ANALISIS KINERJA SAHAM PERUSAHAAN-PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN INITIAL PUBLIC OFFERING (IPO) Suskim Riantani 1), Reva Yuliani 2) 1), 2) Fakultas Bisnis dan Manajemen Universitas Widyatama Bandung 1) email: [email protected] 2) email: [email protected] Abstact_ Measurement of the performance of stock in the companies that make an Initial Public Offering (IPO) is one of the activities for linking the interests of the company in obtaining funding expansion purposes with the interests of investors in acquiring a high value of stock returns. This research investigated to analyze performance of the stock through the measurement of initial returns, abnormal returns, outperformed or underperformed of stock returns in the short-term (3 months) and in the long-term (24 months), and to test of significance differences of the stock performance in the short-term with the long-term. The purposive sampling method is used to obtain the sample and there are 21 companies was conducted to make an Initial Public Offering (IPO) on the Indonesia Stock Exchange (BEI) in the period of 2010. The research method are descriptive and comparative analysis using historical data. Statistical test using a one sample t-test and paired sample t-test. The results showed that the company stocks had under-pricing that investors obtain positive initial returns, the short-term abnormal returns tend to decrease, while the abnormal returns in the long-term is fluctuate. Performance of stock had outperformed in the short-term and in the long-term. The results also showed that performance of stock in the companies that do an IPO in 2010 in both of the short-term and in the long-term are significantly different. There was no significant difference performance of stock in the shortterm with in the long-term in the Indonesian IPOs during the period. Keywords: Initial Public Offering, initial return, abnormal return, short-term stock return, long-term stock return, outperformed, underperformed, performance of stock I. PENDAHULUAN dana masyarakat di pasar modal. Aktivitas menghimpun dana masyarakat di pasar Pertumbuhan perekonomian yang semakin pesat perusahaan memungkinkan melakukan modal tersebut dilakukan baik melalui banyak penerbitan obligasi maupun saham. pemenuhan Penerbitan saham perusahaan untuk pertama kebutuhan dananya melalui penghimpunan kali di pasar modal (primary market) 1 dilakukan melalui mekanisme penawaran kinerja saham-saham perusahaan tersebut umum saham perdana atau dikenal dengan setelah IPO. initial public offering (IPO). Dengan Harga penawaran saham perdana melakukan IPO maka perusahaan tersebut pada telah go public. Selama tahun 2001-2010, ditentukan berdasarkan kesepakatan antara tercatat sebanyak 168 perusahaan telah perusahaan emiten dan penjamin emisi menjual (underwriter), sedangkan harga yang terjadi saham ke publik melalui saat di (Kristanto 2012). melakukan IPO ditentukan oleh mekanisme saham setelah perusahaan terus pasar melalui kekuatan permintaan dan mengalami pertumbuhan, hal itu ditandai penawaran saham di pasar modal. Harga dengan nilai saham yang terjadi di pasar perdana dan kapitalisasi masing-masing sebesar 52,08% pasar sekunder (secondary market) biasanya dan 59,2% (Annual Report Bapepam, 2007). berbeda. Perbedaan ini akan menimbulkan Nilai kondisi yang disebut underpricing dan peningkatan transaksi Indonesia sekunder melakukan IPO mekanisme IPO di Bursa Efek Indonesia Pasar pasar perusahaan IHSG saham dan mengalami peningkatan signifikan yaitu 2,5 kali lipat overpricing. sepanjang perdagangan tahun 2007. Jumlah ataupun perusahaan yang melakukan emisi perdana gambaran kinerja saham yang terjadi setelah saham naik dua kali lipat dari hanya 12 IPO. Apabila penentuan harga saham pada perusahaan pada tahun 2006 menjadi 24 saat IPO secara signifikan lebih rendah perusahaan dengan dibandingkan dengan harga yang terjadi di pertumbuhan nilai emisi mencapai hampir pasar sekunder di hari pertama maka terjadi enam kali lipat, dari Rp 3,01 triliun pada underpricing. tahun 2006 menjadi Rp 17,18 triliun pada merugikan tahun 2007 (Wardani dan Fitriati 2010). melakukan go public karena dana yang Melihat saham diperoleh dari publik tidak maksimum. tersebut, hal menarik untuk diteliti lebih Sebaliknya jika terjadi overpricing maka lanjut investor akan mengalami kerugian karena pada tahun perkembangan adalah 2007, pasar keselarasan pesatnya perkembangan pasar saham yang ditandai IPO dengan overpricing saham Kondisi untuk underpricing merupakan underpricing perusahaan yang tidak menerima initial return (return awal). oleh meningkatnya jumlah perusahaan yang melakukan Fenomena Fenomena perkembangan menunjukan 2 kinerja underpricing saham yang merupakan fenomena yang umum terjadi di pasar modal Fenomena underpricing umumnya di dunia, tanpa terkecuali di Indonesia. terjadi dalam jangka pendek yaitu setelah Fenomena ini umumnya terjadi dalam perusahaan melakukan penawaran saham jangka pendek yaitu setelah perusahaan perdana dan memasuki pasar sekunder. melakukan penawaran saham perdana di Dalam pengamatan lebih lanjut beberapa pasar primer dan memasuki pasar sekunder. hasil penelitian menunjukan bahwa ternyata Fenomena underpricing di pasar modal kinerja saham yang melakukan IPO banyak Amerika diantaranya didokumentasikan oleh yang mengalami penurunan dalam jangka Ibbotson (1975) dalam Arifin (2010) yang waktu yang lebih lama. Penurunan kinerja menemukan rata-rata underpricing sebesar saham yang dimaksud adalah menurunnya 11,4% terjadi pada saham-saham perusahaan harga setelah melakukan IPO tahun 1960-1969. (underperformed). Akibat penurunan kinerja Lebih (1993) saham ini maka investor yang membeli menemukan rata-rata underpricing sebesar saham untuk periode jangka waktu yang 15,3% terjadi pada saham-saham perusahaan lebih lama tidak menikmati return yang setelah melakukan IPO dari tahun 1960- diharapkan. Di Indonesia sebanyak 92,10% 1992. Hal serupa juga terjadi di Indonesia. perusahaan (dari 35 perusahaan) yang Berdasarkan data penelitian, 126 perusahaan melakukan IPO pada kurun waktu 2002– dari 168 perusahaan atau sebesar 75% IPO 2006 mengalami penurunan kinerja saham pada jangka panjang (Febriyana, dkk, 2012). lanjut Ibbotson, periode et 2001-2010 al mengalami underpricing. Pada tahun 2002 dari 19 saham dalam Fenomena jangka kinerja panjang saham yang perusahaan yang menerbitkan saham melalui mengalami underpricing setelah IPO juga mekanisme penawaran saham perdana, 14 menggambarkan bahwa dalam pasar saham perusahaan mengalami tersebut terdapat abnormal return saham. underpricing dan 3 perusahaan atau 15,79% Fenomena terdapatnya abnormal return mengalami overpricing. Pada tahun 2007 biasa dimanfaatkan oleh investor untuk tercatat 22 perusahaan yang melakukan IPO, memperoleh initial return (positive initial 20 return), atau perusahaan 73,68% diantaranya mengalami Takarini dan Kustini (2007). underpricing dan hanya 2 perusahaan yang Fenomena mengalami overpricing (Kristanto 2012). implikasi yang cukup luas baik bagi perusahaan 3 underpricing maupun memiliki investor. Bagi perusahaan yang baru go public, IPO pasar yang underpricing berarti kehilangan dilakukan oleh sebuah perusahaan (emiten) kesempatan pada saat perusahaan tersebut membutuhkan secara untuk maksimal. memperoleh Bagi fenomena underpricing kesempatan memperoleh dana perdana (Husnan, 2001). Harga saham yang dijual di initial return pasar perdana ini ditentukan berdasarkan di dengan demikian fenomena underpricing implikasi yang yang atau untuk memperbaiki struktur modal merupakan kesepakatan Dengan market) modal, misalnya untuk pengembangan usaha investor, pada saat hari pertama emiten listing BEI. (primary maka antara penjamin perusahaan emisi emiten (underwriter). memiliki Selanjutnya saham akan diperdagangkan di dalam pasar sekunder (secondary market), dimana menentukan kebijakan pendanaan bagi harga saham akan terbentuk berdasarkan penting mekanisme pasar, yaitu permintaan dan perusahaan dan kebijakan investasi penawaran. bagi para investor. Penelitian ini Harga saham yang terbentuk pada akan saat IPO merupakan hal penting, baik bagi menganalisis kinerja saham setelah IPO melalui return, abnormal return, emiten, underwriter, maupun bagi investor. initial pengukuran Bagi emiten, harga tersebut mencerminkan kinerja jumlah dana yang akan diterima, yaitu saham jangka pendek (3 bulan) dan perkalian jangka panjang (24 bulan), serta ditawarkan menguji saham sehingga semakin tinggi harga per saham jangka pendek dengan kinerja saham maka jumlah dana yang akan diterima akan perbedaan kinerja antara jumlah dengan harga saham per yang saham, semakin besar. Bagi underwriter, harga jangka panjang. tersebut mencerminkan besarnya risiko yang akan ditanggung, yaitu kerugian yang terjadi II. LANDASAN TEORI jika saham-saham yang ditawarkan tidak 2.1. Initial Public Offering (IPO) terjual, terutama dalam tipe penjaminan full Initial merupakan Public proses Offering (IPO) penawaran saham commitment, dimana underwriter akan membeli semua saham yang tidak laku dijual. pertama kali ke publik (go public) melalui 4 Oleh karena itu underwriter menginginkan harga per saham yang rendah informasi yang lebih banyak mengenai pasar untuk (Jogiyanto, modal dibandingkan dengan calon emiten. 2008:40). Sedangkan bagi investor, harga Underwriter menggunakan ketidaktahuan yang terbentuk tersebut akan menentukan emiten mengenai pasar initial return yang akan diterimanya pada membuat kesepakatan harga saham perdana hari pasar yang optimal baginya untuk mengurangi sekunder. Apabila harga saham di pasar risiko yang harus ditanggung, yaitu membeli perdana lebih rendah dibandingkan dengan sisa saham yang tidak laku terjual (Triani harga saham pada pasar sekunder pada hari dan Nikmah, 2006). meminimisasi pertama pertama, risiko saham memasuki maka akan terjadi underpricing, saham di sebaliknya pasar fenomena apabila perdana modal dengan Guinness (1992) dalam Triani dan harga Nikmah (2006) menjelaskan terjadinya lebih tinggi underpricing karena adanya information dibandingkan harga saham di pasar sekunder asymetry antara perusahaan emiten dengan pada hari pertama, maka akan terjadi penjamin emisi dan antara investor yang fenomena overpricing (Kim, et al, 2002). memiliki informasi tentang prospek Beberapa penelitian menyebutkan bahwa perusahaan emiten dengan investor yang fenomena underpricing lebih sering terjadi tidak tidak hanya di pasar modal Indonesia, tetapi perusahaan emiten. Informasi yang disajikan juga di pasar modal luar negeri. Fenomena memiliki informasi prospek dalam prospektus memberikan gambaran underpricing di satu sisi menguntungkan perusahaan emiten yang berguna bagi investor, karena investor akan menerima investor untuk membuat keputusan, Firth & initial return yang bernilai positif, tetapi di Liau-Tan (1998) dalam Triani dan Nikmah sisi lain merugikan emiten, karena dana (2006). Dalam prospektus selain menyajikan yang informasi diperoleh dari go public tidak maksimal (Beatty, 1989). akuntansi juga menyajikan informasi non akuntansi seperti underwriter, Underpricing terjadi karena adanya auditor independen, konsultan hukum, nilai perbedaan kepentingan pihak-pihak yang penawaran saham, persentase saham yang terkait dalam penawaran saham perdana ditawarkan, umur perusahaan dan informasi (underwriter Dimana lainnya. Informasi non akuntansi digunakan underwriter sebagai pihak yang lebih sering oleh investor dalam pembuatan keputusan berhubungan dengan pasar investasi di pasar modal (Caster dan dan emiten). mempunyai 5 Manaster (1990) dan Kim et. al, (1993) penutupan (closing price) saham di hari dalam Triani dan Nikmah (2006). pertama perdagangan di pasar sekunder. Initial return dirumuskan sebagai berikut, 2.2. Initial Return (Younesi, et al, 2012): Initial return merupakan selisih antara harga saham yang terbentuk saat penawaran perdana di pasar primer dengan Dimana: harga saham yang terbentuk di pasar CLPi,t = Closing price of stock i at time t sekunder pada penjualan hari pertama. OFPi,0 = Offering price of IPO shares Initial return dapat bernilai positif (positive initial return), yaitu apabila harga saham di 2.3. Abnormal Return pasar sekunder pada hari pertama lebih tinggi dibandingkan harga saham pada pasar Abnormal return merupakan selisih primer, kebalikannya apabila harga di pasar antara return sesungguhnya yang terjadi sekunder pada hari pertama lebih rendah dengan return expektasi (Jogiyanto, 2008). dibandingkan harga saham pada pasar Abnormal return akan muncul segera setelah primer, maka initial return akan bernilai IPO, yaitu pada hari pertama perusahaan negatif (negative initial return). Positive listing di BEI. Fenomena tersebut biasa initial return merupakan keuntungan yang dimanfaatkan diperoleh investor akibat selisih harga memperoleh initial return. Penentuan baik tersebut. Positive initial return merupakan buruknya kinerja saham pada jangka pendek proxy dari kondisi saham yang mengalami maupun jangka panjang dapat dilihat dari underpricing, sebaliknya negative initial besarnya abnormal return yang diperoleh. return merupakan proxy dari kondisi saham Apabila abnormal return > 0, menunjukkan yang mengalami overpricing (Ronni, 2003). bahwa kinerja saham outperformed (baik), oleh investor untuk apabila abnormal return < 0, menunjukkan Dalam penelitian ini kinerja saham setelah IPO dari 21 emiten yang melakukan bahwa IPO pada tahun 2010 akan diukur melalui (buruk), dan apabila abnormal return = 0, initial dengan menunjukkan bahwa kinerja saham balance- persentase perubahan (selisih) harga saham performed (netral), Indarti, dkk (2004). pada penawaran perdana dengan harga Besaran abnormal return tersebut akan return yang dihitung kinerja saham underperformed berdampak terhadap return yang akan 6 diperoleh investor, sehingga investor dapat Pm,t = Nilai indeks mengambil keputusan apakah akan tetap pasar pada periode t mempertahankan Pm,0 = Nilai indeks saham untuk jangka panjang atau menjual saham tersebut dalam pasar pada penawaran jangka pendek. perdana Terdapat beberapa c. Menyimpulkan kriteria kinerja saham dengan ketentuan: model perhitungan abnormal return, yaitu meansadjusted model, market model, dan marketadjusted model (Ang & Boyer, 2009). Dalam penelitian ini abnormal return abnormal return > 0 = dihitung menggunakan market adjusted outperformed model, dengan langkah-langkah sebagai abnormal return < 0 = berikut (Anggarwal & Conroy, 2000): underperformed a. Menghitung return saham setiap 2.4. Kinerja Saham periode: Initial Public Offering (IPO) memiliki tiga anomaly, yaitu (1) adanya Dimana: Ri,t = Return saham underpricing yang konsisten, (2) adanya pada periode t putaran (cycle) dalam besarnya tingkat Pi,t = Harga saham underpricing, dan (3) IPO mengalami pada periode t depresiasi Pi,0 = Harga saham panjang pada penawaran Ritter (2000). Penurunan kinerja saham perdana jangka harga saham (long-run panjang dalam jangka underperformance), (underperformed) yang diukur dengan abnormal return merupakan b. Menghitung return pasar setiap fenomena selanjutnya yang mengikuti IPO. periode: Keadaan underpeformed akan terjadi bilamana abnormal return negarif, artinya Dimana: Rm,t = Return indeks harga saham sesudah IPO menjadi lebih pasar pada periode t buruk dari harga perdananya. Penelitian 7 yang berkaitan dengan kinerja saham setelah jangka panjang secara nyata penawaran perdana telah banyak dilakukan. berbeda. Hasilnya menunjukkan bahwa dalam jangka Terdapat perbedaan yang pendek terdapat fenomena underpricing dan signifikan kinerja saham dalam jangka panjang terdapat penurunan jangka pendek dengan kinerja kinerja (underperformed). Adapun faktor saham jangka panjang pada yang bisa menjelaskan H3: terjadinya perusahaan yang melakukan underperformance tersebut adalah kesalahan IPO tahun 2010. dalam pengukuran risiko, bad luck dan terlalu optimisnya investor terhadap prospek perusahaan. Sedangkan Kinerja saham yang III. METODE PENELITIAN outperformed menggambarkan 3.1 Jenis Penelitian saham positif yang atau kinerja mengalami Penelitian ini termasuk kategori kenaikan dalam jangka panjang, (Ritter, event study yaitu studi yang mempelajari 1991). Dalam penelitian ini kinerja saham reaksi pasar terhadap suatu peristiwa dimana akan diukur melalui abnormal return jangka informasinya dipublikasikan sebagai suatu pendek (3 bulan) dan abnormal return pengumuman, peristiwa yang dimaksud jangka panjang (24 bulan), apakah terjadi adalah peristiwa initial public offering underperformed atau outperformed. (IPO). Metode penelitian menggunakan 2.5 Hipotesis Penelitian Penelitian ini metode deskriptif dan komparatif. Metode mengangkat deskriptif untuk melihat kondisi initial tiga return apakah mengalami underpricing atau hipotesis, yaitu: overpricing, serta abnormal return jangka H1: Kinerja saham perusahaan- pendek dan jangka panjang yaitu untuk perusahaan yang melakukan melihat kinerja saham apakah mengalami IPO pada tahun 2010 dalam outperformed atau underperformed. Metode jangka pendek secara nyata komparatif untuk mengukur apakah terdapat berbeda. H2: perbedaan yang signifikan kinerja saham Kinerja saham perusahaan- jangka pendek dan kinerja saham jangka perusahaan yang melakukan panjang. IPO pada tahun 2010 dalam 8 3.2 Populasi dan Sampel secara nyata dilakukan Populasi pada penelitian ini adalah berbeda. untuk Pengujian membuktikan ini dugaan bahwa kinerja saham jangka pendek dengan perusahaan yang melakukan IPO pada tahun jangka panjang secara nyata berbeda. Dalam 2010. Sampel diambil dengan menggunakan penelitian ini kinerja saham diukur dengan teknik purposive sampling dengan kriteria- abnormal return baik untuk periode jangka kriteria; (1) Perusahaan yang melakukan pendek (3 bulan) maupun jangka panjang IPO tahun 2010, (2) Harga saham dan (24 bulan). jumlah lembar saham saat IPO diketahui, (3) Data harga saham bulanan dan Indeks Harga IV. PEMBAHASAN Saham bulanan diketahui, (4) Perusahaan 4.1 Initial Return yang harga sahamnya berbeda antara harga Return saham merupakan salah satu saham di pasar perdana dengan harga saham faktor yang memotivasi investor untuk di pasar sekunder pada hari pertama berinvestasi serta merupakan imbalan atas perdagangan. Berdasarkan kriteria tersebut, keberanian investor menanggung risiko atas penelitian ini mengambil 21 perusahaan investasi yang telah dilakukan, Tandelilin sebagai sampel. (2001). 3.3 Pengujian Hipotesis Penelitian pertama perusahaan-perusahaan kinerja yang IPO lebih tinggi dibandingkan dengan harga melakukan saham pada pasar sekunder pada hari pertama, maka terjadi overpricing. Berikut ini adalah hasil perhitungan initial return sample t-test. Teknik ini digunakan untuk dua sampel berpasangan mempunyai rata-rata pasar underpricing. Sebaliknya, apabila harga saat saham Hipotesis ketiga diuji menggunakan paired apakah di pada hari pertama, maka akan terjadi IPO tahun 2010 secara nyata berbeda. menguji saham dengan harga saham pada pasar sekunder dugaan bahwa dalam jangka pendek dan panjang perdagangan perdana (IPO) lebih rendah dibandingkan Pengujian ini dilakukan untuk membuktikan jangka return) sekunder. Apabila harga saham pada pasar apakah ada perbedaan rata-rata dari suatu sampel. dalam (initial dengan harga saham saat penutupan di hari menggunakan one-sample t-test. Teknik ini menguji awal merupakan selisih harga penawaran saat IPO Hipotesis pertama dan kedua diuji digunakan untuk Return dari 21 perusahaan yang melakukan IPO yang tahun 2010. yang 9 Tabel 1 Initial Return Perusahaan yang Melakukan IPO Tahun 2010 No. Kode Emiten 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. PTPP BIPI TOWR ROTI GOLD SKYB BJBR GREN BUVA BRAU HRUM ICBP TBIG KRAS APLN BORN WINS MIDI BRMS BSIM MFMI Offering Price Closing Price 560 140 1050 1275 350 375 600 105 260 400 5200 5395 2025 850 365 1170 380 275 635 150 200 570 175 1150 1420 450 450 830 160 350 430 6000 6000 2150 950 470 1300 475 330 800 180 270 Initial Return (%) 1,786 25 9,524 11,373 28,571 20 38,333 52,381 34,615 7,5 15,385 11,214 6,173 11,765 28,767 11,111 25 20 25,984 20 35 Sumber: Data diolah 2013 Berdasarkan tabel 1 di atas, semua saham di pasar primer (saat IPO) tidak perusahaan menunjukkan initial return yang maksimal. Bagi perusahaan, fenomena ini bernilai positif, artinya harga saham pada memberikan hari pertama perdagangan saham di pasar menawarkan saham ke publik sebaiknya sekunder lebih tinggi daripada harga saat perusahaan dapat memperlihatkan kinerja penawaran perdana saham di pasar primer. keuangan yang benar-benar baik serta Kondisi ini menggambarkan bahwa telah memiliki informasi yang memadai mengenai terjadi fenomena underpricing pada 21 pasar modal, agar kesepakatan harga awal perusahaan yang melakukan IPO tahun saham yang terbentuk antara emiten dengan 2010. Kondisi underpricing menimbulkan penjamin emisi tidak merugikan kedua dampak emiten pihak. Sedangkan bagi investor, kondisi ini (perusahaan) dan bagi investor. Dalam hal sangat menguntungkan karena investor akan ini perusahaan tidak diuntungkan karena mempunyai dana yang diperoleh dari penawaran perdana keuntungan (capital gain) dari perbedaan yang berbeda bagi 10 implikasi bahwa kesempatan sebelum mendapatkan harga saham yang dibeli di pasar perdana temuan penelitian Arifin (2010), Maria saat IPO dengan harga jual saham pada hari (2011), Younesi, et al (2012), bahwa terjadi pertama di pasar sekunder. Fenomena ini underpricing saham-saham perusahaan yang dapat pengambilan melakukan IPO tahun 2007-1010 di pasar keputusan oleh para investor untuk menahan modal Malaysia. Hasil penelitian juga saham dalam jangka panjang atau segera konsisten dengan temuan penelitian Ritter menjualnya untuk meminimisasi kerugian. (1991) bahwa IPO memiliki tiga anomaly, dijadikan Menurut dasar beberapa diantaranya penelitian, adanya underpricing yang konsisten. fenomena underpricing diantaranya terjadi karena asymetric information antara emiten, 4.2 Abnormal Return Jangka Pendek dan underwriter, dan investor, atau antara Jangka Panjang informed investor yang memiliki informasi sempurna tentang dari bulan) dan jangka panjang (24 bulan) diukur penawaran saham baru dan uninformed melalui abnormal return. Dugaan bahwa investor yang mempunyai harapan sama atas dalam jangka pendek dan dalam jangka ketidakpastian nilai saham (Triani dan panjang rata-rata kinerja saham secara nyata Nikmah, 2006). Hasil penelitian yang berbeda (sesuai hipotesis pertama dan menggambarkan fenomena initial return kedua) diuji melalui one-sample t-test. Hasil yang pengujian dapat dilihat pada tabel berikut: underpricing realisasi ini nilai Kinerja saham jangka pendek (3 sejalan dengan Tabel 2 Rata-Rata Abnormal Return, Hasil Pengujian Kinerja Saham Jangka Pendek dan Jangka Panjang AAR_3 bulan -1.140 7.133 1.469857 .517823 2.372964 21 2.839 .38970 2.55002 .010 Minimum Maximum Mean Difference Std Error Mean Std Deviation Valid N (listwise) t (One-Sample Test) 95% Conf Interval of Difference: Lower Upper Sig (2-tailed) Sumber: Data diolah 2013 11 AAR_24 bulan -.935 8.448 1.104952 .428615 1.964162 21 2.578 .21088 1.99903 .018 Berdasarkan tabel 2 di atas, apabila kinerja saham perusahaan-perusahaan yang investor membeli saham pada penawaran melakukan IPO tahun 2010 dalam jangka perdana dan menyimpannya selama 3 bulan, pendek secara nyata berbeda dan kinerja maka saham ia akan mendapatkan rata-rata perusahaan-perusahaan yang abnormal return sebesar 1,470%, abnormal melakukan IPO tahun 2010 dalam jangka return tertinggi dapat dicapai 7,133%, panjang kerugian terbesar yang mungkin terjadi dibuktikan secara empiris. secara nyata berbeda dapat sebesar 1,140%, dan besarnya risiko yang Kinerja saham jangka pendek yang ditanggung investor 2,373%. Sedangkan apabila mengalami investor membeli saham pada outperformed (peningkatan kinerja saham) tersebut terjadi karena dalam penawaran perdana dan menyimpannya jangka selama 24 bulan, maka ia akan mendapatkan pendek terdapat fenomena underpricing, dimana harga saham perdana rata-rata abnormal return sebesar 1,105%, mengalami underpriced, sehingga diperoleh abnormal return tertinggi 8,448%, kerugian abnormal return yang positif. Sementara itu terbesar yang mungkin ditanggung sebesar kinerja saham jangka panjang meskipun 0,935%, dan besarnya risiko 1.964%. outperformed berdasarkan perolehan rataBerdasarkan tabel 2 di atas, kinerja rata abnormal return, tetapi mengalami saham baik jangka pendek maupun jangka penurunan, panjang mengalami outperformed (kinerja informasi asimetrik. Dalam jangka panjang, baik), yaitu dilihat dari perolehan rata-rata secara rata-rata saham IPO berada pada abnormal positif posisi yang menurun sebab: (1) pada pasar (AAR> 0), meskipun dalam jangka panjang sekunder, harga yang terjadi (equilibrium) mengalami penurunan. Investor yang tetap secara rata-rata lebih tinggi dibandingkan menahan saham dalam jangka panjang harga kemungkinan dirugikan dengan adanya informasi, (2) harga pasar berada pada penurunan rata-rata abnormal return ini. kisaran Dalam tabel tersebut, hasil uji one sample t- keseluruhan informasi (Ronni, 2003). return yang bernilai ini yang terjadi karena adanya mencerminkan keseluruhan harga yang mencerminkan test baik untuk jangka pendek maupun Hasil penelitian ini sejalan dengan jangka panjang menunjukkan hasil yang penelitian Indarti, dkk (2004), meneliti 33 signifikan. Hal ini berarti dugaan bahwa perusahaan yang melakukan IPO di BEI 12 periode 1998-2000, dimana hasil kinerja saham pada 68 perusahaan yang penelitiannya menunjukkan bahwa kinerja melakukan IPO di BEI periode 2000-2003, saham dalam jangka pendek (3 bulan) dimana hasil penelitiannya menunjukkan mengalami outperformed dan dalam jangka bahwa dalam jangka pendek terdapat mean panjang (24 bulan) mengalami penurunan excess return yang positif dan dalam jangka (underperformed). panjang Penelitian ini juga konsisten dengan penelitian yang dilakukan kinerja saham terlihat underperformed. oleh Prastiwi dan Kusuma (2001) yang 4.3 Perbedaan Kinerja Saham Jangka meneliti kinerja IPO di Indonesia periode 1994-1997, hasil Pendek dan Jangka Panjang penelitiannya Perbedaan kinerja saham jangka menunjukkan bahwa kinerja saham jangka pendek dan jangka panjang sesuai hipotesis pendek outperformed dan jangka panjang ketiga diuji menggunakan paired sample t- mengalami penurunan (underperformed). Hasil penelitian juga sejalan test, hasil pengujian dapat dilihat pada tabel dengan berikut ini: penelitian Maria (2011) yang meneliti Tabel 3 Hasil Uji Beda Rata-Rata Kinerja Saham Jangka Pendek dan Jangka Panjang Paired Samples Test Paired Differences Mean Pair 1 AAR3_bln AAR24_bln Std. Deviation .364905 1.472554 Std. Error Mean .321338 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper -.305394 1.035203 t df 1.136 20 Sig. (2tailed) .270 Sumber : Data diolah 2013 Berdasarkan atas, IPO tahun 2010. Dengan demikian maka ketiga hipotesis ketiga yang menyatakan terdapat menunjukkan hasil yang tidak signifikan. perbedaan antara kinerja saham jangka Hasil ini memberikan arti bahwa tidak pendek dan kinerja saham jangka panjang terdapat perbedaan yang signifikan antara tidak kinerja saham jangka pendek (3 bulan) terdapatnya perbedaan antara kinerja saham dengan kinerja saham jangka panjang (24 jangka bulan) pada perusahaan yang melakukan disebabkan karena dalam jangka panjang pengujian terhadap tabel 3 hipotesis di 13 terbukti pendek secara dan empiris. jangka Tidak panjang abnormal return masih bernilai positif dalam jangka panjang, serta tidak (AAR> 0), hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan tidak terjadi perbedaan harga saham secara antara kinerja saham jangka pendek signifikan setelah 24 bulan perusahaan IPO dengan jika dibandingkan dengan harga saham pada panjang. kinerja saham jangka 3 bulan setelah perusahaan IPO. Investor yang menahan saham hingga 24 bulan setelah IPO tidak mengalami kerugian yang REFERENSI signifikan. Hasil penelitian ini tidak sejalan Aggarwal, R, and Conroy, P, 2000. Price Discovery in Initial Public Offerings and The Role of The Lead Underwriter, The Journal of Finance, 55 (6), p. 2903-2922. Ang, J., and Boyer, C, 2009. Performance Differences Between IPOs in New Industries and IPOs in Established Industries, Managerial Finance, 33(6), p. 420-441. Arifin, Zaenal, 2010. Potret IPO di Bursa Efek Indonesia, Jurnal Siasat Bisnis Vol.14 No.1, Hal: 89–100. Beatty, R.P, 1989. Auditor Reputation and The Pricing of IPO, The Accounting Review, Vol. LXIV No.4, p.693-707. Febriyana, Carmel Meiden, dan Tumpal J.R.S, 2012. Pengaruh Informasi Keuangan dan Non Keuangan terhadap Return 7 Hari Setelah Initial Public Offering untuk Perusahaan-Perusahaan yang Sahamnya di BEI Mengalami Underpricing, Prosiding Seminar Nasional Forum Bisnis & Keuangan, ISBN: 978-602-17225-0-3, hal. 1 13. Husnan, Suad. 2001. Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas, Yogyakarta.UPP AMP YKPN Indarti, Mg. Kentris, Andi, Kartika, dan Yohanes, Yohanes, 2004. Analisis Perbedaan Kinerja Saham Jangka Pendek dan Jangka Panjang pada dengan penelitian Anggarwal & Conroy (2000), Prastiwi dan Kusuma (2001), Indarti, dkk (2004), serta Maria (2011). V. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1. Saham perusahaan yang melakukan IPO tahun fenomena 2010 mengalami underpricing (initial return positif). 2. Kinerja saham jangka pendek (3 bulan) diukur melalui abnormal return menunjukkan outperformed (abnormal return positif). Kinerja saham jangka panjang (24 bulan) menurun meskipun outperformed. 3. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kinerja saham yang diukur melalui rata-rata abnormal return berbeda secara nyata dalam jangka pendek, kinerja saham berbeda secara nyata 14 perusahaan yang Melakukan Initial Publik Offering (IPO) di Pasar Modal Indonesia, Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Vol 11, No.1. Jogiyanto, 2008. Teori Portofolio dan Analisis Investasi, Edisi 3, BPFE,Yogyakarta. Kim, Byung-Ju, Richard J, Kish and Geraldo M. Vasconcellos, 2002. The Korean IPO Market: Initial Return, Review of Pacific Basin Financial Markets and Policies, Vol.5, No.2. Kristanto, Andreas Arif, 2012. Risiko Kebangkrutan, Proporsi Hutang dan Fenomena Underpricing pada IPO: Studi Empiris di Bursa Efek Indonesia, JRMB, Vol. 7, No.1, Hal 39-44. Maria.S, Eva, 2011. Analisis Kinerja Saham Jangka Panjang Perusahaan yang Melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia,Majalah Ilmiah Solusi Unsika ISSN 1412-86676 Vol. 10 No. 20. Prastiwi dan Kusuma, 2001. Analisis Kinerja Surat Berharga Setelah Penawaran Perdana (IPO) di Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol.16 No.2, Hal 177-187. Ritter, Jay R, 1991. The Long Run Performance of Initial Public Offerings, The Journal of Finance, Vil. XLVI, No.1. Rock, K, 1986. Why New Issues are Underpriced, Journal of Financial Economics, Vol.15 pp 1051-1059. Takarini, N. dan Kustini. 2007. Tandelilin, 2001.Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio, BPFE,.Yogyakarta. Triani, Aprilliani dan Nikmah, 2006. Reputasi Penjamin Emisi, Reputasi Auditor, Presentase Penjamin Emisi, Ukuran Perusahaan dan Fenomena Underpricing: Studi Empiris pada BEJ, Simposium Nasional Akuntansi 9, AKPM 23, Padang. Wardhani, Sinta dan Rachma Fitriati, 2010. Analisis Komparasi Profitabilitas Sebelum dan Sesudah Penawaran Umum Saham Perdana, Bisnis dan Birokrasi, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, Vo.17, No.2. hal.90-100. Younesi, Nejat, Aref Mahdavi Ardekani, Mohammad Hashemijoo, 2012. Performance of Malaysian IPOs and Impact of Return Determinants, Journal of Business Studies Quarterly, Vol.4, No.2, pp.140-158. Biodata Penulis Suskim Riantani Penulis Pertama, memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (SE), jurusan Manajemen Universitas Padjadjaran Bandung, lulus tahun 1992. Memperoleh gelar Magister Sains (MSi) Program Pasca Sarjana Ilmu Ekonomi Manajemen Universitas Padjadjaran Bandung, lulus tahun 2003. Saat ini menjadi Dosen di Fakultas Bisnis dan Manajemen Universitas Widyatama Bandung. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Underpricing pada Penawaran Saham Perdana (IPO) pada Perusahaan yang Go Public di BEJ, . Jurnal ARTHAVIDYA, 8 Reva Yuliani Penulis Kedua, memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (SE), Program Studi Manajemen Universitas Widyatama Bandung, lulus tahun 2014. Saat ini bekerja di PT Phintraco Securities Bandung. (1). 15 16