BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ARSITEKTUR BANGUNAN GEDUNG BERWAWASAN BUDAYA 2.1 Pengertian Bangunan Gedung Menurut Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung Undang-Undang Nomor 28 Dewasa ini fungsi bangunan gedung dalam kehidupan masayarakat kian semakin kompleks, mengingat bangunan gedung merupakan suatu wadah yang menunjang dimana manusia itu sendiri melakukan aktifitas rumah tangga, kerohanian, pemerintahan dan, fungsi usaha. Pada dasarnya setiap orang, badan, atau institusi bebas untuk membangun bengunan gedung sesuai dengan kebutuhan, ketersediaan dana, bentuk, konstruksi, dan bahan yang digunakan. Hanya saja mengingat mungkin saja pembangunan suatu bangunan dapat menggangu orang lain maupun mungkin membahayakan kepentingan umum, tentunya pembangunan bangunan gedung harus diatur dan diawasi oleh pemerintah, untuk itu diperlukan suatu aturan hukum yang dapat mengatur agar bangunan gedung dapat dibangun secara benar. Di Indonesia telah diatar dalam dasar hukum yang kuat, yaitu dalam bentuk undangundang yang memiliki aturan pelaksanaan berupa peraturan pemerintah. Undang-undang yangh dimaksud adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangun Gedung yang diundangkan dan mulai berlaku pada tanggal 16 Desember 2002. Sebagai aturan pelaksananya pemerintah telah menerbitkan Peraturan pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung yang di tetapkan dan mulai berlaku pada tanggal 10 september 2005. Berikut ialah pengeritianpengertian Bangunan Gedung yang berkaitan dengan arsitektur: 1) Pada Pasal 1 ayat (1) bangunan gedung diartikan dengan wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada 20 21 di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus. 2) Pada Pasal 5 ayat (4) Bangunan Gedung Fungsi Usaha diartikan dengan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi bangunan gedung untuk perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal, dan penyimpanan. 3) Pada Pasal 9 ayat (1) mengenai persyaratan tata bangunan di atur sebagai berikut: Persyaratan tata bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) meliputi persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan persyaratan pengendalian dampak lingkungan. 4) Pada Pasal 14 ayat (1) di atur mengenai persyaratan arsitektur yang yang menyesuaikan lingkungan setempat sebagai berikut: Persyaratan arsitektur bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) meliputi persyaratan penampilan bangunan gedung, tata ruang dalam, keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya. Dalam hal pembangunan bangunan gedung peril diperhatikan asas, tujuan, dan ruang lingkup bangunan gedung yaitu; 1 1) asas bangunan gedung diselenggarakan berlandaskan asas kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan, serta keserasian bangunan gedung dengan lingkungannya. Asas kemanfaatan dipergunakan sebagai landasan agar bangunan gedung dapat diwujudkan dan diselenggarakan sesuai fungsi yang ditetapkan, serta sebagai wadah kegiatan manusia yang memenuhi nilai-nilai kemanusiaan yang berkeadilan, termasuk aspek kepatutan dan kepantasan. Asas keselamatan dipergunakan sebagai landasan agar bangunan gedung 1 Mariot Pahala Siahaan, op.cit, h. 57 22 memenuhi persyaratan bangunan gedung, yaitu persyaratan keandalan teknis untuk menjamain keselamatan pemilik dan bangunan gedung, serta masyarakat dan lingkungan di sekitarnya, disamping persyaratan yang bersifat administratif. Asas keseimbangan dipergunakan sebagai landasan agar keberadaan bangunan gedung berkelanjutan tidak mengganggu kesimbangan ekosistem dan lingkungan di sekitar bangunan gedung. Asas keserasian dipergunakan sebagai landasan agar penyelengaraan bangunan gedung dapat mewujudkan keserasian dan keselarasan bangunan gedung dan lingkungan di sekitarnya. 2) Tujuan pengaturan bangunan bertujuan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional dan sesuai dengan tata bangunan gedung yang serasi dan selaras dengan lingkungannya, kemudian bertujuan untuk mewujudkan tertib penyelengaraan dan kepastian hukum bangunan gedung yang menjamin keandalan teknis bangunan gedung yang menjamin keandalan teknis bangunan gedung dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan. 3) Undang-undang No. 28 Tahun 2002 mengatur ketentuan tentang bangunan gedung yang meliputi fungsi persyartan, penyelenggaraan, peran masyarakat, dan pembinaan. Dalam tiap tahapan penyelengaraan bangunan gedung termasuk dengan pertimbangan aspek sosial dan ekologis bangunan gedung. Pengertian tentang lingkup pembinaan termasuk kegiatan pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan. Beberapa ketentuan dalam peraturan pemerintah No. 36 Tahun 2005 memerlukan adanya suatu pedoman dan standar teknis yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam penyelengaraan bangunan gedung. Untuk melaksanakan ketentuan ini, menteri pekerjaan umum sebagai menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang pekerjaan umum, sebagaimana dimaksud maka menteri pekerjaan umum mengeluarkan Peraturan Mentri Pekerjaan Umum Nomor 23 29/PRT/M/2006 Tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung. 2 Dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 Tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung dimaksudkan sebagai acuan dalam pemenuhan persyaratan teknis bangunan gedung untuk mewujudkan bangunan gedung yang berkualitas sesuai dengan fungsi, andal, serasi, dan selaras dengan lingkungannya. 2.2 Pengertian Aristektur Provinsi Bali No.5 Bangungan Gedung Bangunan Gedung Menurut Peraturan Daerah Tahun 2005 Tentang Persyaratan Arsitektur Sesuai bunyi pada ketentuan Pasal 14 Undang-undang No. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan yang mengatur tentang bentuk arsitektur bangunan gedung harus menyesuaikan dengan lingkungan sekitar. Pemerintah Daerah Provinsi Bali atas dasar kewenangan yang diberikan Undang-Undang atau kewenangan atribusi maka, Pemerintah provinsi bali menerbitkan Perautran Daerah Provinsi Bali no. 5 Tahun 2005 Tentang Persyartan Arsitektur Gedung. Dengan diterbitkannya aturan ini maka berimplikasi pada setiap Badan Pemrintah atau Badan Hukum yang hendak mendirikan banguan gedung hendaknya memperhatikan ketentuanketentuan yang belaku pada perda tersebut, agar adanya kesesuaian dan keserasian antara bangunan yang hendak dibangun dengan lingkungan di sekitar. Berikut merupakan beberapa bunyi dari pasal-pasal yang terkandung dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 5 tahun 2005 Tentang Persyartan Arsitektur Bangunan Gedung: 1) Pada Pasal 1 angka 7 dalam peraturan daerah ini yang dimaksud dengan arsitektur tradisional Bali adalah tata ruang dan tata bentuk yang pembangunannya didasarkan atas nilai dan norma-norma baik tertulis maupun tidak tertulis yang diwariskan secara turuntemurun. 2 Ibid, h.12 24 2) Pada Pasal 1 angka 11 diatur mengenai pengertian persyaratan arsitektur adalah persyaratan yang berkaitan dengan bentuk dan karakter penampilan bangunan gedung, tata ruang dalam, dan kesimbangan/keselarasanya dengan lingkungannya. 3) Pada Pasal 1 angka 14 dijelaskan pengertian bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, kegiatan budaya, kegiatan campuran, maupun kegiatan khusus. 4) Pada Pasal 7 angka 1 disebutkan mengenai persyaratan arsitektur bangunan gedung harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. penampilan luar dan penampilan ruang dalam; b. keseimbangan, keselarasan, dan keterpaduan bangunan gedung dengan lingkungan dan ; c. nilai-nilai luhur dan identitas budaya setempat 5) Pada Pasal 7 angka 2 dijelaskan bahwa persyaratan penampilan bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menerapkan norma-norma pembangunan tradisional Bali dan/atau memperhatikan bentuk dan karakteristik Arsitektur Tradisional Bali yang berlaku umum atau arsitektur dan lingkungan setempat yang khas dimasingmasing kabupaten/Kota. Bangunan Fungsi Usaha merupakan bangunan gedung yang digunakan sebagai fungsi usaha. Bila melihat pada dewasa ini, bentuk usaha yang ada kian berkembang bentuk dan jenisjenisnya, maka dari itu Dalam penjelasan atas 25 Peraturan Daerah peraturan Daerah Provinsi Bali No.5 Tahun 2005, penjelaskan Pasal 4 menggolongkan bangungan gedung fungsi usaha dengan peruntukan sebagai berikut: a. Perkantoran, termasuk kantor yang disewakan: b. Perdangan, seperti warung, toko, pasar, dan mall; c. Perindustrian; seperti pabrik, laboratirium, dan perbengkelaan; d. Perhotelan, seperti wisma, losmen, hotel, dan motel; e. Wisata dan rekreasi, seperti gudang pertemuan, olahraga, anjungan, bioskop, dan gedung pertunjukan f. Terminal, seperti terminal angkutan darat, stasiun kereta api, bandara dan pelabuhan laut; dan g. Penyimpangan, seperti gudang, tempat pendingin, gedung, dan parkir. 2.3 Kaitan Arsitektur Bangunan Yang Berwawasan Budaya Gedung Dengan Visi Misi Kota Denpasar Identitas sebuah kota dapat dilihat dari beberapa hal, bangunan bersejarah yang menyimpan sejarah yang menjadi kebanggaan suatu daerah. Bisa juga berupa letak atau posisi kota, tata guna lahan, tata guna kawasan, keteraturan kota dan arsitektur kota. Identitas juga dapat diidentifikasi dari ciri khas tertentu yang dimiliki suatu tempat atau daerah. Identitas pun dapat terbentuk tanpa kesengajaan dan dapat pula direncanakan secara sistemik dan terkoordinasi. Arsitektur tradisional merupakan salah satu bentuk kekayaan kebudayaan bangsa. Keragaman Arsitektur tradisional yang tersebar di bentang kawasan Nusantara menjadi sumber ilmu pengetahuan yang tiada habis-habisnya. 26 Arsitektur tradisional di setiap daerah menjadi lambang kekhasan budaya masyarakat setempat. Sebagai suatu bentuk kebudayaan arsitektur tradisional dihasilkan dari satu aturan atau kesepakatan yang tetap dipegang dan dipelihara dari generasi ke generasi. Aturan tersebut akan tetap ditaati selama masih dianggap dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat setempat. Denpasar merupakan ibu kota Provinsi Bali dengan misi mewujudkan Denpasar menjadi kota berwawasan budaya, maka misi Kota Denpasar yang berwawasan budaya adalah mewujudkan tata keloka kota yang berdasarkan pada kearifan lokal serta berbasis budaya. Salah satu hasil dari kebudayaan ialah peradaban, peradaban arsitektur tradisional inilah yang menggambarkan kebudayaan dimasa lampau.3 Pimpinan daerah sudah lama memiliki visi dan misi yang berbasis kearifan lokal dengan tata kota yang berbasis budaya. Suatu hal yang sangat positif sekali yang harus mendapatkan dukungan dari semua elemen masyarakat luas. Mempunyai kebudayaan yang adi luhung yang diwariskan oleh generasi penerusnya, dikagumi oleh orang-orang asing yang sudah pernah melihat kebudayaan yang memiliki jati diri yang khas, salah satunya arsitektur Bangunan Gedungnya. walaupun dalam transisi perubahan jaman yang selalu berubah-ubah namun dalam penerapanya tidak ketinggalan jaman. Hal-hal seperti inilah akan diterapkan oleh Denpasar agar bisa menyesuaikan diri ditengah kemajuan tekhnologi namun tidak kehilangan roh dan jati dirinya. Denpasar sebagai kota berwawasan budaya, paling tidak secara fisik sebuah bangunan mencerminkan arsitektur Bali. Sesuai asas otonomi daerah yang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurur daerahnya sendiri dan sepanjang itu tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi, maka setiap daerah otonom diberikan kesempatan untuk mengatur daerahnya memalui produk-produk hukum daerah yang dibutuhkan oleh masyarakat sebagai 3 Admin, 2011, Sarasehan Arsitektur Bangunan Bali Penguatan Visi Denpassar, https://denpasarkota.go.id, diakses pada tanggal 4 april 27 penopang dari kesuksesan terselenggaranya pemerintahan daerah itu sendiri. Berdasarkan pada asas otonomi daerah tersebut maka lahirlah Peraturan kebijkan yang mengatur tentang Arsitektur Bangunan Gedung di Kota Denpasar yaitu Peraturan Walikota Denpasar Nomor 25 Tahun 2010 Tentang Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung sebagai suatu produk hukum daerah Kota Denpasar guna tetap menjaga dan melestarikan Arsitektur Bangunan Gedung Warisan Bali. Sebagai kota berwawasan budaya, Denpasar kiranya akan lebih baik jika memiliki karakteristik sendiri yang mana guna mempertegas jati diri kota Denpasar maka lahir pula aturan Regulasi yang mengadopsi Peraturan Daerah Provinsi Bali No.5 tahun 2005 Tentang Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung yaitu Peraturan Walikota Denpasar No. 25 Tahun 2010 tentang Persyaratan Arsitektur bangunan Gedung guna menekan lajunya arus moderenisasi terhadap perkembangan pembangunan di kota Denpasar yang akan terus mengikuti arus modern. Denpasar sebagai salah satu etalase Bali sebenarnya memiliki karakter arsitektur yang bagus untuk ditampilkan. Hal ini perlu ditonjolkan, terutama di jalan-jalan protokol, kantor, bangunan fasilitas umum, hotel dan sebagainya. Sebagai bentuk adaptasi, perubahan-perubahan bentuk arsitektur tersebut akan mewakili kondisi kebudayaan pada saat itu, yang apabila dirangkaikan akan dapat bercerita tentang sejarah suatu kebudayaan.4 Pada kebudayaan yang bertahan karena nilai-nilainya tetap dipegang dan diturunkan antar generasi, akan tercermin pada tampilan arsitektur lingkungan binaannya. Wujud fisik kebudayaannya dikenal sebagai arsitektur tadisional. Melihat dari pentingnya penataan kota dari segi arsitektur bangunan, maka dengan adanya regulasi atau peraturan kebijakan di kota Denpasar yang mengatur tentang arsitektur bangunan gedung merupakan satu langkah inprisif dalam membantu mewujudkan Denpasar Sebagai Kota Yang Berwawasan Budaya. 4 Otto Gusti Madung, Op.cit, h. 39 28 luasnya kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurur daerahnya sendiri dan sepanjang itu tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, maka setiap daerah otonom diberikan kesempatan untuk mengatur daerahnya memalui produk-produk hukum daerah yang dibutuhkan oleh masyarakat sebagai penopang dari kesuksesan terselenggaranya pemerintahan daerah itu sendiri. Berdasarkan pada asas otonomi daerah tersebut maka lahirlah Peraturan kebijkan yang mengatur tentang Arsitektur Bangunan Gedung di Kota Denpasar yaitu Peraturan Walikota Denpasar Nomor 25 Tahun 2010 Tentang Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung sebagai suatu produk hukum daerah Kota Denpasar guna tetap menjaga dan melestarikan Arsitektur Bangunan Gedung Warisan Bali. Sebagai kota berwawasan budaya, Denpasar kiranya akan lebih baik jika memiliki karakteristik sendiri yang mana guna mempertegas jati diri kota Denpasar maka lahir pula aturan Regulasi yang mengadopsi Peraturan Daerah Provinsi Bali No.5 tahun 2005 Tentang Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung yaitu Peraturan Walikota Denpasar No. 25 Tahun 2010 tentang Persyaratan Arsitektur bangunan Gedung guna menekan lajunya arus moderenisasi terhadap perkembangan pembangunan di kota Denpasar yang akan terus mengikuti arus modern. Denpasar sebagai salah satu etalase Bali sebenarnya memiliki karakter arsitektur yang bagus untuk ditampilkan. Hal ini perlu ditonjolkan, terutama di jalan-jalan protokol, kantor, bangunan fasilitas umum, hotel dan sebagainya. Sebagai bentuk adaptasi, perubahan-perubahan bentuk arsitektur tersebut akan mewakili kondisi kebudayaan pada saat itu, yang apabila dirangkaikan akan dapat bercerita tentang sejarah suatu kebudayaan.5 Pada kebudayaan yang bertahan karena nilai-nilainya tetap dipegang dan diturunkan antar generasi, akan tercermin pada tampilan arsitektur lingkungan binaannya. Wujud fisik kebudayaannya dikenal sebagai arsitektur tadisional. Melihat dari pentingnya penataan kota 5 Otto Gusti Madung, Op.cit, h. 39 29 dari segi arsitektur bangunan, maka dengan adanya regulasi atau peraturan kebijakan di kota Denpasar yang mengatur tentang arsitektur bangunan gedung merupakan satu langkah inprisif dalam membantu mewujudkan Denpasar Sebagai Kota Yang Berwawasan Budaya.