Modul Pedologi [TM4]

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
Pedologi
Kelekatan Tidak Aman,
Gangguan OposisiPemberontak, dan Enuresis
Fakultas
Program Studi
Psikologi
Psikologi
Abstract
Tatap Muka
04
Kode MK
Disusun Oleh
61077
Yenny, M.Psi., Psikolog
Kompetensi
Mahasiswa mampu menjelaskan dan
mengkomunikasikan Kelekatan Tidak
Aman, Gangguan OposisiPemberontak, dan Enuresis
Kelekatan Tidak Aman
Apakah Attachment (kelekatan) itu?
Freud percaya bahwa bayi akan membangun attachment pada individu yang memberikan
kepuasan oral. Bagi kebanyakan bayi, orang ini adalah ibunya, karena biasanya dialah yang
menyusuinya. Apakah menyusui ini sepenting apa yang dikemukakan oleh Freud? Sebuah
penelitian klasik dari Harry Harlow (1958 dalam Santrock, 2007) memberikan jawaban tidak
untuk pertanyaan ini. Harlow memisahkan bayi kera ketika baru lahir. Selama 6 bulan
mereka dibesarkan oleh “ibu” pengganti. Satu terbuat dari jalinan kawat, dan satu lagi dari
kain. Setengah dari bayi kera disusui oleh “ibu” yang terbuat dari kawat dan setengah
lainnya oleh “ibu” yang terbuat dari kain. Secara teratur jumlah waktu yang dihabiskan oleh
bayi kera tersebut dengan kedua jenis “ibu” tadi diukur, terlepas dari siapa yang
menyusuinya. Bayi kera menghabiskan waktu yang lebih banyak dengan “ibu” yang terbuat
dari kain. Penelitian ini menunjukkan dengan jelas bahwa menyusui bukan merupakan
elemen terpenting dalam pembentukan attachment, dan adanya kontak yang membuat
nyaman merupakan hal yang penting dalam attachment.
Kenyamanan secara fisik juga memegang peranan penting dalam pandangan
Erikson (1968 dalam Santrock, 2007) mengenai perkembangan bayi. Erikson menyatakan
bahwa pada tahun pertama kehidupan terjadi tahapan trust versus mistrust. Kenyamanan
secara fisik dan pengasuhan yang sensitif menurut Erikson (1968 dalam Santrock, 2007),
adalah kunci untuk membentuk basic trust pada bayi. Trust pada bayi ini pada akhirnya akan
menjadi dasar dari attachment dan dasar dari ekspektasi menetap yang menganggap
bahwa dunia adalah tempat yang baik dan menyenangkan.
Perspektif etologis dari psikiater Inggris John Bowlby (1969, 1989 dalam Santrock,
2007) juga menekankan pentingnya attachment pada tahun pertama kehidupan, dan juga
pentingnya responsivitas pengasuh. Bowlby percaya bahwa baik bayi dan pengasuh primer
mereka secara biologis sudah terdisposisi untuk membentuk attachment. Dia berpendapat
bahwa anak yang baru lahir sudah dilengkapi secara biologis untuk merangsang perilaku
attachment (Weizmann, 2000 dalam Santrock, 2007). Bayi akan menangis, tersenyum,
merengek, atau ketika balita mereka akan merangkak, dan berjalan mengikuti ibu mereka.
Hal ini akan menyebabkan pengasuh primer mereka untuk selalu berada di dekat mereka,
dan pada akhirnya meningkatkan peluang bayi untuk bertahan hidup.
Attachment tidak timbul secara tiba-tiba, tetapi berkembang dari serangkaian tahap.
Mulai dari anggapan umum bayi mengenai manusia sampai pembentukan “kemitraan”
dengan pengasuh primer mereka. Berikut ini adalah empat tahapan mengenai attachment
sesuai dengan konseptualisasi Bowlby (Scaffer, 1996 dalam Santrock, 2007) :
2016
2
Pedologi
Yenny, M.Psi., Psikolog
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id

Tahap 1, lahir sampai 2 bulan. Bayi secara instingtif menunjukkan attachment mereka
pada semua figur manusia. Orang asing, saudara, atau orang tua memiliki kesempatan
yang sama untuk menyebabkan bayi menangis atau tersenyum.

Tahap 2, 2-7 bulan. Attachment mulai terfokus pada satu figur, biasanya pengasuh
primer, bayi mulai bisa membedakan orang yang dikenal dan orang yang tidak dikenal.

Tahap 3, 7-24 bulan. Attachment yang spesifik mulai berkembang, dengan
meningkatnya kemampuan lokomotor, bayi secara aktif berusaha melakukan kontak
dengan pengasuh yang tetap, seperti ayah atau ibu.

Tahap 4, 24 bulan ke atas. Anak mulai sadar terhadap perasaan orang lain, tujuantujuan, dan rencana, dan mulai memasukkan hal-hal ini ketika melakukan aksi mereka.
Perbedaan Individual dalam Attachment
Meskipun attachment terhadap pengasuh menjadi lebih intens mulai pertengahan tahun
pertama, apakah mungkin bagi bayi untuk menunjukkan attachment yang lebih positif
dibandingkan bayi yang lain? Mary Ainsworth menganggap hal ini sangat mungkin terjadi.
Ainsworth (1979 dalam Santrock, 2007) menciptakan Strange Situation, sebuah
pengukuran observasional terhadap attachment bayi di mana bayi akan diperkenalkan,
dipisahkan, lalu dipertemukan kembali dengan pengasuh dan orang asing dalam urutan
tertentu.
Episode
1
Orang yang
Durasi
Gambaran setting
30 detik
Pengamat mengantarkan pengasuh dan bayi ke ruang
hadir
Pengasuh,
bayi,
dan
eksperimen, lalu pergi. (Di dalam ruangan terdapat
pengamat
2
Pengasuh
mainan yang menarik yang berserakan).
3 menit
dan bayi
Pengasuh
tidak
mengeksplorasi;
ikut
jika
berpartisipasi
perlu,
ketika
permainan
bayi
distimulasi
setelah 2 menit.
3
Orang
3 menit
Orang asing mulai masuk dalam ruangan. Pada menit
asing,
pertama orang asing tetap diam, pada menit kedua
pengasuh,
orang asing mulai berbicara kepada pengasuh, pada
dan bayi
menit ketiga orang asing mulai mendekati bayi. Setelah
3 menit pengasuh meninggalkan ruangan dengan diamdiam.
4
Orang asing
dan bayi
2016
3
Pedologi
Yenny, M.Psi., Psikolog
3 menit
atau
Episode
pemisahan
yang
pertama.
menyesuaikan perilakunya terhadap bayi.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Orang
asing
kurang
5
Pengasuh
dan bayi
3 menit
Episode reuni yang pertama. Pengasuh menyapa atau
atau
menenangkan bayi, kemudian mendorong bayi untuk
lebih
kembali bermain, kemudian pergi dengan mengucapkan
selamat tinggal.
6
Bayi
3 menit
Episode pemisahan yang kedua.
atau
kurang
7
Orang asing
dan bayi
8
Pengasuh
dan bayi
3 menit
Lanjutan dari episode pemisahan yang kedua. Orang
atau
asing masuk dan menyesuaikan perilakunya dengan
kurang
bayi.
3 menit
Episode reuni yang kedua. Pengasuh masuk ruangan,
menyapa bayi, lalu menggendongnya. Sementara itu
orang asing meninggalkan ruangan dengan diam-diam.
Dengan menggunakan Strange Situation ini peneliti berharap observasi mereka dapat
memberikan informasi mengenai motivasi bayi untuk tetap dekat dengan pengasuhnya dan
juga sampai sejauh mana kehadiran pengasuh memberikan kepercayaan diri dan rasa
aman terhadap bayi.
Berdasarkan respons bayi ketika menghadapi situasi ini, mereka digambarkan
memiliki attachment yang secure atau insecure (dalam salah satu dari tiga cara) :

Securely attached babies (bayi yang memiliki attachment yang aman). Menempatkan
pengasuh sebagai dasar yang aman untuk mengeksplorasi lingkungan. Ketika pengasuh
hadir di ruangan, bayi yang memiliki attachment yang secure akan mengeksplorasi
ruangan dan akan mengamati mainan yang disediakan di ruangan. Ketika pengasuh
pergi, bayi yang memiliki attachment yang secure mungkin akan menunjukkan sedikit
protes, kemudian ketika pengasuh kembali, bayi tersebut akan membangun kembali
interaksi positif terhadap pengasuhnya mungkin dengan cara tersenyum atau duduk di
pangkuannya. Bisa juga bayi akan melanjutkan bermain dengan mainan yang ada di
dalam ruangan.

Insecure avoidant babies. Menunjukkan insekuritas dengan menghindari ibunya.
Dalam percobaan “Strange Situation” bayi-bayi ini hanya menunjukkan sedikit interaksi
dengan pengasuh, tidak merasa stres ketika pengasuh meninggalkan ruangan, dan
biasanya juga tidak melakukan interaksi ketika ibunya kembali, atau bahkan menghindari
mereka. Andaipun kontak dapat terjadi, bayi biasanya menghindar atau membuang
muka.
2016
4
Pedologi
Yenny, M.Psi., Psikolog
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id

Insecure resistant babies, sering kali lengket dengan pengasuh, tetapi kemudian
menolak kedekatan dengan pengasuh mungkin dengan meronta atau mendorong. Pada
Strange Situation biasanya bayi tetap lekat dengan pengasuh dengan penuh kecemasan
dan tidak mengeksplorasi ruangan. Ketika pengasuh meninggalkan ruangan, sering kali
mereka menangis dengan keras lalu menolak mereka ketika mereka kembali untuk
menenangkan.

Insecure disorganized babies. Bayi yang tidak teratur dan mengalami disorientasi.
Pada Strange Situation, bayi ini akan kelihatan bingung, linglung, dan takut. Supaya bisa
diklasifikasikan sebagai bayi yang disorganized, bayi harus menunjukkan pola avoidance
dan resistance yang kuat atau menunjukkan perilaku spesifik tertentu, seperti ketakutan
yang luar biasa ketika bersama pengasuh.
Apakah Strange Situation ini dapat menunjukkan perbedaan antar bayi? Sebagai
pengukuran terhadap attachment, bisa saja hal ini memiliki bias secara budaya. Meskipun
terdapat variasi budaya dalam klasifikasi attachment ini, model klasifikasi yang paling sering
dipakai dalam seluruh budaya yang berbeda untuk attachment adalah klasifikasi secure
attachment ini (van Ijzendoorn & Kroonenberg, 1988 dalam Santrock, 2007).
Beberapa kritik menyatakan bahwa perilaku di penelitian Strange Situation – dan
juga penelitian laboratorium lainnya – mungkin saja tidak mengindikasikan apa yang akan
dilakukan bayi pada setting natural. Tetapi para peneliti menemukan bahwa perilaku bayi di
Strange Situation berhubungan cukup tinggi dengan bagaimana mereka berperilaku di
rumah, berkaitan dengan perpisahan dan reuni dengan ibu mereka (Pederson & Moran,
1996 dalam Santrock, 2007). Karena itu, kebanyakan peneliti masalah bayi masih percaya
bahwa Strange Situation masih memiliki kegunaan dalam mengukur attachment pada bayi.
Pentingkah perbedaan individual dalam attachment? Ainsworth percaya bahwa
attachment yang secure pada tahun pertama akan memberikan fondasi dasar untuk
perkembangan psikologis di masa yang akan datang. Anak yang memiliki attachment yang
secure akan dapat menjauh dari pengasuhnya namun tetap memperhatikan keberadaan
mereka dengan sekali-sekali melihat pengasuh mereka tersebut. Anak yang memiliki
attachment yang secure akan merespons dengan positif ketika digendong oleh orang lain,
dan ketika turun bisa bergerak dengan bebas untuk kembali bermain. Sebaliknya, anak yang
attachment-nya tidak secure, akan menolak pengasuhnya atau bersikap ambivalen terhadap
pengasuh tersebut, takut terhadap orang asing, dan akan merasa sedih dan terganggu oleh
perpisahan yang biasa terjadi sehari-hari dengan pengasuhnya.
Jika attachment awal anak dengan pengasuh adalah hal yang penting, maka
seharusnya hal ini akan berhubungan dengan perilaku sosial anak pada tahap
perkembangan berikutnya. Bagi sebagian anak, attachment awal akan menentukan
2016
5
Pedologi
Yenny, M.Psi., Psikolog
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
bagaimana fungsi mereka selanjutnya (Carlson, Sroufe, & Egeland, 2004; Egeland &
Carlson, 2004; Sroufe dkk, 2005 dalam Santrock, 2007). Sebagai contoh, penelitian terakhir
menunjukkan bahwa bayi yang memiliki attachment yang secure pada usia 15 bulan akan
menjadi anak yang lebih kompeten secara sosioemosional dan kognitif pada usia 4 tahun
dibandingkan dengan bayi lain yang pada usia 15 bulan memiliki attachment yang insecure
(Fish, 2004 dalam Santrock, 2007). Pada sebagian anak, tidak terdapat kontinuitas ini
(Thompson, 2006, Thompson & Goodvin, 2005 dalam Santrock, 2007). Konsistensi dalam
cara mengasuh dalam jangka waktu yang bertahun-tahun, mungkin merupakan aspek
penting dalam menghubungkan pola attachment pada usia awal dan bagai mana anak
berfungsi kelak dalam perkembangannya. Dalam sebuah penelitian longitudinal, klasifikasi
attachment bayi tidak bisa digunakan untuk meramalkan klasifikasi attachment pada usia 18
tahun (Lewis, 1997 dalam Santrock, 2007). Dalam penelitian ini, prediktor terbaik terhadap
pola attachment insecure pada usia 18 tahun adalah adanya perceraian orang tua pada
rentang waktu tersebut.
Beberapa ahli perkembangan percaya bahwa ada penekanan yang terlalu berlebihan
terhadap ikatan attachment pada masa bayi. Sebagai contoh, Jerome Kagan (1987, 2000
dalam Santrock, 2007), menyatakan bahwa bayi adalah individu yang sangat resilient dan
adaptif. Dia berpendapat bahwa secara evolusioner mereka telah dilengkapi bekal untuk
tetap berada pada jalur perkembangan yang positif, bahkan ketika mereka dihadapkan
dengan berbagai macam pola asuh. Kagan dan ahli lain menekankan bahwa karakteristik
genetis dan temperamen memegang peranan yang lebih penting dalam kompetensi sosial
anak dari yang diakui oleh ahli attachment seperti Bowlby dan Ainsworth. (Chauhuri &
Williams, 1999; Kagan & Fox, 2006; Young & Shahifar, 1995 dalam Santrock, 2007).
Sebagai contoh, ketika anak menunjukkan toleransi yang rendah terhadap stress, hal ini
akan menjadi hal yang lebih berpengaruh terhadap ketidakmampuan anak untuk bergaul
dengan teman sebaya mereka, dan bukan disebabkan oleh attachment yang insecure.
Kritik lain terhadap teori attachment ini adalah teori ini dianggap mengabaikan
perbedaan agen sosial dan konteks yang ada dalam dunia bayi. Di beberapa kebudayaan,
bayi menunjukkan attachment terhadap banyak orang. Di suku Hausa (di Nigeria), nenek
dan kakak perempuan juga turut membantu dalam mengasuh bayi (Harkness & Super, 1995
dalam Santrock, 2007) bayi dalam masyarakat agraris cenderung untuk membentuk
attachment pada saudara yang lebih tua, yang biasanya bertanggung jawab untuk
mengasuh adik-adiknya. Para peneliti menyadari pentingnya pengasuh yang dapat
mengasuh dan kompeten dalam perkembangan bayi (Bornstein, 2006; Maccoby, 1999;
McHale dkk., 2001; Parke, 2001; Parke & Buriel, 2006 dalam Santrock, 2007). Tetapi masih
diperdebatkan apakah attachment yang secure, terutama kepada pengasuh tunggal
merupakan hal yang penting (Lamb, 2005; Thompson, 2006 dalam Santrock, 2007).
2016
6
Pedologi
Yenny, M.Psi., Psikolog
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Terlepas dari kritik ini, ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa attachment yang
secure penting bagi perkembangan (Thompson & Goodvin, 2005; Water, Corcoran, &
Anafara, 2005 dalam Santrock, 2007). Attachment yang secure pada bayi penting karena
hal ini mencerminkan hubungan positif antara bayi dan orang tua, dan merupakan pondasi
yang mendukung perkembangan sosioemosional yang sehat di tahun-tahun mendatang.
Gaya Pengasuhan dan Attachment
Apakah pola asuh berkaitan dengan kualitas attachment pada bayi? Bayi yang memiliki
attachment yang secure biasanya memiliki pengasuh yang sensitif terhadap sinyal yang
mereka berikan dan selalu siap untuk merespons kebutuhan bayi (Gao, Elliot, & Waters,
1999; Main, 2000 dalam Santrock, 2007). Pengasuh yang seperti ini sering kali membiarkan
bayi mereka memegang peranan aktif dalam mengatur permulaan dan kecepatan interaksi
di antara mereka pada satu tahun pertama. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa
sensitivitas keibuan dalam pola asuh berhubungan dengan attachment yang secure di dua
budaya yang berbeda, AS dan Kolombia (Carbonell dkk, 2002 dalam Santrock, 2007).
Lalu bagaimana pengasuh dari anak yang insecure berinteraksi dengan bayi
mereka? Pengasuh dari anak yang avoidant cenderung tidak selalu siap atau bahkan
menunjukkan penolakan (Berlin & Cassidy, 2000 dalam Santrock, 2007). Sering kali mereka
tidak merespons sinyal yang diberikan bayi atau hanya memberikan kontak fisik yang sedikit
dengan bayi mereka. Ketika mereka berinteraksi dengan bayi mereka, mereka cenderung
berinteraksi dengan cara marah atau kesal. Pengasuh dari bayi yang resistant cenderung
untuk bersikap tidak konsisten; kadang-kadang mereka merespons kebutuhan bayi, kadang
kala tidak. Secara umum mereka cenderung untuk tidak terlalu hangat dengan bayi mereka
atau ketika berinteraksi cenderung untuk tidak sinkron. Pengasuh dari anak yang
disorganized sering kali menelantarkan atau bahkan melakukan kekerasan pada bayi
mereka (Barnett, Ganiban, & Cicchetti, 1999; Cicchetti & Toth, 2006 dalam Santrock, 2007).
Dalam kebanyakan kasus pengasuh yang seperti ini adalah pengasuh yang mengalami
depresi.
Peran Temperamen Seberapa besarkah temperamen memengaruhi kelekatan dan seperti
apa pengaruhnya? Temuan yang ada bervariasi (Susman-Stillman, Kalkoske, Egeland, dan
Waldman, 1996; Vaughn et al., 1992 dalam Santrock, 2007). Dalam sebuah penelitian
terhadap bayi berusia 6 hingga 12 bulan dan keluarga mereka, baik sensitivitas ibu dan
temperamen bayi memengaruhi pola kelekatan (Seifer, Schiller, Sameroff, Resnick, dan
Riordan, 1996 dalam Santrock, 2007).
2016
7
Pedologi
Yenny, M.Psi., Psikolog
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Temperamen bayi bukan saja memiliki dampak langsung terhadap kelekatan, tapi
juga dampak tidak langsung melalui pengaruhnya terhadap orang tua. Dalam serangkaian
penelitian di Belanda (van den Boom, 1989, 1994 dalam Santrock, 2007), bayi berusia 15
hari yang diklasifikasikan sebagai mudah marah, besar kemungkinannya untuk memiliki
kelekatan tak aman pada usia 1 tahun dibanding bayi yang tidak mudah marah. Namun
demikian, bayi yang mudah marah yang ibunya mendapatkan kunjungan rumah dengan
petunjuk bagaimana menenangkan bayi mereka dapat dinilai memberikan kelekatan aman,
serupa dengan yang diperoleh bayi tidak mudah marah. Dengan demikian, kecenderungan
bayi lekas marah dapat menghambat perkembangan kelekatan aman, tapi tidak bila ibu
memiliki keterampilan untuk mengatasi temperamen bayi (Rothbart et al., 2000 dalam
Santrock, 2007). “Goodness of fit” antara orang tua dan anak mungkin merupakan kunci
memahami keamanan kelekatan.
Pengaruh Jangka Penjang Kelekatan Seperti yang diusulkan teori kelekatan, rasa aman
dari kelekatan sepertinya memengaruhi kompetensi emosional, sosial, dan kognitif (van
Ijzendoorn & Sagi, 1997 dalam Santrock, 2007). Makin aman kelekatan seorang anak
terhadap orang dewasa yang bersifat mengasuh, tampak makin mudah bagi anak untuk
mengembangkan hubungan yang baik dengan orang lain.
Bila anak, seperti juga bayi, mendapatkan dasar aman dan dapat memercayakan
keresponsifan orang tua atau pengasuh, mereka akan merasa cukup percaya diri untuk
secara aktif melibatkan diri di dunia mereka (Jacobsen & Hoffman, 1997 dalam Santrock,
2007). Dalam sebuah penelitian terhadap 70 bayi berusia 15 bulan, mereka yang memiliki
kelekatan aman dengan ibu mereka, seperti terukur oleh Situasi Asing, menunjukkan lebih
sedikit stres dalam beradaptasi terhadap pengasuhan dibanding pada anak yang
kelekatannya kurang aman (Ahnert, Gunnar, Lamb, dan Barthel, 2004 dalam Santrock,
2007).
Balita dengan kelekatan yang aman cenderung memiliki kosakata yang lebih banyak
daripada anak yang kelekatannya tidak aman (Meins, 1998 dalam Santrock, 2007). Mereka
berinteraksi lebih positif dengan sebayanya, dan tawaran mereka kepada anak lain untuk
bermain cenderung diterima (Fagot, 1997 dalam Santrock, 2007). Anak dengan kelekatan
tak aman cenderung menunjukkan emosi negatif (rasa takut, distres, dan marah), sementara
anak dengan menunjukkan emosi negatif (rasa takut, distres, dan marah), sementara anak
dengan kelekatan aman terlihat lebih ceria (Kochanska, 2001 dalam Santrock, 2007).
Antara usia 3 dan 5 tahun, anak dengan kelekatan aman tumbuh lebih ingin tahu,
kompeten, empati, ulet, dan percaya diri, lebih akur dengan anak lain, dan menjalin
persahabatan yang erat daripada anak dengan kelekatan tak aman ketika bayi (Arend,
Gove, dan Sroufe, 1979; Youngblade & Belsky, 1992 dalam Santrock, 2007). Mereka
2016
8
Pedologi
Yenny, M.Psi., Psikolog
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
berinteraksi lebih positif dengan orang tua, guru prasekolah, dan teman sebaya, serta lebih
mampu menyelesaikan konflik (Elecker et al., 1992; Verschueren, Marcoen, dan Schoefs,
1996 dalam Santrock, 2007).
Keuntungan ini berlanjut terus. Dalam sebuah pengamatan laboratorium berbahasa
Kanada-Prancis, pola kelekatan dan kualitas emosional kelekatan interaksi anak usia 6
tahun dengan ibu mereka meramalkan kekuatan keterampilan komunikatif anak, keterlibatan
kognitif, dan motivasi penguasaan (mastery motivation) pada usia 8 tahun (Moss & StLaurent, 2001 dalam Santrock, 2007).
Kelekatan aman tampaknya mempersiapkan anak untuk keintiman persahabatan
(Carlson, Sroufe, dan Egeland, 2004 dalam Santrock, 2007). Pada masa kanak menengah
dan remaja, anak dengan kelekatan aman (setidaknya yang di budaya barat, di mana
penelitian-penelitian ini diadakan) cenderung memiliki teman yang paling dekat dan stabil
(Schneider, Atkinson, dan Tardif, 2001; Sroufe, Carlson, dan Shulman, 1993 dalam
Santrock, 2007).
Bayi dengan kelekatan tak aman, sebaliknya, sering kali mengalami hambatan dan
emosi negatif pada masa kanak, rasa bermusuhan terhadap anak lain pada usia 5 tahun,
dan sifat bergantung pada usia sekolah (Calkins & Fox, 1992; Kochanska, 2001; LyonsRuth, Alpern, dan Repacholi, 1993; Sroufe, Carlson et al., 1993 dalam Santrock, 2007).
Mereka dengan kelekatan tidak teratur cenderung mengalami masalah pada semua tingkat
pendidikan dan gangguan psikiatrik pada usia 17 tahun (Carlson, 1998 dalam Santrock,
2007).
Gangguan Oposisi-Pemberontak
Perdebatan di antara para ahli tentang apakah gangguan tingkah laku (CD) dan gangguan
sikap menentang (oppositional defiant disorder/ODD) merupakan gangguan yang
berbeda atau merupakan variasi dari gangguan perilaku bermasalah yang sama terus
berlangsung (Rey, 1993 dalam Nevid, 2005). Atau mungkin ODD adalah awal atau bentuk
yang lebih ringan dari gangguan tingkah laku (Abikoff & Klein, 1992; Biederman dkk., 1996a
dalam Nevid, 2005). Saat ini kedua gangguan dikonseptualisasikan sebagai berhubungan
namun berbeda. ODD lebih terkait erat dengan gangguan tingkah laku yang bukan
kenakalan (negatif), dan gangguan tingkah laku melibatkan perilaku kenakalan seperti
membolos, mencuri, berbohong, agrefis (Rey, 1993 dalam Nevid, 2005). Namun ODD, yang
biasanya berkembang lebih awal daripada CD, dapat mengakibatkan perkembangan
perilaku antisosial dan gangguan tingkah laku pada usia selanjutnya (Loeber, Lahey, &
Thomas, 1991 dalam Nevid, 2005).
2016
9
Pedologi
Yenny, M.Psi., Psikolog
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Anak-anak ODD cenderung bersikap negatif atau menentang. Mereka melawan
tokoh otoritas, yang ditunjukkan dengan kecenderungan mereka untuk berargumentasi
dengan orang tua dan guru serta menolak mengikuti permintaan atau perintah dari orang
dewasa. Mereka secara sengaja mengganggu orang lain, mudah marah, sensitif atau
mudah tersinggung, menyalahkan orang lain sebagai penyebab kesalahan atau perilaku
buruk mereka, benci kepada orang lain, atau dengki dan dendam pada orang lain (Angold &
Costello, 1996; APA, 2000 dalam Nevid, 2005). Gangguan ini biasanya dimulai sebelum
usia 8 tahun dan berkembang secara bertahap selama beberapa bulan atau tahun.
Biasanya bermula di lingkungan rumah tetapi dapat meluas pada lingkungan lain seperti
sekolah.
ODD merupakan salah satu bentuk diagnosis yang paling sering muncul pada anak
(Doll, 1996 dalam Nevid, 2005). Penelitian menunjukkan bahwa di antara anak-anak yang
didiagnosis memiliki gangguan psikologis, satu di antara tiga memenuhi kriteria ODD (Rey,
1993 dalam Nevid, 2005). Penelitian epidemiologi baru-baru ini memperkirakan bahwa
prevalensi ODD di antara anak-anak dalam masyarakat kira-kira 6% (Rey, 1993 dalam
Nevid, 2005). ODD lebih umum terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Tetapi
perbedaan gender tidak terlalu tampak dengan bertambahnya usia. Di antara anak-anak
berusia 12 tahun atau yang lebih muda, kemunculan ODD pada anak laki-laki dua kali lebih
banyak. Namun di antara para remaja, prevalensi yang lebih tinggi adalah pada perempuan
(Rey, 1993 dalam Nevid, 2005). Bertolak belakang dengan hasil tersebut, kebanyakan
penelitian menemukan bahwa CD lebih banyak ditemui pada laki-laki dibandingkan
perempuan pada seluruh rentang usia.
Perspektif Teoretis mengenai ODD. Faktor-faktor penyebab ODD belum diketahui.
Sebagian ahli yakin bahwa sikap menentang merupakan ekspresi dari temperamen anak
yang digambarkan sebagai tipe “anak yang sulit” (Rey, 1993 dalam Nevid, 2005). Yang lain
percaya bahwa konflik orang tua dan anak yang tidak terselesaikan atau kontrol orang tua
yang terlalu ketat dapat menjadi akar dari gangguan ini. Teoretikus psikodinamika melihat
ODD sebagai tanda dari fiksasi pada masa anal perkembangan psikoseksual, ketika konflik
di antara orang tua dan anak mungkin muncul pada toilet training. Konflik-konflik yang
tersisa mungkin diekspresikan dalam bentuk menentang terhadap harapan-harapan orang
tua (Egan, 1991 dalam Nevid, 2005). Teoretikus belajar melihat perilaku menentang muncul
akibat penggunaan strategi reinforcement yang tidak tepat dari orang tua. Menurut
pandangan ini, orang tua memberi reinforcement secara tidak tepat pada perilaku
menentang dengan “menyerah” pada tuntutan anak setiap kali anak menolak untuk patuh
pada harapan orang tua, sehingga kemudian menjadi suatu pola.
2016
10
Pedologi
Yenny, M.Psi., Psikolog
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Orang tua dari anak-anak dengan ODD yang parah menunjukkan gangguan
kepribadian antisosial dan penyalahgunaan obat dalam tingkatan yang tinggi (Frick dkk.,
1992 dalam Nevid, 2005).
Penanganan Contoh berikut ini memberi ilustrasi dari keterlibatan orang tua dalam
penanganan perilaku pada kasus ODD ;
Kasus ODD
Billy (7 tahun, duduk di kelas 2) dirujuk oleh orang tuanya. Keluarganya sering berpindah
tempat tinggal karena sang ayah bekerja di angkatan laut. Billy biasanya berperilaku baik
bila ayahnya yang mengasuh, tetapi tidak patuh dan berteriak pada ibunya bila diberi
instruksi. Ibunya mengalami stres yang tinggi dalam usahanya mengontrol Billy, terutama
bila suaminya sedang berada di laut.
Billy menjadi masalah di rumah dan di sekolah ketika kelas 1 SD. Ia tidak
mengacuhkan dan melanggar aturan-aturan pada dua lingkungan tersebut. Billy tidak
mengerjakan tugas sehari-harinya dan sering berteriak serta memukul adik laki-lakinya. Bila
ia berperilaku buruk, orang tuanya akan mengurungnya di kamar atau di halaman,
mengambil kebebasan dan mainan-mainannya, serta memukul pantatnya. Namun
penanganan ini dilakukan secara tidak konsisten. Ia juga bermain di jalur kereta api di dekat
rumahnya dan polisi telah dua kali membawanya pulang karena ia melempar batu ke arah
mobil-mobil.
Observasi di rumah menunjukkan bahwa ibu Billy sering memberikan perintah yang
tidak tepat. Ia berinteraksi dengannya sesedikit mungkin dan tidak memberikan pujian
verbal, kedekatan fisik, senyuman, atau ekspresi wajah dan gestur yang menyenangkan.
Ibunya hanya memperhatikan Billy bila ia berperilaku buruk. Bila Billy tidak patuh maka
ibunya akan berteriak padanya serta mencoba menangkapnya untuk memaksanya agar
mau menurut. Billy kemudian akan tertawa dan lari.
Orang tua Billy diberi tahu bahwa perilaku anak merupakan hasil dari teknik-teknik
pemberian sinyal yang kurang tepat (pengarahan yang buruk), kurangnya reinforcement
untuk perilaku yang baik dan kurangnya sanksi yang konsisten terhadap perilaku buruk.
Mereka diajarkan cara penggunaan reinforcement, hukuman, dan time out secara tepat.
Orang tuanya kemudian mencatat masalah perilaku Billy untuk memperoleh ide yang lebih
jelas tentang apa yang menyebabkan dan mempertahankan perilaku tersebut. Mereka
diperlihatkan bagaimana cara memberi reinforcement pada perilaku yang dapat diterima dan
menggunakan time out sebagai hukuman untuk perilaku yang buruk. Ibu Billy juga diajarkan
cara relaksasi untuk membantunya melakukan desensitisasi terhadap perilaku bermasalah
Billy. Biofeedback digunakan untuk meningkatkan respons relaksasi.
2016
11
Pedologi
Yenny, M.Psi., Psikolog
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Selama 15 hari periode dasar, Billy berperilaku tidak menurut sekitar empat kali
sehari. Ketika penanganan dimulai, perilaku tidak patuh Billy langsung menurun menjadi
sekali dalam dua hari. Data lanjutan menunjukkan bahwa kejadian tidak menurut bertahan
sekitar sekali sehari. Masalah di sekolah juga lebih sedikit walaupun tidak ditangani secara
langsung.
Diadaptasi dari Kaplan, 1986, hal. 227-230
Enuresis
Enuresis berasal dari bahasa Yunani en-, yang berarti “di dalam” dan ouron, yang berarti
“urine”. Enuresis adalah kegagalan untuk mengontrol BAK setelah seseorang mencapai usia
“normal” untuk mampu melakukan kontrol.
Ciri-ciri diagnostik dari Enuresis
Anak berulang kali mengompol di tempat tidur atau pakaian (baik disengaja maupun tidak).
Usia kronologis anak minimal 5 tahun (atau anak berada pada tingkat perkembangan yang
setara).
Perilaku tersebut muncul setidaknya dua kali seminggu selama 3 bulan, atau menyebabkan
hendaya yang signifikan dalam fungsi atau distres.
Gangguan ini tidak memiliki dasar organik.
Sumber : Diadaptasi dari DSM-IV-TR (APA, 2000).
Enuresis, seperti halnya gangguan perkembangan lain, lebih sering terjadi pada anak lakilaki. Enuresis diperkirakan mempengaruhi 7% anak laki-laki dan 3% anak perempuan usia 5
tahun. Gangguan ini biasanya hilang dengan sendirinya pada usia remaja atau sebelumnya,
walaupun pada 1% kasus masalah ini berlanjut sampai dewasa (APA, 2000 dalam Nevid,
2005).
Enuresis dapat terjadi selama tidur malam saja, selama anak terjaga saja, atau keduanya.
Enuresis saat tidur malam saja adalah tipe yang paling umum, dan enuresis yang muncul
saat tidur disebut mengompol. Melakukan kontrol kemih pada malam hari lebih sulit
daripada melakukannya pada siang hari. Bila tidur malam hari, anak-anak harus belajar
untuk bangun bila mereka merasa ada tekanan dari kemih yang penuh dan kemudian pergi
ke kamar mandi untuk BAK. Makin muda usia anak saat “dilatih”, makin besar
kemungkinannya ia akan mengompol. Amat normal bagi anak-anak yang sudah bisa
melakukan kontrol pada siang hari untuk tetap mengompol pada malam hari selama satu
tahun atau lebih. Mengompol di tempat tidur biasanya muncul selama tahapan tidur yang
2016
12
Pedologi
Yenny, M.Psi., Psikolog
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
paling dalam dan dapat mencerminkan ketidakmatangan dari sistem saraf. Diagnosis
enuresis diterapkan pada kasus-kasus mengompol di tempat tidur atau BAK di pakaian pada
siang hari yang dilakukan berulang kali pada anak-anak yang berusia minimal 5 tahun.
Perspektif Teoretis Terdapat berbagai penjelasan psikologis tentang enuresis. Penjelasan
psikodinamika
mengemukakan
bahwa
enuresis
dapat
merepresentasikan
ekspresi
kemarahan terhadap orang tua karena pelatihan BAK dan BAB yang keras. Hal ini dapat
merepresentasikan respons regresi terhadap kelahiran saudara sekandung atau beberapa
sumber stres lain atau perubahan dalam kehidupan, seperti mulai bersekolah atau
mengalami kematian orang tua maupun anggota keluarga lain. Teoretikus belajar
menekankan bahwa enuresis muncul paling sering pada anak-anak dengan orang tua yang
mencoba
melatih
mereka
sejak
usia
dini.
Kegagalan
pada
masa
awal
dapat
menghubungkan kecemasan dengan usaha untuk mengontrol BAK. Kecemasan yang
terkondisi justru mendorong dan bukan menghambat BAK.
Bukti dari studi Danish pada tahun 1995 dalam Nevid, 2005 menunjukkan dugaan yang kuat
bahwa enuresis primer, bentuk yang paling umum dari gangguan ini, yang ditandai oleh
mengompol yang terus-menerus dan tidak pernah mampu untuk mengontrol BAK,
diturunkan secara genetis (Eiberg, Berendt, & Mohr, 1995; Goleman, 1995e). Kita belum
memahami mekanisme genetis yang bertanggung jawab pada penyebaran gangguan ini,
tetapi
salah
satu
kemungkinannya
menyangkut
gen
yang
mengatur
kecepatan
perkembangan dari kontrol motorik terhadap refleks-refleks eliminatori (eliminatory reflexes)
oleh korteks serebral. Walaupun faktor-faktor genetis tampak terkait dengan penyebaran
dari enuresis primer, faktor-faktor lingkungan dan perilaku juga memainkan peran dalam
menentukan perkembangan dan jangka waktu gangguan. Tipe enuresis lain adalah enuresis
sekunder, tampak pada anak-anak yang memiliki masalah setelah mampu mengontrol BAK
dan diasosiasikan dengan mengompol secara berkala. Faktor genetis tampaknya tidak
terkait dengan tipe enuresis ini (Goleman, 1995e dalam Nevid, 2005).
Penanganan Enuresis biasanya hilang dengan sendirinya setelah anak-anak menjadi
dewasa. Metode-metode behavioral sudah terbukti membantu bila enuresis bertahan atau
menyebabkan stres tinggi pada orang tua dan anak. Metode tersebut mengondisikan anakanak untuk bangun bila kandung kemih mereka penuh. Salah satu contoh yang secara
rasional dapat dipertanggungjawabkan adalah metode bel-dan-bantalan (bell-and pad
method) dari Mowrer.
2016
13
Pedologi
Yenny, M.Psi., Psikolog
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Masalah dalam mengompol adalah anak-anak dengan enuresis tetap tidur walaupun ada
tekanan dari kandung kemih yang biasanya membangunkan kebanyakan anak-anak lain.
Akibatnya, secara refleks mereka BAK di tempat tidur. Psikolog O. Hobart Mowrer
memprakarsai metode bel dan bantalan di mana bantalan khusus ditempatkan di bawah
anak yang sedang tidur. Bila bantalan basah, sirkuit listrik menutup, menyebabkan bel
berbunyi dan membangunkan anak yang masih tidur. Setelah beberapa kali pengulangan,
sebagian besar anak belajar untuk bangun sebagai respons dari tekanan kandung kemih –
sebelum mereka mengompol. Teknik ini biasanya dijelaskan melalui prinsip-prinsip classical
conditioning. Pada metode bel dan bantalan, tekanan dari kandung kemih anak dipasangkan
berkali-kali dengan satu stimulus (bel) yang membangunkan anak. Tekanan dari kandung
kemih (stimulus terkondisi atau CS) memunculkan respons yang sama (bangun – repons
yang terkondisi atau CR) yang dimunculkan oleh bel (stimulus yang tidak terkondisi atau
US). Variasi dari metode bel dan bantalan sudah berhasil digunakan oleh orang dewasa
dengan enuresis (van Son, Mulder & Londen, 1990 dalam Nevid, 2005).
Kedua penanganan psikologis yang biasanya melibatkan teknik alarm urine dari Mowrer
atau variasinya, atau terapi obat, sering kali membantu menangani enuresis. Obat
fluvoxamine, sebuah SSRI-tipe antidepresan, bekerja pada sistem otak yang mengontrol
BAK (Kano & Arisaka, 2000; Horrigan & Barnhill, 2000 dalam Nevid, 2005). Namun, bukti
yang ada menunjukkan hasil-hasil yang lebih baik dengan penanganan psikologis (Houts,
Berman, & Abramson, 1994 dalam Nevid, 2005).
2016
14
Pedologi
Yenny, M.Psi., Psikolog
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
Nevid, Jeffrey S., Spencer A. Rathus, Beverly Greene. 2005. Psikologi Abnormal Edisi
Kelima Jilid 2. Jakarta : Erlangga.
Papalia, Diane E., Sally Wendkos Olds, Ruth Duskin Feldman. 2008. Human Development
Perkembangan Manusia Edisi 10 Buku 1. Jakarta : Salemba Humanika.
Santrock, John W. 2007. Perkembangan Anak, edisi ketujuh, jilid dua. Jakarta : Erlangga.
2016
15
Pedologi
Yenny, M.Psi., Psikolog
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download