II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Secara Umum Menurut Harjowigeno (1995) tanah memiliki arti yang khusus dalam bidang pertanian. Menurutnya, tanah sebagai tempat tumbuhnya tanaman darat. Tanah merupakan hasil dari pelapukan batu yang bercampur dengan sisa-sisa bahan organik dari organisme (vegetasi atau hewan) yang hidup di atasnya atau di dalamnya. Dalam tanah juga terdapat air dan udara. Ikatan antara butiran-butiran yang relatif lemah dapat disebabkan oleh karbonat, zat organik, atau oksida-oksida yang mengendap di antara partikel-partikel (Hardiyatmo 1992). Tanah merupakan campuran bahan mineral dengan bahan organik yang di dalamnya terdapat air yang berasal dari air hujan yang tertahan oleh tanah. Dalam proses pembentukannya terbentuk juga lapisan-lapisan tanah atau horison. Dengan demikian definisi ilmiah tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral bahan organik, air dan udara, dan merupakan media tumbuh untuk tanaman (Harjowigeno 1995). Bahan mineral tanah terbentuk dari pelapukan batu-batuan yang nantinya terbentuk dalam berbagia ukuran yaitu pasir, debu, dan liat. Mineral tanah ini terdiri dari dua jenis yaitu mineral primer, yang merupakan mineral yang terbentuk dari pelapukan batuan yang dilapuk dan mineral sekunder yaitu mineral bentukan baru yang terbentuk selama proses pembentukan tanah berlangsung. Mineral primer pada umumnya dalam fraksi pasir dan debu sedangkan mineral sekunder umumnya dalam fraksi liat. Susunan mineral tanah berbeda-beda sesuai dengan mineral batu-batuan yang dilapuk (Harjowigeno 1995). Butiran-butiran mineral yang membentuk bagian padat dari tanah merupakan hasil pelapukan dari batuan. Ukuran dari setiap butiran padat tersebut sangat bervariasi dan sifat-sifat fisik dari tanah banyak tergantung dari faktor-faktor ukuran, bentuk, dan komposisi kimia dari butiran (Braja 1993). Bahan organik umumnya ditemukan di permukaan tanah. Meski jumlahnya hanya 3 s.d. 5 % namun memiliki pengaruh yang besar terhadap sifat-sifat tanah yang salah satunya adalah sebagai granulator yang dapat memperbaiki struktur tanah. Tanah yang banyak mengandung bahan organik adalah tanah-tanah lapisan atas atau top soil. Semakin ke lapisan bawah tanah maka kandungan bahan organik semakin berkurang. Oleh karena itu top soil perlu dipertahankan (Harjowigeno 1995). Air juga merupakan bahan penyusun tanah. Air dalam tanah akan ditahan (diserap) oleh masa tanah, tertahan oleh lapisan kedap air, atau karena keadaan drainase yang kurang baik. Air di dalam tanah dapat meresap ataupun ditahan karena adanya gaya-gaya adhesi, kohesi dan gravitasi (Harjowigeno 1995). B. Sifat Fisik Dan Mekanik Tanah 1. Tekstur Tanah Menurut Haridjadja (1980) tekstur tanah adalah distribusi besar butir-butir tanah atau perbandingan secara relatif dari besar butir-butir tanah. Butir-butir tersebut adalah pasir, debu dan liat. Gabungan dari ketiga fraksi tersebut dinyatakan dalam persen dan disebut sebagai kelas tekstur. Pada umumnya tanah asli merupaka campuran dari butiran-butiran yang mempunyai ukuran yang berbeda-beda (Braja 1993). Tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah. Kelas tekstur tanah dikelompokkan berdasarkan perbandingan banyaknya butir-butir pasir, debu dan liat. Tanahtanah yang bertekstur pasir mempunyai luas permukaan yang kecil sehingga sulit menyerap (menahan) air dan unsur hara. Tanah-tanah bertekstur liat mempunyai luas permukaan yang besar sehingga kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara tinggi (Hardjowigeno 1995). Dalam sistem klasifikasi tanah berdasarkan tekstur, tanah diberi nama atas dasar komponen utama yang dikandungnya, misalnya lempung berpasir (sandy clay), lempung berlanau (silty clay), dan seterusnya (Braja 1993). Terdapat hubungan yang erat antara tekstur tanah dengan sifat-sifat tanah yang lain, seperti kapasitas tukar kation (KTK), porositas, kecepatan infiltrasi dan permeabilitas (Soedarmo dan Prayoto 1985). Komposisi ketiga fraksi tanah akan menentukan sifat-sifat fisika, fisika-kimia dan kimia tanah. Sebagai contoh, besarnya lapangan pertukaran dari ionion di dalam tanah amat ditentukan oleh tekstur tanah (Hakim et al. 1986). Sifat fisik dan kesuburan tanah sanggat dipengaruhi oleh tekstur tanah. Dari segi fisis tanah, tekstur berperan pada struktur, rumah tangga, air dan udara serta suhu tanah. Dalam segi kesuburan, tekstur memegang peranan penting dalam pertukaran ion, sifat penyangga, kejenuhan basa dan sebagainya. Fraksi liat merupakan fraksi yang paling aktif sedangkan kedua fraksi yang lain disebut kurang aktif (Haridjadja 1980). Braja (1993) menyatakan bahwa kelas tekstur dapat ditetapkan dengan menggunakan diagram segi tiga tekstur menurut USDA dalam Gambar 1. Sistem ini didasarkan pada ukuran batas dari butiran tanah yang meliputi: a. Pasir : butiran dengan diameter 2.0 s.d. 0.05 mm b. Debu : butiran dengan diameter 0.05 s.d. 0.002 mm c. Liat: butiran dengan diameter lebih kecil dari 0.002 mm Gambar 1. Diagram segitiga tekstur tanah dan sebaran besaran butiran 4 Fraksi pasir terdiri dari pecahan-pecahan batu dengan berbagai ukuran dan bentuk. Butiran-butiran pasir hampir selalu terdiri dari satu macam zat mineral, terutama kwartz (Wesley 1973). Partikel-partikel pasir memiliki ukuran yang jauh lebih besar dan memiliki luas permukaan yang kecil (dengan berat yang sama) dibandingkan dengan partikel-partikel debu dan liat. Oleh karena luas permukaan pasir adalah kecil, maka peranannya dalam ikut mengatur sifat-sifat kimia tanah adalah kecil sekali. Disamping itu, disebabkan fraksi pasir itu memiliki luas permukaan yang kecil, tetapi memiliki ukuran yang besar, maka fungsi utamanya adalah sebagai penyokong tanah dalam disekelilingnya terdapat partikel debu dan liat yang lebih aktif. Kecuali terdapat dalam jumlah yang lebih kecil, maka jika semakin tinggi persentase pasir dalam tanah, makin banyak ruang pori-pori diantara partikel tanah semakin dapat memperlancar gerakan udara dan air (Hakim 1986). Menurut Wesley (1973), debu merupakan bahan peralihan antara liat dan pasir halus. Fraksi ini kurang plastis dan lebih mudah ditembus air daripada liat dan memperlihatkan sifat dilatasi yang tidak terdapat pada liat. Luas pernukaan debu lebih besar dari luas permukaan pasir per gram, tingkat pelapukan debu dan pembebasan unsur-unsur hara untuk diserap akar lebih besar dari pasir. Partikel-partikel debu terasa licin sebagai tepung dan kurang melekat. Tanah yang mengandung fraksi debu yang tinggi dapat memegang air tersedia untuk tanaman (Hakim 1986). Fraksi liat pada kebanyakan tanah terdiri dari mineral-mineral yang berbeda-beda komposisi kimianya dan sifat-sifat lainnya dibandingkan dengan debu dan pasir. Fraksi liat memiliki luas permukaan yang besar. Di dalam tanah molekul-molekul air mengelilingi partikel-partikel liat berbentuk selaput tipis, sehingga jumlah liat akan menentukan kapasitas memegang air dalam tanah. Permukaan liat dapat mengadsorbsi sejumlah unsur-unsur hara dalam tanah. Dengan denikian liat yang permukaannya bermuatan negatif dianggap sebagai penyimpan air dan makanan tanaman (Hakim 1986). Liat terdiri dari butiran-butiran yang sanggat kecil dan menunjukkan sifat plastisitas dan kohesi. Kohesi menunjukkan kenyataan bahwa bagian-bagian bahan itu melekat satu sama lainnya, sedangkan plastisitas adalah sifat yang memungkinkan bentuk bahan itu dirubah-rubah tanpa perubahan isi atau tanpa kembali ke bentuk asalnya, dan tanpa terjadi retakan atau terpecah-pecah (Wesley 1973). 2. Struktur Tanah Menurut Haridjadja (1980) struktur tanah adalah susunan butiran tanah secara alami menjadi agregat dengan bentuk tertentu dan dibatasi oleh bidang-bidang dan Hardjowigeno (1995) mendefinisikan struktur tanah sebagai gumpalan kecil dari butiran-butiran tanah. Gumpalan struktur ini terjadi karena butir-butir pasir, debu dan liat terikat satu sama lain oleh suatu perekat seperti bahan organik, oksida-oksida besi dan lain-lain. Gumpalan-gumpalan kecil ini mempunyai bentuk, ukuran, dan kemantapan (ketahanan) yang berbeda-beda. Struktur tanah meliputi bentuk dan susunan agregat (tipe struktur), ukuran agregat (kelas struktur) dan kemantapan agregat (taraf perkembangan) (Haridjadja 1980). Menurut Hardjowigeno (1995) tanah dengan struktur baik (granuler, remah) mempunyai tata udara yang baik, unsur-unsur hara lebih mudah tersedia dan mudah diolah. Struktur tanah yang yang baik adalah yang bentuknya membulat sehingga tidak dapat saling bersinggungan dengan rapat. Akibat dari itu maka pori-pori tanah akan banyak terbentuk. Struktur tanah juga harus tidak mudah rusak (mantap) sehingga pori-pori tanah tidak cepat tertutup bila terjadi hujan. 5 3. Kadar Air Tanah Tanah terdiri dari tiga fase yaitu cair, padatan dan gas. Fase cair adalah air tanah yang mengisi bagian-bagian atau seluruhnya dari ruangan kosong diantara zarah-zarah padat (Haridjadja 1980). Air terdapat di dalam tanah karena ditahan (diserap oleh masa tanah), tertahan oleh lapisan kedap air, atau keadaan drainase yang kurang baik. Gaya adhesi, kohesi dan gravitasi mempengaruhi ditahan atau meresapnya air dalam tanah (Hardjowigeno 1995) Kadar air tanah merupakan nisbah antara berat air dengan berat tanah kering (basis kering), atau nisbah antara berat air dengan berat tanah basah (basis basah), atau nisbah antara volume air dengan volume tanah utuh (basis volume). Kadar air tanah dinyatakan dalam persen berat atau persen volume (sapei et al. 1990). Haridjadja (1980) memaparkan bahwa penetapan kadar air tanah dapat dilakukan dilapangan dan laboratorium. Metode penentuan kadar air dapat diklasifikasikan menjadi gravimetrik, tensiometri, tahanan listrik dan pembauran neutron. Cara gravimetrik dilakukan dengan cara sejumlah tanah basah dikeringkan dalam oven pada suhu 100oC hingga 110oC selama 24-48 jam. Air yang hilang selama pemanasan merupakan air yang terdapat dalam tanah basah. Persamaan yang menyatakan besarnya kadar air tanah dapat dituliskan sebagai berikut: = 100% (Kadar air basis kering) dengan X adalah bobot contoh tanah dan Y adalah bobot contoh tanah yang telah dikeringkan di dalam oven (Haridjadja 1980). 4. Konsistensi Tanah Konsistensi tanah menunjukkan kekuatan daya kohesi butir-butir tanah atau daya kohesi butir-butir tanah dengan benda lain. Konsistensi tanah merupakan bagian dari ilmu yang mempelajari perubahan-perubahan bentuk (deformation) dan aliran suatu benda (flow) atau sering disebut sebagai Ilmu Rheologi. Sifat-sifat rheologi tanah dipelajari dengan menentukan angka-angka Atterberg, yaitu angka-angka kadar air tanah pada beberapa kondisi tanah. Angka Atterberg meliputi batas cair, batas plastis, batas melekat. Dalam keadaan kering, tanah dibedakan ke dalam konsistensi lunak sampai keras. Dalam keadaan basah dibedakan plastisitasnya yaitu dari plastis sampai tidak plastis atau kelekatannya yaitu dari tidak lekat sampai lekat. Dalam keadaan lembab atau kering konsistensi tanah dibedakan menjadi gembur jika dalam keadaan lembab atau lunak dalam keadaan kering dan teguh (lembab) atau keras (kering) (Harjowigeno 1995). Atas dasar air yang dikandung tanah, tanah dapat dipisahkan kedalam empat keadaan dasar,yaitu: padat, semi padat, plastis dan cair, seperti ditunjukkan pada Gambar 2. 6 Gambar 2. Batas-batas Attenberg a. Batas Cair [Liquid Limit (LL)] Batas cair adalah jumlah air terbanyak yang dapat ditahan tanah. Kalau air lebih banyak tanah bersama air akan mengalir. Dengan kadar air yang tinggi ini, tanah dapat melekat pada alat pengolahan tanah seperti bajak dan cangkul. Bila air berkurang maka melekatnya melekatnya tanah pada alat pengolahan juga berkurang, sehingga bila kadar air terus berkurang tanah tidak dapat melekat lagi (Harjowigeno 1995). b. Batas Plastis [Plastic Limit (PL)] Batas plastis adalah kadar air dimana gulungan tanah mulai tidak dapat digolek-golek (digulung-gulung) lagi. Kalau digolek-golek tanah akan pecah-pecah ke segala jurusan. Pada kadar air lebih kecil dari batas plastis tanah sukar diolah (Harjowigeno 1995). Batas plastis merupakan batas terendah dari tingkat keplastisan suatu tanah (Braja 1993). c. Indeks Plastisitas [Plasticity Index (PI)] Menurut Braja (1993) indeks plastisitas adalah perbedaan antara batas cair dengan batas plastis suatu tanah, atau = Tanah-tanah liat pada umumnya memiliki indeks plastisitas yang tinggi sedangkan tanah-tanah berpasir mempunyai indeks plastisitas yang rendah (Harjowigeno 1995). Jumlah dan ciri bahan koloid mempengaruhi plastisitas. Fraksi-fraksi liat silika menunjukkan plastisitas yang kuat dibandingkan dengan sesquioksida. Monmorillonit lebih plastis plastis dibandingkan dengan liat koalinit (Hakim 1986). Menurut Haridjadja (1980) konsistensi memiliki peran penting dalam penggarapan tanah (tillage). Pengolahan tanah dalam keadaan yang sanggat basah atau sanggat kering akan menyebabkan rusaknya struktur tanah yang akan berimbas pada memburuknya drainase tanah dan sukarnya akar menembus tanah. Tanahtanah yang mempunyai konsistensi baik umumnya mudah diolah dan tidak melekat pada alat pengolah tanah (Harjowigeno 1995). Dalam Hardiyatmo (1992) batasan mengenai indeks plastis, sifat, macammacam tanah dan kohesinya diberikan oleh Attenberg seperti pada tabel 1. 7 PI 0 <7 7-17 > 17 Tabel 1. Nilai indeks plastisitas dan macam tanah Sifat Macam Tanah Kohesi Nonplastis Pasir Nonkohesif Plastisitas rendah Lanau Kohesif sebagian Plastis sedang Lempung berlanau Kohesif Plastisitas tinggi Lempung Kohesif Kohnke (1980) menambahkan bahwa pengaruh dari kadar air mengakibatkan perubahan terhadap konsistensi. Hubungan antara konsistensi dan kadar air digambarkan seperti berikut. Gambar 3. Pengaruh kadar air terhadap konsistensi 5. Densitas Tanah Bulk Density atau kerapatan lindak menunjukkan perbandingan antara berat tanah kering dengan volume tanah termasuk pori-pori tanah. Bulk Density merupakan petunjuk kepadatan tanah, semakin padat suatu tanah maka semakin tinggi bulk density, artinya semakin sulit meneruskan air atau ditembus akar tanaman. Pada umumnya bulk density tanah berkisar antara 1.1 – 1.6 g/cm3. Akan tetapi ada juga beberapa jenis tanah yang mempunyai bulk density kurang dari 0.85 g/cm3 (Hardjowigeno 1995). Menurut Pramuhadi (2005), pertumbuhan dan produksi tebu maksimum serta pertumbuhan gulma minimum terjadi pada kisaran densitas tanah 1.2 – 1.3 g/cm3. Pada suatu usaha pemadatan tanah yang tetap, bulk density tanah merupakan fungsi kadar air tanah. Bulk Density tanah meningkat mulai dari meningkatnya kadar air tanah dan mencapai puncak yang disebut sebagi kadar air optimum, selanjutnya menurun seiring dengan meningkatnya kadar air tanah (Hillel 1980). 6. Kekuatan Tanah Kekuatan tanah adalah kemampuan tanah untuk menahan beban tanpa mengalami kerusakan, baik berupa perpecahan, perpisahan ataupun aliran. Secara kuantitatif kekuatan tanah dapat didefinisikan sebagai tegangan maksimal yang dapat diberikan kepada tanah 8 tertentu tanpa menyebabkan kerusakan pada tanah tersebut (Hillel 1980). Kekuatan tanah tergantung pada gaya-gaya yang bekerja diantara butir-butirnya (Wesley 1973). Kekuatan geser tanah merupakan gaya perlawanan yang dilakukan oleh butir-butir tanah terhadap desakan atau tarikan (Hardiyatmo 1992). Wesley (1973) menambahkan bahwa kekuatan geser tanah adalah akibat gerak relatif antara butiran, bukan karana butirannya sendiri hancur. Menurut Hardiyatmo (1992), bila tanah mengalami pembebanan akan ditahan oleh: a. Kohesi tanah yang terkandung pada jenis tanah dan kepadatannya, tetapi tidak tergantung dari tegangan vertikal yang bekerja pada bidang geseran. b. Gesekan antara butir-butir tanah yang besarnya berbanding lurus dengan tegangan vertikal pada bidang gesernya. Couloumb (1773) mendefinisikan fungsi f(σ) sebagai: = tan dengan τ= kuat geser tanah, c= kohesi tanah, σ =tegangan normal pada bidang runtuh dan θ=sudut gesek dalam tanah. Hubungan dari persamaan ini dapat digambarkan seperti berikut. Gambar 4. Grafik kekuatan geser Dalam tanah tidak berkohesi, kekuatan gesernya hanya terletak pada gesekan antara butiran tanah saja (c=0) sedangkan pada tanah berkohesi dalam kondisi jenuh, maka θ=0 dan τ=c (Sunggono 1984). Hardiyatmo (1992), mengungkapkan bahwa kekuatan geser tanah dari benda uji yang diperiksa di laboratorium, biasanya dilakukan dengan besar beban yang ditentukan terlebih dahulu dan dikerjakan dengan menggunakan tipe peralatan khusus. Beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya kekuatan geser tanah yang diuji di laboratorium adalah : a. Kandungan mineral dan butiran tanah b. Bentuk partikel c. Angka pori dan kadar air d. Sejarah tegangan yang pernah dialami e. Tegangan yang ada di lokasi (di dalam tanah) f. Perubahan tegangan selama pengambilan contoh dari dalam tanah g. Tegangan yang dibebankan sebelum pengujian h. Cara pengujian i. Kecepatan pembebanan j. Kondisi drainasi yang dipilih, drainasi terbuka (drained) atau tertutup (undrained) k. Tekanan air pori yang ditimbulkan l. Kriteria yang diambil untuk penentuan kuat gesernya 9 Terdapat beberapa batasan ataupun kekurangan dalam pengujian kekuatan geser langsung, yaitu: a. Tanah benda uji dipaksa untuk mengalami keruntuhan (fail) pada bidang yang telah ditentukan sebelumnya. b. Distribusi tegangan pada bidang kegagalan tidak seragam. c. Tekanan air pori tidak dapat diukur. d. Deformasi yang diterapkan pada benda uji hanya terbatas pada gerakan maksimum sebesar alat geser langsung dapat digerakkan. e. Pola tegangan pada kenyataannya adalah sangat kompleks dan arah dari bidangbidang tegangan utama berotasi ketika ketika regangan geser ditambah. f. Drainase tidak dapat dikontrol. Luas bidang kontak antara tanah di kedua setengah bagian kotak geser berkurang ketika pengujian berlangsung. Tetapi pengaruhnya sangat kecil pada hasil pengujian, sehingga dapat diabaikan. Keruntuhan mekanis biasanya terjadi pada proses pemotong tanah pada bagian permukaan pemotongan dalam (internal rupture surface) tanah dan pada batas tanah dengan permukaan alat pemotong. Dalam menganalisis mekanisme dari keruntuhan tanah diperlukan pengetahuna mengenai sifat mekanis tanah dalam hal ini kekuatan geser yang merupakan penjumlahan dari proses gesekan dan kohesi. Dengan menganalisis keruntuhan mekanis tanah ini dapat dirancang tipe alat pemotong yang efektif dan efisien (McKyes, 1985). Gambar 5. Keruntuhan tanah dalam proses pemotongan 10