PENGARUH TEKTONIK TERHADAP PEMBENTUKAN PROVINSI JAWA TENGAH Tugas Ini disusun Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Analisis Lahan Dosen Pengampu : Dr.Ir. SUDARTO,M.S. Kelas : C Disusun oleh : 1. NurFiscaPutrisiwi 115040200111177 2. Dylan indra Perdana 115040200111148 3. 4. PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2014 BAB I. PENDAHULUAN Mengetahui tentang tenaga endogen dan eksogen dalam pembentukan muka bumi sangat perlu dibahas untuk para siswa yang ingin menambah ilmu pengetahuan yang menyangkut muka bumi, disini kita akan mencoba mengurai permasalahan dalam ilmu kebumian. tenaga endogen dan tenaga eksogen sangat berpengaruh terhadap terjadinya perubahan kontur muka bumi yang semakin hari semakin menampakkan bahwa bumi itu sudah tua, banyak sekali perubahan terhadap muka bumi yang terjadi akibat adanya tenaga endogen dan eksogen tersebut. mari kita lihat maksud dan artinya sejenak dua tenaga yang dapat membuat perubahan besar pada permukaan bumi kita ini yakni tenaga endogen dan tenaga eksogen. Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terletak di tengah Pulau Jawa. Karakteristik fisik Provinsi Jawa Tengah mempunyai bentuk bervariasi yang tidak lepas dari proses pembentukannya. Sebagaimana layaknya kepulauan yang terjadi karena tumbukan lempeng, di Provinsi Jawa Tengah terdapat busur gunung berapi yang tumbuh pada zona lemah sehingga terdapat beberapa gunung berapi di atasnya. Dampak dari tumbukan lempeng tektonik adalah terjadinya pengangkatan dan pelipatan lapisan geologi pembentuk pulau sehingga membentuk geomorfologi yang bervariasi seperti dataran landai, perbukitan dan dataran tinggi. Kondisi geologi yang demikian menjadikan Provinsi Jawa Tengah mempunyai potensi ancaman bencana alam. Gempa bumi di Klaten, tsunami di pantai selatan Jawa, erupsi gunung berapi Merapi dan tanah longsor di Banjarnegara merupakan sebagian bukti kebencanaan yang pernah terjadi di Provinsi Jawa Tengah. BAB II. TEKTONIK 2.1 Tektonika Lempeng Teori tektonika Lempeng adalah teori dalam bidang geologi yang dikembangkan untuk memberi penjelasan terhadap adanya bukti-bukti pergerakan skala besar yang dilakukan oleh litosferbumi. Teori ini telah mencakup dan juga menggantikan Teori Pergeseran Benua yang lebih dahulu dikemukakan pada paruh pertama abad ke-20 dan konsep seafloor spreading yang dikembangkan pada tahun 1960-an. Bagian terluar dari interior bumi terbentuk dari dua lapisan. Di bagian atas terdapat litosfer yang terdiri atas kerak dan bagian teratas mantel bumi yang kaku dan padat. Di bawah lapisan litosfer terdapat astenosfer yang berbentuk padat tetapi bisa mengalir seperti cairan dengan sangat lambat dan dalam skala waktu geologis yang sangat lama karena viskositas dan kekuatan geser (shear strength) yang rendah. Lebih dalam lagi, bagian mantel di bawah astenosfer sifatnya menjadi lebih kaku lagi. Penyebabnya bukanlah suhu yang lebih dingin, melainkan tekanan yang tinggi. Lapisan litosfer dibagi menjadi lempeng-lempeng tektonik (tectonic plates). Di bumi, terdapat tujuh lempeng utama dan banyak lempeng-lempeng yang lebih kecil. Lempeng-lempeng litosfer ini menumpang di atas astenosfer. Mereka bergerak relatif satu dengan yang lainnya di batas-batas lempeng, baik divergen (menjauh), konvergen (bertumbukan), ataupun transform (menyamping). Gempa bumi, aktivitas vulkanik, pembentukan gunung, dan pembentukan palung samudera semuanya umumnya terjadi di daerah sepanjang batas lempeng. Pergerakan lateral lempeng lazimnya berkecepatan 50-100 mm/a. 2.2 Perkembangan Teori Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, geolog berasumsi bahwa kenampakankenampakan utama bumi berkedudukan tetap. Kebanyakan kenampakan geologis seperti pegunungan bisa dijelaskan dengan pergerakan vertikal kerak seperti dijelaskan dalam teori geosinklin. Sejak tahun 1596, telah diamati bahwa pantai Samudera Atlantik yang berhadaphadapan antara benuaAfrikadanEropadenganAmerika UtaradanAmerika Selatan memiliki kemiripan bentuk dan nampaknya pernah menjadi satu. Ketepatan ini akan semakin jelas jika kita melihat tepi-tepi dari paparan benua di sana.[2] Sejak saat itu banyak teori telah dikemukakan untuk menjelaskan hal ini, tetapi semuanya menemui jalan buntu karena asumsi bahwa bumi adalah sepenuhnya padat menyulitkan penemuan penjelasan yang sesuai. Penemuan radium dan sifat-sifat pemanasnya pada tahun 1896 mendorong pengkajian ulang umur bumi, karena sebelumnya perkiraan didapatkan dari laju pendinginannya dan dengan asumsi permukaan bumi beradiasi seperti benda hitam.[5] Dari perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa bahkan jika pada awalnya bumi adalah sebuah benda yangmerah-pijar, suhu Bumi akan menurun menjadi seperti sekarang dalam beberapa puluh juta tahun. Dengan adanya sumber panas yang baru ditemukan ini maka para ilmuwan menganggap masuk akal bahwa Bumi sebenarnya jauh lebih tua dan intinya masih cukup panas untuk berada dalam keadaan cair. Teori Tektonik Lempeng berasal dari Hipotesis Pergeseran Benua (continental drift) yang dikemukakan Alfred Wegener tahun 1912. dan dikembangkan lagi dalam bukunya The Origin of Continents and Oceans terbitan tahun 1915. Ia mengemukakan bahwa benua-benua yang sekarang ada dulu adalah satu bentang muka yang bergerak menjauh sehingga melepaskan benua-benua tersebut dari inti bumi seperti 'bongkahan es' dari granit yang bermassa jenis rendah yang mengambang di atas lautan basal yang lebih padat. Namun, tanpa adanya bukti terperinci dan perhitungan gaya-gaya yang dilibatkan, teori ini dipinggirkan. Mungkin saja bumi memiliki kerak yang padat dan inti yang cair, tetapi tampaknya tetap saja tidak mungkin bahwa bagian-bagian kerak tersebut dapat bergerak-gerak. Di kemudian hari, dibuktikanlah teori yang dikemukakan geolog Inggris Arthur Holmes tahun 1920 bahwa tautan bagian-bagian kerak ini kemungkinan ada di bawah laut. Terbukti juga teorinya bahwa arus konveksi di dalam mantel bumi adalah kekuatan penggeraknya. Bukti pertama bahwa lempeng-lempeng itu memang mengalami pergerakan didapatkan dari penemuan perbedaan arah medan magnet dalam batuan-batuan yang berbeda usianya. Penemuan ini dinyatakan pertama kali pada sebuah simposium di Tasmania tahun 1956. Mula-mula, penemuan ini dimasukkan ke dalam teori ekspansi bumi,[11] namun selanjutnya justeru lebih mengarah ke pengembangan teori tektonik lempeng yang menjelaskan pemekaran (spreading) sebagai konsekuensi pergerakan vertikal (upwelling) batuan, tetapi menghindarkan keharusan adanya bumi yang ukurannya terus membesar atau berekspansi (expanding earth) dengan memasukkan zona subduksi/hunjaman (subduction zone), dan sesar translasi (translation fault). Pada waktu itulah teori tektonik lempeng berubah dari sebuah teori yang radikal menjadi teori yang umum dipakai dan kemudian diterima secara luas di kalangan ilmuwan. Penelitian lebih lanjut tentang hubungan antaraseafloor spreading dan balikan medan magnet bumi (geomagnetic reversal) oleh geolog Harry Hammond Hess dan oseanograf Ron G. Mason menunjukkan dengan tepat mekanisme yang menjelaskan pergerakan vertikal batuan yang baru. Seiring dengan diterimanya anomali magnetik bumi yang ditunjukkan dengan lajurlajur sejajar yang simetris dengan magnetisasi yang sama di dasar laut pada kedua sisi midoceanic ridge, tektonik lempeng menjadi diterima secara luas. Kemajuan pesat dalam teknik pencitraan seismik mula-mula di dalam dan sekitar zona Wadati-Benioff dan beragam observasi geologis lainnya tak lama kemudian mengukuhkan tektonik lempeng sebagai teori yang memiliki kemampuan yang luar biasa dalam segi penjelasan dan prediksi. Penelitian tentang dasar laut dalam, sebuah cabang geologi kelautan yang berkembang pesat pada tahun 1960-an memegang peranan penting dalam pengembangan teori ini. Sejalan dengan itu, teori tektonik lempeng juga dikembangkan pada akhir 1960-an dan telah diterima secara cukup universal di semua disiplin ilmu, sekaligus juga membaharui dunia ilmu bumi dengan memberi penjelasan bagi berbagai macam fenomena geologis dan juga implikasinya di dalam bidang lain seperti paleogeografi dan paleobiologi. 2.3 Prinsip-Prinsip Utama Tektonik Bagian lapisan luar, interior bumi dibagi menjadi lapisan litosfer dan lapisan astenosfer berdasarkan perbedaan mekanis dan cara terjadinya perpindahan panas. Llitosfer lebih dingin dan kaku, sedangkan astenosfer lebih panas dan secara mekanik lemah. Selain itu, litosfer kehilangan panasnya melalui proses konduksi, sedangkan astenosfer juga memindahkan panas melalui konveksidan memiliki gradien suhu yang hampir adiabatik. Pembagian ini sangat berbeda dengan pembagian bumi secara kimia menjadi inti, mantel, dan kerak. Litosfer sendiri mencakup kerak dan juga sebagian dari mantel. Suatu bagian mantel bisa saja menjadi bagian dari litosfer atau astenosfer pada waktu yang berbeda, tergantung dari suhu, tekanan, dan kekuatan gesernya. Prinsip kunci tektonik lempengan adalah bahwa litosfer terpisah menjadi lempengan-lempengan tektonik yang berbeda-beda. Lempengan ini bergerak menumpang di atas astenosfer yang mempunyai viskoelastisitas sehingga bersifat seperti fluida. Pergerakan lempengan bisa mencapai 10-40 mm/a (secepat pertumbuhan kuku jari) seperti di Mid-Atlantic Ridge, ataupun bisa mencapai 160 mm/a (secepat pertumbuhanrambut) seperti di Lempeng Nazca. Lempeng-lempeng ini tebalnya sekitar 100 km dan terdiri atas mantel litosferik yang di atasnya dilapisi dengan hamparan salah satu dari dua jenis material kerak. Yang pertama adalah kerak samudera atau yang sering disebut dengan "sima", gabungan dari silikon dan magnesium. Yang keduaadalahkerak benuayang sering disebut "sial", gabungan dari silikon dan aluminium. Kedua jenis kerak ini berbeda dari segi ketebalan di mana kerak benua memiliki ketebalan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kerak samudera. Ketebalan kerak benua mencapai 30-50 km sedangkan kerak samudera hanya 5-10 km. Dua lempeng akan bertemu di sepanjang batas lempeng (plate boundary), yaitu daerah di mana aktivitas geologis umumnya terjadi seperti gempa bumi dan pembentukan kenampakan topografis seperti gunung, gunung berapi, dan palung samudera. Kebanyakan gunung berapi yang aktif di dunia berada di atas batas lempeng, seperti Cincin Api Pasifik (Pacific Ring of Fire) di Lempeng Pasifik yang paling aktif dan dikenal luas. Lempeng tektonik bisa merupakan kerak benua atau samudera, tetapi biasanya satu lempeng terdiri atas keduanya. Misalnya, Lempeng Afrika mencakup benua itu sendiri dan sebagian dasar Samudera Atlantik dan Hindia. Perbedaan antara kerak benua dengan kerak samudera ialah berdasarkan kepadatan material pembentuknya. Kerak samudera lebih padat daripada kerak benua dikarenakan perbedaan perbandingan jumlah berbagai elemen, khususnya silikon. Kerak benua lebih padat karena komposisinya yang mengandung lebih sedikit silikon dan lebih banyak materi yang berat. Dalam hal ini, kerak samudera dikatakan lebih bersifat mafikketimbang felsik.[18] Maka, kerak samudera umumnya berada di bawah permukaan laut seperti sebagian besar Lempeng Pasifik, sedangkan kerak benua timbul ke atas permukaan laut, mengikuti sebuah prinsip yang dikenal dengan isostasi. BAB III. PENGARUH TEKTONIK PADA PEMBENTUKAN JAWA TENGAH 3.1 Deskripsi Provinsi Jawa Tengah Kondisi fisiografi Jawa Tengah ditinjau dari tingkat kemiringan lahannya terdiri dari: 38% lahan dengan kemiringan 0- 2%, 31% lahan dengan kemiringan 2-15%, 19% lahan dengan kemiringan 15-40%, dan sisanya 12% lahan dengan kemiringan lebih dari 40%. Kawasan pantai utara memiliki dataran rendah yang sempit. Daerah Brebes mempunyai dataran rendah dengan lebar 40 km dari pantai dan terus menyempit hingga Semarang mempunyai lebar 4 km yang bersambung dengan depresi Semarang-Rembang di bagian timur. Kawasan pantai selatan merupakan dataran rendah yang sempit dengan lebar 10-25 km, kecuali sebagian kecil di daerah Kebumen yang merupakan perbukitan. Rangkaian utama pegunungan di Jawa Tengah adalah Pegunungan Serayu Utara dan Serayu Selatan yang dipisahkan oleh Depresi Serayu yang membentang dari Majenang (Kabupaten Cilacap), Purwokerto, hingga Wonosobo. Terdapat 6 (enam) gunung berapi aktif di Jawa Tengah, yaitu: Gunung Merapi (di Magelang), Gunung Slamet (di Pemalang), Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing (di Temanggung-Wonosobo), Gunung Lawu (di Karanganyar) serta pegunungan Dieng (di Banjarnegara). Menurut Lembaga Penelitian Tanah-Bogor, jenis tanah di Jawa Tengah didominasi oleh tanah latosol, aluvial, dan grumosol sehingga hamparan tanah di daerah ini termasuk tanah yang relatif subur. Kondisi hidrologis Jawa Tengah dibentuk oleh beberapa aliran sungai. Bengawan Solo merupakan salah satu sungai terpanjang dan merupakan sumber daya air terpenting. Selain itu terdapat sungai yang bermuara di Laut Jawa diantaranya adalah Kali Pemali, Kali Comal, dan Kali Bodri serta sungai yang bermuara di Samudera Hindia diantaranya adalah Luk Ulo dan Cintanduy. Jawa Tengah memiliki iklim tropis, dengan suhu rata-rata adalah 24,8oC–31,8oC dan curah hujan tahunan rata-rata 2.618 mm. Daerah dengan curah hujan tinggi terutama terdapat di daerah Kabupaten Kebumen sebesar 3.948 mm/tahun. Daerah dengan curah hujan rendah dan sering terjadi kekeringan di musim kemarau berada di daerah Blora, Rembang, Sebagian Grobogan dan sekitarnya serta di bagian selatan Kabupaten Wonogiri. 3.2 Tektonik di Jawa Tengah Gempa bumi adalah peristiwa berguncangnya bumi yang dapat disebabkan oleh tumbukan antar lempeng tektonik, aktivitas gunung berapi atau runtuhan batuan. Gempa tektonik disebabkan oleh pergeseran lempeng tektonik. Gempa tektonik biasanya jauh lebih kuat getarannya dan mencapai daerah yang luas sehingga menimbulkan banyak korban dan merupakan gempa yang paling sering dirasakan di Indonesia. Gempa akibat aktivitas vulkanisme yang sering terjadi di Provinsi Jawa Tengah terutama akibat aktivitas Gunung Merapi di daerah yang berbatasan dengan Provinsi DI Yogyakarta. Daerah yang sering terkena dampak dari kejadian ini adalah Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Klaten dan Kabupaten Sleman di Provinsi DI Yogyakarta. Sebagai bagian aktivitas vulkanisme, ancaman bahaya yang ditimbulkan terkait juga dengan dengan letusan gunung berapi seperti piroklastik, debu, awan panas dan sebagainya. Gempa sebagai akibat dari aktivitas tektonik beberapa kali terjadi di Provinsi Jawa Tengah yang dalam sejarah pembentukannya merupakan bagian dari lempeng Eurasia yang bertumbukan dengan lempeng Indo-Australia. Akibat tumbukan tersebut, lempeng Indo-Australia menunjam di bawah lempeng Eurasia dan terjadi akumulasi energi yang pada titik jenuhnya akan menyebabkan gempa. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu daerah yang berdekatan dengan zona tumbukan lempeng termasuk daerah yang rentan terhadap gempa tektonik. Beberapa kejadian gempa dengan magnitude lebih dari skala 5 SR dalam kurun waktu 25 tahun terakhir telah mengguncang berbagai wilayah di Jawa Tengah, sekalipun tidak menimbulkan korban jiwa dan kerusakan berarti. Beberapa kejadian tersebut antara lain, gempa dengan kekuatan 6 SR di 7,20oLS - 09,30oBT kedalaman 33 km pada tanggal 14 Maret 1981, gempa 6,5 SR dengan kedalaman 106 km pada tanggal 9 Juni 1992, gempa 6,2 SR di 8,62oLS/110,11oBT pada tanggal 25 Mei 2001, gempa 6,3 SR di 9,22o-109,58oBT dengan kedalaman 55 km pada tanggal 19 Agustus 2004 dan gempa 5,5 SR dengan kedalaman 33 km pada tanggal 19 Juli 2005. Beberapa kejadian gempa pernah melanda Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel1. Beberapa Kejadian Bencana Gempa Bumi di Provinsi Jawa Tengah N o. Kejadia n Gempa Pusat Gempa Korban Kek Kerugian uata Mening Luka- Rumah Rumah n gal luka Hancur Rusak Keterangan Meruntuhk an Taman 1 10 Juni 1867 Sari, Tugu - - 5 - 372 - Keraton dan Gedung Agung Getaran 2 23 Juli 1943 8,60 LS – 109,90 terasa dari - 213 2.096 2.800 - BT Garut hingga Surakarta 8,0070 3 27 Mei LS – 5,9 2006 110,280 SR 1.059 > 1900 99.730 104.11 Menyebabk 1 an tsunami BT Sumber: Hasil Analisis Gempa tektonik terakhir terjadi pada 27 Mei 2006 mengguncang bagian selatan pulau Jawa dan berdampak hingga radius 95 km dari pusat gempa. Daerah di Jawa Tengah yang mengalami kerusakan berat adalah Klaten, Sukoharjo, Boyolali, Wonogiri, Purworejo, Magelang, Kebumen, Temanggung dan Karanganyar. Dampak kerusakan diantaranya 99.730 (sembilan puluh sembilan ribu tujuh ratus tiga puluh) rumah rusak berat, 104.111 (seratus empat ribu seratus sebelas) rumah rusak ringan, 1.059 meninggal dan lebih dari 1.000 orang menderita luka-luka, cacat, yatim piatu, trauma psikologis, kelumpuhan, dan lain-lain. Perkiraan total jumlah kerugian yang terjadi akibat gempa bumi tektonik mencapai Rp. 3,857 Triliun. 3.3 Tsunami Tsunami merupakan rangkaian gelombang laut yang menjalar dengan kecepatan tinggi. Di laut dengan kedalaman 7.000 meter, kecepatannya dapat mencapai 942,9 km/jam dengan panjang gelombang mencapai lebih dari 100 m, tinggi tidak lebih dari 60 m dan selisih waktu antar puncak antara 10 menit hingga 1 jam. Saat mencapai pantai yang dangkal, teluk, atau muara sungai, panjang gelombang menurun kecepatannya namun tinggi gelombang meningkat hingga puluhan meter dan bersifat merusak. Sebagian besar tsunami disebabkan oleh gempa bumi di dasar laut dengan kedalaman kurang dari 60 km dan magnitude lebih dari 6 SR. Namun demikian, tsunami juga dapat diakibatkan oleh tanah longsor dasar laut, letusan gunung berapi dasar laut, atau jatuhnya meteor ke laut, patahan didasar laut. Adapun sebaran lokasi kejadian tsunami di kawasan Asia Pasifik dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 1. Peta Sebaran Lokasi Kejadian Tsunami Peristiwa tsunami tahun 1840, 1904 dan 1967 menghantam pantai selatan Jawa Tengah. Tsunami terakhir terjadi pada tanggal 17 Juli 2006 karena gempa bawah laut di Samudera Hindia dan menimbulkan dampak parah di daerah pantai Cilacap, Kebumen dan Purworejo. Selain jatuhnya korban jiwa, juga terdapat kerusakan sarana penangkap ikan serta kerusakan lingkungan pantai. Tabel 2Dampak Tsunami 17 Juli 2006 No. Kota/Kabupaten 1 Cilacap Jenis Kerusakan Korban Jiwa Rumah/Bangunan Perahu 116 65 2 Lainnya 102 mesin tempel hilang, 29,596 unit jaring rusak, 2 Kebumen 3 Purworejo 39 - 121 - 606 obyek wisata rusak 90 Sumber: Dinas Kesbanglinmas Provinsi Jawa Tengah 3.4 Tatanan Tektonik di Jawa Tegah Secara fisiografi, jawa tengah dibagi menjadi 4 bagian: - Dataran pantai selatan - Gambar 2. Pantai Selatan di Gunung Kidul - Pegunungan serayu selatan Gambar 3. Pengunungan Serayu Selatan di Desa Karangsambung Situs Geologi Karangsambung. Desa Karangsambung terletak sekitar 17 km utara Kebumen, dihubungkan oleh jalan beraspal hingga Unit Pelaksana Teknis (UPT) Karangsambung yang dikelola oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Kawasan Karangsambung terletak di bagian selatan rangkaian Pegunungna Serayu Selatan, yang daerahnya di susun oleh batuan berumumr pra-Tersier hingga Kuarter. Kompleks batuan praTersier yang berumur puluhan juta tahunmerupakan alas dari Pulau Jawa yang tersingkap. Situs geologi tersebut merupakan satuan tektonik yang terbentuk akibat penunjaman Samudra Hindia-Australia di bawah pinggiran Benua Asia Tenggara. Beragam Jenis ukuran dan lingkungan pengendapan batuan tercampur menjadi satu secara tektonik, membentuk endapan yang dikenal sebagai bancuh - pegunungan serayu utara, dan Gambar 4. Pegunungan Serayu Utara - Dataran pantai utara Gambar 5. Kepulauan Karimun Jawa Salah satu batuan tertua di pulau jawa tersingkap di jawa tengah tepatnya di daerah sungai LOH-ULO. a. Pola struktur Pola struktur di jawa tengah memperlihatkan adanya 3 arah utama yaitu baratlauttenggara, timurlaut-barat daya, timur-barat. Di daerah loh ulo dimana batuan pra-terser dan tersier tersingkap dapat dibedakan menjadi 2 pola struktur utama yaitu arah timurlautbaratdaya, dan barat-timur. Hubungan antar satu batuan dengan yang lainnya mempunyai lingkungan dan ganesa pembentukan yang berbeda yang terdapat didalam mélange. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa pola yang arah timurlautbaratdaya yang sangat dominan didaerah ini. Data gaya berat dari untung dan sato 1979, sepanjang penampang utara-selatan melalui bagian tengah jawa tengah dan dilengkapi dengan data geologi permukaan memperlihatkan perbedaan yang sangat mencolok pada urut-urutan lapisan miosen antara bagian utara dan bagian selatan jawa tengah. Bagian utara jawa tengah urut-urutan lapisan miosen sebagian besar terdiri dari endapan laut dalam yang berupa kipas-kipas turbidit. Jenis endapan tersebut menyebar sampai hampir dekat cilacap. Tetapi keselatannya stratigrafinya berubah dan didominasi oleh endapan laut dangkal dengan lingkungan yang tenang seperti batu pasir dan batugamping. Gambar 2. Bukti adanye pengaruh tektonik di Jawa Tengah b. Satuan-satuan tektonik Batuan tertua dijawa tengah tersingkap di dua tempat yaitu di loh-ulo dan di Bayat (pegunungan jiwo, selatan kota klaten). Batuan yang berumur kapur itu bercampur aduk, terdiri dari ofiolit, sedimen laut dalam, batuan malihan berderajat fasies sekis hijau yang tercampur secara tektonik dalam masa dasar serpih sampai batu sabak dengan bongkahbongkah batu pasir greywackey yang termalihkan, masa dasarnya memperlihatkan bidangbidang belah gerus dengan arah sama. Gambar 3. Pola struktur Pulau Jawa BAB IV KESIMPULAN Di Provinsi Jawa Tengah terdapat busur gunung berapi yang tumbuh pada zona lemah sehingga terdapat beberapa gunung berapi di atasnya. Dampak dari tumbukan lempeng tektonik adalah terjadinya pengangkatan dan pelipatan lapisan geologi pembentuk pulau sehingga membentuk geomorfologi yang bervariasi seperti dataran landai, perbukitan dan dataran tinggi. Kondisi geologi yang demikian menjadikan Provinsi Jawa Tengah mempunyai potensi ancaman bencana alam. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu daerah yang berdekatan dengan zona tumbukan lempeng termasuk daerah yang rentan terhadap gempa tektonik. Beberapa kejadian gempa dengan magnitude lebih dari skala 5 SR dalam kurun waktu 25 tahun terakhir telah mengguncang berbagai wilayah di Jawa Tengah, sekalipun tidak menimbulkan korban jiwa dan kerusakan berarti. Beberapa kejadian tersebut antara lain, gempa dengan kekuatan 6 SR di 7,20oLS - 09,30oBT kedalaman 33 km pada tanggal 14 Maret 1981, gempa 6,5 SR dengan kedalaman 106 km pada tanggal 9 Juni 1992, gempa 6,2 SR di 8,62oLS/110,11oBT pada tanggal 25 Mei 2001, gempa 6,3 SR di 9,22o-109,58oBT dengan kedalaman 55 km pada tanggal 19 Agustus 2004 dan gempa 5,5 SR dengan kedalaman 33 km pada tanggal 19 Juli 2005. Secara fisiografi, akibat dampak tektonik jawa tengah dibagi menjadi 4 bagian: - dataran pantai selatan - pegunungan serayu selatan - pegunungan serayu utara, dan - dataran pantai utara DAFTAR PUSTAKA Adji Mahmudi. 2013. Kepulauan Kerimun Jawa. http://ajimachmudi.wordpress.com/category/uncategorized/ Diakses 5 Maret 2014 Alif. 2012. Pegunungan Serayu Utara. http://alifxebumen.blogspot.com/. Diakses 5 Maret 2014 Anonimous. 2012.Tektonik Di Pulau Jawa. http://geoenviron.blogspot.com/2011/12/tatanantektonik-pulau-jawa.html. Diakses 5 Maret 2014 Anonimous. 2013. Pegunungan Serayu Selatan. http://kotawisataindonesia.com/wisata-alampegunungan-dieng-wonsobo/. Diakses 5 Maret 2014