DAFTAR ISI Prakata . . . . . . . . . . . . . . . . 1 Pasca Bencana. . . . . . . . . 2 Waktu Untuk Meratap. . . . . . . . . . . . . . 2 Waktu Untuk Bertanya Mengapa. . . . . . 4 Waktu Untuk Bekerja . . . . . . . . . . . . . 11 Waktu Untuk Berdoa. . . . . . . . . . . . . . 15 Waktu Untuk Memberi. . . . . . . . . . . . 17 Waktu Untuk Berencana. . . . . . . . . . . 18 Waktu Untuk Berjaga-jaga. . . . . . . . . . 20 Waktu Untuk Menghibur dan Allah Sang Penghibur. . . 24 Penerbit: RBC Ministries Editor Pelaksana: David Sper Penerjemah: Audrey Monika Editor Terjemahan: Merry D., Festus I.G., Natalia E., Dwiyanto Penata Letak: Jane Selomulyo, Dwiyanto Rancang Sampul: Alex Soh Diterjemahkan dari: After The Hurricane Pasca bencana Menanggapi Musibah Secara Alkitabiah oleh Ajith Fernando B uklet ini aslinya ditulis beberapa hari setelah gelombang tsunami melanda Sri Lanka pada bulan Desember 2004, dan mengakibatkan tewasnya puluhan ribu penduduk dan mengungsinya ratusan ribu penduduk lainnya. Ajith Fernando, direktur nasional Youth For Christ di Sri Lanka, menuliskan buklet ini ketika ia menyaksikan banyaknya penderitaan yang dialami oleh para sahabat dan juga orang-orang sebangsanya. Tantangan dan dorongan yang diberikannya sungguh tepat bagi pergumulan yang muncul setelah terjadinya sejumlah bencana di beberapa tempat di Indonesia. Oleh karena itu, isi buklet ini telah direvisi untuk menanggapi bencana-bencana tersebut. —Martin R. De Haan II Bacaan Alkitab merupakan kutipan dari ALKITAB Terjemahan Baru (TB) © LAI 1974; Cetakan ke-23 tahun 2003. Copyright © 2010 RBC Ministries, Grand Rapids, Michigan. Dicetak di Indonesia. STI Bencana-21Des.indd 1 12/22/10 10:28:08 AM Pasca BENCANA K etika suatu kota atau bahkan bangsa mengalami bencana, orang Kristen perlu berpaling pada Alkitab sebagai sumber kekuatan dan pimpinan. Dengan kasih Kristus, kita juga perlu menjangkau orang-orang yang sedang menderita. Kita perlu berpaling pada Alkitab sebagai sumber kekuatan dan pimpinan. Buklet ini merupakan hasil dari usaha saya untuk merefleksikan secara alkitabiah tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh orang Kristen setelah terjadinya suatu musibah seperti bencana tsunami di Sri Lanka dan sejumlah bencana alam yang terjadi di Indonesia. Kerinduan saya adalah buklet ini dapat berguna untuk melayani siapa saja yang sedang menghadapi krisis berat yang menimpa. Waktu untuk Meratap A lkitab berkata, “Ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk meratap; ada waktu untuk menari” (Pkh. 3:4). Tentulah, masa setelah terjadinya suatu bencana adalah waktu yang tepat untuk menangis dan meratap. Ada bagian-bagian penting dalam Alkitab yang disebut sebagai ratapan, dimana orangorang yang beriman kepada Allah berdukacita atas apa yang mereka alami dan bertanya mengapa Allah mengizinkan hal-hal tersebut terjadi atas mereka. Ada sejumlah ratapan yang diserukan oleh seseorang yang sedang menderita. Ratapan lainnya diserukan oleh orang-orang yang mengasihi bangsanya dan mereka meratapi penderitaan bangsanya. Ada sebuah kitab dalam Alkitab, yaitu Ratapan, yang seluruh isinya adalah ratapan atas penderitaan-penderitaan yang dialami suatu bangsa. Yeremia berseru, “Sekiranya kepalaku penuh air, dan mataku menjadi pancuran air mata, maka siang malam aku akan 2 STI Bencana-21Des.indd 2 12/22/10 10:28:08 AM menangisi orang-orang puteri bangsaku yang terbunuh!” (Yer. 9:1). Yeremia ingin menangis karena penderitaan yang dialami di dalam jiwanya. Perkataan Yeremia selanjutnya menunjukkan bahwa menangis dapat menolong untuk memberikan kesembuhan bagi jiwanya. Ketika bergumul dengan penderitaan yang menimpa keluarga, masyarakat, atau bangsa kita, mengungkapkan rasa duka akan menolong kita terlepas dari tekanan dan memampukan kita untuk memiliki sikap yang lebih bermanfaat bagi orang-orang di sekitar kita. Inilah yang terjadi pada Nehemia. Ketika ia mendengar berita tentang keadaan Yerusalem yang menyedihkan, ia menangis, meratap, berpuasa, dan berdoa selama berhari-hari hingga raja menyadari bahwa wajah Nehemia menunjukkan tanda-tanda kepedihan yang mendalam. Namun, setelah waktu berduka berakhir, Nehemia pun turun tangan dan bertindak. Ia menjadi pahlawan bagi bangsanya dimana gaya kepemimpinannya yang cemerlang merupakan teladan yang luar biasa dan masih diterapkan hingga hampir 2.500 tahun kemudian. Ketika bergumul dengan penderitaan yang menimpa keluarga, masyarakat, atau bangsa kita, mengungkapkan rasa duka akan menolong kita terlepas dari tekanan dan memampukan kita untuk memiliki sikap yang lebih berguna bagi orang-orang di sekitar kita. Dalam Alkitab, kita menemukan beberapa cara yang digunakan orang untuk mengungkapkan rasa duka yang mereka alami, antara lain berpuasa (2 Sam. 1:12) dan memakai kain kabung (Kej. 37:34; 2 Sam. 3:31) dan berguling dalam abu (Est. 4:1-3; Yer. 6:26; 25:34). Kita perlu menemukan cara-cara untuk mengungkapkan rasa duka yang 3 STI Bencana-21Des.indd 3 12/22/10 10:28:08 AM sesuai dengan kebudayaan kita sendiri. Kita perlu menemukan cara-cara untuk mengungkapkan rasa duka yang sesuai dengan kebudayaan kita sendiri. Tentu saja berpuasa dan berdoa bagi keluarga, gereja, masyarakat, atau bangsa merupakan tindakan yang paling umum dilakukan di masa terjadinya musibah. Di Sri Lanka, setelah terjadinya tsunami, orang-orang mengibarkan bendera putih sebagai tanda berkabung. Setiap kebudayaan memiliki cara-caranya sendiri untuk mengungkapkan rasa duka. Ketika Dorkas meninggal dan Petrus datang ke rumahnya, “. . . semua janda datang berdiri dekat (Petrus) dan sambil menangis mereka menunjukkan kepadanya semua baju dan pakaian, yang dibuat Dorkas waktu ia masih hidup” (Kis. 9:39). Sikap seperti ini sering disebutkan dalam Kitab Suci. Kita perlu memikirkan dengan sungguh bagaimana jemaat gereja kita dapat memiliki pengungkapan rasa duka sesuai dengan budaya yang ada dan sejalan dengan pemahaman yang alkitabiah tentang ratapan. Waktu untuk Bertanya Mengapa Bergumul dengan Kedaulatan Allah Mempertanyakan mengapa hal yang buruk dapat terjadi merupakan satu aspek dari ratapan yang alkitabiah. Alkitab mendorong kita untuk menggumulkan pertanyaan ini dengan memberikan teladan dari umat Allah yang punya sikap demikian, seperti Ayub, Yeremia, dan para pemazmur. Ayub bergumul dalam jangka waktu yang lama untuk memahami apa yang terjadi di sekelilingnya. Umumnya di akhir masa pergumulan, umat Allah meyakini bahwa karena Allah berdaulat dan mengetahui apa yang terjadi, sikap tetap mempercayai-Nya adalah sikap yang sangat bijaksana. Hal 4 STI Bencana-21Des.indd 4 12/22/10 10:28:09 AM ini sering kali kita temukan di dalam Mazmur (mis. Mzm. 73). Percaya pada kedaulatan Allah, di masa terjadinya musibah, akan menolong kita terhindar dari sikap putus asa di tengah pergumulan. Kita harus bersandar pada janji Allah bahwa dibalik musibah terburuk sekalipun, Dia akan mendatangkan sesuatu yang baik bagi mereka yang mengasihi-Nya (Rm. 8:28). Perspektif terhadap kedaulatan Allah ini tidak muncul begitu saja. Terkadang kita perlu bergumul dengan Allah mengenai hal ini. Berdoa dan merenungkan firman-Nya sangatlah menolong di saatsaat seperti ini (Mzm. 27). Kita mungkin sibuk berjuang memulihkan diri dari bencana atau melayani mereka yang terkena dampak bencana. Akan tetapi, kita harus tetap menyediakan waktu bersama Allah dan firman-Nya. Itulah alasannya mengapa umat Allah harus tetap beribadah kepadaNya bersama dalam jemaat, seberapapun parahnya situasi yang sedang dihadapi. Ketika kita beribadah bersama-sama, kita memusatkan perhatian kepada hal-hal yang kekal, yang mengingatkan kita tentang kedaulatan Allah. Menyadari kebenaran ini akan menolong kita untuk menghalau kesuraman yang melanda dan memberi kita kekuatan untuk percaya bahwa Allah akan terus memelihara kita. Setelah menerima penghiburan dari Allah dan firman-Nya, kita pun akan memiliki kekuatan untuk siap berkorban dalam melayani mereka yang sedang menderita. Percaya pada kedaulatan Allah, di masa terjadinya suatu musibah, akan menolong kita terhindar dari sikap putus asa di tengah pergumulan. Mengeluh bersama Segala Makhluk Kita harus ingat bahwa setelah Adam dan Hawa berdosa dengan melawan Allah, dosa masuk ke dalam dunia dan alam semesta kehilangan keseimbangannya. Alkitab menggambarkan bahwa seluruh ciptaan berada di bawah kutuk 5 STI Bencana-21Des.indd 5 12/22/10 10:28:09 AM (Kej. 3:17; Rm. 8:20). Oleh karena itu, bencana alam akan terus terjadi sampai Allah menjadikan langit dan bumi yang baru (2 Ptr. 3:13; Why. 21:1). Paulus mengatakan bahwa “sampai sekarang segala makhluk sama-sama mengeluh dan sama-sama merasa sakit bersalin” (Rm. 8:22). Selanjutnya ia berkata bahwa mereka yang mengenal Kristus pun mengeluh dalam hati (ay.23). Ketika melihat akibat yang disebabkan oleh tsunami dan berbagai bencana lainnya, kita telah melihat dengan jelas keluhan dari segala makhluk maupun dari umat Allah. Orang Kristen harus belajar bagaimana mengeluh. Jika tidak belajar, apabila muncul masalah di tempat Allah memanggil kita untuk melayani, kita mungkin tergoda untuk melarikan diri dari kehendak Allah dan mencari tempat yang lebih aman. Mengeluh akan menolong kita untuk mengatasi keadaankeadaan yang sulit. Keluhan yang dibicarakan dalam Roma 8 digambarkan sebagai rasa “sakit bersalin” (ay.22). Wanita mampu bertahan terhadap rasa sakit bersalin yang luar biasa itu karena mereka menantikan saat yang penuh sukacita ketika mereka melahirkan sang anak. Serupa dengan hal itu, keluhan kita mengingatkan kita pada penghujung penuh sukacita yang pasti akan datang (lih. 2 Kor. 5:2-4). Hal ini menolong kita untuk tidak lari dari situasi sulit yang ditempatkan Allah bagi kita. Kita dapat bertahan terhadap penderitaan karena kita tahu bahwa kelepasan yang kekal dan abadi di surga pasti akan tiba. Mengeluh juga menghapus kepahitan kita atas penderitaan yang kita alami. Kita harus belajar mengeluh di hadapan Allah dan umat-Nya dan tidak menyembunyikannya di dalam diri kita. Ketika kita melakukan hal itu, kita mengungkapkan penderitaan kita dan kita melepaskan tekanan yang telah terbangun dari pengalaman kita yang menyakitkan. Dengan demikian, benih-benih kepahitan akan sulit bertumbuh. Keluhan kita juga memperkenankan Allah untuk menghibur kita, baik secara pribadi atau melalui sahabat-sahabat kita. Ketika kita benar-benar menerima penghiburan, kita tidak akan mengalami kepahitan, karena 6 STI Bencana-21Des.indd 6 12/22/10 10:28:09 AM kita mengalami suatu kasih yang menghapuskan kemarahan yang merupakan sumber kepahitan. Kita harus belajar mengeluh di hadapan Allah dan umatNya dan tidak menyembunyikannya di dalam diri kita. Jadi ketika bangsa kita mengeluh karena bencanabencana yang menimpa, kita juga mengeluh secara pribadi. Sebagian dari keluhan kita dapat berupa pertanyaan kepada Allah mengapa peristiwa tersebut terjadi, meski jauh di dalam hati, kita mempunyai keyakinan bahwa Allah tetap memegang kendali atas dunia yang diciptakan-Nya. ALLAH YANG MENGELUH Salah satu ajaran Alkitab yang paling luar biasa tentang Allah adalah bahwa ketika kita mengeluh, Dia mengeluh bersama kita (Rm. 8:26). Allah mengetahui apa yang sedang kita alami, dan Dia merasakan penderitaan kita. Alkitab berkata bahwa ketika Israel dalam kesesakan, Dia juga merasakannya (Yes. 63:9). Bahkan, Allah meratapi dan berduka atas umat yang tidak mengenal-Nya (Yes. 16:11; Yer. 48:31). Betapa berbedanya ini dari pendapat umum yang mengatakan bahwa Allah itu jauh dan tidak peduli pada keadaan yang ada. Keluhan Allah seharusnya tidak mengherankan bagi kita, karena kita tahu bahwa pada saat Yesus (yang adalah Allah) hidup di bumi, Dia juga mengeluh atas penderitaan dunia ini. Dia menangisi penduduk Yerusalem karena kedegilan hati mereka dan penghakiman yang akan datang atas mereka (Luk. 19:41-44). Yesus juga menangis di kuburan teman-Nya, Lazarus, dan bergabung bersama orang-orang yang juga menangis di kubur itu (Yoh. 11:33-35). Jadi, kita dapat menyimpulkan bahwa Allah juga menangis bersama mereka yang menangis karena banyaknya kehilangan yang dialami setelah terjadinya suatu bencana alam. Tangisan Allah memberi kita alasan yang kuat untuk tidak menahan tangisan kita. 7 STI Bencana-21Des.indd 7 12/22/10 10:28:09 AM Namun yang lebih penting, ketika kita menyadari bahwa Allah mengeluh bersama kita, sulit bagi kita untuk menjadi marah kepada-Nya atas apa yang menimpa kita. Hal ini juga memudahkan kita untuk datang kepada-Nya dan mendapatkan penghiburan dari-Nya ketika kita ada dalam kebingungan. Ketika kita menyadari bahwa Allah mengeluh bersama kita, sulit bagi kita untuk menjadi marah kepadaNya atas apa yang menimpa kita. Apakah ini suatu hukuman? Satu pertanyaan yang sering kali ditanyakan adalah apakah bencana-bencana yang mengerikan seperti tsunami atau letusan gunung berapi merupakan hukuman dari Allah. Sejumlah orang bahkan meyakini betul bahwa bencanabencana ini merupakan tindakan Allah yang menghukum orang berdosa. Namun, keyakinan seperti ini amatlah diragukan kebenarannya ketika kita menyadari bahwa ribuan orang Kristen yang baik juga terkena dampaknya bersama warga lainnya di negara-negara yang mengalami bencana. Ketika Yesus datang ke dunia, Dia mengalami penderitaan yang sama dengan apa yang dialami oleh setiap orang. Inilah aspek utama bagaimana Dia menjadikan diri-Nya sama dengan umat manusia. Demikian pula kita yang mengikut Yesus juga dipanggil untuk menderita bersama dengan orang-orang yang ada dalam penderitaan. Pemulihan dari suatu bencana memberikan kepada kita semua kesempatan untuk melakukan hal ini. Merupakan suatu hak istimewa sebagai umat Kristen untuk dapat berada di antara mereka yang menderita akibat bencana besar. Kita harus bersatu dengan para korban di dalam duka mereka. Komentar yang dilontarkan Yesus mengenai dua bencana yang terjadi pada masa hidupNya sangatlah menolong jika kita memperhatikannya. Dia baru saja mengajar tentang penghakiman dan sejumlah 8 STI Bencana-21Des.indd 8 12/22/10 10:28:09 AM orang mengingatkan-Nya tentang suatu peristiwa dimana sejumlah orang Galilea dibunuh oleh Pilatus ketika mereka sedang mempersembahkan korban. Mungkin mereka menyebut tragedi ini sebagai suatu contoh penghakiman dari Allah. Yesus tidak menyetujui alur pemikiran mereka. Sebaliknya, Dia berkata, “Tidak! Kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian” (Luk. 13:3). Lalu, Yesus melanjutkan dengan menyebutkan suatu tragedi lain, yaitu ketika 18 orang mati karena tertimpa menara yang jatuh. Dia mengatakan lagi bahwa jika mereka tidak bertobat, mereka akan “binasa atas cara demikian” (ay.5). Pengulangan dari peringatan yang sama pada ayat 3 dan 5 ini menunjukkan pentingnya peringatan tersebut. Maksud Yesus, trageditragedi itu seharusnya menjadi peringatan bagi kita bahwa jika kita tidak bertobat, kita akan menghadapi akibat-akibat yang lebih serius. Dengan cara yang sama, bencana-bencana seperti tsunami dan gempa bumi yang terjadi memberikan peringatan serius kepada kita semua. Semua itu seharusnya membuat kita berpikir dan mengingatkan kita tentang betapa rapuhnya hidup kita. Siapkah kita menghadapi kematian dan kemudian penghakiman yang menyusulnya? Peristiwaperisitwa ini seharusnya membawa kita untuk tunduk dalam kerendahan hati kepada Allah yang menguasai segalanya, bahkan menguasai alam ini! Bencana seperti tsunami dan gempa bumi . . . . seharusnya membuat kita berpikir dan mengingatkan kita tentang betapa rapuhnya hidup kita. Kita harus ingat bahwa sebagian besar pernyataan tentang penghakiman di Alkitab ditujukan kepada umat Allah. Hanya sedikit yang ditujukan kepada orang-orang di luar umat perjanjian Allah. Kita tahu bahwa manusia akan dihukum karena pemberontakan mereka terhadap Allah. Kita harus melakukan semua yang 9 STI Bencana-21Des.indd 9 12/22/10 10:28:09 AM dapat kita lakukan untuk menunjukkan kepada mereka, bagaimana mereka dapat diselamatkan dari penghakiman itu. Namun, sangat berbahaya bagi kita untuk berkata bahwa suatu peristiwa merupakan bentuk hukuman Allah. Yeremia menubuatkan bahwa bangsa Yahudi akan dihukum karena pemberontakan mereka terhadap Allah. Dan mereka menganiaya Yeremia karena nubuatan itu. Namun, ketika mereka benar-benar dihukum, Yeremia tidak dengan gembira berkata, “Aku bilang juga apa!” Ia berduka untuk bangsanya (Yer. 9:1). Sesungguhnya, bahkan sebelum penghakiman itu, Yeremia tahu bahwa ia akan diliputi dukacita, jika mereka tidak bertobat. Ia berkata, “Jika kamu tidak mau mendengarkannya, aku akan menangis di tempat yang tersembunyi oleh karena kesombonganmu, air mataku akan berlinang-linang, bahkan akan bercucuran, oleh sebab kawanan domba Tuhan diangkut tertawan” (Yer. 13:17). Kita patut mengikuti teladan Yeremia dengan melakukan apa pun yang dapat kita lakukan untuk mempersiapkan orang-orang untuk menghadap Pencipta mereka pada saat penghakiman akhir. Pada saat terjadinya bencana, orang mungkin terpicu untuk melemparkan kesalahan kepada seseorang. Mereka mengajukan pertanyaanpertanyaan seperti: Bukankah para pegawai di semua tingkat pemerintahan tahu tentang dampak-dampak kehancuran yang mungkin terjadi ketika suatu bencana melanda? Mengapa tidak dilakukan upaya pencegahan dari tahun-tahun sebelumnya? Dan mengapa para korban bencana tidak segera mendapatkan bantuan yang dapat menyelamatkan hidup mereka? Mungkin perlu waktu bertahun-tahun untuk menjawab pertanyaan itu dan pertanyaan lain yang serupa. Namun, kiranya kita sebagai umat Allah tidak dianggap bersalah karena gagal memperingatkan orang-orang di berbagai tempat tentang penghakiman Allah yang akan datang. Kiranya kita peka terhadap krisis jasmani dan rohani yang mereka alami, sehingga dengan sigap kita berusaha memberikan bantuan yang dibutuhkan untuk meringankan beban penderitaan mereka. 10 STI Bencana-21Des.indd 10 12/22/10 10:28:09 AM Waktu Untuk Bekerja B agi umat Kristen, setiap bencana merupakan panggilan untuk bertindak. Dan karena kita dikuatkan oleh kasih Allah (2 Kor. 5:14), serta diberi kuasa oleh Roh Kudus (Kis. 1:8), kita secara khusus diperlengkapi supaya dapat memberikan dampak yang besar terhadap orang-orang yang menderita. Ketika terjadi suatu musibah, umat Kristen harus segera mulai bertindak. Ketika jemaat Kristen mula-mula mengetahui kebutuhan yang ada di tengah masyarakat mereka, mereka bergegas berusaha memenuhi kebutuhan tersebut (Kis. 4:34-37). Ketika gereja muda di Antiokhia mendengar tentang bencana kelaparan yang terjadi di Yerusalem, mereka segera mencari jalan untuk memberikan bantuan (11:28-30). Sesuai dengan teladan ini, umat Kristen di sepanjang sejarah selalu berada di garis terdepan dalam memberikan bantuan kemanusiaan. Saya percaya nasihat Paulus kepada Timotius, yang tertulis dalam 2 Timotius 2 tentang pelayanan Kristen, layak untuk diperhatikan kapanpun kita menghadapi suatu situasi yang membutuhkan pertolongan. Mari kita memperhatikan bagian ini dan menerapkannya dalam situasi kita sendiri. Umat Kristen di sepanjang sejarah selalu berada di garis terdepan dalam memberikan bantuan kemanusiaan. Paulus menuliskan, “Ikutlah menderita sebagai prajurit yang baik dari Kristus Yesus” (ay.3). Paulus menggambarkan pelayanan Timotius sebagai penderitaan. Pernyataan Paulus ini seharusnya tidak mengejutkan kita, sebab menderita karena Injil merupakan bagian yang normal dari kehidupannya sehari-hari (lih. 1 Kor. 15:30-31; Kol. 1:2429). Inilah panggilan bagi semua orang Kristen yang hidup di tengah-tengah penderitaan— panggilan untuk menderita dengan cara melayani bangsa mereka. 11 STI Bencana-21Des.indd 11 12/22/10 10:28:09 AM Umat Kristen yang setia mengalami penderitaan dalam berbagai bentuk ketika mereka berusaha melayani Allah dan bangsanya. Terkadang penderitaan itu tidak kentara. Misalnya, seorang istri mungkin perlu merelakan suaminya untuk bekerja ekstra keras dalam suatu upaya bantuan kemanusiaan. Biasanya ini menjadi hal yang sulit bagi suatu pernikahan dan keluarga, dan mungkin memberikan beban ekstra bagi sang istri. Namun, ketika kita menyadari bahwa penderitaan ini terjadi bagi Allah, ini akan menolong dalam mengurangi rasa sakit dan menyingkirkan kemarahan yang ada. Bentukbentuk penderitaan lainnya tampak lebih jelas—seperti kelelahan, kurangnya istirahat, dan menghadapi kecaman terhadap motivasi dan cara kita melakukan pelayanan. Di ayat-ayat setelah ayat 3, Paulus menjelaskan bagaimana Timotius harus terlibat dengan mengambil bagian dalam penderitaan. Ia berkata, “Seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan diri dengan soalsoal penghidupannya” (2 Tim. 2:4). Kita mungkin harus melepaskan apa yang dipandang orang sebagai kebutuhan normal demi melayani orang lain pada saat-saat ini. Situasi yang mendesak memerlukan pemecahan yang segera pula. Keluarga kita perlu diberi tahu bahwa kita semua harus membayar harga, jika kita ingin melayani bangsa kita selama berlangsungnya suatu krisis. Ketika kita menyadari bahwa penderitaan ini terjadi bagi Allah, ini akan menolong dalam mengurangi rasa sakit dan menyingkirkan kemarahan yang ada. Tentu saja kehidupan keluarga itu penting. Membina keluarga kita merupakan sesuatu yang tak dapat pernah dikesampingkan. Namun, adanya krisis yang mendesak dapat membuat kita mengubah cara kita melakukan segala sesuatu. Menurut Paulus, bekerja keras layaknya seorang petani merupakan aspek lain dari 12 STI Bencana-21Des.indd 12 12/22/10 10:28:09 AM penderitaan (2 Tim. 2:6). Dalam bagian lain, Paulus berkata, “Itulah yang kuusahakan dan kupergumulkan dengan segala tenaga sesuai dengan kuasa-Nya, yang bekerja dengan kuat di dalam aku” (Kol. 1:29). Menyadari betapa mendesaknya panggilan kita untuk membagikan kabar tentang Kristus kepada dunia yang sedang menuju kesudahannya, kita perlu selalu bekerja keras dalam melayani Allah selama kita hidup di dunia. Suatu hari kelak kita akan mendapatkan perhentian yang luar biasa ketika kita berada di surga (Why. 14:13). Namun, sekarang adalah waktunya untuk bekerja. Amy Carmichael, seorang misionaris luar biasa yang melayani anak terlantar di India, berkata, “Kita punya waktu sepanjang kekekalan untuk merayakan kemenangan kita, tetapi hanya punya beberapa jam sebelum berakhirnya waktu untuk memperoleh kemenangan itu.” Inilah waktunya bagi kita untuk menderita bagi orang-orang yang sangat membutuhkan pertolongan, untuk bekerja keras, dan untuk melepaskan beberapa hal yang biasa kita miliki sehingga mereka yang tidak memiliki apa-apa dapat tertolong. Tidak bekerja keras merupakan kesalahan yang serius. Nabi Amos mengucapkan kutuk kepada mereka yang hidup bersenangsenang dan bersantai sementara bangsa mereka berada dalam krisis (Am. 6:1-6). Karena Daud tinggal di rumah pada saat para raja biasanya pergi berperang, ia pun jatuh dalam dosa (2 Sam. 11:1). “Kita punya waktu sepanjang kekekalan untuk merayakan kemenangan kita, tetapi hanya punya beberapa jam sebelum berakhirnya waktu untuk memperoleh kemenangan itu.” Amy Carmichael Di ayat 8-13 dari 2 Timotius 2, Paulus memberitahukan kepada Timotius tentang berkat yang akan diterima, jika ia menderita dalam melayani Allah. 13 STI Bencana-21Des.indd 13 12/22/10 10:28:09 AM Perhatikan ayat 11 dan 12: “Jika kita mati dengan Dia, kita pun akan hidup dengan Dia; jika kita bertekun, kita pun akan ikut memerintah bersama dengan Dia.” Namun terdapat pula sebuah peringatan: “Jika kita menyangkal Dia, Dia pun akan menyangkal kita; jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya” (2 Tim. 2:12b-13). Inilah waktunya bagi kita untuk menderita bagi orang-orang yang sangat membutuhkan pertolongan, untuk bekerja keras, dan untuk melepaskan beberapa hal yang biasa kita miliki sehingga mereka yang tidak memiliki apa-apa dapat tertolong. Ayat-ayat ini mengingatkan kita bahwa penghakiman yang akan datang adalah kenyataan yang sungguh mengagumkan. Ada upah bagi pelayanan, tetapi ada hukuman bagi ketidaktaatan. Kebenaran itu adalah bagian dari cara menjalani hidup Kristen yang mempengaruhi segala perbuatan kita. Suatu hari kita akan melihat bahwa semua pengorbanan diri yang kita lakukan memang layak diperbuat. Inilah sebabnya kita tidak perlu kecewa ketika orang lain menerima penghargaan atas apa yang kita lakukan. Inilah sebabnya kita seharusnya bersedia melakukan hal-hal yang tampaknya tidak memberikan kepada kita penghargaan apa pun di dunia ini. Tak ada pekerjaan yang terlampau kecil bagi kita, karena Allah akan memberi kita kekuatan untuk menjadi hambaNya. Bencana merupakan kesempatan untuk menunjukkan kasih Kristen. Bencana merupakan kesempatan untuk menunjukkan kasih Kristen. 14 STI Bencana-21Des.indd 14 12/22/10 10:28:09 AM Waktu Untuk Berdoa H al paling dahsyat yang dapat dilakukan orang Kristen adalah berdoa. Menurut Paulus, doa syafaat yang berhasil merupakan hasil kerja keras (Kol. 4:12-13). Di masa Perjanjian Lama, ketika bangsa Israel menghadapi krisis, para pemimpin yang saleh mengajak bangsa itu untuk berdoa, dan sering kali juga berpuasa. Puasa selalu dilakukan pada waktu terjadinya bencana nasional (2 Sam. 1:12). Ketika sejumlah besar bangsa asing datang menyerbu Raja Yosafat, dikatakan bahwa sang raja “menjadi takut”. Namun, ia segera memutuskan untuk “mencari Tuhan. Ia menyerukan kepada seluruh Yehuda supaya berpuasa” (2 Taw. 20:3). Kita mungkin berpikir bahwa Yosafat akan mengerahkan kekuatan pasukannya dan mempersiapkan mereka untuk berperang. Sebaliknya, ia memerintahkan bangsanya supaya berpuasa dan mengumpulkan mereka untuk berdoa. Alhasil, Allah pun turut campur tangan dan memberikan kepada Yosafat kemenangan yang gemilang. Betapa pun sibuknya kita, doa perorangan dan doa bersama seharusnya menjadi aspek penting dalam upaya kita memberi bantuan kemanusiaan. Keistimewaan doa ialah bahwa doa dapat dilakukan oleh setiap orang Kristen—muda dan tua, yang masih aktif maupun yang terbaring sakit. Ketika terjadi krisis nasional maupun lokal, para pemimpin Kristen harus memanggil umatnya untuk berdoa dan berpuasa secara khusus. Betapa pun sibuknya kita, doa perorangan dan doa bersama seharusnya menjadi aspek penting dalam upaya bantuan kemanusiaan kita. Di bawah ini adalah beberapa hal yang perlu kita doakan: • supaya anugerah Allah tercurah bagi mereka yang mengalami kehilangan baik orang-orang yang dikasihi maupun harta bendanya; 15 STI Bencana-21Des.indd 15 12/22/10 10:28:09 AM • supaya mereka yang mengalami trauma yang dalam dapat dilayani dan mereka yang kehilangan rumah dapat menemukan solusi bagi masalah tempat tinggal mereka; • supaya mereka yang berada di tempat-tempat pengungsian dapat tercukupi kebutuhannya, dan supaya kaum yang mudah diserang, yaitu wanita dan anak-anak, mendapat perlindungan; • supaya orang Kristen dapat bangkit dan bersedia memberi diri terlibat dalam pelayanan yang efektif; • supaya gereja dibangkitkan untuk membawa kemuliaan bagi Allah melalui tindakan dan kesaksian kita bagi Kristus; • supaya Allah memandu setiap dari kita tentang bagaimana kita dapat terlibat dalam proses pemulihan; Hal paling dahsyat yang dapat dilakukan orang Kristen adalah berdoa. • bagi proses bantuan dan rehabilitasi serta bagi kelompok-kelompok yang terlibat dalam proses ini (khususnya organisasi Kristen dan gereja) dan bagi pihak pemerintah yang berwenang menempatkan bantuan dana bagi daerah yang terkena dampak bencana; • supaya korupsi, pemborosan, kurangnya perencanaan, dan apa pun yang dapat menghambat upaya bantuan kemanusiaan dapat ditekan sekecil mungkin; • supaya diberikan hikmat bagi para pemimpin politik kita yang membuat kebijakankebijakan berkaitan dengan proses pemulihan; • supaya ada persediaan dan dana yang mencukupi bagi tugas besar untuk memulihkan daerah yang terkena bencana; • supaya melalui tragedi ini, dunia dapat melihat kasih Kristus yang diwujudnyatakan oleh para pengikut-Nya bagi mereka yang membutuhkan; • supaya kemuliaan Allah dapat bersinar melalui bangsa itu, lebih dari yang telah dialami sebelumnya, hingga akibatnya orang-orang akan mencari Allah dan menemukan keselamatan dari-Nya. 16 STI Bencana-21Des.indd 16 12/22/10 10:28:09 AM Waktu untuk MEMBERI K etika Agabus bernubuat kepada gereja di Antiokhia tentang bahaya kelaparan yang sedang melanda Yerusalem, gereja muda ini segera mengumpulkan persembahan dan mengirimnya ke Yerusalem (Kis. 11:27-30). Selanjutnya, Paulus mengatur pendanaan dengan mengumpulkan uang dari sejumlah gereja di luar wilayah Israel untuk mencukupi kebutuhan dari gereja Yerusalem (2 Kor. 8–9). Memberi kepada orang yang membutuhkan merupakan aspek penting dalam kekristenan (Ul. 15:7-11; Mat. 5:42; 19:21; Luk. 12:33; Gal. 2:10; 1 Tim. 6:18; Ibr. 13:16). Selama masa-masa terjadinya bencana, umat Allah harus memberikan sebagian dari harta mereka demi menolong orangorang yang menderita. Paulus berkata bahwa kita memiliki tanggung jawab khusus terhadap “kawan-kawan kita seiman,” terhadap sesama anggota keluarga Allah (Gal. 6:10). Jadi tanggung jawab utama kita adalah kepada saudarasaudara kita seiman di dalam Kristus. Namun lebih jauh dari itu, pemberian kita haruslah menjangkau sesama yang membutuhkan. Selama masa-masa terjadinya bencana, umat Allah harus memberikan sebagian dari harta mereka demi menolong orang-orang yang menderita. Kita harus mengasihi sesama kita seperti diri sendiri, sebuah perintah yang muncul tujuh kali dalam Perjanjian Baru (Mat. 19:19; 22:39; Mrk. 12:31; Luk. 10:27; Rm. 13:9; Gal. 5:14; Yak. 2:8). Ketika sejumlah besar uang dan bantuan diterima dari pemerintah dan organisasi kemanusiaan, kita mungkin secara keliru menyimpulkan bahwa kita sendiri tidak perlu memberi karena, jika dibandingkan, bantuan kita akan sangat kecil jumlahnya. Namun, kita harus ingat bahwa dampak dari suatu pemberian tidaklah tergantung 17 STI Bencana-21Des.indd 17 12/22/10 10:28:09 AM pada besarnya jumlah uang yang diberikan. Kisah Yesus tentang uang sepeser yang diberikan oleh seorang janda mengajarkan tentang hal ini. Meskipun janda itu hanya memberi uang persembahan dalam jumlah kecil, Yesus berkata, “Sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak daripada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan” (Mrk. 12:43). Dalam suratnya yang kedua kepada jemaat di Korintus, Paulus dengan panjang lebar berusaha mendorong mereka supaya bersedia memberikan persembahan bagi jemaat di Yerusalem (2 Kor. 8–9). Ia juga menjabarkan sejumlah rencana yang jelas tentang bagaimana persembahan dapat diberikan dan bagaimana dana itu akan dikelola (1 Kor. 16:1-4). Waktu untuk Kita harus ingat bahwa Berencana dampak dari suatu pemberian tidaklah tergantung pada besarnya jumlah uang yang diberikan. Para pemimpin Kristen perlu mendorong jemaatnya supaya mereka memberi, dengan mengajarkan kepada mereka bahwa pemberian mereka yang kecil pun dapat memiliki dampak yang besar ketika Allah bekerja melaluinya. Kita perlu memberikan petunjuk-petunjuk khusus tentang bagaimana, di mana, dan kapan orang dapat memberi. D alam 1 Korintus 16:1-4 dijelaskan bahwa pengumpulan dan pembagian persembahan tidak boleh dilakukan dengan sembarangan. Prinsip ini juga diterapkan pada proses rehabilitasi dan pemberian bantuan. Amsal mengatakan bahwa peperangan perlu dilakukan dengan perencanaan dan pertimbangan yang matang sehingga hanya strategi yang paling bijaksanalah yang diterima (Ams. 20:18; 24:6). Hal ini berlaku pula pada “perang” untuk memenuhi kebutuhan dari banyak orang. Banyak waktu, tenaga, dan sumber daya yang 18 STI Bencana-21Des.indd 18 12/22/10 10:28:09 AM dapat terbuang percuma hanya karena kurangnya perencanaan. Bisa jadi, banyak orang yang berkekurangan tidak mendapat bantuan yang seharusnya mereka terima, sementara yang lainnya menerima lebih daripada yang mereka butuhkan. Semuanya itu disebabkan karena perencanaan yang tidak matang. Perencanaan terutama diperlukan ketika kita bergerak dari usaha memenuhi kebutuhan yang mendesak menuju awal proses rekonstruksi. Adalah bijaksana bagi kelompokkelompok yang lebih kecil untuk menjalin kerja sama dengan kelompok lainnya. Ketika kita bekerja sama dengan berbagai gereja atau kelompok lain, kita memiliki kesempatan yang indah untuk menunjukkan kesatuan yang kita miliki bersama di dalam Kristus. Banyak waktu, tenaga, dan sumber daya yang dapat terbuang percuma hanya karena kurangnya perencanaan. Banyak gereja dikaruniai dengan orang-orang yang rela dan mampu menolong. Mereka dapat menjadi sumber daya yang penting bagi kelompokkelompok khusus yang memiliki dana dan pengalaman dalam pemberian bantuan dan rehabilitasi, tetapi tidak memiliki cukup orang. Inilah salah satu keadaan yang membuat prinsip Pengkhotbah 4:9 berlaku: “Berdua lebih baik dari pada seorang diri, karena mereka menerima upah yang baik dalam jerih payah mereka.” Kebanyakan dari antara kita tidak memiliki cukup persiapan atau pengetahuan untuk melakukan pekerjaan secara efektif seorang diri. Jadi memang lebih bijaksana jika kita bekerjasama dengan pihak-pihak lain. Barangkali ini juga merupakan waktu bagi kita untuk menunjukkan komitmen kepada mereka yang membutuhkan pertolongan dengan cara menolong pihakpihak yang berada di luar gereja. Kita adalah warga dari dua dunia, sehingga segala sesuatu yang kita lakukan di kedua dunia tersebut, kita lakukan demi Allah dan untuk kemuliaan-Nya (1 Kor. 10:31). 19 STI Bencana-21Des.indd 19 12/22/10 10:28:09 AM Pekerjaan yang kita lakukan di dalam institusi “sekuler”, kita lakukan terutama bagi Allah. Kita dapat melihat nilai penting dari pekerjaan kita, karena itu bertujuan untuk melayani masyarakat di mana Allah telah menempatkan kita sebagai saksisaksi-Nya. Kita adalah warga dari dua dunia, sehingga segala sesuatu yang kita lakukan di kedua dunia tersebut, kita lakukan demi Allah dan untuk kemuliaan-Nya. Prinsip serupa juga berlaku ketika kita melayani masyarakat melalui proyek pemberian bantuan dan pemulihan yang diatur oleh suatu kelompok masyarakat tertentu atau pemerintah. Kita patut mencari kesempatan untuk bergabung dengan sesama kita dalam proyek mereka sehingga kita dapat menjadi wakil Kristus di sana. Waktu untuk Berjaga-jaga D alam 2 Timotius 2:5, ketika Paulus mendorong Timotius untuk menderita dan bekerja keras, ia juga mendorongnya untuk menjadi seperti “seorang olahragawan” yang “bertanding menurut peraturan-peraturan”. Ketika Anda berlari dengan sangat cepat, sangatlah mudah bagi Anda untuk tersandung dan jatuh. Sayangnya, banyak orang yang telah bekerja keras dalam proses pemberian bantuan telah melanggar beberapa aturan dasar yang tidak seharusnya dilanggar. Jadi, dalam pemberian bantuan ini, kita harus memastikan bahwa kita mengikuti prinsip-prinsip dasar iman dan pelayanan Kristen. Sebagai contoh, dalam kondisi melelahkan yang mungkin kita alami setelah terjadinya bencana, kita bisa jadi lupa menyediakan waktu untuk menyendiri bersama Allah atau bersama pasangan dan anakanak kita. Namun kelalaian seperti ini tidak boleh dibiarkan berlanjut terlalu lama. Jika kita mengabaikan waktu kita bersama Allah, kesehatan 20 STI Bencana-21Des.indd 20 12/22/10 10:28:10 AM rohani kita pun akan memudar. Jika kita mengabaikan waktu bersama pasangan dan anggota keluarga kita terlalu lama, pada akhirnya keluarga kita menjadi tidak sehat. Jika kita terus-menerus kekurangan tidur dan bekerja tanpa istirahat, tubuh dan emosi kita akan terkena dampak yang serius, sehingga kita merasa lemah dan berperilaku di luar kewajaran. Segera setelah adanya suatu keadaan darurat, kita mungkin harus memaksakan diri sampai pada batasnya, tanpa mendapatkan istirahat yang cukup. Namun, kita perlu segera kembali pada rutinitas untuk beristirahat dan bersaat teduh di tengah kesibukan yang ada. Ini termasuk beristirahat satu hari dalam seminggu yang sejalan dengan prinsip perhentian pada hari Sabat. Hal ini berlaku bagi semua orang yang terlibat dalam upaya membantu untuk meringankan penderitaan orang lain. Misalnya, mereka yang bekerja penuh waktu untuk mengasuh anggota keluarga yang sakit parah harus berusaha mengambil waktu untuk beristirahat sejenak dan untuk bersama Tuhan. Jika tidak, mereka bisa menjadi gampang marah dan bahkan kehilangan keefektifan mereka sebagai pengasuh. Jika kita mengabaikan waktu kita bersama Allah, kesehatan rohani kita pun akan memudar. Bekerja tanpa henti, tanpa istirahat dan tanpa penyegaran rohani akan mengakibatkan pudarnya sukacita, sifat gampang marah, dan bahkan depresi. Dalam bukunya The New Testament Image of The Ministry [Citra Pelayanan Dalam Perjanjian Baru], (Grand Rapids: Baker, 1974, hlm.133), W. T. Purkiser mengutip dari seorang yang terlibat dalam konseling, yang mengatakan bahwa ia tidak pernah menemukan kasus depresi yang tidak berawal dari kelelahan yang amat sangat. Karena sukacita merupakan salah satu dari banyak kualitas dasar orang Kristen yang dipenuhi Roh Kudus (Gal. 5:22), ketika seseorang kehilangan sukacitanya mereka berhenti berperilaku seperti orang Kristen. Sukacita inilah yang memberi 21 STI Bencana-21Des.indd 21 12/22/10 10:28:10 AM kita kekuatan (Neh. 8:10). Inilah yang menolong kita untuk tetap melayani Allah dengan penuh semangat, tak peduli betapa pun sulitnya situasi yang dihadapi. Terkadang kita mungkin menangis karena rasa dukacita menyaksikan apa yang telah terjadi, tetapi di dalam diri kita memiliki sukacita dari Tuhan. Ini disebabkan karena di tengah suasana duka, kita menikmati persekutuan dengan Pribadi yang mengasihi kita dan yang sangat kita kasihi. Bekerja tanpa henti, tanpa istirahat dan tanpa penyegaran rohani akan mengakibatkan pudarnya sukacita, sifat gampang marah, dan bahkan depresi. Karena sukacita merupakan salah satu dari banyak kualitas dasar orang Kristen yang dipenuhi Roh Kudus (Gal. 5:22), ketika seseorang kehilangan sukacitanya mereka berhenti berperilaku seperti orang Kristen. Sukacita inilah yang memberi kita kekuatan (Neh. 8:10). Inilah yang menolong kita untuk tetap melayani Allah dengan penuh semangat, tak peduli betapa pun sulitnya situasi yang dihadapi. Terkadang kita mungkin menangis karena rasa dukacita menyaksikan apa yang telah terjadi, tetapi di dalam diri kita memiliki sukacita dari Tuhan. Ini disebabkan karena di tengah suasana duka, kita menikmati persekutuan dengan Pribadi yang mengasihi kita dan yang sangat kita kasihi. Salah satu kenyataan yang menyedihkan dalam riwayat usaha pemberian bantuan adalah bahwa banyak di antara para pekerja yang memberikan bantuan telah jatuh dalam dosa dan merusak hubungan mereka dengan keluarga dan mereka yang dikasihinya. Ada banyak pekerja lainnya yang mengalami kelelahan yang amat sangat dan tidak bersedia untuk melakukan pekerjaan seperti itu lagi. Ini serupa dengan apa yang kita lihat dalam keluargakeluarga yang memiliki seorang anak yang menderita sakit keras. Pasangan tersebut sering kali bercerai setelah tiba pada akhir dari suatu krisis yang panjang. Mereka begitu sibuk melibatkan 22 STI Bencana-21Des.indd 22 12/22/10 10:28:10 AM diri dalam kerja keras untuk merawat sang anak sehingga mereka lalai mengambil waktu untuk memelihara hubungan pernikahan mereka. Mereka bersama-sama bekerja keras selama anak mereka sakit, tetapi ketika si anak meninggal, mereka baru menyadari bahwa mereka telah terpisah jauh satu sama lain. Dalam situasi darurat, berjagalah untuk terus “[mengawasi] dirimu sendiri” (1 Tim. 4:16). Kita cenderung ceroboh ketika kita lelah. Di saat-saat demikian, kita dapat dengan mudah tergoda. Jadi kita perlu untuk terutama menjaga kehidupan pribadi kita di saat tenaga kita terkuras habis. Paulus memperingatkan bahwa jika kita bekerja dengan cara yang tidak menyenangkan hati Allah, pekerjaan kita akan dianggap tidak berguna oleh Allah, serta akan dibakar dan dihancurkan pada penghakiman terakhir. Kita juga perlu menjaga perilaku kita dalam bekerja. Paulus memperingatkan bahwa jika kita bekerja dengan cara yang tidak menyenangkan hati Allah, pekerjaan kita akan dianggap tidak berguna oleh Allah, serta akan dibakar dan dihancurkan pada penghakiman terakhir (1 Kor. 3:12-15). Inilah sejumlah kegagalan kerja yang perlu kita perhatikan. • Kita harus menjaga agar kita tidak terlalu membesarbesarkan apa yang kita kerjakan atau menggunakan laporan kita untuk membawa kemuliaan bagi diri kita sendiri. Kemuliaan dari apa yang kita kerjakan haruslah ditujukan pada Allah semata (Mzm. 115:1; Yes. 48:11). Kita perlu terus-menerus waspada pada kemungkinan kita akan menyimpang untuk melakukan tindakan yang terutama ditujukan demi kemuliaan diri atau organisasi kita. • Kita juga harus menjaga cara kita menggunakan dana yang kita terima. Meskipun ada banyak pekerjaan mendesak yang harus dilakukan, kita tidak boleh melanggar prinsip akuntansi yang wajar. Sayangnya, banyak penipuan telah dilakukan dalam usaha23 STI Bencana-21Des.indd 23 12/22/10 10:28:10 AM usaha bantuan kemanusiaan, dan beberapa di antaranya dimulai dari kesalahan prosedur yang dilakukan oleh pribadi-pribadi yang punya niat baik. Waktu untuk menghibur dan Allah sang Penghibur P aulus menggambarkan Allah sebagai “Allah sumber segala penghiburan, yang menghibur kami dalam segala penderitaan kami, sehingga kami sanggup menghibur mereka, yang berada dalam bermacammacam penderitaan dengan penghiburan yang kami terima sendiri dari Allah” (2 Kor. 1:3-4). Dengan banyaknya orang yang mengalami trauma, kesedihan, dan membutuhkan adanya pribadi yang mau mendengar mereka, orang-orang yang telah menerima penghiburan dari Allah dapat memberi lebih dengan menjadi alat bagi pemulihan. Saya kira masyarakat umum telah memahami pentingnya pelayanan kepada orang-orang yang secara emosi dan mental terimbas oleh bencana. Para konselor profesional sekarang ini segera didatangkan ke tempattempat yang terkena bencana. Walaupun hal itu memang diperlukan, para ahli juga menyadari betapa bernilainya persahabatan para korban dengan orang awam yang dikenalnya. Para sahabat inilah yang mampu melayani para korban dalam suasana yang lebih wajar untuk jangka waktu yang lebih panjang. Dengan banyaknya orang yang mengalami trauma, kesedihan, dan membutuhkan adanya pribadi yang mau mendengar mereka, orang-orang yang telah menerima penghiburan dari Allah dapat memberi lebih dengan menjadi alat bagi pemulihan. 24 STI Bencana-21Des.indd 24 12/22/10 10:28:10 AM Tindakan yang paling mendesak adalah memberikan kembali kepada para korban, sebanyak mungkin, apa yang mereka anggap sebagai kehidupan normal dahulu sebelum terjadinya musibah. Salah satu tugas terpenting yang dapat dilakukan para ahli adalah menolong orang-orang itu menjalin kembali hubungan “normal” dengan keluarga, sahabat, rekan, dan tetangga mereka. Di dalam jalinan hubungan itulah, mereka akan memperoleh kekuatan. Peran kita dalam menolong orang yang mengalami trauma mungkin hanya dengan berada di sisi mereka dan mendengarkan mereka. Peran kita dalam menolong orang yang mengalami trauma mungkin hanya sekadar berada di sisi mereka dan mendengarkan mereka. Namun, kebutuhan mendesak untuk mengembalikan mereka pada kehidupan normal seringkali membutuhkan seseorang untuk juga berbicara kepada mereka. Sekadar mendengarkan mungkin tidak cukup. Para ahli menemukan bahwa sejumlah hal yang biasanya diterapkan dalam situasi konseling biasa haruslah dihindari untuk diterapkan pada orang-orang yang baru saja mengalami trauma berat. Sebagai contoh, adalah praktek yang baku dalam konseling untuk meminta orang yang terluka menceritakan rasa sakit mereka dan apa penyebabnya. Namun, dalam konseling trauma, hal ini haruslah dilakukan hanya ketika orang tersebut telah siap, yang mungkin terjadi lama sesudah peristiwanya berlalu. Membicarakan tentang trauma terlalu dini dapat memicu emosi yang tidak dapat mereka atasi. Sejumlah reaksi ekstrem yang tidak terlalu parah seperti ketakutan yang hebat, depresi, sikap menarik dan berdiam diri, kemarahan, gangguan tidur, keterguncangan, mimpi buruk, dan menangis merupakan reaksi manusiawi yang normal terhadap suatu musibah. Dalam kebanyakan kasus, gejala-gejala ini akan berlalu 25 STI Bencana-21Des.indd 25 12/22/10 10:28:10 AM seiring berjalannya waktu. Oleh karena itu, kita harus berusaha memahami dan tidak terlalu cepat menghakimi perilaku demikian. Melayani dengan cara demikian berarti mengikuti cara pelayanan Kristus, yang meninggalkan surga, datang dan tinggal bersama-sama kita, serta memahami hidup kita melebihi pemahaman kita sendiri. Setelah terjadinya tsunami di Sri Lanka pada tahun 2004, sahabat saya Dr. Arul Anketell, seorang dokter yang sekarang ini melayani penuh waktu bersama rekan-rekan lain dalam bidang medis, bertemu dengan seorang berusia lanjut di kamp pengungsian korban bencana. Pria ini memperlihatkan gejala umum dari penyakit jantung yang akut. Arul menelepon seorang dokter lain dan dalam pemeriksaan, mereka menyimpulkan bahwa si pria sama sekali tidak menderita penyakit jantung. Ia telah kehilangan sejumlah anggota keluarganya dalam tsunami tersebut. Mereka berbicara padanya dan berdoa bersamanya dan kemudian menemukan bahwa ia bukan hanya sembuh dari gejala penyakitnya, tetapi juga sangat tertarik untuk mengetahui lebih dalam lagi tentang Allah, yang kepada-Nya para dokter itu berdoa. Sejumlah reaksi ekstrem yang tak terlalu parah seperti ketakutan yang hebat, depresi, sikap menarik dan berdiam diri, kemarahan, gangguan tidur, keterguncangan, mimpi buruk, dan menangis merupakan reaksi manusiawi yang normal terhadap suatu musibah. Saya tahu ada anak-anak yang menjadi takut menyentuh air setelah terjadinya bencana tsunami. Saya mengunjungi sebuah sekolah, dan gurunya mengatakan kepada saya bahwa mereka berencana untuk segera membuka kembali sekolah tersebut. Namun, para orangtua tidak mau mengirim anak mereka ke sekolah itu karena letaknya yang berdekatan dengan laut dan karena mereka tidak mau dipisahkan dari anak- 26 STI Bencana-21Des.indd 26 12/22/10 10:28:10 AM anaknya, bahkan pada waktu jam sekolah sedang berjalan. Situasi yang khusus seperti ini memerlukan penanganan yang penuh pengertian dan ketrampilan. Bahkan para pekerja yang memberikan bantuan pun membutuhkan penghiburan. Mereka telah mengalami kelelahan secara emosional. Ketika pertama kali saya mengunjungi salah satu daerah yang kerusakannya paling parah akibat tsunami, saya ingin menangis karena kuatnya dampak suasana itu terhadap saya. Seorang rekan pergi ke daerah serupa tak lama setelah tsunami menyerang dan menyaksikan banyaknya mayat serta luar biasanya kehancuran yang ada. Tak lama kemudian ia terpaksa pergi ke mobil vannya untuk menangis seorang diri. Diperhadapkan pada akibat bencana yang demikian mengerikan dapat memberikan dampak sangat kuat terhadap pikiran maupun emosi kita. Dalam hal ini diperlukan kepekaan akan kebutuhan dari para pemberi pertolongan. Mereka harus diberi kesempatan untuk membagikan kepedihan mereka dengan orang lain dan menerima penghiburan dari saudara seiman dan juga penghiburan dari Allah. Diperhadapkan pada akibat bencana yang demikian mengerikan dapat memberikan dampak sangat kuat terhadap pikiran maupun emosi kita. Menurut saya salah satu dari kebenaran teragung dalam pelayanan Kristen pada orangorang yang terluka adalah bahwa ketika Allah menjadi manusia, Dia menderita banyak hal yang sama dengan yang dialami mereka yang menderita karena bencana. Ketika masih kanak-kanak, Dia hampir menjadi korban dari pembunuhan yang kejam, dan keluarga-Nya harus lari dari tanah air mereka dan menjadi pengungsi di tanah asing. Dia datang untuk menolong manusia, tetapi mereka menolaknya. AyahNya kemungkinan meninggal ketika Dia masih muda, dan meninggalkan setidaknya empat 27 STI Bencana-21Des.indd 27 12/22/10 10:28:10 AM adik laki-laki dan sejumlah adik perempuan yang perlu diberi nafkah (Mat. 6:3). Dia tidak menerima pendidikan formal. Inilah sebabnya mengapa para pemimpin agama menganggap bahwa Yesus tidak terpelajar (Yoh. 7:15). Inilah kekurangan yang dialami oleh banyak anak saat ini, ketika keluarga mereka tertimpa musibah. Yesus mengetahui bagaimana menderitanya diadili dan dihukum secara tidak adil serta dijatuhi hukuman selayaknya seorang penjahat, dengan salah satu cara hukuman terkejam yang pernah diciptakan manusia, yaitu penyaliban. Ketika saya belum genap berusia 10 tahun, saya mengalami sesuatu yang sangat memalukan. Dalam keputusasaan, kalimat pertama yang terlintas dalam pikiran saya adalah, “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku?” Lama setelah itu saya baru menyadari bahwa saya mengenal kata-kata tersebut, karena kata-kata tersebut diucapkan sendiri oleh Yesus, Allah yang menjadi manusia (Mat. 27:46). Yesus telah terlebih dulu mengalami penderitaan yang kita alami. Dia benar-benar Allah yang memahami segala penderitaan manusia. Kebutuhan terbesar manusia adalah memiliki hubungan dengan “Allah sumber segala penghiburan” ini (2 Kor. 1:3). Di tengah kesibukan kita dalam memberikan bantuan, kita tidak boleh kehilangan pandangan tentang kebutuhan manusia yang paling mendasar, yakni menerima keselamatan dari Allah. Meskipun demikian, kita harus mengingat bahwa Allah tidak pernah memanipulasi orang untuk menerima pesanNya. Ia berbicara dengan manusia mengenai jalan keselamatan-Nya (Yes. 1:18). Oleh karena itu, kita harus berjaga-jaga untuk memastikan bahwa orang-orang tidak menerima Kristus hanya karena mereka menerima bantuan dari orang Kristen. Mereka seharusnya menerima Dia karena mereka percaya dalam hati dan pikiran mereka, bahwa melalui Yesus, Allah telah menyediakan jawaban bagi kebutuhan mereka yang terdalam. Masa-masa bencana membuka kesempatan unik bagi kita untuk mewujudnyatakan iman Kristen kita. Ketika suatu bencana melanda, orang Kristen 28 STI Bencana-21Des.indd 28 12/22/10 10:28:10 AM seharusnya bertanya, “Apa yang seharusnya saya pikirkan saat ini? Dan bagaimana seharusnya saya menanggapi krisis ini menurut cara iman Kristen?” Buklet Seri Terang Ilahi (STI) berjudul “Pasca Bencana: Menanggapi Musibah Secara Alkitabiah” diterbitkan oleh RBC Ministries, Indonesia. Mulai bulan Juni 2007, PT. Duta Harapan Dunia (mitra pelayanan RBC Ministries, Indonesia) menerbitkan dan mendistribusikan buku-buku terbitan Discovery House Publishers termasuk Discovery Series yang dalam bahasa Indonesia lebih dikenal dengan nama Seri Terang Ilahi. Adapun buku-buku yang dapat Anda peroleh melalui PT. Duta Harapan Dunia antara lain: • Santapan Rohani Tahunan (SR) Buku renungan tahunan yang dirancang untuk digunakan sebagai makanan rohani sehari-hari bagi setiap orang Kristen. • Seri Kehidupan Kristen— Pedoman Dasar Hidup Kristen Terjemahan dari buku Basics for Christian Living—Buku pedoman yang membuat Anda mengerti siapakah Allah itu dan memperluas pengetahuan Anda tentang kekristenan. • Seri Hikmat Ilahi (SHI) Terjemahan dari buku Discovery Series Bible Study—Bahan Pendalaman Alkitab untuk pribadi maupun kelompok. • Seri Terang Ilahi (STI) Terjemahan dari buklet Discovery Series—Buklet yang mengulas aneka topik yang bermanfaat untuk membuka wawasan rohani orang Kristen. Informasi lebih lanjut, hubungi: PT. Duta Harapan Dunia PO Box 3500 Jakarta Barat 11035 Telp.: (021) 71111-430; 544-2152 Fax.: (021) 5435-1975 E-mail: [email protected] Situs: www.dhdindonesia.com 29 STI Bencana-21Des.indd 29 12/22/10 10:28:10 AM Mengapa Allah yang Baik Mengijinkan Penderitaan? Jika Allah itu Mahakuasa dan Mahabaik, bagaimana Dia dapat mengizinkan terjadinya berbagai penyakit dan penderitaan yang dialami manusia di dalam dunia? Sakit-penyakit, luka hati, dan bencana alam senantiasa terjadi di sekitar kita. Mengapa Allah membiarkan hal ini terjadi? Apakah Dia mempunyai maksud dalam penderitaan kita? Dengan membahas pertanyaan-pertanyaan penting tersebut, buklet ini sungguh berguna bagi kita. #GD0106 Mengapa Hidup Begitu Tidak Adil? Mungkin kita merasakan sakit hati saat melihat kesenjangan dan ketidakadilan yang muncul di setiap bagian pengalaman hidup manusia. Bagaimana kita bisa punya keyakinan kepada Allah, jika kehidupan sepertinya lebih berpihak kepada mereka yang tidak mempedulikanNya? Pembahasan dari Mazmur 73 ini menelusuri pergumulan dari seseorang yang hampir meninggalkan imannya saat ia melihat sendiri berbagai ketidakadilan yang terjadi. Ia menemukan jawaban dari pergumulannya yang memulihkan kembali keyakinannya kepada Allah. Jawaban itu bisa menolong Anda juga. #ZZ713 STI Bencana-21Des.indd 30 12/22/10 10:28:12 AM Refleksi STI Bencana-21Des.indd 31 12/22/10 10:28:12 AM Refleksi STI Bencana-21Des.indd 32 12/22/10 10:28:12 AM