HAMBATAN TEKNIS PERDAGANGAN Pendahuluan Indonesia telah meratifikasi Persetujuan Pembentukan WTO melalui Undang-undang No.7 Tahun 1994. Sebagai anggota WTO, Indonesia memiliki kewajiban untuk melaksanakan kesepakatan yang ada dalam WTO, termasuk Technical Barriers to Trade (TBT) Agreement TBT agreement merupakan salah satu perjanjian dalam General Agreement on Tarrifs and Trade (GATT ) yaitu perjanjian yang mengatur hambatan dalam perdagangan yang terkait dengan peraturan teknis, standar dan penilaian kesesuaian GATT (General Agreement on Tariff and Trade) adalah suatu perjanjian internasional di bidang perdagangan. Setelah perundingan Uruguay Round (1986-1994) berakhir, negara anggota GATT sepakat untuk membentuk suatu lembaga baru yaitu WTO yang membahas serangkaian perjanjian mengenai aturan main dalam bidang perjanjian internasional yang telah diterapkan sejak tahun 1947. TBT Agreement versi WTO (World Trade Organization) merupakan modifikasi dari model/system yang dinegosiasikan di Tokyo Round 1973 – 1979. Sebagai upaya untuk mencegah terlalu beragamnya standar yang digunakan, perjanjian TBT mendorong penggunaan standar-standar internasional bagi negara anggotanya. Namun setiap negara anggota mempunyai hak untuk mengadopsi standar yang dianggap sesuai. Pengertian Technical barriers to trade adalah tindakan atau kebijakan suatu negara yang bersifat teknis yang dapat menghambat perdagangan internasional. hambatan teknis disini adalah standar produk dan prosedur penerapannya yang dilakukan sedemikian rupa sehingga menimbulkan suatu hambatan perdagangan, oleh karena itu suatu negara yang akan mengenakan standar untuk memberikan perlindungan kepada manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan, harus memberikan penjelasan yang merupakan jaminan bahwa perlindungan yang diberikan tersebut bukan untuk melakukan proteksi perdagangan. Tujuan TBT Secara umum TBT diterapkan dengan tujuan untuk perlindungan keamanan dan kesehatan manusia, perlindungan kehidupan dan kesehatan bagi tumbuhan dan satwa, perlindungan terhadap lingkungan, perlindungan terhadap praktek-praktek penipuan, dan sebagainya. TBT Agreement menginginkan agar pengukuran teknis seperti standar, peraturan teknis serta persyaratan uji dan sertifikasi yang dikenakan terhadap produkproduk tidak menimbulkan hambatan yang tidak perlu atau perlakuan tidak adil bagi perdagangan. Sejalan dengan tujuan ini, TBT Agreement juga menginginkan tersedianya informasi bagi negaranegara anggota WTO tentang pengukuran teknis yang ada atau yang telah diajukan melalui berbagai terbitan, pengumuman dan layanan informasi atau National Enquiry Points (NEPs). Badan Standarisasi Nasional (BSN) merupakan NEP resmi untuk Indonesia serta berfungsi sebagai Badan yang bertanggung jawab untuk pengumuman yang berkaitan dengan perjanjian TBT. Dalam Perjanjian TBT, perbedaan antara technical regulation dan standard merupakan hal pokok yang harus dipahami. Technical Regulation (TR) menurut TBT Agreement merupakan ketentuan-ketentuan yang wajib dipenuhi (mandatory), sedangkan istilah standard diterapkan untuk ketentuan yang bersifat sukarela (voluntary). Peraturan/regulasi teknis dalam hal ini adalah peraturan/regulasi teknis yang berdampak pada praktek perdagangan internasional yang terkait dengan ‘MSTQ’ (Measurement Standard Testing Quality). Sebagai contoh adalah penetapan peraturan/regulasi teknis oleh Depperindag yang mewajibkan pemberlakuan SNI (Standar Nasional Indonesia) secara wajib untuk peralatanperalatan elektronik yang diperdagangkan di Indonesia. Hal ini berimplikasi bahwa produk-produk elektronik yang dipasarkan di Indonesia, baik produksi lokal maupun diimpor ke Indonesia, harus memenuhi persyaratanpersyaratan yang ditetapkan dalam SNI tersebut. Peraturan Teknis bersifat wajib,mempunyai tanggung jawab dari pemerintah (regulator) dan berisi karakteristik. Sedangkan standar bersifat sukarela, dibuat oleh Badan Standardisasi swasta atau pemerintah yang berisi hanya karakteristik produk atau persyaratan teknis. Dikembangkan dengan melibatkan stakeholder dengan melalui proses konsesus. Adanya kesesuaian antara peraturan teknis di Indonesia dengan standar Internasional merupakan upaya yang harus didorong untuk dapat mengimplementasikan TBT Agreement. Organisasi perumus standar internasional yang diakui dan direkomendasikan oleh WTO antara lain adalah ISO (International Organization for Standardization), IEC (International Electrotechnical Commission), CAC (Codex Alimentarius Commission), dan ITU (International Telecommunication Union) Standar adalah: Dokumen yang dikeluarkan oleh suatu badan resmi, yang untuk penggunaan u m u m d a n b e r u l a n g , menyediakan aturan, pedoman, atau sifat untuk suatu produk atau proses dan metoda produksi terkait yang pemenuhannya bersifat tidak wajib (sukarela). Standar dapat juga meliputi atau berkaitan secara khusus dengan persyaratan terminologi, simbol pengepakan, penandaan atau pelabelan yang diterapkan untuk suatu produk, proses atau metoda produksi. Peraturan Teknis adalah: Dokumen yang mengatur sifat produk atau proses dan metoda produksi terkait, termasuk aturan administrasi yang berlaku dimana pemenuhannya bersifat wajib. Regulasi teknis dapat juga meliputi atau berkaitan secara khusus dengan persyaratan terminologi, simbol, pengepakan,penandaan atau pelabelan yang diterapkan untuk suatu produk, proses atau metoda produksi. Prosedur Penilaian Kesesuaian adalah : Prosedur yang dipakai langsung atau tidak langsung untuk menetapkan bahwa persyaratan yang relevan dalam regulasi teknis atau standar telah terpenuhi. Mengacu pada ketentuan TBT-WTO, dalam rangka menegakkan “transparency”, maka setiap regulasi teknis , pemberlakuan standar dan penilaian kesesuaian yang mempunyai dampak hambatan terhadap perdagangan perlu dinotifikasikan ke sekretariat TBT-WTO. Setiap anggota WTO diharuskan untuk menunjuk satu lembaga atau institusi yang berfungsi sebagai notification dan enquiry point yang bertugas untuk menotifikasikan setiap rancangan regulasi teknis dan menjawab semua pertanyaan terkait standar, regulasi teknis, dan sistem penilaian kesesuaian yang berlaku di masing-masing negara angggota. Dalam kerangka pemenuhan persetujuan tersebut, pada tanggal 22 Maret 1996, Indonesia menotifikasikan kepada Sekretariat WTO mengenai Penerapan dan Administrasi (Pengaturan) terkait Perjanjian TBT tersebut (Pemerintah Indonesia telah meratifikasi pembentukan WTO tersebut melalui UU no 7 tahun 1994) dengan menyebutkan bahwa untuk menangani hambatan teknis dalam perdagangan (Technical Barriers to Trade/TBT-WTO), BSN telah ditetapkan sebagai Badan Notifikasi (Notification Body) dan Pelayanan Pertanyaan (Enquiry Point) TBT-WTO dengan sekretariat di Pusat Kerjasama Standardisasi – BSN. Notifikasi ini direvisi melalui notifikasi no G/TBT/2/Add.3/Rev.1 pada tanggal 18 Mei 2004. PENUTUP Perjanjian TBT-WTO telah diikuti oleh sebagian besar negara di dunia, yang bertujuan untuk menciptakan keteraturan dalam mekanisme perdagangan dunia. Regulasi teknis yang berpotensi menjadi penghambat dalam perdagangan yang fair dilarang diberlakukan, oleh karena itu WTO secara rutin melakukan review terhadap kebijakan perdagangan yang telah dikeluarkan oleh negara-negara anggotanya. Di pihak lain,negara anggota diharuskan mengumumkan semua kebijakan perdagangannya kepada anggota yang lain melalui Sekretariat WTO. Perkembangan notifikasi ini dari tahun ketahun mengalami frekuensi pertumbuhan yang semakin besar, baik dari jumlah notifikasi maupun dari jumlah negara yang melakukannya. SEKIAN DAN TERIMA KASIH