Logika memiliki banyak manfaat yang antara lain adalah

advertisement
ARGUMENTASI LOGIKA
DAN FILSAFAT PERENCANAAN
Tugas Makalah
Filsafat Ilmu Pengetahuan
Muhammad Fathoni
Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan
Program Studi Doktor Transportasi
Institut Teknologi Bandung
2012
ARGUMENTASI LOGIKA
DAN FILSAFAT PERENCANAAN
A. ARGUMENTASI LOGIKA
A.1. Logika
Istilah logika berasal dari kata Yunani Kuno yaitu logos yang berarti hasil
pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa.
Pendapat lain menyebutkan bahwa secara etymologis logika mempunyai dua arti yaitu
1) pemikiran, dan 2) kata-kata. Jadi, logika adalah ilmu yang mengkaji pemikiran.
Karena pemikiran selalu diekspresikan dalam kata-kata, maka logika juga berkaitan
dengan “kata sebagai ekspresi dari pemikiran”. Secara definitif, logika berarti “ilmu
tentang hukum yang menentukan validitas berfikir”.
Logika adalah salah satu cabang filsafat. Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike
episteme (Latin: logica scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari
kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur. Ilmu di sini mengacu pada
kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan mengacu pada kesanggupan
akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata logis yang
dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal.
Logika merupakan sebuah ilmu pengetahuan di mana obyek materialnya adalah
berpikir (khususnya penalaran/proses penalaran) dan obyek formal logika adalah
berpikir/penalaran yang ditinjau dari segi ketepatannya.
Logika juga adalah sebuah cabang filsafat yang praktis. Praktis di sini berarti logika
dapat dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Logika lahir bersama-sama dengan
lahirnya filsafat di Yunani. Dalam usaha untuk memasarkan pikiran-pikirannya serta
pendapat-pendapatnya, filsuf-filsuf Yunani kuno tidak jarang mencoba membantah
pikiran yang lain dengan menunjukkan kesesatan penalarannya. Logika digunakan
untuk melakukan pembuktian. Logika mengatakan yang bentuk inferensi yang berlaku
dan yang tidak. Secara tradisional, logika dipelajari sebagai cabang filosofi, tetapi juga
bisa dianggap sebagai cabang matematika. logika tidak bisa dihindarkan dalam proses
hidup mencari kebenaran
A.2. Dasar-dasar Logika
Konsep bentuk logis adalah inti dari logika. Konsep itu menyatakan bahwa kesahihan
(validitas) sebuah argumen ditentukan oleh bentuk logisnya, bukan oleh isinya. Dalam
hal ini logika menjadi alat untuk menganalisis argumen, yakni hubungan antara
kesimpulan dan bukti atau bukti-bukti yang diberikan (premis). Logika silogistik
tradisional Aristoteles dan logika simbolik modern adalah contoh-contoh dari logika
formal.
Dasar penalaran dalam logika ada dua, yakni deduktif dan induktif. Penalaran
deduktif—kadang disebut logika deduktif—adalah penalaran yang membangun atau
1
mengevaluasi argumen deduktif. Argumen dinyatakan deduktif jika kebenaran dari
kesimpulan ditarik atau merupakan konsekuensi logis dari premis-premisnya. Argumen
deduktif dinyatakan valid atau tidak valid, bukan benar atau salah. Sebuah argumen
deduktif dinyatakan valid jika dan hanya jika kesimpulannya merupakan konsekuensi
logis dari premis-premisnya.
Contoh argumen deduktif:
1. Setiap kendaraan bermotor memiliki mesin
2. Semua mobil adalah kendaraan
3. ∴ Setiap mobil memiliki mesin
Penalaran induktif—kadang disebut logika induktif—adalah penalaran yang berangkat
dari serangkaian fakta-fakta khusus untuk mencapai kesimpulan umum. Contoh
argumen induktif:
1. Mobil Honda memiliki sistem pengereman
2. Mobil BMW memiliki sistem pengereman
3. Mobil Toyota memiliki sistem pengereman
4. Mobil Mitsubishi memiliki sistem pengereman
5. ∴ Setiap mobil memiliki sistem pengereman
Tabel di bawah ini menunjukkan beberapa ciri utama yang membedakan penalaran
induktif dan deduktif.
Deduktif
Induktif
Jika semua premis benar maka
kesimpulan pasti benar
Jika premis benar, kesimpulan
mungkin benar, tapi tak pasti
benar.
Semua informasi atau fakta pada
kesimpulan
sudah
ada,
sekurangnya secara implisit,
dalam premis.
Kesimpulan memuat informasi
yang tak ada, bahkan secara
implisit, dalam premis.
Logika memiliki banyak manfaat yang antara lain adalah :
1. Membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional,
kritis, lurus, tetap, tertib, metodis dan koheren.
2. Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif.
3. Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan
mandiri.
4. Memaksa dan mendorong orang untuk berpikir sendiri dengan menggunakan asasasas sistematis
5. Meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari kesalahan-kesalahan berpkir,
kekeliruan, serta kesesatan.
6. Mampu melakukan analisis terhadap suatu kejadian.
7. Terhindar dari hal klenik
8. Apabila sudah mampu berpikir rasional,kritis ,lurus,metodis dan analitis
sebagaimana tersebut pada butir pertama maka akan meningkatkan citra diri
seseorang.
2
Logika dapat dikategorikan menjadi :
a. Logika alamiah
Logika alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang berpikir secara tepat dan lurus
sebelum dipengaruhi oleh keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan
yang subyektif. Kemampuan logika alamiah manusia ada sejak lahir. Logika ini bisa
dipelajari dengan memberi contoh penerapan dalam kehidupan nyata.
b. Logika ilmiah
Logika ilmiah memperhalus, mempertajam pikiran, serta akal budi. Logika ilmiah
menjadi ilmu khusus yang merumuskan azas-azas yang harus ditepati dalam setiap
pemikiran. Berkat pertolongan logika ilmiah inilah akal budi dapat bekerja dengan
lebih tepat, lebih teliti, lebih mudah, dan lebih aman. Logika ilmiah dimaksudkan
untuk menghindarkan kesesatan atau, paling tidak, dikurangi.
A.3. Berfikir Logis dan Argumentatif
Dalam tradisi intelektual Islam manusia didefinisikan sebagai hewan yang berfikir
(hayawan natiq). Berfikir logis dan argumentatif merupakan prasyarat dalam pencarian
ilmu pengetahuan. Artinya dalam mencari ilmu pengetahuan sesorang harus mengikuti
aturan berfikir atau hukum-hukum berfikir yang terangkum dalam ilmu yang disebut
logika (mantiq).
Ilmu atau sains adalah pengetahuan; tapi perlu dipahami bahwa semua sains adalah
pengetahuan, dan semua pengetahuan tidak berarti sains. Seseorang bisa tahu nama-nama
berbagai anggota tubuh manusia, tapi pengetahuannya itu tidak mesti ilmiyah (saintifik).
Anda mungkin tahu tentang tumbuh-tumbuhan dan benda-benda di angkasa, tapi
pengetahuan anda mungkin tidak saintifik. Sains, oleh karena itu tidak semata-mata
pengetahuan, tapi pengetahuan yang sistimatis, akurat dan lengkap tentang sesuatu
subyek. Pengetahuan yang tidak sistimatis tidak dapat disebut sains, seperti juga batubata yang terhampar dan tidak tersusun tidak dapat disebut bangunan. Jadi sains atau
ilmu adalah pengetahuan tentang suatu subyek yang bersifat metodologis, eksak dan
lengkap.
Dalam kaitannya dengan metodologi, Ilmu dibagi sedikitnya menjadi dua 1) ilmu Alam
(natural sciences) dan 2) ilmu normatif (normative sciences). Yang pertama membahas
tentang sesuatu sebagaimana adanya (things as thay are), sedangkan yang kedua
membahas tentang bagaimana seharusnya sesuatu itu (things they should be). Logika
termasuk kedalam kategori yang kedua, yaitu ilmu atau sains normatif, karena ia
mengkaji pemikiran, tidak sebagaimana adanya, tapi bagaimana seharusnya.
Karena logika merupakan ilmu normatif, maka ia memiliki kaidah befikir yang bersifat
normatif, artinya logika meletakkan kaidah-kaidah atau standar bagaimana seharusnya
kita berfikir. Ia tidak menjelaskan tentang bagaimana kita berfikir (karena ini menjadi
topic pembahasan ilmu psikologi), tapi bagaimana seharusnya kita berfikir. Kaidahkaidah berfikir menyerupai kaidah etika dan estetika karena semuanya bersifat normatif.
3
Kaidah-kaidah berfikir dalam logika diamksudkan untuk menentukan apakah suatu
pemikiran itu disebut valid atau tidak, artinya benar atau tidak menurut kaidah logika.
Valid atau benar menurut kaidah logika terdapat dua makna:
Pertama tidak kontradiktif (self-contradictory) atau bebas dari sifat kontradiktif. Ini
dalam logika disebut validitas formal (formal validity). Seperti misalnya mengatakan
segitiga berbentuk empat persegi panjang. Segi empat berbentuk bulat. Contoh befikir
yang kontradiktif adalah sbb:
Manusia adalah makhluk yang akan mati
Mahasiswa adalah manusia
Maka mahasiswa tidak akan mati
Argumentasi diatas salah karena kesimpulannya bertentangan (kontradiktif) dengan
pernyataan (premis) sebelumnya. Seharusnya kesimpulannya maka mahasiswa akan
mati.
Kedua, sesuai dengan ralitas yang sebenarnya (agree with actual reality). Ini disebut
validitas material (material validity). Seperti misalnya:
Manusia adalah meja
Buku adalah manusia
Maka manusia adalah meja
Argumentasi di atas tidak kontradiktif, karena kesimpulannya merupakan hasil dari dua
pernyataan (premis) sebelumnya, tapi argument ini tidak valid. Mengapa? Karena apa
yang dinyatakan dalam argumentasi tersebut tidak sesuai dengan realitas yang
sebenarnya.
Dari kedua macam validitas diatas maka logika dibagi menjadi dua macam 1) Logika
Deduktif 2) Logika Induktif. Logika Deduktif hanya melihat validitas formal suatu
pemikiran atau argumentasi, maka dari itu seringkali disebut dengan Logika Formal
(formal logic). Logika Induktif menekankan pada validitas material suatu pemikiran,
maka dari itu disebut juga sebagai Logika Material.
Dalam logika deduktif masalah yang diangkat adalah apakah suatu pemikiran konsisten?
Sedangkan dalam Logika Induktif pertanyaan yang dimunculkan adalah apakah suatu
pemikiran itu konsisten dengan realitas yang ada? Yang pertama melihat bentuk (form)
pemikirannya, sedangkan yang kedua meninjau substansi pemikirannya. Maka dari itu
agar suatu argumentasi dihukumi sebagai valid maka ia harus memiliki validitas formal
dan juga material, artinya tidak kontradiktif dan harus konsisten dengan realitas aktual.
Maka dari itu jika kita mendengar suatu pernyataan atau argumentasi, kita harus menguji
argumentasi tersebut dari dua sisi, pertama apakah argumentasi itu secara logis tidak
kontradiktif dan kedua apakah argumentasi itu secara substantif sesuai dengan realitas.
Elemen Pemikiran
Jika kita cermati secara seksama, maka suatu pemikiran terdiri dari dari 3 elemen
penting, yaitu 1) konsep (concept), 2) penyimpulan (judgment), dan 3) penalaran
(reasoning).
4
1)
Konsep (concept) artinya ide yang umum. Ketika kita menyatakan bahwa “manusia
akan mati”, kita berbicara tentang konsep “manusia” dan konsep “mati” secara
umum, bukan manusia tertentu atau kematian tertentu. Seperti juga kalau kita
menyebut kata “pesantren”, “sekolah”, “adil”, “aqidah dsb. Jadi, perkataan
manusia, negara, pesantren, pendidikan, universitas, buku, kuda, dsb, adalah
konsep-konsep sejauh mereka itu merujuk kepada makna suatu obyek secara
umum. Konsep ini dalam ilmu logika disebut terma (term)
2)
Penyimpulan (judgment) adalah kombinasi dari dua konsep. Ketika kita
membandingkan atau menggabungkan dua konsep, sehingga kemudian
menunjukkan makna baru, maka kita telah memperoleh apa yang disebut
penyimpulan. Seperti misalnya “pesantren itu bukan sekolah”, adalah penyimpulan
dari perbandingan konsep “pesantren” dengan konsep “sekolah”, atau “manusia
adalah makhluk sosial” adalah penyimpulan dari kombinasi konsep manusia dan
konsep makhluk sosial. Jadi penyimpulan (judgment) terdiri dari dua konsep dan
dalam logika penympulan disebut proposisi atau premis.
3)
Penalaran (reasoning) adalah suatu proses deduksi yang ditarik dari dua
penyimpulan atau lebih. Jika kita mengatakan “Semua orang Jawa adalah orang
Indonesia, maka tidak ada orang Jawa yang bukan orang Indonesia”, maka kita
telah melakukan penalaran (reasoning). Karena hanya terdiri dari dua proposisi
maka ini disebut deduksi langsung (immediate inference). Akan tetapi jika
penalaran itu kita lakukan dengan meletakkan dua proposisi, maka disebut deduksi
tidak langsung ( a mediate inference atau syllogism). Seperti misalnya
Manusia akan hewan berfikir
Mahasiswa adalah manusia
Maka, mahasiswa adalah hewan berfikir
Jadi dalam penalaran kita menggabungkan satu atau lebih proposisi atau premis dengan
proposisi yang lain untuk mencapai kesimpulan (conclusion). Ini dalam logika disebut
dengan argumentasi. Dari uraian diatas jelaslah bahwa yang disebut pemikiran itu berasal
dari konsep yang digabungkan dengan konsep-konsep lain sehingga membentuk
proposisi dan dari gabungan proposisi itulah kita memperoleh pengetahuan baru.
Jika kita menemukan suatu pemikiran maka yang pertama-tama kita uji adalah
konsepnya. Apakah konsep dalam suatu argumentasi itu jelas dan dapat kita terima atau
masih menjadi masalah yang diperdebatkan. Jika pun konsep itu jelas yang tidak lagi
diperdebatkan, kita harus juga menguji apakah dalam perspektif lain (secara sosiologis,
secara politis, secara Islam dsb) konsep itu dapat diterima.
Jika konsep-konsep yang kita temukan itu tidak ada masalah, maka selanjutnya kita
harus mengujinya apakah gabungan konsep dengan konsep yang lain dalam argumentasi
itu dapat diterima dan tidak menimbulkan kerancuan. Konsep Islam, misalnya sudah
jelas, tapi ketika digabungkan dengan konsep liberal dan menjadi “Islam liberal”, maka
terjadi kerancuan. Sebab Islam berarti berserah diri, sementara liberal artinya bebas,
maknanya kontradiktif. Seperti juga gabungan konsep kafir dan saleh, menjadi “seorang
kafir yang saleh”, juga “kolonialis yang humanis”, “perampok yang moralis” dsb.
Jika gabungan konsep-konsep suatu argumentasi tidak perlu dipermasalahkan, maka kita
perlu mengujinya apakah kesimpulannya sesuai dengan premis-premis yang diberikan
5
sebelumnya. Disini pengetahuan kita tentang logika formal sangat diperlukan. Dari
uraian di atas, maka jelaslah bahwa befikir logis artinya berfikir sesuai dengan kaidahlaidah ilmu logika. Dan berfikir argumentatif adalah berfikir dengan menggunakan
argumentasi yang valid seperti yang diatur dalam ilmu logika tersebut.
B. FILOSOFI PERENCANAAN
A.1. Logika
Mengawali uraian tentang filosofi perencanaan, salah hal yang penting dikemukakan
adalah definisi tentang terminologi filosofi dan perencanaan. Terbayang dalam pikiran
kita, bahwa term filosofi merupakan derivasi dari kata filksafat. Secara harfiah
(etismologi) filsafat perencaan terdiri dari dua filosofi atau filsafat dan perencanaan
yang mengandung satu pengertian . Filosofi atau filsafat berasal dari kata Yunani yaitu
: Philisophia” yang terdiri dari kata Fhilein , Philos atau philea yang berarti “ cinta “
dan kata “ Sophia” berarti kebijaksanaan atau kearifan ( Dardini 1986 : 9).
Menurut isinya, filsafat mempelajari metodologi , hakekat kebenaran dari segala
sesuatu yang ada (ontologi) dan nilai – nilai (aksiologi) dari segala sesuatu hal ihwal
terutama tentang manusia dan cita-citanya , lingkungannya , agamanya , kehidupannya ,
ideologinya , hakekat dirinya dan lain-lain sebagainya.
Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani ”philosophia”. Dikenal juga dalam berbagai
bahasa, seperti ”philosophic” dalam kebudayaan bangsa Jerman, Belanda, dan Perancis;
“philosophy” dalam bahasa Inggris; “philosophia” dalam bahasa Latin; dan “falsafah”
dalam bahasa Arab.
Secara etimologi, istilah filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah atau juga dari
bahasa Yunani yaitu philosophia – philien : cinta dan sophia yang berarti
kebijaksanaan. Sedangkan seorang filsuf adalah pencari kebijaksanaan, pecinta
kebijaksanaan dalam arti hakikat.
Secara terminologi sangat beragam. Para filsuf merumuskan pengertian filsafat sesuai
dengan kecenderungan pemikiran kefilsafatan yang dimilikinya. Plato mengatakan
bahwa filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran
yang asli. Sedangkan muridnya Aristoteles berpendapat kalau filsafat adalah ilmu
(pengetahuan) yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu
metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika.
A.2. Filsafat Perencanaan
Perencanaan menurut Abe (2001, 43) tidak lain dari susunan (rumusan) sistematik
mengenai langkah (tindakan-tindakan) yang akan dilakukan di masa depan, dengan
didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang seksama atas potensi, faktor-faktor
eksternal dan pihak-pihak yang berkepentingan dalam rangka mencapai suatu tujuan
tertentu. Dalam pengertian ini, termuat hal-hal yang merupakan prinsip perencanaan,
yakni : (1) apa yang akan dilakukan, yang merupakan jabaran dari visi dan misi; (2)
bagaimana mencapai hal tersebut; (3) siapa yang akan melakukan; (4) lokasi aktivitas;
(5) kapan akan dilakukan, berapa lama; dan (6) sumber daya yang dibutuhkan.
6
Bersesuaian dengan pendapat di atas, Tjokroamidjojo (1992, 12) mendefinisikan
perencanaan sebagai suatu cara bagaimana mencapai tujuan sebaik-baiknya (maximum
output) dengan sumber-sumber yang ada supaya lebih efisien dan efektif. Selanjutnya
dikatakan bahwa perencanaan merupakan penentuan tujuan yang akan dicapai atau
yang akan dilakukan, bagaimana, bilamana dan oleh siapa.
Menurut Ovalhanif (2009), “filsafat perencanaan” adalah suatu studi tentang prinsipprinsip dalam proses dan mekanisme perencanaan secara mendalam, luas, dan
menyeluruh berdasarkan filsafat antologis, epistemologis, dan aksiologis.
Filsafat perencanaan juga diharapkan akan dapat menguraikan beberapa komponen
penting perencanaan dalam sebuah perencanaan yakni tujuan apa yang hendak dicapai,
kegiatan tindakan-tindakan untuk merealisasikan tujuan dan waktu kapan bilamana
tindakan tersebut hendak dilakukan.
Kerangka pikir dari filosofi perencanaan dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Strategi perencanaan adalah untuk membentuk/membuat suatu konsep/konteks
untuk keputusan dalam kelembagaan;
2. Tujuan dan proses perencanaan adalah untuk merumuskan arah pelembagaan dan
berusaha untuk lebih baik;
3. Hasil yang diinginkan dari proses perencanaan adalah untuk menyajikan suatu
dokumen yang penting, berguna bagi semua orang.
Filosofi perencanaan strategis mengandung visi, misi, tujuan, sasaran, kebijakan,
program dan kegiatan yang realitas dengan mengantisipasi perkembangan masa depan.
1.
Filosofi Perencanaan Teknokrat, dengan ciri :
a. Dilaksanakan oleh kelompok teknorat
b. Keberadaan dimensi politik sebagai elemen yang secara signifikan
mempengaruhi proses dan hasil perencanaan;
c. Perencanaan dipersepsikan menjadi sebagai alat pengambilan keputusan
yang bebas nilai dan tidak ada urusannya dengan kepentingan dan proses
politik yang dilakukan oleh para politikus dan pengambil keputusan. Politik
sebagai elemen bebas yang menganggu keseimbangan dalam proses
perencanaan yang terjadi;
d. Menempatkan masyarakat sebagai objek rekayasa dan politik sebagai sebuah
elemen irasional dan varian yang harus dihindari
e. Produk perencanaan memiliki posisi yang sangat signifikan dalam
mentransformasi masyarakat.
2.
Filosofi Perencanaan Partisipatif, dengan ciri menekankan adanya peran serta
aktif dari masyarakat dalam merencanakan pembangunan mulai dari pengenalan
wilayah, pengidentifikasian masalah sampai penentuan skala prioritas.
3.
Filosofi Perencanaan top down, dengan ciri :
a. Dilaksanakan oleh sekelompok elite politik;
b. Melibatkan lebih banyak teknokrat;
c. Mengandalkan otoritas dan diskresi;
7
d. Mempunyai argumen untuk meningkatkan efisiensi, penegakan peraturan,
konsistensi input-target-output, dan publik/ masyarakat masih sulit
dilibatkan.
4.
Filosofi Perencanaan bottom up, dengan ciri :
a. Dilaksanakan secara kolektif;
b. Mengandalkan persuasi;
c. Mempunyai argumen untuk meningkatkan efektivitas, meningkatkan kinerja
(performance, outcome), merupakan social virtue (kearifan sosial), serta
masyarakat diasumsikan sudah paham hak-hak dan apa yang mereka
butuhkan.
Jadi , hakekat dari pengertian filosofi / filsafat dan perencanaan diatas maka dengan
demikian filsafat perencanaan dapat dirumuskan bahwa filsafat perencanaan adalah suatu
studi tentang prinsip-prinsip dalam proses dan mekanisme perencanaaan secara radikal
(mendalam), ekspansif (luas) , dan integral (menyeluruh) berdasarkan filsafat antologis ,
epistemologis dan aksiologis.
Tujuan filsafat perencanaan diharapkan akan dapat menguraikan hakekat kebenaran dari
segala sesuatu yang ada ( entologi) dan nilai-nilai (aksiologi) yang akan terjadi di dallam
perencanaan. Filsafat perencanaan juga diharapkan akan dapat menguraikan beberapa
komponen penting dalam sebuah perncanaan yakni : tujuan apa yang hendak dicapai,
kegiatan tindakan-tindakan untuk merealisasikan tujuan dan waktu kapan, bilamana
tindakan tersebut hendak dilakukan. Kerangka pikir dari filosofi perencanaan dapat
dirumuskan sebagai berikut :
 Strategi perencanaan adalah untuk membentuk/membuat suatu konsep/konteks
untuk keputusan dalam kelembagaan.
 Tujuan dan proses perencanaan adalah untuk merumuskan arah pelembagaan dan
berusaha untuk lebih baik.
 Hasil yang diinginkan dari proses perencanaan adalah untuk menyajikan suatu
dokumen yang penting , berguna bagi semua orang.
Filosofi perencanaan sebagai perencanaan strategis mengandung visi, misi, tujuan,
sasaran, kebijakan, program dan kegiatan yang realitas dengan mengantisipasi
perkembangan masa depan.
A.3. Jenis Filsafat Perencanaan
Sekurang kurangnya ada empat filsafat perencanaan , yaitu
1. Sintesis ( synthetis )
Manheim (1949) memandang perencanaan sebagai suatu cara pikir. Dahl dan
Linblon (1953) memandang perencanaan sebagai sutau proses pengambilan
keputusan. Ezioni ( 1969) memandang perencanaan sebagai proses bimbingan sosial
harus diarahkan untuk mengoptimalkan keseimbangan antara pengawas yang ketat
dengan konsesus yang lemah, ditambahkan juga oleh Etzioni adalah proses psikologi
dalam bentuk pembelajaran yang menekankan pada transaksi interpersonal
8
2.
Rasionalisme
Menurut paham rasionalisme, perencanaan dipandang sebagai suatu bentuk
pengambilan keputusan, suatu proses yang mengikuti langkah langkah prosedural
dalam mengambil keputusan.
3.
Pengembangan Organisasi
Bines (1969) berpendapat bahwa perencanaan menurut pandangan pengembangan
organisasi adalah salah satu metode perencanaan, yaitu proses pembelajaran
mengenai kesadaran dan perilaku anggota organisasi.
4.
Empiris
Penganut empiris membagi teori perencanaan atas 1) aliran yang memusatkan
perhatian pada aspek politik dan realitas fungsi ekonomi pada skala nasional, dan 2)
aliran yang memfokuskan perhatian yang berbagai studi politik pembangunan kota.
A.4. Pandangan Filsafat Dunia yang Mempengaruhi Teori Perencanaan
Dalam perencanaan terdapat lima pandangan filsafat dunia yang mempengaruhi teori
perencanaan, yaitu teosentris, utopia, positivis, rasionalis dan fenomenologi.
1. Theocentrism / Teosentris
Theocentrism atau Teosentrisme adalah suatu pandangan yang berdasarkan pada
dogma agama yang menjadi kekuatan kekuasaan. Pada abad pertengahan para pendeta
mempunyai kekuatan (power) yang mendukung sistem kekuasaan monarchy, yang
dipraktekkan dengan sistem militer.
Pengaruh Theocentrism/Teosentrisme terhadap teori perencanaan adalah perencanaan
mempunyai peranan untuk memperkuat kekuasaan monarchy. Pembangunan Kota
diwujudkan sebagai artikulasi kepentingan pembangunan, tentara dan birokrasi.
Muncullah sistem perencanaan yang disebut Authoritharian Planning. Tradisi ini
ditandai adanya prioritas pembangunan lapangan untuk parade militer, boulevard,
taman serta monumen sebagai simbol kekuasaan. Contohnya Kota Solo, Yogyakarta,
London, Roma dan Paris.
2. Utopianism / Utopia
Utopia adalah suatu pandangan memimpikan kehidupan yang akan datang yang
diinginkan sesuai falsafah kemanusiaan dan naturalisme.
Pengaruh Pandangan Utopia terhadap teori perencanaan adalah munculnya tradisi
"city planning" yang diharapkan sebagai kontrol untuk menuju kehidupan ideal
manusia. Diyakini bahwa perencanaan harus menjadi petunjuk transformasi
masyarakat yang kacau (karena industrialisasi) ke masyarakat yang teratur.
3. Positivism / Positivis
Positivis adalah suatu pandangan yang lebih mengutamakan pada hal-hal yang secara
fisik nyata, jelas, berguna dan pasti.
Pengaruh pandangan positivis terhadap teori perencanaan dimana perencanaan
terfokus pada obyek dengan pendekatan ilmu praktis dan sosial. Produknya berupa
masterplan, land use plan dsb. Perencanaan ini disebut dengan istilah Engineering
Tradition.
9
4. Rationalism / Rasionalis
Rasionalis adalah suatu pandangan yang berkiblat pada pemikiran manusia sebagai
landasan kebenaran sedangkan obyek/kebendaan bersifat tidak pasti, relatif, berubahubah dan gelap.
Pengaruh pandangan Positivis terhadap teori perencanaan adalah :
 Perencanaan adalah aplikasi pemikiran manusia untuk kehidupan manusia.
 Perencanaan adalah kegiatan publik di mana masyarakat berhak memutuskan dan
mengontrol pembangunan secara nasional.
 Perencanaan sebagai ilmu
 Muncullah perencanaan yang berlabel Scientifik Tradition, mencakup ilmu-ilmu
matematika, sosiologi, statistik, antropologi, ekonomi, SIG (Sistem Informasi
Geografis), politik dan metodologi riset.
5. Phenomenology / Fenomenologi
Fenomenologi adalah suatu pandangan ultra modern yang berpendapat bahwa :
 Kegiatan manusia diatur oleh nilai-nilai subyektif yang tidak dapat dilihat dan
diselidiki secara utuh dengan ilmu pengetahuan.
 Kenyataan adalah jamak, tersusun dan utuh.
Pengaruh pandangan fenomenologi terhadap teori perencanaan adalah:
 Rasional Model tidak relevan lagi diterapkan pada masyarakat yang telah
memasuki zaman pluralisme (1980 hingga saat ini).
 Perencanaan adalah komunikasi antara perencana dan masyarakat dan mereka
harus kerja bersama untuk memecahkan masalah dan mengelola kepentingan
masyarakat melalui cara demokratis.
 Muncullah cabang teori perencanaan yang disebut Advocacy planning dan
participatory planning.
10
Download