View/Open - Repository | UNHAS

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Isu ekonomi merupakan salah satu isu yang paling penting dalam studi
Hubungan Internasional. Saat ini Hubungan Internasional tidak lagi terpusat
pada isu-isu konfliktual atau hanya membicarakan mengenai perang,
melainkan juga bersifat koperatif dan lebih banyak berbicara mengenai isu
ekonomi atau perdagangan. Walaupun isu Arab Spring menjadi salah satu isu
yang paling sering diperbincangkan pada saat sekarang, namun isu mengenai
pesatnya perkembangan ekonomi China atau intensifnya kerjasama negaranegara di dunia dalam rangka free trade adalah contoh isu ekonomi yang telah
meraih perhatian masyarakat umum termasuk para pengkaji Hubungan
Internasional.
Berbicara mengenai isu-isu dalam Hubungan Internasional tidak
terlepas dari aktor atau pelaku yang memiliki peran penting di dalamnya.
Dalam perdagangan internasional, beberapa aktor yang paling sering terlibat
adalah, negara dan perusahaan-perusahaan multinasional (multinational
corporation) atau yang biasa disingkat MNC. Keberadaan MNC saat ini telah
tersebar di seluruh dunia dan bergerak dalam berbagai bidang, seperti
perusahaan atau industri otomotif, industri IT, hingga industri mode.
Walaupun mode sangat dekat dengan kehidupan masyarakat sehari-hari,
1
namun masih jarang ditemukan penelitian tentang ekonomi internasional yang
terfokus pada industri mode.
Berbicara mengenai industri mode, salah satu negara yang identik
dengan hal ini adalah Italia. Italia tidak hanya terkenal dengan klub sepak
bola, tempat wisata, atau kuliner yang mendunia, tetapi juga perusahaan mode
yang pengaruhnya dapat dilihat dimana-mana. Produk-produk mode Italia
seperti Prada, Gucci, Versace atau Armani dapat dilihat dalam televisi,
majalah, papan reklame dan media-media promosi lainnya. Tidak hanya di
majalah-majalah mode, seperti Vogue, Harper’s Bazaar atau Elle, iklan
produk-produk tersebut juga terlihat di majalah-majalah bisnis, seperti Forbes,
atau majalah hiburan seperti People atau Vanity Fair. Ini membuktikan bahwa
daya tarik industri mode Italia tidak hanya terbatas pada kalangan pecinta
mode tetapi juga pebisnis hingga masyarakat awam.
Pada dasarnya mode memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan
tertentu. Di Italia, misalnya, mode tidak hanya menjadi bagian dari kebutuhan
melainkan juga bagian dari gaya hidup dan penentu status sosial. Italia sudah
menjadi kiblat mode sejak dulu. Sejak abad ke-18, banyak bangsa Eropa yang
berkunjung ke kota Roma, Milan atau Naples untuk mengamati tren mode di
Italia dan kemudian mengikutinya.1
Sejak abad ke-14, kota Florence di Italia merupakan kota dengan
perkembangan industri mode yang pesat. Perusahaan-perusahaan mode Italia
dituntut untuk memproduksi produk-produk mode dengan lebih cepat dan
1
Philip Steele. 2005. A History of Fashion and Costume: The Nineteenth Century. Balley
Publishing Associates. New York. hal.22.
2
dalam jumlah yang lebih banyak mengingat banyaknya tuntutan dari
masyarakat khususnya kaum borjuis Italia. Pasca Perang Dunia II, desainer
Italia seperti Ermenegildo Zegna, Guccio Gucci, Salvatore Ferragamo, Elsa
Schiaparelli dan the Fontana Sisters juga mendesain aksesoris. Perusahaanperusahaan ini kemudian mempopulerkan istilah the Italian Look setelah
mendapat dorongan dari pemerintahnya untuk menjadikan industri mode
sebagai salah satu sumber mata pencaharian terbesar masyarakatnya.2
Pada akhir abad ke-19, desainer dengan nama seperti Giorgio Armani,
Gianni Versace dan Valentino Garavani menjual busana hasil desain mereka
ke negara-negara maju seperti di Eropa Barat dan Amerika Serikat. Sekarang,
pasar mode Italia telah tersebar lebih jauh lagi seperti ke Jepang, India, Rusia
dan China. Para pelanggan di mana-mana berharap untuk membeli pakaian
berkualitas dengan harga kompetitif.3 Banyak orang membeli produk-produk
mode berdasarkan kualitas. Produk-produk mode Italia mampu memikat
masyarakat dunia dengan kualitasnya yang tinggi. Dengan mengusung istilah
‘made in Italy’, produk-produk mode Italia dapat membuat konsumen
berpaling dari produk dalam negerinya masing-masing dan melirik produk
Italia.
Misi menyebarluaskan ‘made in Italy’ adalah salah satu yang ingin
diwujudkan oleh Pemerintah Italia. Pemerintah Italia mengeluarkan kebijakan
2
Francesca Sterlacci dan Joan Arbuckle. 2008. Historical Dictionary of the Fashion Industry.
The Scarecrow Press Inc.. Plymouth. hal.xix.
3
John Tagliabue. New York Times: Italy’s Fashion Industry Turned On Its Head, Again on
New York Times, diambil dari http://www.nytimes.com/1994/06/13/business/italy-sfashion-industry-turned-on-its-head-again.html?pagewanted=all&src=pm,
diakses
pada 18 September 2012.
3
promosi ‘made in Italy’ sejak tahun 1980-an. Inisiasi untuk menjadikan
produk nasional menjadi produk bertaraf internasional dilakukan oleh
Pemerintah Italia dengan membuka pasarnya di negara-negara lain di dunia.
Sebagai negara industri, Pemerintah Italia perlu mengembangkan industrinya
pada tingkat internasional dengan mengusung nama ‘made in Italy’ pada
produk-produk nasionalnya. Pada tahun 2009, Menteri Pembangunan
Ekonomi Italia, Claudio Scajola menyelenggarakan konferensi pers yang
membicarakan mengenai upaya Pemerintah Italia dalam mempromosikan
‘made in Italy’, terutama dalam sektor mode.4
Di China, industri mode Italia mendapatkan pasar yang tepat sejak
beberapa tahun terakhir. Sejak Mei 2011 hingga saat ini terdapat kurang lebih
160 outlet di China termasuk Armani, Dolce & Gabbana, Fendi, Ferragamo,
Versace, Prada, Gucci, Valentino dan Zegna. Produk-produk mode Italia
mendapatkan perhatian lebih dari masyarakat China dibandingkan produk
mode buatan dalam negeri. Erwan Rambourg, Head of Consumer Brands
Research di HSBC menyatakan bahwa masyarakat China lebih tertarik dengan
produk produk mode Italia seperti Prada atau Armani, dibandingkan dengan
produk-produk mode lokal, terbukti dengan banyaknya outlet produk Italia di
China, seperti Prada yang memiliki 16 outlet dan Gucci yang memiliki 48
outlet dalam kurun waktu satu tahun terakhir.5
Merina Melchionda. i-Italy: Promoting ‘Made in Italy’ on a Global Level, diambil dari
http://www.i-italy.org/11261/promoting-made-italy-global-level, diakses pada 17
Februari 2013.
5
Erick Reguly. The Globe and Mail: Prada Doesn’t Miss a Step, Thanks to Chinese Shoppers,
diambil dari http://www.theglobeandmail.com/report-on-business/international4
4
Perusahaan lain, seperti; Versace memanfaatkan tahun naga yang
menjadi budaya China untuk mengembangkan peluang industrinya. Donatella
Versace yang saat ini sedang memimpin perusahaan besar Versace berkreasi
dengan mengeluarkan produk tas tangan dengan lukisan naga berwarna emas
yang dilukis tangan.6 Apa yang dilakukan oleh para desainer dan pemimpinpemimpin perusahaan mode dapat memberikan kesimpulan sederhana bahwa
di balik resesi ekonomi yang terjadi di Eropa pada saat ini, industri-industri
mode Italia tetap mencari peluang untuk mempertahankan eksistensi pasarnya
dengan melakukan ekspansi ke negara-negara lain yang kondisi ekonominya
sedang stabil, dengan masyarakat yang memiliki minat tinggi terhadap produk
impor. Di sisi lain, perusahaan-perusahaan ini paham akan keinginan
konsumen di negara tujuan ekspansi mereka. Contohnya; di China mereka
menggunakan motif oriental, di Haiti mereka mendesain aksesoris dari batubatu asli Haiti, dan di Afrika mereka menggunakan motif yang bernuansa
safari seperti zebra, harimau, ular atau macan tutul.
Terlepas dari kreativitas yang dimiliki oleh desainer dan orang-orang
yang bekerja pada industri mode Italia, masih banyak faktor internal yang
membuat industri mode Italia mudah memasuki pasar asing. Salah satu faktor
itu adalah penggunaan media komunikasi yang efektif yang dilakukan dalam
business/european-business/prada-doesnt-miss-a-step-thanks-to-chineseshoppers/article4563089/, diakses pada 29 Desember 2012.
6
Ella Ide. Terra Daily. Italian Fashion Designers Look to China for Salvation, diambil dari
http://www.terradaily.com/reports/Italian_fashion_designers_look_to_China_for_sal
vation_999.html, diakses pada 18 September 2012.
5
hal promosi, terutama media online.7 Selain itu, perusahaan-perusahaan Italia
lebih gencar membuka outlet di China dibandingkan yang di lakukan oleh
perusahaan-perusahaan mode asal Amerika Serikat. Respon yang positif terus
berdatangan dari masyarakat China yang mengkonsumsi produk-produk mode
Italia.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Industri mode memproduksi berbagai jenis produk, seperti pakaian
jadi, aksesoris (tas, sepatu, jam tangan), perhiasan hingga produk kecantikan
dan parfum. Saat ini, industri mode Italia di China telah berkembang pesat.
Penelitian ini menjelaskan bagaimana peluang, tantangan dan strategi
perusahaan-perusahaan mode Italia dalam memasarkan produk-produknya di
China, dalam rangka diplomasi Italia terhadap China.. Perusahaan-perusahaan
yang dimaksud adalah Armani, Dolce & Gabbana, Fendi, Gucci, Prada,
Salvatore Ferragamo, Valentino, Versace dan Zegna. Perusahaan yang
menjadi sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan dengan desainer yang
telah dikenal di dunia dan masuk dalam daftar desainer terbaik menurut
Times, seperti Giorgio Armani untuk perusahaan Armani, Domenico Dolce
dan Stafano Gabbana untuk perusahaan Dolce & Gabbana, Karl Lagerfeld
untuk perusahaan Fendi, Tom Ford dan Frida Giannini untuk perusahaan
Gucci, Miuccia Prada untuk perusahaan Prada, Salvatore Ferragamo untuk
perusahaan Ferragamo, Valentino Garavani untuk perusahaan Valentino,
7
Gini Stephens Frings. 1999. Fashion: From Concept to Consumer. Prentice-Hall Inc.. New
Jersey. hal.44
6
Gianni Versace serta Donatella Versace untuk perusahaan Versace, dan
Ermenegildo Zegna untuk perusahaan Zegna.
Dalam penelitian ini, perlu juga diketahui mengenai peluang dan
tantangan yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan mode Italia di China
selama lima tahun, yaitu 2008 hingga 2012. Walaupun perusahaan mode Italia
telah melakukan ekspansi pasar di China sejak akhir abad ke-19, namun
mengalami perkembangan yang pesat selama tahun 2008 hingga 2012.
Perkembangan perusahaan mode selama lima tahun ini ditunjukkan dengan
pembukaan outlet-outlet baru dan peluncuran koleksi-koleksi terbaru yang
dilakukan oleh perusahaan mode Italia di China.
Untuk itu, penulis merumuskan dua pertanyaan penelitian sebagai
rumusan masalah dalam penelitian ini, sebagai berikut:
1. Bagaimana peluang dan tantangan industri mode dalam konteks
diplomasi Italia terhadap China?
2. Bagaimana strategi industri mode dalam konteks diplomasi Italia
terhadap China?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini memiliki tujuan
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan menjelaskan peluang dan tantangan industri
mode dalam konteks diplomasi Italia terhadap China.
7
2. Untuk mengetahui dan menjelaskan strategi industri mode dalam
konteks diplomasi Italia terhadap China.
Adapun kegunaan dari penelitian ini, antara lain:
1. Diharapkan memberikan sumbangan pengetahuan dan informasi
bagi kalangan akademisi, khususnya mahasiswa beserta dosendosen Ilmu Hubungan Internasional ataupun masyarakat pada
umumnya yang memiliki minat untuk mengkaji industri mode
Italia di China beserta peluang, tantangan dan strateginya.
2. Diharapkan menjadi referensi tambahan bagi pengkaji bisnis
internasional, khususnya mengenai industri mode Italia.
D. Kerangka Konseptual
Istilah globalisasi pada umumnya merujuk pada ekspansi arus
komoditas, jasa, modal dan teknologi antara negara-negara bangsa dalam
perekonomian dunia. Beberapa tokoh memberikan definisi mengenai
globalisasi, salah satuhnya adalah Roland Robertson. Globalisasi menurut
Robertson mengacu pada kompresi dunia dan intensifikasi kesadaran akan
dunia sebagai satu kesatuan, baik dalam hal saling ketergantungan maupun
kesadaran dari seluruh dunia.8
Dengan spirit yang sama seperti Robertson, Anthony Giddens
mencoba memberikan definisi dari globalisasi. Menurut Giddens, globalisasi
dapat didefinisikan sebagai intensifikasi hubungan sosial di seluruh dunia
8
Roland Robertson. 1992. The Globalization Paradigm: Thinking Globally. JAI Press:
Greenwhich. Hal.8
8
yang mengaitkan wilayah-wilayah yang jauh dimana kejadian lokal dibentuk
oleh peristiwa yang terjadi bermil-mil jauhnya dan sebaliknya. Transformasi
lokal menjadi bagian dari globalisasi sebagai perpanjangan koneksi sosial di
seluruh ruang dan waktu.9
Pemikiran Robertson melihat bahwa dunia adalah satu tempat
tunggal. Oleh karena itu, gagasan bahwa dunia telah menyusut atau menjadi
suatu kesatuan yang lebih kecil berarti bahwa dunia sebelumnya sangat luas
sehingga perlu diperkecil untuk dapat mengelolanya dengan lebih mudah.
Fenomena ini telah muncul sejak berakhirnya Perang Dingin. Meningkatnya
kemudahan pergerakan barang, jasa, modal, orang dan informasi di seluruh
perbatasan negara dengan cepat menciptakan ekonomi global. Proses ini
didorong oleh kemajuan teknologi dan pengurangan dalam biaya transaksi
internasional, yang meningkatkan teknologi dan ide-ide baru, meningkatkan
pangsa perdagangan dalam produksi dunia, dan meningkatkan mobilitas
modal. Hal ini juga tercermin dalam difusi norma-norma global dan nilai-nilai,
penyebaran demokrasi dan proliferasi perjanjian internasional termasuk dalam
bidang lingkungan serta HAM.10
Pengaruh besar yang dibawa oleh globalisasi terlihat jelas pada
bidang ekonomi. Pada era modern ini, suatu produk tidak lagi diproduksi dan
dipasarkan di satu negara saja, melainkan melibatkan banyak negara dalam
masing-masing proses, mulai dari pengumpulan bahan baku, aktivitas
9
Anthony Giddens. 1990. The Consequences of Modernity. Polity: Cambridge. hal.55
John Weiss. 2002. Industrialization and Globalization: Theory and Evidence from
Developing Countries. Routledge. New York. hal.140
10
9
produksi, distribusi hingga pemasaran. Selain itu, terbukanya pasar domestik
untuk produk-produk asing telah berhasil memotivasi perusahaan-perusahaan
untuk memproduksi lebih banyak produk dan siap untuk bersaing dengan
produk-produk dari perusahaan lain.
Dengan mengacu pada definisi yang telah dipaparkan di atas,
globalisasi
yang
telah
mempengaruhi
sistem
ekonomi
dunia
juga
mempengaruhi kebutuhan masyarakat sehingga terjadilah perdagangan antar
negara atau perdagangan internasional. Perdagangan internasional merupakan
pertukaran barang dan jasa antara dua atau lebih negara di pasar dunia.
Dewasa ini, hampir tidak ada negara yang mampu memenuhi semua
kebutuhannya sendiri tanpa mengimpor barang atau jasa dari negara lain.
Dengan adanya perdagangan internasional, suatu negara hanya akan
memproduksi satu atau beberapa barang saja dengan biaya produksi yang
rendah untuk diekspor dan negara tersebut akan mengimpor barang-barang
lain dengan harga yang lebih murah daripada memproduksi sendiri. Dengan
cara
ini,
negara-negara
yang
mengadakan
hubungan
perdagangan
internasional dapat memperoleh keuntungan. Keuntungan yang dapat
diperoleh adalah keuntungan mutlak (absolute advantage) dan keuntungan
komparatif (comparative advantage).
1. Keuntungan Mutlak (Absolute Advantage)
Teori Keuntungan Mutlak pertama kali dicetuskan oleh
Adam Smith. Menurut teori ini, perdagangan antar dua negara
terhadap dua jenis barang akan terjadi jika masing-masing negara
10
mempunyai kekuatan dalam memproduksi barang tertentu. Smith
memberi contoh dengan menggambarkan bahwa penjahit tidak
membuat sepatunya sendiri, tetapi membelinya dari penjual sepatu.
Pembuat sepatu tidak membuat pakaiannya sendiri tetapi
menggunakan jasa seorang penjahit. Petani tidak berusaha untuk
melakukan kedua hal tersebut tetapi menggunakan jasa kedua
pembuat barang tersebut.11
Jika dikaitkan dalam konteks negara, Smith mencoba
menjelaskan bahwa suatu negara tidak perlu memproduksi suatu
barang apabila biaya produksi yang akan dikeluarkan cenderung
mahal dibandingkan dengan biaya impor. Maka secara logis suatu
negara lebih baik memilih untuk mengimpor produk tersebut
daripada memproduksinya sendiri. Adanya aktivitas ekspor-impor
ini kemudian membawa keunggulan yang bersifat mutlak atau
absolut bagi negara eksportir.
2. Keuntungan Komparatif (Comparative Advantage)
Teori ini pertama kali dicetuskan oleh David Ricardo.
Menurut teori ini, perdagangan internasional masih mungkin
terjadi dan menguntungkan kedua negara meskipun satu negara
mempunyai keuntungan mutlak, dan memproduksi kedua barang
dengan syarat jika satu negara mempunyai keuntungan komperatif
dibandingkan dengan negara lain.
11
Dong-Sung Cho dan Hwy Chang Moon. 2003. From Adam Smith to Michael Porter:
Evolusi Teori Daya Saing. Penerbit Salemba Empat: Jakarta. hal.7
11
Di masa ini, di mana hambatan perdagangan dan arus modal
diturunkan dan dengan adanya biaya transportasi yang lebih rendah,
komunikasi yang lebih baik dan adanya kebijakan untuk meliberalisasi
perdagangan dan arus modal, teori memprediksi bahwa tingkat ekspor negara
yang memiliki keuntungan komperatif akan naik, karena negara yang tidak
memiliki keuntungan komparatif akan terus mengimpor barang. Pihak-pihak
yang melakukan aktivitas perekonomian dalam ranah internasional mencari
peluang demi mendapatkan keuntungan dari aktivitas tersebut. Negara-negara
kerap melakukan aktivitas ekspor-impor barang dan perusahaan-perusahaan
secara
terus-menerus
memproduksi
barang
yang
selanjutnya
akan
didistribusikan dan dipasarkan di seluruh dunia.
Adanya sifat saling ketergantungan antara negara-negara di dunia,
telah menjadikan negara sebagai aktor dalam Hubungan Internasional untuk
terus menjalin hubungan baik dengan negara-negara di sekitarnya, terutama
hubungan bilateral. Dalam rangka melancarkan aktivitas ekspor-impor antara
dua negara, diperlukan adanya hubungan bilateral yang stabil. Menurut
Juwondo, hubungan bilateral adalah hubungan interaksi antar dua negara yang
dikembangkan dan dimajukan dengan menghormati hak-hak kedua negara
untuk melakukan berbagai kerjasama pada aspek-aspek kehidupan berbangsa
dan bernegara tanpa mengabaikan atau mengucilkan keberadaan negara
tersebut
serta
menunjukkan dan memberikan nilai
tambahan
yang
menguntungkan dari hubungan bilateral itu.12
12
Juwondo. 1991. Hubungan Bilateral: Definisi dan Teori. Rajawali Press. Jakarta, hal.21.
12
Hubungan bilateral menjadi penting karena suatu negara memiliki
keterbatasan dalam beberapa hal, sehingga menuntut adanya keberadaan
negara lain untuk memenuhi kebutuhannya. Secara umum hubungan bilateral
meliputi aspek politik, ekonomi hingga budaya. Aspek ekonomi merupakan
satu sektor yang paling menonjol dalam hubungan bilateral, dapat dilihat
dengan pesatnya perkembangan ekspor-impor hingga saat ini.
Pada masa sekarang, tidak hanya negara yang menjadi aktor dalam
aktivitas ekonomi lintas negara atau hubungan bilateral. Aktor lain yang
terlibat adalah perusahaan-perusahaan. Dominasi perusahaan-perusahaan yang
melakukan aktivitas ekonomi lintas negara dapat dilihat dimana saja dan
perusahaan-perusahaan dengan skala internasional ini lebih sering disebut
perusahaan multinasional (multinational corporation) atau disingkat MNC.
Negara merupakan institusi yang menaungi perusahaan-perusahaan di
dalamnya, dan negara memiliki kepentingan ekonomi yang dapat dicapai
dengan memanfaatkan aktor-aktor lain yang dinaunginya, seperti perusahaan
multinasional. Dalam artikel yang bertajuk Multinational Corporations, J. W.
J. Harrod menyatakan bahwa perusahaan multinasional (MNC) didefinisikan
sebagai perusahaan dengan cabang di berbagai negara. 13 Secara sederhana,
perusahaan multinasional merupakan organisasi bisnis yang berlokasi di lebih
dari dua negara yang terdiri dari perusahaan asal yang berada di home country
(negara asal) dan perusahaan cabang atau anak perusahaan yang berada di host
country (negara tujuan). Perusahaan multinasional bisa bervariasi dalam
13
J. W. J. Harrod. 2007. Global Transformations and World Futures: Knowledge, Economy,
and Society: Multinational Corporations Vol.I. hal.2
13
tingkat kegiatan multinasional dan dalam hal jumlah negara tempatnya
beroperasi. Perusahaan multinasional yang besar bahkan dapat beroperasi di
puluhan negara dengan ratusan ribu karyawan yang bekerja di luar negara
asalnya.
Istilah ‘perusahaan’ seringkali diganti dengan kata ‘korporasi’ namun
tetap memiliki makna yang sama. Sedangkan, istilah ‘multinasional’
menandakan bahwa kegiatan korporasi atau perusahaan tersebut melibatkan
lebih dari satu negara. Kegiatan yang dimaksud dapat merujuk pada aset,
penjualan, produksi, tenaga kerja, atau keuntungan dari cabang asing dan
afiliasi. Konsep ini juga yang kemudian disepakati oleh United Nations
Economic and Social Council (UN ECOSOC) setelah mengadopsi Resolusi
1971 pada bulan Juli 1972. Sejak saat itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
mengakui pentingnya perusahaan multinasional dan perannya dalam
perekonomian global.14
Dalam dokumen yang dikeluarkan oleh ECOSOC tahun 1972 tersebut,
dinyatakan bahwa sebagian besar dari perusahaan-perusahaan multinasional
didominasi oleh perusahaan besar dimana pendapatan per tahunnya mencapai
ratusan juta dolar. Ciri lain dari perusahaan multinasional adalah
digunakannya teknologi besar dalam perusahaan (terutama dalam proses
produksi), dan promosi besar-besaran dengan menggunakan berbagai media.
Selain itu, orang-orang yang dipekerjakan dalam perusahaan multinasional
14
United Nations Department of Economic and Social Affairs: Multinational Corporations in
World Development. The United Nations: New York. 1973. hal.vi
14
memiliki
kemampuan khusus
demi
menjaga kualitas produk
yang
dihasilkan.15
Eksistensi perusahaan multinasional hingga hari ini menambah bukti
bahwa Hubungan Internasional saat ini tidak lagi didominasi oleh negara.
Aktor-aktor non-negara hadir dan menggantikan posisi negara sebagai aktor
inti dalam Hubungan Internasional. Perusahaan-perusahaan multinasional ini
memiliki pengaruh langsung terhadap kehidupan manusia sehari-hari. Tidak
hanya secara ekonomi mampu menjadi sumber kehidupan, tetapi produk (baik
barang
maupun
jasa)
yang
diciptakan
oleh
perusahaan-perusahaan
multinasional juga secara langsung dapat menentukan keberlangsungan hidup
manusia.
Tidak dapat disangkal bahwa perusahaan multinasional memiliki
kaitan yang sangat erat dengan kehidupan manusia sehari-hari, terutama dalam
hal produk yang diperjualbelikan. Salah satu perusahaan multinasional yang
memiliki keterkaitan dengan kehidupan masyarakat sehari-hari adalah
perusahaan multinasional di bidang mode (industri mode). Industri mode
memproduksi barang-barang yang dikenakan setiap hari. Perusahaan tekstil
seperti, Nike atau GAP setiap harinya memproduksi pakaian yang dipakai
oleh banyak orang di seluruh walaupun terpisah oleh batas-batas geografis.
Inilah yang membuktikan bahwa industri mode juga memiliki keterkaitan
yang erat dengan masyarakat.
15
Ibid. hal.6
15
Mode menjadi penting karena berkaitan langsung dengan kehidupan
masyarakat sehari-hari. Oleh karena itu, dalam Hubungan Internasional,
industri mode yang dimiliki oleh suatu negara dapat menjadi media untuk
melakukan diplomasi dengan negara lain. Perusahaan mode Italia, Versace,
telah melakukan diplomasi dengan Pemerintah China. Pada tahun 2008,
dimana perusahaan ini menyelenggarakan fashion show untuk penggalangan
dana bagi korban gempa bumi di provinsi Sichuan, China.16 Keterlibatan
perusahaan mode Italia merupakan suatu bukti bahwa Italia dapat melakukan
diplomasi dan menunjukkan perhatian serta itikad baiknya pada Pemerintah
China, dengan diwakili oleh perusahaan mode. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa pemerintah suatu negara dapat memanfaatkan industri
mode sebagai media yang efektif untuk menjalin hubungan bilateral dengan
negara lain, termasuk dalam hal diplomasi.
Perkembangan hubungan bilateral dalam Hubungan Internasional dan
diplomasi dalam kerangka industri mode dapat dijelaskan dengan konsep
globalisasi. Dengan memanfaatkan kemudahan informasi dan transportasi,
perusahaan-perusahaan mode kini mampu memasarkan produknya ke seluruh
dunia. Didasari oleh alasan akan tingginya angka permintaan dari pasar asing,
dan didukung pula oleh kemudahan komunikasi dan transportasi, maka tidak
ada lagi keraguan bagi suatu negara untuk mengembangkan perusahaanperusahaanya di wilayah-wilayah lain.
16
Ben Blanchard. Reuters. Versace Lights Up Beijing in First China Fashion Show, diambil
dari http://in.reuters.com/article/idINIndia-36490012008111?/irpc=932, diakses pada
30 Januari 2013.
16
Dari konsep di atas, dapat dijelaskan bahwa globalisasi telah
memberikan banyak kemudahan bagi perusahaan multinasional untuk terus
berperan aktif dalam Hubungan Internasional. Globalisasi membuat negaranegara membuka pasarnya dengan lebar dan menjadikan perdagangan bebas
lebih gencar diciptakan dimana-mana, juga didorong dengan kuatnya sifat
saling ketergantungan antara negara-negara sehingga tercipta hubungan
bilateral yang aktif. Isu ini dapat dikaji dengan menggunakan paradigma
liberal (khususnya ekonomi) atau yang sering disebut neoliberalisme, dengan
melihat bahwa isu yang terjadi bukan merupakan isu yang bersifat konfliktual,
melainkan isu koperatif (isu ekonomi), dan dengan melibatkan aktor nonnegara, yaitu perusahaan multinasional, dalam hal ini adalah industri mode.
E. Metode Penelitian
1. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang penulis gunakan adalah tipe penelitian yag
bersifat deskriptif, yaitu menggambarkan mengenai peluang, tantangan dan
industri mode dalam konteks diplomasi Italia terhadap China.
2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah
data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari buku-buku, dokumen-dokumen
artikel, majalah, surat kabar dan internet. Adapun data sekunder yang
dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain; data mengenai gambaran kondisi
industri mode Italia di China, data mengenai perkembangan industri mode
17
Italia di China, serta mengenai kebijakan ekonomi Italia mengenai industri
mode baik yang dikeluarkan oleh Pemerintah Italia maupun perusahaanperusahaan mode Italia.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis adalah berupa
telaah pustaka (library research) dan studi dokumen yaitu dengan
mengumpulkan literatur yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang
akan dibahas berupa buku, dokumen, jurnal, artikel, majalah atau surat kabar.
Bahan-bahan tersebut telah dikumpulkan dari tempat-tempat berikut ini:
a. Perpustakaan Pusat Universitas Hasanuddin di Makassar, Sulawesi
Selatan.
b. Perpustakaan Pusat Universitas Fajar di Makassar, Sulawesi
Selatan.
4. Teknik Analisis Data
Teknik Analisis yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah
analisis data kualitatif, dengan menganalisa kemudian disimpulkan
sedangkan data kuantitatif digunakan sebagai data pelengkap untuk
menjelaskan data kualitatif.
18
Download