ANOMALI INITIAL PUBLIC OFFERING DI BURSA EFEK INDONESIA (Studi kasus pada perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia dan Daftar Efek Syariah periode 2010 – 2014) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi Oleh : Rama Febriyanti NIM : 1112081000082 JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H / 2016 M ANOMALI INITIAL PUBLIC OFFERING DI BURSA EFEK INDONESIA (Studi Kasus pada Perusahaan yang Melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia & Daftar Efek Syariah Periode 2010 - 2014) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Oleh: Rama Febriyanti NIM: 1112081000082 Di Bawah Bimbingan Pembimbing I Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM NIP. 19690203 200112 1 003 JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2016 M ii LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF Pada hari Jumat, 13 Mei 2016 telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswi: 1. Nama : Rama Febriyanti 2. NIM : 1112081000082 3. Jurusan : Manajemen (Keuangan) 4. Judul Skripsi : “Anomali Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia (Studi Kasus pada Perusahaan yang Melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia & Daftar Efek Syariah Periode 2010 - 2014” Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan LULUS dan diberi kesempatan untuk melanjutkan ke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 13 Mei 2016 1. Supriyono, SE., MM ( NIP. 19720111 201411 1 001 ) Penguji I 2. Sopyan, MM ( NIDN. 0314 0570 04 ) Penguji II iii LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI Pada hari Selasa, 17 Oktober 2016 telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswi: 1. Nama : Rama Febriyanti 2. NIM : 1112081000082 3. Jurusan : Manajemen (Keuangan) 4. Judul Skripsi : “Anomali Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia (Studi Kasus pada Perusahaan yang Melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia & Daftar Efek Syariah Periode 2010 – 2014” Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan LULUS dan skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta,17 Oktober 2016 1. Titi Dewi Warninda, M. Si NIP : 19731221 200501 2 002 ( 2. Dr. Indo Yama Nasarudin, SE, MAB NIP : 19741127 200112 1 002 ( 3. Prof.Dr.Ahmad Rodoni,MM NIP. 19690203 200112 1 003 ( ) Ketua ) Penguji Ahli ) Pembimbing I iv LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH Yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Rama Febriyanti NIM : 1112081000082 Fakultas : Ekonomi dan Bisnis Jurusan : Manajemen (Keuangan) Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya: 1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan mempertanggungjawabkan. 2. Tidak menggunakan plagiat terhadap naskah karya orang lain. 3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau izin dari pemilik karya. 4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data. 5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya ini. Jikalau di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah melalui pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan ternyata memang ditemukan bahwa saya telah melanggar pernyataan diatas, maka saya siap untuk dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Jakarta, 02 Oktober 2016 Yang Menyatakan, (Rama Febriyanti) v DAFTAR RIWAYAT HIDUP A. Data Pribadi 1. Nama : Rama Febriyanti 2. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 12 Februari 1995 3. Alamat : Jl. Agung Raya II Gg.Pendawa 1 Rt 06/07 No. 11B Lenteng Agung 4. Agama : Islam 5. Telp : 085782707978/08151854537 6. Email : [email protected] 7. Kewarganegaraan : Indonesia B. Data Pendidikan 1. Pendidikan Formal Tahun 2002-2007 : SDN 06 Pagi Lenteng Agung Tahun 2007-2009 : SMPN 98 Jakarta Tahun 2009-2012 : SMKN 62 Jakarta Tahun 2012-2016 : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta 2. Pendidikan Non Formal : Language course “Inggris La Tansa Tahun 2012-2013 BEC” Ciputat Tahun 2013 : TOEFL and TOAFL Universitas Islam Negeri Jakarta vi ABSTRACT This study aims to examine the phenomenon of underpiricing, flipping activity and long-term performance of initial public offering (IPO) at the Indonesian Stock Exchange and on the List of Islamic Securities 2010-2014. In this study also examine the factors that affect underpricing, flipping activity and performance during the IPO period. Purposive sampling method, the sample used are 103 companies listed in the Indonesia Stock Exchange and 59 companies listed in the List of Islamic Securities. Analysis of the data used one sample t-test and Generalized Least Square The results of one sample t-test showed that there had been underpricing and flipping activity during the IPO in the Indonesia Stock Exchange and on the List of Islamic Securities. while not happen long-term performance is declining (underperformance) during the IPO in the Indonesia Stock Exchange and on the List of Islamic Securities. Variables used in this study is underwriter reputation, the type of industry, the reputation of auditors, Time (hot / cold), return on assets, return on equity, debt to equity ratio,earnings per shared, company age, and size firm. The test results Generalized Least Squares for the Link variables indicate that the level undepricing no significant effect on the flipping activity, but significant effect on the underpricing of underperformance, while flipping activity did not significantly influence the underperformance in BEI. The test results Generalized Least Squares in DES for the Link variables indicate that the level undepricing no significant effect on the flipping activity, but underpricing and flipping activity significantly influence the underperformance in DES Keywords : Underpricing, flipping activity, underperformance, Return On Asset, Return On Equity, Debt To Equity Ratio, Earning Per shared, Age Firm, Size Firm, type of Industry, Reputation Underwriter, Reputation Auditor, hot/cold market. vii ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menguji fenomena underpiricing, flipping activity dan kinerja saham jangka panjang penawaran umum saham perdana (IPO) di Bursa Efek Indonesia dan di Daftar Efek Syariah periode 2010-2014. Dalam penelitian ini juga menguji faktor-faktor yang mempengaruhi underpricing, flipping activity dan kinerja saham jangka saat IPO. Dengan metode purposive sampling, sampel yang digunakan adalah 103 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan 59 perusahaan yang terdaftar di Daftar Efek Syariah. Analisis data yang digunakan one sample t-test dan uji Generalized Least Square Hasil one sample t-test menunjukkan bahwa telah terjadi underpricing dan flipping activity saat IPO di Bursa Efek Indonesia maupun di Daftar Efek Syariah. sedangkan tidak terjadi kinerja sham jangka panjang yang menurun (underperformance) saat IPO di Bursa Efek Indonesia maupun di Daftar Efek Syariah. Variabel yang di gunakan dalam penelitian ini yaitu reputasi underwriter, jenis industri, reputasi auditor, Time (hot/cold), return on asset, return on equity, debt to equity ratio, earning per shared, umur perusahaan, dan ukuran perusahaan. Hasil uji Generalized Least Square terhadap keterkaitan variabel menunjukkan bahwa tingkat undepricing tidak berpengaruh signifikan terhadap flipping activity, tetapi underpricing berpengaruh signifikan terhadap underperformance, sedangkan flipping activity tidak berpengaruh signifikan terhadap underperformance di BEI. Hasil uji Generalized Least Square di DES terhadap keterkaitan variabel menunjukkan bahwa tingkat undepricing tidak berpengaruh signifikan terhadap flipping activity, tetapi underpricing dan flipping activity berpengaruh signifikan terhadap underperformance di DES Kata Kunci : Underpricing, flipping activity, underperformance, Return On Asset, Return On Equity, Debt To Equity Ratio, Earning Per shared, Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan, Jenis Industri, Reputasi Underwriter, Reputasi Auditor, hot/cold market. viii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai harapan dan diwaktu terbaik. Shalawat serta salam tetap tercurahkan pada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, beserta keluarganya dan para sahabatnya yang telah menunjukan jalan yang benar kepada umat manusia dan selalu berada di jalan Allah SWT. Dalam penyelesaian skripsi ini tentunya penulis mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi dan saran, untuk itu rasa terimakasih yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan : 1. Terimakasih kepada Allah SWT yang telah menitipkan hamba kepada kedua orang tua, Ayah (Maryono) dan Mama (Sri Misrawati) tercinta yang begitu luar biasa senantiasa merawat penulis dari dalam kandungan serta mendidik, mengajarkan, mengayomi penulis sampai saat ini. Ayah, Mama terimakasih untuk selalu memberikan pengorbanan baik materil maupun moril, motivasi, dukungan, semangat, perhatian, selalu mendengarkan suka duka penulis dalam proses menyelesaikan skripsi ini, cinta dan kasih yang tak pernah putus serta kesabaran yang begitu luar biasa serta doa yang dipanjatkan yang tak pernah putus untuk anak-anaknya. Semoga Allah selalu memberikan kebahagiaan untuk Ayah dan Mama. Aamiin.. 2. Keluarga besar (Alm) H. Mulya Siregar (Bujing Juriah, Uwa Derti, Tulang Godang dan lain-lain yang tidak bisa di sebutkan satu persatu) Terima kasih atas dukungan dan doanya yang selalu dipanjatkan kepada Allah SWT untuk keberhasilanku dalam menyelesaikan studi S1. 3. Untuk kakek ku tercinta (Maimun) yang selalu mendoakan cucumu. Dalam pengerjaan skripsi ini kakek diberikan musibah sakit jantung, dan seminggu sebelum feby sidang kakek telah menghadap allah, feby sayang sama kakek ix tetapi ternyata allah lebih sayang sama kakek. Semoga kakek tenang dan di berikan tempat yang indah disana.Aamiin.. 4. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Bapak Dr. M. Arief Mufraini, Lc., MSi selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Ibu Titi Dewi Warnida, SE., MSi selaku Ketua Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Ibu Ela Patriana, MM selaku Sekretaris Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 8. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni selaku dosen pembimbing pertama yang senantiasa selalu sabar dalam memberikan arahan, nasihat serta ilmu-ilmu yang tidak pernah didapat sebelumnya yang sangat bermanfaat, memberikan motivasi untuk tidak pernah putus asa serta selalu menyediakan waktu untuk bimbingan. 9. Adik - adikku Melly Aprilliyanti, Aryo Tri Wibowo dan Devi Mayangsari yang selalu menghiburku ketika lelah dan menggantinya dengan senyum dan tawa. Terima kasih untuk doa dan dukungannya selama ini. 10. Sahabatku Diah Siti Utami, Dita Nahlati, Bustomi, Bani, Alifikram, Lutfi, Imas, Maulia, Septiani N. H, Shefa, Rika, Reza dan sahabat-sahabatku lainnya, terima kasih atas persahabatannya dan berbagai dukungannya selama ini semoga silahturahmi kita tetap berjalan sampai kapanpun. Dan terima kasih juga kepada Uda (Iswandi) fotocopy Maju Jaya yang turut membantu selama penulis berkuliah di UIN. 11. Teman spesialku Roni (alias Chiko). Terima kasih telah menjadi salah satu pendukungku secara moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. x 12. Para senior (Fauzan Muzaki, Ithaful, Ka Aris dll) yang mau meluangkan waktu untuk bertukar pikiran dan selalu memberikan motivasi serta mengganti keluh kesahku menjadi tawa. 13. Seluruh Dosen dan karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Terimakasih atas jasa dan ilmunya. Semoga Allah SWT membalasnya dengan pahala dan berkah yang berlipat ganda. 14. Teman-teman jurusan Manajemen angkatan 2012, khususnya kelas Keuangan yang telah memberikan kenangan serta berbagi pengalaman selama kita kuliah bersama-sama. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan kesalahan, oleh karenanya kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Adapun segala kekurangan dan kesalahan pada skripsi ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Harapan penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak orang. xi DAFTAR ISI Halaman Judul............................................................................................. i Lembar Pengesahan Skripsi ........................................................................ ii Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif ................................................... iii Lembar Pengesahan Ujian Skripsi .............................................................. iv Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah ................................................ v Daftar Riwayat Hidup ................................................................................. vi Abstract ....................................................................................................... vii Abstrak ........................................................................................................ viii Kata Pengantar ............................................................................................ ix Daftar Isi...................................................................................................... xii Daftar Tabel ................................................................................................ xv Daftar Gambar ............................................................................................. xvii Daftar Lampiran .......................................................................................... xviii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ......................................................................... 1 B. Permasalahan dalam Penelitian ................................................... 9 1. Identifikasi Masalah .............................................................. 9 2. Batasan Masalah ................................................................. 10 3. Perumusan Masalah ............................................................ 10 C. Tujuan Penelitian ...................................................................... 11 D. Manfaat Penelitian .................................................................... 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori .......................................................................... 13 1. Pasar Modal ......................................................................... 13 2. Pasar Sekunder (Secondary Market) .................................. 14 3. Initial Public Offering (IPO) ............................................... 15 4. Underpricing ...................................................................... 20 5. Flipping Activity .................................................................. 22 6. Kinerja Jangka Panjang Menurun (underperformance) ...... 25 xii 7. Variabel yang Mempengaruhi Penelitian ............................. 27 8. Keterkaitan Antara Variabel Penelitian ............................... 40 B. Penelitian Terdahulu ................................................................. 47 C. Kerangka Pemikiran .................................................................. 56 D. Hipotesis Penelitian................................................................... 58 BAB III METODELOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ......................................................... 60 B. Metode Penentuan Sampel ........................................................ 60 C. Metode Pengumpulan Data ....................................................... 62 D. Metode Analisis Data ................................................................ 63 1. Uji Asumsi Klasik ................................................................ 63 2. Generalized Least Square (GLS) ......................................... 66 3. Pengujian Hipotesis .............................................................. 67 E. Operasional Variabel .................................................................. 68 1. Variabel Dependen ................................................................ 68 2. Variabel Independen ............................................................. 70 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Penelitian ......................................... 79 1. Bursa Efek Indonesia ........................................................ 79 2. Daftar Efek Syariah .............................................................. 80 3. Deskripsi Objek Penelitian ................................................. 83 a. Deskripsi Objek Penelitian di BEI ................................ 83 b. Deskripsi Objek Penelitian di DES ............................... 83 a. Analisis Data ............................................................................. 84 1. Analisis data di Bursa Efek Indonesia ................................. 84 a. Statistik Deskriptif ......................................................... 85 b. One Sample Test ............................................................. 90 c. Hasil Uji Asumsi Klasik ................................................ 94 d. Hasil Pengujian Hipotesis ............................................ 102 xiii 2. Analisis data di Daftar Efek Syariah .................................. 145 a. Statistik Deskriptif ....................................................... 145 b. One Sample Test ........................................................... 150 c. Uji Asumsi Klasik ........................................................ 154 d. Pengujian Hipotesis ...................................................... 161 BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan .............................................................................. 201 B. Implikasi .................................................................................. 205 C. Saran ........................................................................................ 206 DAFTAR PUSATAKA ............................................................................... 208 LAMPIRAN……. ........................................................................................ 214 xiv DAFTAR TABEL NO KETERANGAN HALAMAN 1.1 Rata-rata tingkat Underpricing di Indonesia ……. ............................ 4 1.2 Rata-rata tingkat Underperformance di Indonesia ……. ................... 7 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu ......................................................... 47 3.1 Kriteria Pemilihan Sampel di BEI ...................................................... 61 3.2 Kriteria Pemilihan Sampel di DES ..................................................... 62 3.3 Operasional Variabel Penelitian ......................................................... 76 4.1 Statistik Deskriptif di BEI ……. ........................................................ 85 4.2 Uji-t satu sampel initial return di BEI ……. ..................................... 90 4.3 Uji-t satu sampel flipping activity di BEI ……. ................................. 92 4.4 Uji-t satu sampel underperformance di BEI ……. ............................ 93 4.5 Uji Multikolinearitas dengan metode OLS di BEI ……. ................... 98 4.6 Nilai Durbin Watson dengan metode OLS dan GLS di BEI ……. .... 99 4.7 Uji White (underpricing) di BEI ……. .............................................. 100 4.8 Uji White (flipping activity) di BEI ……. .......................................... 101 4.9 Uji White (underperformance) di BEI ……. ..................................... 101 4.10 Uji t (Parsial) underpricing di BEI ……. ........................................... 103 4.11 Uji t (Parsial) flipping activity di BEI ……. ...................................... 114 4.12 Uji t (Parsial) underperformance di BEI ……. .................................. 127 4.13 Uji F (Simultan) di BEI ……. ............................................................ 142 4.14 Statistik Deskriptif di DES ……. ....................................................... 145 4.15 Uji-t satu sampel initial return di DES ……. .................................... 150 4.16 Uji-t satu sampel flipping activity di DES ……. ................................ 152 4.17 Uji-t satu sampel underperformance di DES ……. ........................... 153 4.18 Uji Multikolinearitas dengan metode OLS di DES ……. .................. 158 4.19 Nilai Durbin Watson dengan metode OLS dan GLS di DES …….... 159 4.20 Uji Harvey (underpricing) di DES ……. ........................................... 160 4.21 Uji Harvey (flipping activity) di DES ……. ...................................... 160 xv 4.22 Uji Harvey (underperformance) di DES ……. .................................. 161 4.23 Uji t (Parsial) underpricing di DES ……........................................... 162 4.24 Uji t (Parsial) flipping activity di DES ……. ..................................... 173 4.25 Uji t (Parsial) underperformance di DES ……. ................................. 184 4.26 Uji F (Simultan) di DES ……. ........................................................... 198 xvi DAFTAR GAMBAR NO KETERANGAN HALAMAN 2.1 Kerangka Berpikir ............................................................................. 58 4.1 Uji Normalitas underpricing BEI ……. ............................................. 95 4.2 Uji Normalitas flipping activity BEI ……. ........................................ 96 4.3 Uji Normalitas underperformance BEI ……. .................................... 97 4.4 Uji Normalitas underpricing DES…….............................................. 154 4.5 Uji Normalitas flipping activity DES……. ........................................ 155 4.6 Uji Normalitas underperformance DES ……. ................................... 156 xvii DAFTAR LAMPIRAN NO KETERANGAN HALAMAN 1 Initial Return Perusahaan yang Melakukan IPO di BEI .................... 214 2 Initial Return Perusahaan yang Melakukan IPO di DES .................. 218 3 Output OLS dan GLS di BEI Minitab 16 ……. ................................. 221 4 Output OLS dan GLS di DESMinitab 16 …….................................. 227 xviii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pasar modal merupakan sarana untuk menjembatani antara pihak yang mempunyai kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana (Tandellin 1999:113). Melalui pasar modal, sebuah perusahaan dapat melakukan penawaran umum efek untuk menghimpun dana dari masyarakat umum (investor) sebagai salah satu sumber dana bagi tambahan modal perusahaan tersebut. Langkah utama yang dilakukan perusahaan untuk melalukan penawaran umum efek di pasar modal adalah melalui Penawaran Umum Perdana atau Initial Public Offering (IPO). Sistem mekanisme pasar modal konvensional yang mengandung riba, maysir dan gharar selama ini telah menimbulkan keraguan di kalangan umat islam. Pasar modal syariah dikembangkan dalam rangka mengakomodir kebutuhan islam di Indonesia yang ingin melakukan investasi di pasar modal sesuai prinsip syariah. Hal ini berkenaan dengan anggapan kalangan sebagaian umat muslim sendiri bahwa berinvestasi di pasar modal di satu sisi merupakan sesuatu yang tidak di perbolehkan (diharamkan) berdasarkan ajaran islam, sementara disisi lain Indonesia perlu memperhatikan dan menarik minat investor mancanegara untuk berinvestasi di pasar modal Indonesia, terutama investor negara-negara Timur Tengah yang diyakini merupakan investor potensial (Rodoni, 2009:62). 1 Pasar modal mencakup pasar perdana dan pasar sekunder. Pasar perdana adalah pasar di mana untuk pertama kalinya saham baru dijual kepada investor oleh perusahaan yang mengeluarkan saham tersebut. Suatu perusahaan yang menjual saham untuk pertama kalinya maka penjualan ini disebut sebagai penawaran perdana (Initial Public Offering atau Going Public). Selanjutnya saham dapat diperjualbelikan di bursa efek yang disebut dengan pasar sekunder (secondary market) (Farid, 1998 : 42). Pada saat melakukan IPO di pasar perdana, emiten bekerja sama dengan underwriter dalam menentukan harga penawaran saham untuk pertama kalinya. Salah satu permasalahan penting yang dihadapi perusaahan ketika melakukan penawaran saham perdana di pasar modal adalah pentupan besarnya harga penawaran perdana. Harga saham yang dijual di pasar perdana ditentukan berdasar kesepakatan antara perusahaan emiten dengan penjamin emisi (underwriter), sedangakan harga di pasar sekunder ditentukan oleh mekanisme pasar (permintaan dan penawaran). Jika penentuan harga saat IPO lebih rendah dibandingkan dengan harga yang terjadi di pasar sekunder di hari pertama maka akan terjadi underpricing. (Suyatmin dan Sujadi,2006). Fenomena yang biasa terjadi saat perusahaan baru melakukan IPO atau go public yaitu harga saham penawaran perdana akan cenderung mengalami underpricing yang ditandai dengan return yang positif. Fenomena underpricing pada jangka pendek akan diikuti dengan fenomena lainnya, yaitu undeperformance pada jangka panjang. Hal itu diindikasikan dengan kinerja saham IPO yang berada di bawah kinerja pasar. (Ritter,1991) 2 Underpricing adalah adanya selisih positif antara harga saham di pasar sekunder dengan harga saham di pasar perdana atau saat IPO. Selisih harga inilah yang dikenal sebagai initial return (IR) atau positif return bagi investor. Underpricing adalah fenomena yang umum dan sering terjadi di pasar modal manapun saat emiten melakukan IPO (Yolana, C dan Dwi Martini, 2005). Para pemilik perusahaan menginginkan agar dapat meminimalisasi underpricing karena terjadinya underpricing akan menyebabkan transfer kemakmuran (wealth) dari pemilik kepada para investor (Beatty, 1989). Apabila terjadi underpricing, dana yang diperoleh perusahaan dari go public tidak maksimum. Sebaliknya, bila terjadi overpricing, maka investor akan merugi karena mereka tidak menerima initial return. Initial return (IR) adalah keuntungan yang diperoleh pemegang saham saat IPO dengan menjualnya pada hari pertama. Fenomena underpricing umumnya terjadi dalam jangka pendek yaitu setelah perusahaan melakukan penawaran saham perdana dan memasuki pasar sekunder. Dalam pengamatan lebih lanjut beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa ternyata kinerja saham yang melakukan IPO banyak yang mengalami penurunan dalam jangka waktu yang lebih lama. Penurunan kinerja saham yang dimaksud adalah menurunnya harga saham dalam jangka panjang (underperformed). Akibat penurunan kinerja saham ini maka investor yang membeli saham untuk periode jangka waktu yang lebih lama tidak menikmati return yang diharapkan. Di Indonesia sebanyak 92,10% perusahaan (dari 35 perusahaan) yang melakukan IPO pada kurun waktu 3 2002–2006 mengalami penurunan kinerja saham jangka panjang (Febriyana, dkk, 2012). Fenomena kinerja saham yang mengalami underpricing setelah IPO juga menggambarkan bahwa dalam pasar saham tersebut terdapat abnormal return saham. Fenomena terdapatnya abnormal return biasa dimanfaatkan oleh investor untuk memperoleh initial return (positive initial return), Takarini dan Kustini (2007). Tabel 1.1 Data Jumlah IPO dan rata – rata tingkat Underpricing di Indonesia Rata - Rata tingkat Underpricing tahunan Perusahaan yang IPO di BEI 35 30 25 20 15 10 5 0 2010 2011 2012 Jumlah Emiten 2013 2014 2015 Underpricing (%) Sumber : IDX Fact Book & ICAMEL, data diolah Berdasarkan tabel 1.1 dapat dilihat bahwa dalam pasar IPO di Indonesia terjadi fenomena underpricing yang bervariasi sejak tahun 20102015 dimana tingkat rata-rata underpricing terbesar terjadi pada tahun 2010 dengan tingkat underpricing rata-rata sebesar 29% dan tingkat underpricing paling rendah terjadi pada tahun 2011 dengan rata-rata tingkat underpricing 4 sebesar 11,5%. Dalam beberapa dekade terakhir, volume perdagangan merupakan salah satu subyek yang menarik utama yang mempelajari tentang beberapa variabel, seperti underwriter, hasil dari IPO, kinerja awal IPO, pertukaran, momentum pasar dan lain-lain, berkaitan dengan derajat yang berbeda dari aktivitas flipping (Ellis et al, 2000;. Aggarwal, 2003; Bayley, 2006). Menurut Ellis (2002), pada perdagangan hari pertama. Terdapat celah untuh flipping sekitar 70% dari volume saham yang dijual di IPO. Oleh karena itu, Flipper memainkan peran sebagai pelaku yang menerima alokasi saham dan menjualnya di hari pertama IPO, dalam rangka untuk mendapatkan abnormal return (Smith dan Pulliam, 2000). Tindakan ini akan mempercepat "stagging" kegiatan, mempengaruhi stabilisasi harga IPO dan retensi IPO. Biasanya, penjamin emisi awalnya akan menetapkan harga penawaran di bawah nilai wajar dan menawarkan dengan harga diskon untuk menarik investor. Dalam quid pro quo, aktivitas flipping di pasar saham lebih jelas di mana investor berniat untuk membeli IPO baru dan berharap untuk melikuidasi itu dalam waktu singkat (Correra, 1992). Dengan demikian, kinerja awal IPO dipengaruhi oleh harga saham, alokasi saham dan aktivitas flipping oleh investor (Aggarwal, 2003) Temuan Aggarwal (2003) menunjukkan bahwa volume perdagangan dalam beberapa pertama setelah IPO sangat tinggi tetapi menurun dengan cepat. Studi beliau menemukan bahwa volume perdagangan dalam dua hari pertama adalah rata-rata 81,97%, dengan rata-rata 74,10%. Hal ini umumnya 5 percaya bahwa sebagian besar dari perdagangan awal yang tinggi. Volume ini disebabkan oleh “flipper”. Aggarwal (2003) dan Ellis (2006) jangka investor yang menerima alokasi saham IPO selama korban dan segera melikuidasi alokasi mereka dalam beberapa hari pertama setelah IPO mulai perdagangan. Sebuah studi sebelumnya pada aktifitas flipping oleh Krigman, Shaw dan Womack (1999) menemukan bahwa, untuk periode 1988-1995, flipping berkontribusi 45% dari volume perdagangan hari pertama untuk IPO dingin, tetapi hanya 22% untuk IPO panas, di pasar AS. Penelitian yang di lakukan oleh Ellis (2006), dalam pengetahuan terbaik flipper, mereka menjual saham dari holding mereka untuk mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga pada hari pertama perdagangan dan hal itu sangat sering terjadi pada IPO hot market dimana volume perdagangannya lebih tinggi dari IPO cold market. Beliau meneliti besarnya volume perdagangan untuk kegiatan flipping pada hari-hari pertama dan kedua dari perdagangan dengan IPO cold dan hot sebagai variabel independen untuk studinya. Oleh karena itu, karakteristik yang berbeda dari momentum pasar, seperti IPO hot , IPO warm , IPO cold dan IPO very cold berdampak dan memainkan peran penting untuk mempengaruhi aktivitas flipping IPO. Saham “Hot” didefinisikan sebagai saham dengan Initial Return (IR) di atas rata-rata. Pasar saham IPO “Hot” terjadi bila Initial Return (IR) saham baru secara rata-rata sangat tinggi untuk jangka waktu yang panjang. Ibbotson dan Jaffe (1975) dan Ritter (1984) menemukan bahwa tingkat underpricing IR bervariasi dari periode satu ke periode lainnya dan membentuk siklus IR 6 yang tinggi (Hot) dan rendah (Cold). Tingkat underpricing juga bervariasi dari satu sektor ke sektor lainnya. Siklus ini juga dapat dilihat pada volume IPO (Sembel, 1996). Tabel 1.2 Data Jumlah IPO dan rata – rata tingkat Underperformance di Indonesia Rata - Rata tingkat Underperformance tahunan Perusahaan yang IPO di BEI 5 4 3 2 1 0 2010 2011 2012 2013 2014 ( - ) Underperformance Sumber : IDX Fact Book & ICAMEL, data diolah Berdasarkan tabel 1.2 dapat dilihat bahwa dalam pasar IPO di Indonesia terjadi fenomena underperformance yang bervariasi sejak tahun 2010-2014 dimana tingkat rata-rata underperformance terbesar terjadi pada tahun 2014 dengan tingkat underperformance rata-rata sebesar – 4,1% dan tingkat underperformance paling rendah terjadi pada tahun 2013 dengan ratarata tingkat underperformance sebesar – 0,07%. Dalam penelitiannya Ritter (1991) tingkat underperformance rata-rata yang ditemukan di Amerika adalah sebesar -29,13% pada akhir tahun ketiga setelah IPO. Ritter (1991) juga menyimpulkan bahwa fenomena 7 underpeformance hanya terjadi pada sektor non-finansial. Fenomena underperformance ini mungkin disebabkan oleh investor yang terlalu optimis terhadap prospek jangka panjang perusahaan dan menjadi lebih realistis dalam jangka waktu berjalan. Sehingga harga saham IPO pada pasar primer mungkin ditentukan dengan wajar namun dihargai terlalu tingga pada saat hari pertama perdagangan di pasar sekunder. Kinerja saham IPO yang underperformance terjadi pada perusahaan yang berumur relatif muda dan sedang dalam masa perkembangan serta mempunyai nilai emisi yang rendah (Ritter, 1991). Dalam pengambilan keputusan investasi saham seharusnya dilakukan dengan memperhatikan informasi jangka panjang perusahaan yang melakukan penawaran umum saham perdana (IPO), selain itu juga investor harus mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja jangka panjang saham. Ritter (1991) melakukan penelitian tentang initial return menghasilkan perushaan-perusahaan yang memiliki saham IPO dengan underpricing yang besar cenderung lebih underperformance dibandingkan perusahaan yang melakukan IPO dengan tingkat underpricing yang kecil. Penelitian ini untuk meneliti lebih lanjut mengenai fenomena anomali pada peristiwa initial public offering (IPO) yang terjadi di Bursa Efek Indonesia, khususnya fenomena Underpricing, Flipping activity dan Kinerja Jangka Panjang Yang Buruk (underperformance). Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran atau analisa bagi investor khususnya dan masyarakat pada umumnya mengenai fenomena anomali initial public 8 offering yang mungkin terjadi pada Bursa Efek Indonesia dan Daftar Efek syariah serta bagaimana pengaruhnya terhadap initial return yang dihasilkan. Kelebihan penelitian ini adalah penelitian ini menggunakan tiga variabel dependen sekaligus sebagai indikator penelitian yaitu Underpricing, Flipping activity dan Underperformance. Penelitian ini menggunakan sepuluh variabel independen, yaitu Reputasi Underwriter, Jenis Industri, Reputasi Auditor, Time (hot/cold), Return On Asset, Return On Equity, Debt to Equity Ratio, Earnimg Per Shared, Umur perusahaan dan Ukuran perusahaan. Penelitian ini juga menggunakan dua objek penelitian yaitu perusahaan yang IPO di BEI dan DES, untuk melihat perbedaan anomali IPO di perusahaan konensional dan perusahaan yang masuk dalam kategori syariah. Maka penulis memilih judul penulisan tentang : “Anomali Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia (Studi kasus pada perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia dan Daftar Efek Syariah Periode 2010-2014)” B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah 1. Indentifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, penulis mengidentifikasi masalah – masalah yang ada dalam penelitian ini sebagai berikut : a. Kurangnya pengawasan underwriter dan emiten terhadap investor 9 yang hanya ingin mencari untung saat terjadinya IPO membuat emiten dirugikan karena hanya mendapatkan modal jangka pendek dan memungkinkan perusahaan mengalami kinerja jangka panjang yang menurun. b. Pemilihan waktu yang kurang tepat saat melakukan IPO dapat menimbulkan berbagai macam anomali. 2. Pembatasan Masalah Dari identifikasi masalah di atas, maka agar penelitian ini lebih terarah peneliti menetapkan batasan masalah, penelitian ini terfokus pada anomali yang terjadi saat perusahaan melakukan IPO di BEI dan DES. Penelitian ini menggunakan variabel underpricing, flipping activity, underperformance sebagai variabel dependennya. Penelitian ini melihat kinerja jangka panjang perusahaan setelah 1 tahun melakukan IPO. C. Perumusan Masalah Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu : 1. Apakah terjadi fenomena underpricing pada saham perusahaan yang melakukan IPO di BEI dan DES pada periode penelitian. 2. Apakah terjadi fenomena flipping activity pada saham perusahaan yang melakukan IPO di BEI dan DES pada periode penelitian 3. Apakah kinerja jangka panjang saham-saham yang melakukan IPO di BEI dan DES mengalami underperformance . 4. Bagaimana pengaruh Underpricing dan Flipping Activity terhadap tingkat 10 Underperformance saham-saham yang melakukan IPO di BEI dan DES selama periode penelitian D. Tujuan Penelitian Merujuk pada perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk menganalisis fenomena underpricing pada saham perusahaan yang melakukan IPO di BEI dan DES. 2. Untuk menganalisis fenomena Flipping Activity pada saham perusahaan yang melakukan IPO di BEI dan DES. 3. Untuk menganalisis fenomena underperformance pada saham perusahaan yang melakukan IPO di BEI dan DES. 4. Untuk menganalisis pengaruh Underpricing dan Flipping Activity terhadap tingkat Underperformance saham-saham yang melakukan IPO di BEI dan DES. E. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah : 1. Bagi peneliti /akademisi Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang anomali yang terjadi saat peusahaan melakukan IPO di BEI dan DES. Serta dapat melihat. perbedaan initial return yang terjadi di Bursa Efek Indonesia dan Daftar Efek Syariah. Penelitian ini dapat dikembangkan kembali sebagai sumber referensi penelitian selanjutnya dalam menganalisis anomali (penyimpangan) apa saja yang terjadi di saat 11 perusahaan melakukan IPO. 2. Bagi investor Penelitian ini dapan menjadi bahan pertimbangan dalam membuat keputusan untuk menginvestasikan dana di pasar modal dan agar diperoleh return secara optimal. Serta dalam menjadi pertimbangan dana yang dimiliki akan diinvestasikan pada emiten yang sesuai dengan prinsip syariah maupun non syariah. 3. Bagi Emiten Penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan emiten yang mau melakukan IPO di BEI dan DES. Dengan melihat hasil penelitian ini emiten di harapkan dapat menimbang langkah mana yang mau akan di tempuh saat perusahaan melakukan IPO. 4. Bagi umum Dapat memberikan manajemen sumbangan konsentrasi ilmu keuangan dan pengetahuan bagi khususnya mahasiswa yang mempunyai minat yang sama dengan penulis. 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pasar Modal Pasar modal (capital market) adalah lembaga keuangan bukan bank yang mempunyai kegiatan berupa penawaran dan perdagangan efek. Selain itu pasar modal juga merupakan lembaga profesi yang berkaitan dengan transaksi jual beli efek dan perusahaan publik yang berkaitan dengan efek. Dengan demikian, pasar modal dikenal sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli modal/dana (Arthesa dan Handiman, 2006: 215). Untuk mendapatkan dana, perusahaan dapat menggunakan pasar keuangan (financial market). Bagian dari pasar keuangan yang sumber pembelanjaan jangka panjang bagi perusahaan adalah pasar modal (capital market). Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995, tentang Pasar Modal, bahwa pengertian pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek (Warsono, 2003:355). Menurut Yulfasni (2005:2) pasar modal dapat memainkan peranan penting dalam suatu perkembangan ekonomi suatu negara. Karena suatu pasar modal berfungsi sebagai: 13 a. Sarana untuk menghimpun dana-dana masyarakat untuk disalurkan ke dalam kegiatan-kegiatan yang produktif b. Sumber pembiayaan yang mudah, murah, dan cepat bagi dunia usaha dan pembangunan nasional c. Mendorong terciptanya kesempatan berusaha dan sekaligus menciptakan kesempatan kerja d. Mempertinggi efisiensi alokasi sumber produksi e. Memperkokoh beroperasinya mekanisme market dalam menata sistem moneter, karena pasar modal dapat menjadi sarana “open market operation” sewaktu-waktu oleh Bank sentral f. Menekan tingginya tingkat bunga menuju suatu “rate” yang reasonable g. Sebagai alternatif investasi bagi para pemodal. 2. Pasar Sekunder (Secondary Market) Pasar sekunder adalah pasar untuk sekuritas yang telah ada (telah dibeli sebelumnya), bukan untuk emisi saham baru (Van Horne dan Wachowicz, 2007 : 322). Sedangkan menurut Brealey et, all (2008 : 37) pasar sekunder merupakan pasar tempat sekuritas yang diterbitkan sebelumnya diperdagangkan diantara investor. Brigham dan Houston (2009:150) mengungkapkan pasar sekunder (secondary market) adalah pasar dimana sekuritas yang telah ada dan beredar diperdagangkan diantara para investor. 14 Senada dengan Brigham dan Houston, Weston dan Copeland (1995:98) menambahkan bahwa pasar sekunder merupakan pasar di mana saham dan obligasi yang telah dijual di pasar perdana kemudian diperdagangkan. Pasar sekunder merupakan transaksi surat berharga oleh penjamin yang terjadi di pasar modal yang tidak akan mempengaruhi posisi keuangan perusahaan, dan pengaruhnya hanya pada komposisi kepemilikan saham perusahaan (Dermawan Sjahrial 2006: 15). Kemudian Bodie, et. al (2006: 86 )menambahkan bahwa pasar sekunder (secondary market) merupakan tempat terjadinya pembelian dan penjualan antar investor atas sekuritas yang telah diterbitkan. Sekuritas yang dibeli di pasar primer dijual kembali kepada publik di pasar sekunder(secondary market). Dengan demikian, fungsi pasar sekunder adalah membuat sekuritas menjadi likuid. Selain itu, kondisi pasar sekunder sangat relevan untuk menentukan harga perdana(initial public offering, IPO) di pasar primer. Contoh pasar sekunder adalah pasar valuta asing (foreign exchange market), dan pasar keuangan derivatif, seperti future market, dan option market (Ktut Silvanita, 2009:4). 3. Initial Public Offering (IPO) Initial Public Offering (IPO) atau penawaran umum perdana secara umum didefinisikan sebagai kegiatan penawaran saham ke publik untuk pertama kali. Penawaram perdana biasa juga dikenal dengan istilah kegiatan go public. UU RI No 8 tahun 1995 tentang pasar modal 15 mendifinisikan penawaran umum sebagai kegiatan penawaran yang dilakukan oleh emiten untuk menjual efek kepada masyarakat. Efek dalam hal ini berupa surat berharga yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan, kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek dari setiap derivatif dari efek. Dalam proses go public perusahaan membutuhkan peran lembaga penunjang pasar modal, yang akan membantu perusahaan mulai dari penyediaan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk pendaftaran ke Bapepam sampai pendaftaran sahamnya ke bursa efek. Adapun langkah langkah go public tersebut adalah sebagai berikut (Sutrisno, 2001:327) : a. Persiapan : Langkah awal yang perlu ditempuh oleh perusahaan yang akan melakukan emisi adalah persiapan internal perusahaan, yakni melakukan rapat umum pemegang saham (RUPS) yang menyetujui perusahaan akan melakukan go public. Persetujuan RUPS ini diperlukan karena akan mengakibatkan perubahan pada anggaran dasar perseroan. b. Setelah persiapan ditingkat internal perusahaan selesai dan mendapatkan persetujuan, maka langkah selanjutnya perusahaan harus menyampaikan pernyataan maksud atau letter of intent kepada BAPEPAM. Setelah menyampaikan letter of intent ke Bapepam, segera menghubungi penjamin emisi atau underwriter yang akan membantu perusahaan dalam proses emisi efek. Underwriter dan 16 emiten segera menyiapkan dokumen-dokumen dan persyaratan lainnya yang diperlukan untuk go public. c. Underwriter atas nama emiten menyampaikan pernyataan pendaftaran emisi efek kepada BAPEPAM dengan menyerahkan berbagai persyaratan yang diperlukan. d. Setelah pernyataan pendaftaran, BAPEPAM melakukan evaluasi terhadap permintaan emiten untuk go public. e. Bila dalam evaluasi dianggap cukup dan memenuhi persyaratan, maka BAPEPAM akan memberikan izin kepada emiten untuk menawarkan sahamnya ke pasar perdana. f. Setelah mendapat izin, perusahaan segera memasuki pasar perdana yakni melakukan penawaran efek langsung kepada masyarakat. Untuk itu perusahaan segera menerbitkan prospektus ringkas yang isinya antara lain: 1) Tujuan perusahaan, tujuan emisi, sejarah perusahaan, pengurus perusahaan (direksi dan dewan komisaris). 2) Tanggal masa penawaran, tanggal penjatahan, tanggal refund, tanggal penyerahan efek, dan tanggal pendaftaran di bursa. 3) Jumlah saham yang ditawarkan, jenis saham, harga nominal, dan harga penawaran. 4) Ikhtisar laporan keuangan dan rasio-rasio penting yang menunjukkan kinerja perusaahan, maupun prospek dan risiko usaha. 17 5) Nama-nama penjamin emisi dan agen penjual g. Penjatahan saham : Apabila jumlah permintaan efek oleh investor lebih besar dibanding dengan jumlah efek yang ditawarkan, perlu dilakukan penjatahan supaya adil. h. Pengembalian dana, bila terjadi kelebihan permintaan berarti juga terjadi kelebihan bayar oleh investor. Oleh karena itu setelah penjatahan kelebihan setor tersebut segera dikembalikan (refund). i. Penyerahan efek kepada pemesan sesuai dengan jatah yang diterima oleh masing-masing investor. j. Pencatatan efek ke bursa, agar efek yang telah dibeli oleh investor bisa segera diperjualbelikan di bursa. Ada beberapa keuntungan dari going public diantaranya adalah sebagai berikut (Jogiyanto, 2008): b. Kemudahan meningkatkan modal di masa mendatang Untuk perusahaan yang tertutup, calon investor biasanya enggan untuk menanamkan modalnya disebabkan kurangnya keterbukaan informasi keuangan antara pemilik dan investor. Sedang perusahaan yang sudah going public, informasi keuangan harus dilaporkan ke publik secara regular yang kelayakannya sudah diperiksa oleh akuntan publik. c. Meningkatkan likuiditas bagi pemegang saham. Untuk perusahaan yang masih tertutup yang belum mempunyai pasar untuk sahamnya, pemegang saham akan lebih sulit untuk menjual 18 sahamnya dibandingkan jika perusahaan sudah going public. d. Nilai pasar perusahaan diketahui. Untuk alasan-alasn tertentu, nilai pasar perusahaan perlu untuk diketahui. Misalnya jika perusahaan ingin memberikan insentif dalam bentuk opsi saham (stock option) kepada manajer-manajernya, maka nilai sebenarnya dari opsi tersebut perlu diketahui. Jika perusahaan masih tertutup, nilai dari opsi sulit ditentukan. Disamping keuntungan dari going public, beberapa kerugiannya adalah sebagai berikut : a. Biaya laporan yang meningkat b. Untuk perusahaan yang sudah going public, setiap kuartal dan tahunnya harus menyerahkan laporan – laporan kepada regulator. Laporan – laporan ini sangat mahal terutama untuk perusahaan yang ukurannya kecil. c. Pengungkapan (disclosure). d. Beberapa pihak di dalam perusahaan umumnya keberatan dengan ide pengungkapan. Manajer enggan mengungkapkan semua informasi yang dimiliki karena dapat digunakan oleh pesaing. Sedang pemilik enggan mengungkapkan informasi tentang saham yang dimilikinya karena publik akan mengetahui besarnya kekayaan yang dipunyai. e. Ketakutan untuk diambil alih. f. Manajer perusahaan yang hanya mempunyai hak veto kecil akan khawatir jika perusahaan going public. Manajer perusahaan publik 19 dengan hak veto yang rendah umumnya diganti dengan manajer baru jika perusahaan diambil alih. 4. Underpricing Underpricing adalah suatu keadaan dimana harga saham pada saat penawaran perdana lebih rendah dibandingkan dengan ketika diperdagangkan di pasar sekunder (Arum Prastiwi, 2001). Underpricing merupakan biaya tidak langsung (indirect cost) bagi perusahaan yang melakukan IPO (issuer). Artinya, bila harga saham dapat diterima di pasar dengan harga yang lebih tinggi, kenapa tidak dijual pada harga tersebut, yaitu harga pada saat penutupan hari pertama di pasar sekunder (Gumanti, 2002). Para pemilik perusahaan menginginkan agar dapat meminimalisir underpricing karena terjadinya underpricing akan menyebabkan transfer kemakmuran (wealth) dari pemilik kepada investor (Beatty, 1989) Underpricing adalah adanya selisih positif antara harga saham di pasar sekunder dengan harga saham di pasar perdana atau saat IPO. Selisih harga inilah yang dikenal sebagai initial return (IR) atau positif return bagi investor. Pihak investor lebih mengharapkan tingginya underpricing karena dengan demikian para investor dapat menerima initial return. Initial return adalah keuntungan yang diperoleh pemegang saham karena perbedaan harga saham yang dibeli di pasar perdana (saat IPO) dengan harga jual saham bersangkutan di hari pertama di pasar sekunder 20 (Daljono, 2000). Beberapa teori tentang fenomena underpricing pada penawaran umum perdana diantaranya asymetric information, winner’s curse, dan signalings theory. a. Asymetric Information Informasi yang tidak asimetris atau asimetrik informasi (information asymetric) adalah informasi privat yang hanya dimiliki oleh investorinvestor yang mendapat informasi saja (informed investrors). Asimetrik informasi dapat terjadi di pasar modal atau di pasar yang lain (Jogiyanto, 2009: 516). Intinya adalah para calon investor sekuritas memiliki lebih sedikit informasi daripada pihak manajemen, dan pihak manajemen cenderung untuk menerbitkan sekuritas ketika penilaian pasar terhadap nilai perusahaan lebih tinggi daripada penilaian pihak manajemen. Hal ini secara khusus berlaku untuk saham biasa, dengan para investor hanya memiliki klaim residual atas laba dan aktiva. Oleh karena arus kas akan terpengaruh ketika sekuritas baru akan ditawarkan, pengaruh informasi asimetris sulit untuk dideteksi dengan menggunakan data dari peenrbitan baru tersebut (Van Horne dan Wachowicz, 2007 : 345). b. Winner’s Curse Sayangnya, underpricing tidak berarti bahwa tiap orang bisa kaya dengan membeli saham dalam IPO. Jika emisinya di- 21 underprice, semua orang mau membelinya dan penjamin tidak akan mempunyai cukup saham untuk diputar. Karena itu investor cenderung hanya mendapatkan sedikit saham dari emisi yang menggairahkan ini. Jika dihargai lebih tinggi dari seharusnya (overpricing), dan penjamin akan sangat senang menjualnya pada investor. Fenomena ini dikenal dengan kutukan pemenang (winner’s curse) (Brealey et, al, 2008 :417). c. Signalings Theory Kepercayaan pada tekanan harga ini menyiratkan bahwa emisi baru menekan harga saham untuk sementara di bawah nilai sebenarnya. Akan tetapi, pandangan ini sepertinya tidak sepenuhnya cocok dengan paham efisiensi pasar. Jika harga saham turun hanya karena naiknya penawaran, maka saham itu akan menawarkan pengembalian yang lebih tinggi daripada saham yang setara dan investor akan tertarik padanya seperti semut melihat gula (Brealey et, al, 2008 :423) 5. Flipping Activity Bayley (2006) mendefinisikan aktivitas flipping sebagai volume saham yang sedang dijual dan dibeli oleh investor pada hari pertama IPO atau total saham yang diinvestasikan oleh investor sebelum daftar IPO, diukur dengan perdagangan aftermarket. Lee dan Walter (2006) mendefinisikan flipping sebagai menjual kembali saham IPO selama tiga 22 hari pertama perdagangan. Tujuannya adalah untuk melikuidasi alokasi IPO dan dari sana, penjamin emisi dan investor institusional berusaha untuk menciptakan hasil yang lebih baik dari IPO pada hari pertama perdagangan untuk menarik investor ritel (Boehmer & Fishe, 2000). Flipping adalah istilah yang digunakan ketika saham langsung dijual di aftermarket oleh investor yang menerima alokasi awal di harga penawaran dan tidak termasuk pembelian di aftermarket. Underwriter tidak mengungkapkan proporsi saham yang dialokasikan untuk lembaga/institusi dan individu (Aggarwal,2003) Dalam keadaan normal, saham yang awalnya dialokasikan untuk investor sebelum listing dan mereka cenderung untuk melikuidasi saham itu pada hari pertama perdagangan. Investor yang membeli saham baru dan menjualnya bahkan pada peningkatan titik harga saham tertinggi IPO dikatakan sebagai "flipper". Dengan kata lain, memiliki kinerja harga pasar yang buruk atau harga yang tinggi dari IPO akan melambung pada hari pertama perdagangan di akhiri dengan aktivitas flipping. Terlepas dari itu, adanya flipper tidak hanya menciptakan masalah di pasar, sebaliknya, itu juga memberikan kontribusi untuk kelancaran kenaikan likuiditas pasar sekunder untuk IPO. Misalnya, jika investor saat IPO hanya menjadi investor jangka panjang, maka tidak akan ada perdagangan aftermarket dan karenanya harga saham tidak akan berubah dari harga penawaran, hal ini menyebabkan tidak ada peran penjamin emisi dalam (Leow Hon Wei,2015). 23 Arosio (2001) Karena pendapatan awal dapat berhubungan dengan kegiatan "flipping" (yaitu investor menjual saham IPO dalam rangka untuk mengambil keuntungan dari underpricing awal), kami juga dapat berhipotesis bahwa beberapa investor memiliki informasi superior dari pasar, dan mampu untuk menunjukkan IPO terburuk. Karena itu mereka divestasi secepatnya saham mereka dalam rangka untuk memanfaatkan keuntungan apapun, dan likuiditas saham secara negatif dipengaruhi. Ellis (2006) menemukan bahwa hubungan antara return awal dan komposisi dari volume perdagangan berpengaruh secara signifikan positif terhadap kegiatan flipping. Penelitian lain yang melaporkan hubungan positif antara return awal dan aktivitas flipping di aftermarket yaitu Miller dan Reilly (1987) dan Schultz dan Zaman (1994). Selain initial return, reputasi underwriter dan revisi harga dari harga pengajuan untuk harga penawaran juga menjelaskan aktivitas flipping IPO di perdagangan aftermarket. Dampak buruk aktivitas flipping yang berlebihan yaitu pada awal penawaran harga saham IPO melambung tinggi dan biasanya setelah melewati 20 hari pertama perdagangan harga saham mulai menurun diikuti dengan kinerja saham jangka panjang yang terus menurun. Aktivitas flipping ini di anggap buruk bagi perusahaan karena penjamin emisi menjual saham ke investor jangka pendek, tidak ke investor jangka panjang. Maka penyimpangan aktivitas flipping ini rentan sekali 24 dilakukan oleh investor yang bekerja sama dengan penjamin emisi. Aktivitas flipping ini memiliki kekurangan dan kelebihan. Aktivitas flipping ini menjadi efisien jika dapat di kendalikan, salah satu tugas penjamin emisi untuk mengendalikan aktivitas flipping tersebut. Semuanya baik selama kegiatan flipping tidak tidak terlalu panas di pasar primer secara keseluruhan. Selanjutnya, kegiatan flipping dapat diselesaikan dengan menawarkan saham kepada berbagai investor hal ini di lakukan untuk mencegah kecenderungan beberapa investor institusi untuk monopoli saham IPO di satu sisi dan volatilitas dari IPO pada hari pertama perdagangan. Oleh karena itu, dapat diatasi dalam kekuatan penjamin emisi. Kegiatan flipping memiliki peran yang signifikan dalam memprediksi aktivitas perdagangan berikutnya. 6. Kinerja Jangka Panjang Menurun ( underperformance ) Penurunan kinerja saham jangka panjang (underperformed) yang diukur dengan abnormal return merupakan fenomena selanjutnya yang mengikuti IPO. Keadaan underpeformed akan terjadi bilamana abnormal return negatif, artinya harga saham sesudah IPO menjadi lebih buruk dari harga perdananya. Penelitian yang berkaitan dengan kinerja saham setelah penawaran menunjukkan bahwa perdana dalam telah jangka banyak pendek dilakukan. Hasilnya terdapat fenomena underpricing dan dalam jangka panjang terdapat penurunan kinerja (underperformed). Adapun faktor yang bisa menjelaskan terjadinya 25 underperformance tersebut adalah kesalahan dalam pengukuran risiko, bad luck dan terlalu optimisnya investor terhadap prospek perusahaan ( Ritter, 2000). Kinerja saham yang outperformed menggambarkan kinerja saham yang positif atau mengalami kenaikan dalam jangka panjang. Dalam penelitian ini kinerja saham akan diukur melalui abnormal return jangka pendek (3 bulan) dan abnormal return jangka panjang (24 bulan), apakah terjadi underperformed atau outperformed (Ritter, 1991). Kinerja jangka panjang adalah kinerja saham dalam jangka waktu lebih dari satu tahun. Sebuah peneltian yang menguji mengenai fenomena underperformance pada kinerja periode jangka panjang dari IPO yang dilakukan di Italia. Hasil yang didapatkan pada sebagian besar IPO yang terjadi mengalami outperformance setelah 1, 5, dan 10 hari perdagangan dan setelah 2 atau 3 tahun perdagangan akan mengalami underperformance di pasar, meskipun return saham IPO yang terjadi di era 80an tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan return saham-saham lainnya (Arosio, 2001). Dalam penelitian lainnya mengenai perilaku dari saham IPO di Kanada. Didapatkan hasil bahwa secara signifikan kinerja periode jangka panjang dari IPO di Kanada mengalami underperformance pada pasar yang sama (Kooli dan Suret, 2002). Sedangkan penelitian lainnya mengenai kinerja surat berharga setelah penawaran perdana di Indonesia dengan melihat perbedaan dari 26 kinerja periode jangka panjang pendek dan periode jangka panjang. Didapatkan hasil bahwa kinerja surat berharga pada periode jangka pendek cukup baik (outperformance) sedangkan kinerja periode jangka panjang mengalami penurunan (underperformance). Terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja jangka pendek dan kinerja jangka panjang pada surat berharga yang dibeli pada harga perdana (Prastiwi dan Kusuma, 2001). Adanya kecenderungan perusahaan emiten melakukan manipulasi dengan meningkatkan laba (earning management) sebelum melakukan IPO. Apabila perusahaan melakukan manajemen laba akan berdampak pada kinerja jangka panjangnya yang diukur dengan besarnya return yang diterima investor (Friedlan, 1994). 7. Variabel yang Mempengaruhi Penelitian a. Reputasi Underwiter Saat melakukan IPO biasanya perusahaan bekerja sama dengan banker investasi. Proses pembelian sekuritas oleh banker investasi yang nantinya akan dijual kembali ke publik disebut dengan underwriting (Jogiyanto, 2003). Banker investasi yang melakukan proses underwriting ini disebut dengan underwriter. Penjualan sekuritas di pasar perdana dilakukan oleh penjamin emisi (underwriter) yang ditunjuk oleh perusahaan dengan bantuan agen penjualan. Pada umumnya underwriter mempunyai 3 fungsi, 27 yaitu advisory function, underwriter function dan marketing function. Sebagai advisory, underwriter memberikan saran kepada perusahaan yang akan go public mengenai jenis sekuritas yang akan dikeluarkan, penentuan harga sekuritas dan waktu penawarannya. Underwriter function adalah fungsi penjaminan dimana emiten akan meminta underwriter untuk menjamin penjualan saham perdana emiten tersebut. Jika emiten meminta underwriter untuk memberikan jaminan full commitment, maka underwriter menjamin seluruh sekuritas akan terjual, dan bersedia membeli sisanya jika sebagian sekuritas tidak terjual. Dalam prakteknya, tidak semua underwriter bersedia memberikan jaminan full commitment, terutama untuk sekuritas perusahaan-perusahaan yang belum mapan dan memiliki resiko yang tinggi. Untuk perusahaan-perusahaan yang belum mapan tersebut, biasanya underwriter hanya berani memberikan jaminan best effort saja, artinya underwriter hanya akan berusaha sebaik mungkin untuk menjual sekuritas yang diterbitkan oleh perusahaan tersebut. Harga sekuritas yang dijual di pasar perdana (offering price) telah ditentukan terlebih dahulu oleh perusahaan yang akan melakukan go public dan penjamin emisi. Dalam menentukan offering price, underwriter dan emiten sering menghadapi kesulitan untuk memperkirakan harga yang wajar. Underwriter cenderung untuk menetapkan offering price lebih rendah dari harga yang 28 diharapkan oleh perusahaan yang akan go public, dengan tujuan untuk menekan resiko tanggung jawab bila sekuritas yang ditawarkan pada saat IPO tidak laku atau tidak habis terjual. Harga penawaran yang relatif rendah inilah yang menjadi salah satu penjelas mengapa harga saham pada saat dibuka di pasar sekunder harganya cenderung meningkat. Kecenderungan naiknya harga di pasar sekunder ini menjadi daya tarik utama bagi investor untuk membeli saham di pasar perdana, karena kenaikan harga ini hampir selalu terjadi pada setiap IPO. Pola yang cenderung sama dan berulang ini dianggap sebuah anomali kerena bertentangan dengan hipotesis pasar modal yang efisien. Penelitian reputasi underwriter dalam penelitian ini menggunakan variabel dummy. Apabila perusahaan termasuk dalam daftar peringkat 50 penjamin emisi yang teraktif dalam perdagangan di bursa setiap tahunnya yang diperoleh dari fact book, maka perusahaan listing di tahun tersebut yang dijamin oleh salah satu penjamin emisi diberi nilai 1, dan sebaliknya apabila yang tidak dijamin oleh salah satu penjamin emisi tersebut maka diberi nilai 0. b. Jenis Industri Setiap kelompok industri mempunyai karakteristik tertentu yang berbeda dari kelompok industri lain. Jenis industri merupakan variabel dummy. Pada hakekatnya variabel dummy ini dimaksudkan untuk menunjukkan tingkat underpriced perusahaan perusahaan dari 29 industri manufaktur berbeda dengan perusahaan non manufaktur (Suyatmin, 2006:16). Jenis industri digunakan sebagai variabel independen bertujuan untuk melihat apakah underpricing terjadi pada hampir semua jenis industri yang IPO atau hanya pada jenis industri tertentu saja dan apakah terdapat perbedaan signifikan dalam tingkat underpricingnya (Kristiantari, 2012:30). Penelitian jenis industri dalam penelitian ini menggunakan variabel dummy. Apabila perusahaan tersebut termasuk dalam kategori perusahaan manufaktur maka akan diberi nilai 1 tetapi jika tidak termasuk dalam kategori perusahaan non manufaktur maka akan diberi nilai 0. c. Reputasi Auditor Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi yang digunakan oleh investor atau calon investor dan underwriter untuk menilai perusahaan yang akan go public. Salah satu persyaratan dalam proses go public adalah laporan keuangan yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik (Keputusan Menteri Keuangan RI No.859 /KMK.01/1987). Laporan keuangan yang telah diaudit akan memberikan tingkat kepercayaan yang lebih besar kepada pemakainya. Investor membutuhkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor yang berkualifikasi (Rosyati dan Sebeni, 2002). 30 Penggunaan adviser yang profesional (KAP Big Four) dapat digunakan sebagai tanda atau petunjuk terhadap kualitas perusahaan emiten. Dengan memakai jasa KAP Big Four akan mengurangi kesempatan emiten untuk berlaku curang dalam menyajikan informasi yang tidak akurat ke pasar. Dengan demikian, investor akan lebih mempercayai laporan keuangan yang diaudit oleh KAP Big Four dan percaya untuk menginvestasikan dananya pada emiten tersebut. Dengan signal positif yang diberikan emiten, tingkat underpricing dapat di minimalisir (Ratnasari dan Hudwinarsih, 2013:89). Reputasi auditor berpengaruh pada kredibilitas laporan keuangan ketika suatu perusahaan go public. Auditor yang bereputasi tinggi dapat digunakan sebagai tanda atau petunjuk terhadap kualitas perusahaan emiten (Holland dan Horton, 1993). Emiten yang memilih untuk menggunakan auditor yang berkualitas akan dinilai positif oleh investor yaitu emiten mempunyai informasi yang tidak menyesatkan mengenai prospeknya di masa mendatang. Hal ini berarti penggunaan auditor yang memiliki reputasi tinggi akan mengurangi ketidakpastian pada masa mendatang. Ketidakpastian yang rendah berasosiasi dengan tingkat underpricing yang rendah (Kristiantari, 2013:792). Penelitian reputasi auditor dalam penelitian ini menggunakan variabel dummy. Apabila auditor termasuk dalam KAP Big Four 31 maka perusahaan listing di tahun tersebut diberi nilai 1, dan sebaliknya apabila auditornya tidak termasuk dalam KAP Big Four maka diberi nilai 0. d. Hot and Cold Market ( TIME ) Saham “Hot” didefinisikan sebagai saham dengan Initial Return (IR) di atas rata-rata. Pasar saham IPO “Hot” terjadi bila Initial Return (IR) saham baru secara rata-rata sangat tinggi untuk jangka waktu yang panjang. Ibbotson dan Jaffe (1975) dan Ritter (1984) menemukan bahwa tingkat underpricing bervariasi dari periode satu ke periode lainnya dan membentuk siklus initial return yang tinggi (Hot) dan rendah (Cold). Tingkat underpricing juga bervariasi dari satu sektor ke sektor lainnya. Siklus ini juga dapat dilihat pada volume IPO (Sembel, 1996). Hot market dapat ditentuan berdasarkan tingkat underperice rata-rata tahunan, dimana periode hot market merupakan periode dimana underpricing rata-rata dalam satu periode lebih besar dari 25% dan sebaliknya berlaku pada cold market (Arifin, 2010). Hot IPO ditenggarai tidak hanya dari besarnya underpricing, tetapi juga adanya volume penawaran saham yang banyak, seringnya terjadi over-subscription dalam permintaan, dan kadang ada konsentrasi penawaran yang dilakukan oleh industri tertentu (Helwege dan Liang, 2004). Menjelaskan siklus saham-saham “Hot “dan “Cold” secara 32 tidak langsung berhubungan dengan penjelasan IR positif. Sebagai contoh, Ritter (1984) mencoba menggunakan model Winner’s Curse dari Rock sebagai dasar pengembangan hipotesis perubahan komposisi resiko (changing risk composition). Dalam hal ini model Rock menyatakan bahwa ada hubungan positif antara uncertainty dan underpricing, hipotesis Ritter ini memprediksi bahwa pasar IPO selama periode “Hot” terdiri dari perusahaan yang beresiko tinggi. Tetapi ternyata Ritter tidak menemukan bukti yang menyakinkan untuk mendukung hipotesisnya karena hubungan antara resiko dan initial return bukanlah linear dan stasioner. Penjelasan teoritis tentang fenomena hot IPO dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu : 1) Model asymmetric information Model ini memprediksi bahwa hot market mendorong perusahaan yang kualitasnya bagus untuk melakukan IPO atau penawaran saham baru tambahan karena biaya asymmetric information pada hot market akan lebih rendah. 2) Model keputusan melakukan IPO Fischer (2000) menemukan bahwa kebanyakan perusahaan di Jerman yang melakukan IPO adalah perusahaan yang memiliki kesempatan pertumbuhan yang tinggi. 3) Model behavioral finance. Model ini muncul terkait dengan temuan bahwa banyak 33 perusahaan IPO yang kinerja saham jangka panjangnya mengalami underperformance, utamanya yang hot IPO. Dalam kelompok ini ada, misalnya, Lerner (1994) yang mengemukakan bahwa underperformance terjadi karena perusahaan IPO mengeksploitasi overoptimism investor saat IPO. Variabel Time dalam penelitian ini dilihat dari siklus Hot dan Cold market dimana variabel ini merupakan variabel dummy untuk perusahaan yang IPO pada hot market dan cold market. Tolak ukurnya yaitu berdasarkan tingkat underprice IPO tahunan. e. Return On Asset (ROA) Return on asset itu menunjukkan seberapa efektifnya perusahaan beroperasi sehingga menghasilkan keuntungan atau laba bersih bagi perusahaan. Return On Asset adalah rasio antara keuntungan bersih setelah pajak terhadap jumlah aset secara keseluruhan, atau ukuran untuk menilai seberapa besar tingkat pengembalian dari aset perusahaan. ROA merupakan salah satu rasio profitabilitas. Tingkat profitabilitas merupakan informasi tingkat keuntungan yang dicapai dari efektifitas perusahaan (Prastica, 2012). Return on asset (ROA) merupakan rasio profitabilitas untuk mengukur kemampuan manajemen dalam menghasilkan pendapatan dari pengelolaan aset (Kasmir, 2010: 115). ROA merupakan ukuran profitabilitas perusahaan. Profitabilitas perusahaan memberikan informasi kepada pihak luar 34 mengenai efektifitas operasional perusahaan, hal inilah yang menjadi pertimbangan memasukan variabel ini sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi underpricing. Kemampuan perusahaan menghasilkan laba di masa yang akan datang ditunjukkan dengan profitabilitas perusahaan yang tinggi dan laba merupakan informasi penting bagi investor sebagai perimbangan dalam menanamkan modalnya. Profitabilitas ketidakpastian yang bagi tinggi suatu investor perusahaan sehingga mengurangi menurunkan tingkat underpricing, Yasa (2002). Hendrajaya (2005) menyatakan bahwa prestasi perusahaan, khususnya tingkat keuntungan, memegang peranan penting dalam penilaian prestasi usaha perusahaan dan sering digunakan sebagai dasar dalam keputusan investasi, khususnya dalam pembelian saham. f. Return On Equity (ROE) Menurut Brigham dan Houston (2010:149) Pengembalian Ekuitas Biasa atau Return on Equity (ROE) adalah Rasio laba bersih terhadap ekuitas biasa, untuk mengukur tingkat pengembalian investasi pemegang saham biasa sedangkan menurut Menurut Keown et al (2008:75) Pengembalian Ekuitas Biasa atau Return on Equity (ROE) yaitu tingkat pengembalian saham biasa menunjukan rata-rata perhitungan pengembalian atas investasi pemegang saham yang diukur dengan membandingkan pendapatan bersih terhadap ekuitas saham biasa. 35 Pengembalian atas ekuitas atau Return on Equity (ROE) adalah mengukur daya untuk menghasilkan laba pada investasi nilai buku pemegang saham dengan membandingkan laba bersih setelah pajak dengan ekuitas yang telah diinvestasikan pemegang saham di perusahaan. Dimana ROE yang tinggi akan mencerminkan penerimaan perusahaan atas peluang investasi yang baik dan manajemen biaya yang efektif (Horne & Machowicz, 2005:225) g. Debt Equity Ratio (DER) Debt to equity ratio digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh hutangnya baik jangka pendek maupun jangka panjang. Debt to equity ratio yang tinggi mencerminkan resiko perusahaan yang tinggi sehingga ketidakpastian investor meningkat dan akhirnya dapat meningkatkan underpricing (Gatot dkk, 2013:152). Sedangkan menurut Riyanto (2013:333) Rasio hutang atau Debt to Equity Ratio (DER) yaitu bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan untuk keseluruhan utang. Rasio hutang atau Debt to Equity Ratio (DER) adalah rasio yang menunjukan sejauh mana perusahaan dibiayai oleh hutang. Semakin rendah rasio ini, semakin tinggi tingkat pendanaan perusahaan yang disediakan oleh pemegang saham, dan semakin besar perlindungan bagi kreditor (margin perlindungan) jika terjadi penyusutan nilai aktiva atau kerugian besar. Horne dan Machowicz (2005:209) 36 Semakin tinggi rasio ini berarti modal sendiri semakin sedikit dibanding dengan hutangnya. Bagi perusahaan, sebaliknya besarnya hutang tidak boleh melebihi modal sendiri agar beban tetapnya tidak terlalu tinggi (Sutrisno, 2001:233). h. Earning Per Shared (EPS) Membeli saham berarti membeli prospek perusahaan, yang tercermin pada laba per saham. Jika laba per saham lebih tinggi, maka prospek perusahaan lebih baik, sementara laba per saham lebih rendah berarti kurang baik, dan laba per saham negatif berarti tidak baik (Samsul, 2006). Menurut Fahmi (2013) earning per shared (EPS) atau pendapatan perlembar saham adalah bentuk pemberian keuntungan yang diberikan kepada para pemegang saham dari setiap lembar saham yang dimiliki. Informasi EPS suatu perusahaan menunjukkan besarnya laba bersih perusahaan yang siap dibagikan bagi semua pemegang saham perusahaan (Tandelilin, 2010). Investor cenderung lebih memilih membeli saham perusahaan dengan nilai EPS yang tinggi. EPS yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan mampu memberikan tingkat kesejahteraan yang menjanjikan. (Munawir, 2004) laba perlembar saham digunakan sebagai indikator laba yang yang diperhatikan oleh investor yang merupakan angka dasar yang diperlukan. (Senada, Munawir & Sartono, 2001) menjelaskan para pemegang saham biasa dan calon investor sangat tertarik pada EPS yang tinggi, karena saham dengan EPS yang tinggi 37 merupakan tolak ukur keberhasilan suatu perusahaan. Syamsuddin (2007) menambahkan, EPS yang besar merupakan salah satu indikator keberhasilan perusahaan. Seorang investor membeli dan mempertahankan saham perusahaan dengan harapan agar memperoleh deviden dan capital gain. i. Umur Perusahaan Umur perusahaan dapat menjadi bukti bahwa perusahaan mampu bersaing dan dapat mengambil kesempatan bisnis yang ada dalam perekonomian. Umur perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan dapat bertahan hidup dan banyaknya informasi yang bisa diserap oleh publik. Semakin panjang umur perusahaan semakin banyak informasi yang bisa diserap masyarakat (Daljono, 2000). Dalam kondisi normal, perusahaan yang telah lama berdiri akan mempunyai publikasi perusahaan lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan yang masih baru. Calon investor tidak perlu mengeluarkan biaya yang lebih banyak untuk memperoleh informasi dari perusahaan yang melakukan IPO tersebut. Jadi perusahaan yang telah lama berdiri mempunyai tingkat underpriced yang lebih rendah daripada perusahaan yang masih baru (Aini, 2009:42). j. Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan dapat di jadikan sebagai proxy tingkat ketidakpastian saham. Perusahaan yang berskala besar cenderung lebih dikenal masyarakat sehingga informasi mengenai prospek 38 perusahaan berskala besar lebih mudah diperoleh investor daripada perusahaan berskala kecil. Tingkat ketidakpastian yang akan dihadapi oleh calon investor mengenai masa depan perusahaan emiten dapat diperkecil apabila informasi yang diperolehnya banyak (Ardiansyah,2004). Tingkat ketidakpastian perusahaan berskala besar pada umumnya rendah karena dengan skala yang tinggi perusahaan cenderung tidak dipengaruhi pasar sebaliknya dapat mewarnai dan mempengaruhi keadaan pasar secara keseluruhan. Keadaan ini dapat dinyatakan sebagai kecilnya tingkat resiko investasi Perusahaan berskala besar dalam jangka panjang. Sedangkan pada perusahaan berskala kecil tingkat ketidakpastian dimasa yang akan datang besar, sehingga tingkat resiko investasinya lebih besar dalam jangka panjang ( Nurhidayati dan Indriantoro, 1998). Dipasar riil ada beberapa cara untuk mengelompokan perusahaan perusahaan. Ada pengelompokan yang didasarkan pada jenis industri, ukuran perusahaan dan lain-lain. Pengelompokan perusahaan berdasarkan ukuran perusahaan, yaitu perusahaan besar dan kecil dapat dilihat dari berbagai cara antara lain dengan market value (kapitalisasi pasar) dimana kapitalisasi ini diperoleh dengan cara mengalikan jumlah saham beredar dengan harga saham pada akhir tahun sebelumnya atau berdasarkan pada total asetnya (Machfoedz, 1994). Salah satu faktor fundamental dari perusahaan 39 adalah besarnya total aset faktor ukuran perusahaan ini turut menggambarkan kemungkinan kemampuan perusahaan dalam menjalankan bisnisnya. 8. Keterkaitan Antara Variabel Penelitian a. Hubungan antara Variabel Independen terhadap Tingkat Underpricing Reputasi Auditor Penggunaan adviser yang profesional (auditor dan underwriter yang mempunyai reputasi tinggi) dapat digunakan sebagai tanda atau petunjuk terhadap kualitas perusahaan emiten Holland dan Harton (1993). Dengan memakai adviser yang profesional/berkualitas, akan mengurangi kesempatan emiten untuk berlaku curang dalam menyajikan informasi yang tidak akurat ke pasar. Penggunaan auditor dan underwriter yang memiliki reputasi tinggi akan mengurangi ketidakpastian di masa mendatang, sehingga menyebabkan saham mampu di hargai lebih tinggi dan mengurangi tingkat underpricing. Rasio profitabilitas perusahaan seperti ROA dan ROE memiliki hubungan dengan underpricing. Dimana diduga semakin besar nilai ROA dan ROE maka semakin kecil perusahaan tersebut mengalami underpricing. Apabila EPS perusahaan tinggi, akan semakin banyak investor yang ingin membeli saham tersebut sehingga menyebabkan harga saham tinggi. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan 40 bahwa Earning Per Shared berpengaruh terhadap underpricing. Debt to Equity Ratio tinggi menggambarkan risiko perusahaan yang tinggi pula sehingga investor dalam melakukan keputusan investasi akan menghindarkan penilaian harga saham perdana yang terlalu tinggi yang menyebabkan underpricing. Umur perusahaan, jenis perusahaan dan ukuran perusahaan juga dinilai berpengaruh terhadap underpricing karena perusahaan yang sudah berdiri sejak lama dan memiliki total aset yang tinggi dinilai dapat mengurangi tingkat underpricing. Diduga tingginya tingkat underpricing berbeda di setiap sektor usaha seperti perusahaan yang bergerak dibidang manufaktur dan non manufaktur memiliki tingkat underpricing yang berbeda. b. Hubungan antara Variabel Independen terhadap Tingkat Flipping Activity Hubungan antara reputasi underwriter terhadap flipping activity yaitu penjamin emisi bertanggung jawab penuh dalam proses IPO. Dimana jika terjadi flipping activity maka underwriter harus mencari cara agar flipping activity dapat di hindari karena flipping activity dinilai merugikan perusahaan dan hanya menguntungkan investor. Che-Yahya (2015) Dampak positif menunjukkan bahwa ada peningkatan flipping aktifitas saat IPO ditugaskan atau dikelola oleh underwriter terkemuka. Temuan ini, yang bertentangan temuan 41 sebelumnya oleh Chong et al. (2009) , Menunjukkan bahwa reputasi underwriter bisa diambil sebagai sinyal kualitas perusahaan, sehingga memicu permintaan tambahan dan, pada gilirannya, Kegiatan flipping. Penjelasan ini tampaknya menjadi relevan karena permintaan investor ditemukan berhubungan positif dan signifikan terhadap flipping activity, menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat permintaan IPO, lebih tinggi kecenderungan untuk pemegang saham baru untuk melepaskan saham mereka dialokasikan untuk kesempatan untuk membuat modal cepat keuntungan di aftermarket langsung. Krigman, Shaw, dan Womack (1999) menemukan bahwa kegiatan flipping memiliki proporsi yang lebih besar di volume perdagangan di IPO lemah (cold) daripada di IPO panas (hot). Namun, hasil ini didorong oleh perdagangan yang rendah volume dalam IPO lemah (volume perdagangan yang tinggi di IPO panas) dan bukan karena flipping. Kegiatan flipping benar dapat diukur hanya dengan melihat besarnya flipping untuk alokasi awal. Berdasarkan penelitan flipping activity lebih banyak terjadi pada perusahaan di IPO panas. Umur perusahaan, jenis perusahaan dan ukuran perusahaan juga dinilai berpengaruh terhadap flipping activity karena perusahaan yang sudah berdiri sejak lama dan memiliki total aset yang tinggi dinilai memberikan sentimen positif terhadap investor untuk mendapatkan keuntungan yang cepat dengan memanfaatkan tingkat underpricing. 42 c. Hubungan antara Variabel Independen terhadap Tingkat Underperformance Sanora (2013:1074) bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dan positif antara reputasi underwriter dengan return saham jangka panjang. Hal ini dikarenakan underwriter memegang peranan penting dalam penentuan harga saham pada saat penjaminan emisi serta bertanggungjawab terhadap berhasil atau tidaknya penawaran saham, apabila emiten menggunakan underwriter yang berkualitas tinggi, maka para investor akan merespon positif informasi tersebut. Dengan demikian keberadaan underwriter dapat dikatakan sebagai informasi yang berguna bagi investor dalam menentukan pembuatan keputusan berinvestasi baik di pasar perdana maupun di pasar sekunder. Maka dari itu, semakin baik reputasi underwriter maka semakin baik pula kinerja saham suatu perusahaan. Rasio profitabilitas perusahaan seperti ROA dan ROE memiliki hubungan dengan underperformance. Dimana diduga semakin besar nilai ROA dan ROE maka semakin kecil kemungkinan perusahaan tersebut mengalami underperformance. Apabila EPS perusahaan tinggi, akan semakin banyak investor yang ingin membeli saham tersebut sehingga menyebabkan harga saham tinggi. Harga saham yang tinggi mencerminkan kinerja saham yang baik, kinerja saham dimasa yang akan datang harus di perhatikan agar tidak mengalami underperformance. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan 43 bahwa Earning Per Shared berpengaruh terhadap underperformance. DER merupakan salah satu informasi yang penting bagi investor untuk menilai resiko suatu nilai saham. Nilai DER yang tinggi menandakan struktur permodalan usaha lebih banyak memanfaatkan hutang-hutang relatif terhadap ekuitas, sehingga menunjukan resiko financial atau resiko kegagalan perusahaan untuk mengembalikan pinjaman akan semakin tinggi yang nantinya akan mempengaruhi tingkat return yang akan diterima oleh investor dimasa yang akan datang. Semakin tinggi nilai DER berarti semakin tinggi resiko saham emiten tersebut, maka semakin tinggi pula tingkat return yang diharapkan oleh investor, yang berarti juga semakin tinggi kemungkinan saham mengalami underperformance tersebut Suyatmin (2006). Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Debt to Equity Ratio berpengaruh terhadap underperformance. Umur perusahaan, jenis perusahaan dan ukuran perusahaan juga dinilai berpengaruh terhadap underperformance karena perusahaan yang sudah berdiri sejak lama dan memiliki total aset yang tinggi dinilai dapat mempertahankan kinerja sahamnya dengan baik. d. Hubungan antara Underpricing dan flipping activity terhadap Tingkat Underperformance Adanya perbedaan kinerja saham antara perusahaan dengan jenis industri berbeda, dimana dalam penelitian ini mempergunakan perusahaan keuangan dan non keuangan. Perbedaan kinerja saham 44 tersebut akan diuji berdasarkan underpricing dengan pendekatan teori asimetri informasi yang berasumsi bahwa terdapat asimetri informasi antara perusahaan, penjamin emisi (underwriter), dan investor serta pengujian berdasarkan long-term underperformance dengan pendekatan the impresario hypothesis yang berasumsi bahwa initial return yang tinggi mampu menghasilkan kinerja jangka panjang yang underperformance bagi saham IPO. Salah satu fenomena IPO yang banyak diteliti adalah kinerja jangka panjang. Hasil penelitian terdahulu relatif banyak yang menyatakan bahwa kinerja jangka panjang IPO mengalami underperformance, baik di pasar modal Negara maju maupun di pasar modal Negara berkembang. Underperformance adalah penurunan kinerja. Underperformance pada penelitian ini dimaksudkan terjadi pada kinerja jangka panjang saham IPO. The Impresario Hypothesis yang dikemukakan oleh Shiller, (1990) mencoba menjelaskan mengapa underperformance dapat terjadi. Hipotesis ini mendukung gagasan bahwa perusahaan dan underwriter menciptakan surplus permintaan awal (melalui underpricing), selanjutnya dalam jangka panjang pasar akan mengoreksi harga. Investor yang membeli saham pada saat IPO akan mendapatkan initial return yang cukup tinggi akibat banyaknya permintaan akan saham tersebut pada awal masa perdagangan di pasar sekunder. Initial return yang tinggi mampu menghasilkan 45 kinerja jangka panjang yang underperformed bagi saham IPO. Arosio (2001) mendeteksi adanya hubungan korelasi negatif antara return jangka panjang dan IPO flipping, ini menunjukkan bahwa beberapa investor memiliki informasi superior tentang perusahaan IPO dan mengambil keuntungan dari awal underpricing. Krigman et al. (1999) menemukan hal menarik antara volume perdagangan awal dan kinerja jangka panjang, hari pertama dikatakan "winners" (yaitu IPO underpriced) terus menjadi pemenang selama tahun pertama, dan hari pertama "dogs" (yaitu IPO dengan negatif atau nol pengembalian awal) relatif terus menjadi dogs. Kecuali, pada IPO hot (yaitu IPO sangat underpriced) yang biasanya diikuti dengan kinerja masa depan yang buruk. Karena pada hari pertama listing mereka investor (flipper) menjual isu saham tersebut memiliki kinerja yang buruk di masa depan, mereka menyimpulkan bahwa flipping activity dapat membuat kinerja jangka panjang yang buruk. 46 9. Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No. 1 Peneliti (Tahun) Judul Penelitian Teknik Analisis Hasil Penelitian Perbedaan dengan penelitian ini Arosio,R, G.Giudici ,S. Palear i. (2001) The Market Performanc e of Italian IPOs in the Long-Run Regression Analysis Sebagian besar IPO yang terjadi mengalami overperformed setelah 1, 5, dan 10 hari perdagangan dan setelah 2 atau 3 tahun perdagangan akan mengalami underperformed di pasar, meskipun return saham IPO yang terjadi pada era 80an tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan return saham-saham lainnya. Ditunjukkan pula adanya hubungan negatif antara jumlah penawaran pada saham IPO dengan underperformance jangka panjang. Juga ditemukan adanya korelasi negatif antara kinerja jangka panjang dengan aktivitas “flipping” (aktivitas ambil untung dari investor dengan menjual saham IPO dengan memanfaatkan adanya underpricing) dari para investor. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Arosio adalah penelitian ini tidak hanya melihat aktivitas flipping dan kinerja jangka panjang sahamsaham yang melakukan IPO tetapi melihat tingkat underpricingnya juga.Dan metode yang di gunakan dalam penelitian ini menggunakan metode generalized least square 47 Peneliti (Tahun) Judul Penelitian Teknik Analisis Hasil Penelitian Perbedaan dengan penelitian ini 2 Sahoo dan Rajib (2010) After Market Pricing Performanc e of Initial Public Offerings (IPOs): Indian IPO Market 2002-2006 Ordinary Least Square Regression Hasilnya adalah underpricing, offer size, dan hot market berpengaruh negatif terhadap underperformance. Leverage dan ex-ante uncertainty berpengaruh positif terhadap underperformance. Sedangkan post-issue promoter holding, age, price to book value mempunyai korelasi negatif terhadap underperformance dan times subscribed mempunyai korelasi positif terhadap underperformance namun tidak berpengaruh secara signifikan. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Arosio adalah penelitian ini tidak hanya melihat tingkat underpricing dan kinerja jangka panjang saham-saham yang melakukan IPO tetapi melihat aktivitas flipping juga.Dan metode yang di gunakan dalam penelitian ini menggunakan metode generalized least square 3 Liu dan Ritter (2011) Local underwriter oligopolies and IPO undepricing Ordinary Least Square Regression Tingkat underpricing di pasar modal Amerika pada periode 1993-1998 sebesar 15.9%, periode 19902000 sebesar 64.5% dan periode 20012008 sebesar 12.1% sehingga rata-rata undepricing sebesar 24.4%. Hasil analisis regresi terhadap initial return menunjukkan bahwa reputasi underwriter, ukuran Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh liu ritter adalah penelitian ini tidak hanya melihat underpricing saja tetapi juga melihat aktivitas flipping dan kinerja jangka panjang saham- No. 48 No. 4 Peneliti (Tahun) Asmalida r (2011) Judul Penelitian Analisis Faktor Fundament al Terhadap Return Jangka Pendek dan Jangka Panjang Saham Initial Public Offering di Pasar Sekunder Bursa Efek Indonesia Teknik Analisis Structural Equation Model (SEM) Hasil Penelitian Perbedaan dengan penelitian ini perusahaan dan jenis industri berpengaruh terhadap underpricing. Sedangkan umur perusahaan tidak berpengaruh terhadap tingkat underpricing. saham yang melakukan IPO. Dan metode yang di gunakan dalam penelitian ini menggunakan metode generalized least square Faktor Fundamental yang terdiridari total aset, rasio hutang terhadap jumlah kepemilikan,jumlah saham yang ditawarkan, pendapatan kotor IPO, umur perusahaan dan rasio harga penawaran terhadap laba per lembar saham, memiliki pengaruh negatif terhadap return jangka pendek saham IPO. Faktor fundamental baik secara langsung maupun tidak memiliki pengaruh positif terhadap return jangka panjang saham IPO. Dan indikator yang dominan mempengaruhi adalah total aset. Return jangka pendek dengan indikator initial return dan opening price return memiliki Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Agathee,et al adalah penelitian ini tidak hanya melihat variabel underperformance saja tetapi juga melihat aktivitas flipping dan tingkat underpricing saham-saham yang melakukan IPO. Variable yang di gunakan juga berbeda. Dan metode yang di gunakan dalam penelitian ini menggunakan metode generalized least square 49 No. Peneliti (Tahun) Judul Penelitian Teknik Analisis Hasil Penelitian Perbedaan dengan penelitian ini pengaruh positif terhadap return jangka panjang saham IPO dengan indikator market adjusted abnormal return 12 bulan dan market adjusted abnormal return 24 bulan. 5 Yuan Tian (2012) An Regression Examinatio Analysis n Factors Influencing UnderPricing Of IPOs On The London Stock Exchange Ukuran masalah, risiko sistematis, dan pengaruh rasio utang underpricing IPO. Besar volume ukuran masalah biasanya memberikan kontribusi ke tingkat yang lebih rendah dari underpricing. Risiko sistematis dan hasil rasio utang ke tingkat yang lebih tinggi dari underpricing. Dengan demikian, terdapat hubungan positif antara IPO dan risiko sistematis & rasio utang. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh yuan tian adalah penelitian ini tidak hanya melihat underpricing saja tetapi juga melihat aktivitas flipping dan kinerja jangka panjang sahamsaham yang melakukan IPO. Dan metode yang di gunakan dalam penelitian ini menggunakan metode generalized least square 6 Agathee,e t al (2012) Hot and cold IPO markets: The case of the Stock Exchange Hasilnya adalah IPO yang memiliki initial return tinggi cenderung mengalami underperformance. Financial strengh Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Agathee,et al adalah Ordinary Least Square Regression 50 No. Peneliti (Tahun) Judul Penelitian Teknik Analisis of Mauritius 7 Ratnasari dan Hudiwina rsih (2013) Analisis Pengaruh Informasi Keuangan, Non Keuangan Serta Ekonomi Makro Terhadap Underprici ng Pada Perusahaan Ketika IPO Regresi berganda Hasil Penelitian Perbedaan dengan penelitian ini berpengaruh negatif terhadap underperformance. Volume tidak berpengaruh secara signifikan namun mempunyai korelasi negatif terhadap underperformance. Industry tidak berpengaruh secara signifikan namun memiliki korelasi negatif terhadap underperformance. Hot market tidak berpengaruh secara signifikan namun memiliki korelasi positif terhadap underperformance. penelitian ini tidak hanya melihat variabel underperformance saja tetapi juga melihat aktivitas flipping dan tingkat underpricing saham-saham yang melakukan IPO. Hasil model regresi berganda untuk penelitian ini menunjukkan bahwa return on equity, reputasi KAP dan reputasi penanggung memiliki dampak yang signifikan terhadap underpricing pada tingkat 5% secara signifikan, sedangkan financial leverage dan tingkat inflasi tidak berpengaruh pada underpricing. 2. Return on equity (ROE), reputasi kap dan reputasi Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ratnasari dan Hudiwinarsih adalah penelitian ini tidak hanya melihat underpricing saja tetapi juga melihat aktivitas flipping dan kinerja jangka panjang sahamsaham yang melakukan IPO. 51 No. Peneliti (Tahun) Judul Penelitian Teknik Analisis Hasil Penelitian Perbedaan dengan penelitian ini underwriter secara bersama-sama berpengaruh terhadap underpricing. Hasil uji koefisien determinasi, nilai adjusted R square sebesar 17,4% sedangkan sisanya 82,6% dipengaruhi oleh faktor lain diluar penelitian. 8 Perdana, Darminto, dan Sudjana (2013) Pengaruh Regresi Return On Linear Equity Berganda (Roe), Earning Per Share (Eps), Dan Debt Equity Ratio (Der) Terhadap Harga Saham Variabel Return On Equity (ROE), Earning Per Share (EPS), dan Debt Equity Ratio (DER) berpengaruh secara simultan (bersamasama) terhadap harga saham. Variabel Earning Per Share (EPS) berpengaruh secara parsial dan signifikan terhadap harga Saham. Variabel Return On Equity (ROE) dan Debt Equity Ratio (DER) secara parsial berpengaruh tidak signifikan terhadap harga saham. Perbedaannya dengan penelitian Perdana, Darminto, dan Sudjana adalah variabel yang di gunakan dalam penelitian ini lebih banyak, selain variabel ROE,DER, EPS tetapi juga menggunakan variabel reputasi underwriter, jenis industri, reputasi auditor, Time (hot/cold), ROA, umur perusahaan dan kinerja perusahaan Variabel yang dominan Mempengaruhi 52 No. Peneliti (Tahun) Judul Penelitian Teknik Analisis Hasil Penelitian Perbedaan dengan penelitian ini peningkatan harga saham adalah Earning Per Share (EPS), karena EPS mempunyai nilai koefisien beta yang paling tinggi daripada variabel bebas yang lain 9 Gatot, dkk (2013) Pengaruh DER, ROI, Current Ratio dan Rata-Rata Kurs Terhadap Undepricin g Pada Initial Public Offering Studi Kasus Pada Perusahaan Non Keuangan Di Indonesia. Ordiary Least Square Regression (OLS) Untuk periode hot market yang berpengaruh yaitu debt to equity ratio (DER) dan rata-rata kurs terhadap tingkat underpricing pada perusahaan non keuangan yang go public di BEI. Sedangkan, pada periode cold market yang berpengaruh hanya current ratio terhadap tingkat underpricing pada perusahaan non keuangan yang go public di BEI. Pada periode hot market, DER, ROI, current ratio dan rata-rata kurs secara bersamasama berpengaruh terhadap tingkat underpricing pada perusahaan non keuangan yang go public di BEI. Sebaliknya, pada periode cold market, DER, ROI, current Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gatot, dkk adalah penelitian ini tidak hanya melihat underpricing saja tetapi juga melihat aktivitas flipping dan kinerja jangka panjang sahamsaham yang melakukan IPO. Dan metode yang di gunakan dalam penelitian ini menggunakan metode generalized least square 53 No. Peneliti (Tahun) Judul Penelitian Teknik Analisis Hasil Penelitian Perbedaan dengan penelitian ini ratio dan rata-rata kurs secara bersama sama tidak berpengaruh terhadap tingkat underpricing yang go public di BEI. 10 Norliza Che Yahya, Ruzita Abdul Rahim & Rasidah Mohd Rashid (2015) Impact Of Lock-Up Provision On Two Ipo Anomalies In The Immediate Aftermarket Multiple Regression Analysis Studi ini menunjukkan bahwa periode lockup dan rasio lock-up secara negatif dan signifikan berhubungan dengan Aktifitas Flipping . Sementara itu, penelitian ini menemukan tingkat kepercayaan pada lock up memiliki pengaruh yang signifikan terhadap IPO kembali pada hari daftar, meskipun tanda positif untuk rasio lock-up pada kembali awal konsisten untuk prediksi. Terlepas dari itu,temuan pada hubungan negatif dan signifikan antara parameter penyediaan lock-up dan Aktifitas flipping menunjukkan peran mereka lebih sebagai komitmen dan alat pengendali bukannya signaling alat berkualitas. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh norliza dkk adalah penelitian ini tidak hanya melihat aktivitas flipping saja tetapi juga melihat tingkat underpricing dan kinerja jangka panjang saham-saham yang melakukan IPO. Dan metode yang di gunakan dalam penelitian ini menggunakan metode generalized least square 11 Leow “Stagging” Hierarchy Momentum pasar IPO Perbedaan 54 No. Peneliti (Tahun) Judul Penelitian Teknik Analisis Hon Wei, 2015 and Flipping Activity: The Moderating Effect of IPOs Performanc e towards Market Momentum s regression Hasil Penelitian Perbedaan dengan penelitian ini yang very cold membantu dalam mendorong adanya aktifitas Flipping pada volume perdagangan, IPO hot membantu dalam merangsang aktifitas Flipping untuk volume perdagangan dan saham yang ditawarkan. Namun demikian, ada efek moderasi dari kinerja IPO awal menuju IPO hot mempengaruhi aktifitas Flipping. Pasar IPO mengalami aktifitas Flipping aktif di IPO hot dan IPO very cold, untuk membantu dalam memprediksi aktivitas perdagangan berikutnya. dengan penelitian yang dilakukan oleh Leow Hon Wei adalah penelitian ini tidak hanya melihat aktivitas flipping saja tetapi juga melihat tingkat underpricing dan kinerja jangka panjang saham-saham yang melakukan IPO. Dan metode yang di gunakan dalam penelitian ini menggunakan metode generalized least square 55 10. Kerangka Pemikiran Penelitian ini dilakukan terhadap saham perusahaan yang melakukan IPO pada periode 2010 sampai 2014 yang bertujuan untuk menditeksi keberadaan penyimpangan (anomali) pada saham – saham yang baru melakukan IPO. Sesuai dengan hasil penelitian terdahulu dan konsep-konsep dasar sebagaimana diuraikan sebelumnya maka kerangka pemikiran teoritis dapat disusun sebagai berikut : 56 Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Perusahaan yang melakukan IPO tahun 2010- 2014 Bursa Efek Indonesia Daftar Efek Syariah Variabel Dependen Variabel Independen : 1. Reputasi Underwriter 2. Reputasi Auditor 3. Jenis Industri 4. Time (Hot/Cold) 5. Return On Asset 6. Return On Equity 7. Debt to Equity Ratio 8. Earning Per Shared 9. Umur Perusahaan 10. Ukuran Perusahaan 1. Initial Return 2. Flipping Activity 3. Abnormal Return One Sample Test Uji Asumsi Klasik Model Generalized Least Square Uji t (Parsial) Uji F (Simultan) Koefisien Determinasi (R2) Interprestasi 57 11. Hipotesis Berdasarkan perumusan masalah, teori, penelitian terdahulu maka peneliti memilih beberapa hipotesis sebagai berikut : 1. Hipotesis Pertama : a. Ha : μ < 0 terjadi underpricing pada penawaran umum perdana (IPO) di Bursa Efek Indonesia. b. Ha : μ < 0 terjadi underpricing pada penawaran umum perdana (IPO) di Daftar Efek Syariah. c. Ha : μ < 0 terjadi Flipping Activity pada penawaran umum perdana (IPO) di Bursa Efek Indonesia. d. Ha : μ < 0 terjadi Flipping Activity pada penawaran umum perdana (IPO) di Daftar Efek Syariah. e. Ha : μ < 0 terjadi underperformance pada penawaran umum perdana (IPO) di Bursa Efek Indonesia. f. Ha : μ < 0 terjadi underperformance pada penawaran umum perdana (IPO) di Daftar Efek Syariah. 2. Hipotesis Kedua : a. Ha : βi ≠ 0 terjadi pengarung antara Reputasi Underwiter, Jenis Industri, Reputasi Auditor, Time (Hot/Cold) ROA, ROE, DER, EPS, Umur Perusahaan dan Ukuran Perusahaan terhadap Initial return, Flipping Activity, dan Underperformance di Bursa Efek Indonesia. 58 b. Ha : βj ≠ 0 terjadi pengaruh antara Reputasi Underwiter, Jenis Industri, Reputasi Auditor, Time (Hot/Cold) ROA, ROE, DER, EPS, Umur Perusahaan dan Ukuran Perusahaan terhadap Initial return, Flipping Activity, dan Underperformance di Daftar Efek Syariah. 3. Hipotesis Ketiga : a. Ha : β1 ≠ 0 terjadi pengaruh antara tingkat Underpricing terhadap tingkat Flipping Activity di Bursa Efek Indonesia. b. Ha : β2 ≠ 0 terjadi pengaruh antara tingkat Underpricing terhadap tingkat Flipping Activity di Daftar Efek Syariah. c. Ha : β3 ≠ 0 terjadi pengaruh antara tingkat Underpricing dan tingkat Activitas Flipping terhadap tingkat Underperformance di Bursa Efek Indonesia. d. Ha : β4 ≠ 0 terjadi pengaruh antara tingkat Underpricing dan tingkat Activitas Flipping terhadap tingkat Underperformance di Daftar Efek Syariah. 59 BAB III METODELOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah saham - saham perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia dan Daftar Efek Syariah periode 2010 - 2014. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang mengalami underpricing saat melakukan penawaran umum saham perdana (Initial Public Offering) di Bursa Efek Indonesia dan Daftar Efek Syariah periode 2010 - 2014. Alasan peneliti menggunakan sampel perusahaan yang IPO di Bursa Efek Indonesia dan Daftar Efek Syariah karena peneliti ingin melihat apakah terdapat anomali initial publik offering di saham perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan Daftar Efek Syariah. B. Metode Penentuan Sampel Sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan sampel non probabilitas dengan metode Purposive Sampling. Purposive Sampling adalah penarikan sampel dengan pertimbangan tertentu (Suhardi dan Purwanto, 2008:17) Kriteria perusahaan yang akan menjadi sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Seluruh perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2010-2014. 60 2. Seluruh perusahaan yang melakukan IPO di Daftar Efek Syyariah (DES) periode 2010-2014. 3. Perusahaan yang mengalami underpricing pada saat penawaran umum saham perdana (IPO) 4. Perusahaan yang listing pada awal periode pengamatan dan tidak delisting sampai akhir periode pengamatan. 5. Perusahaan yang memiliki ROA positif. 6. Memiliki informasi dan ketersediaan data yang digunakan oleh peneliti. Tabel 3.1 Kriteria pemilihan sampel di Bursa Efek Indonesia No. 1. 2. 3. 4. Kriteria Perusahaan yang melakukan IPO periode 2010 – 2014 Jumlah Perusahaan 123 Perusahaan yang mengalami overpricing (13) Perusahaan yang memiliki IR 0% (5) Perusahaan yang datanya tidak sesuai dengan kriteria penelitian Jumlah sampel yang sesuai dengan kriteria (2) 103 Sumber : data diolah 61 Tabel 3.2 Kriteria pemilihan sampel di Daftar Efek Syariah No. 1. 2. 3. 4. Kriteria Perusahaan yang melakukan IPO periode 2010 – 2014 Jumlah Perusahaan 73 Perusahaan yang mengalami overpricing (9) Perusahaan yang memiliki IR 0% (4) Perusahaan yang datanya tidak sesuai dengan kriteria penelitian Jumlah sampel yang sesuai dengan kriteria (1) 59 Sumber : data diolah C. Metode Pengumpulan Data Sumber data sebagai salah satu bagian penelitian yang merupakan bagian terpenting. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara : 1. Data Sekunder Data sekunder diperoleh dari Indonesia Stock Exchange (IDX), Otoritas Jasa Keuangan, jurnal, literature, dan internet. Data yang digunakan adalah sebagai berikut : a. Daftar perusahaan yang mengalami underpricing saat penawaran umum saham perdana (IPO) di BEI. b. Daftar perusahaan yang mengalami underpricing saat penawaran umum saham perdana (IPO) di DES. c. Laporan keuangan tahunan (annual report) perusahaan pada tahun 62 perusahaan melakukan IPO pada periode 2010-2014. d. Data perkembangan harga saham harian pada saat perusahaan melakukan IPO pada periode 2010-2014. 2. Kepustakaan Penulis mengadakan penelitian studi kepustakaan untuk menunjang materi pembahasan pada penelitian. Kegiatan-kegiatan ini dilaksanakan dengan cara mengumpulkan informasi melalui bukubuku, jurnal literatur, majalah, koran, website dan lain-lain yang berkaitan dan kepustakaan mendukung untuk penelitian memperoleh ini. Kegiatan penelitian dasar-dasar teori yang dapat digunakan sebagai landasan teoritis dalam menganalisa masalah yang diteliti dan sebagai pedoman penelitian di lapangan. D. Metode analisis Data 1. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan apakah dalam model regresi, variabel dependent, variabel independent atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model yang baik adalah distribusi normal atau mendekati normal. Uji statistika Kolmogorov-smirnov (K-S) merupaan uji yang digunakan untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi dengan distribusi tertentu dalam hal ini adalah distribusi normal (Widarjono, 2010). 63 Ada beberapa cara mendeteksi normalitas dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik. Dasar pengambilan keputusannya adalah : 1) Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. 2) Jika data menyebar jauh dari garis diagonal atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas. b. Uji Multikolinearitas Multikolenieritas menunjukkan adanya hubungan linier yang sempurna atau pasti diantara beberapa/semua variabel yang independen dari model yang ada. Hal ini dapat menimbulkan bias dalam spesifikasinya, karena koefisien regresi menjadi tidak terhingga. Meroge yang digunakan dalam pengujian multikolenieritas adalah tolerance variance inflaction factor (VIF). Menurut Hair et al batas tolerance value dibawah 0.1 dan variance inflaction factor (VIF) adalah 10. Jika nilai tolerance value dibawah 0.1 atau variance inflaction factor (VIF) diatas 10 maka terjadi multikolenieritas. c. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode 64 t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada masalah autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainya, Imam Ghozali (2005). Menurut Ghozali (2011:111) salah satu cara untuk mengetahui ada tidaknya gejala autokorelasi dalam model regresi yang digunakan maka dapat dideteksi dengan uji Durbin-Waston (DW Test). Gujarati (2003) dalam bukunya, bila menggunakan model GLS (generalized least square) dalam penelitian maka hasil output tidak memiliki masalah dalam autokorelasi. Hal ini dikarenakan model GLS sudah menyertakan parameter autokorelasi dalam menghitung outputnya. Permasalahan autokorelasi hanya menjadi penting jika menggunakan model OLS. d. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedasitas ini berujuan untuk menganalisis apakah variansi dari error bersifat tetap/konstan (homokedastik) atau berubah ubah (heteroskedastik). Didalam literatur dikenal dengan banyak metode untuk pengujian heteroskedasitas, di antaranya yang populer adalah uji White (Rosadi, 2012:53). Uji White menggunakan residual kuadrat sebagai variabel dependen dan variabel independennya terdiri atas variabel independen yang sudah ada ditambah lagi dengan perkalian dua variabel independen Untuk mendeteksi ada atau tidaknya 65 heteroskedastisitas dapat dilakukan uji White, dengan melihat nilai Obs*R-Squared apabila nilai probabilitasnya lebih besar dari 0,05 maka data dikatakan tidak terjadi heteroskedastisitas (Winarno, 2011:5.14). Jika terjadi heteroskedastisitas maka dapat menggunakan metode Generalized Least Square (GLS) untuk mengatasinya. Untuk permasalahan heteroskedastisitas menurut Gujarati (2003) dalam bukunya basic econometric, permasalahan tersebut dapat di atasi denga menggunakan metode GLS (Generalized Least Square). Metode GLS telah diberikan perlakuan “white heterescedasticity - consistent covariance” untuk mengantisipasi data yang tidak bersifat homoskedastis. 2. Generalized Least Square (GLS) Penyimpangan asumsi homoskedastisitas terhadap operasi OLS sekalipun tidak merusak sifat unbiased dan konsistensinya, namun merusak efisiensi estimatornya. Rusaknya sifat efisiensi estimator OLS tersebut menyebabkan hasil pengujian hipotesisnya menjadi meragukan. GLS, sebagai salah satu bentuk estimasi least square, merupakan bentuk estimasi yang dibuat untuk mengatasi sifat heteroskedastisitas yang memiliki kemampuan untuk mempertahankan sifat efisiensi estimatornya tanpa harus kehilangan sifat unbiased dan konsistensinya. Yi = β0 +β1Xi + εi dengan Var (εi) = σi2 66 Masing-masing dikalikan, maka diperoleh transformed model sebagai berikut: Yi* = β0* + β1Xi* + εi* 1/σ2 Dari perbandingan hasil perhitungan antara model estimasi OLS dengan GLS terlihat bahwa GLS merupakan alternatif model estimasi yang baik untuk berhadapan dengan gejala heteroskedastisitas. Hal tersebut dikarenakan, di samping GLS memiliki kemampuan untuk menetralisir akibat pelanggaran asumsi homoskedastisitas, model GLS juga tidak kehilangan sifat unbiased dan konsistensi dari model estimasi OLS. Sifat estimator metode GLS yaitu linear, tidak bias (unbiased), variansi minimum. 3. Pengujian Hipotesis a. Uji t (Parsial) Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh suatu variabel penjelas/independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel penelitian. 1) Ho : βi = 0, berarti tidak ada pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen. 2) Ha : βi ≠ 0, berarti ada pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen. b. Uji F (Simultan) Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai 67 pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen/ terikat. 1) Ho : βi = 0, berarti tidak ada pengaruh dari variabel independen secara simultan terhadap variabel dependen. 2) Ha : βi ≠ 0, berarti ada pengaruh dari variabel independen secara simultan terhadap variabel dependen. c. Koefisien Determinasi (adjusted R2) Uji koefisien determinasi ditunjukkan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel independen menjelaskan variabel dependen yang dilihat melalui adjusted R square karena variabel independen lebih dari dua. E. Operasional Variabel Penelitian ini menggunakan variabel terikat (dependent variable) dan variabel bebas (independent variable), yaitu : 1. Variabel Terikat (Dependent Variable) Variabel dependen adalah variabel yang terikat dan dipengaruhi oleh variabel Independen. Berdasarkan tujuan penelitian ini maka variabel dependen yang digunakan adalah a. Initial Return (IR). Variabel ini diukur berdasarkan return harian dengan menggunakan metode sederhana (mean) yang merupakan selisih antara harga saham pada hari pertama penutupan dipasar sekunder dengan harga saham pada penawaran perdana dibagi dengan harga saham penawaran perdana (Jogiyanto,2000). 68 Pti − Pto IR = Pti x 100% Dimana : IR = Initial Return Pt1 = Harga penutupan saham perdana (closing price) hari pertama Pt0 = Harga penawaran saham perdana (offering price) hari pertama b. Flipping Activity FLIP = VOL NOSH Dimana : VOL : trading volume of the ith issuer on the first trading day (Total volume perdagangan saham pada hari ke-1) NOSH : number of shares issued for the ith issuer at the IPO (Jumlah total saham yang di terbitkan saat IPO) c. Abnormal Return Pengukuran abnormal return ini diukur dengan menggunakan Market Adjusted Model yang menganggap bahwa penduga yang terbaik untuk mengestimasi return suatu sekuritas adalah return indeks pasar saat tersebut. Dengan menggunakan model ini, tidak perlu menggunakan periode estimasi untuk membentuk model estimasi 69 karena return sekuritas yang diestimasi sama dengan return indeks pasar. Berikut adalah rumus menghitung Market Adjusted Model : ARit = Rit ─ Rmt ARit : Abnormal Return saham i pada hari ke-t Rit : Actual Return saham i pada hari ke-t Rmt : Return pasar yang di hitung dengan cara : Rmt = IHSGt – IHSGt-1 IHSGt-1 2. Variabel Bebas (lndependent Variable) Variabel Independen adalah variabel yangn mempengaruhi atau menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen. Berdasarkan tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa ada tidaknya anomali Initial Public Offering di pasar modal Indonesia. Maka variabel independen yang digunakan adalah Reputasi Underwriter, Jenis Industri, Reputasi Auditor, Time (hot/cold), Return On Asset, Return On Equity, Debt to Equity Ratio, Earning Per Shared , Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan. Dimana reputasi underwriter, Jenis Industri, Reputasi Auditor, dan Time (hot/cold) merupakan variabel dummy. a. Reputasi Underwriter Penelitian reputasi underwriter dalam penelitian ini 70 menggunakan variabel dummy. Apabila perusahaan termasuk dalam daftar peringkat 50 penjamin emisi yang teraktif dalam perdagangan di bursa setiap tahunnya yang diperoleh dari fact book, maka perusahaan listing di tahun tersebut yang dijamin oleh salah satu penjamin emisi diberi nilai 1, dan sebaliknya apabila yang tidak dijamin oleh salah satu penjamin emisi tersebut maka diberi nilai 0. Berdasarkan peringkat 50 penjamin emisi di Bursa Efek Indonesia : Penjamin emisi yang terdaftar di BEI =1 Penjamin emisi yang tidak terdaftar di Bursa Efek Indonesia = 0 b. Jenis Industri Penelitian jenis industri dalam penelitian ini menggunakan variabel dummy. Apabila perusahaan tersebut termasuk dalam kategori perusahaan manufaktur maka akan diberi nilai 1 tetapi jika tidak termasuk dalam kategori perusahaan non manufaktur maka akan diberi nilai 0. Berdasarkan kategori perusahaan : Perusahaan Manufaktur = 1 Perusahaan Non Manufaktur = 0 c. Reputasi Auditor Reputasi auditor berpengaruh pada kredibilitas laporan keuangan ketika suatu perusahaan go public. Auditor yang bereputasi 71 tinggi dapat digunakan sebagai tanda atau petunjuk terhadap kualitas perusahaan emiten (Holland dan Horton, 1993). Penelitian reputasi auditor dalam penelitian ini menggunakan variabel dummy. Apabila auditor termasuk dalam KAP Big Four maka perusahaan listing di tahun tersebut diberi nilai 1, dan sebaliknya apabila auditornya tidak termasuk dalam KAP Big Four maka diberi nilai 0. Berdasarkan kategori Reputasi Auditor : Auditor yang masuk dalam KAP Big Four =1 Auditor yang tidak masuk dalam KAP Big Four =0 d. Time (hot/cold) Hot market dapat ditentuan berdasarkan tingkat underperice rata-rata tahunan, dimana periode hot market merupakan periode dimana underpricing rata-rata dalam satu periode lebih besar dari 25% dan sebaliknya berlaku pada cold market (Arifin, 2010). Variabel Time dalam penelitian ini dilihat dari siklus Hot dan Cold market dimana variabel ini merupakan Variabel dummy untuk perusahaan yang IPO pada hot market dan cold market. Tolak ukurnya yaitu berdasarkan tingkat underprice IPO tahunan. Kategori penentuan Pasar Hot/Cold Tingkat rata- rata Underpricing tahunan > 25% (periode Hot) : 1 Tingkat rata- rata Underpricing tahunan > 25% (periode Cold) : 0 72 e. Return On Asset (ROA) ROA merupakan ukuran profitabilitas perusahaan. Profitabilitas perusahaan memberikan informasi kepada pihak luar mengenai efektifitas operasional perusahaan, hal inilah yang menjadi pertimbangan memasukan variable ini sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi underpricing. Kemampuan perusahaan menghasilkan laba di masa yang akan datang ditunjukkan dengan profitabilitas perusahaan yang tinggi dan laba merupakan informasi penting bagi investor sebagai perimbangan dalam menanamkan modalnya. Profitabilitas yang tinggi suatu perusahaan mengurangi ketidakpastian bagi investor sehingga menurunkan tingkat underpricing, Yasa (2002). Laba Setelah Pajak (EAT) Return On Asset = x 100% Total Asset f. Return On Equity (ROE) Pengembalian atas ekuitas atau Return on Equity (ROE) adalah mengukur daya untuk menghasilkan laba pada investasi nilai buku pemegang saham dengan membandingkan laba bersih setelah pajak dengan ekuitas yang telah diinvestasikan pemegang saham di perusahaan. Dimana ROE yang tinggi akan mencerminkan penerimaan perusahaan atas peluang investasi 73 yang baik dan manajemen biaya yang efektif (Horne & Machowicz, 2005:225) ROE = Laba Bersih Ekuitas Pemegang Saham Biasa g. Debt to Equity Ratio (DER) Debt to equity ratio digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh hutangnya baik jangka pendek maupun jangka panjang. Debt to equity ratio yang tinggi mencerminkan resiko perusahaan ketidakpastian investor yang meningkat dan tinggi sehingga akhirnya dapat meningkatkan underpricing (Gatot dkk, 2013:152). Total Hutang Debt To Equity Ratio = Modal h. Earning Per Shared (EPS) Membeli saham berarti membeli prospek perusahaan, yang tercermin pada laba per saham. Jika laba per saham lebih tinggi, maka prospek perusahaan lebih baik, sementara laba per saham lebih rendah berarti kurang baik, dan laba per saham negatif berarti tidak baik (Samsul, 2006). EPS = Laba Bersih Setelah Pajak Jumlah Saham Beredar 74 i. Umur Perusahaan Umur perusahaan dapat menjadi bukti bahwa perusahaan mampu bersaing dan dapat mengambil kesempatan bisnis yang ada dalam perekonomian. Umur perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan dapat bertahan hidup dan banyaknya informasi yang bisa diserap oleh publik. Semakin panjang umur perusahaan semakin banyak informasi yang bisa diserap masyarakat (Daljono, 2000). Umur Perusahaan = Tahun IPO Tahun Pendirian Perusahaan j. Ukuran Perusahaan Perusahaan yang besar merupakan perusahaan yang memiliki sumber daya yang besar dan mampu untuk membiayai penyediaan informasi baik untuk keperluan internal maupun eksternal, Ulfani (2008). Variabel Ukuran Perusahaan menggunakan data perusahaan pada periode 1 tahun sebelum perusahaan melakukan IPO. Ukuran Perusahaan = Ln (Total aktiva ) 75 Tabel 3.3 Operasional Variabel Penelitian Variabel Initial Return (Y1) Flipping Activity (Y2) Abnormal Return (Y3) Reputasi Underwiter (X1) Penjelasan Selisih antara harga saham saat penawaran umum perdana lebih rendah dengan harga penutupan hari perdana di pasar sekunder Proporsi dari total volume perdagangan pada hari pertama perdagangan dengan jumlah total saham yang di terbitkan. Pengukuran abnormal return ini diukur dengan menggunakan Market Adjusted Model yang menganggap bahwa penduga yang terbaik untuk mengestimasi return suatu sekuritas adalah return indeks pasar saat tersebut. Diukur dengan penjamin emisi yang terdaftar dalam peringkat 50 penjamin emisi teraktif di Bursa Efek Indonesia Indikator Pti − Pto IR = Pti x 100% FLIP = Total volume perdagangan saham pada hari ke-1 Jumlah total saham yang di Terbitkan ARit = Rit – Rmt Dimana : Rmt = IHSGt – IHSGt-1 IHSGt-1 Berdasarkan peringkat 50 penjamin emisi di Bursa Efek Indonesia : Penjamin emisi yang terdaftar di BEI = 1 Penjamin emisi yang tidak terdaftar di BEI = 0 76 Jenis Industri (X2) Reputasi Auditor (X3) Time (Hot/Cold) (X4) Return On Asset (X5) Return On Equity (X6) Debt Equity Ratio (X7) Menunjukkan tingkat Underpricing perusahaan dari Industri manufaktur berbeda dengan perusahaan non manufaktur Berdasarkan kategori perusahaan : Diukur kategori apabila perusahaan menggunakan auditor yang termasuk dalam KAP Big Four saat perusahaan melakukan listing Berdasarkan kategori Reputasi Auditor : Auditor yang masuk dalam KAP Big Four = 1 Auditor yang tidak masuk dalam KAP Big Four = 0 Diukur dengan variabel dummy untuk perusahaan yang IPO pada hot market dan cold market. Tolak ukurnya yaitu berdasarkan tingkat underpricing IPO tahunan. Kategori penentuan Pasar Hot/Cold : Mengukur kemampuan manajemen dalam menghasilkan pendapatan dari pengelolaan aset. Mengukur kemampuan manajemen dalam menghasilkan pendapatan dari pengelolaan modal (equity) Debt to Equity Ratio (DER) yaitu rasio total hutang terhadap modal perusahaan Perusahaan Manufaktur = 1 Perusahaan Non Manufaktur = 0 Tingkat rata- rata Underpricing tahunan > 25% (periode Hot) = 1 Tingkat rata- rata Underpricing tahunan < 25% (periode Cold) = 0 ROA = Laba setelah pajak EAT Total Aset ROE = Laba Bersih Ekuitas Pemegang Saham Biasa Total Hutang DER = Modal 77 Earning Per Shared (X8) Umur Perusahaan (X9) Ukuran Perusahaan (X10) Mengukur berapa laba yang di dapat per lembar sahamnya. EPS = Laba Bersih Setelah Pajak Selisih antara tahun IPO dengan tahun pendirian perusahaan AGE = Tahun IPO – Tahun Pendirian Perusahaan Diukur dengan Ln total aktiva yang dimiliki perusahaan tahun terakhir sebelum perusahaan tersebut go public. SIZE = Ln (Total Aktiva) Jumlah Saham Beredar 78 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN B. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Bursa Efek Indonesia Bursa Efek Indonesia (BEI) adalah salah satu bursa saham yang dapat memberikan peluang investasi dan sumber pembiayaan dalam upaya mendukung pembangunan ekonomi nasional. Bursa Efek Indonesia juga berperan dalam upaya mengembangkan pemodal lokal yang besar dan solid untuk menciptakan pasar modal Indonesia yang stabil. Bursa Efek Indonesia (BEI), atau Indonesia Stock Exchange (IDX) merupakan bursa hasil penggabungan dari Bursa Efek Jakarta (BEJ) dengan Bursa Efek Surabaya (BES). Demi efektivitas operasional dan transaksi, Pemerintah memutuskan untuk menggabung Bursa Efek Surabaya Jakarta sebagai sebagai pasar pasar obligasi saham dengan Bursa dan derivatif. Bursa Efek hasil penggabungan ini mulai beroperasi pada 1 Desember 2007. Sejarah Bursa Efek, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia Merdeka. Bursa efek Indonesia awalnya pada saat pemerintahaan Hindia Belanda mendirikan di Batavia pada tanggal 14 Desember 1912 yang di selenggarakan oleh Vereniging Voor de Effectenhandel. Pada tanggal 11 Januari 1925 di Buka Bursa Efek di 79 Surabaya, dan disusul dengan pembukaan Bursa Efek di Semarang pada tanggal 1 Agustus 1925. Pada tahun 1952, pemeritah membuka bursa efek di Jakarta, yang diharapkan dapat menjadi indikator penunjang perekonomian. Namun, karena inflasi dan resesi ekonomi yang berlangsung di Indonesia pada waktu itu, maka pada tahun 1958 kegiatan bursa efek dihentikan (Rodoni, 2005:109). 2. Daftar Efek Syariah a. Sejarah Pasar Modal syariah Sejarah pasar modal syariah di Indonesia dimulai sejak diterbitkannya Reksa Dana Syariah oleh PT. Danareksa Investment Management pada 3 Juli 1997. Pada 3 Juli 2000, Bursa Efek Indonesia (BEI) bekerja sama dengan PT. Danareksa Investment Management dalam meluncurkan Jakarta Islamic Index dengan tujuan untuk memandu investor yang ingin menginvestasikan dananya secara syariah. Pasar modal syariah merupakan tempat di mana efek syariah diperdagangkan. Efek-efek tersebut diatur dalam Peraturan Bapepam-LK Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah dan Nomor IX.A.14 tentang Akad-akad yang digunakan dalam Penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal. Selanjutnya, pada tanggal 31 Agustus 2007 Bapepam-LK menerbitkan Peraturan Bapepam dan LK Nomor II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan 80 Daftar Efek Syariah dan diikuti dengan peluncuran Daftar Efek Syariah pertama kali oleh Bapepam-LK pada tanggal 12 September 2007. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Daftar Efek Syariah adalah kumpulan efek yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah di pasar modal yang ditetapkan oleh Bapepam-LK atau pihak yang disetujui Bapepam-LK. Daftar Efek Syariah (DES) tersebut merupakan panduan investasi bagi Reksa Dana Syariah dalam menempatkan dana kelolaannya serta juga dapat dipergunakan oleh investor yang mempunyai keinginan untuk berinvestasi pada portofolio Efek Syariah. DES yang diterbitkan Bapepam-LK dapat dikategorikan menjadi 2 jenis yaitu: 1) DES Periodik DES Periodik merupakan DES yang diterbitkan secara berkala yaitu pada akhir Mei dan November setiap tahunnya. DES Periodik pertama kali diterbitkan Bapepam-LK tahun 2007. 2) DES Insidentil DES Insidentil merupakan DES yang diterbitkan secara berkala. DES Insidentil diterbitkan antara lain yaitu: a) Penetapan saham yang memenuhi kriteria efek syariah bersamaan dengan efektifnya pernyataan pendaftaran Emitrn yang melakukan penawaran umum perdana atau pernyataan pendaftaran Perusahaan Publik. 81 b) Penetapan saham Emiten dan atau Perusahaan Publik yang memenuhi kriteria efek syariah berdasarkan laporan keuangan berkala yang disampaikan kepada Bapepam-LK setelah Surat Keputusan DES secara periodik ditetapkan. Selain itu, Penerbitan efek-efek dapat dilakukan dengan beberapa akad sesuai dengan Peraturan Bapepam-LK Nomor IX.A.14, antara lain akad ijarah, akad kafalah, akad mudharabah (qiradh), dan akad wakalah. Akad-akad inilah yang lazim digunakan dalam penerbitan efek syariah yang tergabung dalam Daftar Efek Syariah. b. Fungsi Pasar Modal syariah Fungsi dari keberadaan pasar modal syariah adalah sebagai berikut (Rodoni, 2009:65-66) : 1) Memungkinkan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan bisnis dengan memperoleh bagian dari keuntungan dan resikonya. 2) Memungkinkan para pemegang saham menjual sahamnya guna mendapatkan likuiditas. 3) Memungkinkan perusahaan meningkatkan modal dari luar untuk membangun dan mengembangkan lini produksinya. 4) Memisahkan operasi kegiatan bisnis dari fluktuasi jangka pendek pada harga saham yang merupakan ciri umum pada pasar modal konvensional. 82 5) Memungkinkan investasi pada ekonomi yang ditentukan oleh kinerja kegiatan bisnis sebagaimana tercermin pada harga saham. 3. Deskripsi Objek Penelitian a. Deskripsi objek penelitian di Bursa Efek Indonesia Penelitian ini dilakukan pada seluruh perusahaan yang mengalami Underpricing saat melakukan penawaran umum saham perdana (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2010-2014 dengan metode purposive sampling. Penelitian yang dilakukan di BEI periode 2010-2014 terdapat 123 perusahaan yang melakukan IPO. Namun dari 123 perusahaan yang melakukan IPO, hanya 103 perusahaan yang mengalami kualifikasi sampel dalam penelitian ini. b. Deskripsi objek penelitian di Daftar Efek Syariah Objek dalam penelitian ini selain pada perusahaan yang mengalami Underpricing saat melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2010-2014, yaitu pada seluruh perusahaan yang mengalami underpricing saat melakukan penawaran umum saham perdana (IPO) di Daftar Efek Syariah (DES) periode 20102014 dengan metode purposive sampling. 83 Penelitian yang dilakukan di DES periode 2010-2014 terdapat 73 perusahaan yang melakukan IPO. Namun dari 73 perusahaan yang melakukan IPO, hanya 59 perusahaan yang mengalami kualifikasi sampel dalam penelitian ini. C. Analisis Data 1. Analisis Data di Bursa Efek Indonesia a. Statistik Deskriptif Statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui gambaran dari masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan di Bursa Efek Indonesia. Variabel-variabel yang digunakan yaitu reputasi underwriter (RU), jenis industry (JI), reputasi auditor (AUD), Time (hot/cold), return on asset (ROA), return on equity (ROE), debt to equity ratio (DER), earning per shared (EPS), umur perushaaan (AGE), ukuran perusahaan (SIZE) sebagai variabel independen, dan variabel underpricing (IR), flipping activity (FLIP) dan underperformance (AR) 84 Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian IPO di Bursa Efek Indonesia Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation RU 103 ,00 1,00 ,7476 ,43653 JI 103 ,00 1,00 ,1650 ,37304 AUD 103 ,00 1,00 ,2913 ,45657 Time 103 ,00 1,00 ,6019 ,49189 ROA 103 ,01 51,10 7,6743 8,60861 ROE 103 ,01 194,75 20,0741 25,28624 DER 103 ,03 83,70 3,4122 8,45609 EPS 103 ,00 2303,00 135,1276 294,78412 AGE 103 ,92 60,92 18,3108 13,24965 SIZE 103 21,76 31,11 27,8520 1,50892 IR 103 ,35 70,00 25,3221 21,65638 FLIP 103 ,00 1,08 ,0468 ,11042 AR 103 -,09 ,92 ,0134 ,10035 Valid N (listwise) 103 Sumber : data diolah SPSS 18, 2016 Variabel RU dihitung dengan menggunakan variabel dummy. Apabila perusahaan yang listing di tahun tersebut dijamin oleh salah satu penjamin emisi yang berada dalam daftar fact book maka diberi nilai 1, dan sebaliknya apabila yang tidak dijamin oleh salah satu penjamin emisi tersebut maka diberi nilai 0. Nilai mean variabel reputasi underwriter dari seluruh sampel adalah 0,7476 yang berarti 74,76% dari seluruh perusahaan sampel telah menggunakan jasa underwriter yang memiliki reputasi tinggi menurut daftar peringkat 85 50 penjamin emisi yang teraktif dalam perdagangan di bursa setiap tahunnya yang diperoleh dari fact book. JI dihitung dengan menggunakan variabel dummy untuk perusahaan manufaktur dan non manufaktur. Nilai minimum jenis industri sebesar 0 untuk kategori perusahaan dalam sektor non manufaktur dan nilai maksimum jenis industri sebesar 1 untuk kategori perusahaan dalam sektor manufaktur, dengan rata-rata sebesar 0,1650. Variabel reputasi auditor (AUD) menggunakan variabel dummy dimana nilai 1 diberikan untuk perusahaan yang menggunakan auditor yang masuk ke dalam KAP Big four dan nilai 0 untuk perusahaan yang menggunakan auditor yang tidak masuk dalam KAP Big Four. Nilai mean variabel auditor dari seluruh perusahaan sampel adalah 0,2913 yang berarti 29,13% dari seluruh perusahaan sampel telah diaudit oleh KAP yang berafiliasi dengan KAP Big Four yaitu KAP Osman Bing Satrio & Eny, KAP Tanudiredja, Wibisana & Rekan, KAP Purwantono, Suherman & Surja, KAP Sidharta dan Widjaja. Variabel Time dihitung dengan menggunakan variabel dummy untuk pasar dalam periode hot dan periode cold. Nilai minimum sebesar 0 untuk kategori periode cold dan nilai maksimum variabel time sebesar 1 untuk periode hot. Berdasarkan hasil statistik deskripif dari seluruh perusahaan sampel diperoleh rata – rata emiten 86 melakukan IPO pada saat hot period sebesar 0,6019 yang berarti rata – rata emiten yang melakukan IPO pada saat periode hot 60,19% dibanding dengan emiten yang melakukan IPO pada saat cold period. Semakin tinggi nilai ROA maka semakin baik karena menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari semua aktiva yang dimiliki, begitu juga sebaliknya apabila ROA semakin rendah maka perusahaan tidak berhasil menggunakan aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan laba. Informasi ROA ini diharapkan oleh emiten dalam pertimbangan keputusan investasi oleh investor. Berdasarkan hasil statistik deskripif dari seluruh perusahaan sampel diperoleh bahwa nilai ROA terendah dengan nilai 0,01 berada pada saham PT. Nirvana Development Tbk dan nilai tertinggi di 51,10 berada pada saham PT. Toba Bara Sejahtera Tbk . Rasio profitabilitas ROE menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba pada laporan keuangan terakhir sebelum melakukan IPO. Informasi ROE ini diharapkan oleh emiten dalam pertimbangan keputusan investasi oleh investor. Berdasarkan hasil statistik deskripif dari seluruh perusahaan sampel diperoleh bahwa nilai ROE terendah dengan nilai 0,01 berada pada saham PT. Nirvana Development Tbk. dan nilai tertinggi di 194,75 berada pada saham PT. Toba Bara Sejahtera. 87 Debt to equity ratio (DER) sebaiknya besarnya hutang tidak boleh melebihi modal sendiri, dimana semakin tinggi rasio ini maka akan semakin beresiko. Informasi DER ini diharapkan oleh emiten dalam pertimbangan keputusan investasi oleh investor. Berdasarkan hasil statistik deskripif dari seluruh perusahaan sampel diperoleh bahwa nilai DER terendah dengan nilai 0,03 berada pada saham PT Benakat Petroleum Energy Tbk dan nilai tertinggi di 83,70 berada pada saham Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk. Laba Per Saham atau Earning Per Share (EPS) adalah jumlah laba bersih dibagi dengan jumlah saham yang beredar di perusahaan tersebut. EPS merupakan pos terpenting bagi pemegang saham. Informasi EPS ini diharapkan oleh emiten dalam pertimbangan keputusan investasi oleh investor. Berdasarkan hasil statistik deskripif dari seluruh perusahaan sampel diperoleh bahwa nilai EPS terendah dengan nilai 0 berada pada saham Capitol Nusantara Indonesia Tbk dan Golden Plantation Tbk , sedangkan nilai tertinggi di 2303,00 berada pada saham PT Grand Kartech Tbk. Umur perusahaan termuda terjadi pada PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk yaitu 1 tahun yang terdaftar pada tanggal 7 Oktober 2010 termasuk dalam sektor manufaktur dalam subsektor Food & Beverages. Umur perusahaan tertua terjadi pada PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk yaitu 61 tahun yang terdaftar pada tanggal 11 Februari 2011 termasuk dalam sektor non manufaktur dalam 88 subsektor Transportation. Rata-rata umur perusahaan adalah ± 18 tahun. Ukuran perusahaan (SIZE) dihitung dengan Ln(total asset) yang dimiliki oleh perusahaan. SIZE terendah dimiliki oleh PT. Provident Agro Tbk sebesar 21,76 sedangkan SIZE tertinggi dimiliki oleh PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk sebesar 31,11 Berdasarkan statistik deskriptif, menggambarkan bahwa ratarata tingkat underpricing dari 103 perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2014 adalah sebesar 25,32% dengan standar deviasi 21,66%. Tingkat underpricing terendah terjadi pada PT Golden Plantation Tbk yaitu sebesar 0,35 %. Sedangkan tingkat underpricing tertinggi memiliki nilai di atas 70 % terjadi pada 3 perusahaan diantaranya PT. Multifiling Mitra Indonesia Tbk , PT Bank dinar indonesia Tbk dan PT. Bank Agris Tbk yang memiliki tingkat underpricing tertinggi sebesar 70,00%. Variabel Flipping Activity (FLIP) menunjukan bahwa rata – rata tingkat flipping di BEI sebesar 0,0468 yang berarti rata rata 46,8% perusahaan yang melakukan IPO mengalami Flipping Activity. Perusahaan yang mengalami tingkat flipping activity terendah terjadi pada PT. Batavia Prosperindo International Tbk memiliki proporsi sebesaar 0. Sedangkan, Perusahaan yang 89 mengalami tingkat flipping activity tertinggi terjadi pada PT. Minna Padi Tbk memiliki proporsi sebesar 1,08 Variabel Abnormal return (AR) menunjukkan bahwa rata – rata return saham jangka panjang semua perusahaan sampel sebesar 0,134 yang berarti rata – rata return saham jangka panjang seluruh perusahaan sampel mengalami kenaikan sebesar 13,05% selama 1 tahun setelah IPO. Penurunan return saham jangka panjang terendah terjadi pada PT Intan Baruprana Finance Tbk sebesar - 0,09%, sedangkan tingkat return saham jangka panjang tertinggi terjadi pada PT Impack Pratama Industri tbk Tbk sebesar 0,92%. b. Uji t- Satu Sampel (One Sample Test) 1) Uji t- Satu Sampel (underpricing) Tabel 4.2 Uji t- satu sampel initial return One-Sample Test Test Value = 21,274 95% Confidence Interval of Mean T Y1 11,867 Df 122 Sig. (2-tailed) ,000 Difference 25,32214 the Difference Lower 21,0896 Upper 29,5547 Sumber : data diolah SPSS Pada tabel tersebut menggambarkan nilai t-hitung dengan derajat kebebasan n - 1 = 123 - 1 = 122 adalah 11,867 > t-tabel 90 (1,97976) dan nilai p-values untuk two-tailed = 0,000 ; karena pada penelitian ini dilakukan uji hipotesis satu sisi (one tailed test) Ha : μ < 0, maka nilai p-values harus dibagi dua (0,000 : 2) = 0,000 untuk uji satu sisi ini lebih kecil dari α = 0,05 maka Ho : μ ≤ 0 ditolak sehingga Ha diterima, dimana telah terjadi underpricing pada penawaran umum perdana (IPO) berdasarkan harga penawaran terhadap harga penutupan di Bursa Efek Indonesia periode 2010 2014 dengan rata-rata tingkat underpricing diperoleh sebesar 25,32%. Keterbatasan informasi mengenai perusahaan IPO dapat menjadi pemicu terjadinya underpricing. Informasi tentang perusahaan yang melakukan IPO yang terbatas menyulitkan investor untuk menilai tingkat keuntungan dan risiko yang sebenarnya dari saham IPO (Sulistio, 2005:90). Fenomena underpricing yang terjadi pada penawaran umum saham perdana (IPO) dalam penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Martani (2005), Yulianti (2011), Fazri (2011), Badriah (2013) bahwa telah terjadi selisih antara harga saham pada hari pertama penutupan (closing price) dengan harga penawaran perdana (offering price) yang menyebabkan terjadinya undepricing. 91 2) Uji t- Satu Sampel (flipping activity) Tabel 4.3 Uji t- satu sampel flipping activity One-Sample Test Test Value = 0,04694 95% Confidence Interval of Mean T Y2 4,304 Df Sig. (2-tailed) 122 ,000 Difference ,04683 the Difference Lower ,0252 Upper ,0684 Sumber : data diolah SPSS Pada tabel tersebut menggambarkan nilai t-hitung dengan derajat kebebasan n - 1 = 123 - 1 = 122 adalah 4,304 > t-tabel (1,97976) dan nilai p-values untuk two-tailed = 0,000 ; karena pada penelitian ini dilakukan uji hipotesis satu sisi (one tailed test) Ha : μ < 0, maka nilai p-values harus dibagi dua (0,000 : 2) = 0,000 untuk uji satu sisi ini lebih kecil dari α = 0,05 maka Ho : μ ≤ 0 ditolak sehingga Ha diterima, dimana telah terjadi flipping activity pada penawaran umum perdana (IPO) berdasarkan harga penawaran terhadap harga penutupan di Bursa Efek Indonesia periode 2010 2014 dengan rata-rata tingkat flipping activity diperoleh sebesar 4,68%. Fenomena flipping activity yang terjadi pada penawaran umum saham perdana (IPO) dalam penelitian ini menggambarkan 92 bahwa terjadi aktivitas ambil hasil untung dengan menjual saham IPO dengan memanfaatkan tingkat underpricing. 3) Uji t- Satu Sampel (underperformance) Tabel 4.4 Uji t- satu sampel Underperformance One-Sample Test Test Value = 0,0134824 95% Confidence Interval of Mean T Y3 1,353 Df Sig. (2-tailed) 122 ,179 Difference ,01338 the Difference Lower -,0062 Upper ,0330 Sumber : data diolah SPSS Pada tabel tersebut menggambarkan nilai t-hitung dengan derajat kebebasan n - 1 = 123 - 1 = 122 adalah 1,353 < t-tabel (1,97976) dan nilai p-values untuk two-tailed = 0,000 ; karena pada penelitian ini dilakukan uji hipotesis satu sisi (one tailed test) Ha : μ < 0, maka nilai p-values harus dibagi dua (0,179 : 2) = 0,0895 untuk uji satu sisi ini lebih besar dari α = 0,05 maka Ho : μ ≤ 0 diterima sehingga Ha ditolak, dimana tidak terjadi underperformance pada penawaran umum perdana (IPO) berdasarkan harga penawaran terhadap harga penutupan di Bursa Efek Indonesia periode 2010 2014 dengan rata-rata tingkat underperformance diperoleh sebesar 1,33%. 93 Dari hasil tersebut secara statistik tidak terjadi fenomena underperformance pada penawaran umum saham perdana (IPO) dalam penelitian ini, hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang menyebutkan bahwa saham yang mengalami underpricing akan mengalami kinerja jangka panjang saham IPO yang menurun. c. Uji Asumsi Klasik 1) Uji Normalitas Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel dependen, variabel independen atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal. Untuk mengetahui model regresi variabel dependen, variabel independen atau keduanya berdistribusi normal atau tidak. 94 Gambar 4.1 Uji Normalitas Persamaan Y1 (Underpricing) Probability Plot of RESI 1 Probability Plot of RESI1 Normal 99,9 Mean StDev N KS P-Value 99 95 90 -5,53258E-14 18,98 103 0,081 0,097 Percent 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0,1 -50 -25 0 RESI1 25 50 75 Sumber : data diolah dengan Minitab16 H0 : residual menyebar normal H1 : residual tidak menyebar normal Gambar 4.1 di atas menunjukkan bahwa titik-titik tersebar di sekitar garis diagonal, serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Maka dapat dikatakan bahwa model regresi dalam penelitian ini memenuhi asumsi normalitas, yang berarti bahwa data terdistribusi normal. Nilai prob(0.097)>alpha 5% maka terima H0 artinya asumsi residual menyebar normal terpenuhi. 95 Gambar 4.2 Uji Normalitas Persamaan Y1 (Flipping Activity) Probability Plot of RESI 1 Probability Plot of RESI1 Normal 99,9 Mean StDev N KS P-Value 99 95 90 -4,14447E-16 0,1224 103 0,064 >0,150 Percent 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0,1 -0,50 -0,25 0,00 RESI1 0,25 0,50 Sumber : data diolah dengan Minitab16 H0 : residual menyebar normal H1 : residual tidak menyebar normal Gambar 4.2 di atas menunjukkan bahwa titik-titik tersebar di sekitar garis diagonal, serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Maka dapat dikatakan bahwa model regresi dalam penelitian ini memenuhi asumsi normalitas, yang berarti bahwa data terdistribusi normal. Nilai prob (0.150) > alpha 5% maka terima H0 artinya asumsi residual menyebar normal terpenuhi. 96 Gambar 4.3 Uji Normalitas Persamaan Y1 (Underperformance) Probability Plot of RESI 4 Probability Plot of RESI4 Normal 99,9 Mean StDev N KS P-Value 99 Percent 95 90 -2,66454E-15 0,2998 103 0,086 0,063 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0,1 -1,0 -0,5 0,0 RESI4 0,5 1,0 Sumber : data diolah dengan Minitab16 H0 : residual menyebar normal H1 : residual tidak menyebar normal Gambar 4.3 di atas menunjukkan bahwa titik-titik tersebar di sekitar garis diagonal, serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Maka dapat dikatakan bahwa model regresi dalam penelitian ini memenuhi asumsi normalitas, yang berarti bahwa data terdistribusi normal. Nilai prob(0.063) > alpha 5% maka terima H0 artinya asumsi residual menyebar normal terpenuhi. 97 2) Uji Multikolinearitas Penelitian dilakukan pengujian terhadap data bahwa data harus terbebas dari gejala multikolonearitas, gejala ini ditunjukan dengan korelasi antar variabel independen. Pengujian dalam uji multikolinearitas dengan melihat nilai VIF (Variance Inflation Factor) harus berada di bawah 10, hal ini akan dijelaskan sebagai berikut : Tabel 4.5 Uji Multikolinearitas Menggunakan Metode OLS S No. u Model VIF (Y1) 1 Initial Return m 2 Flipping Activity S3 Abnormal Return Reputasi Underwriter 1.099 u4 5 Jenis Industri 1.230 m 6 Reputasi Auditor 1.207 b7 Time (hot/cold) 1.120 ROA 3.076 e8 9 ROE 3.164 r10 DER 1.059 11 EPS 1.396 12 Umur Perusahaan 1.125 : 13 Ukuran Perusahaan 1.280 Sumber : data diolah dengan Minitab16 VIF (Y2) 1.301 1.126 1.239 1.275 1.235 3.084 3.177 1.088 1.414 1.126 1.289 VIF (Y3) 1.302 1.049 1.127 1.241 1.280 1.260 3.084 3.179 1.088 1.415 1.127 1.309 Tabel di atas menjelaskan bahwa data yang ada tidak terjadi gejala multikolinearitas antara masing-masing variabel independen yaitu dengan melihat nilai VIF. Nilai VIF yang diperbolehkan hanya mencapai 10 maka data di atas dapat 98 dipastikan tidak terjadi gejala multikolinearitas. Karena data di atas menunjukan bahwa nilai VIF lebih kecil dari 10, keadaan seperti itu membuktikan tidak terjadinya multikolinearitas. 3) Uji Autokorelasi Autokorelasi digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi.Untuk mendeteksi autokorelasi dalam penelitian ini maka digunakan uji Durbin Watson (DW). Tabel 4.6 Nilai Durbin Watson dengan Metode OLS dan GLS Metode OLS Metode GLS Persamaan Nilai Durbin Watson Y1 2.21469 2.21125 Y2 2.04846 2.05232 Y3 2.15078 2.14273 Sumber : Data diolah dengan Minitab16 Dari tabel diatas dapat dilihat nilai Durbin Watson dari model OLS dan GLS sama – sama mendekati nilai angka 2, 99 maka dapat disimpulkan dari ke-tiga persamaan tersebut tidak terjadi autokorelasi. 4) Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Dimana data yang baik adalah data yang homoskedastisitas yaitu yang memiliki kesamaan varians dalam fungsi regresi. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan uji white. Tabel 4.7 Uji White Persamaan Y1 (Underpricing) Heteroskedasticity Test: White F-statistic Scaled explained SS 2.618074 22.50755 Prob. F(10,92) Prob. Chi-Square(10) 0.0076 0.0127 Sumber : data diolah dengan Eviews Dari hasil uji white terlihat bahwa nilai Scaled explained SS sebesar 22,50755 dengan nilai probabilitasnya sebesar 0,0127 ≤ 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terjadi heteroskedastisitas dalam penelitian ini. 100 Tabel 4.8 Uji White Persamaan Y2 (Flipping Activity) Heteroskedasticity Test: White F-statistic Scaled explained SS 1.583691 2378.350 Prob. F(73.,29) Prob. Chi-Square(73) 0.0843 0.0000 Sumber : data diolah dengan Eviews Dari hasil uji white terlihat bahwa nilai Scaled explained SS sebesar 2378,350 dengan nilai probabilitasnya sebesar 0,000 ≤ 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terjadi heteroskedastisitas dalam penelitian ini. Tabel 4.9 Uji White Persamaan Y3 (Underperformance) Heteroskedasticity Test: White F-statistic Scaled explained SS 2.457171 2035.037 Prob. F(86,16) Prob. Chi-Square(86) 0.0227 0.0000 Sumber : data diolah dengan Eviews Dari hasil uji white terlihat bahwa nilai Scaled explained SS sebesar 2035,037 dengan nilai probabilitasnya sebesar 0,000 ≤ 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terjadi heteroskedastisitas dalam penelitian ini. 101 Karena dari tiga persamaan tersebut dilihat dari uji white mengandung heteroskedastisitas maka untuk mendapatkan model terbaik menggunakan model Generalized Least Square (GLS) d. Pengujian Hipotesis 1) Uji t (Parsial) Model Generalized Least Square Uji parsial digunakan untuk mengetahui besarnya masingmasing pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah reputasi underwriter (RU), jenis industri (JI), Reputasi Auditor (AU), Time (hot/cold), return on asset (ROA), return on equity (ROE), debt to equity ratio (DER), Earning Per Shared (EPS), umur perusahaan (AGE), dan ukuran perusahaan (SIZE) terhadap variabel dependen yaitu Underpricing, Flipping Activity, dan Underperformance. 102 Tabel 4.10 Uji t (Parsial) Variabel Underpricing Sumber : Data diolah menggunakan minitab16 Dari tabel 4.10 dapat diketahui bahwa tidak semua variabel independen yang diteliti berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Berikut analisis dari masing-masing uji variabel independen terhadap variabel bebas : a) Pengaruh RU terhadap Underpricing Variabel reputasi underwriter memiliki nilai signifikansi 0,000 < 0,05; maka Ho : β1 = 0 ditolak dan menerima Ha : β1 ≠ 0. Artinya RU secara parsial 103 berpengaruh signifikan dengan arah negatif terhadap initial return. Hasil pengujian secara parsial, diketahui variabel Reputasi underwriter (UND) memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap underpricing. Artinya, bahwa semakin tinggi reputasi underwriter yang digunakan oleh perusahaan maka tingkat underpricing akan semakin rendah, dan sebaliknya. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kristiantari (2013:803) bahwa underwriter memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap underpricing. Menurutnya, underwriter yang bereputasi tinggi lebih berani memberikan harga yang tinggi sebagai konsekuensi dari kualitas penjaminannya, sehingga tingkat underpricing rendah Dalam menghadapi IPO, calon investor cenderung melihat terlebih dahulu pihak yang menjadi underwriter karena menurut investor, underwriter dianggap memiliki informasi yang lebih lengkap tentang kondisi emiten. Begitu pula jika dibandingkan dengan emiten, underwriter dianggap memiliki informasi yang lebih lengkap tentang pasar. 104 b) Pengaruh JI terhadap Underpricing Variabel jenis industri memiliki nilai signifikansi 0,002 < 0,05; maka Ho : β1 = 0 ditolak dan menerima Ha : β1 ≠ 0. Artinya JI secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah negatif terhadap initial return. Dengan kata lain terdapat perbedaan pengaruh industri manufaktur dan nonmanufaktur terhadap underpricing . Arah koefisien negatif menandakan bahwa hubungan variabel jenis industri dengan underpricing tidak searah. Menurut Lowry dan Schwert (2002), penumpukan pendaftaran bagi banyak IPO dengan kesamaan dalam jenis industri dalam satu periode akan menyebabkan korelasi berantai terhadap initial return. Selain itu, initial return yang tinggi akan menyampaikan informasi yang menguntungkan tentang valuasi pasar. Informasi informasi positif yang muncul di pasar akan memicu lebih banyak perusahaan sejenis untuk melakukan IPO. Hal ini dapat berpengaruh tingkat underpricing. c) Pengaruh Reputasi Auditor terhadap Underpricing Variabel Reputasi Auditor memiliki nilai signifikansi 0,000 < 0,05; maka Ho : β1 = 0 ditolak dan menerima Ha : 105 β1 ≠ 0. Artinya Reputasi Auditor secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah negatif terhadap initial return. Hal ini sesuai dengan hipotesa pada penelitian ini, dimana semakin baik reputasi auditor yang digunakan emiten maka akan menurunkan tingkat underpricing atau initial return begitupun sebaliknya. Auditor mempunyai peranan penting dalam proses penawaran saham perdana (IPO), karena auditor memiliki peranan dalam melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan perusahaan apakah telah sesuai dengan prinsip akuntansi dan ketentuan Bapepam serta memberikan pendapat atas kewajaran dari laporan keuangan perusahaan. Emiten yang menggunakan auditor yang memiliki reputasi baik dapat mengurangi kesenjangan informasi sehingga dapat mengurangi adanya ketidakpastian yang tidak diungkapkan oleh informasi yang tertera di prospektus. Sehingga semakin kecil ketidakpastian mengenai nilai perusahaan di masa mendatang maka tingkat underpricing akan semakin kecil. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Beatty (1989) yang menemukan bahwa variabel reputasi auditor memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat 106 underpricing atau tingkat initial return. Hasil yang sama juga ditemukan pada penelitian di Indonesia dimana Desalfianti (2010) menemukan bahwa terdapat hubungan negatif signifikan antara reputasi auditor dengan tingkat underpricing atau tingkat initial return. d) Pengaruh Time (hot/cold) Terhadap Underpricing Variabel Time (hot/cold) memiliki nilai signifikansi 0,020 < 0,05; maka Ho : β1 = 0 ditolak dan menerima Ha : β1 ≠ 0. Artinya Time (hot/cold) secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap initial return. Hal ini berarti terdapat perbedaan tingkat underpricing pada saat pasar hot atau pasar cold. Arah koefisien yang positif menunjukan kenaikan yang searah. Dimana pada pasar hot tingkat underpricing lebih tinggi pada pasar cold. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang menyebutkan bahwa rata-rata tingkat underpricing pada sahat pasar hot lebih tinggi dari pasar cold. Brownhilder (2013) menyatakan bahwa pasar IPO panas ditandai dengan sangat tinggi initial return dan variabilitas yang sangat tinggi dari initial return (ada korelasi positif yang kuat antara mean dan volatilitas return awal dari waktu ke waktu). Referensi menegaskan bahwa 107 pasar IPO panas ditandai oleh volume yang sangat tinggi saat offering, underpricing yang tinggi , sering oversubscription saat offering. Sebaliknya, IPO pasar dingin memiliki underpricing yang rendah dan penerbitan lebih rendah, lebih sedikit contoh kelebihan permintaan, dan penawaran yang lebih besar. Cold market biasanya dipicu oleh kualitas perusahaan IPO yang kurang baik dan tawaran diterima dengan harga rendah dan sektor bisnis perushaan hanya sedikit yang bersedia untuk go public e) Pengaruh ROA terhadap Underpricing Variabel ROA memiliki nilai signifikansi 0,526 > 0,05; maka Ho : β1 = 0 diterima dan menolak Ha : β1 ≠ 0. Artinya ROA secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap initial return. Tidak berpengaruhnya ROA (profitabilitas perusahaan) pada underpricing dapat diakibatkan oleh ketidakpercayaan investor atas informasi keuangan yang disajikan oleh emiten.Temuan ini tidak konsisten dengan Kim et al. (1993) dan Gerianta (2008) yang telah membuktikan bahwa profitabilitas perusahaan berpengaruh signifikan (negatif) pada underpricing. Rini (2010) dalam Kristiantari (2012) melakukan penelitian atas perusahaan yang melakukan IPO pada tahun 108 1995 sampai dengan tahun 2007 menemukan bahwa perusahaan yang melakukan IPO di BEI melakukan manajemen laba sebelum IPO (dua tahun dan satu tahun sebelum IPO) dengan pola income maximization (menaikkan laba). Terkait hasil penelitian Rini (2010), maka ROA yang disajikan dalam prospektus adalah ROA yang mengandung unsur manajemen laba. Terjadinya manajemen laba mengakibatkan informasi keuangan yang disajikan oleh perusahaan tidak sesuai dengan fakta yang sesungguhnya. Profitabilitas yang besar sebagaimana yang disajikan dalam prospektus belum tentu dapat menunjukkan kinerja perusahaan tersebut baik. f) Pengaruh ROE terhadap Underpricing Variabel ROE memiliki nilai signifikansi 0,059> 0,05; maka Ho : β1 = 0 diterima dan menolak Ha : β1 ≠ 0. Artinya ROE secara parsial tidak berpengaruh signifikan dengan arah negatif terhadap initial return. Hasil uji parsial menunjukkan bahwa probabilitas signifikansi ROE tidak signifikan. Hal tersebut berarti kenaikan ataupun penurunan ROE tidak berpengaruh terhadap kenaikan ataupun penurunan Underpricing. ROE dalam suatu perusahaan merupakan imbal hasil yang diterima perusahaan tersebut, yang berarti semakin tinggi 109 ROE semakin tinggi tingkat imbal hasil yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut. Akan tetapi para investor tidak melihat ROE perusahaan dalam investasi karena banyak perusahaan yang ROEnya tinggi pada saat sebelum melakukan IPO, tetapi kemudian hari banyak juga perusahaan yang mengalami kerugian. Penelitian ini sejalan dengan Risqi dan Harto (2013) dan Aini (2013) dimana ROE tidak memiliki pengaruh positif terhadap Underpricing. Akan tetapi penelitian ini tidak sejalan dengan Hapsari dan mahfud (2012) dimana nilai ROE memiliki pengaruh negatif terhadap nilai Underpricing. g) Pengaruh DER terhadap Underpricing Variabel DER memiliki nilai signifikansi 0,000 < 0,05; maka Ho : β1 = 0 ditolak dan menerima Ha : β1 ≠ 0. Artinya DER secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap initial return. Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi nilai DER berarti semakin tinggi juga nilai Underpricing pada perusahaan tersebut yang berarti berbanding lurus. Semakin tinggi DER dalam suatu perusahaan berarti semakin tinggi juga perusahaan tersebut dibiayai oleh hutang. Para investor 110 melihat bahwa perusahaan tersebut berarti berani mengambil resiko dengan biaya tersebut tetapi bisa ditutupi dengan hasil yang bagus dari faktor perusahaan lainya seperti dari hasil produksi, jasa dan lainya sehingga perusahaan bisa terus berkembang dan bersaing dengan perusahaan lain. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Wahyusari (2013) dimana DER berpengaruh positif terhadap Underpricing, akan tetapi penilitian ini tidak sejalan dengan penelitian Retnowati (2013) dimana DER tidak berpengaruh positif terhadap Underpricing. h) Pengaruh EPS terhadap Underpricing Variabel EPS memiliki nilai signifikansi 0,000 < 0,05; maka Ho : β1 = 0 ditolak dan menerima Ha : β1 ≠ 0. Artinya EPS secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap initial return. Hal tersebut berarti kenaikan ataupun penurunan EPS berpengaruh terhadap kenaikan ataupun penurunan Underpricing. EPS dalam suatu perusahaan merupakan imbal hasil per saham yang diterima perusahaan tersebut, yang berarti semakin tinggi EPS perusahaan semakin tinggi 111 juga tingkat imbal hasil per saham yang akan diterima oleh para investor. Penilitian ini tidak sejalan dengan penelitian Hapsari dan Mahfud (2012) dimana nilai EPS tidak memiliki pengaruh negatif terhadap nilai Underpricing. Akan tetapi penilitian ini sejalan dengan penilitian Wirawan (2014) dan Retnowati (2013) dimana nilai EPS berpengaruh signifikan ke arah positif terhadap nilai Underpricing. i) Pengaruh AGE terhadap Underpricing Variabel AGE memiliki nilai signifikansi 0,123 > 0,05; maka Ho : β1 = 0 diterima dan menolak Ha : β1 ≠ 0. Artinya AGE secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap initial return. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Kristiantari (2012) bahwa secara parsial AGE tidak berpengaruh signifikan dan memiliki arah negatif terhadap underpricing dimana menjadi bukti bagi para investor, umur perusahaan saja tidak dapat dijadikan patokan dalam melihat kualitas perusahaan. Oleh karena itu investor dalam penelitian ini tidak mempertimbangkan umur perusahaan dalam menilai emiten yang melakukan IPO. Dalam dunia bisnis yang identik dengan persaingan, 112 belum tentu perusahaan yang lebih muda mempunyai kinerja atau prospek yang lebih buruk dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang telah lama berdiri. j) Pengaruh SIZE terhadap Underpricing Variabel SIZE memiliki nilai signifikansi 0,026 < 0,05; maka Ho : β1 = 0 ditolak dan menerima Ha : β1 ≠ 0. Artinya SIZE secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah negatif terhadap initial return. Variabel ukuran perusahan (SIZE) memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap underpricing. Hal ini menunjukan bahwa semakin kecil ukuran perusahaan semakin besar tingkat underpricing perusahaan, dimana ukuran perusahaan menunjukan besarnya sebuah perusahaan dalam melakukan aktivitas perusahaan sehingga mampu bersaing dengan baik dengan perusahaan lain, dari hasil negatif ini berarti para investor melihat perusahaan dengan ukuran perusahaan yang kecil tetapi dapat bersaing dengan perusahaan besar lainya, yang berarti tingkat produktivitas, jasa dan lainya pada perusahaan tersebut memiliki nilai yang bagus meski dengan ukuran perusahaan yang kecil sehingga mempengaruhi nilai underpricing perusahaan tersebut. 113 Penilitian ini sejalan dengan Hasil penelitian dari Kristianti (2013), Retnowati (2013), dan Hapsari dan Mahfud (2012) menunjukan bukti empiris bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap underpricing. Akan tetapi tidak sejalan dengan penilitian Wirawan (2014), Aini (2013) dan Safitri (2013) dimana ukuran perusahaan tidak berpengaruh positif terhadap underpricing. Tabel 4.11 Uji t (Parsial) Variabel Flipping Activity Sumber : Data diolah menggunakan minitab16 114 Dari tabel 4.11 dapat diketahui bahwa tidak semua variabel independen yang diteliti berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (flipping activity). Berikut analisis dari masing-masing uji variabel independen terhadap variabel bebas : a) Pengaruh Reputasi Underwriter terhadap flipping activity Variabel reputasi underwriter memiliki nilai signifikansi 0,029 < 0,05; maka Ho : β1 = 0 ditolak dan menerima Ha : β1 ≠ 0. Artinya RU secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap flipping activity. Reputasi underwriter dinilai berpengaruh signifikan dalam menjelaskan flipping activity. kehadiran underwriter terkemuka menyebabkan investor dalam pasar primer untuk membentuk ekspektasi positif mengenai prospek jangka panjang dari perusahaan penerbit. Dengan demikian, ini harus memperoleh loyalitas pemegang saham yang lebih besar, meningkatkan wawasan investasi lebih lanjut dari aftermarket awal dan mengurangi kejadian flipping activity. Hasil ini bertentangan dengan penelitian yang di lakukan oleh Che-yahya (2014) yang menemukan bahwa 115 peran reputasi underwriter tidak berpengaruh dalam menentukan flipping activity. Namun hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Chong et al. (2009) yang menunjukkan bahwa reputasi underwriter dilihat sebagai sinyal kualitas perusahaan, sehingga memicu permintaan tambahan dan meningkatkan flipping activity. Penjelasan ini tampaknya menjadi relevan karena permintaan investor ditemukan berhubungan positif dan signifikan terhadap flipping activity, menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat permintaan IPO maka semakin tinggi kecenderungan untuk pemegang saham baru untuk melepaskan saham mereka dialokasikan untuk kesempatan untuk membuat modal cepat keuntungan di aftermarket langsung. b) Pengaruh Jenis Industri terhadap flipping activity Variabel jenis industri memiliki nilai signifikansi 0,000 < 0,05; maka Ho : β1 = 0 ditolak dan menerima Ha : β1 ≠ 0. Artinya JI secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap flipping activity. Artinya perbedaan jenis industri suatu perusahaan berpengaruh signifikan terhadap tingkat flipping activity. Hal ini disebabkan karena investor memperhatikan jenis industri suatu perusahaan ketika melakukan investasi pada 116 perusahaan go public. Hal ini berkaitan dengan underpricing, dimana dalam penelitian ini variabel jenis industri di nilai mempengaruhi tingkat underpricing, maka dari itu variabel jenis industri juga dinilai mempengaruhi tingkat flipping activity. Dimana flipping activity ini adalah kegiatan investor dalam menjual saham IPO dalam rangka untuk mengambil keuntungan dari underpricing awal (Arosio et al, 2001). Hasil ini bertentangan dengan penelitian yang di lakukan oleh Che-yahya (2014) yang menemukan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara sektor perusahaan dengan flipping activity. c) Pengaruh Reputasi Auditor terhadap flipping activity Variabel Reputasi Auditor memiliki nilai signifikansi 0,000 < 0,05; maka Ho : β1 = 0 ditolak dan menerima Ha : β1 ≠ 0. Artinya Reputasi Auditor secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap flipping activity. Artinya reputasi auditor suatu perusahaan saat melakukan IPO berpengaruh signifikan terhadap tingkat flipping activity. Hal ini disebabkan karena investor memperhatikan auditor suatu perusahaan ketika melakukan investasi pada perusahaan go public. Auditor yang berputasi 117 tinggi dinilai dapat memberikan informasi secara akurat dalam laporan keuangan. Hal ini berkaitan juga dengan tingkat underpricing, dimana dalam penelitian ini variabel reputasi auditor di nilai mempengaruhi tingkat underpricing, maka dari itu variabel reputasi auditor juga dinilai mempengaruhi tingkat flipping activity. Dimana flipping activity ini adalah kegiatan investor dalam menjual saham IPO dalam rangka untuk mengambil keuntungan dari underpricing awal (Arosio et al, 2001). d) Pengaruh Time (hot/cold) terhadap flipping activity Variabel Time (hot/cold) memiliki nilai signifikansi 0,000 < 0,05; maka Ho : β1 = 0 ditolak dan menerima Ha : β1 ≠ 0. Artinya Time (hot/cold) secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap flipping activity. Artinya periode waktu pasar hot/cold berpengaruh signifikan terhadap tingkat flipping activity. Dapat disimpulkan bahwa pasar IPO mengalami flipping activity yang aktif pada IPO pasar hot untuk membantu dalam memprediksi aktivitas perdagangan berikutnya. Tingginya flipping activity pada IPO akan membantu penjamin emisi untuk menstabilkan harga IPO, 118 Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Aggarwal (2003) menunjukkan bahwa flipping activity terjadi sebagian besar dalam IPO pasar hot. Selain itu, ditemukan bahwa volume perdagangan yang rendah terdapat di IPO pasar very cold dari rata-rata flipping activity 60,13% ke 116,82% yang dilaporkan dalam IPO pasar hot. Oleh karena itu, dimensi flipping activity lebih sering terjadi dalam IPO pasar hot. Namun, hasil ini bertentangan dengan percobaan dari Krigman et al. (1999), yang dianggap sebagai IPO US 1988-1995 dan menunjukkan bahwa flipping activity terjadi lebih tinggi di frekuensi dalam IPO dingin dibandingkan dengan IPO panas, bersama-sama dengan 45% dan 22% dari perdagangan awal volume masing-masing. e) Pengaruh ROA terhadap flipping activity Variabel ROA memiliki nilai signifikansi 0,328 > 0,05; maka Ho : β1 = 0 diterima dan menolak Ha : β1 ≠ 0. Artinya ROA secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap flipping activity. Artinya tinggi rendanhnya nilai ROA suatu perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat flipping activity. Hal ini disebabkan karena investor tidak 119 memperhatikan kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba dengan menggunakan asetnya ketika melaukan investasi pada perusahaan go public, karena investor cenderung hanya ingin mengambil keuntungan dari tingkat underpricing perusahaan tersebut. Dimana flipping activity ini adalah kegiatan investor dalam menjual saham IPO dalam rangka untuk mengambil keuntungan dari underpricing awal (Arosio et al, 2001). f) Pengaruh ROE terhadap flipping activity Variabel ROE memiliki nilai signifikansi 0,044> 0,05; maka Ho : β1 = 0 ditolak dan menerima Ha : β1 ≠ 0. Artinya ROE secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah negatif terhadap flipping activity. Artinya tinggi rendanhnya nilai ROE suatu perusahaan berpengaruh signifikan terhadap tingkat flipping activity. Hal ini disebabkan karena investor memperhatikan nilai ROE suatu perusahaan ketika melakukan investasi pada perusahaan go public. Hal ini berkaitan dengan underpricing, dimana dalam penelitian ini variabel ROE di nilai mempengaruhi tingkat underpricing, maka dari itu variabel ROE juga dinilai mempengaruhi tingkat flipping activity. Dimana flipping activity ini adalah kegiatan investor dalam menjual saham IPO dalam rangka untuk 120 mengambil keuntungan dari underpricing awal (Arosio et al, 2001). Flipping dinilai memberikan likuiditas aftermarket, yang dapat menurunkan biaya perdagangan dan menurunkan biaya perusahaan penerbit untuk modal ( Booth dan Chua, 1986 ). g) Pengaruh DER terhadap flipping activity Variabel DER memiliki nilai signifikansi 0,012 < 0,05; maka Ho : β1 = 0 ditolak dan menerima Ha : β1 ≠ 0. Artinya DER secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah negatif terhadap flipping activity. Artinya tinggi rendanhnya nilai DER suatu perusahaan berpengaruh signifikan terhadap tingkat flipping activity. Hal ini disebabkan karena investor memperhatikan nilai DER suatu perusahaan ketika melakukan investasi pada perusahaan go public. Hal ini berkaitan dengan underpricing, dimana dalam penelitian ini variabel DER di nilai mempengaruhi tingkat underpricing, maka dari itu variabel DER juga dinilai mempengaruhi tingkat flipping activity. Dimana flipping activity ini adalah kegiatan investor dalam menjual saham IPO dalam rangka untuk 121 mengambil keuntungan dari underpricing awal (Arosio et al, 2001). h) Pengaruh EPS terhadap flipping activity Variabel EPS memiliki nilai signifikansi 0,023 < 0,05; maka Ho : β1 = 0 ditolak dan menerima Ha : β1 ≠ 0. Artinya EPS secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah negatif terhadap flipping activity. Artinya tinggi rendahnya nilai EPS suatu perusahaan berpengaruh signifikan terhadap tingkat flipping activity. Hal ini disebabkan karena investor memperhatikan nilai EPS suatu perusahaan ketika melakukan investasi pada perusahaan go public. Hal ini berkaitan dengan underpricing, dimana dalam penelitian ini variabel EPS di nilai mempengaruhi tingkat underpricing, maka dari itu variabel EPS juga dinilai mempengaruhi tingkat flipping activity. Dimana flipping activity ini adalah kegiatan investor dalam menjual saham IPO dalam rangka untuk mengambil keuntungan dari underpricing awal (Arosio et al, 2001) i) Pengaruh AGE terhadap flipping activity Variabel AGE memiliki nilai signifikansi 0,009 < 0,05; maka Ho : β1 = 0 ditolak dan menerima Ha : β1 ≠ 0. 122 Artinya AGE secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap flipping activity. Artinya lama tidaknya umur suatu perusahaan berpengaruh signifikan terhadap tingkat flipping activity. Hal ini disebabkan karena investor memperhatikan umur perusahaan ketika perusahaan melakukan investasi pada perusahaan go public. Hal ini berkaitan dengan underpricing, dimana dalam penelitian ini variabel AGE di nilai mempengaruhi tingkat underpricing, maka dari itu variabel AGE juga dinilai mempengaruhi tingkat flipping activity. Dimana flipping activity ini adalah kegiatan investor dalam menjual saham IPO dalam rangka untuk mengambil keuntungan dari underpricing awal (Arosio et al, 2001). Hasil ini bertentangan dengan penelitian yang di lakukan oleh Che-yahya (2014) yang menemukan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara umur perusahaan dengan flipping activity. j) Pengaruh SIZE terhadap flipping activity Variabel SIZE memiliki nilai signifikansi 0,000 < 0,05; maka Ho : β1 = 0 ditolak dan menerima Ha : β1 ≠ 0. 123 Artinya SIZE secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah negatif terhadap flipping activity. Artinya besar rendahnya ukuran suatu perusahaan berpengaruh signifikan terhadap tingkat flipping activity. Hal ini disebabkan karena investor memperhatikan ukuran suatu perusahaan perusahaan go ketika public. melakukan Hal ini investasi berkaitan pada dengan underpricing, dimana dalam penelitian ini variabel SIZE di nilai mempengaruhi tingkat underpricing, maka dari itu variabel SIZE juga dinilai mempengaruhi tingkat flipping activity. Dimana flipping activity ini adalah kegiatan investor dalam menjual saham IPO dalam rangka untuk mengambil keuntungan dari underpricing awal (Arosio et al, 2001). Temuan ini konsisten dengan hasil Islam dan Munira (2004), yang melaporkan bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh negatif yang signifikan pada IPO flipping. Itu hubungan negatif yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa Malaysia investor tertarik untuk berpartisipasi dalam IPO di pasar sekunder, kemungkinan karena mereka terus berharap hasil positif dari penerbitan IPO. Hubungan negatif harus, karena itu, merupakan hasil supply dari IPO yang dikeluarkan, yaitu, 124 mengingat sejumlah konstan saham yang diperdagangkan, yang lebih besar (lebih kecil) jumlah saham yang diterbitkan, dan lebih kecil (lebih besar) yang dihasilkan tersebut proporsi volume perdagangan terhadap total saham yang diterbitkan. k) Pengaruh Underpricing terhadap flipping activity Variabel Underpricing memiliki nilai signifikansi 0,073 > 0,05; maka Ho : β1 = 0 diterima dan menolak Ha : β1 ≠ 0. Artinya Underpricing secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap flipping activity. Artinya tinggi rendahnya tingkat underpricing suatu perusahaan tidak berpengaruh terhadap tingkat flipping activity saham IPO. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Che-Yahya dkk (2014) dimana dalam penelitiannya menemukan hubungan yang positif signifikan antara flipping activity terhadap initial return. Begitupun dengan penelitian abdul rahim et al (2013) berdasarkan pada kedua underpricing menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap flipping activity pada tingkat 1%. Koefisien positif dari initial return menunjukkan bahwa lebih dihargai. Mengaitkannya dengan kegiatan flipping, hasil ini menunjukkan bahwa saat IPO lebih signifikan underpriced, “flipper” memiliki lebih banyak alasan untuk 125 melikuidasi saham mereka pada kesempatan pertama yang tersedia. Hasil ini tidak sesuai dengan fakta bahwa semakin tinggi return awal, semakin besar kecenderungan bagi investor tangan pertama untuk menjual saham mereka di aftermarket untuk mencoba membuat pengembalian yang instan. Mengaitkannya dengan kegiatan flipping, hasil ini menunjukkan bahwa saat IPO tingkat underpricing berpengaruh signifikan terhadap kegiatan flipping, dan “flipper” memiliki lebih banyak alasan untuk melikuidasi saham mereka pada kesempatan pertama yang tersedia. 126 Tabel 4.12 Uji t (Parsial) Variabel Underperformance Sumber : Data diolah menggunakan minitab16 Dari tabel 4.12 dapat diketahui bahwa tidak semua variabel independen yang diteliti berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (Undeperformance). Berikut analisis dari masing-masing uji variabel independen terhadap variabel bebas : 127 a) Pengaruh Reputasi Underwriter terhadap kinerja saham jangka panjang Variabel reputasi underwriter memiliki nilai signifikansi 0,000 < 0,05; maka Ho : β1 = 0 ditolak dan menerima Ha : β1 ≠ 0. Artinya RU secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap Undeperformance. Hal ini berarti semakin tinggi reputasi underwriter yang digunakan maka akan semakin baik kinerja saham perdana jangka panjangnya. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sanora (2013:1074) bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dan positif antara reputasi underwriter dengan return saham jangka panjang, Hal ini dikarenakan underwriter memegang peranan penting dalam penentuan harga saham pada saat penjaminan emisi serta bertanggungjawab terhadap berhasil atau tidaknya penawaran saham. Apabila emiten menggunakan underwriter yang berkualitas tinggi, maka para investor akan merespon positif informasi tersebut. b) Pengaruh Jenis Industri terhadap kinerja saham jangka panjang Variabel jenis industri memiliki nilai signifikansi 0,000 < 0,05; maka Ho : β1 = 0 ditolak dan menerima Ha : 128 β1 ≠ 0. Artinya JI secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap Undeperformance. Dengan kata lain terdapat perbedaan pengaruh industri manufaktur dan nonmanufaktur terhadap tingkat underperformance saham yang melakukan IPO . Arah koefisien positif menandakan bahwa hubungan variabel jenis industri dengan underperformance searah. Menurut Bravo (1998) fenomena underperformance hampir terjadi pada seluruh jenis indutri kecuali pada industri finansial dan restoran. Menurut Miller (2000) pengaruh industri keuangan terhadap underperformance dapat dijelaskan dengan pendekatan teori divergence of opinion dimana hanya terdapat sedikit perbedaan pendapat antar investor terhadap perusahaan industri keuangan karena perusahaan industri keuangan mempunyai regulasi yang paling ketat dibandingkan industri lain dalam menjalankan bisnisnya, sehingga industri keuangan lebih cenderung mempunyai underperformance yang kecil. 129 c) Pengaruh Reputasi Auditor terhadap kinerja saham jangka panjang Variabel Reputasi Auditor memiliki nilai signifikansi 0,000 < 0,05; maka Ho : β1 = 0 ditolak dan menerima Ha : β1 ≠ 0. Artinya Reputasi Auditor secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap Undeperformance. Artinya reputasi auditor berpengaruh terhadap kinerja saham jangka panjang saham IPO. Arah koefisien yang positif menunjukan bahwa semakin baik reputasi auditor yang digunakan emiten maka akan semakin baik kinerja saham jangka panjangnya. Hal ini disebabkan auditor yang bereputasi baik diangkap memberikan kualitas audit yang tinggi sehingga informasi yang diberikan auditor bereputasi tinggi di anggap akurat oleh investor dan hal ini dinilai dapat menghindakan investor dari ketidakpastian dimasa mendatang. Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kristiantari (2013:803) bahwa reputasi auditor tidak berpengaruh signifikan dan negatif terhadap underprice hal ini disebabkan karena mulai tahun 2002, banyak emiten yang menggunakan jasa KAP non big 4. 130 d) Pengaruh Time (hot/cold) terhadap kinerja saham jangka panjang Variabel Time (hot/cold) memiliki nilai signifikansi 0,000 < 0,05; maka Ho : β1 = 0 ditolak dan menerima Ha : β1 ≠ 0. Artinya Time (hot/cold) secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap variabel Undeperformance. Hal ini berarti terdapat pengaruh kondisi pasar saat hot atau cold terhadap tingkat underperformance. Hal ini berkaitan dengan pasar hot/cold berpengaruh terhadap tingkat underpricing. Dimana tingkat underpricing yang tinggi biasanya diikuti dengan kinerja saham yang buruk (underperformance) di periode selanjutnya. Penelitian ini sesuai dengan penelitian (Jaskiewicz,et al ,2005) melakukan penelitian kondisi pasar hot market menghasilkan koefisien underperformance. korelasi Sedangkan positif tidak terhadap sesuai dengan penelitian Sahoo dan Rajib (2010) melakukan penelitian hot maket menghasilkan koefisien korelasi negatif terhadap underperformance. Coacley,et al (2005) melakukan penelitian kondisi pasar (hot market) menghasilkan bahwa perusahaan-perusahaan yang melakukan IPO pada kondisi 131 hot market memiliki kecenderungan untuk lebih underderperformance dibandingkan pada cold market. e) Pengaruh ROA terhadap kinerja saham jangka panjang Variabel ROA memiliki nilai signifikansi 0,003 < 0,05; maka Ho : β1 = 0 ditolak dan menerima Ha : β1 ≠ 0. Artinya ROA secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah negatif terhadap Undeperformance. Return On Asset berpengaruh terhadap Return Saham, hal ini menunjukkan tingkat pengembalian investasi yang telah dilakukan perusahaan dengan menggunakan seluruh aktiva yang dimiliknya mendapatkan keuntungan. Return on Asset (ROA) salah satu teknik analisis keuangan yang bersifat menyeluruh atau komprehensif dengan mengukur efektivitas perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang akan digunakan untuk operasi perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Nilai ROA yang besar dalam penelitian ini, berarti sampel perusahaan yang digunakan mempunyai kinerja yang bagus dalam menghasilkan laba bersih untuk pengembalian total aktiva yang dimiliki. Perusahaan mempunyai ROA yang tinggi maka perusahaan tersebut berpeluang besar dalam meningkatkan pertumbuhan laba, 132 sehingga berpengaruh terhadap harga saham, yaitu harga saham akan naik dan return saham juga akan naik. Naiknya keuntungan pada perusahaan maka diperkirakan perusahaan mempunyai prospek yang baik di masa yang akan datang, sehingga nilai saham menjadi tinggi. Tingginya keuntungan yang dihasilkan perusahaan juga akan menjadikan investor tertarik akan saham, aktiva dan investasi tertentu dari pemilik perusahaan. Banyaknya investor yang berminat untuk berinvestasi maka akan menyebabkan naiknya return saham yang diterima oleh investor. f) Pengaruh ROE terhadap kinerja saham jangka panjang Variabel ROE memiliki nilai signifikansi 0,004 < 0,05; maka Ho : β1 = 0 ditolak dan menerima Ha : β1 ≠ 0. Artinya ROE secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap Undeperformance. Hal ini berarti manajemen perusahaan berhasil meningkatkan nilai perusahaan bagi pemilik perusahaan sesuai dengan tujuan manajemen keuangan memaksimumkan nilai perusahaan. ROE mempunyai fungsi untuk mengukur tingkat keuntungan yang diperoleh para investor atas penanaman modal yang dilakukan dalam 133 perusahaan emiten, ROE yang positif menunjukkan bahwa perusahaan tersebut dapat menghasilkan keuntungan dengan kemampuan modal sendiri yang dapat menguntungkan para pemegang saham. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ratnasari dan Hudiwinarsih (2013:94) bahwa ROE berpengaruh signifikan dan negatif terhadap underprice yang berarti penelitian ini membuktikan teori signalling yang dikemukakan oleh Kim.et.al Hasil pengujian ini sejalan dengan penelitian Chastina Yolana dan Dwi Martani (2005) bahwa variabel Return On Equity (ROE) berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat underpricing. Dari hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa ROE menjadi informasi yang penting bagi investor sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan investasi pada perusahan IPO satu tahun sebelum penawaran saham perdana. g) Pengaruh DER terhadap kinerja saham jangka panjang Variabel DER memiliki nilai signifikansi 0,640 > 0,05; maka Ho : β1 = 0 diterima dan menolak Ha : β1 ≠ 0. Artinya DER secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap Undeperformance. 134 Hal ini menunjukkan bahwa investor dalam berinvestasi guna memperoleh return di pasar sekunder kurang memperhatikan informasi DER yang terdapat dalam prospektus, karena investor memandang besarnya nilai DER sangat dipengaruhi oleh faktor di luar perusahaan selain kinerja manajemen perusahaan. Hasil penelitian ini konsisten dengan beberapa penelitian terdahulu antara lain Purnomo (1998) mengenai variabel DER tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham. h) Pengaruh EPS terhadap kinerja saham jangka panjang Variabel EPS memiliki nilai signifikansi 0,839 > 0,05; maka Ho : β1 = 0 diterima dan menolak Ha : β1 ≠ 0. Artinya EPS secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap Undeperformance. Dalam pengujian parsial menunjukkan bahwa variabel EPS secara individu tidak berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap kinerja saham. Hasil dalam penelitian ini berbeda dengan teori yang menyatakan bahwa EPS memiliki pengaruh positif terhadap AR. Sebagian besar permintaan investor terhadap saham suatu perusahaan didasarkan kepada trend yang berlaku di pasar, sehingga minat investor terhadap saham suatu perusahaan dipengaruhi langsung oleh tingkah laku pasar. Hasil yang 135 ditunjukan dalam penelitian ini mengindikasikan terjadi perubahan trend investor dalam menentukan investasinya, dimana investor lebih menginginkan laba jangka pendek berupa capital gain dari investasinya sehingga tidak terlalu mempertimbangkan EPS. Dengan demikian penelitian ini tidak berhasil membuktikan adanya pengaruh yang signifikan dan positif antara earning per shared (EPS) dengan kinerja saham. Tidak ada hubungan antara Earning Per Shared terhadap Return saham disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain: perbedaan teknis perhitungan, ukuran perusahaan, kondisi pasar uang Indonesia, adanya faktor internal selain fundamental ekonomi, suku bunga deposito, devaluasi, pertumbuhan ekonomi, pengeluaran pemerintah dan jumlah uang beredar, penjualan, pertumbuhan penjualan, biaya, deviden tunai, kondisi sosial, politik, dan ekonomi. i) Pengaruh AGE terhadap kinerja saham jangka panjang Variabel AGE memiliki nilai signifikansi 0,391 > 0,05; maka Ho : β1 = 0 diterima dan menolak Ha : β1 ≠ 0. Artinya AGE secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap Undeperformance. 136 Hal ini menunjukkan bahwa bagi para investor, umur perusahaan tidak dapat dijadikan patokan dalam melihat kualitas perusahaan, sehingga umur perusahaan kurang diperhatikan dalam pengambilan keputusan investasi di pasar modal. Amelia dan Saftiana (2007) juga menemukan bahwa variabel umur perusahaan ternyata tidak berpengaruh secara signifikan. Padahal seharusnya sesuai dengan teori yang dikemukakan sebelumnya bahwa semakin lama perusahaan berdiri mengakibatkan underpricing semakin kecil (kinerja saham baik). Investor tidak memperdulikan umur perusahaan tempatnya melakukan investasi dananya. Baik perusahaan tersebut sudah berdiri sejak lama, memiliki tim manajemen yang lebih berpengalaman, solid dan memiliki informasi yang lebih banyak dalam mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada masa yang akan datang, maupun perusahaan yang belum lama berdiri, yang kurang berpengalaman sehingga manajemen tidak memiliki pengetahuan yang luas dalam mengatasi kemungkinan yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Yang paling menjadi perhatian para investor perusahaan terhadap perusahaan yang melakukan 137 penawaran umum perdana adalah prospek pertumbuhan perusahaan pada masa depan bukan pada umur perusahaan. Tetapi, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ritter (1991) dan Carter et al. (1998) di US yang menunjukkan adanya pengaruh positif signifikan antara ukuran perusahaan terhadap kinerja saham jangka panjang setelah IPO. Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan gambaran pasar terhadap ukuran perusahaan di US, UK, dan Indonesia. Investor di Indonesia tidak memperhatikan lamanya perusahaan berdiri, perusahaan yang sudah terkenal, atau seberapa lama perusahaan mampu bertahan dalam mengambil keputusan pembelian saham perdana. j) Pengaruh SIZE terhadap kinerja saham jangka panjang Variabel SIZE memiliki nilai signifikansi 0,394 > 0,05; maka Ho : β1 = 0 diterima dan menolak Ha : β1 ≠ 0. Artinya AGE secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap Undeperformance. Hasil penelitian ini berarti bahwa variabel ukuran perusahaan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja saham perdana jangka panjang pada keseluruhan perusahaan dan perusahaan yang 138 underperformed. Hasil penelitian ini juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Harlina Meidiaswati (2007) pada perusahaan manufaktur tahun 1991-1993 di Indonesia yang menunjukkan tidak adanya pengaruh ukuran perusahaan terhadap kinerja saham perdana jangka panjang. Investor di pasar modal Indonesia sebagian masih berinvestasi dalam jangka pendek sehingga ukuran perusahaan tidak menjadi tolak ukur dalam mengambil keputusan pembelian sebuah saham perdana. Investor ini juga masih mempertimbangkan indikator fundamental perusahaan dalam keputusan investasinya. k) Pengaruh Underpricing terhadap kinerja saham jangka panjang Variabel Underpricing memiliki nilai signifikansi 0,000 < 0,05; maka Ho : β1 = 0 ditolak dan menerima Ha : β1 ≠ 0. Artinya Underpricing secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap variabel Undeperformance. Underpricing memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap return saham jangka panjang. Artinya ada hubungan antara underprice terhadap return saham jangka panjang, dimana semakin tinggi nilai underpicing maka semakin tinggi pula nilai underperformancenya. Dilihat dari 139 arah koefisien yang bernilai positif hal ini sejalan dengan hipotesis fads berargumen bahwa IPO kemungkinan dihargai secara benar akan tetapi para investor menilai terlalu berlebihan (over reaction) terhadap penerbitan saham baru pada awal perdagangan di pasar sekunder. Hipotesa lain yang mendukung adalah hipotesa impresario (Shiller, 1990) dan Debondt and Thaler (1985), yang menyatakan bahwa saham IPO sengaja di-underprice oleh underwriter untuk menampilkan kesan adanya kelebihan permintaan saham, sehingga diduga investor yang tidak mendapat alokasi saham IPO pada pasar perdana akan mau membelinya dengan harga lebih tinggi pada awal perdagangan di pasar sekunder (Asmalidar, 2011:175). l) Pengaruh Flipping Activity terhadap kinerja saham jangka panjang Variabel Flipping Activity memiliki nilai signifikansi 0,996 > 0,05; maka Ho : β3 = 0 diterima dan menolak Ha : β3 ≠ 0. Artinya Flipping Activity secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap Undeperformance. Artinya aktifitas ambil keuntungan dengan memanfaatkan tingkat underpricing (flipping activity) tidak berpengaruh terhadap kinerja saham jangka panjang 140 perusahaan yang melakukan IPO. Hal ini tidak sesuai dengan anggapan mengalami flipping bahwa activity saham yang perusahaan tinggi yang cenderung mengalami undeperformance. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang di lakukan oleh Bayley (2006) tidak ada kaitan antara pengembalian jangka panjang dengan flipping activity. 2) Uji F (Simultan) Uji simultan digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Dalam penelitian ini yaitu untuk melihat pengaruh variabel reputasi underwriter (RU), jenis industri (JI) , reputasi auditor (AUD), Time (hot/cold), return on asset (ROA), return on equity (ROE), debt to equity ratio (DER), earning per shared (EPS) umur perusahaan (AGE), dan ukuran perusahaan (SIZE) terhadap variabel Undepricing, flipping activity dan Underperformance 141 Tabel 4.1 Uji F ( Simultan) No Persamaan F P 1 Underpricing 231,85 0,000 2 Flipping Activity 144,75 0,000 3 Underperformance 285,78 0,000 Sumber : data diolah Dari hasil uji simultan dapat dilihat bahwa secara bersama sama variabel independen yang terdiri dari reputasi underwriter (RU), jenis industri (JI) , reputasi auditor (AUD), Time (hot/cold), return on asset (ROA), return on equity (ROE), debt to equity ratio (DER), earning per shared (EPS) umur perusahaan (AGE), dan ukuran perusahaan (SIZE), memiliki nilai signifikansi sebesar 0,000 karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa secara bersamasama (simultan) variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen dalam penelitian ini. 3) Koefisien Determinasi (Adjusted R Square) Koefisien determinasi (Adjusted R2) untuk menjelaskan seberapa besar pengaruh variabel dependen yaitu Underpricing, flipping activity, dan Underperformance dapat dijelaskan oleh 142 variabel independen yaitu Reputasi Underwriter (RU), Jenis Industri (JI), Reputasi Auditor (AU), Time(hot/cold), ROA, ROE, DER, EPS, AGE, dan SIZE. Berdasarkan tabel 4.10 diatas menunjukkan besarnya nilai koefisien determinasi (adjusted R2) sebesar 95,8% yang berarti variabel dependen Underpricing dapat dijelaskan oleh variabel independen sebesar 95,8%. Sedangkan sisanya 4,2% dijelaskan variabel-variabel lain di luar penelitian. Hal ini mengindikasikan bahwa emiten maupun investor sangat mempertimbangkan faktor-faktor variabel yang ada di dalam penelitian yaitu variabel reputasi underwriter (RU), jenis industri (JI) , reputasi auditor (AUD), Time (hot/cold), return on asset (ROA), return on equity (ROE), debt to equity ratio (DER), earning per shared (EPS) umur perusahaan (AGE), dan ukuran perusahaan (SIZE). Berdasarkan tabel 4.11 diatas menunjukkan besarnya nilai koefisien determinasi (adjusted R2) sebesar 93,9% yang berarti variabel dependen Flipping Activity dapat dijelaskan oleh variabel independen sebesar 93,9%. Sedangkan sisanya 6,1% dijelaskan variabel-variabel lain di luar penelitian. Hal ini mengindikasikan bahwa emiten maupun investor mempertimbangkan faktor-faktor variabel yang ada di dalam penelitian yaitu variabel reputasi underwriter (RU), jenis 143 industri (JI) , reputasi auditor (AUD), Time (hot/cold), return on asset (ROA), return on equity (ROE), debt to equity ratio (DER), earning per shared (EPS) umur perusahaan (AGE), dan ukuran perusahaan (SIZE). Berdasarkan tabel 4.12 diatas menunjukkan besarnya nilai koefisien determinasi (adjusted R2) sebesar 97,1 % yang berarti variabel dependen Underperformance dapat dijelaskan oleh variabel independen sebesar 97,1 %. Sedangkan sisanya 2,9 % dijelaskan variabel-variabel lain di luar penelitian. Hal ini mengindikasikan bahwa emiten maupun investor sangat mempertimbangkan faktor-faktor variabel yang ada di dalam penelitian yaitu variabel reputasi underwriter (RU), jenis industri (JI) , reputasi auditor (AUD), Time (hot/cold), return on asset (ROA), return on equity (ROE), debt to equity ratio (DER), earning per shared (EPS) umur perusahaan (AGE), dan ukuran perusahaan (SIZE). 144 4. Analisis Data di Daftar Efek Syariah a. Statistik Deskriptif di Daftar Efek Syariah Tabel 4.14 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian IPO di Daftar Efek Syariah Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation RU 59 ,00 1,00 ,7627 ,42907 JI 59 ,00 1,00 ,2034 ,40598 AUD 59 ,00 1,00 ,2203 ,41803 Time 59 ,00 1,00 ,6102 ,49190 ROA 59 ,01 51,10 9,4481 9,97666 ROE 59 ,01 194,75 23,6581 30,12477 DER 59 ,18 83,70 3,1769 10,78940 EPS 59 ,00 2303,00 147,6307 328,28264 AGE 59 ,92 60,92 17,0905 13,29346 SIZE 59 21,76 30,68 27,5141 1,58741 IR 59 ,35 70,00 25,9037 22,10782 FLIP 59 ,00 ,25 ,0391 ,04114 AR 59 -,09 ,92 ,0177 ,12521 Valid N (listwise) 59 Sumber : data diolah dengan SPSS18, 2016 Variabel RU dihitung dengan menggunakan variabel dummy. Apabila perusahaan yang listing di tahun tersebut dijamin oleh salah satu penjamin emisi yang berada dalam daftar fact book maka diberi nilai 1, dan sebaliknya apabila yang tidak dijamin oleh salah satu penjamin emisi tersebut maka diberi nilai 0. Nilai mean variabel 145 reputasi underwriter dari seluruh sampel adalah 0,7627 yang berarti 76,27% dari seluruh perusahaan sampel telah menggunakan jasa underwriter yang memiliki reputasi tinggi menurut daftar peringkat 50 penjamin emisi yang teraktif dalam perdagangan di bursa setiap tahunnya yang diperoleh dari fact book. JI dihitung dengan menggunakan variabel dummy untuk perusahaan manufaktur dan non manufaktur. Nilai minimum jenis industri sebesar 0 untuk kategori perusahaan dalam sektor non manufaktur dan nilai maksimum jenis industri sebesar 1 untuk kategori perusahaan dalam sektor manufaktur, dengan rata-rata sebesar 0,2034. Variabel reputasi auditor (AUD) menggunakan variabel dummy dimana nilai 1 diberikan untuk perusahaan yang menggunakan auditor yang masuk ke dalam KAP Big four dan nilai 0 untuk perusahaan yang menggunakan auditor yang tidak masuk dalam KAP Big Four. Nilai mean variabel auditor dari seluruh perusahaan sampel adalah 0,2203 yang berarti 22,03% dari seluruh perusahaan sampel telah diaudit oleh KAP yang berafiliasi dengan KAP Big Four yaitu KAP Osman Bing Satrio & Eny, KAP Tanudiredja, Wibisana & Rekan, KAP Purwantono, Suherman & Surja, KAP Sidharta dan Widjaja. Variabel Time dihitung dengan menggunakan variabel dummy untuk pasar dalam periode hot dan periode cold. Nilai minimum 146 sebesar 0 untuk kategori periode cold dan nilai maksimum variabel time sebesar 1 untuk periode hot. Berdasarkan hasil statistik deskripif dari seluruh perusahaan sampel diperoleh rata – rata emiten melakukan IPO pada saat periode hot sebesar 0,6102 yang berarti rata – rata emiten yang melakukan IPO pada saat periode hot 61,02% dibanding dengan emiten yang melakukan IPO pada saat cold period. Semakin tinggi nilai ROA maka semakin baik karena menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari semua aktiva yang dimiliki, begitu juga sebaliknya apabila ROA semakin rendah maka perusahaan tidak berhasil menggunakan aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan laba. Informasi ROA ini diharapkan oleh emiten dalam pertimbangan keputusan investasi oleh investor. Berdasarkan hasil statistik deskripif dari seluruh perusahaan sampel diperoleh bahwa nilai ROA terendah dengan nilai 0,01 berada pada saham PT. Nirvana Development Tbk dan nilai tertinggi di 51,10 berada pada saham PT. Toba Bara Sejahtera Tbk Rasio profitabilitas ROE menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba pada laporan keuangan terakhir sebelum melakukan IPO. Informasi ROE ini diharapkan oleh emiten dalam pertimbangan keputusan investasi oleh investor. Berdasarkan hasil statistik deskripif dari seluruh perusahaan sampel diperoleh bahwa nilai ROE terendah dengan nilai 0,01 berada pada saham PT. 147 Nirvana Development Tbk. dan nilai tertinggi di 194,75 berada pada saham PT. Toba Bara Sejahtera Debt to equity ratio (DER) sebaiknya besarnya hutang tidak boleh melebihi modal sendiri, dimana semakin tinggi rasio ini maka akan semakin beresiko. Informasi DER ini diharapkan oleh emiten dalam pertimbangan keputusan investasi oleh investor. Berdasarkan hasil statistik deskripif dari seluruh perusahaan sampel diperoleh bahwa nilai DER terendah dengan nilai 0,18 berada pada saham PT Bumi Reaources Minerals Tbk dan nilai tertinggi di 83,70 berada pada saham Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk Laba Per Saham atau Earning Per Share (EPS) adalah jumlah laba bersih dibagi dengan jumlah saham yang beredar di perusahaan tersebut. EPS merupakan pos terpenting bagi pemegang saham. Informasi EPS ini diharapkan oleh emiten dalam pertimbangan keputusan investasi oleh investor. Berdasarkan hasil statistik deskripif dari seluruh perusahaan sampel diperoleh bahwa nilai EPS terendah dengan nilai 0 berada pada saham Capitol Nusantara Indonesia Tbk dan Golden Plantation Tbk , sedangkan nilai tertinggi di 2303,00 berada pada saham PT Grand Kartech Tbk. Umur perusahaan termuda terjadi pada PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk yaitu 1 tahun yang terdaftar pada tanggal 7 Oktober 2010 termasuk dalam sektor manufaktur dalam subsektor Food & Beverages. Umur perusahaan tertua terjadi pada PT. Garuda 148 Indonesia (Persero) Tbk yaitu 61 tahun yang terdaftar pada tanggal 11 Februari 2011 termasuk dalam sektor non manufaktur dalam subsektor Transportation. Rata-rata umur perusahaan adalah ± 18 tahun. Ukuran perusahaan (SIZE) dihitung dengan Ln(total asset) yang dimiliki oleh perusahaan. SIZE terendah dimiliki oleh PT. Provident Agro Tbk sebesar 21,76 sedangkan SIZE tertinggi dimiliki oleh PT. Salim Ivomas Pratama Tbk sebesar 30,68. Berdasarkan statistik deskriptif, menggambarkan bahwa ratarata tingkat underpricing dari 59 perusahaan yang melakukan IPO di Daftar Efek Syariah periode 2010-2014 adalah sebesar 25,90% dengan standar deviasi 22,11%. Tingkat underpricing terendah terjadi pada PT Golden Plantation Tbk yaitu sebesar 0,35 %. Sedangkan tingkat underpricing tertinggi memiliki nilai di atas 70 % terjadi pada 3 perusahaan diantaranya PT. Multifiling Mitra Indonesia Tbk , PT Bank dinar indonesia Tbk dan PT. Bank Agris Tbk yang memiliki tingkat underpricing tertinggi sebesar 70,00% Variabel Flipping Activity (FLIP) menunjukan bahwa rata – rata tingkat flipping di BEI sebesar 0,0391 yang berarti 3,91% perusahaan yang melakukan IPO mengalami Flipping Activity. Perusahaan yang mengalami tingkat flipping activity terendah terjadi pada PT. Batavia Prosperindo International Tbk memiliki proporsi sebesar 0. Sedangkan, Perusahaan yang mengalami tingkat flipping 149 activity tertinggi terjadi pada PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk sebesar 0,25 Variabel Abnormal return (AR) menunjukkan bahwa rata – rata return saham jangka panjang semua perusahaan sampel sebesar 0,0177 yang berarti rata – rata return saham jangka panjang seluruh perusahaan sampel mengalami kenaikan sebesar 1,77% selama 1 tahun setelah IPO. Penurunan return saham jangka panjang terendah terjadi pada PT Intan Baruprana Finance Tbk sebesar - 0,09%, sedangkan tingkat return saham jangka panjang tertinggi terjadi pada PT Impack Pratama Industri tbk Tbk sebesar 0,92%. b. Uji t-Satu Sampel (One Sample Test) 1) Uji t-Satu Sampel (underpricing) Tabel 4.15 Uji t-satu sampel initial return One-Sample Test Test Value = 21,058 95% Confidence Interval of Mean T Y1 9,000 Df Sig. (2-tailed) 72 ,000 Difference 25,90373 the Difference Lower 20,1424 Upper 31,6651 Sumber : data diolah SPSS Pada tabel tersebut menggambarkan nilai t-hitung dengan derajat kebebasan n - 1 = 73 - 1 = 72 adalah 9,000 > t-tabel 150 (1,99346) dan nilai p-values untuk two-tailed = 0,000 ; karena pada penelitian ini dilakukan uji hipotesis satu sisi (one tailed test) Ha : μ < 0, maka nilai p-values harus dibagi dua (0,000 : 2) = 0,000 untuk uji satu sisi ini lebih kecil dari α = 0,05 maka Ho : μ ≤ 0 ditolak sehingga Ha diterima, dimana telah terjadi underpricing pada penawaran umum perdana (IPO) berdasarkan harga penawaran terhadap harga penutupan di Daftar Efek Syariah periode 2010 2014 dengan rata-rata tingkat underpricing diperoleh sebesar 25,90%. Underpricing terjadi karena kondisi exante uncertainty mengenai harga yang di tawarkan saat IPO serta adanya asimetri informasi (Beatty dan Ritter, 1982) dan juga underpricing di perusahaan IPO diperlukan untuk mengkompensasi investor yang tidak mempunyai informasi dengan pihak yang lebih banyak mempunyai informasi (Rock, 1986 dalam Saftiana, 2007:104). 151 2) Uji t-Satu Sampel (flipping activity) Tabel 4.16 Uji t-satu sampel flipping activity One-Sample Test Test Value = 0,0386 95% Confidence Interval of Mean T Y2 7,295 Df Sig. (2-tailed) 72 ,000 Difference ,03907 the Difference Lower ,0284 Upper ,0498 Sumber : data diolah SPSS Pada tabel tersebut menggambarkan nilai t-hitung dengan derajat kebebasan n - 1 = 73 - 1 = 22 adalah 7,295 > t-tabel (1,99346) dan nilai p-values untuk two-tailed = 0,000 ; karena pada penelitian ini dilakukan uji hipotesis satu sisi (one tailed test) Ha : μ < 0, maka nilai p-values harus dibagi dua (0,000 : 2) = 0,000 untuk uji satu sisi ini lebih kecil dari α = 0,05 maka Ho : μ ≤ 0 ditolak sehingga Ha diterima, dimana telah terjadi flipping activity pada penawaran umum perdana (IPO) berdasarkan harga penawaran terhadap harga penutupan di Daftar Efek Syariah periode 2010 2014 dengan rata-rata tingkat flipping activity diperoleh sebesar 3,90%. 152 3) Uji t-Satu Sampel (underperformance) Tabel 4.17 Uji t-satu sampel underperformance One-Sample Test Test Value = 0,018879 95% Confidence Interval of Mean T Y1 1,088 Df Sig. (2-tailed) 72 ,281 Difference ,01773 the Difference Lower -,0149 Upper ,0504 Sumber : data diolah SPSS Pada tabel tersebut menggambarkan nilai t-hitung dengan derajat kebebasan n - 1 = 73 - 1 = 72 adalah 11,867 > t-tabel (1,99346) dan nilai p-values untuk two-tailed = 0,000 ; karena pada penelitian ini dilakukan uji hipotesis satu sisi (one tailed test) Ha : μ < 0, maka nilai p-values harus dibagi dua (0,281 : 2) = 0,1405 untuk uji satu sisi ini lebih besar dari α = 0,05 maka Ho : μ ≤ 0 diterima sehingga Ha ditolak, dimana tidak terjadi underperformance pada penawaran umum perdana (IPO) berdasarkan harga penawaran terhadap harga penutupan di Daftar Efek Syariah periode 2010 2014 dengan rata-rata tingkat underperformance diperoleh sebesar 1,77%. 153 c. Uji Asumsi Klasik 1) Uji Normalitas Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel dependen, variabel independen atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal. Untuk mengetahui model regresi variabel dependen, variabel independen atau keduanya berdistribusi normal atau tidak. Gambar 4.4 Uji Normalitas Persamaan Y1 ( Underpricing) Probability Plot of RESI 1 Probability Plot of RESI1 Normal 99,9 Mean StDev N KS P-Value 99 Percent 95 90 -1,99915E-14 18,39 59 0,067 >0,150 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0,1 -50 -25 0 RESI1 25 50 Sumber : Data diolah menggunakan Minitab 16 H0 : residual menyebar normal H1 : residual tidak menyebar normal 154 Gambar 4.4 di atas menunjukkan bahwa titik-titik tersebar di sekitar garis diagonal, serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Maka dapat dikatakan bahwa model regresi dalam penelitian ini memenuhi asumsi normalitas, yang berarti bahwa data terdistribusi normal. Nilai prob(0.150) > alpha 5% maka terima H0 artinya asumsi residual menyebar normal terpenuhi. Gambar 4.5 Uji Normalitas Persamaan Y1 ( Flipping Activity) Probability Plot of RESI 1 Probability Plot of RESI1 Normal 99,9 Mean StDev N KS P-Value 99 Percent 95 90 -2,33335E-16 0,2012 59 0,097 >0,150 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0,1 -0,75 -0,50 -0,25 0,00 RESI1 0,25 0,50 Sumber : Data diolah menggunakan Minitab 16 H0 : residual menyebar normal H1 : residual tidak menyebar normal 155 Gambar 4.5 di atas menunjukkan bahwa titik-titik tersebar di sekitar garis diagonal, serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Maka dapat dikatakan bahwa model regresi dalam penelitian ini memenuhi asumsi normalitas, yang berarti bahwa data terdistribusi normal. Nilai prob(0.150) > alpha 5% maka terima H0 artinya asumsi residual menyebar normal terpenuhi. Gambar 4.6 Uji Normalitas Persamaan Y1 ( Underperformance) Probability Plot of RESI 2 Probability Plot of RESI2 Normal 99,9 Mean StDev N KS P-Value 99 Percent 95 90 -1,65122E-16 0,09582 59 0,076 >0,150 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0,1 -0,3 -0,2 -0,1 0,0 RESI2 0,1 0,2 0,3 Sumber : Data diolah menggunakan Minitab 16 H0 : residual menyebar normal H1 : residual tidak menyebar normal 156 Gambar 4.6 di atas menunjukkan bahwa titik-titik tersebar di sekitar garis diagonal, serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Maka dapat dikatakan bahwa model regresi dalam penelitian ini memenuhi asumsi normalitas, yang berarti bahwa data terdistribusi normal. Nilai prob(0.150) > alpha 5% maka terima H0 artinya asumsi residual menyebar normal terpenuhi. 2) Uji Multikolinearitas Penelitian dilakukan pengujian terhadap data bahwa data harus terbebas dari gejala multikolonearitas, gejala ini ditunjukan dengan korelasi antar variabel independen. Pengujian dalam uji multikolinearitas dengan melihat nilai VIF (Variance Inflation Factor) harus berada di bawah 10, hal ini akan dijelaskan sebagai berikut : 157 Tabel 4.18 Uji Multikolinearitas Menggunakan Metode OLS No. Model VIF (Y1) 1 Initial Return 2 Flipping Activity 3 Abnormal Return 4 Reputasi Underwriter 1.190 5 Jenis Industri 1.233 6 Reputasi Auditor 1.317 7 Time (hot/cold) 1.247 8 ROA 3.199 9 ROE 3.616 10 DER 1.058 11 EPS 1.513 12 Umur Perusahaan 1.206 13 Ukuran Perusahaan 1.244 Sumber : Data diolah menggunakan minitab16 VIF (Y2) 1.446 1.219 1.323 1.375 1.373 3.201 3.701 1.106 1.626 1.210 1.245 VIF (Y3) 1.447 1.158 1.222 1.408 1.444 1.384 3.201 3.705 1.113 1.639 1.212 1.262 Tabel di atas menjelaskan bahwa data yang ada tidak terjadi gejala multikolinearitas antara masing-masing variabel dependen dan independen yaitu dengan melihat nilai VIF. Nilai VIF yang diperbolehkan hanya mencapai 10 maka data di atas dapat dipastikan tidak terjadi gejala multikolinearitas. Karena data di atas menunjukan bahwa nilai VIF lebih kecil dari 10, keadaan seperti itu membuktikan tidak terjadinya multikolinearitas. 158 3) Uji Autokorelasi Autokorelasi digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya).Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi.Untuk mendeteksi autokorelasi dalam penelitian ini maka digunakan uji Durbin Watson (DW). Tabel 4.19 Nilai Durbin Watson dengan Metode OLS dan GLS Metode OLS Metode GLS Nilai Durbin Watson Y1 2.27308 2.28948 Y2 1.71753 1.68638 Y3 2.27911 2.27785 Sumber : Data diolah menggunakan minitab16 Persamaan 4) Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Dimana data yang baik adalah data yang homoskedastisitas yaitu yang memiliki kesamaan varians dalam fungsi regresi. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan uji harvey. 159 Tabel 4.20 Uji Harvey Persamaan YI (Underpricing) Heteroskedasticity Test: Harvey F-statistic Scaled explained SS 2.861006 17.14390 Prob. F(10,48) Prob. Chi-Square(10) 0.0071 0.0149 Sumber : data diolah Eviews Dari hasil uji harvey terlihat bahwa nilai Scaled explained SS sebesar 17,14390 dengan nilai probabilitasnya sebesar 0,0149 < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terjadi heteroskedastisitas dalam penelitian ini. Tabel 4.21 Uji Harvey Persamaan Y2 (Flipping Activity) Heteroskedasticity Test: Harvey F-statistic Scaled explained SS 1.125158 30.53148 Prob. F(11,47) Prob. Chi-Square(11) 0.0640 0.0013 Sumber : data diolah Eviews Dari hasil uji harvey terlihat bahwa nilai Scaled explained SS sebesar 30,53148 dengan nilai probabilitasnya sebesar 0,0013 < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terjadi heteroskedastisitas dalam penelitian ini. 160 Tabel 4.22 Uji Harvey Persamaan Y3 (Underperformance) Heteroskedasticity Test: Harvey F-statistic Scaled explained SS 2.598922 38.43270 Prob. F(12,46) Prob. Chi-Square(12) 0.0100 0.0001 Sumber : data diolah Eviews Dari hasil uji harvey terlihat bahwa nilai Scaled explained SS sebesar 38,43270 dengan nilai probabilitasnya sebesar 0,0001 < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terjadi heteroskedastisitas dalam penelitian ini. d. Pengujian Hipotesis 1) Uji t (Parsial) Model Generalized Least Square Uji parsial digunakan untuk mengetahui besarnya masingmasing pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah reputasi underwriter (RU), jenis industri (JI), Reputasi Auditor (AU), Time (hot/cold), return on asset (ROA), return on equity (ROE), debt to equity ratio (DER), Earning Per Shared (EPS), umur perusahaan (AGE), dan ukuran perusahaan (SIZE) terhadap variabel dependen yaitu Underpricing, Flipping Activity dan Underperformance. 161 Tabel 4.23 Uji t (Parsial) Variabel Underpricing Sumber : Data diolah menggunakan minitab16 Dari tabel 4.23 dapat diketahui bahwa tidak semua variabel independen yang diteliti berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Berikut analisis dari masing-masing uji variabel independen terhadap variabel bebas : a) Pengaruh RU terhadap Underpricing Variabel reputasi underwriter memiliki nilai signifikansi 0,027 < 0,05; maka Ho : β6 = 0 ditolak dan 162 menerima Ha : β6 ≠ 0. Artinya RU secara parsial berpengaruh negatif dan signifikan terhadap initial return. Hasil pengujian secara parsial, diketahui variabel Reputasi underwriter memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap underpricing. Artinya, bahwa semakin tinggi reputasi underwriter yang digunakan oleh perusahaan maka tingkat underpricing akan semakin rendah, dan sebaliknya. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kristiantari (2013:803) bahwa underwriter memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap underpricing. Menurutnya, underwriter yang bereputasi tinggi lebih berani memberikan harga yang tinggi sebagai konsekuensi dari kualitas penjaminannya, sehingga tingkat underpricing rendah Dalam menghadapi IPO, calon investor cenderung melihat terlebih dahulu pihak yang menjadi underwriter karena menurut investor, underwriter dianggap memiliki informasi yang lebih lengkap tentang kondisi emiten. Begitu pula jika dibandingkan dengan emiten, underwriter dianggap memiliki informasi yang lebih lengkap tentang pasar. 163 b) Pengaruh JI terhadap Underpricing Variabel jenis industri memiliki nilai signifikansi 0,000 < 0,05; maka Ho : β5 = 0 ditolak dan menerima Ha : β5 ≠ 0. Artinya JI secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah negatif terhadap initial return. Dengan kata lain terdapat perbedaan pengaruh industri manufaktur dan nonmanufaktur terhadap underpricing . Arah koefisien negatif menandakan bahwa hubungan variabel jenis industri dengan underpricing tidak searah. Menurut Lowry dan Schwert (2002), penumpukan pendaftaran bagi banyak IPO dengan kesamaan dalam jenis industri dalam satu periode akan menyebabkan korelasi berantai terhadap initial return. Selain itu, initial return yang tinggi akan menyampaikan informasi yang menguntungkan tentang valuasi pasar. Informasi informasi positif yang muncul di pasar akan memicu lebih banyak perusahaan sejenis untuk melakukan IPO. Hal ini dapat berpengaruh tingkat underpricing. c) Pengaruh Reputasi Auditor terhadap Underpricing Variabel Reputasi Auditor memiliki nilai signifikansi 0,000 < 0,05; maka Ho : β5 = 0 ditolak dan menerima Ha : 164 β5 ≠ 0. Artinya Reputasi Auditor secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah negatif terhadap initial return. Hal ini menjelaskan bahwa semakin baik reputasi auditor yang digunakan emiten maka akan menurunkan tingkat underpricing atau initial return. Auditor mempunyai peranan penting dalam proses penawaran saham perdana (IPO), karena auditor memiliki peranan dalam melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan perusahaan apakah telah sesuai dengan prinsip akuntansi dan ketentuan Bapepam serta memberikan pendapat atas kewajaran dari laporan keuangan perusahaan. Emiten yang menggunakan auditor yang memiliki reputasi baik dapat mengurangi kesenjangan informasi sehingga dapat mengurangi adanya ketidakpastian yang tidak diungkapkan oleh informasi yang tertera di prospektus. Sehingga semakin kecil ketidakpastian mengenai nilai perusahaan di masa mendatang maka tingkat underpricing akan semakin kecil. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Bavers et al (1988), Beatty (1989) yang menemukan bahwa variabel reputasi auditor memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat underpricing atau tingkat initial return. 165 Hasil yang sama juga ditemukan pada penelitian di Indonesia dimana Desalfianti (2010) menemukan bahwa terdapat hubungan negatif signifikan antara reputasi auditor dengan tingkat underpricing atau tingkat initial return. d) Pengaruh Time (hot/cold) terhadap Underpricing Variabel Time (hot/cold) memiliki nilai signifikansi 0,000 < 0,05; maka Ho : β5 = 0 ditolak dan menerima Ha : β5 ≠ 0. Artinya Time (hot/cold) secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap initial return. Hal ini berarti terdapat perbedaan tingkat underpricing pada saat pasar hot atau pasar cold. Arah koefisien yang positif menunjukan kenaikan yang searah. Dimana pada pasar hot tingkat underpricing lebih tinggi pada pasar cold. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang menyebutkan bahwa rata-rata tingkat underpricing pada sahat pasar hot lebih tinggi dari pasar cold. Brownhilder (2013) menyatakan bahwa pasar IPO panas ditandai dengan sangat tinggi initial return dan variabilitas yang sangat tinggi dari initial return (ada korelasi positif yang kuat antara mean dan volatilitas return awal dari waktu ke waktu). Referensi menegaskan bahwa pasar IPO panas ditandai oleh volume yang sangat tinggi 166 saat offering, underpricing yang tinggi , sering oversubscription saat offering. Sebaliknya, IPO pasar dingin memiliki underpricing yang rendah dan penerbitan lebih rendah, lebih sedikit contoh kelebihan permintaan, dan penawaran yang lebih besar. Cold market biasanya dipicu oleh kualitas perusahaan IPO yang kurang baik dan tawaran diterima dengan harga rendah dan sektor bisnis perushaan hanya sedikit yang bersedia untuk go public e) Pengaruh ROA terhadap Underpricing Variabel ROA memiliki nilai signifikansi 0,146 > 0,05; maka Ho : β1 = 0 diterima dan menolak Ha : β1 ≠ 0. Artinya ROA secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap initial return. Tidak berpengaruhnya ROA (profitabilitas perusahaan) pada underpricing dapat diakibatkan oleh ketidakpercayaan investor atas informasi keuangan yang disajikan oleh emiten.Temuan ini tidak konsisten dengan Kim et al. (1993), Abdullah (2000), Gerianta (2008) dan Sandhiaji (2004) yang telah membuktikan bahwa profitabilitas perusahaan berpengaruh signifikan (negatif) pada underpricing. Rini (2010) dalam Kristiantari (2012) melakukan penelitian atas perusahaan yang melakukan IPO pada tahun 1995 sampai dengan tahun 2007 menemukan bahwa 167 perusahaan yang melakukan IPO di BEI melakukan manajemen laba sebelum IPO (dua tahun dan satu tahun sebelum IPO) dengan pola income maximization (menaikkan laba). Terkait hasil penelitian Rini (2010), maka ROA yang disajikan dalam prospektus adalah ROA yang mengandung unsur manajemen laba. Terjadinya manajemen laba mengakibatkan informasi keuangan yang disajikan oleh perusahaan tidak sesuai dengan fakta yang sesungguhnya. Profitabilitas yang besar sebagaimana yang disajikan dalam prospektus belum tentu dapat menunjukkan kinerja perusahaan tersebut baik. f) Pengaruh ROE terhadap Underpricing Variabel ROE memiliki nilai signifikansi 0,000 < 0,05; maka Ho : β5 = 0 ditolak dan menerima Ha : β5 ≠ 0. Artinya ROE secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah negatif terhadap initial return. Return on equity (ROE) memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap underprice. Artinya, apabila nilai return on equity (ROE) mengalami kenaikan, maka tingkat underprice akan mengalami penurunan, begitu juga sebaliknya. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ratnasari dan Hudiwinarsih (2013:94) bahwa ROE berpengaruh signifikan dan negatif terhadap 168 underprice yang berarti penelitian ini membuktikan teori signalling yang dikemukakan oleh Kim.et.al dalam Chastina dan Martani (2005). IPO dari emiten dengan rasio ROE yang tinggi akan menciptakan sentimen positif bagi investor dalam membeli saham perusahaan tersebut, sehingga pelaksanaan IPO diharapkan berhasil oleh underwriter dan emiten kemudian cenderung untuk tidak menentukan harga penawaran perdana yang jauh lebih rendah dibawah harga sewajarnya atau dengan kata lain menurunkan besarnya underpricing. Hasil pengujian ini sejalan dengan penelitian Chastina Yolana dan Dwi Martani (2005) bahwa variabel Return On Equity (ROE) berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat underpricing. Dari hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa ROE menjadi informasi yang penting bagi investor sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan investasi pada perusahan IPO satu tahun sebelum penawaran saham perdana. g) Pengaruh DER terhadap Underpricing Variabel DER memiliki nilai signifikansi 0,000 < 0,05; maka Ho : β2 = 0 ditolak dan menerima Ha : β2 ≠ 0. Artinya DER secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap initial return. 169 Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi nilai DER berarti semakin tinggi juga nilai Underpricing pada perusahaan tersebut yang berarti berbanding lurus. Semakin tinggi DER dalam suatu perusahaan berarti semakin tinggi juga perusahaan tersebut dibiayai oleh hutang. Para investor melihat bahwa perusahaan tersebut berarti berani mengambil resiko dengan biaya tersebut tetapi bisa ditutupi dengan hasil yang bagus dari faktor perusahaan lainya seperti dari hasil produksi, jasa dan lainya sehingga perusahaan bisa terus berkembang dan bersaing dengan perusahaan lain. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Wahyusari (2013) dimana DER berpengaruh positif terhadap Underpricing, akan tetapi penilitian ini tidak sejalan dengan penelitian Retnowati (2013) dimana DER tidak berpengaruh positif terhadap Underpricing. h) Pengaruh EPS terhadap initial return Variabel EPS memiliki nilai signifikansi 0,000 < 0,05; maka Ho : β2 = 0 ditolak dan menerima Ha : β2 ≠ 0. Artinya EPS secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap initial return. 170 Hal tersebut berarti kenaikan ataupun penurunan EPS berpengaruh terhadap kenaikan ataupun penurunan Underpricing. EPS dalam suatu perusahaan merupakan imbal hasil per saham yang diterima perusahaan tersebut, yang berarti semakin tinggi EPS perusahaan semakin tinggi juga tingkat imbal hasil per saham yang akan diterima oleh para investor. Penilitian ini tidak sejalan dengan penelitian Hapsari dan Mahfud (2012) dimana nilai EPS tidak memiliki pengaruh negatif terhadap nilai Underpricing. Akan tetapi penilitian ini sejalan dengan penilitian Wirawan (2014) dan Retnowati (2013) dimana nilai EPS berpengaruh signifikan ke arah positif terhadap nilai Underpricing. i) Pengaruh AGE terhadap Underpricing Variabel AGE memiliki nilai signifikansi 0,099 > 0,05; maka Ho : β3 = 0 diterima dan menolak Ha : β3 ≠ 0. Artinya AGE secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap initial return. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Kristiantari (2012) bahwa secara parsial AGE tidak berpengaruh signifikan dan memiliki arah negatif terhadap underpricing dimana menjadi bukti bagi 171 para investor, umur perusahaan saja tidak dapat dijadikan patokan dalam melihat kualitas perusahaan. Oleh karena itu investor dalam penelitian ini tidak mempertimbangkan umur perusahaan dalam menilai emiten yang melakukan IPO. Dalam dunia bisnis yang identik dengan persaingan, belum tentu perusahaan yang lebih muda mempunyai kinerja atau prospek yang lebih buruk dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang telah lama berdiri. j) Pengaruh SIZE terhadap Underpricing Variabel SIZE memiliki nilai signifikansi 0,618 > 0,05; maka Ho : β4 = 0 diterima dan menolak Ha : β4 ≠ 0. Artinya SIZE secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap initial return. Hasil penelitian ini berarti vareiabel ukuran perushaan tidak mempengaruhi tingkat underpricing saham IPO. Ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan disebabkan pertimbangan bahwa perusahaan yang besar belum tentu memiliki informasi yang lebih banyak bagi investor, maka informasi mengenai perusahaan belum tentu lebih banyak dari daripada perusahaan yang baru berdiri sehingga akan mengurangi terjadinya kurangnya informasi bagi investor.Penelitian ini tidak konsisten terhadap penelitian yang dilakukan oleh Indah (2006) yang 172 menyatakan bahwa SIZE berpengaruh negatif dan signifikan terhadap initial return, namun hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Firdaus (2012) bahwa secara parsial SIZE tidak berpengaruh signifikan dengan arah negatif terhadap undepricing. Tabel 4.24 Uji t (Parsial) Variabel Flipping Activity Sumber : Data diolah menggunakan minitab16 Dari tabel 4.24 dapat diketahui bahwa tidak semua variabel independen yang diteliti berpengaruh signifikan 173 terhadap variabel dependen (flipping activity). Berikut analisis dari masing-masing uji variabel independen terhadap variabel bebas : a) Pengaruh Reputasi Underwriter terhadap flipping activity Variabel reputasi underwriter memiliki nilai signifikansi 0,570 > 0,05; maka Ho : β6 = 0 diterima dan menolak Ha : β6 ≠ 0. Artinya RU secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap flipping activity. Reputasi menjelaskan underwriter flipping tidak activity. Hal signifikan ini dalam disebabkan permintaan investor tampaknya memberikan kontribusi positif untuk flipping activity, mungkin karena investor melihat tingginya permintaan sebagai indikasi nilai IPO hari pertama. Hasil ini juga menunjukan bahwa underwriter bereputasi baik dapat mengatasi masalah flipping activity yang berlebihan. Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Chong et al. (2009) yang menunjukkan bahwa reputasi underwriter dilihat sebagai sinyal kualitas perusahaan, sehingga memicu permintaan tambahan dan meningkatkan flipping activity. Penjelasan ini tampaknya menjadi relevan karena permintaan investor ditemukan 174 berhubungan positif dan signifikan terhadap flipping activity, menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat permintaan IPO maka semakin tinggi kecenderungan untuk pemegang saham baru untuk melepaskan saham mereka dialokasikan untuk kesempatan untuk membuat modal cepat keuntungan di aftermarket langsung. Tetapi hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang di lakukan oleh Che-yahya (2014) yang menemukan bahwa peran reputasi underwriter tidak berpengaruh dalam menentukan flipping activity. b) Pengaruh Jenis Industri terhadap flipping activity Variabel jenis industri memiliki nilai signifikansi 0,000 < 0,05; maka Ho : β5 = 0 ditolak dan menerima Ha : β5 ≠ 0. Artinya JI secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap flipping activity. Artinya perbedaan jenis industri suatu perusahaan berpengaruh signifikan terhadap tingkat flipping activity. Hal ini disebabkan karena investor memperhatikan jenis industri suatu perusahaan ketika melakukan investasi pada perusahaan go public. Hal ini berkaitan dengan underpricing, dimana dalam penelitian ini variabel jenis industri di nilai mempengaruhi tingkat underpricing, maka dari itu variabel jenis industri juga dinilai mempengaruhi 175 tingkat flipping activity. Dimana flipping activity ini adalah kegiatan investor dalam menjual saham IPO dalam rangka untuk mengambil keuntungan dari underpricing awal (Arosio et al, 2001). Hasil ini bertentangan dengan penelitian yang di lakukan oleh Che-yahya (2014) yang menemukan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara sektor perusahaan dengan flipping activity. c) Pengaruh Reputasi Auditor terhadap flipping activity Variabel Reputasi Auditor memiliki nilai signifikansi 0,008 < 0,05; maka Ho : β5 = 0 ditolak dan menerima Ha : β5 ≠ 0. Artinya Reputasi Auditor secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap flipping activity. Artinya reputasi auditor suatu perusahaan saat melakukan IPO berpengaruh signifikanterhadap tingkat flipping activity. Hal ini disebabkan karena investor memperhatikan auditor suatu perusahaan ketika melakukan investasi pada perusahaan go public.Auditor yang berputasi tinggi dinilai dapat memberikan informasi secara akurat dalam laporan keuangan. Hal ini berkaitan juga dengan tingkat underpricing, dimana dalam penelitian ini variabel reputasi auditor di nilai mempengaruhi tingkat 176 underpricing, maka dari itu variabel reputasi auditor juga dinilai mempengaruhi tingkat flipping activity. Dimana flipping activity ini adalah kegiatan investor dalam menjual saham IPO dalam rangka untuk mengambil keuntungan dari underpricing awal (Arosio et al, 2001). d) Pengaruh Time (hot/cold) terhadap flipping activity Variabel Time (hot/cold) memiliki nilai signifikansi 0,105 > 0,05; maka Ho : β5 = 0 diterima dan menolak Ha : β5 ≠ 0. Artinya Time (hot/cold) secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap flipping activity. Artinya periode waktu pasar hot/cold tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat flipping activity. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Aggarwal (2003) menunjukkan bahwa flipping activity terjadi sebagian besar dalam IPO pasar hot. Selain itu, ditemukan bahwa volume perdagangan yang rendah terdapat di IPO pasar very cold dari rata-rata flipping activity 60,13% ke 116,82% yang dilaporkan dalam IPO pasar hot. Oleh karena itu, dimensi flipping activity lebih sering terjadi dalam IPO pasar hot.Penelitian lain menyatakan IPO US 1988-1995 dan menunjukkan bahwa flipping activity terjadi lebih tinggi di frekuensi dalam IPO dingin dibandingkan dengan IPO panas, bersama-sama 177 dengan 45% dan 22% dari perdagangan awal volume masing-masing Krigman et al. (1999) e) Pengaruh ROA terhadap flipping activity Variabel ROA memiliki nilai signifikansi 0,853 > 0,05; maka Ho : β1 = 0 diterima dan menolak Ha : β1 ≠ 0. Artinya ROA secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap flipping activity. Artinya tinggi rendahnya nilai ROA suatu perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat flipping activity. Hal ini disebabkan karena investor tidak memperhatikan asset suatu perusahaan ketika melaukan investasi pada perusahaan go public, karena investor cenderung hanya ingin mengambil keuntungan dari tingkat underpricing perusahaan tersebut. Dimana flipping activity ini adalah kegiatan investor dalam menjual saham IPO dalam rangka untuk mengambil keuntungan dari underpricing awal (Arosio et al, 2001). f) Pengaruh ROE terhadap flipping activity Variabel ROE memiliki nilai signifikansi 0,892 > 0,05; maka Ho : β5 = 0 ditolak dan menerima Ha : β5 ≠ 0. Artinya ROE secara parsial berpengaruh signifikan terhadap flipping activity. 178 Artinya tinggi rendahnya nilai ROE suatu perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat flipping activity. Hal ini disebabkan karena investor tidak memperhatikan ROE suatu perusahaan ketika melakukan investasi pada perusahaan go public, karena investor cenderung hanya ingin mengambil keuntungan dari tingkat underpricing perusahaan tersebut. Dimana flipping activity ini adalah kegiatan investor dalam menjual saham IPO dalam rangka untuk mengambil keuntungan dari underpricing awal (Arosio et al, 2001). Flipping dinilai memberikan likuiditas aftermarket, yang dapat menurunkan biaya perdagangan dan menurunkan biaya perusahaan penerbit untuk modal ( Booth dan Chua, 1986 ). g) Pengaruh DER terhadap flipping activity Variabel DER memiliki nilai signifikansi 0,000 < 0,05; maka Ho : β2 = 0 ditolak dan menerima Ha : β2 ≠ 0. Artinya DER secara parsial berpengaruh signifikan terhadap flipping activity. Artinya perusahaan tinggi rendanhnya berpengaruh signifikan nilai DER terhadap suatu tingkat flipping activity. Hal ini disebabkan karena investor 179 memperhatikan nilai DER suatu perusahaan ketika melakukan investasi pada perusahaan go public. Hal ini berkaitan dengan underpricing, dimana dalam penelitian ini variabel DER di nilai mempengaruhi tingkat underpricing, maka dari itu variabel DER juga dinilai mempengaruhi tingkat flipping activity. Dimana flipping activity ini adalah kegiatan investor dalam menjual saham IPO dalam rangka untuk mengambil keuntungan dari underpricing awal (Arosio et al, 2001). h) Pengaruh EPS terhadap flipping activity Variabel EPS memiliki nilai signifikansi 0,074 > 0,05; maka Ho : β2 = 0 diterima dan menolak Ha : β2 ≠ 0. Artinya EPS secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap flipping activity. Artinya tinggi rendanhnya nilai EPS suatu perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat flipping activity. Hal ini disebabkan karena investor tidak memperhatikan laba perlembar saham suatu perusahaan ketika melaukan investasi pada perusahaan go public, karena investor cenderung hanya ingin mengambil keuntungan dari tingkat underpricing perusahaan tersebut. Dimana flipping activity ini adalah kegiatan investor dalam 180 menjual saham IPO dalam rangka untuk mengambil keuntungan dari underpricing awal (Arosio et al, 2001). i) Pengaruh AGE terhadap flipping activity Variabel AGE memiliki nilai signifikansi 0,692 > 0,05; maka Ho : β3 = 0 diterima dan menolak Ha : β3 ≠ 0. Artinya AGE secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap flipping activity. Artinya lama tidaknya umur suatu perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat flipping activity. Hal ini disebabkan karena investor tidak memperhatikan variabel AGE suatu perusahaan ketika melakukan investasi pada perusahaan go public, karena investor cenderung hanya ingin mengambil keuntungan dari tingkat underpricing perusahaan tersebut. Dimana flipping activity ini adalah kegiatan investor dalam menjual saham IPO dalam rangka untuk mengambil keuntungan dari underpricing awal (Arosio et al, 2001). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang di lakukan oleh Che-yahya (2014) yang menemukan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara umur perusahaan dengan flipping activity. 181 j) Pengaruh SIZE terhadap flipping activity Variabel SIZE memiliki nilai signifikansi 0,278 > 0,05; maka Ho : β4 = 0 diterima dan menolak Ha : β4 ≠ 0. Artinya SIZE secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap flipping activity. Artinya besar kecilnya ukuran suatu perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat flipping activity. Hal ini disebabkan karena investor tidak memperhatikan variabel SIZE ketikan melakukan investasi pada perusahaan go public, karena investor cenderung hanya mengambil keuntungan dari tingkat ingin underpricing perusahaan tersebut. Dimana flipping activity ini adalah kegiatan investor dalam menjual saham IPO dalam rangka untuk mengambil keuntungan dari underpricing awal (Arosio et al, 2001). Temuan ini tidak sesuai dengan hasil Islam dan Munira (2004), yang melaporkan bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh negatif yang signifikan pada IPO flipping. Itu hubungan negatif yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa Malaysia investor tertarik untuk berpartisipasi dalam IPO di pasar sekunder, kemungkinan karena mereka terus berharap hasil positif dari penerbitan IPO. Hubungan negatif harus, karena itu, 182 merupakan hasil supply dari IPO yang dikeluarkan, yaitu, mengingat sejumlah konstan saham yang diperdagangkan, yang lebih besar (lebih kecil) jumlah saham yang diterbitkan, dan lebih kecil (lebih besar) yang dihasilkan tersebut proporsi volume perdagangan terhadap total saham yang diterbitkan. k) Pengaruh Underpricing terhadap flipping activity Variabel Underpricing memiliki nilai signifikansi 0,725 > 0,05; maka Ho : β4 = 0 diterima dan menolak Ha : β4 ≠ 0. Artinya Underpricing secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap flipping activity. Hal ini berarti besar kecilnya tingkat underpricing tidak mempengaruhi tingkat flipping activity. Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesa dalam penelitian yang menyebutkan bahwa tingkat underpricing mempengaruhi tingkat flipping activity, hal ini dikarenakan investor tidak melihat besar kecilnya tingkat underpricing suatu saham IPO dalam melalukan aktivitas ambil untung saham IPO dengan memanfaatkan tingka underpricing. Saham yang mengalami underpricing rendah pun dapat mengalami tingkat flipping activity yang tinggi. 183 Hasil ini tidak sesuai dengan fakta bahwa semakin tinggi return awal, semakin besar kecenderungan bagi investor tangan pertama untuk menjual saham mereka di aftermarket untuk mencoba membuat pengembalian yang instan. Mengaitkannya dengan kegiatan flipping, hasil ini menunjukkan bahwa saat IPO tingkat underpricing berpengaruh signifikan terhadap kegiatan flipping, dan “flipper” memiliki lebih banyak alasan untuk melikuidasi saham mereka pada kesempatan pertama yang tersedia. Tabel 4.25 Uji t (Parsial) Variabel Underperformance Sumber : Data diolah menggunakan minitab16 184 Dari tabel 4.25 dapat diketahui bahwa tidak semua variabel independen yang diteliti berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (Undeperformance). Berikut analisis dari masing-masing uji variabel independen terhadap variabel bebas : a) Pengaruh RU terhadap kinerja saham jangka panjang. Variabel reputasi underwriter memiliki nilai signifikansi 0,000 < 0,05; maka Ho : β6 = 0 ditolak dan menerima Ha : β6 ≠ 0. Artinya RU secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap Undeperformance. Hal ini berarti semakin tinggi reputasi underwriter yang digunakan maka akan semakin baik kinerja saham perdana jangka panjangnya. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sanora (2013:1074) bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dan positif antara reputasi underwriter dengan return saham jangka panjang, Hal ini dikarenakan underwriter memegang peranan penting dalam penentuan harga saham pada saat penjaminan emisi serta bertanggungjawab terhadap berhasil atau tidaknya penawaran saham. Apabila emiten menggunakan underwriter yang berkualitas tinggi, maka para investor akan merespon positif informasi tersebut. 185 b) Pengaruh JI terhadap kinerja saham jangka panjang. Variabel jenis industri memiliki nilai signifikansi 0,000 < 0,05; maka Ho : β5 = 0 ditolak dan menerima Ha : β5 ≠ 0. Artinya JI secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap Undeperformance. Dengan kata lain terdapat perbedaan pengaruh industri manufaktur dan nonmanufaktur terhadap tingkat underperfromance saham yang melakukan IPO . Arah koefisien positif menandakan bahwa hubungan variabel jenis industri dengan underpperformance searah. Menurut Bravo (1998) fenomena underperformance hampir terjadi pada seluruh jenis indutri kecuali pada industri finansial dan restoran. Menurut Miller (2000) pengaruh industri keuangan terhadap underperformance dapat dijelaskan dengan pendekatan teori divergence of opinion dimana hanya terdapat sedikit perbedaan pendapat antar investor terhadap perusahaan industri keuangan karena perusahaan industri keuangan mempunyai regulasi yang paling ketat dibandingkan industri lain dalam menjalankan bisnisnya, sehingga industri keuangan lebih cenderung mempunyai underperformance yang kecil. 186 c) Pengaruh Reputasi Auditor terhadap kinerja saham jangka panjang. Variabel Reputasi Auditor memiliki nilai signifikansi 0,000 < 0,05; maka Ho : β5 = 0 ditolak dan menerima Ha : β5 ≠ 0. Artinya Reputasi Auditor secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap Undeperformance. Artinya reputasi auditor berpengaruh terhadap kinerja saham jangka panjang saham IPO. Arah koefisien yang positif menunjukan bahwa semakin baik reputasi auditor yang digunakan emiten maka akan semakin baik kinerja saham jangka panjangnya. Hal ini disebabkan auditor yang bereputasi baik diangkap memberikan kualitas audit yang tinggi sehingga informasi yang diberikan auditor bereputasi tinggi di anggap akurat oleh investor dan hal ini dinilai dapat menghindakan investor dari ketidakpastian dimasa mendatang. Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kristiantari (2013:803) bahwa reputasi auditor tidak berpengaruh signifikan dan negatif terhadap underprice hal ini disebabkan karena mulai tahun 2002, banyak emiten yang menggunakan jasa KAP non big 4. 187 d) Pengaruh Time (hot/cold) terhadap kinerja saham jangka panjang. Variabel Time (hot/cold) memiliki nilai signifikansi 0,000 < 0,05; maka Ho : β5 = 0 ditolak dan menerima Ha : β5 ≠ 0. Artinya Time (hot/cold) secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap Undeperformance. Hal ini berarti terdapat pengaruh kondisi pasar saat hot atau cold terhadap tingkat underperformance. Hal ini berkaitan dengan pasar hot/cold berpengaruh terhadap tingkat underpricing. Dimana tingkat underpricing yang tinggi biasanya diikuti dengan kinerja saham yang buruk (underperformance) di periode selanjutnya. Penelitian ini sesuai dengan penelitian (Jaskiewicz,et al ,2005) melakukan penelitian kondisi pasar hot market menghasilkan koefisien underperformance. korelasi Sedangkan positif tidak terhadap sesuai dengan penelitian Sahoo dan Rajib (2010) melakukan penelitian hot maket menghasilkan koefisien korelasi negatif terhadap underperformance. Coacley,et al (2005) melakukan penelitian kondisi pasar (hot market) menghasilkan bahwa perusahaan-perusahaan yang melakukan IPO pada kondisi hot market memiliki kecenderungan untuk lebih underderperformance dibandingkan pada cold market. 188 e) Pengaruh ROA terhadap kinerja saham jangka panjang. Variabel ROA memiliki nilai signifikansi 0,019 < 0,05; maka Ho : β1 = 0 ditolak dan menerima Ha : β1 ≠ 0. Artinya ROA secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap Undeperformance. Return On Asset berpengaruh terhadap Return Saham, hal ini menunjukkan tingkat pengembalian investasi yang telah dilakukan perusahaan dengan menggunakan seluruh aktiva yang dimiliknya mendapatkan keuntungan. Return on Asset (ROA) salah satu teknik analisis keuangan yang bersifat menyeluruh atau komprehensif dengan mengukur efektivitas perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang akan digunakan untuk operasi perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Nilai ROA yang besar dalam penelitian ini, berarti sampel perusahaan yang digunakan mempunyai kinerja yang bagus dalam menghasilkan laba bersih untuk pengembalian total aktiva yang dimiliki. Perusahaan mempunyai ROA yang tinggi maka perusahaan tersebut berpeluang besar dalam meningkatkan pertumbuhan laba, sehingga berpengaruh terhadap harga saham, yaitu harga saham akan naik dan return saham juga akan naik. Naiknya keuntungan pada perusahaan maka diperkirakan perusahaan 189 mempunyai prospek yang baik di masa yang akan datang, sehingga nilai saham menjadi tinggi. Tingginya keuntungan yang dihasilkan perusahaan juga akan menjadikan investor tertarik akan saham, aktiva dan investasi tertentu dari pemilik perusahaan. Banyaknya investor yang berminat untuk berinvestasi maka akan menyebabkan naiknya Return saham yang diterima oleh investor. f) Pengaruh ROE terhadap kinerja saham jangka panjang. Variabel ROE memiliki nilai signifikansi 0,003 < 0,05; maka Ho : β5 = 0 ditolak dan menerima Ha : β5 ≠ 0. Artinya ROE secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah negatif terhadap Undeperformance. Hal ini berarti manajemen perusahaan berhasil meningkatkan nilai perusahaan bagi pemilik perusahaan sesuai dengan tujuan manajemen keuangan memaksimumkan nilai perusahaan. ROE mempunyai fungsi untuk mengukur tingkat keuntungan yang diperoleh para investor atas penanaman modal yang dilakukan dalam perusahaan emiten, ROE yang positif menunjukkan bahwa perusahaan tersebut dapat menghasilkan keuntungan dengan 190 kemampuan modal sendiri yang dapat menguntungkan para pemegang saham. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ratnasari dan Hudiwinarsih (2013:94) bahwa ROE berpengaruh signifikan dan negatif terhadap underprice yang berarti penelitian ini membuktikan teori signalling yang dikemukakan oleh Kim.et.al (2010) Hasil pengujian ini sejalan dengan penelitian Chastina Yolana dan Dwi Martani (2005) bahwa variabel Return On Equity (ROE) berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat underpricing. Dari hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa ROE menjadi informasi yang penting bagi investor sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan investasi pada perusahan IPO satu tahun sebelum penawaran saham perdana. g) Pengaruh DER terhadap kinerja saham jangka panjang. Variabel DER memiliki nilai signifikansi 0,000 < 0,05; maka Ho : β2 = 0 ditolak dan menerima Ha : β2 ≠ 0. Artinya DER secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah negatif terhadap Undeperformance. Variabel abnormal DER berpengaruh signifikan terhadap return perusahaan setelah IPO. Hal ini 191 menunjukkan bahwa investor dalam berinvestasi guna memperoleh return di pasar sekunder memperhatikan informasi DER yang terdapat dalam prospektus, karena investor memandang besarnya nilai DER sangat dipengaruhi oleh faktor di luar perusahaan selain kinerja manajemen perusahaan. Hasil penelitian tidak konsisten dengan beberapa penelitian terdahulu antara lain Purnomo (1998) mengenai variabel DER tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham. h) Pengaruh EPS terhadap kinerja saham jangka panjang. Variabel EPS memiliki nilai signifikansi 0,928 > 0,05; maka Ho : β2 = 0 diterima dan menolak Ha : β2 ≠ 0. Artinya EPS secara parsial tidak berpengaruh signifikan dengan arah negatif terhadap Undeperformance. Dalam pengujian parsial menunjukkan bahwa variabel EPS secara individu tidak berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap kinerja saham. Hasil dalam penelitian ini berbeda dengan teori yang menyatakan bahwa EPS memiliki pengaruh positif terhadap kinerja saham. Sebagian besar permintaan investor terhadap saham suatu perusahaan didasarkan kepada trend yang berlaku di pasar, sehingga minat investor terhadap saham suatu perusahaan dipengaruhi langsung oleh tingkah laku pasar. Hasil yang 192 ditunjukan dalam penelitian ini mengindikasikan terjadi perubahan trend investor dalam menentukan investasinya, dimana investor lebih menginginkan laba jangka pendek berupa capital gain dari investasinya sehingga tidak terlalu mempertimbangkan EPS. Dengan demikian penelitian ini tidak berhasil membuktikan adanya pengaruh yang signifikandan positif antara earning per shared (EPS) dengan kinerja saham. Tidak ada hubungan antara Earning Per Shared terhadap Return saham disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain: perbedaan teknis perhitungan, ukuran perusahaan, kondisi pasar uang Indonesia, adanya faktor internal selain fundamental ekonomi, suku bunga deposito, devaluasi, pertumbuhan ekonomi, pengeluaran pemerintah dan jumlah uang beredar, penjualan, pertumbuhan penjualan, biaya, deviden tunai, kondisi sosial, politik, dan ekonomi. i) Pengaruh AGE terhadap kinerja saham jangka panjang. Variabel AGE memiliki nilai signifikansi 0,000 < 0,05; maka Ho : β2 = 0 ditolak dan menerima Ha : β2 ≠ 0. Artinya AGE secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap Undeperformance. 193 Hal ini menunjukkan bahwa bagi para investor yang melakukan investasi ke perusahaan dalam kategori syariah, umur perusahaan dapat dijadikan patokan dalam melihat kualitas perusahaan, sehingga umur perusahaan diperhatikan dalam pengambilan keputusan investasi di pasar modal. Dalam dunia bisnis yang identik dengan persaingan, perusahaan yang lebih tua umurnya dinilai dapat memberikan kinerja saham perusahaan yang baik dimasa mendatang dibandingkan dengan perusahaanperusahaan yang baru berdiri berdiri. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ritter (1991) dan Carter et al. (1998) di US yang menunjukkan adanya pengaruh positif signifikan antara ukuran perusahaan terhadap kinerja saham jangka panjang setelah IPO. Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan gambaran pasar terhadap ukuran perusahaan di US, UK, dan Indonesia. j) Pengaruh SIZE terhadap kinerja saham jangka panjang. Variabel SIZE memiliki nilai signifikansi 0,006 < 0,05; maka Ho : β2 = 0 ditolak dan menerima Ha : β2 ≠ 0. Artinya AGE secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap Undeperformance. 194 Hasil penelitian ini berarti bahwa variabel ukuran perusahaan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja saham perdana jangka panjang pada keseluruhan perusahaan dan perusahaan yang underperformed. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ritter (1991) dan Carter et al. (1998) di US yang menunjukkan adanya pengaruh positif signifikan antara ukuran perusahaan terhadap kinerja saham jangka panjang setelah IPO. k) Pengaruh Underpricing terhadap kinerja saham jangka panjang. Variabel Underpricing memiliki nilai signifikansi 0,000 < 0,05; maka Ho : β4 = 0 ditolak dan menerima Ha : β4 ≠ 0. Artinya Underpricing secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap Undeperformance. Underpricing memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap return saham jangka panjang. Artinya ada hubungan antara underprice terhadap return saham jangka panjang, dimana semakin tinggi nilai underpicing maka semakin tinggi pula nilai underperformancenya. Dilihat dari arah koefisien yang bernilai positif hal ini sejalan dengan hipotesis fads berargumen bahwa IPO kemungkinan dihargai secara benar akan tetapi para investor menilai 195 terlalu berlebihan (over reaction) terhadap penerbitan saham baru pada awal perdagangan di pasar sekunder. Hipotesa lain yang mendukung adalah hipotesa impresario (Shiller, 1990) dan Debondt and Thaler (1985), yang menyatakan bahwa saham IPO sengaja di-underprice oleh underwriter untuk menampilkan kesan adanya kelebihan permintaan saham, sehingga diduga investor yang tidak mendapat alokasi saham IPO pada pasar perdana akan mau membelinya dengan harga lebih tinggi pada awal perdagangan di pasar sekunder (Asmalidar, 2011:175). l) Pengaruh Flipping Activity terhadap kinerja saham jangka panjang. Variabel Flipping Activity memiliki nilai signifikansi 0,000 < 0,05; maka Ho : β4 = 0 diterima dan menolak Ha : β4 ≠ 0. Artinya Flipping Activity secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah negatif terhadap Undeperformance. Hal ini berarti flipping activity mempengaruhi kinerja saham jangka panjang saham-saham perusahaan yang melakukan IPO. Arah koefisien yang negatif berarti tidak searah dimana semakin tinggi tingkat flipping activity akan menurunkan kinerja saham jangka panjang dengan kata lain saham perusahaan tersebut mengalami underperformance. 196 Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang di lakukan oleh Bayley (2006) tidak ada kaitan antara pengembalian jangka panjang dengan flipping activity, sementara investor yang kurang informasi secara konsisten melakukan flipping activity dari IPO yang memiliki keuntungan jangka panjang yang lebih baik. 2) Uji F (Simultan) Uji simultan digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Dalam penelitian ini yaitu untuk melihat pengaruh variabel reputasi underwriter (RU), jenis industri (JI) , reputasi auditor (AUD), Time (hot/cold), return on asset (ROA), return on equity (ROE), debt to equity ratio (DER), earning per shared (EPS) umur perusahaan (AGE), dan ukuran perusahaan (SIZE), terhadap variabel Undepricing, flipping activity dan Underperformance. 197 Tabel 4.26 Uji F (Simultan) No Persamaan F P 1 Underpricing 756,59 0,000 2 Flipping Activity 16,64 0,000 3 Underperformance 117,91 0,000 Sumber : data diolah dengan Minitab16 Dari hasil uji simultan dapat dilihat bahwa secara bersama sama variabel independen yang terdiri dari variabel reputasi underwriter (RU), jenis industri (JI) , reputasi auditor (AUD), Time (hot/cold), return on asset (ROA), return on equity (ROE), debt to equity ratio (DER), earning per shared (EPS) umur perusahaan (AGE), dan ukuran perusahaan (SIZE), memiliki nilai signifikansi sebesar 0,000; karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa secara bersama-sama (simultan) variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen dalam penelitian ini. 198 3) Koefisien Determinasi (Adjusted R Square) Koefisien determinasi (Adjusted R2) untuk menjelaskan seberapa besar pengaruh variabel dependen yaitu Underpricing, flipping activity, dan Underperformance dapat dijelaskan oleh variabel independen yaitu Reputasi Underwriter (RU), Jenis Industri (JI), Reputasi Auditor (AU), Time(hot/cold), ROA, ROE, DER, EPS, AGE, dan SIZE. Berdasarkan tabel 4.23 diatas menunjukkan besarnya nilai koefisien determinasi (adjusted R2) sebesar 99,2% yang berarti variabel dependen Underpricing dapat dijelaskan oleh variabel independen sebesar 99,2%. Sedangkan sisanya 0,8% dijelaskan variabel-variabel lain di luar penelitian. Hal ini mengindikasikan bahwa emiten maupun investor sangat mempertimbangkan faktor-faktor variabel yang ada di dalam penelitian yaitu variabel reputasi underwriter (RU), jenis industri (JI) , reputasi auditor (AUD), Time (hot/cold), return on asset (ROA), return on equity (ROE), debt to equity ratio (DER), earning per shared (EPS) umur perusahaan (AGE), dan ukuran perusahaan (SIZE). Berdasarkan tabel 4.24 diatas menunjukkan besarnya nilai koefisien determinasi (adjusted R2) sebesar 74,8% yang berarti variabel dependen Flipping Activity dapat dijelaskan oleh variabel independen sebesar 74,8%. Sedangkan sisanya 25,2% 199 dijelaskan variabel-variabel lain di luar penelitian. Hal ini mengindikasikan bahwa emiten maupun investor mempertimbangkan faktor-faktor variabel yang ada di dalam penelitian yaitu variabel reputasi underwriter (RU), jenis industri (JI) , reputasi auditor (AUD), Time (hot/cold), return on asset (ROA), return on equity (ROE), debt to equity ratio (DER), earning per shared (EPS) umur perusahaan (AGE), dan ukuran perusahaan (SIZE). Berdasarkan tabel 4.25 diatas menunjukkan besarnya nilai koefisien determinasi (adjusted R2) sebesar 96,0 % yang berarti variabel dependen Underperformance dapat dijelaskan oleh variabel independen sebesar 96,0 %. Sedangkan sisanya 4,0 % dijelaskan variabel-variabel lain di luar penelitian. Hal ini mengindikasikan bahwa emiten maupun investor sangat mempertimbangkan faktor-faktor variabel yang ada di dalam penelitian yaitu variabel reputasi underwriter (RU), jenis industri (JI) , reputasi auditor (AUD), Time (hot/cold), return on asset (ROA), return on equity (ROE), debt to equity ratio (DER), earning per shared (EPS) umur perusahaan (AGE), dan ukuran perusahaan (SIZE). 200 BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan berkenaan dengan anomali IPO di BEI dan DES periode 2010 - 2014, maka dapat diambil kesimpulan bahwa : 1. Hasil uji-t satu sampel (one sample t-test) menunjukkan telah terjadi underpricing pada saat penawaran umum perdana (IPO) berdasarkan harga penawaran terhadap harga penutupan hari pertama dari seluruh perusahaan yang melakukan IPO di BEI tahun 2010-2014 dengan tingkat rata-rata initial return sebesar 25,32 %. Sedangkan hasil uji-t satu sampel (one sample t-test) di DES juga menunjukkan telah terjadi underpricing dengan tingkat rata-rata initial return sebesar 25,90%. a. Hasil uji t (parsial) menunjukkan bahwa variabel reputasi underwriter (RU), Jenis Industri (JI), Reputasi Auditor dan ukuran perusahaan (SIZE) berpengaruh signifikan dengan arah negatif terhadap initial return, Time (hot/cold), debt to equity ratio (DER), dan Earning Per Shared (EPS) berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap initial return, dan, sedangkan return on asset (ROA), Return On Equity (ROE) dan umur perusahaan (AGE) tidak berpengaruh signifikan terhadap initial return saat penawaran umum saham perdana (IPO) di Bursa Efek Indonesia. 201 b. Hasil uji t (parsial) menunjukkan bahwa variabel reputasi underwriter (RU), Jenis Industri (JI), Reputasi Auditor, dan Return On Equity (ROE) berpengaruh signifikan dengan arah negatif terhadap initial return. Variabel Time (hot/cold), debt to equity ratio (DER), Earning Per Shared (EPS) berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap initial return..Sedangkan return on asset (ROA), umur perusahaan (AGE), ukuran perusahaan (SIZE) tidak berpengaruh signifikan terhadap initial return saat penawaran umum saham perdana (IPO) di Daftar Efek Syariah. 2. Hasil penelitian fenomena flipping activity yang terjadi pada perusahaan yang melakukan IPO pada periode penelitian. a. Hasil uji t (parsial) menunjukkan bahwa variabel reputasi underwriter (RU), Jenis Industri (JI), Reputasi Auditor, Time(hot/cold), dan Umur perusahaan (AGE) berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap Flipping Activity. Variabel Return On Equity (ROE), debt to equity ratio (DER), Earning Per Shared (EPS) dan Ukuran Perusahaan (SIZE) berpengaruh signifikan dengan arah negatif terhadap Flipping Activity, sedangkan return on asset (ROA) dan Underpricing tidak berpengaruh signifikan terhadap Flipping Activity saat penawaran umum saham perdana (IPO) di Bursa Efek Indonesia. b. Hasil uji t (parsial) menunjukkan bahwa variabel debt to equity ratio (DER) berpengaruh signifikan dengan arah negatif terhadap Flipping 202 Activity. Variabel Jenis Industri (JI) dan Reputasi Auditor berpengaruh positif signifikan terhadap Flipping Activity, Sedangkan Variabel Time (hot/cold), reputasi underwriter (RU), return on asset (ROA), Return On Equity (ROE), Earning Per Shared (EPS), Umur perusahaan (AGE), Ukuran Perusahaan (SIZE) dan Underpricing tidak berpengaruh signifikan terhadap Flipping Activity saat penawaran umum saham perdana (IPO) di Daftar Efek Syariah. 3. Hasil penelitian terhadap kinerja jangka panjang saham – saham yang mengalami underperformance. a. Hasil uji t (parsial) menunjukkan bahwa variabel reputasi underwriter (RU), Jenis Industri (JI), Reputasi Auditor, Time (hot/cold), dan Return On Equity (ROE) berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap Abnormal Return. Variabel Return On Asset (ROA) berpengaruh signifikan dengan arah negatif terhadap Abnormal Return. Sedangkan Variabel debt to equity ratio (DER), Earning Per Shared (EPS), umur perusahaan (AGE), dan Ukuran Perusahaan (SIZE) tidak berpengaruh signifikan terhadap Abnormal Return saat penawaran umum saham perdana (IPO) di Bursa Efek Indonesia. b. Hasil uji t (parsial) menunjukkan bahwa variabel Return On Equity (ROE), dan debt to equity ratio (DER) berpengaruh signifikan dengan arah negatif terhadap Abnormal Return. Variabel reputasi underwriter (RU), Jenis Industri (JI), Reputasi Auditor, Time 203 (hot/cold), Return On Asset (ROA), umur perusahaan (AGE), dan Ukuran Perusahaan (SIZE) berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap Abnormal Return. Sedangkan Variabel Earning Per Shared (EPS) tidak berpengaruh signifikan terhadap Abnormal Return saat penawaran umum saham perdana (IPO) di Daftar Efek Syariah. 4. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat pengaruh Underpricing dan Flipping Activity terhadap Underperformance di kedua sampel penelitian. a. Hasil uji t (parsial) menunjukan bahwa Underpricing berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap Abnormal Return dan Flipping Activity tidak berpengaruh signifikan terhadap Abnormal Return saat penawaran umum saham perdana (IPO) di Bursa Efek Indonesia. b. Hasil uji t (parsial) menunjukan bahwa Flipping Activity berpengaruh signifikan dengan arah negatif terhadap Abnormal Return dan Underpricing berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap Abnormal Return saat penawaran umum saham perdana (IPO) di Daftar Efek Syariah. 204 B. Implikasi 1. Bagi Akademisi Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi bagi penelitian selanjutnya dalam menganalisis anomali yang terjadi saat perusahaan melakukan IPO baik yang dilakukan di BEI maupun di DES. Selain itu, diharapkan penelitian selanjutnya dapat menambahkan variabel lain yang tidak hanya dari faktor keuangan dan non keuangan tetapi juga faktor makro saham saat penawaran umum perdana (IPO) seperti, proceeds, inflasi, dan suku bunga 2. Bagi Investor Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk menginvestasikan dana di pasar modal dan agar diperoleh return secara optimal bagi investor. Serta, investor juga dapat mempertimbangkan reputasi underwriter yang digunakan oleh perusahaan apakah termasuk dalam salah satu daftar peringkat 50 penjamin emisi yang teraktif dalam perdagangan di bursa setiap tahunnya. Underwriter yang berpengalaman dan bereputasi baik akan dapat mengorganisir IPO secara profesional dan memberikan pelayanan yang lebih baik kepada investor, hal ini terbukti dengan berpengaruhnya reputasi underwriter terhadap initial return. Serta dapat menjadi pertimbangan apakah dana yang dimiliki akan diinvestasikan pada emiten yang sesuai dengan prinsip syariah maupun non syariah. 205 3. Emiten Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi emiten, khususnya dalam memberikan informasi return on asset dan total aktiva yang dihasilkan karena akan mempengaruhi investor dalam mengambil keputusan investasi. Selain itu juga dapat memberikan informasi tentang karakteristik perusahaan dan untuk menggunakan underwriter yang bereputasi tinggi, sehingga investor tidak akan ragu untuk berinvestasi. Emiten juga dapat melihat penelitian ini sebagai pertimbangan saat ingin melakukan IPO karena penelitian ini memberikan informasi kondisi IPO di Indonesia. 4. Pihak Bursa Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak bursa dalam mempromosikan investasi yang cukup menarik di pasar modal Indonesia dimana tidak hanya pada Bursa Efek Indonesia tetapi juga Daftar Efek Syariah untuk menarik minat investor mancanegara, terutama investor negara-negara islam yang diyakini merupakan investor potensial, sehingga investor dapat berinvestasi sesuai dengan prinsip syariah. C. Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan diatas, maka peneliti dapat sampaikan beberapa saran sebagai berikut: 206 1. Bagi penelitian selanjutnya sebaiknya menambahkan variabel independen lain agar mampu menjelaskan penyebab yang diperkirakan menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat underpricing, flipping activity dan underperformance supaya hasil bisa lebih akurat dan juga diharapkan dalam penelitian selanjutnya melihat persentase penawaran saham dalam penentuan sampel perusahaan agar hasil yang didapat bisa lebih baik. 2. Penelitian selanjutnya sebaiknya menambahkan referensi jurnal atau penelitian lain yang lebih terbaru dan lebih lengkap agar mampu menjelaskan penyebab terjadinya dan pengaruh flipping activity terhadap faktor-faktor dalam penelitian. 3. Investor bisa melihat rasio Umur, Ukuran Perusahaan dan DER pada emiten yang akan melakukan IPO karena dengan melihat rasio tersebut investor bisa meramalkan apakah saham perusahaan yang ingin dijadikan investasi layak untuk dibeli atau tidak, karena sesuai dengan hasil penelitian ini. 207 DAFTAR PUSTAKA Aggarwal, R. (2003). Allocation of initial public offerings and flipping activity. Journal of Financial Economics, 68,111-135. http://dx.doi.org/10.1016/S0304-405X(02)00250-7 Aini, Syarifah. “Pengaruh Variabel Keuangan Dan Non Keuangan Terhadap Underpricing Pada Perusahaan Yang Melakukan Initial Public Offering (IPO) Di Bursa Efek Indonesia”, Tesis Universitas Sebelas Maret, 2009. Ardiansyah, Misnen. “Pengaruh Variabel Keuangan terhadap Return Awal dan Return 15 Hari Setelah IPO serta Moderasi besaran Perusahaan terhadap hubungan antara Variabel Keuangan dengan Return Awal dan Return 15 hari Setelah IPO di Bursa Efek Jakarta”, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol 7, No 2, Mei 2004. Arosio, R., G. Giudici, and S. Paleari, 2001, “Why Do (or Did?) Internet-stock IPOs Leave So Much Money on the Table?” Politecnico di Milano (Italy) Working Paper. Arthesa, Ade dan Edia Handiman, “Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank”, PT INDEKS Kelompok Gramedia, Jakarta, 2006. Arum Prastiwi dan Indra Wijaya Kusuma. (2001). Analisis Kinerja Surat Berharga Setelah Penawaran Perdana (IPO) di Indonesia. Jurnal Ekonomidan Bisnis Indonesia, Vol.16, No.2 Asmalidar.”Analisis Faktor Fundamental Terhadap Return Jangka Pendek dan Jangka Panjang Sahap Initial Public Offering di Pasar Sekunder Bursa Efek Indonesia”. Jurnal Ekonomi, Vol. 14, No 4, September 2011. Bayley, L., Lee, P. J., & Walter, T. S. (2006). IPO flipping in Australia: Cross sectional explanations. Pacific-basin finance journal, 14, 327-348 http;//dx.doi.org/10.1016/j.pasifin.2006. 01.002 Beatty, R.P. “Auditor Reputation and The pricing of Initial Public Offerings”, The Accounting Review, 1989 Boehmer, E., & Fishe, R. P. H. (2000). Do underwriters encourage stock flipping? A new explanation for the under-pricing of IPOs. Working Paper, University of Miami. Brealey, et. al. “Dasar-Dasar Manajemen Keuangan”, Erlangga, Jakarta, 2008. 208 Brigham dan Houston. “Dasar-dasar Manajemen Keuangan”, Buku 1. Edisi 10. Salemba Empat, Jakarta, 2009. Bodie Zvi, Alex Kane dan Alan J. Marcus. “Investasi”, Edisi 6, Salemba Empat, Jakarta, 2006. Booth, J.R., and Chua, L. (1996). Ownership Dispersion, Costly Information, and IPO Underpricing, Journal of Financial Economics, 15, 291-310. Carter, R., Frederick, H., & Singh, A. (1998) underwriter reputation, initial return adn the long-run performance of IPO stock. Journal of Finance, 53 (1), 285-311 Che Yahya, N. and R. Abdul Rahim. 2015. Role of Lockup Provision and Institutional Investors‟ Participation in Restricting Flipping Activity. Is There a Moderating Effect of Investor Demand?. Asian Academy of Management Journal of Accounting and Finance 11(2): 1-29. Correra, A. J. (1992). Block that sale: War on IPO flippers hurts little guy. Barron’s National Business and Financial Weekly, 72, Daljono, Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Initial Return Saham yang Listing Di BEJ th 1990-1997, SNA III, 2000 Ellis, K., Michaely, R., & O‟Hara, M. (2002).The making of a dealer market: from entry to equilibrium in the trading of Nasdaq stock. Journal of Finance, 57, 2289-2316. http://dx.doi.org/10.1111/1540-6261.00496 Ellis, K. (2006). Who trades IPOs? A close look at the first days of trading. Journal of Financial Economics, 79, 339-363. http://dx.doi.org/10.1016/j.jfineco.2004.09.006 Febriana, Dian, “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Underpricing Saham Pada Perusahaan Go Public di BEJ”, Yogyakarta, 2004 Friedlan, J.M. “accounting choices of issuers of initial public offering” contemporary accounting research, 11. 1-31. 1994 Gatot Nazir Ahmad, Isti Indriyanti, Agung Darmawan Buchdadi. “Pengaruh DER, ROI, Current Ratio Dan Rata-Rata Kurs Terhadap Undepricing Pada Initial Public Offering”, Jurnal Riset Manajemen Sains Indonesia (JRMSI), Vol. 4 No. 2 2013. Hapsari, V Anitya dan Mahfud, M. Kholiq. 2012. “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Underpricing saham pada Penawaran Saham Perdana di BEI Periode 2008-2010”. Dipenogoro Journal of Management Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 1-9. 209 Helwege, J. and Liang, N. (2004). Initial public offerings in hot and cold markets, Journal of Finance andQuantitative Analysis, 39 (3), pp. 541-569. Hendrajaya, Sandra Dewi, “Analisi Konsistensi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Underpricing Saham Sektor Keuangan Dan Manufaktur” Universitas Diponegoro, Semarang, 2005 Holland dan Horton, “ penawaran perdana di pasar sekuritas terdaftar dampak dari penasehat profesional”. Jurnal akuntansi dan bisnis, Vol.24 No. 93. 1993 Horne, VC James, dan Wachowicz, M John. 2005. “Prinsip-prinsip Manajemen Keuangan”, Edisi 8 Buku 1. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Ibbotson, Roger G. and Jeffrey F. Jaffe, 1975, “Hot issue” markets, Journal of Finance 30, 1027-1042. Jogiyanto,S.H. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal, Edisi Pertama, UPP AMP YKPN, Yogyakarta, 2000. Jogiyanto. “Teori Portofolio dan Analisis Investasi”, BPFE, Yogyakarta, 2003. Jogiyanto, Hartono. “Teori Portofolio dan Analisis Investasi”, Edisi Keenam, BPFE, Yogyakarta, 2009. Kasmir. “Analisis Laporan Keuangan”. Raja Grafindo, Jakarta, 2010. Keown, Martin et al. 2008."Manajemen Keuangan: Prinsip dan Penerapan”, Edisi 10, Jilid 1. Klaten, Jawa Tengah : PT Macanan Jaya Cemerlang. Kooli,M. dan J.M. Suret. 2002. The aftermarket performance of initial public offerings in Canada, SSRN Electronic Paper Collection Krigman, L., W. Shaw, and K. Womack (1999) "The Persistence of IPO Mispricing and the Predictive Power of Flipping," Journal of Finance, 54, 1015-1044. Kristiantari, I Dewa Ayu. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing Saham pada Penawaran Saham Perdana di Bursa Efek Indonesia” Tesis Universitas Udayana Denpasar, 2012. Lowry,M., & Shu,S. 2002. Litigation risk and IPO underpricing. Journal of financial economics 65, 309-335. 210 Miller, R. E., & Reilly, F. K. (1987). An examination of mispricing, returns, and uncertainty for initial public offerings. Financial Management, 16, 33– 38. Perdana, Rizky Agustine Putri. dkk. "Pengaruh Return on Equity (ROE), Earning Per Share (EPS), dan Debt Equity Ratio (DER) Terhadap Harga Saham (Studi Pada Perusahaan Makanan dan Minuman yang Go Public di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2011)." Jurnal Administrasi Bisnis Volume 2, No.1, 2013. Prastica, Yurena. 2012. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Underpricing saham pada Penawaran Saham Perdana di BEI Periode 2007-2010”. Universitas Widya Mandala Surabaya Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi – Vol. 1, No. 2, Maret 2012. Pulliam, S., & Smith, R. (2000). Trade-offs: Seeking IPO shares, investors offer to buy more in after-market and pledges can be a factor, underwriters say, though they deny quid pro quo trying to avoid the flippers. Wall Street Journal February, 2, C1. Ratnasari, Anggita dan Gunasti Hudiwinarsih.”Analisis Pengaruh Informasi Keuangan, Non Keuangan Serta Ekonomi Makro terhadap Underpricing Pada Perusahaan Ketika IPO”. Jurnal Buletin Studi Ekonomi, STIE Perbanas Surabaya Vol. 18, No. 2 Agustus 2013. Retnowati, Eka. 2013. “Penyebab Underpricing pada Penawaran Saham Perdana di Indonesia Periode 2008-2011” Universitas Negeri Semarang Accounting Analysis Journal 2 (2) (2013). Risqi, I Azisia dan Harto, Puji. 2013. “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Underpricing Ketika Intial Public Offering (IPO) di BEI Periode 2007 -2011”. Diponegoro Journal of Accounting Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 1-7. Ritter, J.R., 1984, “The „Hot Issue‟ Market of 1980,” Journal of Business 57, 215240. Ritter, Jay R., “The Long-Run Performance Of Initial Public Offering”, Journal Of Finance, 1991 Ritter, J.R. and Welch, I. (2002). A Review of IPO activity, Pricing and Allocations, Journal of Finance, 57,pp. 1795-1828. Riyanto, Bambang. 2013. “Dasar Dasar Pembelanjaan Perusahaan”, Edisi Keempat, Cetakan Ketiga belas. BPFE-Yogyakarta. 211 Rodoni, Ahmad. “Investasi Syariah”, Lembaga Penelitian UIN, Jakarta, 2009. Rosadi, Dedi. “Ekonometrika dan Analisis Runtun Waktu Terapan dengan Eviews”, CV. Andi Offset, Yogyakarta, 2012. Rosyati dan Arifin Sabeni.“Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Underpricing Saham pada Perusahaan Go Public di Bursa Efek Jakarta”. Simposium Nasional Akuntansi V, Semarang, 2002. Safitri, T Anggita. 2013. “Asimetri Informasi dan Underpricing”. Universitas Negeri Semarang Jurnal Dinamika Manajemen Vol. 4, No. 1, 2013, pp: 1-9. Saftiana, Yulia dan Muna Amelia J. “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Underpricing Penawaran Umum Perdana (IPO) Di Bursa Efek Jakarta”, Jurnal Penelitian Dan Pengembangan Akuntansi Vol. 1 No. 2 Juli 2007. Sanora, Cynthia. "Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Saham Setelah Penawaran Umum Perdana." Jurnal Ilmu Manajemen (JIM) Volume 1, No.4, 2013. Samsul, Mohamad. “Pasar Modal dan Manajemen Portofolio”, Penerbit Erlangga, Surabaya, 2006. Schultz, P. H., & Zaman, M. A. (1994). Aftermarket support and underpricing of initial public offerings. Journal of Financial Economics, 35, 199–219. Silvanita, Ktut. “Bank dan Lembaga Keuangan Lain”, Airlangga, Jakarta, 2009. Sjahrial, Dermawan. “Pengantar Manajemen Keuangan”, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2006. Suhardi dan Purwanto. 2008. “Statistika untuk Ekonomi dan Keuangan Modern”, Salemba Empat, Jakarta, 2008. Sutrisno. “Manajemen Keuangan Yogyakarta, 2001. (Teori, Konsep, Aplikasi)”, Ekonisia, Suyatmin dan Sujadi. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing Pada Penawaran Umum Perdana di Bursa Efek Jakarta”, Benefit Vol.10, No. 1, 2006. Tandelilin, Eduardus. Portofolio dan Investasi: Teori dan Aplikasi, Edisi Pertama.Yogyakarta : Kanisius, 2010. 212 Van Horne, James C. dan John M Wachowicz, JR. “Prinsip – Prinsip Manajemen Keuangan”, Edisi 12, Salemba Empat, Jakarta, 2007. Wahyusari, Ayu. 2013. “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Underpricing Saham saat IPO di BEI Periode 2007-2011”. Universitas Negeri Semarang Accounting Analysis Journal 2 (4) (2013) Warsono. “Manajemen Keuangan Perusahaan”, Edisi 3, Bayumedia Publishing, Malang, 2003. Weston, J. Fred dan Thomas E. Copeland. “Manajemen Keuangan”, Edisi Kesembilan, Binarupa Aksara, Jakarta, 1995. Widarjono, Agus. “Analisis Yogyakarta,2010. Statistika Multivariat terapan”YKPN, Winarno, Wing Wahyu. “Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews”, Edisi ketiga, UPP STIM YKPN, Yogyakarta, 2011. Wiryawan, Y Fendi. 2014. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Underpricing Saham pada Perusahaan yang Go Public di BEI periode 2008- 2012”. Universitas Negeri Surabaya, Jurnal Akuntansi UNESA Vol 2, No. 3 (2014) Yasa, Gerianta Wirawan, “Penyebab Underpricing Pada Saham Perdana di BEJ”, Universitas Udayana, Bali, 2002 Yolana, Chastina dan Dwi Martini. “Variabel-Variabel yang Mempengaruhi Fenomena Underpricing pada Penawaran Saham Perdana di BEJ Tahun 1994-2001”, SNA VIII Solo, 2005. Yulfasni. “Hukum Pasar Modal”, Badan Penerbit Iblam, Jakarta, 2005. www.idx.co.id www.ojk.go.id www.ssrn.com www.yahoofinance.com 213 LAMPIRAN 1 : Initial Return Perusahaan yang Melakukan IPO di BEI periode 2010 – 2014 NO KODE NAMA PERUSAHAAN 1 2 3 4 5 6 7 EMTK PTPP BIPI TOWR ROTI GOLD SKYB 8 BJBR 9 10 11 12 13 IPOL GREN BUVA BRAU HRUM 14 ICBP 15 16 17 TBIG KRAS APLN Elang Mahkota Teknologi Tbk PP ( Persero) Tbk Benakat Petroleum Energy Tbk Sarana Menara Nusantara Tbk Nippon Indosari Corpindo Tbk Golden Retailindo Tbk Skybee Tbk Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk Indopoly Swakarsa Industry Tbk Evergreen Invesco Tbk Bukit Uluwatu Villa Tbk Berau Coal Ennergy Tbk Harum Energy Tbk Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Tower Bersama Infrastructure Tbk Krakatau Steel (Persero) Tbk Agung Podomoro Land Tbk Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk Wintermar Offshore Marine Tbk Midi Utama Indonesia Tbk Bumi Reaources Minerals Tbk Bank Sinarmas Tbk Multifiling Mitra indonesia Tbk Megapolitan Developments Tbk Martina Bento Tbk Garuda Indonesia (persero) Tbk Mitrabahtera Segara Sejati Tbk Sejahteraraya Anugrahjaya Tbk 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 BORN WINS MIDI BRMS BSIM MFMI EMDE MBTO GIAA MBSS SRAJ TGL HARGA LISTING OFFERING CLOSING 12/01/2010 720 730 09/02/2010 560 580 11/02/2010 140 191 08/03/2010 1050 1570 28/06/2010 1275 1490 07/07/2010 350 520 07/07/2010 375 560 08/07/2010 600 900 1.390 3.570 36.43 49.52 16.86 48.57 49.33 50.00 09/07/2010 09/07/2010 12/07/2010 06/10/2010 07/10/2010 210 105 260 5200 5395 235 178 310 5450 5950 11.90 69.52 19.23 4.81 10.29 19/10/2010 400 465 16.25 26/10/2010 10/11/2010 11/11/2010 26/11/2010 2025 850 365 1170 2400 1270 410 1280 18.52 49.41 12.33 9.40 29/11/2010 30/11/2010 09/12/2010 13/12/2010 29/12/2010 12/01/2011 12/01/2011 11/02/2011 06/04/2011 11/04/2011 380 275 635 150 200 250 740 500 1600 120 355 410 700 252 340 210 660 620 1780 163 -6.58 49.09 10.24 68.00 70.00 -16.00 -10.81 24.00 11.25 35.83 214 IR NO KODE NAMA PERUSAHAAN 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 HDFA BULL JAWA SIMP MTLA TIFA PTIS SDMU ALDO STAR SMRU CASS ABMM ERAA BAJA GWSA PADI TELE ESSA BEST RANC TRIS KOBX TOBA MSKY ALTO GLOB GAMA 61 62 63 64 65 66 67 BJTM IBST NIRO PALM NELY TAXI BSSR HD Finance Tbk Buana Listya Tama Tbk Jaya Agra Wattie Tbk Salim Ivomas Pratama Tbk Megapolitan Land Tbk Tifa Finance Tbk Indo Straits Tbk Sidomulyo Selarass Tbk Alkindo Naratama Tbk Star Petrochem Tbk SMR Utama Tbk** Cardig Aero Service Tbk ABM Investama Tbk Erajaya Swasembeda Tbk Saranacentral Bajatama Tbk Greenwood Sejahtera Tbk Minna Padi Tbk Tiphone Mobile Indonesia Tbk Surya Esa Prakarsa tbk Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk Supra Boga Lestari Tbk Trisula International Tbk Kobexindo Tractors Tbk Toba Bara Sejahtera Tbk MNC Sky Vision Tbk Tri Biyan Tirta tbk Global Teleshop Tbk Gading Development Tbk Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk Inti bangun Sejahtera Tbk Nirvana Development Tbk Provident Agro Tbk Pelayaran Nelly Dwi Putri Tbk Express Trasindo Utama Tbk Baramulti Suksessarana Tbk TGL HARGA LISTING OFFERING CLOSING 10/05/2011 200 230 23/05/2011 155 166 30/05/2011 500 495 09/06/2011 1100 1250 20/06/2011 240 240 08/07/2011 200 310 12/07/2011 950 1000 12/07/2011 225 240 12/07/2011 225 250 13/07/2011 102 138 10/10/2011 600 650 05/12/2011 400 395 06/12/2011 3750 3825 14/12/2011 1000 990 21/12/2011 250 340 23/12/2011 250 205 09/01/2012 395 550 12/01/2012 310 325 01/02/2012 610 910 10/04/2012 170 285 07/06/2012 500 670 28/06/2012 300 320 05/07/2012 400 460 06/07/2012 1900 2125 09/07/2012 1520 1540 10/07/2012 210 315 10/07/2012 1150 1150 11/07/2012 105 178 12/07/2012 31/08/2012 13/09/2012 08/10/2012 11/10/2012 02/11/2012 08/11/2012 430 1000 105 450 168 560 1950 470 1500 178 470 205 590 1940 215 IR 15.00 7.10 -1.00 13.64 0.00 55.00 5.26 6.67 11.11 35.29 8.33 -1.25 2.00 -1.00 36.00 -18.00 39.24 4.84 49.18 67.65 34.00 6.67 15.00 11.84 1.32 50.00 0.00 69.52 9.30 50.00 69.52 4.44 22.02 5.36 -0.51 NO KODE NAMA PERUSAHAAN 68 69 70 ASSA WIIM WSKT 71 72 BBRM HOTL 73 SAME 74 75 MAGP TPMA 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 ISSP DYAN ANJT NOBU MPMX DSNG SRIL ACST SRTG NRCA SMBR ECII VICO MLPT BBMD CPGT NAGA BMAS 94 95 96 97 98 99 SILO APII KRAH IMJS LEAD SSMS Adi Sarana Armada Tbk Wismilak Inti Makmur Tbk Waskita Karya (Persero) Tbk Pelayaran Nasional Bina buana Raya Tbk Saraswati Griya Lestari Tbk Sarana Mediatama Metropolitan Tbk Multi Agro Gemilang Plantation Tbk Trans Power Marine Tbk Steel Pipe Industry of Indonesia tbk Dyandra Media International Tbk Austindo Nusantara Jaya Tbk Bank National Nobu Tbk Mitra Pinasthika Mustika Tbk Dharma Satya nusantara Tbk Sri Rejeki Isman Tbk Acset Indonusa Tbk Saratoga Investama Sedaya Tbk Nusa Raya Cipta Tbk Semen Baturaja (Persero) Tbk Electronic City Indonesia Tbk Visctoria Investama Tbk Multipolar Technology tbk Bank Mestika Dharma Tbk Cipaganti Citra Graha Tbk Bank Mitraniaga Tbk Bank Maspion Indonesia Tbk Siloam International Hospitals Tbk Arita Prima Indonesia Tbk Grand Kartech Tbk Indomobil Multi Jasa Tbk Logindo Samudra Makmur tbk Sawit Sumbermas Sarana Tbk TGL HARGA LISTING OFFERING CLOSING 12/11/2012 390 490 18/12/2012 650 800 19/12/2012 380 445 IR 25.64 23.08 17.11 09/01/2013 10/01/2013 230 185 200 240 -13.04 29.73 11/01/2013 400 480 20.00 16/01/2013 20/02/2013 110 230 112 330 1.82 43.48 22/02/2013 25/03/2013 08/05/2013 20/05/2013 29/05/2013 14/06/2013 17/06/2013 24/06/2013 26/06/2013 27/06/2013 28/06/2013 03/07/2013 08/07/2013 08/07/2013 08/07/2013 09/07/2013 09/07/2013 11/07/2013 295 350 1200 375 1500 1850 240 2500 5500 850 560 4050 480 125 1380 180 190 320 300 460 1200 460 1480 1870 240 2600 5300 1000 590 4050 610 150 1420 300 195 340 1.69 31.43 0.00 22.67 -1.33 1.08 0.00 4.00 -3.64 17.65 5.36 0.00 27.08 20.00 2.90 66.67 2.63 6.25 12/09/2013 29/10/2013 08/11/2013 10/12/2013 11/12/2013 12/12/2013 9000 220 275 500 2800 670 9150 290 410 600 3000 710 1.67 31.82 49.09 20.00 7.14 5.97 216 NO KODE 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 SIDO PNBS BINA ASMI CANI BALI WTON BLTZ MDIA LRNA DAJK LINK CINT MGNA 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 BPII MBAP TARA DNAR BIRD SOCI IMPC AGRS IBFN GOLL NAMA PERUSAHAAN Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul tbk Bank Panin Syariah Tbk Bank Ina Perdana Tbk Asuransi Mitra Maparya Tbk Capitol Nusantara Indonesia Tbk Bali Towerindo Sentra tbk Wijaya Karya Beton Tbk Graha Layar Prima Tbk** Intermedia Capital Tbk Eka Sari Lorena Transport Tbk Dwi Aneka Jaya Kemasindo Tbk Link Net tbk Chitose International tbk Magna Finance Tbk Batavia Prosperindo International Tbk Mitra adiperdana Tbk Sitara Propertindo Tbk Bank dinar indonesia Tbk Blue Bird Tbk Soechi Lines Tbk Impack Pratama Industri tbk Bank Agris Tbk Intan Baruprana Finance Tbk Golden Plantation Tbk TGL LISTING HARGA OFFERING CLOSING 18/12/2013 15/01/2014 16/01/2014 16/01/2014 16/01/2014 13/03/2014 08/04/2014 10/04/2014 11/04/2014 15/04/2014 14/05/2014 02/06/2014 27/06/2014 07/07/2014 580 100 240 270 200 400 590 3000 1380 900 470 1600 330 105 660 97 270 405 239 600 760 3400 1510 780 520 2400 363 155 13.79 -3.00 12.50 50.00 19.50 50.00 28.81 13.33 9.42 -13.33 10.64 50.00 10.00 47.62 08/07/2014 10/07/2014 11/07/2014 11/07/2014 05/11/2014 03/12/2014 17/12/2014 22/12/2014 22/12/2014 23/12/2014 500 1300 106 110 6500 550 3800 110 288 288 550 1430 180 187 7450 620 5700 187 290 289 10.00 10.00 69.81 70.00 14.62 12.73 50.00 70.00 0.69 0.35 Keterangan : ** IR = Perusahaan yang tidak sesuai dengan kriteria penelitian 217 LAMPIRAN 2 : Initial Return Perusahaan yang Melakukan IPO di DES periode 2010 – 2014 NO KODE NAMA PERUSAHAAN 1 2 3 4 5 6 7 PTPP ROTI GOLD SKYB IPOL GREN HRUM 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 ICBP APLN WINS MIDI BRMS MFMI EMDE MBTO GIAA MBSS SRAJ JAWA SIMP MTLA PTIS SDMU ALDO STAR SMRU ARII GEMS CASS PP ( Persero) Tbk Nippon Indosari Corpindo Tbk Golden Retailindo Tbk Skybee Tbk Indopoly Swakarsa Industry Tbk Evergreen Invesco Tbk Harum Energy Tbk Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Agung Podomoro Land Tbk Wintermar Offshore Marine Tbk Midi Utama Indonesia Tbk Bumi Reaources Minerals Tbk Multifiling Mitra indonesia Tbk Megapolitan Developments Tbk Martina Bento Tbk Garuda Indonesia (persero) Tbk Mitrabahtera Segara Sejati Tbk Sejahteraraya Anugrahjaya Tbk Jaya Agra Wattie Tbk Salim Ivomas Pratama Tbk Megapolitan Land Tbk Indo Straits Tbk Sidomulyo Selarass Tbk Alkindo Naratama Tbk Star Petrochem Tbk SMR Utama Tbk** Atlas Resources Tbk Golden Energy Mines Tbk Cardig Aero Service Tbk TGL HARGA LISTING OFFERING CLOSING 09/02/2010 560 580 28/06/2010 1275 1490 07/07/2010 350 520 07/07/2010 375 560 09/07/2010 210 235 09/07/2010 105 178 07/10/2010 5395 5950 19/10/2010 11/11/2010 29/11/2010 30/11/2010 09/12/2010 29/12/2010 12/01/2011 12/01/2011 11/02/2011 06/04/2011 11/04/2011 30/05/2011 09/06/2011 20/06/2011 12/07/2011 12/07/2011 12/07/2011 13/07/2011 10/10/2011 08/11/2011 17/11/2011 05/12/2011 400 365 380 275 635 200 250 740 500 1600 120 500 1100 240 950 225 225 102 600 1500 2500 400 465 410 355 410 700 340 210 660 620 1780 163 495 1250 240 1000 240 250 138 650 1540 2725 395 218 IR 3.57 16.86 48.57 49.33 11.90 69.52 10.29 16.25 12.33 -6.58 49.09 10.24 70.00 -16.00 -10.81 24.00 11.25 35.83 -1.00 13.64 0.00 5.26 6.67 11.11 35.29 8.33 2.67 9.00 -1.25 NO KODE NAMA PERUSAHAAN 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 ERAA TELE ESSA BEST RANC TRIS KOBX TOBA GLOB GAMA IBST NIRO PALM NELY BSSR WSKT HOTL 47 MAGP 48 49 50 51 52 53 54 55 56 ISSP DYAN ANJT ACST SRTG NRCA ECII MLPT CPGT 57 58 59 60 SILO APII KRAH SSMS 61 62 SIDO CANI Erajaya Swasembeda Tbk Tiphone Mobile Indonesia Tbk Surya Esa Prakarsa tbk Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk Supra Boga Lestari Tbk Trisula International Tbk Kobexindo Tractors Tbk Toba Bara Sejahtera Tbk Global Teleshop Tbk Gading Development Tbk Inti bangun Sejahtera Tbk Nirvana Development Tbk Provident Agro Tbk Pelayaran Nelly Dwi Putri Tbk Baramulti Suksessarana Tbk Waskita Karya (Persero) Tbk Saraswati Griya Lestari Tbk Multi Agro Gemilang Plantation Tbk Steel Pipe Industry of Indonesia tbk Dyandra Media International Tbk Austindo Nusantara Jaya Tbk Acset Indonusa Tbk Saratoga Investama Sedaya Tbk Nusa Raya Cipta Tbk Electronic City Indonesia Tbk Multipolar Technology tbk Cipaganti Citra Graha Tbk Siloam International Hospitals Tbk Arita Prima Indonesia Tbk Grand Kartech Tbk Sawit Sumbermas Sarana Tbk Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul tbk Capitol Nusantara Indonesia Tbk TGL HARGA LISTING OFFERING CLOSING 14/12/2011 1000 990 12/01/2012 310 325 01/02/2012 610 910 10/04/2012 170 285 07/06/2012 500 670 28/06/2012 300 320 05/07/2012 400 460 06/07/2012 1900 2125 10/07/2012 1150 1150 11/07/2012 105 178 31/08/2012 1000 1500 13/09/2012 105 178 08/10/2012 450 470 11/10/2012 168 205 08/11/2012 1950 1940 19/12/2012 380 445 10/01/2013 185 240 IR -1.00 4.84 49.18 67.65 34.00 6.67 15.00 11.84 0.00 69.52 50.00 69.52 4.44 22.02 -0.51 17.11 29.73 16/01/2013 110 112 1.82 22/02/2013 25/03/2013 08/05/2013 24/06/2013 26/06/2013 27/06/2013 03/07/2013 08/07/2013 09/07/2013 295 350 1200 2500 5500 850 4050 125 180 300 460 1200 2600 5300 1000 4050 150 300 1.69 31.43 0.00 4.00 -3.64 17.65 0.00 20.00 66.67 12/09/2013 29/10/2013 08/11/2013 12/12/2013 9000 220 275 670 9150 290 410 710 1.67 31.82 49.09 5.97 18/12/2013 16/01/2014 580 200 660 239 13.79 19.50 219 NO KODE 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 BALI WTON MDIA LRNA DAJK LINK CINT MBAP TARA IMPC GOLL NAMA PERUSAHAAN Bali Towerindo Sentra tbk Wijaya Karya Beton Tbk Intermedia Capital Tbk Eka Sari Lorena Transport Tbk Dwi Aneka Jaya Kemasindo Tbk Link Net tbk Chitose International tbk Mitra adiperdana Tbk Sitara Propertindo Tbk Impack Pratama Industri tbk Golden Plantation Tbk TGL HARGA LISTING OFFERING CLOSING 13/03/2014 400 600 08/04/2014 590 760 11/04/2014 1380 1510 15/04/2014 900 780 14/05/2014 470 520 02/06/2014 1600 2400 27/06/2014 330 363 10/07/2014 1300 1430 11/07/2014 106 180 17/12/2014 3800 5700 23/12/2014 288 289 Keterangan : ** = Perusahaan yang tidak sesuai dengan kriteria penelitian 220 IR 50.00 28.81 9.42 -13.33 10.64 50.00 10.00 10.00 69.81 50.00 0.35 Model Y1 (konvensional) ORDINARY LEAST SQUARE (OLS) The regression equation is Y1 = 61,6 - 7,24 D1 - 4,81 D2 - 10,9 D3 + 13,1 D4 - 0,202 X1 - 0,086 X2 + 0,381 X3 + 0,00868 X4 - 0,055 X5 - 1,19 X6 Predictor Constant RU JI TIME AUD ROA ROE DER EPS AGE SIZE Coef 61,65 -7,239 -4,812 -10,915 13,106 -0,2022 -0,0855 0,3806 0,008678 -0,0548 -1,186 S = 19,9894 SE Coef 41,32 4,752 5,884 4,762 4,258 0,4032 0,1392 0,2408 0,007933 0,1584 1,484 R-Sq = 23,2% T P 1,49 0,139 -1,52 0,131 -0,82 0,416 -2,29 0,024 3,08 0,003 -0,50 0,617 -0,61 0,541 1,58 0,118 1,09 0,277 -0,35 0,730 -0,80 0,426 VIF 1,099 1,230 1,207 1,120 3,076 3,164 1,059 1,396 1,125 1,280 R-Sq(adj) = 14,8% Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total DF 10 92 102 SS 11078,7 36761,0 47839,7 MS 1107,9 399,6 F 2,77 P 0,005 Durbin-Watson statistic = 2,21469 GENERALIZED LEAST SQUARE (GLS) Regression Analysis: Y1 versus X1; X2; X3; X4; X5; X6; D1; D2; D3; D4 Weighted analysis using weights in 1/e1 221 The regression equation is Y1 = 60,6 - 0,099 X1 - 0,112 X2 + 0,439 X3 + 0,00845 X4 - 0,0848 X5 - 1,11 X6 - 7,97 D1 - 5,11 D2 - 11,7 D3 + 13,6 D4 Predictor Constant RU JI TIME AUD ROA ROE DER EPS AGE SIZE Coef 60,57 -7,969 -5,110 -11,7326 13,5852 -0,0986 -0,11157 0,43896 0,008454 -0,08480 -1,1149 S = 1,02568 SE Coef 14,37 1,482 1,613 0,8686 0,9318 0,1548 0,05831 0,05885 0,002213 0,05441 0,4920 R-Sq = 96,2% T 4,22 -5,38 -3,17 -13,51 14,58 -0,64 -1,91 7,46 3,82 -1,56 -2,27 P 0,000 0,000** 0,002** 0,000** 0,000** 0,526 0,059 0,000** 0,000** 0,123 0,026** R-Sq(adj) = 95,8% Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total DF 10 92 102 SS 2439,15 96,79 2535,94 MS 243,91 1,05 F 231,85 P 0,000 Durbin-Watson statistic = 2,21125 222 Model Y2 (konvensional) ORDINARY LEAST SQUARE (OLS) Regression Analysis: Y2 versus X1; X2; X3; X4; X5; X6; Y1; D1; D2; D3; D4 The regression equation is Y2 = 0,305 - 0,00003 X1 - 0,000225 X2 + 0,00027 X3 – 0,000011 X4 + 0,000140 X5 - 0,0103 X6 - 0,000078 Y1 + 0,0069 D1 + 0,0134 D2 + 0,0155 D3 + 0,0345 D4 Predictor Constant UND RU JI TIME AUD -0,000027 ROE DER EPS AGE SIZE Coef SE Coef 0,3050 0,2387 -0,0000777 0,0005952 0,00692 0,02747 0,01343 0,03372 0,01551 0,02795 0,03449 0,02553 0,002305 -0,01 0,991 -0,0002248 0,0007965 0,000265 0,001394 -0,00001071 0,00004559 0,0001402 0,0009051 -0,010276 0,008501 S = 0,114127 R-Sq = 4,6% T P 1,28 0,205 -0,13 0,896 0,25 0,802 0,40 0,691 0,55 0,580 1,35 0,180 3,084 -0,28 0,778 0,19 0,849 -0,23 0,815 0,15 0,877 -1,21 0,230 VIF 1,301 1,126 1,239 1,275 1,235ROA 3,177 1,088 1,414 1,126 1,289 R-Sq(adj) = 0,0% Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total DF 11 91 102 SS 0,05777 1,18528 1,24305 MS 0,00525 0,01303 F 0,40 P 0,951 Durbin-Watson statistic = 2,04846 223 GENERALIZED LEAST SQUARE (GLS) Regression Analysis: Y2 versus X1; X2; X3; X4; X5; X6; Y1; D1; D2; D3; D4 Weighted analysis using weights in 1/e2 The regression equation is Y2 = 0,280 - 0,000205 X1 - 0,000183 X2 - 0,00146 X3 - 0,000009 X4 + 0,000156 X5 - 0,00929 X6 - 0,000127 Y1 + 0,00679 D1 + 0,0121 D2 + 0,0176 D3 + 0,0340 D4 Predictor Constant UND RU JI TIME AUD ROA ROE DER EPS AGE SIZE Coef 0,28001 -0,00012749 0,006792 0,012099 0,017606 0,033990 -0,0002046 -0,00018278 -0,0014623 -0,00000873 0,00015625 -0,0092906 S = 0,946880 SE Coef 0,02016 0,00007041 0,003053 0,002568 0,001263 0,001823 0,0002082 0,00008943 0,0005724 0,00000377 0,00005811 0,0006411 R-Sq = 94,6% T 13,89 -1,81 2,22 4,71 13,94 18,65 -0,98 -2,04 -2,55 -2,32 2,69 -14,49 P 0,000 0,073 0,029** 0,000** 0,000** 0,000** 0,328 0,044** 0,012** 0,023** 0,009** 0,000** R-Sq(adj) = 93,9% Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total DF 11 91 102 SS 1427,57 81,59 1509,16 MS 129,78 0,90 F 144,75 P 0,000 Durbin-Watson statistic = 2,05232 224 Model Y3 (konvensional) ORDINARY LEAST SQUARE (OLS) Regression Analysis: Y3 versus X1; X2; X3; X4; X5; X6; Y1; Y2; D1; D2; D3; D4 The regression equation is Y3 = + + + 0,121 - 0,00052 X1 + 0,000160 X2 - 0,00013 X3 0,000019 X4 + 0,000387 X5 0,00239 X6 + 0,00102 Y1 - 0,0332 Y2 + 0,0216 D1 0,0463 D2 + 0,0123 D3 + 0,0124 D4 Predictor Constant UND FLIP RU JI TIME AUD ROA ROE DER EPS AGE SIZE Coef -0,1207 0,0010213 -0,03321 0,02165 0,04626 0,01226 0,01243 -0,000515 0,0001596 -0,000132 0,00001888 0,0003866 0,002387 S = 0,101521 SE Coef T P 0,2143 -0,56 0,575 0,0005295 1,93 0,057 0,09325 -0,36 0,723 0,02445 0,89 0,378 0,03002 1,54 0,127 0,02491 0,49 0,624 0,02294 0,54 0,589 0,002051 -0,25 0,802 0,0007088 0,23 0,822 0,001240 -0,11 0,916 0,00004056 0,47 0,643 0,0008052 0,48 0,632 0,007623 0,31 0,755 R-Sq = 9,7% VIF 1,302 1,049 1,127 1,241 1,280 1,260 3,084 3,179 1,088 1,415 1,127 1,309 R-Sq(adj) = 0,0% Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total DF 12 90 102 SS 0,09954 0,92759 1,02713 MS 0,00830 0,01031 F 0,80 P 0,645 Durbin-Watson statistic = 2,15078 225 GENERALIZED LEAST SQUARE (GLS) Regression Analysis: Y3 versus X1; X2; X3; X4; X5; X6; Y1; Y2; D1; D2; D3; D4 Weighted analysis using weights in 1/e3 The regression equation is Y3 = + + 0,0652 - 0,000878 X1 + 0,000442 X2 0,000049 X3 - 0,000002 X4 + 0,000100 X5 0,000738 X6 + 0,000790 Y1 - 0,0002 Y2 0,0202 D1 + 0,0273 D2 + 0,0148 D3 + 0,0113 D4 Predictor Constant UND FLIP RU JI TIME AUD ROA ROE DER EPS AGE SIZE Coef -0,06517 0,00078996 -0,00017 0,020181 0,027317 0,014804 0,011324 -0,0008778 0,0004419 -0,0000488 -0,00000241 0,0000996 0,0007378 S = 0,932839 SE Coef 0,02687 0,00008180 0,03668 0,003052 0,005716 0,003113 0,002739 0,0002871 0,0001492 0,0001039 0,00001183 0,0001157 0,0008606 R-Sq = 97,4% T -2,43 9,66 -0,00 6,61 4,78 4,76 4,13 -3,06 2,96 -0,47 -0,20 0,86 0,86 P 0,017 0,000** 0,996 0,000** 0,000** 0,000** 0,000** 0,003** 0,004** 0,640 0,839 0,391 0,394 R-Sq(adj) = 97,1% Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total DF 12 90 102 SS 2984,21 78,32 3062,52 MS 248,68 0,87 F 285,78 P 0,000 Durbin-Watson statistic = 2,14273 226 Model Y1 (Syariah) ORDINARY LEAST SQUARE (OLS) Regression Analysis: Y1 versus X1; X2; X3; X4; X5; X6; D1; D2; D3; D4 The regression equation is Y1 = 39,7 + 0,064 X1 - 0,178 X2 + 0,372 X3 + 0,0188 X4 - 0,086 X5 - 0,37 X6 - 7,28 D1 - 13,5 D2 - 10,6 D3 + 13,3 D4 Predictor Constant RU JI TIME AUD ROA ROE DER EPS AGE SIZE Coef 39,70 -7,282 -13,516 -10,606 13,295 0,0645 -0,1776 0,3723 0,018807 -0,0864 -0,369 S = 20,2098 SE Coef 51,65 6,746 7,260 7,286 6,023 0,4758 0,1675 0,2530 0,009945 0,2192 1,864 R-Sq = 30,8% T P 0,77 0,446 -1,08 0,286 -1,86 0,069 -1,46 0,152 2,21 0,032 0,14 0,893 -1,06 0,294 1,47 0,148 1,89 0,065 -0,39 0,695 -0,20 0,844 VIF 1,190 1,233 1,317 1,247 3,199 3,616 1,058 1,513 1,206 1,244 R-Sq(adj) = 16,4% Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total DF 10 48 58 SS 8744,3 19604,9 28349,2 MS 874,4 408,4 F 2,14 P 0,039 Durbin-Watson statistic = 2,27308 227 GENERALIZED LEAST SQUARE (GLS) Regression Analysis: Y1 versus X1; X2; X3; X4; X5; X6; D1; D2; D3; D4 Weighted analysis using weights in 1/e1 The regression equation is Y1 = 37,9 + 0,206 X1 - 0,218 X2 + 0,411 X3 + 0,0196 X4 - 0,150 X5 - 0,375 X6 - 4,54 D1 - 14,4 D2 - 10,9 D3 + 13,3 D4 Predictor Constant RU JI TIME AUD ROA ROE DER EPS AGE Coef 37,92 -4,538 -14,448 -10,878 13,3367 0,2055 -0,21849 0,41089 0,019596 -0,3747 S = 1,01647 SE Coef 21,82 1,988 1,279 1,888 0,9106 0,1392 0,04116 0,05287 0,002300 0,7471 R-Sq = 99,4% T 1,74 -2,28 -11,29 -5,76 14,65 1,48 -5,31 7,77 8,52 -0,50 P 0,089 0,027** 0,000** 0,000** 0,000** 0,146 0,000** 0,000** 0,000** 0,618 R-Sq(adj) = 99,2% Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total DF 10 48 58 SS 7817,19 49,59 7866,78 MS 781,72 1,03 F 756,59 P 0,000 Durbin-Watson statistic = 2,28948 228 Model Y2 (Syariah) ORDINARY LEAST SQUARE (OLS) Regression Analysis: Y2 versus X1; X2; X3; X4; X5; X6; Y1; D1; D2; D3; D4 The regression equation is Y2 = 0,116 + 0,00010 X1 - 0,000082 X2 - 0,000299 X3 - 0,000013 X4 + 0,000117 X5 - 0,00309 X6 - 0,000065 Y1 - 0,0049 D1 + 0,0275 D2 + 0,0240 D3 + 0,0080 D4 Predictor Constant UND RU JI TIME AUD ROA ROE DER EPS AGE SIZE Coef 0,1156 -0,0000646 -0,00489 0,02750 0,02404 0,00804 0,000097 -0,0000819 -0,0002990 -0,00001326 0,0001173 -0,003091 S = 0,0425197 SE Coef 0,1093 0,0003037 0,01436 0,01582 0,01566 0,01330 0,001001 0,0003565 0,0005441 0,00002169 0,0004620 0,003924 R-Sq = 13,7% T P 1,06 0,296 -0,21 0,832 -0,34 0,735 1,74 0,089 1,54 0,131 0,60 0,548 0,10 0,923 -0,23 0,819 -0,55 0,585 -0,61 0,544 0,25 0,801 -0,79 0,435 VIF 1,446 1,219 1,323 1,375 1,373 3,201 3,701 1,106 1,626 1,210 1,245 R-Sq(adj) = 0,0% Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total DF 11 47 58 SS 0,013450 0,084973 0,098423 MS 0,001223 0,001808 F 0,68 P 0,753 Durbin-Watson statistic = 1,71753 229 GENERALIZED LEAST SQUARE (GLS) Regression Analysis: Y2 versus X1; X2; X3; X4; X5; X6; Y1; D1; D2; D3; D4 Weighted analysis using weights in 1/e2 The regression equation is Y2 = 0,0805 + 0,000042 X1 + 0,000014 X2 - 0,000383 X3 - 0,000021 X4 + 0,000053 X5 - 0,00181 X6 - 0,000026 Y1 - 0,00220 D1 + 0,0241 D2 + 0,0145 D3 + 0,00660 D4 Predictor Constant UND RU JI TIME AUD ROA ROE DER EPS AGE SIZE Coef 0,08045 -0,00002596 -0,002203 0,024124 0,014546 0,006603 0,0000424 0,0000140 -0,00038334 -0,00002148 0,0000531 -0,001810 S = 1,00440 SE Coef 0,04491 0,00007347 0,003855 0,004839 0,005228 0,003989 0,0002281 0,0001019 0,00006526 0,00001177 0,0001335 0,001648 R-Sq = 79,6% T 1,79 -0,35 -0,57 4,99 2,78 1,66 0,19 0,14 -5,87 -1,83 0,40 -1,10 P 0,080 0,725 0,570 0,000** 0,008** 0,105 0,853 0,892 0,000** 0,074 0,692 0,278 R-Sq(adj) = 74,8% Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total DF 11 47 58 SS 184,603 47,414 232,018 MS 16,782 1,009 F 16,64 P 0,000 Durbin-Watson statistic = 1,68638 230 Model Y3 (Syariah) ORDINARY LEAST SQUARE (OLS) Regression Analysis: Y3 versus X1; X2; X3; X4; X5; X6; Y1; Y2; D1; D2; D3; D4 The regression equation is Y3 = - 0,177 + 0,00060 X1 - 0,00043 X2 - 0,00093 X3 + 0,000008 X4 + 0,00134 X5 + 0,0034 X6 + 0,00157 Y1 - 0,626 Y2 + 0,0353 D1 + 0,0920 D2 + 0,0282 D3 + 0,0271 D4 Predictor Constant UND FLIP RU JI TIME AUD ROA ROE DER EPS AGE SIZE Coef -0,1772 0,0015719 -0,6257 0,03528 0,09200 0,02819 0,02710 0,000600 -0,000425 -0,000933 0,00000763 0,001345 0,00340 S = 0,125466 SE Coef T P 0,3265 -0,54 0,590 0,0008965 1,75 0,086 0,4304 -1,45 0,153 0,04244 0,83 0,410 0,04815 1,91 0,062 0,04736 0,60 0,555 0,03940 0,69 0,495 0,002955 0,20 0,840 0,001053 -0,40 0,688 0,001611 -0,58 0,565 0,00006425 0,12 0,906 0,001364 0,99 0,329 0,01166 0,29 0,772 R-Sq = 20,4% VIF 1,447 1,158 1,222 1,408 1,444 1,384 3,201 3,705 1,113 1,639 1,212 1,262 R-Sq(adj) = 0,0% Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total DF 12 46 58 SS 0,18506 0,72412 0,90918 MS 0,01542 0,01574 F 0,98 P 0,482 Durbin-Watson statistic = 2,27911 231 GENERALIZED LEAST SQUARE (GLS) Regression Analysis: Y3 versus X1; X2; X3; X4; X5; X6; Y1; Y2; D1; D2; D3; D4 Weighted analysis using weights in 1/e3 The regression equation is Y3 = + + + 0,188 + 0,00100 X1 - 0,000503 X2 0,000883 X3 - 0,000002 X4 + 0,00130 X5 0,00414 X6 + 0,00154 Y1 - 0,611 Y2 0,0299 D1 + 0,0525 D2 + 0,0245 D3 0,0206 D4 Predictor Constant UND FLIP RU JI TIME AUD ROA ROE DER EPS AGE SIZE Coef -0,18762 0,0015386 -0,61065 0,029856 0,05249 0,024539 0,020604 0,0010022 -0,0005034 -0,00088290 -0,00000231 0,0012951 0,004144 S = 0,984918 SE Coef 0,04208 0,0001258 0,06359 0,005391 0,01758 0,004725 0,004041 0,0004105 0,0001601 0,00009099 0,00002533 0,0002271 0,001431 R-Sq = 96,9% T -4,46 12,23 -9,60 5,54 2,99 5,19 5,10 2,44 -3,14 -9,70 -0,09 5,70 2,90 P 0,000 0,000** 0,000** 0,000** 0,005** 0,000** 0,000** 0,019** 0,003** 0,000** 0,928* 0,000** 0,006** R-Sq(adj) = 96,0% Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total DF 12 46 58 SS 1372,58 44,62 1417,20 MS 114,38 0,97 F 117,91 P 0,000 Durbin-Watson statistic = 2,27785 232