10. Kasus korupsi di KBRI Malaysia (2005).
Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa
Hal ini dilakukan agar masyarakat dapat memberikan kontribusi nyata dalam
upaya pemberantasan korupsi. Dalam hal ini, masyarakat harus dididik agar:
1. Memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial
terkait dengan kepentingan publik.
2. Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.
3. Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan desa
hingga ke tingkat pusat/nasional.
4. Membuka
wawasan
seluas-luasnya
pemahaman
tentang
penyelenggaraan
peme-rintahan negara dan aspek-aspek hukumnya.
5. Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan aktif
dalam setiap pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luas.
Upaya Edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)
Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah organisasi non-pemerintah yang
meng-awasi dan melaporkan kepada publik mengenai korupsi di Indonesia dan
terdiri dari sekumpulan orang yang memiliki komitmen untuk memberantas korupsi
me-lalui usaha pemberdayaan rakyat untuk terlibat melawan praktik korupsi. ICW la-
245 | P a g e
hir di Jakarta pd tgl 21 Juni 1998 di tengah-tengah gerakan reformasi yang
menghendaki pemerintahan pasca-Soeharto yg bebas korupsi.
Transparency International
(TI) adalah organisasi internasional yang
bertujuan memerangi korupsi politik dan didirikan di Jerman sebagai organisasi
nirlaba
se-karang
menjadi organisasi
non-pemerintah
yang
bergerak
menuju
organisasi yang demokratik. Publikasi tahunan oleh TI yang terkenal adalah Laporan
Korupsi Global. Survei TI Indonesia yang membentuk Indeks Persepsi Korupsi (IPK)
In-donesia 2004 menyatakan bahwa Jakarta sebagai kota terkorup di Indonesia,
disu-sul Surabaya, Medan, Semarang dan Batam. Sedangkan survei TI pada 2005,
In-donesia berada di posisi keenam negara terkorup di dunia. IPK Indonesia adalah
2,2 sejajar dengan Azerbaijan, Kamerun, Etiopia, Irak, Libya dan Usbekistan, ser-ta
hanya lebih baik dari Kongo, Kenya, Pakistan, Paraguay, Somalia, Sudan, Angola,
Nigeria, Haiti & Myanmar. Sedangkan Islandia adalah negara terbebas dari korupsi.
Faktor-faktor Keberhasilan Pemberantasan Korupsi
Pemberantasan korupsi dapat lebih baik dan berhasil jika didukung oleh
faktor-faktor di bawah ini yaitu antara lain:
1. Political will;
2. Clean government;
3. Komitmen yang kuat dari Pemimpin dan Elit;
4. Profesional;
5. Dukungan media massa;
6. Dukungan masyarakat secara aktif.
Hambatan atau Kendala Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
Hambatan-Hambatan yang dihadapi dalam pemberantasan korupsi antara
lain:
1. Kurangnya dana yang diinvestasikan pemerintah untuk program pemberantasan
korupsi. Hal ini mengindikasikan rendahnya komitmen pemerintah terhadap
upaya pemberantasan korupsi dan bahwa selama ini pemberantasan korupsi
belum menjadi prioritas utama kebijakan pemerintah, yang mencerminkan masih
lemahnya political will pemerintah bagi upaya pemberantasan korupsi.
2. Kurangnya bantuan yang diberikan oleh negara-negara donor bagi program
pemberantasan korupsi. Minimnya bantuan luar negeri ini merupakan cerminan
246 | P a g e
rendahnya tingkat kepercayaan negara-negara donor terhadap komitmen dan
keseriusan pemerintah di dalam melakukan pemberantasan korupsi.
3. Kurangnya pengetahuan dan pengalaman aparat-aparat penegak hukum dalam
memberantas korupsi. Dan, berita buruk yang keempat adalah rendahnya
insentif dan gaji para pejabat publik. Insentif dan gaji yang rendah ini berpotensi
mengancam profesionalisme, kapabilitas dan independensi hakim maupun
aparat-aparat penegak hukum lainnya, termasuk dalam konteks pemberantasan
tindak pidana korupsi.
4. Terjadinya perdebatan tiada henti tentang posisi dan kedudukan hukum dari
kebijakan-kebijakan publik yang dilaksanakan oleh pejabat negara. Beberapa
pihak berpendapat bahwa kebijakan-kebijakan publik yang dilaksanakan oleh
pejabat negara adalah dapat disentuh oleh hukum pidana, sehingga pejabat
negara yang korup adalah dapat digugat secara hukum, baik hukum pidana
maupun perdata. Sedangkan, beberapa pihak yang lain berpendirian bahwa
kebijakan-kebijakan publik yang dilaksanakan oleh pejabat negara adalah tidak
tersentuh oleh hukum, sehingga pejabat-pejabat negara yang korup tersebut
adalah tidak dapat digugat secara hukum, baik pidana maupun perdata.
Sedangkan, beberapa pihak yang lain lagi berpendapat bahwa hukum
administrasi negara merupakan satu-satunya perangkat hukum yang dapat
menyentuh kebijakan-kebijakan publik yang dilaksanakan oleh para pejabat
negara. Sayangnya, perdebatan tentang permasalahan tersebut cenderung
berlarut-larut
tanpa
dapat
memberikan
solusi
yang
efektif
bagi
upaya
pemberantasan korupsi di Indonesia.
5. Peraturan perundang-undangan yang menyangkut upaya pemberantasan
korupsi mempunyai beberapa kelemahan yang terletak pada substansi peraturan
perundang-undangan, baik dari aspek isi maupun aspek teknik pelaksanaannya,
sehingga memungkinkan terjadinya ketimpangan dalam pemberantasan korupsi.
Diantara kelemahan-kelemahan tersebut adalah:
a. Tidak jelasnya pembagian kewenangan antara jaksa, polisi dan KPK dan tidak
adanya prinsip pembuktian terbalik dalam kasus korupsi.
b. Lemahnya dan tidak jelasnya mekanisme perlindungan saksi, sehingga
seseorang yang dianggap mengetahui bahwa ada penyelewengan di bidang
keuangan tidak bersedia untuk dijadikan saksi/memberikan kesaksian.
247 | P a g e
Hambatan yang kedua berkaitan dengan kurangnya transparansi lembaga
eksekutif dan legislatif terhadap berbagai penyimpangan dalam pengelolaan
keuangan negara. Mekanisme pemeriksaan terhadap pejabat-pejabat eksekutif
dan legislatif juga terkesan sangat birokratis, terutama apabila menyangkut izin
pemeriksaan terhadap pejabat-pejabat yang terindikasi korupsi.
c. Iintegritas moral aparat penegak hukum serta ketersediaan sarana dan
prasarana
penunjang
keberhasilan
mereka
dalam
melakukan
upaya
pemberantasan korupsi.
d. Masalah kultur/budaya, dimana sebagian masyarakat telah memandang korupsi
sebagai sesuatu yang lazim dilakukan secara turun-temurun, disamping masih
kuatnya budaya enggan untuk menerapkan budaya malu.
6. Kurangnya kewibawaan pemerintah.
Kurangnya kewibawaan pemerintah dimana anggota masyarakat bisa bersifat
apatis terhadap segala anjuran-anjuran dan tindakan pemerintah.Sifat sifat yang
demikian ini jelas bahwa ketahanan Nasional akan rapuh karena anggota
masyarakat merasa dirinya tidak ikut bertanggung jawab dalam keutuhan
nasional atau negara. Dalam situasi masyarakat yang demikian ini akan dapat
dimanfaatkan oleh lawan-lawan politik atau pihak ketiga lain yang tidak
bertanggung jawab untuk merongrong kewibawaan pemerintah. 7.
Kurangnya mental pejabat pemerintah.
Sesuatu yang tidak bisa dipungkiri lagi ialah bahwa korupsi dapat merusak
mental para pejabat pemerintah. Segala sesuatu akan dilihat dari kacamata
materi saja sehingga lupa akan tugasnya sebagai pejabat pemerintah. Sebagai
contoh mengenai seorang perwira menengah ABRI menjual rahasia pertahanan
nasional bangsa ini kepada bangsa lain dalam hal ini kepada bangsa Rusia,
dengan kata lain kedudukannya, pengetahuannya dan jabatannya dia nilai
dengan materi sehingga rahasia negara yang seharusnya dia pegang teguh
malah diuangkannya. Pejabat-pejabat yang bermental korupsi berpikir dalam
hatinya mengenai apa yang bisa diambil negara dan bangsa ini. Berbeda dengan
apa yang dikatakan oleh J.F.Kennedy pada waktu penyumpahan beliau sebagai
presiden USA “Don’t ask what your do for your country can do for you, but ask
your self what can you do for your country” yang terjemahannya sebagai berikut:
“janganlah kau bertanya apa yang dapat diberikan oleh Negara kepadamu tetapi
248 | P a g e
tanyalah kepada dirimu apa yang dapat kau sumbangkan kepada negaramu”.
Pada negara ini, sebagaimana juga di negara-negara lain yang sedang
berkembang ucapan J.F.Kennedy ini diputar balikan tanpa memikirkan kelanjutan
hidup dari pada bangsa dan negaranya. Sesuatu hal yang sangat berbahaya lagi
adalah jika sampai generasi muda ini mencontoh sifat korupsi yang berjangkit
dalam masyarakat Indonesia sekarang. Jika hal ini bisa terjadi maka cita-cita
untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang di cita-citakan bangsa ini
semakin jauh dan tipis harapan-harapan untuk tercapai.
8. Kurang tegasnya hukum.
Negara Indonesia adalah negara hukum dimana segala sesuatunya harus
didasarkan kepada hukum jadi bukan berdasarkan pada kekuasaan oleh karenanya
terwujudnya tertib hukum merupakan suatu keharusan bagi kitasemua. Tanggung
jawab akan hal ini bukan hanya terletak pada penegak hukum saja tetapi merupakan
tanggung jawab seluruh masyarakat Indonesia. Bahwa cita-cita terwujudnya tertib
hukum tidak akan dapat dicapai jika korupsi meraja lela di kalangan penegak hukum,
sehingga hokum tidak dapat ditegakan terhadap penyelewengan atau pelaku-pelaku
yang merong-rong ketertiban hukum itu. Dari kejadian-kejadian selama ini jelaslah
bahwa
sebagian
menurunkan
besar
penegak
wibawanya
sebagai
hukum
sudah
penegak
bermental korupsi
hukum.seorang
yang
sehingga
melakukan
perbuatan yang melanggar hukum akan tetap bahagia dan tertawa sepanjang para
penegak hukum masih dapat disuap dan hukum dapat dilumpuhkan dengan
kekuatan uangnya. Artinya ia masih dapat membeli keadilan dan pengadilan bahkan
penjara sekalipun dapat dibeli dengan kekuatan uang yang dimilikinya. Tidak
mengherankan bahwa
timbul
suara-suara
sumbang
dalam
masyarakat
yang
mengatakan bahwa orang kaya atau pejabat kebal terhadap hukum. Keadilan dapat
debelokkan sesuai dengan seleranya sepanjang para penegak hukum tersebut
masih dapat disuap. Hukum dan keadilan telah dapat diombang-ambingkan oleh
uang, sehingga berubah menurut selera si penyuap dan timbullah kepincangankepincangan dan keanehan-keanehan penegak hukum dalam masyarakat. Faktafakta korupsi di atas menyebabkan pembangunan dan pembinaan hukum nasional
akan terhambat. Mental dan karakter para pejabat penegak hukum merupakan faktor
utama bagi pembinaan hukum nasional dan masyarakat adil dan makmur.
249 | P a g e
BAB
ATURAN TENTANG ANTI KORUPSI
10
Tujuan Instruksional Khusus : Mahasiswa dapat menjelaskan berbagai peraturan
tentang anti korupsi serta jenis-jenis korupsi dan sanksinya, sehingga termotivasi
untuk membentuk karakter anti korupsi dalam dirinya
A. Peraturan Tentang Anti Korupsi
Banyak peraturan yang membahas mengenai anti korupsi, berikut beberapa
diantaranya:
1. Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999
Unsur-Unsurnya :
a.
Setiap orang, meliputi:
1) Pegawai Negeri
-
Pasal 92 KUHP
-
UU No.30 Tahun 1999, jo UU No.20 Tahun 2001
-
UU No.28 Tahun 1999
-
Pasal 1 (2) UU No.31 Tahun 1999
2) TNI / POLRI
3) Swasta
-
Pasal 1 (3) UU No.31 Tahun 1999
4) Korporasi
Adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik
merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.Permasalahan yang
sering timbul adalah delik penyertaan (deelneming), bentuk deelneming yang
terjadi :
a) Medeplegen
250 | P a g e
-
Antara sesama peserta ada kesadaran bekerja sama, dan ada kerjasama
secara fisik.
-
Peran dan kualitas antar peserta bisa sama dan bisa tidak sama.
-
Dalam
hal
“turut
serta
melakukan”
disyaratkan
bahwa
setiap
pelakumempunyai opzet dan pengetahuan yang ditentukan, untuk dapat
menyatakan telah bersalah turut serta melakukan haruslah diselidiki dan
terbukti bahwa tiap-tiap peserta itu mempunyai pengetahuan dan keinginan
untuk melakukan kejahatan itu.
-
Dalam perkara korupsi harus diperhatikan jabatan/kedudukan para
peserta guna menentukan kapan berkas perkara harus displit
dankapan tidak.
b)
Doenplegen
-
Tidak ada kesadaran bekerja sama, dan bisa tidak ada kerja sama
secara fisik.
-
Yang menyuruh melakukan dipertanggung jawabkan, yang
melakukantidak dipertanggung jawabkan.
a)
Berkas perkara dan surat dakwaan satu.
Uitlokking
-
Ada kesadaran bekerja sama, tapi tidak ada kerja sama secara fisik.
-
Harus menggunakan sarana tersebut secara limitatif pada pasal 55
(1)ke 2 KUHP.
-
Berkas perkara harus displit, sehingga antar sesama peserta
dapatsaling menyaksikan.
d)
Medeplichtig
-
Tidak ada kesadaran bekerja sama, tapi bisa ada kerja sama secara
fisik.
-
Kesempatan, sarana atau keterangan itu diberikan pada si pelaku
telah terdapat maksud untuk melakukan kejahatan
(H.R.6 Maret
1939 no. 897).
b.
Berkas perkara antara pelaku dan pembantu displit
Secara melawan hukum
Melawan hukum, dapat berarti :
1) Bertentangan dengan hukum
251 | P a g e
2) Bertentangan dengan hak orang lain atau hukum subyektif seseorang
3) Tanpa hak atau tidak berwenang
Jadi sifat melawan hukum meliputi :
1) Melawan hukum dalam arti formil, kalau perbuatan telah mencocoki semua
unsur delik.
2) Melawan hukum dalam arti materiil, kalau perbuatan oleh masyarakat
dirasakan tidak patut, tercela yang menurut rasa keadilan masyarakat harus
dituntut.
c. Melakukan perbuatan
Selama ini unsur “melakukan perbuatan” memperkaya diri sendiri atau orang
lain atau suatu korporasi dianggap hanya satu unsur saja, sehingga yang dibuktikan
hanya unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, tanpa
membuktikan apakah memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi
merupakan tujuan atau dikehendaki.
Unsur “melakukan perbuatan” sama maknanya dengan unsur
“dengan
maksud” pada Pasal 362 KUHP, yang artinya dikehendaki atau sengaja, yang
merupakan unsur subyektif pada pasal 2 UU No. 31 tahun 1999 ini.
Membuktikan unsur “melakukan perbuatan” dengan menggunakan teori
kesengajaan, yaitu Wilstheorie dan Voorstellingtheorie.
Bagian inti suatu delik meliputi unsur subyektif dan unsur obyektif. Unsur
subyektif meliputi unsur “Kesalahan“ yang terdiri dari Sengaja/Opzet dan
Lalai/Culpa.
d. Memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi
Pengertian memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi
harus dikaitkan dengan Pasal 37 ayat (3) dan (4) UU No. 31 Tahun 1999 dan Pasal
37A ayat (1) dan (2) UU No. 20 tahun 2001 :
1) Terdakwa wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya
dan harta benda istri atau suami, anak dan harta benda setiap orang atau
korporasi yang diduga mempunyai hubungan dengan perkara yang
bersangkutan.
2) Dalam hal terdakwa tidak dapat membuktikan tentang kekayaan, yang tidak
seimbang dengan penghasilannya atau sumber penambahan kekayaannya,
252 | P a g e
maka keterangan tersebut dapat digunakan untuk memperkuat alat bukti
yang sudah ada bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana korupsi.
3) Setiap orang yang didakwa melakukan tindak pidana korupsi wajib
membuktikan sebaliknya terhadap harta benda miliknya yang belum
didakwakan, tapi juga diduga berasal dari tindak pidana korupsi : (Pasal 38B
ayat (1) UU No. 20 tahun 2001).
4) Dalam hal terdakwa tidak bisa membuktikan bahwa harta benda tersebut
diperoleh bukan karena tindak pidana korupsi, maka harta benda tersebut
dianggap diperoleh dari tindak pidana korupsi. Merupakan beban
pembuktian terbalik. (Pasal 38B ayat (2) UU no. 20 tahun 2001).
e. Yang dapat merugikan keuangannegara atau perekonomian negara
Berbeda dengan unsur Pasal 1 ayat (1)a UU No. 3 tahun 1971 yang
merupakan delik materiil, maka Pasal 2 UU No. 31 tahun 1999 ini merupakan delik
formil. Dengan diubah menjadi delik formil maka pengembalian hasil korupsi kepada
negara tidak menghapuskan pertanggungjawaban pidana terdakwa karena tindak
pidana telah selesai. (Pasal 4 UU ini).
Pasal 2 UU ini pada dasarnya sama dengan Pasal 1 ayat (1)a UU No. 3
tahun 1971; Perbedaan terletak pada subyek delik Pasal 2 diperluas dan Unsur
“dapat” merugikan keuangan negara pada Pasal 2 merupakan delik formil sementara
pada Pasal 1 ayat (1)a merupakan delik materiil.
2. Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999
Unsur-Unsurnya :
a. Setiap orang
Pada dasarnya sama dengan unsur “setiap orang” pada Pasal 2 di atas.
Yang perlu diperhatikan kalau terjadi delik penyertaan, antara pejabat dan bukan
pejabat,
antara
yang
punya
kewenangan
dan
yang
tidak
punya
kewenangan.Pastikan kapan perkara displit dan kapan tidak dalam hal terjadi delik
penyertaan.
b. Dengan tujuan
Unsur ini juga sama dengan unsur “melakukan perbuatan” pada Pasal 2 di
atas, sehingga penyidik maupun penuntut umum harus bisa membuktikan adanya
253 | P a g e
unsur
sengaja
untuk
menguntungkan
diri
sendiri
atau
orang
lain
dengan
menyalahgunakan kewenangan.
c. Menguntungkan diri sendiri, atau orang lain atau suatu korporasi
Unsur itupun pada dasarnya sama dengan unsur “memperkaya diri sendiri
atau orang lain atau suatu korporasi” pada Pasal 2 di atas.Jadi untuk membuktikan
unsur ini hendaknya dihubungkan dengan Pasal 37 ayat (3) dan (4) UU No. 31 tahun
1999 dan Pasal 37A ayat (1) dan (2) UU No. 20 tahun 2001.
Unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi tidak
selalu dalam bentuk uang akan tetapi dapat meliputi pemberian, hadiah, fasilitas, dan
kenikmatan lainnya.
d. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya
karenajabatan atau kedudukan
Unsur ini merupakan unsur melawan hukum dalam arti sempit atau
khusus.Unsur ini merupakan unsur alternatif dari 6 kemungkinan yang bisa terjadi,
yaitu :
1. Menyalahgunakan kewenangan karena jabatan
2. Menyalahgunakan kewenangan karena kedudukan
3. Menyalahgunakan kesempatan karena jabatan
4. Menyalahgunakan kesempatan karena kedudukan
5. Menyalahgunakan sarana karena jabatan, atau
6. Menyalahgunakan sarana karena kedudukan
Dalam praktik hampir tidak pernah kita jumpai pilihan salah satu dari enam
pilihan unsur yang tepat berdasarkan fakta yang ada, baik dalam berkas perkara
hasil penyidikan, surat dakwaan, surat tuntutan bahkan dalam pertimbangan putusan
pengadilan sekalipun.Hal ini disebabkan karena sulitnya membedakan antara
kewenangan dan kesempatan, demikian juga antara jabatan dan kedudukan.
Putusan MARI Tanggal
17-02-1992 No.
1340K/Pid/1992, memperluas
pengertian Unsur Pasal 1 ayat (1).b UU No.3 Tahun 1971, dengan cara mengambil
alih pengertian “ menyalahgunakan kewenangan “ yang ada Pasal 53 ayat (2) b UU
No. 5 Tahun 1986 sehingga unsur “ menyalahgunakan kewenangan “ mempunyai arti
yang sama dengan pengertian perbuatan melawan hukum Tata Usaha Negara yaitu,
bahwa pejabat telah menggunakan kewenangannya untuk tujuan lain dari maksud
diberikannya wewenang itu.
254 | P a g e
e. Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
Unsur ini juga merupakan unsur alternatif dari 2 (dua) pilihan kemungkinan
yang bisa terjadi.Penjelasan mengenai unsur ini sama dengan penjelasan unsur
yang sama pada Pasal 2 di atas.
3. Pasal 5 UU No. 31 Tahun 1999
Unsur-unsurnya :
a. Setiap Orang
b. Melakukan tindak pidana Pasal 209 KUHP
4. Pasal 209 ayat (1) ke 1 KUHP
Unsur-Unsurnya :
a. Barang Siapa
b. Memberikan hadiah atau janji
c. Kepada Pegawai Negeri
d. Dengan Maksud
e. Untuk menggerakkannya melakukan sesuatu atau mengalpakan sesuatu
f.
Dalam Tugasnya
g. Bertentangan Dengan Kewajibannya
5. Pasal 209 ayat (2) ke 2 KUHP
Unsur-Unsurnya :
a. Barang Siapa
b. Memberikan hadiah atau janji
c. Kepada Pegawai Negeri
d. Karena Telah Berbuat Sesuatu atau Mengalpakan sesuatu
e. Dalam Jabatannya
f.
Bertentangan Dengan Kewajibannya
6. Pasal 5 UU No. 20 tahun 2001 ayat (1) a
Unsur-Unsurnya:
a. Setiap Orang
b. Memberikan atau menjanjikan sesuatu
c. Kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara
255 | P a g e
d. Dengan Maksud
e. Berbuat atau Tidak Berbuat Sesuatu dalam Jabatannya
f.
Yang Bertentangan Dengan Kewajibannya
7. Pasal 5 UU No. 20 tahun 2001 ayat (1) b
Unsur-Unsurnya :
a. Setiap Orang
b. Memberikan sesuatu
c. Kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara
d. Karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban
e. Dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya
8. Pasal 5 UU No. 20 tahun 2001 ayat (2)
Unsur-Unsurnya :
a. Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara
b. Yang Menerima Pemberian atau Janji
c. Dimaksud Dalam Ayat (1) huruf a atau b
9. Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999
Unsur-unsurnya :
a. Setiap Orang
b. Melakukan tindak pidana Pasal 418 KUHP
10. Pasal 418 KUHP
Unsur-unsurnya :
a. Pegawai negeri
b. Menerima pemberian atau janji
c. Yang diketahui atau Patut harus diduganya
d. Pemberian atau janji ada hubungan dengan kekuasaan atau kewenangan yang
dimiliki karena jabatannya atau menurut anggapan orang yang memberikan
pemberian atau janji ada hubungan dengan kekuasaan atau kewenangan yang
dimiliki karena jabatannya
11. Pasal 11 UU No. 20 Tahun 2001
Unsur-unsurnya :
a. Pegawai negeri atau penyelenggara negara
b. Menerima hadiah atau janji
256 | P a g e
Yang dimaksud dengan “pemberian” tidak harus dalam bentuk uang akan
tetapi yang penting mempunyai nilai.
Pemberian atau janji harus diterima, kalau ditolak atau tidak diterima maka yang
memberikan yang dapat dipidana menurut Pasal 5 ayat (1) apabila maksudnya
supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut
berbuat atau
mengabaikan sesuatu dalam jabatannya bertentangan dengankewajibannya.
Orang yang memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara menurut KUHP, tidak dipidana.
Lain halnya menurut Pasal 1 (1) d UU No. 3 Tahun 1971 : Orang yang memberi
hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat sesuatu kekuasaan
atau kedudukannya atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat
pada jabatan atau kedudukannya itu.
c. Diketahui atau patut diduga
Unsur ini merupakan unsur sengaja yang harus dibuktikan.
Tersangka atau terdakwa harus tahu bahwa pemberian atau janji diberikan
kepadanya karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan
jabatannya.
Terdakwa dipersalahkan melakukan korupsi cq menerima hadiah walaupun
menurut anggapannya uang yang diterima itu dalam hubungannya dengan
kematian keluarganya, lagi pula penerima barang-barang itu bukan terdakwa
melainkan isteri dan anak-anak terdakwa. (M.A. 19 Nop 1974, No. 77 K/Kr/1973)
d. Hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang
berhubungan dengan jabatannya atau yang menurut pikiran orang yang
memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
12. Pasal 12 a UU No. 20 Tahun 2001
Unsur-unsurnya :
a. Pegawai Negeri/Penyelenggara Negara
b. Menerima hadiah/janji
c. Padahal diketahui, atau patut diduga
d. Hadiah/janji tersebut diberikan untuk menggerakan
e. Agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu
f.
Dalam jabatannya
g. Bertentangan dengan kewajibannya
257 | P a g e
13. Pasal 12 b UU No. 20 Tahun 2001
Unsur-unsurnya :
a. Pegawai Negeri/Penyelenggara Negara
b. Menerima hadiah
c. Padahal diketahui, atau patut diduga
d. Hadiah/janji tersebut diberikan sebagai akibat/disebabkan
e. Telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu
f.
Dalam jabatannya
g. Bertentangan dengan kewajibannya
Pasal 12 a dan b UU No. 20 Tahun 2001Perumusan deliknya sama dengan Pasal
419 ke 1 dan 2 KUHP.
14. Pasal 419 ke 1 KUHP
Unsur-unsurnya :
a. Pegawai negeri
b. Menerima suatu pemberian atau janji
c. Yang diketahuinya
d. Pemberian atau janji itu telah diberikan kepadanya untuk menggerakan dirinya
e. Agar ia melakukan sesuatu atau mengalpakan sesuatu
f.
Bertentangan dengan kewajiban
g. Dalam jabatannya
15. Pasal 419 ke 2 KUHP
Unsur-unsurnya :
a. Pegawai negeri
b. Menerima suatu pemberian
c. Yang diketahuinya
d. Pemberian itu telah diberikan kepadanya
e. Karena telah melakukan sesuatu atau mengalpakan sesuatu
f.
Bertentangan dengan kewajiban
g. Dalam jabatannya
16. Pasal 13 UU No.31 Tahun 1999
Unsur - unsurnya :
a. Setiap Orang
258 | P a g e
b. Memberi hadiah atau Janji
c. Kepada Pegawai Negeri
d. Dengan mengingat Kekuasaan atau Wewenang yang melekat pada jabatannya
/ kedudukannya ATAUpemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada
jabatan atau kedudukan tersebut.
B. Jenis-jenis Korupsi dan Sanksinya
1. Korupsi yang merugikan keuangan negara.
Terdapat dua bentuk tindakan Pegawai Negeri Sipil yang berupa korupsi
yang merugikan keuangan negara, yaitu:
a. Mencari untung dengan cara melawan hukum dan merugikan keuangan negara.
Sebuah tindakan dapat dikategorikan ke dalam jenis korupsi ini jika
memenuhi unsur sebagai berikut:
1) setiap orang;
2) memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi;
3) dengan cara melawan hukum;
4) dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara.
Korupsi jenis ini dirumuskan dalam Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No.
20 Tahun 2001.
Sanksi terhadap pelaku korupsi jenis ini adalah hukuman penjara maksimal
20 tahun atau denda maksimal Rp. 1 Milyar.
b. Menyalahgunakan jabatan utuk mencari keuntungandan merugikan negara.
Sebuah tindakan dapat dikategorikan ke dalam jenis korupsi ini jika
memenuhi unsur sebagai berikut:
1) setiap orang;
2) memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi;
3) menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana;
4) yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan;
5) dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara.
Korupsi jenis ini dirumuskan dalam Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No.
20 Tahun 2001.
Sangsi terhadap pelaku korupsi jenis ini adalah hukuman penjara maksimal
20 tahun atau denda maksimal Rp. 1 Milyar.
259 | P a g e
2. Korupsi yang berhubungan dengan suap menyuap
a. Menyuap pegawai negeri yang kewajiban kerjanya berhubungan langsung
dengan kepentingan penyuap tersebut.
Suatu tindakan dapat dikategorikan ke dalam jenis korupsi ini jika memenuhi
unsur sebagai berikut:
1) setiap orang;
2) memberikan sesuatu atau menjanjikan sesuatu;
3) kepada pegawai negeri ataupun penyelenggara negara;
4) dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuai dalam jabatannya
sehingga bertentangan dengan kewajiban.
Korupsi jenis ini dirumuskan dalam Pasal 5 ayat (I) huruf a UU No. 31 Tahun
1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001.
Sangsi terhadap pelaku korupsi jenis ini adalah hukuman penjara maksimal 5
tahun atau denda maksimal Rp. 250 juta.
b. Menyuap pegawai negeri yang kewajiban kerjanya tidak berhubungan secara
langsung dengan kepentingan penyuap tersebut.
Perbedaan jenis korupsi ini dengan poin sebelumnya adalah pada jenis
korupsi ini kewajiban kerja pegawai negeri yang disuap tidak berhubungan langsung
dengan kepentingan yang diminta oleh penyuap kepada pegawai negeri tersebut.
Suatu tindakan dapat dikategorikan ke dalam jenis korupsi ini jika memenuhi
unsur sebagai berikut:
1) setiap orang;
2) memberikan sesuatu atau menjanjikan sesuatu;
3) kepada pegawai negeri ataupun penyelenggara negara;
4) karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan
kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
Korupsi jenis ini dirumuskan dalam Pasal 5 ayat (I) huruf b UU No. 31 Tahun
1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001.
Sangsi terhadap pelaku korupsi jenis ini adalah hukuman penjara maksimal 5
tahun atau denda maksimal Rp. 250 juta.
c. Memberi hadiah ke pegawai negeri karena jabatannya.
260 | P a g e
Jenis
ini
adalah
variasi
dari
jenis
korupsi
pada
poin
sebelumnya.
Perbedaannya adalah penyuapan dilakukan kepada seorang pejabat karena
mengetahui akan kewenangan dan kekuasaan yang dapat menguntungkan penyuap.
Suatu tindakan dapat dikategorikan ke dalam jenis korupsi ini jika memenuhi
unsur sebagai berikut:
1) setiap orang;
2) memberikan hadiah atau janji;
3) kepada pegawai negeri;
4) dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan
atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap telah
melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut.
Korupsi jenis ini dirumuskan dalam Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No.
20 Tahun 2001. Sangsi terhadap pelaku korupsi jenis ini adalah hukuman penjara
maksimal 3 tahun atau denda maksimal Rp. 150 juta.
d. Pegawai negeri menerima suap.
Korupsi jenis ini dirumuskan dalam Pasal 5 ayat (2) UU No. 31 Tahun 1999 jo.
UU No. 20 Tahun 2001.
Suatu tindakan dapat dikategorikan ke dalam jenis korupsi ini jika memenuhi
unsur sebagai berikut:
1) pegawai negeri atau penyelenggara negara;
2) menerima pemberian atau janji;
3) sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b.
Sangsi terhadap pelaku korupsi jenis ini adalah hukuman penjara maksimal
5 tahun atau denda maksimal Rp. 250 juta.
e. Pegawai negeri menerima suapagar melakukan/tidak melakukan sesuatu.
Korupsi jenis ini adalah penajaman dari jenis korupsi pada poin
2d.
Perbedaannya adalah si pegawai negeri dianggap bersalah karena menerima
sogokan atau janji yang dia terima diberikan supaya dia mau melakukan atau tidak
melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya.Korupsi jenis ini
dirumuskan dalam Pasal 12 huruf a UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun
2001.
Suatu tindakan dapat dikategorikan ke dalam jenis korupsi ini jika memenuhi
unsur sebagai berikut:
261 | P a g e
1) pegawai negeri ataup penyelenggara negara;
2) menerima hadiah atau janji;
3) diketahuinya bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk
menggerakannya agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam
jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya
4) patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk
menggerakannya agar melakukan sesuatu dalam jabatannya yang
bertentangan dengan kewajibannya.
Sangsi terhadap pelaku korupsi jenis ini adalah hukuman penjara maksimal
20 tahun atau denda maksimal Rp. 1 Milyar.
f.
Pegawai negeri menerima suapkarena tindakan yang telah dilakukannya.
Serupa dengan jenis korupsi pada poin 2e, namun perbedaannya ada pada
tindakan si penerima suap. Pegawai negeri (penerima suap) dianggap korupsi
karena hadiah atau janji yang dia terima diberikan, karena ia telah melakukan atau
tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya.
Korupsi jenis ini dirumuskan dalam Pasal 12 huruf b UU No. 31 Tahun 1999 jo.
UU No. 20 Tahun 2001.
Suatu tindakan dapat dikategorikan ke dalam jenis korupsi ini jika memenuhi
unsur sebagai berikut:
1) pegawai negeri ataup penyelenggara negara;
2) menerima hadiah;
3) diketahuinya bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau karena
telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang
bertentangan dengan kewajibannya
4) patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau karena
telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang
bertentangan dengan kewajibannya.
Sangsi terhadap pelaku korupsi jenis ini adalah hukuman penjara maksimal
20 tahun atau denda maksimal Rp. 1 Milyar.
262 | P a g e
g. Pegawai negeri menerima suap karena jabatan
Dalam hal ini, suap atau sogokan diberikan karena adanya kekuasaan dari
pegawai negeri yang disuap yang dapat menguntungkan penyuap.Korupsi jenis ini
dirumuskan dalam Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001.
Suatu tindakan dapat dikategorikan ke dalam jenis korupsi ini jika memenuhi
unsur sebagai berikut:
1) pegawai negeri ataup penyelenggara negara;
2) menerima hadiah;
3) diketahuinya;
4) patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan
atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya atau menurut
pikiran.
Sangsi terhadap pelaku korupsi jenis ini adalah hukuman penjara maksimal 5
tahun atau denda maksimal Rp. 250 juta.
h. Menyuap hakim.
Korupsi jenis ini dirumuskan dalam Pasal 6 ayat (I) huruf a UU No. 31 Tahun
1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001.
Suatu tindakan dapat dikategorikan ke dalam jenis korupsi ini jika memenuhi
unsur sebagai berikut:
1) setiap orang;
2) memberi atau menjanjikan sesuatu;
3) kepada hakim;
4) dengan maksud mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya
untuk diadili.
Sangsi terhadap pelaku korupsi jenis ini adalah hukuman penjara maksimal
15 tahun atau denda maksimal Rp. 750 juta.
i.
Menyuap advokat.
Korupsi jenis ini dirumuskan dalam Pasal 6 ayat (I) huruf b UU No. 31 Tahun
1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001.
Suatu tindakan dapat dikategorikan ke dalam jenis korupsi ini jika memenuhi
unsur sebagai berikut:
1) setiap orang;
2) memberi atau menjanjikan sesuatu;
263 | P a g e
3) kepada advokat yang menghadiri sidang pengadilan;
4) dengan maksud mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan
berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.
Sangsi terhadap pelaku korupsi jenis ini adalah hukuman penjara maksimal
15 tahun atau denda maksimal Rp. 750 juta.
j.
Advokat menerima suap.
Korupsi jenis ini dirumuskan dalam Pasal 12 huruf d UU No. 31 Tahun 1999 jo.
UU No. 20 Tahun 2001.
Suatu tindakan dapat dikategorikan ke dalam jenis korupsi ini jika memenuhi
unsur sebagai berikut:
1) advokat yang menghadiri sidang pengadilan;
2) menerima hadiah atau janji;
3) diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk
mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung
dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.
Sangsi terhadap pelaku korupsi jenis ini adalah hukuman penjara maksimal
20 tahun atau denda maksimal Rp. 1 Milyar.
k. Hakim menerima suap
Korupsi jenis ini dirumuskan dalam Pasal 12 huruf c UU No. 31 Tahun 1999 jo.
UU No. 20 Tahun 2001.
Suatu tindakan dapat dikategorikan ke dalam jenis korupsi ini jika memenuhi
unsur sebagai berikut:
1) Hakim;
2) menerima hadiah atau janji;
3) diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk
mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.
Sangsi terhadap pelaku korupsi jenis ini adalah hukuman penjara maksimal
20 tahun atau denda maksimal Rp. 1 Milyar.
l.
Hakim dan advokat menerima suap.
Sesuai pasal 6 ayat (2) UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001,
suatu tindakan dapat dikategorikan ke dalam jenis korupsi ini jika memenuhi unsur
sebagai berikut:
1) Hakim atau advokat;
264 | P a g e
2) Yang menerima pembayaran atau janji;
3) Sebagaimana pasal 6 ayat 1 huruf a atau huruf b.
Sangsi terhadap pelaku korupsi jenis ini adalah hukuman penjara maksimal
15 tahun atau denda maksimal Rp. 750 juta.
3. Korupsi yang berhubungan dengan penyalahgunaan jabatan.
a. Pegawai
negeri
menyalahgunakan
penggunaan
uang
atau
membiarkan
penyalahgunaan uang.
Hal ini diatur dalam pasal 8 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 tahun 2001
yang menjelaskan unsur-unsur korupsi jenis ini sebagai berikut:
1) Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan untuk
menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk
sementara waktu;
2) dengan sengaja;
3)
Menggelapkan atau membiarkan orang lain mengambil atau membiarkan
orang lain menggelapkan atau membantu dalam melakukan perbuatan itu;
4) Yang disimpan karena jabatannya.
Sangsi terhadap pelaku korupsi jenis ini adalah hukuman penjara maksimal
15 tahun atau denda maksimal Rp. 750 juta.
b. Pegawai negeri memalsukan buku untuk pemeriksaan administrasi.
Pemeriksaan administrasi dalam hal ini memiliki arti yang luas, mulai dari
pemeriksaan keuangan hingga pemeriksaan jumlah peralatan kantor. Demikian
halnya dengan buku, buku dalam hal ini memiliki arti luas, mulai dari laporan
keuangan, buku besar, hingga daftar peralatan kantor.
Suatu tindakan dapat dikategorikan ke dalam jenis korupsi ini jika memenuhi
unsur sebagai berikut:
1) Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk
sementara waktu;
2) dengan sengaja;
3) memalsu;
4) buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan akuntansi.
265 | P a g e
Hal tersebut diatur dalam pasal 9 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 tahun
2001
Sangsi terhadap pelaku korupsi jenis ini adalah hukuman penjara maksimal 5
tahun atau denda maksimal Rp. 250 juta.
c. Pegawai negeri menghancurkan bukti.
Bukti, dapat berupa akta, surat, atau daftar yang dipakai sebagai bukti atas
suatu benda atau kegiatan. Menurut pasal 10 huruf a UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU
No. 20 tahun 2001, unsur-unsur dalam korupsi jenis ini adalah:
1) Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk
sementara waktu;
2) dengan sengaja;
3)
menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat
dipakai;
4) barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk menyakinkan atau
membuktikan di muka pejabat yang berwenang;
5) yang dikuasainya karena jabatannya.
Sangsi terhadap pelaku korupsi jenis ini adalah hukuman penjara maksimal 7
tahun atau denda maksimal Rp. 350 juta.
d. Pegawai negeri membiarkan orang lain merusak bukti.
Menurut pasal 10 huruf b UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 tahun 2001,
unsur-unsur dalam korupsi jenis ini adalah:
1) Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk
sementara waktu;
2) dengan sengaja;
3)
membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau
membuat tidak dapat dipakai;
4) barang, akta, surat, atau daftar sebagaimana disebut pada Pasal 10 huruf a.
Sangsi terhadap pelaku korupsi jenis ini adalah hukuman penjara maksimal 7
tahun atau denda maksimal Rp. 350 juta.
e. Pegawai negeri membantu orang lain merusak bukti.
266 | P a g e
Menurut pasal 10 huruf c UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 tahun 2001,
unsur-unsur dalam korupsi jenis ini adalah:
1) Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk
sementara waktu;
2) dengan sengaja;
3)
membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau
membuat tidak dapat dipakai;
4) barang, akta, surat, atau daftar sebagaimana disebut pada Pasal 10 huruf a.
Sangsi terhadap pelaku korupsi jenis ini adalah hukuman penjara maksimal 7
tahun atau denda maksimal Rp. 350 juta.
4. Korupsi yang berhubungan dengan pemerasan.
a. Pegawai negeri memeras karena kekuasaannya.
Pemerasan dalam jenis korupsi ini adalah pemerasan yang paling mendasar,
dalam hal ini seorang pegawai negeri mempunyai kekuasaan sehingga dia memaksa
orang lain untuk memberi atau melakukan sesuatu yang menguntungkan dirinya.
Unsur-unsur korupsi jenis ini menurut pasal 12 huruf e UU No. 31 tahun 1999 jo.
UU No. 20 tahun 2001 adalah:
1) pegawai negeri atau penyelenggara negara;
2) dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain;
3) secara melawan hukum;
4) memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima
pembayaran dengan potongan, atau mengerjakan sesuatu bagi dirinya;
5) menyalahgunakan kekuasaan.
Sangsi terhadap pelaku korupsi jenis ini adalah hukuman penjara maksimal
20 tahun atau denda maksimal Rp. 1 Milyar.
b. Pegawai negeri memeras dengan alasan imbalan atas jasanya.
Korupsi jenis ini hampir sama dengan yang sebelumnya, hanya saja kali ini
pegawai negeri memeras dengan alasan uang atau pemberian illegal itu adalah
bagian dariperantaraan atau hak dia, padahal kenyataannya tidak demikian.
Unsur-unsur korupsi jenis ini menurut pasal 12 huruf e UU No. 31 tahun 1999 jo.
UU No. 20 tahun 2001 adalah:
1) pegawai negeri atau penyelenggara negara;
267 | P a g e
2) pada waktu menjalankan tugas;
3) meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang;
4) seolah-olah merupakan utang kepada dirinya;
5) diketahuinya bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
Sangsi terhadap pelaku korupsi jenis ini adalah hukuman penjara maksimal
20 tahun atau denda maksimal Rp. 1 Milyar.
c. Pegawai negeri memeras pegawai negeri lain.
Unsur-unsur korupsi jenis ini menurut pasal 12 huruf f UU No. 31 tahun 1999 jo.
UU No. 20 tahun 2001 adalah:
1) pegawai negeri atau penyelenggara negara;
2) pada waktu menjalankan tugas;
3) meminta atau menerima pekerjaan, atau memotong pembayaran;
4) seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas
umum memiliki utang kepada dirinya;
5) diketahuinya bahwa hal tersebut bukanlah merupakan utang.
Sangsi terhadap pelaku korupsi jenis ini adalah hukuman penjara maksimal
20 tahun atau denda maksimal Rp. 1 Milyar.
5. Korupsi yang berhubungan dengan kecurangan.
a. Pemborong atau kontraktor curang(dalam proyek pembangunan).
Korupsi jenis ini melibtkan kecurangan dalam proyek bangunan, khususnya
yang melibatkan si pemborong, tukang, atau pemilik took bahan bangunan.
Unsur-unsur korupsi jenis ini menurut pasal 7 ayat (I) huruf a UU No. 31
tahun 1999 jo. UU No. 20 tahun 2001 adalah:
1) Pemborong, ahli bangunan, atau penjual barang bangunan;
2) Melakukan perbuatan curang;
3) Pada waktu membuat bangunan atau waktumenyerahkan bangunan;
4) Yang dapat membahayakan keamanan orang atau keamanan barang atau
keselamatan negara dalam keadaan perang.
Sangsi terhadap pelaku korupsi jenis ini adalah hukuman penjara maksimal 7
tahun atau denda maksimal Rp. 350 Juta.
b. Pengawas proyek membiarkan anak buah melakukan kecurangan.
268 | P a g e
Unsur-unsur korupsi jenis ini menurut pasal 7 ayat (I) huruf b UU No. 31
tahun 1999 jo. UU No. 20 tahun 2001 adalah:
1) Pengawas bangunan atau pengawas penyerahan bangunan;
2) Membiarkan dilakukannya perbuatan curang pada waktu membuat bangunan
atau menyerahkan bangunan;
3) Dilakukan dengan sengaja;
4) Sebagaimana dimaksud pada pasal 7 ayat (I) huruf a..
Sangsi terhadap pelaku korupsi jenis ini adalah hukuman penjara maksimal 7
tahun atau denda maksimal Rp. 350 Juta.
c. Kecurangan pada rekanan TNI atau Polri.
Unsur-unsur korupsi jenis ini menurut pasal 7 ayat (I) huruf c UU No. 31
tahun 1999 jo. UU No. 20 tahun 2001 adalah:
1) Setiap orang;
2) Melakukan perbuatan curang;
3) Pada waktu menyerahkan barang keperluan TNI dan atau kepolisian negara
RI;
4) Dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang.
Sangsi terhadap pelaku korupsi jenis ini adalah hukuman penjara maksimal 7
tahun atau denda maksimal Rp. 350 Juta.
d. Pengawas rekanan TNI atau Polri membiarkan kecurangan.
Unsur-unsur korupsi jenis ini menurut pasal 7 ayat (I) huruf d UU No. 31
tahun 1999 jo. UU No. 20 tahun 2001 adalah:
1) Orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan TNI dan atau
kepolisian RI;
2) Membiarkan perbuatan curang sebagaimana yang dimaksud pasal 7 ayat (I)
huruf c;
3) Dilakukan dengan sengaja.
Sangsi terhadap pelaku korupsi jenis ini adalah hukuman penjara maksimal 7
tahun atau denda maksimal Rp. 350 Juta.
e. Penerima barang TNI atau Polri membiarkan kecurangan.
Unsur-unsur korupsi jenis ini menurut pasal 7 ayat (2) huruf c UU No. 31
tahun 1999 jo. UU No. 20 tahun 2001 adalah:
269 | P a g e
1) Orang
yang
bertugas
menerima
penyerahan
bahan
bangunan
atau
penyerahan barang keperluan TNI dan atau kepolisian RI;
2) Membiarkan perbuatan curang sebagaimana yang dimaksud pasal 7 ayat (I)
huruf a atau c.
Sangsi terhadap pelaku korupsi jenis ini adalah hukuman penjara maksimal 7
tahun atau denda maksimal Rp. 350 Juta.
f.
Pegawai negeri menyalahgunakan tanah milik negara hingga merugikan orang
lain.
Unsur-unsur korupsi jenis ini menurut pasal 12 huruf h UU No. 31 tahun 1999 jo.
UU No. 20 tahun 2001 adalah:
1) Pegawai negeri atau penyelenggara negara;
2) Pada waktu menjalankan tugas menggunakan tanah negara yang diatasnya
adalah hak pakai;
3) Seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
4) Telah merugikan yang berhak;
5) Diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan.
Sangsi terhadap pelaku korupsi jenis ini adalah hukuman penjara maksimal
20 tahun atau denda maksimal Rp. 1 Milyar.
6. Korupsi yang berhubungan dengan pengadaan.
Tindakan yang tergolong ke dalam jenis korupsi ini adalah ikut sertanya
pegawai negeri menjadi peserta tender pengadaan barang atau jasa untuk negara.
Seharusnya, orang atau badan yang ditunjuk untuk melakukan pengadaan barang atau
jasa ditunjuk melalui seleksi yang berjalan dengan bersih dan jujur.
Unsur-unsur korupsi jenis ini dijelaskan dalam Pasal 12 huruf i UU No. 31
Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001, yaitu:
a. pegawai negeri atau penyelenggara negara;
b. dengan sengaja;
c.
langsung atau tidak langsung turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau,
persewaan;
d. pada saat dilakukan perbuatan untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk
mengurus atau mengawasinya.
270 | P a g e
Sangsi terhadap pelaku korupsi jenis ini adalah hukuman penjara maksimal
20 tahun atau denda maksimal Rp. 1 Milyar.
7. Korupsi yang berhubungan dengan gratifikasi(hadiah).
Salah satu bentuk korupsi ini adalah pegawai negeri menerima gratifikasi dan
tidak melapor ke KPK.
Berdasarkan penjelasan Pasal
12B, ayat 1, UU No.20/2001 tentang
Perubahan atas UU No. 31/ 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, gratifikasi adalah
pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount),
komisi pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan
wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya, baik yang diterima didalam
negeri maupun diluar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana
elektronik atau tanpa sarana elektronik.
Sebuah tindakan dapat dikategorikan ke dalam jenis korupsi ini jika
memenuhi unsur sebagai berikut.
1) Pegawai negeri atau penyelenggara negara;
2) Menerima gratifikasi;
3) Yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau
tugasnya;
4) Penerimaan gratifikasi tersebut tidak dilaporkan pada KPK dalam jangka
waktu 30 hari sejak diterimanya gratifikasi.
Tindak korupsi jenis ini dijelaskan dalam Pasal 12B UU No. 31 Tahun 1999 jo.
UU No. 20 Tahun 2001 dan Pasal 12C UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20
Tahun 2001.
Sangsi terhadap pelaku korupsi jenis ini adalah hukuman penjara maksimal
20 tahun atau denda maksimal Rp. 1 Milyar.
Membentuk Pribadi Anti Korupsi
Pendidikan antikorupsi adalah perpaduan pendidikan nilai dan karakter.
Sebuah karakter yang dibangun di atas landasan kejujuran, integritas, dan
keluhuran. Nilai-nilai dasar yang dapat membentuk suatu individu menjadi pribadi
anti korupsi antara lain:
1. Jujur
271 | P a g e
Jujur jika diartikan secara baku adalah mengakui, berkata atau memberikan
suatu informasi yang sesuai kenyataan dan kebenaran.
2. Disiplin
Merupakan perasaan taat dan patuh terhadap nilai-nilai yang dipercaya
termasuk melakukan pekerjaan tertentu yang dirasakan menjadi tanggung jawab.
3. Tanggung jawab
Tanggung jawab adalah sesuatu yang harus kita lakukan agar kita menerima
sesuatu yang di namakan hak.
4. Hidup sederhana
Sederhana
adalah
sebuah
kata
dengan
banyak
makna,
tergantung
bagaimana bunyi kalimat yang menyertainya. Sederhana bisa berarti apa adanya
atau seadanya saja. Maka dengan menerapkan hidup sederhana orang tidak akan
mencari materi secara berlebihan yang kerap kali dikesampingkan halal atau
haramnya.
5. Kerja keras
Arti kerja keras adalah berusaha dengan sepenuh hati dengan sekuat tenaga
untuk berupaya mendapatkan keingingan pencapaian hasil yang maksimal pada
umumnya.
6. Mandiri
Mandiri dapat diartikan sebagai kemampuan untuk berdiri dikaki sendiri
(berdikari) dan tidak mengandalkan orang lain untuk mencapai suatu tujuan.
7. Adil
Adil sering diartikan sebagai sikap moderat, obyektif terhadap orang
lain dalam memberikan hukum, sering diartikan pula dengan persamaan dan
keseimbangan dalam memberikan hak orang lain, tanpa ada yang dilebihkan
atau dikurangi.
8. Peduli dengan sesama
Peduli
dengan
sesama
dapat
diartikan
dengan
perbuatan
yang
mengindahkan lingkungan dan tidak egois. Dengan begitu orang tidak akan
melakukan suatu perbuatan semata-mata atas kepentingannya sendiri.
9. Berani menegakkan kebenaran
272 | P a g e
Berani menegakkan kebenaran adalah suatu sikap tidak takut maupun gentar
saat kebenaran itu harus ditegakkan.
Kita mengetahui, korupsi bisa timbul karena dua sebab. Sebab pertama,
korupsi karena kebutuhan (corruption by need). Korupsi yang timbul ketika
penghasilan tidak lagi bisa menanggung kebutuhan dasar sehari-hari. Jalan
keluarnya biasanya dengan mengambil sikap menyimpang. Melakukan korupsi.
Sebab kedua, korupsi karena keserakahan (corruption by greed). Tidak puas dengan
satu gunung emas, cari gunung emas kedua dan ketiga. Sudah punya rumah, ingin
motor. Sudah ada motor, mau mobil. Mobil terbeli, ingin mobil mewah.
Kedua jenis korupsi tersebut, korupsi karena kebutuhan maupun karena
kerakusan, memang tak bisa ditolerir. Namun, penanganan keduanya mengharuskan
cara berbeda. Korupsi karena kebutuhan timbul karena kondisi obyektif yang tidak
mendukung. Karena sistem yang tidak memberikan harapan kesejahteraan. Oleh
sebab itu, perbaikilah sistem.
Sementara, korupsi karena kerakusan disebabkan kondisi subyektif. Kondisi
internal seseorang. Adanya sifat tamak, tidak puas, dan keinginan memperkaya diri
sendiri. Korupsi yang dikerjakan oleh mereka yang nuraninya sudah buta. Ingin
sejahtera tanpa mau kerja keras. Karenanya, untuk memberantas korupsi jenis ini,
perbaikilah orangnya.
Korupsi karena tamak lebih bahaya ketimbang korupsi karena kebutuhan.
Kerakusan, dusta, ketidakjujuran merupakan perilaku yang bisa terbentuk sejak kecil.
Sejak masa kanak-kanak.
Perilaku ini adalah kumpulan dari apa yang dialami dalam proses hidup,
mulai usia dini hingga dewasa. Teori psikologi kognitif menguatkan argumen ini.
Menurut psikologi kognitif, apa yang kita dengar, lihat, pikirkan, rasakan, dan alami
akan mempengaruhi cara pandang dan perilaku kita. Dengan begitu pengalaman
masa lalu dan juga pendidikan masa kini sangat berperan dalam membentuk
karakter anti korupsi.
Indonesia sebaiknya
mencontoh
Jepang
dalam
penerapan
pendidikan
karakter. Di Jepang, pendidikan karakter diajarkan dalam pelajaran “seikatsuka”
atau pendidikan
tentang
kehidupan
sehari-hari.
Siswa SD diajari
tatacara
menyeberang jalan, adab di dalam kereta, yang tidak saja berupa teori, tetapi guru
juga mengajak mereka untuk bersama naik kereta dan mempraktikkannya. Norma
273 | P a g e
dalam masyarakat Jepang sangat terkait dengan ajaran Shinto dan Budha, tetapi
menariknya agama ini tidak diajarkan di sekolah dalam bentuk pelajaran wajib,
seperti halnya di Indonesia. Nilai-nilai agama diwujudkan dalam kehidupan seharihari
di sekolah. Karenanya, pendidikan moral di sekolah Jepang tidak diajarkan sebagai
mata
pelajaran
khusus,
tetapi
diintegrasikan
dalam
semua
mata pelajaran.
(Murni Ramli : 2008)
Budaya malu pada masyarakat pun dicontohkan oleh para pemimpin Jepang
sebagai upaya mendidik warganya mewujudkan kultur antikorupsi.
Para pemimpin
Jepang berani mundur dari jabatannya ketika tersandung kasus korupsi. Perilaku
birokrat Jepang merupakan pembelajaran yang sungguh mulia dan elegan guna
mendukung terwujudnya kultur antikorupsi secara jitu.
274 | P a g e
BAB
11
MEMBANGUN ETOS PRIBADI
Tujuan Instruksional Khusus :
1. Memberikan tambahan pengetahuan mengenai etos pribadi dan ruang
lingkupnya.
2. Memberikan gambaran mengenai perntingnya memiliki etos pribadi.
3. Memberikan penetahuan untuk membangun etos pribadi.
Menjadi pribadi beretika tentu merupakan keinginan sebahgian besar orang
dan bahkan mungkin telah menganggap dirinya sebagai seseorang yang berperilaku
etis. Kemudian pertanyaan terpenting adalah bagaimana mencerminkan etika
tersebut dalam keseharian baik sebagai pribadi, organisasi, maupun seorang
professional. Bab ini mencoba menguraikan jawaban atas pertanyaan tersebut
dengan melakukan pembahasan terkait etos pribadi yang diharapkan dapat dijadikan
pembelajaran untuk mewujudkan pribadi beretika.
A. Definisi Etos
Etos berasal dari bahasa yunani ethos yakni karakter, cara hidup, kebiasaan
seseorang, motivasi atau tujuan moral seseorang serta pandangan dunia mereka,
yakni gambaran, cara bertindak ataupun gagasan yang paling komprehensif
mengenai tatanan. Dengan kata lain etos adalah aspek evaluatif sebagai sikap
mendasar terhadap diri dan dunia mereka yang direfleksikan dalam kehidupannya
(Khasanah, 2004:8). Berdasarkan sumber www.artikata.com etos diartikan sebagai
“pandangan hidup yg khas
memberi
watak
kpd
kebudayaan sifat, nilai, dan adat-istiadat khas yg
kebudayaan
suatu
golongan
sosial
dl
masyarakat,
kerja semangat kerja yg menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu
kelompok”. Bertens memiliki pengertian agak berbeda terhadap etos. Menurutnya
etika adalah terjemahan dari ethos dalam bahasa yunani.
275 | P a g e
Seperti halnya dengan banyak istilah yang menyangkut konteks ilmiah, istilah
‘etika’ pun berasal dari bahasa yunani kuno. Kata yunani ‘ethos’ dalam bentuk
tunggal mempunyai banyak arti: tempat tinggal yang biasa; padang rumput,
kandang; kebiasaan, adat; akhlak, watak; perasaan, sikap, cara berpikir. Dalam
bentuk jamak (ta etha) artinya adalah: adat kebiasaan.” Jadi dapat disimpulkan
bahwa etos adalah suatu nilai yang mendasari sikap perilaku dan menjadi ciri khas
bagi seseorang atau kelompok di mana saja mereka berada.
B. Lingkup Pembahasan Etos Pribadi
1. Nilai dan norma.
a. Nilai.
Nilai dapat kita artikan sebagai sesuatu yang menarik bagi kita, sesuatu yang
kita cari, sesuatu yang menyenangkan, sesuatu yang disukai dan diinginkan,
singkatnya, sesuatu yang baik.
Nilai moral
Ciri-ciri nilai moral yaitu:
1) Berkaitan dengan tanggung jawab kita.
Nilai moral berkaitan dengan pribadi manusia yang bertanggung jawab. Nilai
moral mengakibatkan seseorang bersalah atau tidak bersalah, karena ia
bertanggung jawab.
2) Berkaitan dengan hati nurani.
Semua nilai minta untuk diakui dan diwujudkan. Nilai selalu mengandung
semacam undangan atau himbauan. Mewujudkan nilai moral merupakan
“himbauan” dari hati nurani. Salah satu ciri khas nilai moral adalah bahwa
nilai ini menimbulkan ”suara” dari hati nurani yang menuduh kita bila
meremehkan
atau
menentang
nilai-nilai
moral
dan
memuji
kita
bila
mewujudkan nilai-nilai moral.
3) Mewajibkan.
Berhubungan dengan ciri sebelumnya, nilai-nilai moral mewajibkan kita
secara absolut dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Kewajiban absolut yang
melekat pada nilai-nilai moral berasal dari kenyataan bahwa nilai-nilai ini
menyangkut pribadi manusia secara keseluruhan, sebagai totalitas.
4) Bersifat formal
276 | P a g e
Nilai moral tidak membentuk suatu kawasan khusus yang terpisah dari nilai
lain. Biarpun nilai moral merupakan nilai-nilai tertinggi yang harus dihayati di
atas semua nilai lain tetapi itu tidak berarti bahwa nilai ini menduduki jenjang
teratas dalam suatu hierarki nilai-nilai. Norma moral
Kata indonesia “norma” kebetulan persis sama bentuknya seperti dalam
bahasa asalnya, bahasa latin. Konon, dalam bahasa latin arti yang pertama adalah
carpenter’s square: siku-siku yang dipakai tukang kayu untuk mencek apakah
benda yang dikerjakannya (meja, bangku, kursi, dan sebagainya) sungguh-sungguh
lurus. Asal-usul ini membantu kita untuk mengerti maksudnya yaitu sebagai tolok
ukur untuk menilai sesuatu.
Seperti norma-norma lain juga, norma moral pun bisa dirumuskan dalam
bentuk positif atau negatif. Dalam bentuk positif normal moral tampak sebagai
perintah yang menyatakan apa yang harus dilakukan, misalnya kita harus
menghormati sesama manusia, kita harus mengatakan yang benar. Dalam bentuk
negatif norma moral tampak sebagai larangan yang menyatakan apa yang tidak
boleh dilakukan, misalnya jangan membunuh, jangan berbohong.
Beberapa pertanyaan yang sering dikemukakan berhubungan dengan norma
moral adalah: apakah norma moral itu absolut atau relatif, universal atau partikular,
obyektif atau subyektif? Untuk mengetahui jawabannya marilah kita mulai dengan
menyelidiki masalah yang biasanya disebut “relativisme moral”.
Relativisme moral tidak tahan uji
Norma-norma moral tidak pernah mengawang-awang di udara tapi tercantum
dalam suatu sistem etis yang menjadi bagian suatu kebudayaan. Namun,
terdapatnya banyak kebudayaan yang berbeda-beda menyebabkan berbeda pula
norma moral yang dianutnya. Sepanjang sejarah, perjumpaan dengan kebudayaan
lain sudah sering mengakibatkan shock karena orang mengalami bahwa di situ
berlaku nilai dan norma moral yang berbeda. Sebagai contoh, ketika orang-orang
inggris pertama mendarat di daerah Hudson Bay di amerika utara mereka terkejut
ketika menemukan bahwa indian-indian di sana mempunyai kebiasaan membunuh
orang tua mereka yang sudah tua. Begitu juga kebiasaan suku eskimo di kutub
utara yang suka membunuh orang tua atau bayi yang baru lahir.
277 | P a g e
Pendapat bahwa suatu perbuatan adalah baik hanya karena menjadi
kebiasaan di suatu lingkungan budaya, sulit untuk dipertahankan. Tidak bisa
diterima bahwa setiap kebudayaan mempunyai kebenaran etis sendiri-sendiri,
sehingga apa yang dianggap baik serta terpuji di tempat A bisa dianggap jahat serta
tercela di tempat B. Relativisme moral tidak tahan uji, kalau diperiksa secara kritis.
Kritik ini bisa dijalankan dengan memperlihatkan konsekuensi-konsekuensi yang
mustahil, seandainya relativisme moral itu benar.
1) Seandainya relativisme moral itu benar, maka tidak bisa terjadi bahwa dalam
satu kebudayaan mutu etis lebih tinggi atau rendah daripada dalam
kebudayaan lain.
2) Seandainya relativisme moral itu benar, maka kita hanya perlu
memperhatikan kaidah-kaidah moral suatu masyarakat untuk mengukur baik
tidaknya perilaku manusia dalam masyarakat itu. Kalau begitu, norma moral
dalam setiap masyarakat harus dianggap sempurna. Tidak akan mungkin
memperbaiki norma-norma moral dalam suatu masyarakat. Padahal kita
yakin bahwa kadang-kadang norma-norma moral dalam suatu kebudayaan
harus direvisi. Misalnya mengubur janda hidup-hidup bersama dengan suami
yang telah meninggal.
3) Seandainya relativisme moral itu benar, maka tidak mungkin terjadi kemajuan
di bidang moral. Dilihat dalam perspektif sejarah, memang ada kemajuan di
bidang moral (walaupun dalam beberapa hal barangkali ada juga
kemunduran). Tanpa ragu-ragu kita menilai sebagai kemajuan bahwa
sekarang tidak lagi dapat ditemukan perbudakan atau pembunuhan ritual,
atau contoh lain penghapusan sistem penjajahan.
Semua konsekuensi dari relativisme moral tadi tidak bisa diterima. Kalau
diselidiki secara kritis, relativisme moral tidak tahan uji. Oleh karena itu, hanya
tinggal kemungkinan lain bahwa norma moral adalah absolut.
Obyektivitas norma moral
Baik buruknya sesuatu dalam arti moral tidak tergantung selera pribadi. Tidak
mungkin bahwa bagi satu orang sesuatu adalah baik untuk dilakukan, sedang bagi
orang lain hal yang sama adalah buruk.
278 | P a g e
2. Konsep diri.
Konsep diri (Self Concept) tidak lain dan tidak bukan adalah gagasan tentang
diri kita sendiri, yakni suatu gagasan tentang bagaimana kita melihat diri sendiri
sebagai pribadi dan bagaimana kita menginginkan diri sendiri menjadi manusia
sebagaimana yang kita harapkan. Sementara itu, menurut Atwater, 1983, konsep diri
didefinisikan sebagai “cara pandang kita yang merupakan pusat dari kesadaran dan
tingkah laku kita. Konsep diri melibatkan perasaan, nilai-nilai yang kita anut, serta
keyakinan-keyakinan kita.”
Asal usul konsep diri adalah bahwa setiap kita tidak dilahirkan dengan
konsep diri. Konsep diri berasal dan berkembang dari masa kanak-kanak, terutama
sebagai akibat dari hubungan kita dengan orang lain. Adapun tingkatan lingkungan
yang turut andil membangun konsep diri seseorang adalah orang tua, saudara
sekandung, pendidikan, rekan/teman sebaya, masyarakat, dan pengalaman.
Konsep
diri
banyak
mempengaruhi
proses
pengembangan
diri(Self
Development) dan menentukan siapa kita di kemudian hari. Hal ini terjadi karena
konsep diri pada masing-masing individu terbagi menjadi 2, yaitu konsep diri positif dan
konsep diri negatif.
Contoh konsep diri positif
a. Percaya diri.
Suatu keyakinan terhadap kemampuan diri sendiri jika Tuhan bersama kita.
b. Optimis.
Selalu berpengharapan (berpandangan) baik dalam menghadapi sesuatu.
c. Profesional.
Memerlukan
kepandaian
khusus
untuk
menjalankan
pekerjaannya;
tidak
terpengaruh oleh apapun dalam mengemban tugas.
d. Rendah hati.
Merasa masih ada langit di atas langit; tidak sombong atas kemampuannya.
e. Peduli.
Mengindahkan, memperhatikan, menghiraukan yang terjadi di sekitarnya.
f.
Kreatif.
Memiliki daya cipta; memiliki kemampuan untuk menciptakan
279 | P a g e
Contoh konsep diri negatif.
a. Mudah marah, peka terhadap kritik, cenderung mempertahankan pendapatnya
meskipun pendapatnya itu salah.
b. Suka dipuji, suka dielu-elukan, jika disebut gelar, makin merasa besar dan rajin
bila dipuji.
c.
Senantiasa
mengeluh,
mencela, atau
meremehkan
orang
lain dan
tidak
mengakui kelebihan orang lain.
d. Pesimis serta takut bersaing dengan orang lain untuk mencapai prestasi yang
lebih tinggi.
e. Pemarah, merasa sangat tidak senang; berang; gusar.
f.
Egois, mementingkan diri sendiri.
g. Apriori, cepat berkesimpulan
(negatif) sebelum mengetahui keadaan yang
sebenarnya.
h.
Pesimis, bersikap atau berpandangan tidak mempunyai harapan baik (khawatir
kalah, rugi, celaka) mudah putus harapan.
Untuk membangun konsep diri positif maka diperlukan pikiran yang positif
dan potential power.Potential power adalah suatu sikap bagaimana seseorang
mengeathui potensi yang dimilikinya. Caranya adalah dengan mengetahui kesukaan,
karakter pribadi, dan prestasi yang dimiliki. Potensi diri dapat dikembangkan melalui
pendidikan, pengalaman, membaca, dan menulis.
2. Percaya diri.
Percaya diri adalah keyakinan terhadap kemampuan diri sendirijika Tuhan
bersama kita. Keyakinan bahwa Tuhan bersama kita sangat penting sebab jika kita
tidak mengikutkan Tuhan ketika kita yakin mampu melakukan sesuatu, maka
ujungnya kita termasuk orang yang takabur/ujub/sombong karena menyepelekan
kekuasaan Tuhan.
 Ciri orang yang percaya diri.
1) Citra diri positif.
2) Berpusat pada potensi.
3) Positive Thinking.
4) Egaliter; sikap percaya bahwa semua orang sederajat.
5) Yakin aktivitasnya urgent.
6) Berani berbuat spektakuler.
280 | P a g e
7) Tidak takut gagal.
8) Yakin akan sukses.
Kita jangan pernah merasa takut gagal karena jika kita merasa takut akan
kegagalan niscaya kegagalan itu akan benar-benar mendekati kita. Kita bisa melihat
contoh orang-orang berikut ini yang tidak takut akan kegagalan dan terus berusaha.
1) Thomas A. Edison gagal 10.000 kali untuk menemukan lampu dan 50.000
kali untuk menemukan aki (accumulator)
2) Kolonel Sanders ditolak
1.000 toko namun perusahaan KFC miliknya
sekarang menjadi salah satu restoran fast food terkenal di dunia.
3) Henry Ford bangkrut 5 kali sebelum menjadi salah satu perusahaan otomotif
terbesar
Tips agar percaya diri.
Agar dapat percaya diri maka berpikirlah positif, kenali potensi diri, dan
segera dalam mengambil tindakan. Dalam bahasa berbeda percaya diri dirumuskan
sebagai berikut.
SC = PT + PP x A
Langkah praktis untuk meningkatkan percaya diri.
1) Prakarsai pembicaraan
2) Biasakan bicara terus terang
3) Memelihara kontak mata
4) Berjalan lebih cepat
5) Berpenampilan rapi
6) Cari kemenangan-kemenangan kecil
7) Beri diri sendiri hadiah
8) Biasakan duduk dikursi terdepan
9) Simpan prestasi masa lalu
10) Bergaullah dengan orang yang percaya diri
11) Biasakan berbahasa positif
3. Kejujuran.
Jujur adalah lawan kata dari bohong atau dusta. Jujur adalah kesesuaian
antara berita yang disampaikan dan fakta, antara fenomena dan yang diberitakan,
serta antara bentuk dan substansi. Jujur merupakan sikap pribadi. Jujur
281 | P a g e
diekspresikan dengan kata-kata atau sikap yang mencerminkan keadaan yang
sesungguhnya. Tidak ditutupi atau bahkan tidak menipu. Jujur adalah energy positif.
Menyatakan
sesuatu
dengan
langsung,
spontan,
lugas,
apa
adanya
akan
menghemat waktu dan energy sehingga terjadilah efisiensi.
Berlaku jujur dalam kehidupan adalah tuntunan kebutuhan yang selalu
dijunjung di masyarakat apapun, karena itu tidak ada kehidupan yang bahagia,
aman, tentram, dan selamat, tanpa kejujuran. Dengan demikian, setiap generasi
harus menjadikan jujur sebagai bagian dari kepribadian yang abadi.
a. Manfaat berperilaku jujur.
Secara logika jujur itu bermanfaat bagi kehidupan manusia, bukan hanya
dalam hubungannya dengan sang pencipta tetapi juga dalam hubungan dengan
sesame manusia dan alam semesta.
Apapun manfaat utama berlaku jujur dalam kehidupan adalah sebagai berikut :
1) Melaksanakan ajaran yang mulia dari agama dan budaya luhur yang dianut
oleh bangsa manapun.
2) Akan dihormati oleh sesame manusia, karena semua orang menghargai
kejujuran yang sejati.
3) Akan tampil percaya diri dalam semua kegiatan hidup, karena merasa aman,
optimis, dan percaya diri. Apapun yang dikerjakan dalam hidup ini, pada
hakekatnya selalu menuntuk rasa percaya diri, yang tangguh dan kokoh.
Inilah modal dasar yang mesti dimiliki dalam meneliti sebuah karir. Orangorang bijak mengatakan bahwa keraguan adalah seperdua (setengah)
langkah menuju kegagalan. Bukankah banyak kegagalan di atas dunia ini
hanya karena tidak percaya diri. Jangankan berhasil, melangkah pun tidak
berani, kalau kita kehilangan rasa percaya diri disinilah ketika dampak positif
dari kejujuran.
4) Suatu generasi akan lebih berani melawan sesuatu yang tidak benar, karena
merasa tidak bersalah atau benar, dengan hatinya yang bersih.
b. Faktor pendorong seseorang berbohong.
1) Adanya kekurangan.
Kekurangan dalam diri seseorang baik secara fisik maupun materi bisa
membawa seseorang itu melakukan kebohongan, karena dengan berbohong
dia merasa semua yang kurang pada dirinya bisa tertutupi dan dirinya bisa
282 | P a g e
diterima dilingkungan sekitarnya. Padahal ini dapat menjadi malapetaka jika
kebohongannya itu ketahuan, lebih baik menjadi diri kita apa adanya.
2) Ikut-ikutan.
Terkadang seseorang bohong dengan terpaksa untuk menutupi suatu
masalah yang bersumber dari orang lain.
3) Demi kebaikan.
Seseorang ada pula yang berbohong demi kebaikan, misalnya seseorang
berbohong agar tidak menyakiti perasaan orang lain, atau seseorang
berbohong untuk menjaga suatu rahasia yang dapat mengakibatkan masalah
yang sangat fatal jika diketahui oleh orang lain.
4) Menutupi rahasia.
Seringkali seseorang memiliki rahasia yang tidak boleh diketahui oleh orang
lain, Hal inimembawa orang tersebut untuk berbohong agar rahasianya tidak
diketahui.
4. Pribadi Berintergritas.
Integritas memiliki pengertian mempertahankan tingkat kejujuran dan etika
yang tinggi dalam perkataan dan tindakan sehari‐hari. Orang‐orang yang kompeten,
secara teliti dan handal berperilaku dengan cara yang etis dan dapat dipercaya
dalam hubungan mereka dengan manajemen rekan kerja, bawahan langsung, dan
pihak luar. Mereka memberlakukan orang lain secara adil.
a. Peran integritas.
1) Integritas sebagai Keterampilan.
•
Integritas harus dilatih terus menerus, bukan sesuatu yang ada dalam
kepribadian seseorang.
•
Integritas diajarkan dan dipelajari sepanjang hidup.
2) Integritas sebagai Pedoman.
Integrity merupakan ‘bench mark’, rujukan atau tujuan yang digunakan dalam
membuat keputusan yang berdasarkan pada kebenaran dan kejujuran.
3) Integritas sebagai Bangunan yang Kokoh.
•
Integritas harus dibangun dan dilestarikan sepanjang hidup.
•
Integrity merupakan suatu bangunan di dalam hati seseorang, dimulai ketika
orang itu masih muda.
•
Integritas harus dipelihara terus menerus , jika tidak maka bangunan yang
283 | P a g e
sudah dibuat selama hidup dapat runtuh dalam waktu singkat.
4) Integritas sebagai Benih.
1) Ditanam sejak kecil, disirami dan akan berbunga di saat dewasa.
2) Semakin rajin dirawat, akan lebih cepat tumbuh dan berbunga.
3) Jika tanaman kita mati, harus segera menanam yang baru dan disirami tiap
hari. Perlu diingat bahwa tanaman tidak bisa langsung berbunga, perlu waktu
untuk kembali seperti semula.
b. Ciri-ciri integritas.
1) Integritas berasal dari sikap yang tidak mementingkan diri sendiri.
2) Integritas dibangun di atas dasar disiplin.
3) Integritas adalah kekuatan moral yang terbukti tetap benar di tengah api
godaan.
4) Integritas adalah kemampuan untuk bersabar ketika hidup ini tidak berjalan
mulus.
5) Integritas adalah ketahanan uji yang memerlukan perilaku yang dapat diduga.
6) Integritas adalah kekuatan yang tetap teguh sekalipun tidak ada yang
melihat.
7) Integritas adalah menepati janji-janji, bahkan ketika merugikan Anda.
8) Integritas, tetap setia pada komitmen, bahkan ketika itu tidak nyaman.
9) Integritas, tetap teguh pada nilai-nilai tertentu meskipun dirasakan lebih
popular untuk mencampakkannya.
10) Integritas, hidup dengan keyakinan, ketimbang dengan apa yang disukai.
11) Integritas adalah pondasi dari kehidupan. Jika baik, maka kehidupan baik,
begitupun sebalikna.
12) Integritas dibentuk melalui kebiasaan.
5. Komunikasi.
Menurut www.wikipedia.comkomunikasi adalah
seseorang
atau
beberapa
“suatu proses dalam mana
orang, kelompok, organisasi,
dan masyarakat menciptakan,
dan
menggunakan informasi agar
dengan lingkungan dan
lain".
Pada
orang
umumnya,
terhubung
komunikasi
dilakukan
secara lisanatau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak.Apabila tidak
ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat
dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu,
284 | P a g e
misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu. Cara seperti ini
disebut komunikasi dengan bahasa nonverbal.
Fungsi komunikasi adalah sebagai alat kendali, pengawasan, motivasi,
pengungkapan emosional, dan informasi. Untuk melaksanakan komunikasi dengan
efektif dalam organisasi maka:
a. Manajer harus menyadari pentingnya komunikasi.
b. Manajer harus memadankan antara tindakan dan ucapan.
c. Harus ada komitmen pada komunikasi dua arah.
d. Penekanan pada komunikasi tatap muka.
e. Tanggung jawab bersama untuk komunikasi karyawan.
f.
Menangani komunikasi buruk.
g. Pesan dibentuk sesuai audiens.
h. Perlakuan komunikasi sebagai proses berkelanjutan.
6. Kepemimpinan.
Kepemimpinan
memotivasi
orang
adalah
lain
untuk
kemampuan
melakukan
seseorang
sesuatu
mempengaruhi
sesuai
tujuan
dan
bersama.
Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi,
memotivasi
perilaku
pengikut
untuk
mencapai
tujuan,
mempengaruhi
untuk
memperbaiki kelompok dan budayanya. Fungsi pemimpin dalam suatu organisasi
tidak dapat dibantah merupakan sesuatu fungsi yang sangat penting bagi
keberadaan dan kemajuan organisasi yang bersangkutan.
a. Teori kepemimpinan.
1) Teori Kepemimpinan Sifat ( Trait Theory ).
Teori sifat berkembang pertama kali di Yunani Kuno dan Romawi yang
beranggapan bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukan diciptakan yang kemudian
teori ini dikenal dengan ”The Greatma Theory”. Dalam perkembanganya, teori ini
mendapat pengaruh dari aliran perilaku pemikir psikologi yang berpandangan
bahwa sifat - sifat kepemimpinan tidak seluruhnya dilahirkan akan tetapi juga
dapat dicapai melalui pendidikan dan pengalaman. Sifat - sifat itu antara lain :
sifat fisik, mental, dan kepribadian.
2) Teori Kepemimpinan Perilaku dan Situasi.
Berdasarkan penelitian, perilaku seorang pemimpin yang mendasarkan teori ini
memiliki kecendrungan kearah 2 hal.
285 | P a g e
a). Pertama yang disebut dengan Konsiderasi yaitu kecendrungan seorang
pemimpin yang menggambarkan hubungan akrab dengan bawahan. Contoh:
membela bawahan, memberi masukan kepada bawahan dan bersedia
berkonsultasi dengan bawahan.
b). Kedua disebut Struktur Inisiasi yaitu Kecendrungan seorang pemimpin yang
memberikan batasan kepada bawahan. Contoh: bawahan mendapat instruksi
dalam pelaksanaan tugas, kapan, bagaimana pekerjaan dilakukan, dan hasil
yang akan dicapai.
Jadi, berdasarkan teori ini, seorang pemimpin yang baik adalah bagaimana
seorang pemimpin yang memiliki perhatian yang tinggi kepada bawahan dan
terhadap hasil yang tinggi pula.
3) Teori Kewibawaan Pemimpin.
Kewibawaan merupakan faktor penting dalam kehidupan kepemimpinan, sebab
dengan faktor itu seorang pemimpin akan dapat mempengaruhi perilaku orang
lain baik secara perorangan maupun kelompok sehingga orang tersebut bersedia
untuk melakukan apa yang dikehendaki oleh pemimpin.
4) Teori Kepemimpinan Situasi.
Seorang pemimpin harus merupakan seorang pendiagnosa yang baik dan harus
bersifat fleksibel, sesuai dengan perkembangan dan tingkat kedewasaan
bawahan.
5) Teori Kelompok.
Agar tujuan kelompok (organisasi) dapat tercapai, harus ada pertukaran yang
positif antara pemimpin dengan pengikutnya.
Dari adanya berbagai teori kepemimpinan di atas, dapat diketahui bahwa
teori kepemimpinan tertentu akan sangat mempengaruhi gaya kepemimpinan
(Leadership Style), yakni pemimpin yang menjalankan fungsi kepemimpinannya
dengan segenap filsafat, keterampilan dan sikapnya.
b. Gaya kepemimpinan.
Gaya
kepemimpinan
adalah
cara
seorang
pemimpin
bersikap,
berkomunikasi, dan berinteraksi dengan orang lain dalam mempengaruhi orang
untuk melakukan sesuatu.Gaya tersebut bisa berbeda - beda atas dasar motivasi ,
kuasa ataupun orientasi terhadap tugas atau orang tertentu.
286 | P a g e
Berdasarkan
sumber
emperorderva.wordpress.com
menyebutkan
gaya
kepemimpinan yang disebutkan Blanchard sebagai berikut:
1) Directing.
Gaya tepat apabila kita dihadapkan dengan tugas yang rumit dan staf kita
belum memiliki pengalaman dan motivasi untuk mengerjakan tugas tersebut.
Atau apabila anda berada di bawah tekanan waktu penyelesaian. Dalam
proses pengambilan keputusan, pemimpin memberikan aturan -aturan dan
proses
yang
detil
kepada
bawahan. Pelaksanaan
di
lapangan
harus
menyesuaikan dengan detil yang sudah dikerjakan.
2) Coaching.
Pemimpin tidak hanya memberikan detil proses dan aturan kepada bawahan
tapi juga menjelaskan mengapa sebuah keputusan itu diambil, mendukung
proses perkembangannya, dan juga menerima barbagai masukan dari
bawahan. Gaya yang tepat apabila staf kita telah lebih termotivasi dan
berpengalaman dalam menghadapi suatu tugas. Disini kita perlu memberikan
kesempatan kepada mereka untuk mengerti tentang tugasnya, dengan
meluangkan waktu membangun hubungan dan komunikasi yang baik dengan
mereka.
3) Supporting.
Sebuah
gaya
dimana
pemimpin
memfasiliasi
dan
membantu
upaya
bawahannya dalam melakukan tugas. Dalam hal ini, pemimpin tidak
memberikan arahan secara detail, tetapi tanggung jawab dan proses
pengambilan keputusan dibagi bersama dengan bawahan. Gaya ini akan
berhasil apabila karyawan telah mengenal teknik - teknik yang dituntut dan
telah mengembangkan hubungan yang lebih dekat dengan pemimpin.
4) Delegating.
Sebuah gaya dimana seorang pemimpin mendelegasikan seluruh wewenang
dan tanggung jawabnya kepada bawahan. Gaya Delegating akan berjalan
baik apabila staf kita sepenuhnya telah paham dan efisien dalm pekerjaan,
sehingga kita dapat melepas mereka menjalankan tugas atau pekerjaan itu atas
kemampuan dan inisiatifnya sendiri.
c. Kepemimpinan sejati.
Kepemimpinan adalah sebuah keputusan dan lebih merupakan hasil dari
287 | P a g e
proses
perubahan
karakter
atau
tranformasi
internal
dalam
diri
seseorang.
Kepemimpinan bukanlah jabatan atau gelar, melainkan sebuah kelahiran dari proses
panjang perubahan dalam diri seseorang.
Kepemimpinan sesungguhnya tidak ditentukan oleh pangkat atau jabatan
seseorang. Kepemimpinan adalah sesuatu yang muncul dari dalam dan merupakan
buah dari keputusan seseorang untuk mau menjadi pemimpin, baik bagi dirinya
sendiri, bagi keluarga, bagi lingkungan pekerjaan, maupun bagi lingkungan sosial
dan bahkan bagi negerinya.
Sering kali seorang pemimpin sejati tidak diketahui keberadaannya oleh
mereka yang dipimpinnya. Bahkan ketika misi atau tugas terselesaikan, maka
seluruh anggota tim akan mengatakan bahwa merekalah yang melakukannya
sendiri. Pemimpin sejati adalah seorang pemberi semangat (encourager), motivator,
inspirator, dam maximizer.
Pelajaran mengenai kerendahan hati dan kepemimpinan sejati dapat kita
peroleh dari kisah hidup Nelson Mandela. Seorang pemimpin besar Afrika Selatan,
yang membawa bangsanya dari negara yang rasialis menjadi negara y ang
demokratis dan merdeka.Selama penderitaan 27 tahun penjara pemerintah
Apartheid, justru melahirkan perubahan dalam diri Beliau. Sehingga Beliau menjadi
manusia yang rendah hati dan mau memaafkan mereka yang telah membuatnya
menderita selam bertahun - tahun.
Seperti yang dikatakan oleh penulis buku terkenal, Kenneth Blanchard,
bahwa ”kepemimpinan dimulai dari dalam hati dan keluar untuk melayani mereka
yang dipimpinnya”. Perubahan karakter adalah segala - galanya bagi seorang
pemimpin sejati. Tanpa perubahan dari dalam, tanpa kedamaian diri, tanpa
kerendahan hati, tanpa adanya integritas yang kokoh, daya tahan menghadapi
kesulitan dan tantangan, dan visi serta misi yang jelas, seseorang tidak akan pernah
menjadi pemimpin sejati.
7. Manajemenwaktu.
Manajemen
waktu
merupakan
perencanaan,
pengorganisasian,
penggerakan, dan pengawasan produktivitas waktu. Waktu menjadi salah satu
sumber daya untuk bekerja. Sumber daya tersebut harus dikelola secara efektif dan
efisien. Efektifitas terlihat dari tercapainya tujuan menggunakan waktu yang telah
ditetapkan sebelumnya. Efisien tidak lain mengandung dua makna, yaitu: makna
288 | P a g e
pengurangan waktu yang ditentukan, dan makna investasi pada saat menggunakan
waktu yang ada.
Manajemen
waktu
bertujuan
kepada
produktifitas
yang
berarti
perbandingan antara rasio output dengan input. Merencanakan terlebih dahulu
penggunaan waktu bukanlah suatu pemborosan melainkan memberikan pedoman
dan
arah
bahkan
pengawasan
terhadap
waktu.Setelah
pengorganisasian
terjadi,maka penggerakan pun dilakukan, yang mencakup pelaksanaan sendiri dan
pemberian motivasi kepada pemegang delegasi. Satu hal yang penting ialah
komitmen kuat untuk konsisten pada rencana dan mengeliminasi gangguangangguan. Akhirnya setelah selesai tuntas pekerjaan, dilakukanlah pengawasan
berdasarkan rencana, yang tidak lupa memberikan reward terhadap keberhasilan.
Dalam
situasi
dimana
waktu
yang
telah
direncanakan
belum
habis,
sedangkan pekerjaan telah tuntas sebaiknya dipergunakan untuk menambah
kuantitas, merencanakan pekerjaan selanjutnya, dan atau investasi waktu. Pendek
kata, kualitas manajemen waktu berpedoman kepada empat indikator, yaitu: tetap
merencanakan,
tetap
mengorganisasikan,
tetap
menggerakkan,
dan
tetap
melakukan pengawasan. Empat prinsip tersebut applikabel dalam semua pekerjaan.
Variasi terjadi di dalam kerumitan dan kecepatan setiap tahap dilakukan.
Perencanaan jangka panjang jelas lebih rumit dan relatif lama dari pada
perencanaan jangka pendek, bahkan karena begitu pendeknya dimungkinkan
perencanaan begitu singkat yang berlangsung dalam hitungan detik. Rintangan
terbesar untuk sukses bagi kebanyakan orang kelihatannya adalah penundaan. Oleh
karenanya, komponen terpenting dari manajemen waktu (time management) pun
adalah menghindari penundaan. .
Untuk dapat melakukan mannajemen waktu dengan baik maka pertama kita
harus mengetahui terlebih dahulu misi hidup. Kemudian menentukan peran dan visi
peran. Membuat rencana pekanan dan akhirnya membuat rencana harian. Waktu
memiliki sifat yang sangat singkat dan tidak dapat digantikan karena itu penting
untuk melakukan manajemen waktu. Melaksanankan manajemen waktu akan
membuat hidup menjadi manatap dan bersemangat. Kehidupan menjadi seimbang
dan selaras serta dapat mencapai cita-cita atau tujuan yang diharapkan. Dalam
menjalani kehidupan kita harus berhati-hati terhadap jebakan waktu yang dikenal
dengan 3F, 3M, dan 3S. Mereka adalah fun, food, film, mouth, music, money, sand,
289 | P a g e
sport and sex.
8. Manajemen konflik.
Konflik adalah suatu proses yang dimulai bila satu pihak merasakan bahwa
suatu
pihak
lain
telah
mempengaruhi
secara
negatif,
atau
akan
segera
mempengaruhi secara negatif, sesuatu yang diperhatikan pihak pertama. Menurut
Killman dan Thomas (1978), konflik merupakan kondisi terjadinya ketidakcocokan
antar nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu
maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah dikemukakan
tersebut dapat mengganggu bahkan menghambat tercapainya emosi atau stres yang
mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja (Wijono,1993, p.4). Sementara itu
manajemen
konflik
adalah
penggunaan
teknik
pemecahan
masalah
dan
perangsangan untuk mencapai konflik yang diinginkan.
a. Pandangan tentang konflik.
1) Pandangan tradisional; keyakinan bahwa semua konflik merugikan dan harus
dihindari,
2) Pandangan hubungan manusia; keyakinan bahwa konflik merupakan hasil
wajar dan tidak terelakkan dalam setiap kelompok,
3) Pandangan interaksionalis; keyakinan bahwa konflik bukan hanya suatu
kekuatan positif dalam suatu kelompok, melainkan juga mutlak perlu untuk suatu
kelompok agar dapat berkinerja efektif.
b. Bentuk konflik.
1) Konflik fungsional; konflik yang mendukung tujuan kelompok dan memperbaiki
kinerja kelompok,
2) Konflik disfungsional; konflik yang merintangi kinerja kelompok.
c. Tahapan perkembangan konflik.
1) Konflik masih tersembunyi (laten)
Berbagai macam kondisi emosional yang dirasakan sebagai hal yang biasa dan
tidak dipersoalkan sebagai hal yang tidak mengganggu dirinya.
2) Konflik yang mendahului (antecedent condition)
Tahap perubahan dari apa yang dirasakan secara tersembunyi yang belum
mengganggu dirinya, kelompok atau organisasi secara keseluruhan, seperti
timbulnya tujuan dan nilai yang berbeda, perbedaan peran dsb.
290 | P a g e
3) Konflik yang dapat diamati (perceived conflict) dan konflik yang dapat dirasakan
(felt conflict)
Muncul sebagai akibat antecedent condition yang tidak terselesaikan.
4) Konflik terlihat secara terwujud dalam perilaku (manifest behavior)
Upaya untuk mengantisipasi timbulnya konflik dan sebab serta akibat yang
ditimbulkannya; individu, kelompok atau organisasi cenderung melakukan
berbagai mekanisme pertahanan diri melelui perilaku.
5) Penyelesaian atau tekanan konflik
Pada tahap ini, ada dua tindakan yang perlu diambil terhadap suatu konflik,
yaitu penyelesaian konflik dengan berbagai strategi atau sebaliknya malah
ditekan.
6) Akibat penyelesaian konflik
7) Jika konflik diselesaikan dengan efektif dengan strategi yang tepat maka dapat
memberikan kepuasan dan dampak positif bagi semua pihak. (wijono, 1993, 3841).
d. Pengelolaan konflik.
Konflik dapat dicegah atau dikelola dengan:
1) Disiplin
2) Pertimbangan Pengalaman dalam Tahapan Kehidupan
3) Komunikasi
4) Mendengarkan secara aktif
5) Toleransi
e. Aspek positif dalam konflik.
1) Membantu setiap orang untuk saling memahami tentang perbedaan pekerjaan
dan tanggung jawab mereka.
2) Memberikan saluran baru untuk komunikasi.
3) Menumbuhkan semangat baru pada staf.
4) Memberikan kesempatan untuk menyalurkan emosi.
5) Menghasilkan distribusi sumber tenaga yang lebih merata dalam organisasi
C. Urgensi Memiliki Etos Pribadi
Membicarakan etos tentu tidak lepas dari membicarakan etika karena etos
bisa kita artikan juga sebagai etika yang sudah mendarah daging, artinya sudah
menancap kuat dalam hati dan pikiran kita. Etika adalah refleksi ilmiah tentang
291 | P a g e
tingkah laku manusia dari sudut norma-norma atau dari sudut baik dan buruk. Segi
normatif itu merupakan sudut pandang yang khas bagi etika, dibandingkan dengan
ilmu-ilmu lain yang juga membahas tingkah laku manusia.
Pentingnya memiliki etos pribadi dapat digambarkan melalui bagaimana
masalah etika dalam kehidupan sehari-hari. Dimana ternyata cukupnya keilmuan
seseorang tenatang etika ternyata terkadang tidak membuat seseorang menjadi
beretika. Etika disebut juga sebagai filsafat praktis karena ia membahas tentang “apa
itu moral?” dan “apa yang harus dilakukan manusia berkaitan dengan moral
tersebut?”. Tapi perlu diakui, etika sebagai filsafat praktis mempunyai batasnya juga.
Mahasiswa yang memperoleh nilai gemilang untuk mata kuliah etika, belum tentu
dalam perilakunya akan menempuh tindakan-tindakan yang paling etis. Malah bisa
saja terjadi, nilai yang bagus itu hanya sekedar menyontek, jadi hasil perbuatan yang
tidak etis! Atau pengusaha yang mempunyai pengetahuan luas dan mendalam
tentang etika bisnis dan telah membaca seluruh literatur tentang topik itu, belu tentu
dalam usahanya selalu akan mengambil keputusan etis yang paling tepat.
Sudah sejak awal sejarah etika terdapat pandangan bahwa pengetahuan
benar tentang bidang etis secara otomatis akan disusul oleh perilaku yang benar
juga. Itulah ajaran terkenal dari socrates yang disebut “intelektualisme etis”. Menurut
socrates, orang yang mempunyai pengetahuan tentang yang baik pasti akan
melakukannya juga, sedangkan orang yang berbuat jahat melakukannya karena
ketidaktahuan tentang apa yang baik. Kalau dikemukakan secara radikal ajaran ini
sulit dipertahankan. Bila orang mempunyai pengetahuan mendalam mengenai ilmu
etika, dengan itu belum terjamin perilaku etis yang baik. Di sisi lain, dari pengalaman
kita sendiri kita semua mengenal orang-orang yang hampir tidak mendapatkan
pendidikan di sekolah, tetapi selalu hidup etis dengan cara yang mengagumkan.
Di sisi lain pendapat Socrates tersebut mengandung unsur kebenaran.
Pengetahuan tentang etika merupakan suatu unsur penting supaya orang dapat
mencapai kematangan etis. Perasaan spontan saja tidak cukup, haruslah ada
pengertian juga. Hal ini lebih mendesak lagi, karena masalah-masalah etis jauh lebih
banyak dan lebih kompleks dari pada zaman sebelumnya. Untuk memperoleh suatu
sikap etis yang tepat, studi tentang etika dapat memberikan suatu kontribusi yang
berarti sekalipun studi itu sendiri belum cukup untuk menjamin perilaku etis yang
tepat.
292 | P a g e
Mengapa penting bagi seseorang untuk memiliki etos pribadi, tentunya
pernyataan ini dapat juga dibahasakan menjadi mengapa seseorang perlu
mempelajari etika. Bagian ini akan menguraikan argumen pendukung tentang
perlunya etos pribadi bagi setiap individu sebagai berikut:
1. Menjadikan individu mahir mengenali dan memahami problem maupun isu
moral dalam profesi.
Etos pribadi akan mengantarkan seseorang menjadi pribadi yang terampil dalam
memahami menjelaskan, dan kritis dalam mengkaji argumen-argumen yang
berlawanan dengan isu moral. Mampu membentuk sudut pandang yang
konsisten dan komprehensif berdasarkan pertimbangan atas fakta-fakta yang
relevan. Berimajinasi tentang berbagai respons alternatif terhadap isu-isu yang
bersangkutan dan pemecahan kreatif atas kesulitan-kesulitan praktis.
2. Peka terhadap kesulitan dan kepelikan sesungguhnya kesediaan mengalami
dan mentoleransi ketidakpastian dalam membuat penilaian atas keputusan
moral seseorang terhadap orang lain.
3. Meningkatkan ketepatan dalam menggunakan bahasa etika yang lazim, yang
diperlukan untuk mengungkapkan dan membela dengan cukup baik pandangan
moral seseorang terhadap orang lain.
4. Meningkatkan penghargaan baik terhadap kemungkinan penggunaan dialog
rasional dalam memecahkan konflik-konflik moral maupun perlunya toleransi
terhadap perbedaan-perbedaan perspektif di kalangan orang - orang yang
secara moral cukup baik.
5. Meningkatkan kemampuan untuk menghadapi pertanyaan-pertanyaan moral
yang timbul karena aktifitas profesional
6. Memperkuat otonomi moral.
Otonomi moral meliputi independen dan kepedulian moral. Independen dalam hal
mengatur diri sendiri dan adanya kemempuan berpikir dan kebiasaan berpikir
secara rasional tentang isu-isu moral atas landasan kepedulian moral.
D. Faktor Pendorong Perilaku Tidak Etis
1. Perilaku tidak etis.
Perilaku tidak etis adalah perkataan dan tindakan seseorang yang tidak
sesuai dengan prinsip moral yang baik. Perilaku tidak etis seringkali berwujud
tindakan yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari orang lain tanpa
293 | P a g e
sepengetahuan orang tersebut.
Kusmanadji menyatakan dalam bukunya bahwa
“banyak faktor yang
mendorong seseorang untuk berbuat tidak etis. Untuk menjaga integritas pribadi,
faktor-faktor ini perlu senantiasa disadari dan diwaspadai”. Berikut ini adalah lima
faktor yang sering dianggap sebagai pendorong perilaku tidak etis menurut
Kusmanadji:
a. Ketakutan, misalnya karena takut dimarahi oleh atasan karena terlambat
masuk kantor, seorang pegawai berbohong dalam memberikan alasan
keterlambatannya; seorang bawahan harus melakukan hal-hal yang tidak etis
karena takut dikenai sanksi.
b. Tekanan, misalnya karena ditekan oleh atasannya oleh atasannya untuk
mencapai hasil atau kinerja tertentu, seorang pegawai atau manajer
memalsukan data kinerjanya.
c. Ambisi, mendorong seseorang untuk melanggar hukum dan etika. Misalnya,
karena ambisi kekuasaan maka seseorang tidak segan-segan melakukan
skandal politik seperti politik uang; karena ambisi jabatan, seorang pegawai
menjelek-jelekkan rekan pegawai lainnya di hadapan atasannya agar
atasannya lebih memilih dirinya daripada rekannya.
d. Balas dendam, misalnya karena dinilai melakukan kesalahan oleh atasannya,
seorang pegawai berusaha mempermalukan atasannya tersebut di hadapan
orang lain.
e. Masa bodoh, yaitu kecendurungan untuk mengabaikan akibat-akibat dari
tindakan
Contoh perilaku tidak etis:
a. Penjualan produk keluar negeri yang sudah terbukti merusak kesehatan dan
tidak diperbolehkan di dalam negeri.
b. Perusahan makanan bayi yang memaksakan suatu formula bagi bayi di
banyak negara miskin sementara air susu ibu akan lebih sehat bagi bayi.
c. Mengambil barang-barang kantor untuk dibawa pulang,
d. Berbohong dengan alasan sakit untuk menutupi pekerjaan yang tidak beres,
e. Perusahaan membayar upah pekerja yang rendah di beberapa Negara
294 | P a g e
berkembang untuk membuat barang yang bernilai tinggi.
f.
Penipuan produk yang tidak sesuai dengan yang ditawarkan.
g. Penjualan produk yang sudah kadaluwarsa.
Di antara faktor-faktor yang mengakibatkan munculnya masalah-masalah etis
yang tidak pernah terduga sebelumnya di zaman sekarang adalah perkembanan
pesat dan menakjubkan di bidang ilmu dan teknologi yang mempunyai kedudukan
penting.
a. Ambivalensi kemajuan ilmiah
Kemajuan yang dicapai berkat ilmu dan teknologi bersifat ambivalen, artinya di
samping banyak akibat positif terdapat juga akibat-akibat negatif. Yang dibawa oleh
ilmu dan teknologi modern bukan saja kemajuan melainkan juga kemunduran
bahkan kehancuran, jika manusia tidak segera membatasi diri.
b. Masalah bebas nilai
Ilmu dan moral tidak merupakan dua kawasan yang sama sekali asing satu
dengan yang lain tapi ada titik temu di antaranya. Pada saat-saat tertentu dalam
perkembangannya ilmu dan teknologi bertemu dengan moral.
c. Teknologi yang tidak terkendali
Ilmu dan teknologi digalakkan dengan cara mengagumkan, tapi sedikit sekali
perhatian diberikan kepada studi mengenai masalah-masalah etisnya.
d. Tanda-tanda yang menimbulkan harapan
Bukan saja sedikit perhatian utnuk etika dalam masyarakat, melainkan juga
perhatian itu hampir selalu terlambat datang. Pemikiran etis hanya menyusul
perkembangan ilmiah-teknologis. Baru sesudah problem-problem etis timbul, etika
sebagai ilmu mulai diikutsertakan. Refleksi etis tentang persenjataan nuklir baru
dimulai setelah bom atom pertama di hirosima dan nagasaki diledakkan. Namun
demikian, di banyak negara modern sekarang, sudah menjadi kebiasaan luas bahwa
rumah sakit-rumah sakit dan proyek-proyek penelitian biomedis mempunyai komisi
etika yang mendampingi dan mengawasi rumah sakit atau proyek penelitian itu dari
sudut etis. Komisi etika seperti itu bisa menjadi semacam “hati nurani” agar rumah
sakit memberi pelayanan yang sungguh-sungguh manusiawi.
2. Rasionalisasi Perilaku Tidak Etis
Banyak
cara
yang
ditempuh
oleh
seseorang
untuk
membenarkan
perbuatannya yang dianggap salah oleh masyarakat. Orang yang memiliki etos
295 | P a g e
pribadi
seharusnya
tidak
menggunakan
cara-cara
ini
untuk
menutupi
atau
membenarkan perilakunya yang tidak etis. Berikut adalah cara-cara pembenaran
atau rasionalisasi yang dimaksud yang biasanya kita jumpai.
 Setiap orang melakukannya (everybody does it)
Seseorang berperilaku tidak etis karena perilaku yang sama dilakukan oleh
orang lain. Argumen bahwa menyontek, melanggar rambu lalu lintas,
memalsukan informasi laba agar pajak rendah, atau menjual produk cacat
tersembunyi, menjual barang dinas untuk kepentingan pribadi adalah perilaku
yang dapat diterima lazimnya didasarkan pada rasionalisasi bahwa orang lain
melakukannya dan karena itu dapat diterima.
 Jika suatu tindakan sah atau dibenarkan menurut hukum
(legal), maka
tindakan itu etis (if it’s legal, it’s ethical)
Menggunakan argumen bahwa semua perilaku yang legal adalah etis sangat
mendasarkan
pada
kesempurnaan
hukum.
Berdasarkan
falsafah
ini,
seseorang tidak berkewajiban untuk, misalnya, mengembalikan barang yang
ditemukan kecuali orang lain atau pemiliknya dapat membuktikan bahwa itu
miliknya. Seperti telah dikemukakan pada bab 8, slogan tersebut harus
diubah menjadi, “Jika suatu tindakan tidak etis, kemungkinan tindakan
tersebut juga tidak legal.”
 Kemungkinan pengungkapan dan konsekuensi (likelihood of discovery and
consequences)
Argumen ini mendasarkan pada evaluasi kemungkinan orang lain akan
menemukan atau mengungkap perilaku. Lazimnya, seseorang juga menilai besarnya
hukuman atau penalti (konsekuensi) jika terdapat pengungkapan tersebut. Sebagai
contoh, perlukah mengembalikan uang pembayaran gaji yang ternyata berlebih
karena secara tak sengaja petugas salah menghitung? Jika si penerima gaji yakin
bahwa petugas pembayar akan mengetahui dan akan menuntut pengembalian dan
dapat mempermalukan dirinya, maka si penerima akan mengembalikan kelebihan
seketika, tetapi jika tidak, si penerima akan menunggu untuk melihat apakah petugas
gaji akan dapat menemukan kesalahannya.
E. Cara Membangun Etos Pribadi
Membangun etos pribadi merupakan sebuah upaya untuk menjadikan diri kita
296 | P a g e
bertindak secara etis. Untuk dapat bertindak secara etis maka individu harus
mempertimbangkan konsekuensi tindakan yang dilakukan. Menjadi seseorang yang
memiliki etos pribadi atau menjadi pribadi yang beretika merupakan suatu kondisi
yang dangat dipengaruhi oleh individu sendiri. Bagaimana cara membangun etos
pribadi maka jawabannya adalah dengan menciptakan citra diri sebagai seseorang
yang beretika dan memiliki rencana agar selalu dicitrakan seperti itu.
1. Lima prinsip berperilaku etis.
Norman Vincent Pale dan Kenneth H. Blanchard mengemukakan lima prinsip
untuk berperilaku etis yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan agar
menjadi pribadi beretika. Kelima prinsip tersebut dijabarkan sebagai berikut:
a. Tujuan (purpose).
misi kita sebagai individu yang dinyatakan secara jelas, sederhana, dan
didasarkan pada nilai-nilai, harapan, dan visi kita. Tujuan ini sangat penting
karena membantu kita dalam menentukan perilaku mana yang dapat diterima
dan mana yang tidak dapat diterima. Tujuan ini dapat kita tetapkan dengan
menyatakan bahwa kita ingin menjadi seseorang yang sehat secara etis.
b. Perspektif (perspective).
Meluangkan waktu untuk merenung dan berpikir bagaimana dan kemana akan
melangkah dan mencapai tujuan.
c. Kesabaran (patience).
Merupakan
hal
yang
dibutuhkan
untuk
memperoleh
keyakinan
bahwa
berpegang teguh pada nilai-nilai etika akan membawa kita dalam kesuksesan
jangka panjang. Untuk ini kita perlu mempertahankan keseimbangan antara
mencapai hasil dan cara kita mencapai hasil tersebut (tidak menghalalkan
segala cara dalam mencapai sesuatu).
d. Keteguhan (persistence).
Keteguhanmemerlukan
adanya
komitmen
untuk
hidup
berdasarkan
prinsipprinsip etika yang tidak luntur karena berjalannya waktu. Kita harus tetap
teguh mempertahankan prinsip-prinsip etika yang kita yakini, meskipun untuk itu
kita merasakan adanya ketidaknyamanan.
e. Kebanggaan (pride).
Kebanggaan akan kita peroleh ketika kesabaran dan keteguhan berhasil untuk
dipertahankan. Perolehan kebanggan dengan cara ini akan membuat kita
297 | P a g e
menjadi pribadi yang lebih kokoh sehingga tidak mudah tergoda untuk
berperilaku tidka etis.
2.
Unsur etos pribadi.
Untuk membangun etos pribadi maka tidak cukup hanya dnegan mengetahui lima
prinsip diatas. Menjadi pribadi yang beretika maka kita perlu mengetahui apa saja
unsur etos pribadi tersebut. Terdapat tiga poin yang menjadi unsur etos pribadi yang
akan diuraikan pada bagian ini.
a. Komitmen etis.
Memiliki pendirian dan kemauan yang kuat untuk bertindak secara etis.
Menurut
Cambridge
Advanced
Learner’s
Dictionary,
seseorang
disebut
berkomitmen “when you are willing to give your time and energy to something that
you believe in, or a promise or firm decision to do something”, ketika bersedia
memberikan waktu dan energi untuk sesuatu yang kita yakini, atau sebuah janji,
atau sebuah keputusan bulat untuk melakukan sesuatu. Semua orang mempunyai
keterbatasan waktu dan energi, tetapi dengan komitmen yang baik, waktu dapat
“dibuat” dan energi dapat “dikumpulkan”.
Komitmen ada janji yang harus ditepati. Komitmen juga akan terkait dengan
makna kehadiran kita dalam sebuah komunitas. Orang yang berkomitmen seringkali
menjadi sumber energi bagi yang lain. ketiadaan orang seperti ini merupakan sebuah
kehilangan besar. Jadi kalau kita tidak hadir dalam sebuah pertemuan, dan
kawankawan kita merasa tidak terkena dampaknya, bisa jadi kehadiran kita
tidak menggenapkan atau mengganjilkan. Alias tidak bermakna.
Apakah yang selama ini kita anggap komitmen itu, ternyata niat baik saja,
atau keinginan saja yang jika memungkinkan dilaksanakan, atau betul-betul janji
yang jika diingkari adalah sebuah hutang yang belum terbayar? Hidup berkualitas
tidak
bisa hanya mengandalkan niat
baik atau keinginan.
Komitmen yang
dilaksanakan adalah salah satu penentunya.
b. Kesadaran etis.
Suatu kemampuan untuk mempersepsikan (memahami) isu-isu etis dan
implikasi-implikasi etis dari suatu situasi.
c. Kompetensi etis.
Untuk memilih yang benar kita harus memiliki kemampuan untuk melakukan
penalaran moral yang sehat dan mengembangkan strategi-strategi praktis
298 | P a g e
penyelesaian masalah. Ini berarti bahwa kita harus menanggalkan konsepsi kita
yang keliru mengenai etika, misalnya konsepsi bahwa “jika memenuhi aturan hukum
berarti etis.”
Selama ini kompetensi dimaknai sebgai kemampuan untuk menguasai jenis
kemampuan,
yaitu
pengetahuan,
keterampilan
teknis,
dan
sikap
perilaku.
Kompetensi haruslah dimaknai kembali sebagai pengembangan integritas pribadi
yang dilandasi iman yang kuat sebagai fondasinya(SQ), baru kemudian dapat
membangun hubungan yang tulus/ikhlas dengan sesama (EQ), dan akhirnya
barulah penguasaan IPTEK melalui IQ bisa bermanfaat untuk membangun bisnis
yang etis dalam rangka mencapai tujuan kemakmuran bersama bagi para
stakeholders, tidak hanya untuk kepentingan ego pribadi.
Dengan mengutip R.Pahlan
(Competency Management: A Practicioner’s
Guide, terjemahan, 2007), dapat menggali lima istilah dalam definisi kompetensi
sebagai berikut.
1) Karakter Dasar diartikan sebagai kepribadian seseorang yang cukup dalam dan
berlangsung lama. Dalam definisi ini, karakter dasar mengarah pada motif,
karakteristik pribadi, konsep diri dan nilai-nilai seseorang.
2) Kriteria Referensi berarti bahwa komptensi dapat diukur berdasarkan standar
atau kriteria tertentu. Dapat diukur faktor-faktor pembentuk terjadinya kinerja
karyawan yang beragam (unggul, biasa, dan rendah). Dari faktor-faktor tersebut
kemudian dapat diprediksi kinerja seseorang. Misalnya angka penjualan yang
dilakukan seorang wiraniaga per satuan waktu.
3) Hubungan Kausal mengindikasikan bahwa keberadaan suatu kompetensi dan
pendemonstrasiannya memprediksi atau menyebabkan suatu kinerja unggul.
Kompetensi-kompetensi
seperti
motif,
sifat
dan
konsep
diri
dapat
memprediksikan ketrampilan dan tindakan. Kemudian ketrampilan dan tindakan
memprediksi hasil kinerja pekerjaan. Jadi disitu ada maksud atau motif yang
mengakibatkan
sebuah
tindakan atau
perilaku
yang
membuahkan hasil.
Contohnya, kompetensi pengetahuan selalu digerakkan oleh kompetensi motif,
karakteristik pribadi, atau konsep diri. Model kausal ini dapat diperjelas lagi
melalui
contoh
berikut;
kalau
organisasi
tidak
mengakuisisi
atau
mengembangkan kompetensi inisiatif bagi para karyawannya, maka dapat
diduga pekerjaan yang harus disupervisinya akan dikerjakan ulang dan biaya
299 | P a g e
untuk memastikan kualitas pelayanan akan meningkat
4) Kinerja Unggul mengindikasikan tingkat pencapaian,misalnya dari sepuluh
persen tertinggi dalam suatu situasi kerja.
5) Kinerja Efektif adalah batas minimum tingkat hasil kerja yang dapat diterima. Ini
biasanya merupakan garis batas dimana karyawan yang hasil kerjanya di bawah
garis ini dianggap tidak kompeten untuk melakukan pekerjaan tersebut.
3. Pemeriksaan 3K.
Ketika kita sedang membangun diri menjadi individu yang memiliki etos
pribadi maka perlu untuk memperhatikan apakah kita telah bertindak secara etis atau
tidak. Memeriksa apakah suatu tindakan kita etis atau tidak dapat dilakukan dengan
sebuah pemeriksaan etika yang lebih dikenal dengan sebutan pengecekan tga K.
sebagai seorang pribadi, siapapun kita maka kita harus menyadari dengan apa yang
kita lakukan, konsekuensi, dan komplikasinya. Maka dari itu dikenallah istilah
pengecekan tiga K yang meliputi kepatuha, kontribusi, dan konsekuensi.
a. Kepatuhan.
Berarti hidup dan berperilaku sesuai dengan aturan hukum, kode etik, aturan
organisasi, prinsip-prinsip moral, harapan masyarakat, dan konsep umum lain
seperti kejujuran dan keadilan. Kita harus menyadari bahwa untuk posisi dan peran
tertentu yang kita jalani, kita bertanggung jawab tidak hanya untuk perbuatan kita
sendiri, tetapi juga perbuatan orang lain. Jika kita adalah seorang atasan, misalnya,
kita harus memperlakukan bawahan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan
tetap berpegang pada kejujuran dan memperhatikan rasa keadilan.
b. Kontribusi.
Kontribusiberkaitan dengan apa yang kita berikan atau sumbangkan kepada
orang lain atau masyarakat. Bagi organisasi bisnis, misalnya, kontribusi meliputi
memberikan penghargaan untuk kemitraan pelanggan, menyediakan lapangan
kerja,
membantu
memperbaiki
individu
kualitas
dan
kehidupan
masyarakat
para
memenuhi
pegawai
serta
kebutuhaanya,
masyarakat
dan
secara
keseluruhan. Sebagai individu atau anggota suatu organisasi, kita harus senantiasa
menyadari peran kita dan berusaha agar selalu mencapai kinerja terbaik dalam
rangka memberikan sumbangan bagi pencapaian tujuan organisasi dan kebaikan
orang lain.
300 | P a g e
c. Konsekuensi.
Konsekuensiberkaitan dengan pengaruh atau akibat dari keputusan dan
perbuatan kita. Akibat ini bisa positif atau negatif, baik diniatkan maupun tidak
diniatkan. Ini berarti bahwa kita harus selalu memperhitungkan akibat-akibat
perbuatan kita bagi diri sendiri dan orang lain dan berusaha untuk memilih alternatif
yang paling baik akibatnya bagi pihak-pihak terkait. Kita harus senantiasa berusaha
agar setiap keputusan dan tindakan kita tidak hanya bermanfaat bagi diri sendiri
tetapi bermanfaat juga bagi sebanyak mungkin orang lain, apalagi orang-orang yang
mempunyai hubungan khusus dengan kita.
Mengacu pada tiga K maka kita dapat melakukan hal-hal berikut ini sebelum
mengambil tindakan.
Kepatuhan:
 Patuhi, tetapi jangan bergantung semata-mata pada ketentuan hukum.
 Patuhi kaidah-kaidah moral.

Hormati kebiasaan orang lain, tetapi tidak dengan mengorbankan prinsip
etika Anda sendiri.
Kontribusi dan konsekuensi:

Pertimbangkan kesejahteraan orang lain, termasuk pihak-pihak yang tidak
berpartisipasi.

Berpikirlah sebagai seorang anggota organisasi atau komunitas, bukan
sebagai individu yang terisolasi.

Pikirkan diri sendiri (dan organisasi atau komunitas Anda) sebagai bagian
dari masyarakat.
 Berpikirlah secara objektif.
Ajukan pertanyaan, “Jenis orang seperti apakah yang melakukan perbuatan
semacam ini?”
301 | P a g e
RANGKUMAN
1) Etos adalah suatu nilai yang mendasari sikap perilaku dan menjadi ciri khas
bagi seseorang atau kelompok di mana saja mereka berada. Secara lebih
sederhana etos dimaknai sebagai etika yang telah mendarah daging.
2) Pembahasan etos pribadi meliputi nilai dan norma dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu pembahsan juga meliputi masalah konsep diri, percaya diri, jujur,
pribadi berintegrita, komunikasi, kepemimpinan, manajemen waktu, dan
manajemen konflik.
3) Etos pribadi akan mengantarkan seseorang menjadi pribadi beretika. Penting
untuk memiliki etos pribadi karena dengan etos pribadi akan menjadi individu
memiliki pemahaman yang lebi luas dalam menjalani kehidupan. Individu
tersebut akan menjadi pribadi yang lebih memahami isu moral yang terjadi,
mampu menangani masalah dengan bahasa yang etis dan memandangnya
dengan sudut pandang yang tepat. Etos pribadi akan membuat seseorang
mampu mempertahankan otonomi moralnya (bertindak secara independen dan
teratur).
4) Untuk membangun pribadi beretika maka perlu adanya bekal pengetahuan
mengenai prinsip berperilaku etis dan unsur etos pribadi. Pemeriksaan tiga K
bermanfaat untuk mengeatahui apakh suatu tindakan dilakukan dengan etis.
LATIHAN
1) Jelaskan apakah yang dimaksud dengan kepemimpinan sejati?
2) Jelaskan unsur-unsur etos pribadi?
3) Jelaskan tentang pemeriksaan 3K?
4) Apa yang dimaksud dengan “amoral”?
5) Jika kita membandingkan
“etika” dan
“etiket”, apakah persamaan dan
perbedaannya?
6) Jika kita membandingkan nilai moral dengan nilai-nilai lain, apa yang menjadi ciri
khasnya?
7) Apa maksudnya, jika dikatakan bahwa kemajuan yang dicapai berkat ilmu dan
teknologi bersifat ambivalen? Bagaimana ambivalensi ini tampak?
302 | P a g e
BAB
ATURAN KEPEGAWAIAN DAN KODE ETIK
PROFESIPNS DI KEMENTERIAN KEUANGAN
12
_____________________________________________________
Tujuan Instruksional Khusus:
1. Memahami pengertian profesi dan kode etik
2. Memahami Pokok-Pokok Kepegawaian dan Disiplin PNS
3. Memahami Nilai-Nilai Kementerian Keuangan
4. Memahami Kode Etik Unit Eselon I Kementerian Keuangan
Dalam bab ini akan dipelajari tentang berbagai aturan kepegawaian dan kode etik
yang berlaku di Kementerian Keuangan. Aturan kepegawaian dan kode etik di sebuah
instansi bersifat dinamis karena disesuaikan dengan perkembangan jaman. Oleh karena itu
dalam bab ini pembahasan tentang berbagai aturan tersebut diletakkan pada lampiran
mengingat perubahannya yang cepat disesuaikan dengan perubahan zaman. Namun pada
bab ini akan dibahas sedikit tentang profesionalisme mengingat pegawai negeri juga
adalah profesi yang terikat pada nilai-nilai profesional.
A. Profesi dan Ciri-Cirinya
Tidak ada definisi tunggal yang mencakup berbagai penggunaan kata profesi.
Namun demikian, dari berbagai pandangan dan kenyataan yang dapat kita jumpai, kita
dapat mengatakan bahwa suatu profesi merupakan suatu kombinasi dari sejumlah
karakteristik yang membentuk struktur profesi, tanggung jawab, dan hak-hak yang
disatupadukan oleh seperangkatnilai, yakni yang menentukan bagaimana keputusan
diambildan bagaimana tindakan ditempuh.
Ada lima karakteristik yang umumnya dapat dijumpai pada setiap profesi, yaitu;
1.
Bidang pengetahuan khusus yang diajarkan secara formal dan bersetifikat / berijasah
(pendidikan formal dan profesional).
2.
Komitmen terhadap tujuan sosial (kebaikan) yang menjadi alasan bagi keberadaan
profesi (pengabdian kepada masyarakat).
3.
Kapasitas untuk mengatur diri sendiri, sering kali dengan sanksi hukum bagi mereka
yang melanggar norma-norma perilaku yang disepakati.
303 | P a g e
4. Ijin dari pihak berwenang
(pemerintah dan asosiasi) untuk berparaktik sebagai
profesional.
5. Kedudukan dan prestise yang relatif lebih tinggi di masyarakat.
1. Bidang Pengetahuan khusus dan pendidikan formal / profesional
Fondasi suatu profesi adalah bidang pengetahuan khusus yang sangat penting bagi
masyarakat. Ini pula yang mendasari keberadaan suatu profesi: suatu profesi ada untuk
melayani masyarakat. Ini berarti jasayang disediakan kepada masyarakat adalah sangat
penting, sehingga diperlukan tingkat keahlian yang tinggi, dan karenanya memerlukan
pendidikan dan pelatihan yang ekstensif. Untuk menjadi profesional, atau anggota suatu
profesi, seoarang harus belajar lama (dan keras), menyelesaikan pelajaran (mata kuliah)
keahlian di bidang yang besangkutan dalam suatu jumlah jam minimum tertentu, lulus
ujianyang panjang dan sulit, memiliki acuan karakter, dan memperoleh pengalaman
profesional dalam jangka waktu yang cukup. Lebih dari itu, para profesional umumnya
diharuskan oleh profesinya untuk memenuhi persyaratan pendidikan berkelanjutan dalam
rangka mempertahankan status profesionalnya.
Komitmen terhadap tujuan sosial (pengabdian kepada masyarakat
Seorang
profesional
tidak
menuntut
keistimewaan
profesional
agar
dapat
memaksimalkan keberuntungannya, dan lebih dari itu, tanggung jawab profesionalnya yang
utama bukan kepada diri sendiri, majikan atau klein, melainkan kepada masyarakat.
Seorang profesional memiliki komitmen terhadap pandangan hidup yang secara intelektual
kompleks dan menuntut pemuktahiran terus menerus atas pengetahuan dan keahlian.
Pelayanan publik, baik langsung maupun tak langsung adalah tanggung jawabanya.
Tanggung jawab ini adalah sedemikian tingginya sehingga seoarang profesional harus
bersedia mengorbankan kepentingan dirinya untuk memenuhi tanggung jawabnya kepada
masyarakat.
Sistem pengaturan diri
Untuk memberikan jasa dengan kualitas tinggi, suatu profesi mengorganisasikan diri
dalam suatu wadah asosiasi yang selanjutnya menentukan tidak hanya standar teknis
tetapi juga standar etika (kode etik atau kode perilaku) sebagai sarana untuk mengatur
perilaku anggotanya (para profesional) baik didalam maupun diluar tugas-tugas profesional.
Para anggota profesi yang melakukan kebohongan. Kecurangan atau berperilaku yang
melanggar praktik-praktik standar yang ditetapkan akan didisiplinkan oleh profesi itu
sendiri.
Pengawasan dan/atau perijinan oleh pemerintaj dan asosiasi profesi
304 | P a g e
Karena
jasanya
sangat
penting
bagi
masyarakat,
biasanya
pemerintah
berkepentingan untuk melakuakan pengaturan tertentu, khususnya dalam hal pengawasan,
antara lain melalui mekanisme perjanjian dan pemantauan. Pihak profesi sendiri juga
memberlakukan aturan masuk yang ketat, antara lain melalui mekanisme pendidikan dan
ujian profesi atau sertifikat.
Status dan prestise yang relatif lebih tinggi di masyarakat
Selain keempat karakateristik pokok di atas, ada satu lagi karakteristik yang
biasanya menandai suatu profesi. Karakteristik ini saebenarnya merupakan akibat dari
empat karakteristik sebelumnya, yaitu sebutan profesional dan status prestise di atas ratarata di dalam masyarakat. Mereka yang menekuni pekerjaan yang memenuhi kriteria
sebagai profesi memperoleh atau menyandang sebuatan profesional. Sebagai imbalan dari
pencapaian
dan pemeliharaan atas jasa yang tinggi, dan karenta masyarakat rela
memberikan bayaran yang tinggi, kepada para profesional. Oleh sebab itu, mereka yang
tetap menjadi anggota profesi berada dalam posisi menguntungkan untuk memperoleh
banyak manfaat, pengakuan dan penghasilan tinggi, sehingga memungkinkan mereka
untuk hidup sepenuhnya dari pekerjaan atau profesinya itu. Harga diri yang tinggi karena
menjadi anggota suatu kelompok elite (profesi) ini menyebabkan status profesional sangat
diharapkan.
Mengacu kepada karakteristik umum di atas, dengan demikian profesi adalah
pekerja, tetapi tidak seperti pekerjaan pada umumnya. Mereka yang menjalani profesi (para
profesional), tidak seperti orang-orang lain yang menjalani pekerjaan pada umumnya.
Profesional menghadapai tuntutan yang sangat tinggi baik dari luar maupun dari dalam diri
sendiri. Tuntutan ini menyangkut tidak saja keahlian, tetapi juga komitmen moral. Seorang
profesional
memiliki
komitmen
terhadap
pandangan
hidup
yang
secara
intelektual
kompleks dan menuntut pemuktahiran terus menerus atas pengetahuan dan keahlian.
Lebih dari itu, perilakunya selalu diawasi atas dasar tolak ukur etika. Para prefosional
membuat pertimbangan-pertimbangan sulit yang membutuhkan kesatupaduan antara
kompetensi teknis dan kompetensi etis. Mereka menghadapi dilema moral secara rutin, dan
mereka memegang teguh standar yang tinggi terhadap kode etik profesi.
Berdasarkan unsur-unsur pokok di atas, suatu profesi dapat diibaratkan sebagai
sebuah bangunan dengan tiga komponen utama : fondasi,kerangka(pilar dan dinding), dan
atap seperti gambar 1.
Fondasi mendasari setiap profesi haruslah fondasi yang kokoh, berupa bidang
pengetahuan yang diakui dan sangat penting atau esensial bagi kemakmuran masyarakat.
Inilah yang menyebabkan jasa para profesional sangat dibutuhkan oleh masyarakat dan
diperlukannya proses pendidikan yang ekstensif. Kerangka yang berdiri di atas fondasi
305 | P a g e
suatu bangunan juga memilki kesamaan dengan sebuah profesi. Kerangka ini meliputi tiga
unsur yaitu :
a. Proses pendidikan untuk memperoleh dan memelihara pengetahuan dan keahlian
profesional;
b. Proses ujian
dan sertifikasi
untuk
memastikan apakah para
praktisi memiliki
pemahaman yang mantap terhadap pokok masalah, dan
c. Rasa tanggung jawab
(pengabdian) terhadap masyarakat dalam kaitanya dengan
pemanfaatan pengetahuan ini
Agar menjadi sebuah bangunan yang utuh sehingga dapat digunakan sebagai
tempatbernaung dan mengorganisasikan diri, fondasi dan kerangka memerlukan atap.
Bagi profesi, atap ini meliputi unsur- unsur :
a. asosiasi profesional (organisasi profesi)
b. kode etik (standar atau aturan etika/perilaku), dan
c. standarteknis
Asosiasi dipelukan sebagai wadah untuk mengorganisasikan dan mengatur diri.
Standar etika dan standar teknis diperlukan sebagai panduan bagi para profesional dalam
perilaku dan menjalankan tugas-tugas profesional agar mereka dapat secara konsisten
memberikan jasa bersatandar kualitas tinggi.
Masyakat
kita
menaruh
harapan
yang
berbeda
terhadap
para
profesional
dibandingkan dengan terhadap merekayang tidak dikatagorikan sebagai profesional. Ciriciri
suatu profesi sebagaimana diuraikan di muka secara tegas memberikan penjelasan
mengenai hal ini. Dengan perkataan lain, harapan masyarakat terhadap suatu profesi
adalah sangat tinggi dan menentukan wujud profesi tersebut.
Dalam kenyataannya, para profesional bekerja dengan sesuatu yang sangat
bernilai. Bagi suatu profesi, kepercayaan menyangkut kompensi dan tanggung jawab
dalam melaksanakan pekerjaan adalah sangat penting. Pada akhirnya, pengakuan
masyarakat terhadap suatu profesi akan mementukan hak-hak yang dapat dimiliki dan
dinikmati oleh profesi tersebut : (1) berpraktek, seringkali dengan suatu monopoli atau jasa
yang ditawarkan; (2) mengatur keanggotaanpada profesi; (3) menerima penghasilan yang
relatif tinggi; dan (4) mengatur diri sendiri atau melakukan penilaian sendiri (antarsejawat,
bukan oleh pejabat pemerintah). Jika suatu profesi kehilangan kredibilitas di mata publik,
akibatnya sangat serius, bukan hanya bagi para profesional yang terkait langsung, tetapi
bagi profesi secara keseluruhan.
B. Sumber-sumber Panduan Etika
306 | P a g e
Salah satu ciri yang membedakan profesi dari pekerjaan lainnya adalah komitmen
moral yang tinggi. Dalam kaitan ini, para profesional memerlukan nilai-nilai atau
prinsipprinsip etika yang dapat digunakan sebagai pemandu perilakunya ketika
menjalankan tugas profesional dan di luar penugasan profesional (dalam kehidupan
pribadi). Prinsipprinsip ini dapat diperoleh dari banyak sumber, dan dua di antaranya
adalah sumber penting : (1) Kode etik, dan (2) hukum dan jurisprudensi.
Sumber panduan etika yang dapat dikatakan pasti tersedia adalah kode etik atau
aturan perilaku yang ditetapkan oleh asosiasi profesi dan kode etik ini menduduki peringkat
yang penting. Kode etik lainnya bisa juga ada yang relevan seperti kode etik asosiasi
perdagangan, badan - badan pemerintah atau kelompok - kelompok kepentingan tertentu
seperti para ahli lingkungan.
Para
profesional
dapat
juga
mengacu
pada
kasus-kasus
hukum
dan
pertimbangan/pendapat pengacara dalam menginterprestasikan kewajiban hukum dan
pertahanan diri. Akan tetapi kehati-hatian perlu dilakukan dalam menerpakan standarstandar hukum pada masalsah-masalah etika karena tiga hal. Pertama, hukum umumnya
ketinggalan dari apa yang oleh masyakat dianggap etis. Kedua, apa yang sesuai dengan
hukum (legal)tidak selalu etis. Ketiga ,kemungkinan tidak banyak keputusan yang relevan
dan sesuai dengan kasus yang sedang dihadapi, sehingga dapat digunakan sebagai
acuan.
C. Aturan Kepegawaian bagi PNS
Sebagai sebuah profesi, maka PNS terikat oleh aturan-aturan di dalam profesinya
yang disebut sebagai aturan kepegawaian. Aturan kepegawaian dalam profesi PNS selalu
berkembang sesuai dengan perubahan zaman dan kebutuhan. Namun hal pertama yang
perlu dipelajari dalam aturan kepegawaan PNS adalah mempelajari Pokok-Pokok
Kepegawaian dan aturan tentang disiplin PNS.
Aturan tentang pokok-pokok kepegawaian PNS terdapat pada Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian (ada pada lampiran). Sedang aturan tentang disiplin PNS
terakhir diubah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 (terlampir).
D. Kode Etik Eselon I pada Kementerian Keuangan
Sebagai sebuah kementerian yang mempelopori reformasi birokrasi di Indonesia,
maka
Kementerian
Keuangan
telah
menyusun
Nilai-Nilai
Kementerian
Keuangan
(terlampir) yang menjadi acuan perilaku bagi seluruh unit eselon 1 dalam menjalankan
tugas pokok dan fungsinya. Pada setiap unit eselon 1 juga sudah disusun Kode Etik yang
khas untuk setiap unit eselon I (terlampir). Kode Etik ini berfungsi untuk mengatur perilaku
307 | P a g e
PNS agar sesuai dengan norma-norma etis yang telah ditetapkan dengan sanksi yang
jelas, sehingga tercipta PNS yang profesional sesuai dengan tuntutan masyarakat.
SOAL-SOAL
1. Apa sesungguhnya profesi itu?
2.
Apa ciri-ciri yang membedakan seorang profesional dengan orang yang menekuni
pekerjaan biasa?
3. Apa saja yang merupakan sumber nilai-nilai etis bagi profesional?
4.
Jelaskan tentang hal-hal yang utama yang terdapat dalam Undang-Undang Pokok
Kepegawaian!
5. Apa saja Nilai-Nilai Kementerian Keuangan? Jelaskan!
6.
Pelajaran apa yang dapat Anda ambil dari Kode Etik pada setiap Eselon 1 Kementerian
Keuangan?
308 | P a g e
Glosarium
 Agathos : baik
 Altruisme : suatu paham (sifat) lebih memperhatikan dan mengutamakan kepentingan
 orang lain
 Attainment:pencapaian, hasil yg diperoleh, hasil yg dicapai, tindakan mencapai sesuatu
 Ahli: Orang yang mahir, paham sekali dalam suatu ilmu (kepandaian).
 Amanah: Terpercay
 Artikulasi: perubahan ruang dan ruang dalam saluran suara untuk menghasilkan bunyi
bahasa. Daerah artikulasi terbentang dari bibir luar sampai pita suara, dimana fenomfenom terbentuk berdasarkan getaran pita suara disertai perubahan posisi lidah dana
semacamnya
 Advokat adalah ahli hukum yang berwenang bertindak sebagai penasihat atau pembela
perkara dalam pengadilan.
 Akuntabilitas: keadaan untuk dipertanggungjawabkan, keadaan dapat dimintai
pertanggungjawaban
 Bailout : istilah ekonomi dan keuangan digunakan untuk menjelaskan situasi dimana
sebuah entitas yang bangkrut atau hampir bangkrut, seperti perusahaan atau sebuah
bank diberikan suatu injeksi dana segar yang likuid, dalam rangka untuk memenuhi
kewajiban jangka pendeknya.
 Birokrasi: sistem pemerintahan yg dijalankan oleh pegawai pemerintah karena telah
berpegang pada hierarki dan jenjang jabatan
 Birokrasi:suatu organisasi yang memiliki rantai komando dengan bentuk piramida,
dimana lebih banyak orang berada ditingkat bawah dari pada tingkat atas, biasanya
ditemui pada instansi yang sifatnya administratif maupun militer.
 Basic prerequisite :keperluan/kepentingan dasar.
 Celah harapan masyarakat: celah antara harapan pengguna jasa profesional akuntan
dan kinerja akuntan yang bersangkutan , sedangkan celah kredibilitas adalah celah
antara kredibilitas pengguna jasa profesional akuntan dan kinerja akuntan yang
bersangkutan.
 Contracting out: praktik yang dilakukan pemerintah atau perusahaan swasta untuk
mempekerjakan dan membiayai agen dari luar untuk menyediakan pelayanan tertentu
daripada mengelolanya sendiri.
 Causa finalis : tujuan akhir
309 | P a g e
 Deon : kewajiban
 Disposisi: pendapat seorang pejabat mengenai urusan yg termuat dl suatu surat dinas,
yg langsung dituliskan pd surat yg bersangkutan atau pd lembar khusus
 Dogmatis: bersifat mengikuti atau menjabarkan suatu ajaran tanpa kritik sama sekali
 Direksi: (Dewan) pengurus atau (dewan) pimpinan perusahaan, bank,yayasan, dsb.
 Egoisme : tingkah laku yang didasarkan atas dorongan untuk keuntungan diri sendiri
daripada untuk kesejahteraan orang lain.
 Eksistensi: keberadaan
 Elaborasi: penggarapan secara tekun dan cermat
 Etika:studi untuk memahami apa yang merupakan kehidupan yang baik dan menaruh
perhatian terhadap penciptaan kondisi bagi orang-orang untuk mencapai kehidupan
yang baik tersebut.
 Etika normatif: studi penentuan nilai etika; etika yang menetapkan berbagai sikap dan
perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya
dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini.
 Etika terapan: studi penggunaan nilai-nilai etika.
 Eudaimonia: kesejahteraan
 Etis: sesuai dengan asas perilaku yang disepakati secara umum.
 Entitas: Satuan yang berwujud; ujud.
 Etika: Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk tentang hak dan kewajiban moral
(akhlak).
 Etiket: Tatacara
(adatsopansantun, dsb) dalam masyarakatberadab dalam
memeliharahubunganbaikantarasesama manusianya.
 Etika:cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi
mengenai standar dan penilaian moral
 Etika kerja:sistem nilai atau norma yang digunakan oleh seluruh karyawan perusahaan,
termasuk pimpinannya dalam pelaksanaan kerja sehari-hari
 Etika profesi: sikap hidup berupa keadilan untuk memberikan pelayanan profesional
terhadap masyarakat dengan ketertiban penuh dan keahlian sebagai pelayanan dalam
rangka melaksanakan tugas berupa kewajiban terhadap masyarakat.
 Etimologi: cabang ilmu linguistik yang mempelajari asal-usul suatu kata
 Etos: adalah memberikan arti sikap, kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan atas
sesuatu
 Franchise: perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak memanfaatkan dan atau
menggunakan hak dari kekayaan intelektual (HAKI) atau pertemuan dari ciri khas usaha
310 | P a g e
yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan
oleh pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan jasa.
 Fundamental: bersifat dasar (pokok)
 fathonah : cerdas, kecerdasan
 Globalisasi: Proses masuknya ke ruang lingkup dunia: ~ siaran televisi kita tidak dapat
dihindarkan lagi.
 Good governance : cara yang dapat digunakan oleh suatu negara untuk melaksanakan
wewenangnya dalam menyediakan barang dan jasa publik.
 Gratifikasi merupakan tindak pidana korupsi berupa pemberian. Gratifikasi dapat
berbentuk uang, barang, diskon, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket pesawat, dan
fasilitas lain.
 Heteronomi: hal ketergantungan pada undang-undang atau kuasa orang lain, (dalam
filsafat
Kantianmoral)bertindak
sesuai
dengankeinginanseseorang,
bukan
alasan
ataukewajiban moral
 Idiopatik: berhubungan
denganatauyang
menunjukkansegala
penyakitatau
kondisiyang timbulsecara spontan atauyangpenyebabnya tidak diketahui
 Institusi: Sesuatu yang dilembagakan oleh undang-undang, adat atau kebiasaan
(seperti perkumpulan, paguyuban, organisasi sosial, dan kebiasaan berhala-bihalal
pada hari lebaran); Gedung tempat diselenggarakannya kegiatan perkumpulan atau
organisasi.
 Investor: Penanam uang atau modal; Orang yang menanamkan uangnya di usaha
dengan tujuan mendapatkan keuntungan.
 Intelectual corruption : manipulasi informasi untuk mencapai tujuan tertentu yang
semuanya berdampak merugikan masyarakat, misalnya manipulasi oleh pemerintah
tentang data statistik.
 Izin Mendirikan Bangungan (IMB): izin yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada
orang Pribadi atau badan untuk mendirikan suatu bangunan yang dimasuk agar desain,
pelaksanaan pembangunan, sesuai rencana tata ruang yang berlaku, sesuai dengan
koefisien dasar bangunan, koefisien luas bangunan, koefisien ketinggian bangunan
yang ditetapkan sesuai dengan syarat-syarat keselamatan bagi yang menempati
bangunan tersebut.
 Integritas: mutu, sifat, atau keadaan yg menunjukkan kesatuan yg utuh sehingga
memiliki potensi dan kemampuan yg memancarkan kewibawaan; kejujuran.
 Kode Etik Pegawai Negeri Sipil
: kewajiban, tanggung jawab, tingkah laku, dan
perbuatan sesuai dengan nilai-nilai hakiki profesinya yang dikaitkan dengan nilai-nilai
311 | P a g e
yang hidup dan berkembang di masyarakat serta pandangan hidup Bangsa dan Negara
Indonesia.
 Kolusi: permufakatan atau kerja sama secara melawan hukum antar-Penyelengara
Negara atau antara Penyelenggara Negara dan pihak lain yang merugikan orang lain,
masyarakat, dan/atau Negara.
 Kompetensi: kemampuan untuk melaksanakan satu tugas, peran atau tugas,
kemampuan mengintegrasikan pengetahuan, ketrampilan-ketrampilan, sikap-sikap dan
nilai-nilai pribadi, dan kemampuan untuk membangun pengetahuan dan keterampilan
yang didasarkan pada pengalaman dan pembelajaran yang dilakukan.
 Korupsi: suatu perbuatan tidak jujur atau penyelewengan yang dilakukan karena
adanya suatu pemberian. Dalam prakteknya, korupsi lebih dikenal sebagai menerima
uang yang ada hubungannya dengan jabatan tanpa ada catatan atau administrasinya.
 Kredibilitas: perihal dapat dipercaya.
 Klasik : mempunyai nilai atau mutu yang diakui dan menjadi tolok ukur kesempurnaan
yang abadi
 Koalisi: Kerja sama antara beberapa partai untuk memperoleh kelebihan suara di
parlemen.
 Kolaborasi : (Perbuatan) kerja sama dengan musuh.
 Komunikasi: Pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih
sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami; Hubungan; Kontak.
 Konsumtif : perilaku konsumen yang memanfaatkan nilai uang lebih besar dari nilai
produksinya untuk barang dan jasa yang bukan menjadi kebutuhan pokok.
 Manajemen proses: program yang sedang eksekusi/ dijalankan program berisi intruksi
yang harus dilakukan keterangan variabel yang digunakan dan letak data yang
diperlukan.
 Meta-etika: studi konsep etika; jalan menuju konsepsi atas benar atau tidaknya suatu
tindakan atau peristiwa.
 Modernisasi :proses pergeseran sikap dan mentalitas sebagai warga masyarakat untuk
dapat hidup sesuai dengan tuntutan masa kini
 Moral : ajaran tentang baik buruk yang diterima secara umum mengenai perbuatan,
sikap, kewajiban,, dll.
 Material corruption: korupsi material terkait menggunakan uang secara tidak berhak
untuk kepentingan sendiri.
312 | P a g e
 Molekulisasi kekuasaan : Unit kecil dalam organisasi yang memiliki kekuasaan tanpa
dapat dikontrol oleh atasannya. Unit kecil ini dapat melakukan apa saja yang merugikan
masyarakat.
 Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik
merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.
 Kondisional:sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan
public
 Nepotisme: suatu sikap atau tindakan seorang pemimpin yang lebih mendahulukan
keluarga dan sanak famili dalam mem-berikan jabatan dan yang lain, baik dalam
birokrasi pemerintahan maupun dalam manajemen perusahaan swasta.
 Objektivitas: sikap jujur, tidak dipengaruhi pendapat dan pertimbangan pribadi atau
golongan dl mengambil putusan atau tindakan.
 Organisasi privat (bisnis) : organisasi yang ditujukan untuk menyediakan barang dan
jasa kepada konsumen, yang dibedakan dari kemampuanya membayar barang dan
jasa tersebut sesuai dengan hukum pasar.
 Organisasi public: tipe organisasi yang bertujuan menghasilkan pelayanan kepada
masyarakat, tanpa membedakan status dan kedudukannya.
 Pelayanan public: segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh
instansi pemerintah di pusat, di daerah, dan lingkungan Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) maupun Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dalam bentuk barang dan jasa
baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka
pelaksanaan ketentuan perundang-undangan.
 Privatisasi: penjualan saham Persero (Perusahaan Perseroan), baik sebagian maupun
seluruhnya,
kepada pihak
lain
dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai
perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas
saham oleh masyarakat.
 Prosedur operasi standar (standard operating procedure, SOP): suatu set instruksi yang
memiliki kekuatan sebagai suatu petunjuk atau direktif. Hal ini mencakup hal-hal dari
operasi yang memiliki suatu prosedur pasti atau terstandardisasi, tanpa kehilangan
keefektifannya.
 Panteistik: bersifat atau berhubungan dng panteisme :ajaran yg menyamakan Tuhan
dengan kekuatan-kekuatan dan hukum-hukum alam semesta
 Pluralisme: keadaan masyarakat yang majemuk (bersangkutan dengan sistem sosial
dan politiknya)
 Profesional: berhubungan dengan profess
313 | P a g e
 Penasihat: Orang yang memberi nasihat dan saran; Orang yang menasihati.
 Pluralisme: Keadaan masyarakat yang majemuk (bersangkutan dengan sistem sosial
dan politiknya).
 Prosedur: Tahap kegiatan untuk menyelesaikan suatu aktivitas; Metode langkah demi
langkah secara pasti dalam memecahkan suatu problem.
 Reformasi: perubahan secara drastis untuk perbaikan
(bidang sosial, politik, atau
agama) dl suatu masyarakat atau negara.
 Reformasi Birokrasi: upaya untuk melakukan pembaruan dan perubahan mendasar
terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan.
 Relevansi: hubungan/kaitan.
 Restrukturisasi: penataan kembali struktur badan/lembaga sehingga kinerja
badan/lembaga tersebut
dapat
lebih efektif
dan
efisien.
Kata efisiensi
sering
dianalogikan dengan penghematan, yakni usaha-usaha untuk meningkatkan hasil kerja
lembaga badan/lembaga sehingga dengan penggunaan sumber daya sekecil mungkin
mendapatkan hasil kerja yang sebesar mungkin.
 Standar pelayanan: suatu komitmen penyelenggara pelayanan untuk menyediakan
pelayanan dengan suatu kualitas tertentu yang ditentukan atas dasar perpaduan
harapan-harapan masyarakat dan kemampuan penyelenggara pelayanan.
 Otonom: kelompok sosial yang memiliki hak dan kekuasaan menentukan arah
tindakannya sendiri
 Teistik: ilmu yg mengajarkan adanya Tuhan
 Telos: tujuan
 Organisasi : Kesatuan (susunan dsb) yang terdiri atas bagian-bagian (orang dsb) dalam
perkumpulan dsb untuk tujuan tertentu; Kelompok kerja sama antara orang-orang yang
diadakan untuk mencapai tujuan bersama.
 Sidiq: Benar
 Slogan: Perkataan atau kalimat pendek yang menarik, mencolok, dan mudah diingat
untuk menjelaskan tujuan suatu idiologi golongan, organisasi, partai politik, dsb.
 Standar: Ukuran tertentu yang dipakai sebagai patokan.
 Tabligh: Menyampaikan
 Transparansi: kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi
 Partisipatif:setiap orang memiliki hak untuk terlibat dalam pengambilan keputusan di
setiap kegiatan penyelenggaraan pemerintahan
 Tupoksi:Tugas pokok dan fungsi
 Otonomi:wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah
314 | P a g e
 Integrasi: suatu keadaan di mana kelompok-kelompok etnik beradaptasi dan bersikap
komformitas
terhadap
kebudayaan
mayoritas
masyarakat,
namun
masih
tetap
mempertahankan kebudayaan mereka masing-masing
 KORPRI: organisasi di Indonesia yang anggotanya terdiri dari Pegawai Negeri Sipil,
pegawai BUMN, BUMD serta anak perusahaan, dan perangkat Pemerintah Desa.
 Profesi: pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu
pengetahuan khusus
 Pegawai Negeri: warga negara RI yang telah memenuhi syarat yang ditentukan,
diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri,
atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku (pasal 1 ayat 1 UU 43/1999).
 Political corruption : korupsi terkait berbagai kebijakan
 Pragmatisme: aliran filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar adalah segala
sesuatu yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan melihat kepada akibat-akibat
atau hasilnya yang bermanfaat secara praktis.[
 Stakeholder : pemangku kepentingan atau segenap pihak yang terkait dengan isu dan
permasalahan yang sedang diangkat.
 Seikatsuka adalah pendidikan karakter melalui pendidikan tentang kehidupan seharihari yang diterapkan oleh Jepang.
 PNS: salah satu jenis Kepegawaian Negeri di samping anggota TNI dan Anggota
POLRI (UU No 43 Th 1999).
 SOP: Suatu standar/pedoman tertulis yang dipergunakan untuk mendorong dan
menggerakkan suatu kelompok untuk mencapai tujuan organisasi.
 Teologi: ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keyakinan
beragama.
 Urgensi: keharusan yg mendesak atau hal sangat penting.
 Utilis: bermanfaat.
315 | P a g e
Kusmanadji. 2004.Etika, Profesi Akuntansi, Bisnis, dan Pelayanan Publik. Jakarta: Sekolah
Tinggi Akuntansi Negara.
Rumahbelajarpsikologi.com/index.php/nilai.html
Sarimah, Ucok. 2008. Etika Profesi Pegawai Negeri Sipil Departemen Keuangan R.I.
Jakarta: Sekolah Tinggi Akuntansi Negara
sdmart.wordpress.com/2007/11/01/integritas-dalam-kepemimpinan/
Undang-Undang-Undang Nomor 08 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
www.wikipedia.com
www.pembelajar.com/membangun-integritas
www.crayonpedia.com
Yukidama.blogspot.com/2010/10/pengertian-nilai-menurut-para-ahli.html
317 | P a g e
LAMPIRAN
KODE ETIK DITJEN PAJAK
Kode Etik Pegawai
Kode Etik adalah standar integritas yang diharapkan dari seorang pegawai DJP dan juga
merupakan standar perilaku yang diharapkan dalam rangka pelaksanaan tugas sehari-hari.
Kode Etik Pegawai DJP yang tertuang di dalam Keputusan Menkeu Nomor
222/KMK.03/2002 dan Nomor 382/KMK.03/2002 mengatur tentang kewajiban dan larangan
pegawai DJP dalam menjalankan tugas melayani masyarakat Wajib Pajak
Kewajiban Pegawai
 Menghormati agama, kepercayaan, budaya, dan adat istiadat orang lain dalam
menjalankan tugas;
 Bersikap jujur dan lugas, bekerja secara efisien dan profesional, serta dapat dipercaya
dalam melaksanakan tugas;
 Memberikan pelayanan perpajakan kepada Wajib Pajak dengan sebaik-baiknya sesuai
bidang tugas masing-masing;
 Memberikan informasi yang jelas, lengkap, dan benar kepada Wajib Pajak mengenai
hak dan kewajibannya;
 Berpenampilan dan berbusana sesuai dengan tuntutan tugas pada Direktorat Jenderal
Pajak;
 Bersikap sopan dan terbuka dalam berhubungan dengan Wajib Pajak serta
menghormati hak-hak Wajib Pajak;
 Bersikap netral dari pengaruh semua golongan dan atau partai politik serta tidak
diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada Wajib Pajak;
 Menjaga keselamatan dirinya dan rekan kerjanya;
 Menaati ketentuan jam kerja dan tata tertib kantor
 Menaati perintah kedinasan dari atasan yang berwenang
 Mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
 Mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dengan benar, lengkap, jelas,
dan menandatanganinya sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
 Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya dan tidak mempunyai tunggakan
pajak;
 Melaporkan kepada atasannya jika ada situasi konflik kepentingan dalam
melaksanakan tugas;
 Melaporkan secara tertulis kepada atasannya, apabila mengetahui adanya
pelanggaran/penyimpangan di bidang perpajakan yang dapat merugikan keuangan
negara;
 Bertanggung jawab atas hasil pelaksanaan tugasnya;
 Bertanggung jawab dalam mengamankan semua dokumen dan peralatan yang
dipinjam dari Wajib Pajak;

Mengamankan informasi dan data yang dimiliki Direktorat Jenderal Pajak dengan
cara:a. Mengamankan file atau berkas; b. Mengamankan password komputer dan tidak
membocorkan kepada pegawai dan pihak lain yang tidak berhak; c. Memusnahkan
318 | P a g e


dokumen yang tidak terpakai sesuai dengan prosedur yang berlaku; d. Tidak
mengijinkan orang yang tidak berhak berada dalam ruangan kerja.
Menjaga tempat kerja dalam keadaan bersih, aman, dan nyaman;
Memelihara, melindungi, dan mengamankan barang inventaris milik Direktorat Jenderal
Pajak.
Larangan Pegawai :
 Bersikap diskriminatif dalam melaksanakan tugas;
 Menggunakan kewenangan jabatan baik langsung maupun tidak langsung dan fasilitas
kantor untuk kepentingan diri sendiri maupun pihak ketiga lainnya;

Menerima segala pemberian ataupun penghargaan dalam bentuk apapun termasuk
uang, saham atau surat berharga lainnya, komisi, hadiah, cindera mata, hiburan,
jamuan, perjalanan wisata, sponsorship, dan jasa lainnya dari Wajib Pajak secara
langsung maupun tidak langsung yang menyebabkan pegawai memiliki kewajiban yang
berkaitan dengan pelaksanaan tugasnya;
 Menerima kunjungan Wajib Pajak dalam rangka urusan dinas di luar kantor;
 Memanfaatkan data dan atau informasi perpajakan untuk memperoleh keuntungan
pribadi pegawai;
 Memanfaatkan kewenangan jabatan dan pengaruhnya untuk memperoleh keuntungan
pribadi;
 Menggandakan sistem dan atau program aplikasi komputer milik Direktorat Jenderal
Pajak di luar kepentingan dinas;
 Menyampaikan informasi perpajakan kepada Pihak Ketiga kecuali bagi pegawai yang
berwenang;
 Membantu, melindungi, bekerja sama, menyuruh, atau memberi kesempatan pihak lain
untuk melakukan tindak pidana di bidang perpajakan;
 Melakukan kesempatan dengan Wajib Pajak yang merugikan Negara dengan sengaja
dalam pelaksanaan tugas;
 Mengkonsumsi minuman keras yang dapat merusak citra dan martabat pegawai;
 Mengkonsumsi, mengedarkan, dan atau memproduksi narkotika dan atau obat
terlarang.
319 | P a g e
KODE ETIK DAN PERILAKU PEGAWAI
DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI
(lampiran kep 04/BC/2002)
I. Prinsip Dasar
Setiap pegawai negeri wajib setia dan taat kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945,
Negara dan Pemerintah, serta wajib menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
II. Tanggung Jawab Pribadi
Semua pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukal (DJBC), yang selanjutnya disebut
pegawai, wajib :
Mengangkat dan mentaati sumpah/ janji pegawai negeri sipil dan sumpah/ janji jabatan
berdasarkan peraturan perundang-undengan yang berlaku;
a. Saling menghormati antara sesama warga negara yang berbeda agama / kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
b. Melaksanakan tugas kedinasan dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh pengabdian,
kesadaran dan tanggung jawab;
c. Menghindari diri untuk melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan atau
martabat negara, pemerintah atau pegawai negeri sipil;
d. Bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan negara;
e. Menqhindari memasuki tempat-tempat yang dapat mencemarkan kehormatan atau
martabat pegawai negeri sipil, kecuali untuk kepentingan jabatan;
f. Menghindari diri untuk menghalangi berjalannya tugas kedinasan;
g. Mentaati perintah kedinasan dari atasan yang berwenang;
h. Membimbing bawahan dalam melaksanakan tugasnya;
i. Mendorong bawahan untuk meningkatkan prestasi kerjanya;
j. Menjadi dan memberikan contoh serta teladan yang baik terhadap bawahannya;
k. Memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan kariernya;
l. Memperhatikan dan menyelesaikan dengan sebaik-baiknya setiap laporan yang
diterima mengenai pelanggaran disiplin;
m. Menjadi teladan sebagai warga negara yang baik dalam masyarakat;
n. Menjalankan pola hidup sederhana di dalam kehidupan bermasyarakat;
o. Selalu berusaha meningkatkan kemampuan, pengetahuan dan profesionalisme dalam
melaksanakan tugas;
p. Mentaati ketentuan jam kerja;
q. Berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap
sesama pegawai negeri sipil dan atasan;
r. Memelihara dan meningkatkan keutuhan, kekompakan, persatuan dan kesatuan korps
pegawai negeri sipil.
III. Ketaatan Pada Undang-Undang
Semua pegawai harus tunduk dan patuh pada undang-undang dan ketentuan formal yang
berlaku. Hal ini berarti bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh pegawai, yang berkaitan
dengan peraturan perundang-undangan yang ditegakan oleh Bea dan Cukai, atau
peraturan perundang-undangan dimana Bea dan Cukai mempunyal kepentingan di
320 | P a g e
dalamnya dapat dianggap sebagai pelanggaran yang serius
/ parah yang dapat
mencemarkan nama baik institusi DJBC. Oleh sebab itu pegawai wajib :
a. Mentaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang
berlaku;
b. Memperhatikan dan melaksanakan segala ketentuan pemerintah baik yang langsung
menyangkut tugas kedinasannya maupun yang berlaku secara umum;
c. Mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perpajakan.
IV. Hubungan Dengan Masyarakat
4.1 Tanggung Jawab Pada Masyarakat
Dalam melaksanakan tugasnya setiap pegawai wajib memberikan pelayanan yang terbaik
kepada masyarakat sebagai wujud kesadaran akan kedudukannya sebagai pelayan
masyarakat, oleh sebab itu setiap pegawai wajib :
a. Memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat menurut bidang
tugasnya masing-masing;
b. Menghindari untuk melakukan suatu tindakan yang dapat berakibat menghalangi atau
mempersulit salah satu pihak yang dilayaninya sehingga mengakibatkan kerugian bagi
pihak yang dilayani dan / atau pihak lainnya;
c. Berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap
masyarakat namun tegas, responsif, transparan dan profesional sesuai ketentuan yang
berlaku.
4.2. Keberatan Dan Kritik Masyarakat
Setiap pegawai harus sadar sepenuhnya tentang perlunya membangun citra yang positif
tentang kinerja, perilaku dan integritas pegawai. Dalam melayani masyarakat seringkali
tidak terhindarkan adanya masukan dalam bentuk kritik, protes, keluhan dan keberatan
yang berasal dari masyarakat, rekan sekerja maupun pihak terkait lainnya terhadap kinerja
dan perilaku pegawai. Menghadapi hal demikian, pegawal wajib untuk bersikap :
a. Membuka diri, menunjukan sikap simpatik dan bersedia menampung berbagai bentuk
kritik, protes, keluhan dan keberatan tersebut;
b. Menyelidiki duduk masalah dan kemudian menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan
masalah tersebut;
c. Menyelesaikan masalah secara cepat dan obyektif serta mengacu kepada ketentuan
yang berlaku;
d. Menyelenggarakan upaya pencegahan agar masalah yang serupa tidak terulang
dikemudian hari.
4.3. Kegiatan Politik
Pegawai negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan merata
dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan pembangunan. Dalam
kedudukan dan tugas sebagaimana tersebut di atas, maka pegawai wajib :
a. Bersikap netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat;
b. Menghindari diri menjadi anggota dan / atau pengurus partai politik.
321 | P a g e
4.4. Pemberian Berupa Hadiah Atau Imbalan bagi Pegawai
Dalam melaksanakan tugasnya seringkali pegawai berhubungan dengan organisasi,
pengguna jasa atau anggota masyarakat yang mengharapkan adanya penyimpangan
prosedur dari ketentuan yang berlaku, dengan menjanjikan hadiah atau imbalan untuk
pegawai tersebut. Dalam hal ini pegawai wajib untuk:
a. Menolak melakukan penyimpangan prosedur don menolak pemberian hadiah atau
imbalan dalam bentuk apapun dari pihak manapun yang diketahui atau patut diduga
bahwa pemberian itu bersangkutan atau mungkin bersangkutan dengan jabatan atau
pekerjaan pegawai negeri sipil yang bersangkutan;
b. Menghindari untuk bertindak selaku perantara bagi sesuatu pengusaha atau golongan
untuk mendapatkan pekerjaan atau pesanan dari kantor / instansi pernerintah.
4.5. Konflik Kepentingan
Konflik kepentingan dapat timbul dari pegawai yang berurusan dengan, atau dari pegawai
yang keputusannya dibuat untuk, orang-orang yang memiliki kepentingan pribadi. Oleh
sebab itu pegawai wajib :
a. Mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan golongan atau diri sendiri,
serta menghindarkan segala sesuatu yang dapat mendesak kepentingan negara oleh
kepentingan golongan, diri sendiri atau pihak lain;
b. Menghindari melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan
atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk
keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung
merugikan negara;
c. Menghindari melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apapun juga dalam
melaksanakan tugasnya untuk kepentingan pribadi, golongan atau pihak lain;
d. Menghindari kepemilikan saham / modal dalam perusahaan yang kegiatan usahanya
berada dalam ruang lingkup kekuasaannya;
e. Menghindari kepemilikan saham suatu perusahaan yang kegiatan usahanya tidak
berada dalam ruang lingkup kekuasaannya yang jumlah dan sifat pemilikan itu
sedemikian rupa sehingga melalui pemilikan saham tersebut dapat langsung atau tidak
langsung menentukan penyelenggaraan atau jalannya perusahaan;
f. Menghindari melakukan kegiatan usaha dagang baik secara resmi, maupun sambilan
menjadi direksi, pimpinan atau komisaris perusahaan swasta bagi yang berpangkat
Pembina golongan ruang IV/a ke atas atau yang memangku jabatan eselon I.
V. Kerahasiaan Dan Penggunaan Informasi Resmi
Seringkali karena kedudukan dan / atau jabatannya seorang pagawai memperolah,
mengolah dan menyimpan informasi resmi negara yang sifatnya rahasia. Oleh sebab itu
maka pegawai wajib:
a. Menyimpan rahasia negara dan atau rahasia jabatan dengan sebaik-baiknya dan
menghindari pemanfaatan rahasia negara yang diketahui karena kedudukan dan / atau
jabatan untuk kepentingan pribadi, golongan atau pihak lain;
b. Menghindari diri menjadi pegawai atau bekerja untuk negara asing tanpa ijin
pemerintah;
322 | P a g e
c. Segera melaporkan kepada atasannya, apabila mengetahui adanya tindakan
permbocoran rahasia dan informasi resmi yang dapat membahayakan atau merugikan
negara / pemerintah terutama di bidang keamanan, keuangan dan materil.
VI. Penggunaan Barang dan Jasa Dinas
Barang dan jasa dinas adalah aset institusi untuk mendukung pelaksanaan tugas
penegakan hukum. Kecuali jika diberi wewenang secara khusus, penggunaan sumber daya
atau jasa dinas untuk kepentingan atau keuntungan pribadi sangat dilarang, Oleh sebab itu
setiap pegawai wajib:
a. Menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan sebaik-baiknya;
b. Menghindari penyalahgunaan barang-barang, uang atau surat-surat berharga milik
negara;
c. Menghindari untuk memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan atau
meminjamkan barang-barang, dokumen atau surat-surat berharga milik negara secara
tidak sah.
VII. Lingkungan Kerja
Suasana tempat kerja yang sehat, aman dan bebas dari diskriminasi dan gangguan akan
dapat meningkatkan gairah bekerja sehingga tujuan individu dan organisasi akan lebih
cepat tercapai. Oleh sebab itu pegawai wajib :
a. Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik;
b. Bertindak dan bersikap tegas, tetapi adil dan bijaksana terhadap bawahannya;
c. Menghindari diri untuk tidak melakukan tindakan yang bersifat negatif dengan maksud
membalas dendam terhadap bawahannya atau orang lain di dalam maupun di luar
lingkungan kerjanya;
d. Mengetahui, memahami dan melaksanakan ketentuan tentang standar berpakaian
seragam dinas yang berlaku;
e. Menghindari diri dari penyalahgunaan alkohol dan narkoba;
f. Menghindari diri dari pernyalahgunaan senjata api dan barang-barang berbahaya
lainnya.
VIII. Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
Setiap pegawai harus menyadari dan mentaati dengan sungquh-sunqguh mengenai semua
ketentuan mengenai tindak pidana korupsi sebagaimana disebutkan dalam
Undangundang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Segala bentuk tindakan korupsi sebagaimana disebutkan dalam undang-undang tersebut
akan dikenakan sanksi pidana dengan maksimal hukuman yang dapat berupa pidana
mati. Bagi pegawai yang menjadi penyelenggara negara yang meliputi jabatanjabatan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999
Tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
harus menyadari dan mentaati dengan sungguh-sungguh mengenai kewajibannya
sebagaimana disebutkan dalam pasal 5 undang-undang tersebut, yaitu;
a. Mengucapkan sumpah atau janji sesuai dengan agamanya sebelum memangku
jabatannya;
b. Bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama dan setelah menjabat;
c. Melaporkan dan mengumumkan kekayaannya sebelum dan setelah menjabat;
d. Tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme;
323 | P a g e
e. Melaksanakan tugas tanpa membeda-bedakan suku, agama, ras dan golongan;
f. Melaksanakan tugas dengan penuh rasa tanggung jawab dan tidak melakukan
perbuatan tercela, tanpa pamrih baik untuk kepentingan pribadi, keluarga, kroni,
maupun kelompok, dan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun yang
bertentangan dengan katentuan perundang-undangan yang berlaku; dan
g. Bersedia menjadi saksi dalam perkara korupsi, kolusi dan nepotisme serta dalam
perkara lainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang beriaku.
Adapun setiap bentuk pelanggaran terhadap ketentuan pasal tersebut diatas akan
dikenakan sanksi sebagaimana tercantum di dalam Pasal 20, 21 dan 22 Undang-undang
Nomor 26 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas Dari
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
324 | P a g e
MENTERI
KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 01/PM.9/2010 TENTANG
KODE ETIK PEGAWAI INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN KEUANGAN
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang :
1. bahwa dalam rangka mewujudkan pegawai Inspektorat Jenderal Kementerian
Keuangan yang bersih, berwibawa, dan bertanggung jawab serta memiliki integritas
dalam menjalankan tugas, diperlukan peningkatan disiplin dan penegakan etika
pegawai di lingkungan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan;
2. bahwa sebagai upaya peningkatan disiplin dan penegakan etika pegawai di lingkungan
Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan tersebut, diperlukan kode etik pegawai
Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan;
3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Kode Etik Pegawai Inspektorat
Jenderal Kementerian Keuangan;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890);
2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih
dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3.
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1975 tentang Sumpah/Janji Pegawai Negeri
Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1975 Nomor 27, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3059);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai
Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1980 Nomor 50, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3176);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode
Etik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
142, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4450);
6. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 15/KMK.01/UP.6/1985 tentang Ketentuan
Penegakan Disiplin Kerja Dalam Hubungan Pemberian Tunjangan Khusus Pembinaan
Keuangan Negara Kepada Pegawai Dalam Lingkungan Departemen Keuangan
Republik Indonesia;
7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 29/PMK.01/2007 tentang Pedoman Peningkatan
Disiplin Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Departemen Keuangan sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.01/2007;
8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.01/2007 tentang Majelis Kode Etik di
Lingkungan Departemen Keuangan;
325 | P a g e
9. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 293/KMK.01/2007 tentang Pendelegasian
Wewenang Kepada Para Pejabat Di Lingkungan Departemen Keuangan Untuk
Memberikan Sanksi Moral Atas Pelanggaran Kode Etik Pegawai Negeri Sipil Di
Lingkungan Departemen Keuangan;
10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Departemen Keuangan sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 73/PMK.01/2009.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG KODE ETIK PEGAWAI
INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN KEUANGAN.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan :
(1) Pegawai adalah Pegawai Negeri Sipil dan Calon Pegawai Negeri Sipil Inspektorat
Jenderal Kementerian Keuangan, termasuk pegawai/pejabat/pihak lain yang diperbantukan
pada Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.
(2) Kode Etik Pegawai Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan, untuk selanjutnya
disebut Kode Etik, adalah pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan Pegawai
Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan yang terdiri dari kewajiban dan larangan
dalam melaksanakan tugas dan fungsi Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan serta
pergaulan hidup sehari-hari.
(3) Majelis Kehormatan Kode Etik Pegawai Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan
yang selanjutnya disebut Majelis Kode Etik adalah pejabat di lingkungan Inspektorat
Jenderal Kementerian Keuangan yang ditunjuk oleh Inspektur Jenderal yang bertugas
memeriksa dugaan pelanggaran Kode Etik.
(4) Pejabat yang berwenang adalah Inspektur Jenderal atau pejabat lain yang ditunjuk.
(5) Kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan.
(6) Larangan adalah sesuatu yang tidak boleh dilakukan.
(7) Sanksi moral adalah kewajiban menyampaikan permohonan maaf dan pernyataan
penyesalan secara lisan dan/atau tertulis.
BAB II TUJUAN KODE ETIK
Pasal 2
Kode Etik bertujuan untuk :
a. menjaga martabat, kehormatan, citra dan integritas pegawai;
b. meningkatkan disiplin pegawai;
c. menjamin terpeliharanya tata tertib;
d. menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan iklim kerja yang kondusif; dan
e. menciptakan dan memelihara kondisi kerja serta perilaku yang profesional.
326 | P a g e
BAB III NILAI-NILAI DASAR PRIBADI
Pasal 3
Setiap pegawai harus menjunjung tinggi nilai-nilai dasar pribadi sebagai berikut :
1. Integrity (Integritas); mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh
sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan, kesamaan,
pemikiran, ucapan, dan perilaku serta disiplin dan taat pada peraturan dalam
bekerja/bertindak.
2. Leadership (Kepemimpinan); kemampuan dalam mempengaruhi orang-orang lain agar
bekerjasama sesuai dengan rencana demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Kemampuan dalam memimpim tim secara efektif sehingga tujuan manajemen
secara keseluruhan tercapai.
3. Innovation (Inovasi); kemampuan untuk menghasilkan atau melakukan sesuatu yang
baru yang menambah atau menciptakan nilai-nilai manfaat bagi Inspektorat Jenderal.
4. Ethics (Etika); memiliki etika, moral dan sopan santun dalam menjalankan segala
aktivitas. Kemampuan untuk menentukan batas-batas suatu perbuatan, kelakuan, sifat, dan
perangai yang dinyatakan benar, salah, baik, buruk, layak atau tidak layak, patut maupun
tidak patut.
BAB IV KEWAJIBAN DAN LARANGAN
Pasal 4
(1) Pegawai wajib :
a. Menghormati agama dan kepercayaan orang lain.
b. Bersikap, berpenampilan, dan bertutur kata secara sopan dan santun.
c. Mematuhi dan menegakkan aturan kedinasan dan peraturan perundang-undangan
lainnya.
d. Bersikap independen, obyektif, tanggung jawab, jujur, dan profesional dalam
pelaksanaan tugas.
e. Meningkatkan kemampuan profesional dan kualitas kerja secara terus menerus.
f. Menjaga kerahasiaan data dan informasi, baik yang diperoleh dalam pelaksanaan tugas
maupun milik organisasi.
g. Mendahulukan tugas kedinasan daripada kepentingan pribadi atau golongan.
h. Menggalang kerjasama yang sehat dengan sesama pegawai Inspektorat Jenderal.
i. Mengidentifikasi setiap potensi benturan kepentingan yang timbul atau potensi adanya
benturan kepentingan dalam pelaksanaan tugas dan segera memberitahukan kepada
atasan langsung.
j. Mematuhi tata tertib mengenai jam masuk, istirahat, pulang kantor, dan memanfaatkan jam
kerja sesuai ketentuan yang berlaku.
(2) Pegawai dilarang :
a. Menggunakan wewenang yang dimiliki, langsung atau tidak langsung, untuk kepentingan
pribadi dan/atau golongan.
b. Meminta atau menerima pemberian dari siapapun dan dalam bentuk apapun yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kebijakan organisasi, dan sumpah
pegawai negeri sipil/jabatan.
c. Memanfaatkan data dan informasi dinas untuk kepentingan pribadi atau golongan.
d. Melakukan perbuatan tidak terpuji yang bertentangan dengan norma kesusilaan.
327 | P a g e
e. Melakukan tindakan yang dapat mencemarkan nama baik/merusak citra dan martabat
Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.
f. Menghilangkan bukti audit atau barang/dokumen milik negara.
g. Membuat, mengkonsumsi, memperdagangkan dan atau mendistribusikan segala bentuk
narkotika dan atau minuman keras dan atau obat-obatan psikotropika dan atau barang
terlarang lainnya.
h. Melakukan pekerjaan/kegiatan yang patut diduga menimbulkan benturan kepentingan
dengan tugas, kewenangan, dan posisi sebagai pegawai Inspektorat Jenderal Kementerian
Keuangan.
i. Menggunakan fasilitas kantor untuk kepentingan di luar kedinasan tanpa ijin dari atasan.
j. Bersikap dan bertindak diskriminatif dalam pelaksanaan tugas.
k. Menjadi anggota atau simpatisan aktif partai politik.
BAB V PELANGGARAN KODE ETIK DAN SANKSI
Pasal 5
Setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan Pegawai yang bertentangan dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 merupakan pelanggaran kode etik. Pasal 6
(1) Pegawai yang melakukan pelanggaran Kode Etik dikenakan sanksi, yaitu:
a. sanksi moral; dan
b. hukuman disiplin berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980, dalam hal
terjadi pelanggaran disiplin pegawai.
(2) Pengenaan sanksi moral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disampaikan
secara tertutup atau terbuka.
Pasal 7
(1) Sanksi moral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a ditetapkan dengan
surat keputusan oleh Pejabat yang berwenang berdasarkan keputusan Majelis Kode Etik
dengan memuat pelanggaran Kode Etik yang dilakukan.
(2) Pengenaan sanksi moral secara tertutup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2)
disampaikan oleh Pejabat yang berwenang dalam ruang tertutup yang hanya diketahui oleh
pegawai yang bersangkutan dan Pejabat lain yang terkait.
(3) Pengenaan sanksi moral secara tertutup berlaku sejak tanggal penyampaian
pengenaan sanksi moral oleh Pejabat yang berwenang kepada pegawai yang
bersangkutan.
(4) Pengenaan sanksi moral secara terbuka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
(2), disampaikan oleh Pejabat yang berwenang atau Pejabat lain yang ditunjuk melalui :
a. forum pertemuan resmi pegawai;
b. upacara bendera;
c. papan pengumuman;
d. media massa; atau
e. forum lain yang dipandang sesuai untuk itu.
(5) Pengenaan sanksi moral yang disampaikan secara terbuka melalui forum pertemuan
resmi pegawai, upacara bendera atau forum lain disampaikan sebanyak 1 (satu) kali, dan
berlaku sejak tanggal disampaikan oleh Pejabat yang berwenang kepada pegawai yang
bersangkutan.
328 | P a g e
(6) Pengenaan sanksi moral yang disampaikan secara terbuka melalui papan
pengumuman atau media massa harus sudah diumumkan/dimuat paling lama 3 (tiga) hari
kerja sejak tanggal ditetapkannya surat keputusan pengenaan sanksi moral.
(7) Dalam hal pegawai yang dikenakan sanksi moral tidak hadir tanpa alasan yang sah
pada waktu penyampaian keputusan sanksi moral, maka dianggap telah menerima
keputusan sanksi moral tersebut.
(8) Sanksi moral dilaksanakan paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak keputusan sanksi
moral disampaikan.
MENTERI
KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
(9) Dalam hal pegawai yang dikenakan sanksi moral tidak melaksanakan sanksi moral
dapat dijatuhi hukuman disiplin ringan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun
1980.
BAB VI MAJELIS KODE ETIK
Pasal 8
(1) Inspektur Jenderal menetapkan pembentukan Majelis Kode Etik untuk memeriksa
pegawai yang memangku jabatan struktural Eselon III, Eselon IV, pejabat fungsional
tertentu, dan pejabat fungsional umum di lingkungan Inspektorat Jenderal Kementerian
Keuangan yang diduga melakukan pelanggaran kode etik.
(2) Inspektur Jenderal dapat mendelegasikan wewenang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) kepada serendah-rendahnya Pejabat Eselon II.
Pasal 9
(1) Majelis Kode Etik dibentuk paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya
pengaduan dugaan terjadinya pelanggaran Kode Etik.
(2) Keanggotaan Majelis Kode Etik terdiri dari:
a. 1 (satu) orang ketua merangkap anggota;
b. 1 (satu ) orang sekretaris merangkap anggota; dan
c. Paling kurang 3 (tiga) orang anggota.
(3) Anggota Majelis Kode Etik berjumlah ganjil.
(4) Jabatan Anggota Majelis Kode Etik tidak boleh lebih rendah dari jabatan Pegawai yang
diduga melakukan pelanggaran Kode Etik.
Pasal 10
(1) Majelis Kode Etik melakukan pemanggilan secara tertulis kepada pegawai yang diduga
melakukan pelanggaran Kode Etik.
(2) Apabila Pegawai dimaksud tidak memenuhi panggilan, dilakukan pemanggilan kedua
dengan jangka waktu 5 (lima) hari kerja.
(3) Dalam hal Pegawai tidak bersedia memenuhi panggilan kedua dari Majelis Kode Etik
tanpa alasan yang sah, dianggap melanggar Kode Etik, sehingga Majelis Kode Etik
merekomendasikan agar Pegawai yang bersangkutan dikenakan sanksi moral dan
hukuman disiplin ringan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 karena
tidak memenuhi kewajiban kedinasan.
(4) Majelis Kode Etik mengambil keputusan setelah memeriksa dan memberi kesempatan
membela diri kepada Pegawai yang diduga melanggar Kode Etik.
(5) Pemeriksaan oleh Majelis Kode Etik dilakukan secara tertutup.
(6) Keputusan Majelis Kode Etik diambil secara musyawarah mufakat.
329 | P a g e
(7) Dalam hal musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak tercapai,
keputusan diambil secara suara terbanyak.
(8) Dalam hal suara terbanyak sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tidak tercapai, Ketua
Majelis Kode Etik wajib mengambil keputusan.
(9) Majelis Kode Etik harus sudah membuat keputusan paling lambat 30 hari kerja sejak
pembentukan Majelis Kode Etik.
(10) Keputusan Majelis Kode Etik bersifat final.
Pasal 11
(1) Majelis Kode Etik wajib menyampaikan keputusan Majelis Kode Etik kepada Pejabat
yang berwenang memberikan sanksi moral dengan menggunakan formulir Laporan Hasil
Pemeriksaan Majelis Kode Etik sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan
Menteri Keuangan ini.
(2) Dalam hal keputusan Majelis Kode Etik menyangkut sanksi pelanggaran disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a dan huruf b
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980, Majelis Kode Etik menyampaikan Laporan
Hasil Pemeriksaan kepada Atasan langsung Pegawai untuk diteruskan secara hirarki
kepada Pejabat yang berwenang menjatuhkan hukuman disiplin guna pemeriksaan lebih
lanjut, sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan ini.
(3) Dalam hal keputusan Majelis Kode Etik menyangkut sanksi pelanggaran disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf c dan huruf d Peraturan Pemerintah
Nomor 30 Tahun 1980, Majelis Kode Etik menyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan
kepada Atasan langsung Pegawai untuk diteruskan secara hirarki kepada Inspektur
Jenderal Kementerian Keuangan guna pemeriksaan lebih lanjut, sebagaimana ditetapkan
dalam Lampiran III Peraturan Menteri Keuangan ini.
(4) Keputusan Majelis Kode Etik sudah harus disampaikan kepada Pejabat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja
sejak tanggal keputusan Majelis Kode Etik.
(5) Apabila berdasarkan pemeriksaan Majelis Kode Etik, Pegawai yang diduga melakukan
pelanggaran Kode Etik terbukti tidak bersalah, Majelis Kode Etik menyampaikan surat
pemberitahuan kepada Atasan langsung Pegawai yang bersangkutan selambat-lambatnya
10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal keputusan Majelis Kode Etik.
BAB VII PELAPORAN DUGAAN PELANGGARAN KODE ETIK
Pasal 12
(1) Dugaan terjadinya pelanggaran Kode Etik diperoleh dari:
a. Pengaduan tertulis.
b. Temuan Atasan.
(2) Setiap orang yang mengetahui adanya dugaan terjadinya pelanggaran Kode Etik dapat
menyampaikan pengaduan kepada Inspektur/Kepala Bagian/Kepala Subbagian (pimpinan unit
kerja) pegawai yang diduga melakukan pelanggaran.
(3) Pengaduan secara tertulis disampaikan dengan menyebutkan dugaan pelanggaran
yang dilakukan, bukti-bukti dan identitas pelapor.
(4) Pengaduan tertulis yang disampaikan tanpa disertai identitas pelapor, tidak
dipertimbangkan untuk diteliti.
(5) Inspektur/Kepala Bagian yang menerima pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) wajib meneliti pengaduan tersebut dan menjaga kerahasiaan identitas pelapor.
330 | P a g e
(6) Pimpinan unit kerja yang mengetahui adanya dugaan pelanggaran Kode Etik wajib
meneliti dugaan pelanggaran tersebut.
(7) Dalam melakukan penelitian atas dugaan pelanggaran Kode Etik, Atasan langsung
Pegawai secara hirarki wajib meneruskan kepada Pejabat yang berwenang membentuk
Majelis Kode Etik.
Pasal 13 Pimpinan unit kerja yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) dianggap melakukan pelanggaran Kode Etik
dan dikenakan sanksi moral.
BAB VIII PEJABAT YANG
BERWENANG MEMBERIKAN SANKSI MORAL
Pasal 14
(1) Inspektur Jenderal, terhadap pegawai yang memangku jabatan struktural Eselon II,
Eselon III, Eselon IV, Pejabat Fungsional Tertentu dan Pejabat Fungsional Umum di
lingkungan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.
(2) Sekretaris Inspektorat Jenderal/Inspektur, terhadap pegawai yang memangku jabatan
struktural Eselon III, Eselon IV, Pejabat Fungsional Tertentu dan Pejabat Fungsional Umum
dalam lingkungan masing-masing.
(3) Kepala Bagian, terhadap Pejabat Eselon IV dan Pejabat Fungsional Umum dalam
lingkungan masing-masing.
Pasal 15 Pejabat yang berwenang memberikan sanksi moral wajib memberikan sanksi
moral dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV
Peraturan Menteri Keuangan ini, selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak
diterimanya keputusan Majelis Kode Etik. BAB IX LAIN-LAIN Pasal 16
(1) Dalam hal terjadi dugaan pelanggaran Kode Etik oleh Pejabat Eselon I atau Pejabat
Eselon II, pemeriksaan dilakukan oleh Majelis Kehormatan Kode Etik tingkat Kementerian
Keuangan.
(2) Pembentukan Majelis Kehormatan Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
BAB X PENUTUP
Pasal 17
Inspektur Jenderal membuat panduan pelaksanaan Kode Etik sebagai penjabaran,
penjelasan, atau penegasan atas butir-butir kewajiban dan larangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 Pasal 18 Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai
berlaku:
1. Keputusan Inspektur Jenderal Departemen Keuangan Nomor Kep-23/IJ/2004 tentang
Kode Etik Pegawai Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan;
2. Keputusan Inspektur Jenderal Departemen Keuangan Nomor Kep-35/IJ/2004 tentang
Komite Kode Etik Pegawai Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 19 Peraturan Menteri Keuangan ini mulai
berlaku pada tanggal ditetapkan.
331 | P a g e
Download