pasca bencana

advertisement
DAFTAR ISI
Prakata . . . . . . . . . . . . . . . . 1
Pasca Bencana. . . . . . . . . 2
Waktu Untuk
Meratap. . . . . . . . . . . . . . 2
Waktu Untuk
Bertanya Mengapa. . . . . . 4
Waktu Untuk
Bekerja . . . . . . . . . . . . . 11
Waktu Untuk
Berdoa. . . . . . . . . . . . . . 15
Waktu Untuk
Memberi. . . . . . . . . . . . 17
Waktu Untuk
Berencana. . . . . . . . . . . 18
Waktu Untuk
Berjaga-jaga. . . . . . . . . . 20
Waktu Untuk
Menghibur dan
Allah Sang Penghibur. . . 24
Penerbit: RBC Ministries
Editor Pelaksana: David Sper
Penerjemah: Audrey Monika
Editor Terjemahan: Merry D.,
Festus I.G., Natalia E., Dwiyanto
Penata Letak: Jane Selomulyo,
Dwiyanto
Rancang Sampul: Alex Soh
Diterjemahkan dari:
After The Hurricane
Pasca bencana
Menanggapi Musibah
Secara Alkitabiah
oleh Ajith Fernando
B
uklet ini aslinya ditulis beberapa
hari setelah gelombang tsunami
melanda Sri Lanka pada bulan
Desember 2004, dan mengakibatkan
tewasnya puluhan ribu penduduk
dan mengungsinya ratusan ribu
penduduk lainnya. Ajith Fernando,
direktur nasional Youth For Christ di Sri
Lanka, menuliskan buklet ini ketika ia
menyaksikan banyaknya penderitaan
yang dialami oleh para sahabat dan juga
orang-orang sebangsanya. Tantangan
dan dorongan yang diberikannya
sungguh tepat bagi pergumulan yang
muncul setelah terjadinya sejumlah
bencana di beberapa tempat di
Indonesia. Oleh karena itu, isi buklet
ini telah direvisi untuk menanggapi
bencana-bencana tersebut.
—Martin R. De Haan II
Bacaan Alkitab merupakan
kutipan dari ALKITAB
Terjemahan Baru (TB)
© LAI 1974;
Cetakan ke-23 tahun 2003.
Copyright © 2010
RBC Ministries, Grand Rapids,
Michigan. Dicetak di Indonesia.
STI Bencana-21Des.indd 1
12/22/10 10:28:08 AM
Pasca BENCANA
K
etika suatu kota
atau bahkan bangsa
mengalami bencana,
orang Kristen perlu berpaling
pada Alkitab sebagai sumber
kekuatan dan pimpinan. Dengan
kasih Kristus, kita juga perlu
menjangkau orang-orang yang
sedang menderita.
Kita perlu berpaling
pada Alkitab sebagai
sumber kekuatan dan
pimpinan.
Buklet ini merupakan hasil dari
usaha saya untuk merefleksikan
secara alkitabiah tentang apa
yang seharusnya dilakukan oleh
orang Kristen setelah terjadinya
suatu musibah seperti bencana
tsunami di Sri Lanka dan
sejumlah bencana alam yang
terjadi di Indonesia. Kerinduan
saya adalah buklet ini dapat
berguna untuk melayani siapa
saja yang sedang menghadapi
krisis berat yang menimpa.
Waktu untuk
Meratap
A
lkitab berkata, “Ada
waktu untuk menangis,
ada waktu untuk tertawa;
ada waktu untuk meratap; ada
waktu untuk menari” (Pkh. 3:4).
Tentulah, masa setelah
terjadinya suatu bencana
adalah waktu yang tepat untuk
menangis dan meratap.
Ada bagian-bagian penting
dalam Alkitab yang disebut
sebagai ratapan, dimana orangorang yang beriman kepada
Allah berdukacita atas apa yang
mereka alami dan bertanya
mengapa Allah mengizinkan
hal-hal tersebut terjadi atas
mereka. Ada sejumlah ratapan
yang diserukan oleh seseorang
yang sedang menderita.
Ratapan lainnya diserukan oleh
orang-orang yang mengasihi
bangsanya dan mereka meratapi
penderitaan bangsanya. Ada
sebuah kitab dalam Alkitab,
yaitu Ratapan, yang seluruh
isinya adalah ratapan atas
penderitaan-penderitaan yang
dialami suatu bangsa.
Yeremia berseru, “Sekiranya
kepalaku penuh air, dan mataku
menjadi pancuran air mata,
maka siang malam aku akan
2
STI Bencana-21Des.indd 2
12/22/10 10:28:08 AM
menangisi orang-orang puteri
bangsaku yang terbunuh!”
(Yer. 9:1). Yeremia ingin
menangis karena penderitaan
yang dialami di dalam jiwanya.
Perkataan Yeremia selanjutnya
menunjukkan bahwa menangis
dapat menolong untuk
memberikan kesembuhan bagi
jiwanya.
Ketika bergumul dengan
penderitaan yang menimpa
keluarga, masyarakat, atau
bangsa kita, mengungkapkan
rasa duka akan menolong
kita terlepas dari tekanan
dan memampukan kita untuk
memiliki sikap yang lebih
bermanfaat bagi orang-orang di
sekitar kita.
Inilah yang terjadi pada
Nehemia. Ketika ia mendengar
berita tentang keadaan
Yerusalem yang menyedihkan,
ia menangis, meratap, berpuasa,
dan berdoa selama berhari-hari
hingga raja menyadari bahwa
wajah Nehemia menunjukkan
tanda-tanda kepedihan yang
mendalam. Namun, setelah
waktu berduka berakhir,
Nehemia pun turun tangan dan
bertindak. Ia menjadi pahlawan
bagi bangsanya dimana gaya
kepemimpinannya yang
cemerlang merupakan teladan
yang luar biasa dan masih
diterapkan hingga hampir 2.500
tahun kemudian.
Ketika bergumul
dengan penderitaan
yang menimpa
keluarga, masyarakat,
atau bangsa kita,
mengungkapkan
rasa duka akan
menolong kita terlepas
dari tekanan dan
memampukan kita
untuk memiliki sikap
yang lebih berguna
bagi orang-orang
di sekitar kita.
Dalam Alkitab, kita
menemukan beberapa cara
yang digunakan orang untuk
mengungkapkan rasa duka
yang mereka alami, antara
lain berpuasa (2 Sam. 1:12)
dan memakai kain kabung
(Kej. 37:34; 2 Sam. 3:31) dan
berguling dalam abu (Est. 4:1-3;
Yer. 6:26; 25:34). Kita perlu
menemukan cara-cara untuk
mengungkapkan rasa duka yang
3
STI Bencana-21Des.indd 3
12/22/10 10:28:08 AM
sesuai dengan kebudayaan kita
sendiri.
Kita perlu menemukan
cara-cara untuk
mengungkapkan rasa
duka yang sesuai
dengan kebudayaan
kita sendiri.
Tentu saja berpuasa dan
berdoa bagi keluarga, gereja,
masyarakat, atau bangsa
merupakan tindakan yang
paling umum dilakukan di
masa terjadinya musibah. Di
Sri Lanka, setelah terjadinya
tsunami, orang-orang
mengibarkan bendera putih
sebagai tanda berkabung.
Setiap kebudayaan memiliki
cara-caranya sendiri untuk
mengungkapkan rasa duka.
Ketika Dorkas meninggal dan
Petrus datang ke rumahnya, “.
. . semua janda datang berdiri
dekat (Petrus) dan sambil
menangis mereka menunjukkan
kepadanya semua baju dan
pakaian, yang dibuat Dorkas
waktu ia masih hidup” (Kis.
9:39). Sikap seperti ini sering
disebutkan dalam Kitab Suci.
Kita perlu memikirkan
dengan sungguh bagaimana
jemaat gereja kita dapat memiliki
pengungkapan rasa duka sesuai
dengan budaya yang ada dan
sejalan dengan pemahaman
yang alkitabiah tentang ratapan.
Waktu untuk
Bertanya
Mengapa
Bergumul dengan
Kedaulatan Allah
Mempertanyakan mengapa
hal yang buruk dapat terjadi
merupakan satu aspek dari
ratapan yang alkitabiah.
Alkitab mendorong kita untuk
menggumulkan pertanyaan ini
dengan memberikan teladan
dari umat Allah yang punya
sikap demikian, seperti Ayub,
Yeremia, dan para pemazmur.
Ayub bergumul dalam jangka
waktu yang lama untuk
memahami apa yang terjadi
di sekelilingnya. Umumnya di
akhir masa pergumulan, umat
Allah meyakini bahwa karena
Allah berdaulat dan mengetahui
apa yang terjadi, sikap tetap
mempercayai-Nya adalah sikap
yang sangat bijaksana. Hal
4
STI Bencana-21Des.indd 4
12/22/10 10:28:09 AM
ini sering kali kita temukan di
dalam Mazmur (mis. Mzm. 73).
Percaya pada kedaulatan
Allah, di masa terjadinya
musibah, akan menolong kita
terhindar dari sikap putus asa
di tengah pergumulan. Kita
harus bersandar pada janji
Allah bahwa dibalik musibah
terburuk sekalipun, Dia
akan mendatangkan sesuatu
yang baik bagi mereka yang
mengasihi-Nya (Rm. 8:28).
Perspektif terhadap
kedaulatan Allah ini tidak
muncul begitu saja. Terkadang
kita perlu bergumul dengan
Allah mengenai hal ini. Berdoa
dan merenungkan firman-Nya
sangatlah menolong di saatsaat seperti ini (Mzm. 27).
Kita mungkin sibuk berjuang
memulihkan diri dari bencana
atau melayani mereka yang
terkena dampak bencana.
Akan tetapi, kita harus tetap
menyediakan waktu bersama
Allah dan firman-Nya. Itulah
alasannya mengapa umat Allah
harus tetap beribadah kepadaNya bersama dalam jemaat,
seberapapun parahnya situasi
yang sedang dihadapi. Ketika
kita beribadah bersama-sama,
kita memusatkan perhatian
kepada hal-hal yang kekal,
yang mengingatkan kita
tentang kedaulatan Allah.
Menyadari kebenaran ini akan
menolong kita untuk menghalau
kesuraman yang melanda dan
memberi kita kekuatan untuk
percaya bahwa Allah akan
terus memelihara kita. Setelah
menerima penghiburan dari
Allah dan firman-Nya, kita pun
akan memiliki kekuatan untuk
siap berkorban dalam melayani
mereka yang sedang menderita.
Percaya pada
kedaulatan Allah,
di masa terjadinya
suatu musibah, akan
menolong kita terhindar
dari sikap putus asa
di tengah pergumulan.
Mengeluh bersama
Segala Makhluk
Kita harus ingat bahwa setelah
Adam dan Hawa berdosa
dengan melawan Allah, dosa
masuk ke dalam dunia dan
alam semesta kehilangan
keseimbangannya. Alkitab
menggambarkan bahwa seluruh
ciptaan berada di bawah kutuk
5
STI Bencana-21Des.indd 5
12/22/10 10:28:09 AM
(Kej. 3:17; Rm. 8:20). Oleh
karena itu, bencana alam akan
terus terjadi sampai Allah
menjadikan langit dan bumi
yang baru (2 Ptr. 3:13; Why.
21:1). Paulus mengatakan
bahwa “sampai sekarang segala
makhluk sama-sama mengeluh
dan sama-sama merasa
sakit bersalin” (Rm. 8:22).
Selanjutnya ia berkata bahwa
mereka yang mengenal Kristus
pun mengeluh dalam hati
(ay.23). Ketika melihat akibat
yang disebabkan oleh tsunami
dan berbagai bencana lainnya,
kita telah melihat dengan jelas
keluhan dari segala makhluk
maupun dari umat Allah.
Orang Kristen harus belajar
bagaimana mengeluh. Jika tidak
belajar, apabila muncul masalah
di tempat Allah memanggil kita
untuk melayani, kita mungkin
tergoda untuk melarikan diri dari
kehendak Allah dan mencari
tempat yang lebih aman.
Mengeluh akan menolong kita
untuk mengatasi keadaankeadaan yang sulit.
Keluhan yang dibicarakan
dalam Roma 8 digambarkan
sebagai rasa “sakit bersalin”
(ay.22). Wanita mampu
bertahan terhadap rasa sakit
bersalin yang luar biasa itu
karena mereka menantikan saat
yang penuh sukacita ketika
mereka melahirkan sang anak.
Serupa dengan hal itu,
keluhan kita mengingatkan
kita pada penghujung penuh
sukacita yang pasti akan datang
(lih. 2 Kor. 5:2-4).
Hal ini menolong kita untuk
tidak lari dari situasi sulit yang
ditempatkan Allah bagi kita.
Kita dapat bertahan terhadap
penderitaan karena kita tahu
bahwa kelepasan yang kekal
dan abadi di surga pasti akan
tiba.
Mengeluh juga menghapus
kepahitan kita atas penderitaan
yang kita alami. Kita harus
belajar mengeluh di hadapan
Allah dan umat-Nya dan tidak
menyembunyikannya di dalam
diri kita. Ketika kita melakukan
hal itu, kita mengungkapkan
penderitaan kita dan kita
melepaskan tekanan yang telah
terbangun dari pengalaman
kita yang menyakitkan. Dengan
demikian, benih-benih kepahitan
akan sulit bertumbuh.
Keluhan kita juga
memperkenankan Allah
untuk menghibur kita, baik
secara pribadi atau melalui
sahabat-sahabat kita. Ketika
kita benar-benar menerima
penghiburan, kita tidak akan
mengalami kepahitan, karena
6
STI Bencana-21Des.indd 6
12/22/10 10:28:09 AM
kita mengalami suatu kasih yang
menghapuskan kemarahan yang
merupakan sumber kepahitan.
Kita harus belajar
mengeluh di hadapan
Allah dan umatNya dan tidak
menyembunyikannya
di dalam diri kita.
Jadi ketika bangsa kita
mengeluh karena bencanabencana yang menimpa, kita
juga mengeluh secara pribadi.
Sebagian dari keluhan kita dapat
berupa pertanyaan kepada Allah
mengapa peristiwa tersebut
terjadi, meski jauh di dalam
hati, kita mempunyai keyakinan
bahwa Allah tetap memegang
kendali atas dunia yang
diciptakan-Nya.
ALLAH YANG
MENGELUH
Salah satu ajaran Alkitab
yang paling luar biasa tentang
Allah adalah bahwa ketika
kita mengeluh, Dia mengeluh
bersama kita (Rm. 8:26).
Allah mengetahui apa yang
sedang kita alami, dan Dia
merasakan penderitaan kita.
Alkitab berkata bahwa ketika
Israel dalam kesesakan, Dia
juga merasakannya (Yes. 63:9).
Bahkan, Allah meratapi dan
berduka atas umat yang tidak
mengenal-Nya (Yes. 16:11;
Yer. 48:31). Betapa berbedanya
ini dari pendapat umum yang
mengatakan bahwa Allah itu
jauh dan tidak peduli pada
keadaan yang ada.
Keluhan Allah seharusnya
tidak mengherankan bagi
kita, karena kita tahu bahwa
pada saat Yesus (yang adalah
Allah) hidup di bumi, Dia juga
mengeluh atas penderitaan
dunia ini. Dia menangisi
penduduk Yerusalem karena
kedegilan hati mereka dan
penghakiman yang akan datang
atas mereka (Luk. 19:41-44).
Yesus juga menangis di kuburan
teman-Nya, Lazarus, dan
bergabung bersama orang-orang
yang juga menangis di kubur itu
(Yoh. 11:33-35). Jadi, kita dapat
menyimpulkan bahwa Allah juga
menangis bersama mereka yang
menangis karena banyaknya
kehilangan yang dialami setelah
terjadinya suatu bencana alam.
Tangisan Allah memberi
kita alasan yang kuat untuk
tidak menahan tangisan kita.
7
STI Bencana-21Des.indd 7
12/22/10 10:28:09 AM
Namun yang lebih penting,
ketika kita menyadari bahwa
Allah mengeluh bersama kita,
sulit bagi kita untuk menjadi
marah kepada-Nya atas apa
yang menimpa kita. Hal ini juga
memudahkan kita untuk datang
kepada-Nya dan mendapatkan
penghiburan dari-Nya ketika kita
ada dalam kebingungan.
Ketika kita menyadari
bahwa Allah mengeluh
bersama kita,
sulit bagi kita untuk
menjadi marah kepadaNya atas apa yang
menimpa kita.
Apakah ini suatu
hukuman?
Satu pertanyaan yang sering
kali ditanyakan adalah apakah
bencana-bencana yang
mengerikan seperti tsunami
atau letusan gunung berapi
merupakan hukuman dari
Allah. Sejumlah orang bahkan
meyakini betul bahwa bencanabencana ini merupakan tindakan
Allah yang menghukum orang
berdosa. Namun, keyakinan
seperti ini amatlah diragukan
kebenarannya ketika kita
menyadari bahwa ribuan orang
Kristen yang baik juga terkena
dampaknya bersama warga
lainnya di negara-negara yang
mengalami bencana.
Ketika Yesus datang
ke dunia, Dia mengalami
penderitaan yang sama dengan
apa yang dialami oleh setiap
orang. Inilah aspek utama
bagaimana Dia menjadikan
diri-Nya sama dengan umat
manusia. Demikian pula kita
yang mengikut Yesus juga
dipanggil untuk menderita
bersama dengan orang-orang
yang ada dalam penderitaan.
Pemulihan dari suatu bencana
memberikan kepada kita semua
kesempatan untuk melakukan
hal ini. Merupakan suatu hak
istimewa sebagai umat Kristen
untuk dapat berada di antara
mereka yang menderita akibat
bencana besar. Kita harus
bersatu dengan para korban di
dalam duka mereka.
Komentar yang dilontarkan
Yesus mengenai dua bencana
yang terjadi pada masa hidupNya sangatlah menolong jika
kita memperhatikannya. Dia
baru saja mengajar tentang
penghakiman dan sejumlah
8
STI Bencana-21Des.indd 8
12/22/10 10:28:09 AM
orang mengingatkan-Nya
tentang suatu peristiwa dimana
sejumlah orang Galilea dibunuh
oleh Pilatus ketika mereka
sedang mempersembahkan
korban. Mungkin mereka
menyebut tragedi ini sebagai
suatu contoh penghakiman dari
Allah. Yesus tidak menyetujui
alur pemikiran mereka.
Sebaliknya, Dia berkata, “Tidak!
Kata-Ku kepadamu. Tetapi
jikalau kamu tidak bertobat,
kamu semua akan binasa atas
cara demikian” (Luk. 13:3).
Lalu, Yesus melanjutkan dengan
menyebutkan suatu tragedi
lain, yaitu ketika 18 orang
mati karena tertimpa menara
yang jatuh. Dia mengatakan
lagi bahwa jika mereka tidak
bertobat, mereka akan “binasa
atas cara demikian” (ay.5).
Pengulangan dari peringatan
yang sama pada ayat 3 dan 5
ini menunjukkan pentingnya
peringatan tersebut.
Maksud Yesus, trageditragedi itu seharusnya menjadi
peringatan bagi kita bahwa jika
kita tidak bertobat, kita akan
menghadapi akibat-akibat yang
lebih serius. Dengan cara yang
sama, bencana-bencana seperti
tsunami dan gempa bumi yang
terjadi memberikan peringatan
serius kepada kita semua.
Semua itu seharusnya membuat
kita berpikir dan mengingatkan
kita tentang betapa rapuhnya
hidup kita. Siapkah kita
menghadapi kematian dan
kemudian penghakiman yang
menyusulnya? Peristiwaperisitwa ini seharusnya
membawa kita untuk tunduk
dalam kerendahan hati kepada
Allah yang menguasai segalanya,
bahkan menguasai alam ini!
Bencana seperti
tsunami dan gempa
bumi . . . . seharusnya
membuat kita berpikir
dan mengingatkan
kita tentang betapa
rapuhnya hidup kita.
Kita harus ingat bahwa
sebagian besar pernyataan
tentang penghakiman di Alkitab
ditujukan kepada umat Allah.
Hanya sedikit yang ditujukan
kepada orang-orang di luar
umat perjanjian Allah. Kita
tahu bahwa manusia akan
dihukum karena pemberontakan
mereka terhadap Allah. Kita
harus melakukan semua yang
9
STI Bencana-21Des.indd 9
12/22/10 10:28:09 AM
dapat kita lakukan untuk
menunjukkan kepada mereka,
bagaimana mereka dapat
diselamatkan dari penghakiman
itu. Namun, sangat berbahaya
bagi kita untuk berkata bahwa
suatu peristiwa merupakan
bentuk hukuman Allah.
Yeremia menubuatkan bahwa
bangsa Yahudi akan dihukum
karena pemberontakan mereka
terhadap Allah. Dan mereka
menganiaya Yeremia karena
nubuatan itu. Namun, ketika
mereka benar-benar dihukum,
Yeremia tidak dengan gembira
berkata, “Aku bilang juga apa!”
Ia berduka untuk bangsanya
(Yer. 9:1). Sesungguhnya,
bahkan sebelum penghakiman
itu, Yeremia tahu bahwa ia
akan diliputi dukacita, jika
mereka tidak bertobat. Ia
berkata, “Jika kamu tidak
mau mendengarkannya, aku
akan menangis di tempat
yang tersembunyi oleh karena
kesombonganmu, air mataku
akan berlinang-linang, bahkan
akan bercucuran, oleh sebab
kawanan domba Tuhan diangkut
tertawan” (Yer. 13:17).
Kita patut mengikuti teladan
Yeremia dengan melakukan
apa pun yang dapat kita
lakukan untuk mempersiapkan
orang-orang untuk menghadap
Pencipta mereka pada saat
penghakiman akhir.
Pada saat terjadinya bencana,
orang mungkin terpicu untuk
melemparkan kesalahan
kepada seseorang. Mereka
mengajukan pertanyaanpertanyaan seperti: Bukankah
para pegawai di semua tingkat
pemerintahan tahu tentang
dampak-dampak kehancuran
yang mungkin terjadi ketika
suatu bencana melanda?
Mengapa tidak dilakukan upaya
pencegahan dari tahun-tahun
sebelumnya? Dan mengapa para
korban bencana tidak segera
mendapatkan bantuan yang
dapat menyelamatkan hidup
mereka?
Mungkin perlu waktu
bertahun-tahun untuk menjawab
pertanyaan itu dan pertanyaan
lain yang serupa. Namun,
kiranya kita sebagai umat
Allah tidak dianggap bersalah
karena gagal memperingatkan
orang-orang di berbagai tempat
tentang penghakiman Allah
yang akan datang. Kiranya kita
peka terhadap krisis jasmani
dan rohani yang mereka
alami, sehingga dengan sigap
kita berusaha memberikan
bantuan yang dibutuhkan untuk
meringankan beban penderitaan
mereka.
10
STI Bencana-21Des.indd 10
12/22/10 10:28:09 AM
Waktu Untuk
Bekerja
B
agi umat Kristen, setiap
bencana merupakan
panggilan untuk
bertindak. Dan karena kita
dikuatkan oleh kasih Allah
(2 Kor. 5:14), serta diberi kuasa
oleh Roh Kudus (Kis. 1:8), kita
secara khusus diperlengkapi
supaya dapat memberikan
dampak yang besar terhadap
orang-orang yang menderita.
Ketika terjadi suatu musibah,
umat Kristen harus segera
mulai bertindak. Ketika jemaat
Kristen mula-mula mengetahui
kebutuhan yang ada di tengah
masyarakat mereka, mereka
bergegas berusaha memenuhi
kebutuhan tersebut (Kis.
4:34-37). Ketika gereja muda di
Antiokhia mendengar tentang
bencana kelaparan yang
terjadi di Yerusalem, mereka
segera mencari jalan untuk
memberikan bantuan (11:28-30).
Sesuai dengan teladan ini, umat
Kristen di sepanjang sejarah
selalu berada di garis terdepan
dalam memberikan bantuan
kemanusiaan.
Saya percaya nasihat Paulus
kepada Timotius, yang tertulis
dalam 2 Timotius 2 tentang
pelayanan Kristen, layak untuk
diperhatikan kapanpun kita
menghadapi suatu situasi yang
membutuhkan pertolongan.
Mari kita memperhatikan bagian
ini dan menerapkannya dalam
situasi kita sendiri.
Umat Kristen di
sepanjang sejarah
selalu berada
di garis terdepan
dalam memberikan
bantuan kemanusiaan.
Paulus menuliskan, “Ikutlah
menderita sebagai prajurit
yang baik dari Kristus Yesus”
(ay.3). Paulus menggambarkan
pelayanan Timotius sebagai
penderitaan. Pernyataan
Paulus ini seharusnya tidak
mengejutkan kita, sebab
menderita karena Injil
merupakan bagian yang normal
dari kehidupannya sehari-hari
(lih. 1 Kor. 15:30-31; Kol. 1:2429). Inilah panggilan bagi semua
orang Kristen yang hidup di
tengah-tengah penderitaan—
panggilan untuk menderita
dengan cara melayani bangsa
mereka.
11
STI Bencana-21Des.indd 11
12/22/10 10:28:09 AM
Umat Kristen yang setia
mengalami penderitaan dalam
berbagai bentuk ketika mereka
berusaha melayani Allah
dan bangsanya. Terkadang
penderitaan itu tidak kentara.
Misalnya, seorang istri mungkin
perlu merelakan suaminya untuk
bekerja ekstra keras dalam suatu
upaya bantuan kemanusiaan.
Biasanya ini menjadi hal yang
sulit bagi suatu pernikahan
dan keluarga, dan mungkin
memberikan beban ekstra bagi
sang istri.
Namun, ketika kita
menyadari bahwa penderitaan
ini terjadi bagi Allah, ini akan
menolong dalam mengurangi
rasa sakit dan menyingkirkan
kemarahan yang ada. Bentukbentuk penderitaan lainnya
tampak lebih jelas—seperti
kelelahan, kurangnya istirahat,
dan menghadapi kecaman
terhadap motivasi dan cara kita
melakukan pelayanan.
Di ayat-ayat setelah
ayat 3, Paulus menjelaskan
bagaimana Timotius harus
terlibat dengan mengambil
bagian dalam penderitaan.
Ia berkata, “Seorang prajurit
yang sedang berjuang tidak
memusingkan diri dengan soalsoal penghidupannya”
(2 Tim. 2:4). Kita mungkin harus
melepaskan apa yang dipandang
orang sebagai kebutuhan
normal demi melayani orang
lain pada saat-saat ini. Situasi
yang mendesak memerlukan
pemecahan yang segera pula.
Keluarga kita perlu diberi
tahu bahwa kita semua harus
membayar harga, jika kita ingin
melayani bangsa kita selama
berlangsungnya suatu krisis.
Ketika kita menyadari
bahwa penderitaan ini
terjadi bagi Allah, ini
akan menolong dalam
mengurangi rasa sakit
dan menyingkirkan
kemarahan yang ada.
Tentu saja kehidupan
keluarga itu penting. Membina
keluarga kita merupakan
sesuatu yang tak dapat pernah
dikesampingkan. Namun,
adanya krisis yang mendesak
dapat membuat kita mengubah
cara kita melakukan segala
sesuatu.
Menurut Paulus, bekerja
keras layaknya seorang petani
merupakan aspek lain dari
12
STI Bencana-21Des.indd 12
12/22/10 10:28:09 AM
penderitaan (2 Tim. 2:6).
Dalam bagian lain, Paulus
berkata, “Itulah yang
kuusahakan dan kupergumulkan
dengan segala tenaga sesuai
dengan kuasa-Nya, yang
bekerja dengan kuat di dalam
aku” (Kol. 1:29). Menyadari
betapa mendesaknya panggilan
kita untuk membagikan
kabar tentang Kristus kepada
dunia yang sedang menuju
kesudahannya, kita perlu selalu
bekerja keras dalam melayani
Allah selama kita hidup di
dunia. Suatu hari kelak kita
akan mendapatkan perhentian
yang luar biasa ketika kita
berada di surga (Why. 14:13).
Namun, sekarang adalah
waktunya untuk bekerja.
Amy Carmichael, seorang
misionaris luar biasa yang
melayani anak terlantar di India,
berkata, “Kita punya waktu
sepanjang kekekalan untuk
merayakan kemenangan kita,
tetapi hanya punya beberapa
jam sebelum berakhirnya waktu
untuk memperoleh kemenangan
itu.”
Inilah waktunya bagi
kita untuk menderita bagi
orang-orang yang sangat
membutuhkan pertolongan,
untuk bekerja keras, dan untuk
melepaskan beberapa hal yang
biasa kita miliki sehingga mereka
yang tidak memiliki apa-apa
dapat tertolong. Tidak bekerja
keras merupakan kesalahan
yang serius. Nabi Amos
mengucapkan kutuk kepada
mereka yang hidup bersenangsenang dan bersantai sementara
bangsa mereka berada dalam
krisis (Am. 6:1-6). Karena Daud
tinggal di rumah pada saat para
raja biasanya pergi berperang, ia
pun jatuh dalam dosa (2 Sam.
11:1).
“Kita punya waktu
sepanjang kekekalan
untuk merayakan
kemenangan kita,
tetapi hanya punya
beberapa jam sebelum
berakhirnya waktu
untuk memperoleh
kemenangan itu.”
Amy Carmichael
Di ayat 8-13 dari 2 Timotius
2, Paulus memberitahukan
kepada Timotius tentang berkat
yang akan diterima, jika ia
menderita dalam melayani Allah.
13
STI Bencana-21Des.indd 13
12/22/10 10:28:09 AM
Perhatikan ayat 11 dan 12: “Jika
kita mati dengan Dia, kita pun
akan hidup dengan Dia; jika kita
bertekun, kita pun akan ikut
memerintah bersama dengan
Dia.” Namun terdapat pula
sebuah peringatan: “Jika kita
menyangkal Dia, Dia pun akan
menyangkal kita; jika kita tidak
setia, Dia tetap setia, karena Dia
tidak dapat menyangkal diriNya” (2 Tim. 2:12b-13).
Inilah waktunya bagi
kita untuk menderita
bagi orang-orang yang
sangat membutuhkan
pertolongan, untuk
bekerja keras, dan
untuk melepaskan
beberapa hal yang biasa
kita miliki sehingga
mereka yang tidak
memiliki apa-apa dapat
tertolong.
Ayat-ayat ini mengingatkan
kita bahwa penghakiman yang
akan datang adalah kenyataan
yang sungguh mengagumkan.
Ada upah bagi pelayanan,
tetapi ada hukuman bagi
ketidaktaatan. Kebenaran
itu adalah bagian dari cara
menjalani hidup Kristen yang
mempengaruhi segala perbuatan
kita.
Suatu hari kita akan melihat
bahwa semua pengorbanan diri
yang kita lakukan memang layak
diperbuat. Inilah sebabnya kita
tidak perlu kecewa ketika orang
lain menerima penghargaan
atas apa yang kita lakukan.
Inilah sebabnya kita seharusnya
bersedia melakukan hal-hal yang
tampaknya tidak memberikan
kepada kita penghargaan apa
pun di dunia ini.
Tak ada pekerjaan yang
terlampau kecil bagi kita,
karena Allah akan memberi kita
kekuatan untuk menjadi hambaNya. Bencana merupakan
kesempatan untuk menunjukkan
kasih Kristen.
Bencana merupakan
kesempatan untuk
menunjukkan
kasih Kristen.
14
STI Bencana-21Des.indd 14
12/22/10 10:28:09 AM
Waktu Untuk
Berdoa
H
al paling dahsyat yang
dapat dilakukan orang
Kristen adalah berdoa.
Menurut Paulus, doa syafaat
yang berhasil merupakan hasil
kerja keras (Kol. 4:12-13). Di
masa Perjanjian Lama, ketika
bangsa Israel menghadapi
krisis, para pemimpin yang
saleh mengajak bangsa itu
untuk berdoa, dan sering kali
juga berpuasa. Puasa selalu
dilakukan pada waktu terjadinya
bencana nasional (2 Sam. 1:12).
Ketika sejumlah besar bangsa
asing datang menyerbu Raja
Yosafat, dikatakan bahwa sang
raja “menjadi takut”. Namun,
ia segera memutuskan untuk
“mencari Tuhan. Ia menyerukan
kepada seluruh Yehuda supaya
berpuasa” (2 Taw. 20:3). Kita
mungkin berpikir bahwa Yosafat
akan mengerahkan kekuatan
pasukannya dan mempersiapkan
mereka untuk berperang.
Sebaliknya, ia memerintahkan
bangsanya supaya berpuasa dan
mengumpulkan mereka untuk
berdoa. Alhasil, Allah pun turut
campur tangan dan memberikan
kepada Yosafat kemenangan
yang gemilang.
Betapa pun sibuknya kita,
doa perorangan dan doa
bersama seharusnya menjadi
aspek penting dalam upaya kita
memberi bantuan kemanusiaan.
Keistimewaan doa ialah bahwa
doa dapat dilakukan oleh setiap
orang Kristen—muda dan tua,
yang masih aktif maupun yang
terbaring sakit. Ketika terjadi
krisis nasional maupun lokal,
para pemimpin Kristen harus
memanggil umatnya untuk
berdoa dan berpuasa secara
khusus.
Betapa pun sibuknya
kita, doa perorangan
dan doa bersama
seharusnya menjadi
aspek penting dalam
upaya bantuan
kemanusiaan kita.
Di bawah ini adalah
beberapa hal yang perlu kita
doakan:
• supaya anugerah Allah
tercurah bagi mereka yang
mengalami kehilangan baik
orang-orang yang dikasihi
maupun harta bendanya;
15
STI Bencana-21Des.indd 15
12/22/10 10:28:09 AM
• supaya mereka yang
mengalami trauma yang dalam
dapat dilayani dan mereka
yang kehilangan rumah
dapat menemukan solusi
bagi masalah tempat tinggal
mereka;
• supaya mereka yang
berada di tempat-tempat
pengungsian dapat tercukupi
kebutuhannya, dan supaya
kaum yang mudah diserang,
yaitu wanita dan anak-anak,
mendapat perlindungan;
• supaya orang Kristen dapat
bangkit dan bersedia memberi
diri terlibat dalam pelayanan
yang efektif;
• supaya gereja dibangkitkan
untuk membawa kemuliaan
bagi Allah melalui tindakan
dan kesaksian kita bagi
Kristus;
• supaya Allah memandu setiap
dari kita tentang bagaimana
kita dapat terlibat dalam
proses pemulihan;
Hal paling dahsyat
yang dapat dilakukan
orang Kristen adalah
berdoa.
• bagi proses bantuan dan
rehabilitasi serta bagi
kelompok-kelompok yang
terlibat dalam proses ini
(khususnya organisasi Kristen
dan gereja) dan bagi pihak
pemerintah yang berwenang
menempatkan bantuan dana
bagi daerah yang terkena
dampak bencana;
• supaya korupsi, pemborosan,
kurangnya perencanaan,
dan apa pun yang dapat
menghambat upaya bantuan
kemanusiaan dapat ditekan
sekecil mungkin;
• supaya diberikan hikmat bagi
para pemimpin politik kita
yang membuat kebijakankebijakan berkaitan dengan
proses pemulihan;
• supaya ada persediaan dan
dana yang mencukupi bagi
tugas besar untuk memulihkan
daerah yang terkena bencana;
• supaya melalui tragedi ini,
dunia dapat melihat kasih
Kristus yang diwujudnyatakan
oleh para pengikut-Nya bagi
mereka yang membutuhkan;
• supaya kemuliaan Allah dapat
bersinar melalui bangsa itu,
lebih dari yang telah dialami
sebelumnya, hingga akibatnya
orang-orang akan mencari
Allah dan menemukan
keselamatan dari-Nya.
16
STI Bencana-21Des.indd 16
12/22/10 10:28:09 AM
Waktu untuk
MEMBERI
K
etika Agabus bernubuat
kepada gereja di
Antiokhia tentang
bahaya kelaparan yang
sedang melanda Yerusalem,
gereja muda ini segera
mengumpulkan persembahan
dan mengirimnya ke Yerusalem
(Kis. 11:27-30). Selanjutnya,
Paulus mengatur pendanaan
dengan mengumpulkan uang
dari sejumlah gereja di luar
wilayah Israel untuk mencukupi
kebutuhan dari gereja Yerusalem
(2 Kor. 8–9). Memberi kepada
orang yang membutuhkan
merupakan aspek penting dalam
kekristenan (Ul. 15:7-11; Mat.
5:42; 19:21; Luk. 12:33; Gal.
2:10; 1 Tim. 6:18; Ibr. 13:16).
Selama masa-masa terjadinya
bencana, umat Allah harus
memberikan sebagian dari harta
mereka demi menolong orangorang yang menderita. Paulus
berkata bahwa kita memiliki
tanggung jawab khusus terhadap
“kawan-kawan kita seiman,”
terhadap sesama anggota
keluarga Allah (Gal. 6:10).
Jadi tanggung jawab utama
kita adalah kepada saudarasaudara kita seiman di dalam
Kristus. Namun lebih jauh dari
itu, pemberian kita haruslah
menjangkau sesama yang
membutuhkan.
Selama masa-masa
terjadinya bencana,
umat Allah harus
memberikan sebagian
dari harta mereka demi
menolong orang-orang
yang menderita.
Kita harus mengasihi sesama
kita seperti diri sendiri, sebuah
perintah yang muncul tujuh kali
dalam Perjanjian Baru (Mat.
19:19; 22:39; Mrk. 12:31; Luk.
10:27; Rm. 13:9; Gal. 5:14; Yak.
2:8).
Ketika sejumlah besar uang
dan bantuan diterima dari
pemerintah dan organisasi
kemanusiaan, kita mungkin
secara keliru menyimpulkan
bahwa kita sendiri tidak
perlu memberi karena, jika
dibandingkan, bantuan kita
akan sangat kecil jumlahnya.
Namun, kita harus ingat
bahwa dampak dari suatu
pemberian tidaklah tergantung
17
STI Bencana-21Des.indd 17
12/22/10 10:28:09 AM
pada besarnya jumlah uang
yang diberikan. Kisah Yesus
tentang uang sepeser yang
diberikan oleh seorang janda
mengajarkan tentang hal ini.
Meskipun janda itu hanya
memberi uang persembahan
dalam jumlah kecil, Yesus
berkata, “Sesungguhnya janda
miskin ini memberi lebih banyak
daripada semua orang yang
memasukkan uang ke dalam peti
persembahan” (Mrk. 12:43).
Dalam suratnya yang kedua
kepada jemaat di Korintus,
Paulus dengan panjang lebar
berusaha mendorong mereka
supaya bersedia memberikan
persembahan bagi jemaat di
Yerusalem (2 Kor. 8–9). Ia juga
menjabarkan sejumlah rencana
yang jelas tentang bagaimana
persembahan dapat diberikan
dan bagaimana dana itu akan
dikelola (1 Kor. 16:1-4).
Waktu untuk
Kita harus ingat bahwa Berencana
dampak dari suatu
pemberian tidaklah
tergantung pada
besarnya jumlah uang
yang diberikan.
Para pemimpin Kristen perlu
mendorong jemaatnya supaya
mereka memberi, dengan
mengajarkan kepada mereka
bahwa pemberian mereka
yang kecil pun dapat memiliki
dampak yang besar ketika Allah
bekerja melaluinya. Kita perlu
memberikan petunjuk-petunjuk
khusus tentang bagaimana, di
mana, dan kapan orang dapat
memberi.
D
alam 1 Korintus
16:1-4 dijelaskan
bahwa pengumpulan
dan pembagian persembahan
tidak boleh dilakukan dengan
sembarangan. Prinsip ini
juga diterapkan pada proses
rehabilitasi dan pemberian
bantuan. Amsal mengatakan
bahwa peperangan perlu
dilakukan dengan perencanaan
dan pertimbangan yang matang
sehingga hanya strategi yang
paling bijaksanalah yang
diterima (Ams. 20:18; 24:6). Hal
ini berlaku pula pada “perang”
untuk memenuhi kebutuhan dari
banyak orang. Banyak waktu,
tenaga, dan sumber daya yang
18
STI Bencana-21Des.indd 18
12/22/10 10:28:09 AM
dapat terbuang percuma hanya
karena kurangnya perencanaan.
Bisa jadi, banyak orang yang
berkekurangan tidak mendapat
bantuan yang seharusnya
mereka terima, sementara
yang lainnya menerima lebih
daripada yang mereka butuhkan.
Semuanya itu disebabkan
karena perencanaan yang tidak
matang.
Perencanaan terutama
diperlukan ketika kita bergerak
dari usaha memenuhi kebutuhan
yang mendesak menuju awal
proses rekonstruksi. Adalah
bijaksana bagi kelompokkelompok yang lebih kecil untuk
menjalin kerja sama dengan
kelompok lainnya. Ketika kita
bekerja sama dengan berbagai
gereja atau kelompok lain, kita
memiliki kesempatan yang indah
untuk menunjukkan kesatuan
yang kita miliki bersama di
dalam Kristus.
Banyak waktu, tenaga,
dan sumber daya yang
dapat terbuang percuma
hanya karena kurangnya
perencanaan.
Banyak gereja dikaruniai
dengan orang-orang yang rela
dan mampu menolong. Mereka
dapat menjadi sumber daya
yang penting bagi kelompokkelompok khusus yang
memiliki dana dan pengalaman
dalam pemberian bantuan
dan rehabilitasi, tetapi tidak
memiliki cukup orang. Inilah
salah satu keadaan yang
membuat prinsip Pengkhotbah
4:9 berlaku: “Berdua lebih
baik dari pada seorang diri,
karena mereka menerima upah
yang baik dalam jerih payah
mereka.” Kebanyakan dari
antara kita tidak memiliki cukup
persiapan atau pengetahuan
untuk melakukan pekerjaan
secara efektif seorang diri. Jadi
memang lebih bijaksana jika kita
bekerjasama dengan pihak-pihak
lain.
Barangkali ini juga
merupakan waktu bagi
kita untuk menunjukkan
komitmen kepada mereka yang
membutuhkan pertolongan
dengan cara menolong pihakpihak yang berada di luar
gereja. Kita adalah warga dari
dua dunia, sehingga segala
sesuatu yang kita lakukan di
kedua dunia tersebut, kita
lakukan demi Allah dan untuk
kemuliaan-Nya (1 Kor. 10:31).
19
STI Bencana-21Des.indd 19
12/22/10 10:28:09 AM
Pekerjaan yang kita lakukan di
dalam institusi “sekuler”, kita
lakukan terutama bagi Allah.
Kita dapat melihat nilai penting
dari pekerjaan kita, karena
itu bertujuan untuk melayani
masyarakat di mana Allah telah
menempatkan kita sebagai saksisaksi-Nya.
Kita adalah warga dari
dua dunia, sehingga
segala sesuatu yang kita
lakukan di kedua dunia
tersebut, kita lakukan
demi Allah dan untuk
kemuliaan-Nya.
Prinsip serupa juga berlaku
ketika kita melayani masyarakat
melalui proyek pemberian
bantuan dan pemulihan yang
diatur oleh suatu kelompok
masyarakat tertentu atau
pemerintah. Kita patut mencari
kesempatan untuk bergabung
dengan sesama kita dalam
proyek mereka sehingga kita
dapat menjadi wakil Kristus di
sana.
Waktu untuk
Berjaga-jaga
D
alam 2 Timotius
2:5, ketika Paulus
mendorong Timotius
untuk menderita dan bekerja
keras, ia juga mendorongnya
untuk menjadi seperti “seorang
olahragawan” yang “bertanding
menurut peraturan-peraturan”.
Ketika Anda berlari dengan
sangat cepat, sangatlah mudah
bagi Anda untuk tersandung dan
jatuh. Sayangnya, banyak orang
yang telah bekerja keras dalam
proses pemberian bantuan telah
melanggar beberapa aturan
dasar yang tidak seharusnya
dilanggar. Jadi, dalam
pemberian bantuan ini, kita
harus memastikan bahwa kita
mengikuti prinsip-prinsip dasar
iman dan pelayanan Kristen.
Sebagai contoh, dalam
kondisi melelahkan yang
mungkin kita alami setelah
terjadinya bencana, kita bisa jadi
lupa menyediakan waktu untuk
menyendiri bersama Allah atau
bersama pasangan dan anakanak kita. Namun kelalaian
seperti ini tidak boleh dibiarkan
berlanjut terlalu lama.
Jika kita mengabaikan waktu
kita bersama Allah, kesehatan
20
STI Bencana-21Des.indd 20
12/22/10 10:28:10 AM
rohani kita pun akan memudar.
Jika kita mengabaikan waktu
bersama pasangan dan anggota
keluarga kita terlalu lama,
pada akhirnya keluarga kita
menjadi tidak sehat. Jika kita
terus-menerus kekurangan tidur
dan bekerja tanpa istirahat,
tubuh dan emosi kita akan
terkena dampak yang serius,
sehingga kita merasa lemah dan
berperilaku di luar kewajaran.
Segera setelah adanya
suatu keadaan darurat, kita
mungkin harus memaksakan diri
sampai pada batasnya, tanpa
mendapatkan istirahat yang
cukup. Namun, kita perlu segera
kembali pada rutinitas untuk
beristirahat dan bersaat teduh di
tengah kesibukan yang ada. Ini
termasuk beristirahat satu hari
dalam seminggu yang sejalan
dengan prinsip perhentian pada
hari Sabat. Hal ini berlaku
bagi semua orang yang terlibat
dalam upaya membantu untuk
meringankan penderitaan orang
lain. Misalnya, mereka yang
bekerja penuh waktu untuk
mengasuh anggota keluarga
yang sakit parah harus berusaha
mengambil waktu untuk
beristirahat sejenak dan untuk
bersama Tuhan. Jika tidak,
mereka bisa menjadi gampang
marah dan bahkan kehilangan
keefektifan mereka sebagai
pengasuh.
Jika kita mengabaikan
waktu kita
bersama Allah,
kesehatan rohani kita
pun akan memudar.
Bekerja tanpa henti, tanpa
istirahat dan tanpa penyegaran
rohani akan mengakibatkan
pudarnya sukacita, sifat
gampang marah, dan bahkan
depresi. Dalam bukunya The
New Testament Image of The
Ministry [Citra Pelayanan Dalam
Perjanjian Baru], (Grand Rapids:
Baker, 1974, hlm.133), W. T.
Purkiser mengutip dari seorang
yang terlibat dalam konseling,
yang mengatakan bahwa ia
tidak pernah menemukan kasus
depresi yang tidak berawal dari
kelelahan yang amat sangat.
Karena sukacita merupakan
salah satu dari banyak kualitas
dasar orang Kristen yang
dipenuhi Roh Kudus (Gal. 5:22),
ketika seseorang kehilangan
sukacitanya mereka berhenti
berperilaku seperti orang Kristen.
Sukacita inilah yang memberi
21
STI Bencana-21Des.indd 21
12/22/10 10:28:10 AM
kita kekuatan (Neh. 8:10). Inilah
yang menolong kita untuk tetap
melayani Allah dengan penuh
semangat, tak peduli betapa pun
sulitnya situasi yang dihadapi.
Terkadang kita mungkin
menangis karena rasa dukacita
menyaksikan apa yang telah
terjadi, tetapi di dalam diri kita
memiliki sukacita dari Tuhan.
Ini disebabkan karena di tengah
suasana duka, kita menikmati
persekutuan dengan Pribadi
yang mengasihi kita dan yang
sangat kita kasihi.
Bekerja tanpa henti,
tanpa istirahat dan
tanpa penyegaran
rohani akan
mengakibatkan
pudarnya sukacita, sifat
gampang marah, dan
bahkan depresi.
Karena sukacita merupakan
salah satu dari banyak kualitas
dasar orang Kristen yang
dipenuhi Roh Kudus (Gal. 5:22),
ketika seseorang kehilangan
sukacitanya mereka berhenti
berperilaku seperti orang Kristen.
Sukacita inilah yang memberi
kita kekuatan (Neh. 8:10). Inilah
yang menolong kita untuk tetap
melayani Allah dengan penuh
semangat, tak peduli betapa pun
sulitnya situasi yang dihadapi.
Terkadang kita mungkin
menangis karena rasa dukacita
menyaksikan apa yang telah
terjadi, tetapi di dalam diri kita
memiliki sukacita dari Tuhan.
Ini disebabkan karena di tengah
suasana duka, kita menikmati
persekutuan dengan Pribadi
yang mengasihi kita dan yang
sangat kita kasihi.
Salah satu kenyataan yang
menyedihkan dalam riwayat
usaha pemberian bantuan
adalah bahwa banyak di antara
para pekerja yang memberikan
bantuan telah jatuh dalam dosa
dan merusak hubungan mereka
dengan keluarga dan mereka
yang dikasihinya. Ada banyak
pekerja lainnya yang mengalami
kelelahan yang amat sangat dan
tidak bersedia untuk melakukan
pekerjaan seperti itu lagi.
Ini serupa dengan apa yang
kita lihat dalam keluargakeluarga yang memiliki seorang
anak yang menderita sakit keras.
Pasangan tersebut sering kali
bercerai setelah tiba pada akhir
dari suatu krisis yang panjang.
Mereka begitu sibuk melibatkan
22
STI Bencana-21Des.indd 22
12/22/10 10:28:10 AM
diri dalam kerja keras untuk
merawat sang anak sehingga
mereka lalai mengambil waktu
untuk memelihara hubungan
pernikahan mereka. Mereka
bersama-sama bekerja keras
selama anak mereka sakit,
tetapi ketika si anak meninggal,
mereka baru menyadari bahwa
mereka telah terpisah jauh satu
sama lain.
Dalam situasi darurat,
berjagalah untuk terus
“[mengawasi] dirimu sendiri”
(1 Tim. 4:16). Kita cenderung
ceroboh ketika kita lelah. Di
saat-saat demikian, kita dapat
dengan mudah tergoda. Jadi kita
perlu untuk terutama menjaga
kehidupan pribadi kita di saat
tenaga kita terkuras habis.
Paulus memperingatkan
bahwa jika kita bekerja
dengan cara yang tidak
menyenangkan hati
Allah, pekerjaan kita
akan dianggap tidak
berguna oleh Allah,
serta akan dibakar
dan dihancurkan pada
penghakiman terakhir.
Kita juga perlu menjaga
perilaku kita dalam bekerja.
Paulus memperingatkan bahwa
jika kita bekerja dengan cara
yang tidak menyenangkan
hati Allah, pekerjaan kita akan
dianggap tidak berguna oleh
Allah, serta akan dibakar dan
dihancurkan pada penghakiman
terakhir (1 Kor. 3:12-15).
Inilah sejumlah kegagalan
kerja yang perlu kita perhatikan.
• Kita harus menjaga agar
kita tidak terlalu membesarbesarkan apa yang kita
kerjakan atau menggunakan
laporan kita untuk membawa
kemuliaan bagi diri kita
sendiri. Kemuliaan dari apa
yang kita kerjakan haruslah
ditujukan pada Allah semata
(Mzm. 115:1; Yes. 48:11). Kita
perlu terus-menerus waspada
pada kemungkinan kita akan
menyimpang untuk melakukan
tindakan yang terutama
ditujukan demi kemuliaan diri
atau organisasi kita.
• Kita juga harus menjaga cara
kita menggunakan dana yang
kita terima. Meskipun ada
banyak pekerjaan mendesak
yang harus dilakukan,
kita tidak boleh melanggar
prinsip akuntansi yang wajar.
Sayangnya, banyak penipuan
telah dilakukan dalam usaha23
STI Bencana-21Des.indd 23
12/22/10 10:28:10 AM
usaha bantuan kemanusiaan,
dan beberapa di antaranya
dimulai dari kesalahan
prosedur yang dilakukan oleh
pribadi-pribadi yang punya
niat baik.
Waktu untuk
menghibur
dan Allah
sang Penghibur
P
aulus menggambarkan
Allah sebagai “Allah
sumber segala
penghiburan, yang menghibur
kami dalam segala penderitaan
kami, sehingga kami sanggup
menghibur mereka, yang
berada dalam bermacammacam penderitaan dengan
penghiburan yang kami terima
sendiri dari Allah” (2 Kor. 1:3-4).
Dengan banyaknya orang yang
mengalami trauma, kesedihan,
dan membutuhkan adanya
pribadi yang mau mendengar
mereka, orang-orang yang
telah menerima penghiburan
dari Allah dapat memberi
lebih dengan menjadi alat bagi
pemulihan.
Saya kira masyarakat umum
telah memahami pentingnya
pelayanan kepada orang-orang
yang secara emosi dan mental
terimbas oleh bencana. Para
konselor profesional sekarang ini
segera didatangkan ke tempattempat yang terkena bencana.
Walaupun hal itu memang
diperlukan, para ahli juga
menyadari betapa bernilainya
persahabatan para korban
dengan orang awam yang
dikenalnya. Para sahabat inilah
yang mampu melayani para
korban dalam suasana yang
lebih wajar untuk jangka waktu
yang lebih panjang.
Dengan banyaknya
orang yang mengalami
trauma, kesedihan,
dan membutuhkan
adanya pribadi yang
mau mendengar
mereka, orang-orang
yang telah menerima
penghiburan dari Allah
dapat memberi lebih
dengan menjadi alat
bagi pemulihan.
24
STI Bencana-21Des.indd 24
12/22/10 10:28:10 AM
Tindakan yang paling
mendesak adalah memberikan
kembali kepada para korban,
sebanyak mungkin, apa
yang mereka anggap sebagai
kehidupan normal dahulu
sebelum terjadinya musibah.
Salah satu tugas terpenting
yang dapat dilakukan para ahli
adalah menolong orang-orang
itu menjalin kembali hubungan
“normal” dengan keluarga,
sahabat, rekan, dan tetangga
mereka. Di dalam jalinan
hubungan itulah, mereka akan
memperoleh kekuatan.
Peran kita dalam
menolong orang yang
mengalami trauma
mungkin hanya dengan
berada di sisi mereka
dan mendengarkan
mereka.
Peran kita dalam menolong
orang yang mengalami trauma
mungkin hanya sekadar
berada di sisi mereka dan
mendengarkan mereka. Namun,
kebutuhan mendesak untuk
mengembalikan mereka pada
kehidupan normal seringkali
membutuhkan seseorang untuk
juga berbicara kepada mereka.
Sekadar mendengarkan mungkin
tidak cukup.
Para ahli menemukan
bahwa sejumlah hal yang
biasanya diterapkan dalam
situasi konseling biasa haruslah
dihindari untuk diterapkan
pada orang-orang yang baru
saja mengalami trauma berat.
Sebagai contoh, adalah
praktek yang baku dalam
konseling untuk meminta orang
yang terluka menceritakan
rasa sakit mereka dan apa
penyebabnya. Namun, dalam
konseling trauma, hal ini
haruslah dilakukan hanya
ketika orang tersebut telah siap,
yang mungkin terjadi lama
sesudah peristiwanya berlalu.
Membicarakan tentang trauma
terlalu dini dapat memicu emosi
yang tidak dapat mereka atasi.
Sejumlah reaksi ekstrem
yang tidak terlalu parah seperti
ketakutan yang hebat, depresi,
sikap menarik dan berdiam diri,
kemarahan, gangguan tidur,
keterguncangan, mimpi buruk,
dan menangis merupakan
reaksi manusiawi yang normal
terhadap suatu musibah.
Dalam kebanyakan kasus,
gejala-gejala ini akan berlalu
25
STI Bencana-21Des.indd 25
12/22/10 10:28:10 AM
seiring berjalannya waktu. Oleh
karena itu, kita harus berusaha
memahami dan tidak terlalu
cepat menghakimi perilaku
demikian. Melayani dengan
cara demikian berarti mengikuti
cara pelayanan Kristus, yang
meninggalkan surga, datang dan
tinggal bersama-sama kita, serta
memahami hidup kita melebihi
pemahaman kita sendiri.
Setelah terjadinya tsunami
di Sri Lanka pada tahun
2004, sahabat saya Dr. Arul
Anketell, seorang dokter yang
sekarang ini melayani penuh
waktu bersama rekan-rekan
lain dalam bidang medis,
bertemu dengan seorang berusia
lanjut di kamp pengungsian
korban bencana. Pria ini
memperlihatkan gejala umum
dari penyakit jantung yang akut.
Arul menelepon seorang dokter
lain dan dalam pemeriksaan,
mereka menyimpulkan bahwa
si pria sama sekali tidak
menderita penyakit jantung.
Ia telah kehilangan sejumlah
anggota keluarganya dalam
tsunami tersebut. Mereka
berbicara padanya dan berdoa
bersamanya dan kemudian
menemukan bahwa ia bukan
hanya sembuh dari gejala
penyakitnya, tetapi juga sangat
tertarik untuk mengetahui lebih
dalam lagi tentang Allah, yang
kepada-Nya para dokter itu
berdoa.
Sejumlah reaksi ekstrem
yang tak terlalu parah
seperti ketakutan yang
hebat, depresi, sikap
menarik dan berdiam
diri, kemarahan,
gangguan tidur,
keterguncangan, mimpi
buruk, dan menangis
merupakan reaksi
manusiawi yang normal
terhadap suatu musibah.
Saya tahu ada anak-anak
yang menjadi takut menyentuh
air setelah terjadinya bencana
tsunami. Saya mengunjungi
sebuah sekolah, dan gurunya
mengatakan kepada saya bahwa
mereka berencana untuk segera
membuka kembali sekolah
tersebut. Namun, para orangtua
tidak mau mengirim anak
mereka ke sekolah itu karena
letaknya yang berdekatan
dengan laut dan karena mereka
tidak mau dipisahkan dari anak-
26
STI Bencana-21Des.indd 26
12/22/10 10:28:10 AM
anaknya, bahkan pada waktu
jam sekolah sedang berjalan.
Situasi yang khusus seperti
ini memerlukan penanganan
yang penuh pengertian dan
ketrampilan.
Bahkan para pekerja yang
memberikan bantuan pun
membutuhkan penghiburan.
Mereka telah mengalami
kelelahan secara emosional.
Ketika pertama kali saya
mengunjungi salah satu daerah
yang kerusakannya paling
parah akibat tsunami, saya
ingin menangis karena kuatnya
dampak suasana itu terhadap
saya. Seorang rekan pergi
ke daerah serupa tak lama
setelah tsunami menyerang dan
menyaksikan banyaknya mayat
serta luar biasanya kehancuran
yang ada. Tak lama kemudian ia
terpaksa pergi ke mobil vannya
untuk menangis seorang diri.
Diperhadapkan pada
akibat bencana yang demikian
mengerikan dapat memberikan
dampak sangat kuat terhadap
pikiran maupun emosi kita.
Dalam hal ini diperlukan
kepekaan akan kebutuhan
dari para pemberi pertolongan.
Mereka harus diberi kesempatan
untuk membagikan kepedihan
mereka dengan orang lain
dan menerima penghiburan
dari saudara seiman dan juga
penghiburan dari Allah.
Diperhadapkan pada
akibat bencana yang
demikian mengerikan
dapat memberikan
dampak sangat kuat
terhadap pikiran
maupun emosi kita.
Menurut saya salah satu
dari kebenaran teragung dalam
pelayanan Kristen pada orangorang yang terluka adalah
bahwa ketika Allah menjadi
manusia, Dia menderita
banyak hal yang sama dengan
yang dialami mereka yang
menderita karena bencana.
Ketika masih kanak-kanak,
Dia hampir menjadi korban
dari pembunuhan yang kejam,
dan keluarga-Nya harus lari
dari tanah air mereka dan
menjadi pengungsi di tanah
asing. Dia datang untuk
menolong manusia, tetapi
mereka menolaknya. AyahNya kemungkinan meninggal
ketika Dia masih muda, dan
meninggalkan setidaknya empat
27
STI Bencana-21Des.indd 27
12/22/10 10:28:10 AM
adik laki-laki dan sejumlah adik
perempuan yang perlu diberi
nafkah (Mat. 6:3). Dia tidak
menerima pendidikan formal.
Inilah sebabnya mengapa para
pemimpin agama menganggap
bahwa Yesus tidak terpelajar
(Yoh. 7:15). Inilah kekurangan
yang dialami oleh banyak
anak saat ini, ketika keluarga
mereka tertimpa musibah.
Yesus mengetahui bagaimana
menderitanya diadili dan
dihukum secara tidak adil serta
dijatuhi hukuman selayaknya
seorang penjahat, dengan salah
satu cara hukuman terkejam
yang pernah diciptakan
manusia, yaitu penyaliban.
Ketika saya belum genap
berusia 10 tahun, saya
mengalami sesuatu yang
sangat memalukan. Dalam
keputusasaan, kalimat pertama
yang terlintas dalam pikiran
saya adalah, “Allahku, Allahku,
mengapa Engkau meninggalkan
aku?” Lama setelah itu saya
baru menyadari bahwa saya
mengenal kata-kata tersebut,
karena kata-kata tersebut
diucapkan sendiri oleh Yesus,
Allah yang menjadi manusia
(Mat. 27:46). Yesus telah
terlebih dulu mengalami
penderitaan yang kita alami.
Dia benar-benar Allah yang
memahami segala penderitaan
manusia.
Kebutuhan terbesar manusia
adalah memiliki hubungan
dengan “Allah sumber segala
penghiburan” ini (2 Kor. 1:3).
Di tengah kesibukan kita dalam
memberikan bantuan, kita tidak
boleh kehilangan pandangan
tentang kebutuhan manusia
yang paling mendasar, yakni
menerima keselamatan dari
Allah. Meskipun demikian, kita
harus mengingat bahwa Allah
tidak pernah memanipulasi
orang untuk menerima pesanNya. Ia berbicara dengan
manusia mengenai jalan
keselamatan-Nya (Yes. 1:18).
Oleh karena itu, kita harus
berjaga-jaga untuk memastikan
bahwa orang-orang tidak
menerima Kristus hanya
karena mereka menerima
bantuan dari orang Kristen.
Mereka seharusnya menerima
Dia karena mereka percaya
dalam hati dan pikiran mereka,
bahwa melalui Yesus, Allah
telah menyediakan jawaban
bagi kebutuhan mereka yang
terdalam.
Masa-masa bencana
membuka kesempatan unik bagi
kita untuk mewujudnyatakan
iman Kristen kita. Ketika suatu
bencana melanda, orang Kristen
28
STI Bencana-21Des.indd 28
12/22/10 10:28:10 AM
seharusnya bertanya, “Apa yang
seharusnya saya pikirkan saat
ini? Dan bagaimana seharusnya
saya menanggapi krisis ini
menurut cara iman Kristen?”
Buklet Seri Terang Ilahi (STI) berjudul
“Pasca Bencana: Menanggapi
Musibah Secara Alkitabiah”
diterbitkan oleh RBC Ministries,
Indonesia.
Mulai bulan Juni 2007, PT. Duta
Harapan Dunia (mitra pelayanan RBC
Ministries, Indonesia) menerbitkan dan
mendistribusikan buku-buku terbitan
Discovery House Publishers termasuk
Discovery Series yang dalam bahasa
Indonesia lebih dikenal dengan nama
Seri Terang Ilahi.
Adapun buku-buku yang dapat Anda
peroleh melalui PT. Duta Harapan Dunia
antara lain:
• Santapan Rohani Tahunan (SR)
Buku renungan tahunan yang dirancang
untuk digunakan sebagai makanan
rohani sehari-hari bagi setiap orang Kristen.
• Seri Kehidupan Kristen—
Pedoman Dasar Hidup Kristen
Terjemahan dari buku Basics for
Christian Living—Buku pedoman yang
membuat Anda mengerti siapakah
Allah itu dan memperluas pengetahuan
Anda tentang kekristenan.
• Seri Hikmat Ilahi (SHI)
Terjemahan dari buku Discovery Series Bible Study—Bahan Pendalaman Alkitab untuk pribadi maupun kelompok.
• Seri Terang Ilahi (STI)
Terjemahan dari buklet Discovery Series—Buklet yang mengulas aneka topik yang bermanfaat untuk membuka wawasan rohani orang Kristen.
Informasi lebih lanjut, hubungi:
PT. Duta Harapan Dunia
PO Box 3500
Jakarta Barat 11035
Telp.: (021) 71111-430; 544-2152
Fax.: (021) 5435-1975
E-mail: [email protected]
Situs: www.dhdindonesia.com
29
STI Bencana-21Des.indd 29
12/22/10 10:28:10 AM
Mengapa Allah yang Baik
Mengijinkan Penderitaan?
Jika Allah itu Mahakuasa dan Mahabaik,
bagaimana Dia dapat mengizinkan
terjadinya berbagai penyakit dan
penderitaan yang dialami manusia di
dalam dunia? Sakit-penyakit, luka hati, dan
bencana alam senantiasa terjadi di sekitar
kita. Mengapa Allah membiarkan hal ini
terjadi? Apakah Dia mempunyai maksud
dalam penderitaan kita? Dengan membahas
pertanyaan-pertanyaan penting tersebut,
buklet ini sungguh berguna bagi kita.
#GD0106
Mengapa Hidup Begitu Tidak Adil?
Mungkin kita merasakan sakit hati saat
melihat kesenjangan dan ketidakadilan
yang muncul di setiap bagian pengalaman
hidup manusia. Bagaimana kita bisa
punya keyakinan kepada Allah, jika
kehidupan sepertinya lebih berpihak
kepada mereka yang tidak mempedulikanNya? Pembahasan dari Mazmur 73 ini
menelusuri pergumulan dari seseorang
yang hampir meninggalkan imannya saat
ia melihat sendiri berbagai ketidakadilan
yang terjadi. Ia menemukan jawaban dari
pergumulannya yang memulihkan kembali
keyakinannya kepada Allah. Jawaban itu
bisa menolong Anda juga. #ZZ713
STI Bencana-21Des.indd 30
12/22/10 10:28:12 AM
Refleksi
STI Bencana-21Des.indd 31
12/22/10 10:28:12 AM
Refleksi
STI Bencana-21Des.indd 32
12/22/10 10:28:12 AM
Download