1 ANALISIS PENYEBAB TURUNNYA HARGA SAHAM BNI PASCA

advertisement
ANALISIS PENYEBAB TURUNNYA HARGA SAHAM BNI
PASCA RIGHT ISSUE DAN SECONDARY OFFERING TAHUN 2007
Proposal
untuk memenuhi sebagian persyaratan
mencapai derajat Sarjana S-2
Program Studi Magister Manajemen
Jurusan Keuangan
diajukan oleh :
ERIKA EVANTY
20371/PS/MM/06
kepada
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2008
2
Analisis Penyebab Turunnya Harga Saham BNI Pasca Right Issue
dan Secondary Offering Tahun 2007
I. Latar Belakang
Perusahaan memiliki berbagai alternatif dalam memperoleh sumber
pendanaan, baik yang berasal dari dalam maupun luar perusahaan. Sumber
pendanaan dari dalam perusahaan, umumnya dengan menggunakan laba yang
ditahan perusahaan. Sumber pendanaan dari luar perusahaan dapat berasal dari
kreditur berupa hutang, pembiayaan bentuk lain dalam bentuk surat hutang, serta
pendanaan yang bersifat penyertaan dalam bentuk saham (Indonesian Stock
Exchange, 2007).
Pendanaan melalui mekanisme penyertaan umumnya dilakukan dengan
menjual saham perusahaan kepada masyarakat. Kegiatan ini dikenal dengan
istilah Go Public atau Initial Public Offering (IPO). PT Bank Negara Indonesia
(Persero) Tbk atau lebih dikenal dengan sebutan BNI, pertama kali mencatatkan
diri di Bursa Efek Indonesia melalui IPO pada 25 November 1996. Pada saat itu
Pemerintah Republik Indonesia menjual 25% kepemilikannya atas BNI kepada
publik.
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997 memaksa BNI
melakukan right issue pada 30 Juni 1999 sebagai upaya meningkatkan modal
saham. Pemerintah melakukan tindakan antisipasi terhadap dampak krisis
ekonomi dengan menyetujui rekapitalisasi saham BNI pada 30 Maret 2000. Efek
samping dari proses rekapitalisasi ini adalah meningkatnya persentase
kepemilikan pemerintah atas BNI menjadi 99,11%. Namun modal saham BNI
kembali menurun setelah BNI mengembalikan kelebihan dana rekapitalisasi pada
20 Juli 2001.
Awal tahun 2004 Pemerintah Republik Indonesia selaku pemegang saham
mayoritas telah mengajukan usulan divestasi saham BNI terkait program
privatisasi Badan Usaha Miliki Negara (BUMN), usulan ini ditolak Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR). Namun kebutuhan dana APBN menjadi pendorong
utama bagi DPR untuk menyetujui rencana privatisasi BNI pada tahun 2007.
Alasan kedua disetujuinya rencana privatisasi BNI adalah kenyataan
bahwa jumlah saham BNI (BBNI) yang beredar di bursa sangat kecil, yaitu sekitar
3
0,89%. Minimnya jumlah saham yang beredar menyebabkan saham BNI mudah
dipermainkan oleh para broker saham atau lebih populer dengan istilah
“digoreng”, seperti yang terjadi di kuartal terakhir tahun 2006. Kondisi ini
menyebabkan harga saham BNI tidak mencerminkan nilai perusahaan yang
sebenarnya.
Alasan ketiga datang dari internal BNI, yaitu adanya kebutuhan untuk
memperkuat struktur permodalan BNI dalam mendukung pertumbuhan aset dan
persiapan menghadapi penerapan Basel II di tahun 2008. Privatisasi BNI ini
diperlukan untuk memperoleh dana jangka panjang yang dapat disalurkan kembali
dalam bentuk kredit jangka panjang, seperti kredit investasi, kredit infrastruktur,
dan kredit perkebunan.
Privatisasi BNI pada tahun 2007 dilakukan melalui penjualan saham BNI
dengan dua cara yaitu right issue (penerbitan saham baru) sebesar 15% dan
secondary offering (penjualan saham lama atau divestasi saham yang dimiliki oleh
Pemerintah Republik Indonesia) sebesar 15%. Kegiatan ini dilakukan secara
bersamaan pada tanggal 13 Agustus 2007. Pola dan struktur seperti ini merupakan
pertama kalinya dilakukan di Indonesia dan tercatat sebagai transaksi dengan nilai
terbesar di Bursa Efek Indonesia.
Peningkatan jumlah saham BNI yang beredar akan membuat perdagangan
saham menjadi lebih likuid jika penyebaran sahamnya merata ke banyak investor.
Perbaikan kinerja BNI pada kuartal pertama tahun 2007 ditunjukkan dengan
penurunan rasio Non Performing Loan (NPL) dan peningkatan penyaluran kredit.
Para analis sekuritas menilai harga saham BNI terbilang murah, karena rasio
harga saham terhadap nilai buku masih terbilang rendah dibandingkan saham
bank-bank besar lainnya seperti BRI, BCA, dan Danamon. Kondisi ini
menyebabkan para analis sekuritas merekomendasikan para investor untuk
membeli saham BNI.
Kenyataannya, harga saham BNI menurun secara drastis setelah right issue
dan secodary offering. Walaupun harga saham BNI sempat membaik, tapi tetap
berada di bawah harga perdana sebesar Rp2.050,-. Pihak manajemen BNI dan
pemerintah Republik Indonesia berkeyakinan bahwa penurunan harga saham BNI
bukanlah disebabkan oleh kinerja perusahaan yang kurang baik. Keterpurukan
4
harga saham BNI lebih diyakini sebagai dampak dari krisis perekonomian yang
sedang terjadi di Amerika Serikat. BNI mengulang pengalaman pahit IPO di tahun
1996 yang tersandung krisis moneter tahun 1997.
II. Permasalahan
“BNI Go Public Lagi” adalah slogan yang dipergunakan BNI pada saat
right issue dan secondary offering tahun 2007. Beberapa literatur menjelaskan
bahwa saham perusahaan-perusahaan yang go public biasanya mengalami
fenomena underpricing. Reese (1998), Lowry dan Schwert (2001), serta
Ljungqvist (2004), menjelaskan bahwa saham perusahaan-perusahaan yang go
public biasanya dijual dengan harga lebih rendah daripada nilai yang sebenarnya.
Hal ini menyebabkan harga saham perusahaan-perusahaan yang go public akan
mengalami lonjakan pada saat saham tersebut diperdagangkan di pasar sekunder.
Namun fenomena yang dialami BNI pada right issue dan secondary offering
tahun 2007 lalu sangat berbeda dengan fenomena yang umumnya terjadi pada
perusahaan-perusahaan yang go public, harga saham BNI menurun drastis pada
hari pertama saham tersebut diperdagangkan.
Beberapa hasil penelitian, seperti Alexandri (2000), Yarnest (2000), dan
Ismiati (2002) menunjukkan bahwa pembentukan harga saham berkorelasi erat
dengan kinerja perusahaan. Namun kinerja perusahaan bukan satu-satunya faktor
yang mempengaruhi terbentuknya harga saham. Husnan (1998) berpendapat
bahwa harga saham sangat dipengaruhi situasi perekonomian yang sedang
mengalami resesi atau sedang menuju terjadinya resesi, seperti krisis moneter
1997. Madura (1992) dalam Valle (1998) menambahkan, harga saham dapat
berubah jika ada faktor ekonomi yang mendasarinya, mencerminkan kondisi
keuangan dunia secara umum yang secara sistematik mempengaruhi seluruh
pasar.
Analisis informasi tentang faktor internal dan faktor eksternal yang
mempengaruhi kinerja sebuah perusahaan dikenal dengan Analisis Fundamental
(Penman, 2007). Kinerja perusahaan yang secara umum dinilai masih kurang baik
jika dibandingkan perusahaan-perusahaan lain dalam industri sejenis dan kondisi
perekonomian yang sedang menuju resesi mendorong penulis untuk menganalisis
5
pengaruh faktor-faktor fundamental terhadap fenomena penurunan harga saham
BNI setelah right issue dan secondary offering tahun 2007.
III. Tujuan
Menganalisis pengaruh faktor-faktor fundamental terhadap penurunan
harga saham BNI setelah right issue dan secondary offering tahun 2007 baik dari
sisi eksternal perusahaan (kondisi perekonomian secara makro dan kondisi
industri perbankan) maupun dari sisi internal perusahaan (kondisi/kinerja BNI).
IV. Manfaat
Dalam penelitian ini, penulis mengharapkan akan mampu memberikan
kontribusi kepada berbagai pihak, antara lain:
1. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk
Penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pembuatan keputusan
untuk melakukan penawaran saham kepada publik di masa yang akan datang.
2. Investor
Penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pembuatan keputusan
untuk melakukan investasi pada perusahaan yang melakukan IPO.
3. Akademisi
Penelitian ini dapat menjelaskan pengaruh faktor-faktor fundamental terhadap
pembentukan harga saham.
V. Literatur
Husnan (1998) dan Tandelilin (2001) mendefinisikan analisis fundamental
sebagai analisis yang dilakukan untuk memprediksi harga saham di masa yang
akan
datang
dengan
melakukan
analisis
terhadap
faktor-faktor
yang
mempengaruhi kinerja perusahaan, baik kondisi internal perusahaan itu sendiri
maupun kondisi eksternal perusahaan berupa kondisi industri dan kondisi
ekonomi. Menurut Baridwan (2008), analisis fundamental dapat dilakukan secara
top-down (analisis terhadap kondisi ekonomi atau kondisi pasar, kondisi industri
dan kondisi perusahaan) atau secara bottom up (analisis difokuskan pada
perusahaan). Penggunaan analisis fundamental didasarkan pada asumsi bahwa
setiap saham memiliki nilai intrinsik.
6
Analisis ekonomi
Kondisi ekonomi memberikan dampak paling besar terhadap harga saham.
Siegel (1991) dalam Tandelilin (2001) menyatakan bahwa ada hubungan yang
kuat antara harga saham dengan kondisi ekonomi makro. Kondisi ekonomi makro
akan mempengaruhi kondisi pasar, yang pada akhirnya akan mempengaruhi
investor. Investor tidak akan melawan tren yang sedang terjadi di pasar
(Baridwan, 2008).
Analisis ekonomi dilakukan dengan menganalisis variabel-variabel
ekonomi makro, seperti: Produk Domestik Bruto (PDB), inflasi, tingkat bunga,
nilai tukar rupiah, anggaran defisit, investasi swasta, serta neraca perdagangan dan
pembayaran (Harianto dkk dalam Tandelilin, 2001). Namun Madura (1992) dalam
Valle (1998) berpendapat bahwa tingkat bunga dan pertumbuhan ekonomi adalah
variabel ekonomi makro yang memiliki pengaruh paling relevan terhadap pasar
saham. Tingkat bunga akan mempengaruhi tingkat return yang diharapakan oleh
investor. Sedangkan pertumbuhan ekonomi akan mempengaruhi proyeksi laba
perusahaan.
Bodie et al (2006) berpendapat, bahwa analisis ekonomi tidak hanya
dilakukan pada kondisi ekonomi makro domestik, tetapi juga dilakukan pada
kondisi ekonomi global. Hal ini disebabkan perekonomian sebagian besar negara
terkait dengan perekonomian global, terutama untuk negara-negara berkembang
seperti Indonesia. Nilai tukar mata uang merupakan salah satu alasan perlunya
dilakukan analisis perekonomian secara global (Jones, 2007).
Analisis industri
Analisis industri perlu dilakukan karena apa yang terjadi di perekonomian
secara makro akan membawa dampak yang berbeda untuk industri yang berbeda
(Baridwan, 2008). Bodie et al (2006) menyatakan bahwa tidak wajar sebuah
perusahaan yang memiliki kinerja baik berada dalam industri yang bermasalah.
Jones (2007) menjelaskan bahwa dalam melakukan analisis industri ada dua
tahapan yang perlu dilakukan, yaitu analisis tahapan siklus kehidupan industri dan
analisis kualitatif terhadap industri tersebut. Husnan (1998) menambahkan
perlunya melakukan analisis industri dikaitkan dengan kondisi perekonomian.
7
Analisis perusahaan
Pada perusahaan yang telah terdaftar di pasar modal, nilai perusahaan
dikaitkan dengan harga saham perusahaan tersebut. Dalam analisis fundamental,
investor membandingkan nilai intrinsik (nilai perusahaan) dengan harga saham
yang ada di pasar. Husnan (1998) menjelaskan bahwa perbandingan ini dilakukan
dengan berpedoman pada:
1. Apabila nilai NI > harga pasar saat ini, maka harga saham tersebut dinilai
undervalued (harganya terlalu rendah).
2. Apabila nilai NI < harga pasar saat ini, maka saham tersebut dinilai
overvalued (harganya terlalu mahal).
3. Apabila NI = harga pasar saat ini, maka harga saham tersebut dinilai wajar
dan berada dalam kondisi keseimbangan.
Investor sebaiknya membeli saham yang undervalued, menjual saham yang
overvalued.
Jones (2007) mengajukan dua pendekatan untuk melakukan penilaian
harga saham yang umum digunakan untuk menentukan nilai intrinsik saham,
yaitu:
1. Teknik Discounted Cash Flow:
Teknik ini dipergunakan untuk memprediksikan nilai sebuah saham dengan
menggunakan analisis nilai sekarang (present value). Baridwan (2008)
membagi penggunaan teknik ini menjadi tiga teknik, yaitu:
a. Present value of dividens
n
Dt
V0 = ∑
t=1
(1+k)t
Dimana:
V0 = Nilai intrinsik saham.
n = Periode.
Dt = Dividen yang diharapkan pada periode t.
k = Tingkat keuntungan yang diharapkan pada periode t.
Teknik ini dikenal dengan Dividend Discount Model (DDM) yang
dipergunakan untuk menilai saham-saham pada perusahaan yang telah
membagikan deviden (Brigham dan Houston, 2004).
8
b. Present value of free cash flow
n
FCFt
V0 = ∑
t=1
(1+k)t
Dimana:
V0 = Nilai intrinsik saham.
n = Periode.
FCFt
= Aliran kas bebas yang diharapkan pada periode t.
k
= Tingkat keuntungan yang diharapkan pada periode t.
Teknik ini dipergunakan untuk menilai saham-saham perusahaan bukan
berdasarkan deviden yang telah dibayarkan, tetapi berdasarkan kemampuan
perusahaan tersebut untuk membayar deviden (Jones, 2007).
c. Present value of operating cash flow
∞
OCFt
V0 = ∑
t=1
Dimana:
V0
n
OCFt
WACC
(1+WACC)t
= Nilai perusahaan.
= Periode.
= Aliran kas operasional yang diharapkan pada periode t.
= Rata-rata tertimbang biaya modal.
Teknik ini dipergunakan sebagai teknik alternatif DCF untuk menilai
saham-saham perusahaan yang tidak membayarkan deviden. Kondisi
dimana perusahaan tidak membayarkan deviden umumnya dijumpai pada
perusahaan-perusahaan kecil yang baru tumbuh. Laba yang diperoleh
difokuskan untuk menambah aset perusahaan. Namun tidak tertutup
kemungkinan, perusahaan besar seperti Microsoft juga tidak membayarkan
deviden (Brigham dan Houston, 2004).
Kekurangan dalam penggunaan teknik Discounted Cash Flow adalah sedikit saja
perbedaan saat melakukan penginputan akan memberikan hasil akhir yang sangat
berbeda, hal ini memicu terjadinya kesalahan dalam menentukan nilai intrinsik
saham (Jones, 2007).
2. Teknik Relative Valuation.
Teknik ini adalah teknik penilaian alternatif dalam analisis fundamental yang
dilakukan dengan cara melakukan perbandingan. Baridwan (2008) membagi
penggunaan teknik ini menjadi lima teknik, yaitu:
9
a. Price/Earning Ratio
Harga per lembar saham
P/E
=
Pendapatan per lembar saham
b. Price/Cash Flow Ratio
Harga per lembar saham
P/CF
=
Aliran kas per lembar saham
c. Price/Book Value Ratio
Harga per lembar saham
P/BV
=
Nilai buku per lembar saham
d. Economic Value Added
EVA = [EBIT(1-T)] – [(Modal Operasi) (Persentase Biaya Modal Setelah
Pajak)]
Price/Book Value umumnya dipergunakan untuk menilai saham-saham sektor
perbankan, karena aset-aset bank biasanya memiliki nilai pasar dan nilai buku
yang relatif sama (Tandelilin, 2001).
Harga saham bukanlah satu-satunya pendekatan yang dapat digunakan
untuk menghitung nilai perusahaan. Kinerja
menurut Martoyo (2007)
didefinisikan sebagai hasil yang dicapai oleh sebuah perusahaan dalam kurun
waktu tertentu, sehingga analisis terhadap kinerja perusahaan dapat digunakan
untuk menghitung
nilai sebuah perusahaan. Rose dan Hudgins (2008)
menyatakan bahwa secara teori harga saham adalah indikator terbaik dalam
menilai kinerja perusahaan keuangan (dalam hal ini adalah bank). Namun harga
saham tidak cocok untuk digunakan dalam menilai kinerja bank yang berukuran
relatif kecil atau jumlah saham beredar relatif kecil dan tidak aktif
diperdagangkan. Rasio Profitabilitas adalah alat analisis yang disarankan untuk
perusahaan dengan kondisi seperti ini. Rasio profitabilitas tersebut terdiri dari:
1. Return on Equity
Net income
ROE
=
Total equity capital
2. Return on Assets
Net income
ROA
=
Total Assets
3. Earning per Share
Net income
EPS
=
Common equity shares outstanding
10
4. Net Interest Margin
(Interest income-Interest expense)
=
Total assets2
5. Net non Interest Margin
(Noninterest revenues-Noninterest expenses)
NNIM =
Total assets2
6. Net Operating Margin
Total operating revenue-Total operating expenses
NOM
=
Total assets
NIM
Bank yang memiliki kinerja baik adalah bank yang sehat, karena tingkat
kesehatan bank dinilai dengan pendekatan kualitatif atas berbagai aspek yang
berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank (Bank Indonesia, 2007).
Menurut Martoyo (2007) ada tiga rasio yang perlu ditambahkan untuk menilai
kesehatan/kinerja bank, yaitu:
1. Capital Adequacy Ratio
Modal
CAR =
X100%
Aktiva tertimbang menurut resiko
2. Non Performing Loan
Kredit pada kolom 3-5
NPL =
X100%
Total kredit
3. Loan to Deposit Ratio
Total kredit
LDR =
X 100%
Total deposit
VI. Metodologi Penelitian
A. Metoda Pengumpulan Data
Data yang dipergunakan adalah data time series (runut waktu) antara tahun 2006
sampai tahun 2008 yang merupakan data sekunder. Data tersebut terdiri dari:
1. Data indikator ekonomi makro.
2. Data industri perbankan.
3. Laporan Keuangan PT Bank Negara Indonesia Persero Tbk.
4. Laporan Keuangan PT Bank Mandiri Persero Tbk.
11
Data-data tersebut di atas diperoleh dari website Bank Indonesia, Biro Pusat
Statistik, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, dan PT Bank Mandiri
(Persero) Tbk dalam bentuk publikasi tahunan.
B. Metoda Analisis
Penelitian ini dilakukan dengan melakukan analisis deskriptif tentang kondisi
ekonomi, industri, dan perusahaan tahun 2006-2008 untuk menjelaskan fenomena
penurunan harga saham setelah secondary offering dan right issue yang dilakukan
BNI pada tahun 2007 (studi kasus).
1. Analisis terhadap indikator-indikator ekonomi makro yang terdiri dari
PDB, inflasi, dan tingkat bunga.
2. Analisis terhadap kondisi industri perbankan, yang terdiri dari:
-
Analisis terhadap indikator-indikator industri.
-
Analisis terhadap perbandingan rasio-rasio profitabilitas antara PT
Bank Negara Indonesia Persero Tbk dengan PT Bank Mandiri
Persero Tbk.
3. Analisis terhadap kondisi perusahaan, yang terdiri dari:
-
Analisis harga saham dengan menggunakan rasio P/E, P/CF, P/BV,
dan EVA.
-
Analisis profitabilitas dengan menggunakan rasio ROE, ROA,
EPS, NIM, NNIM, dan NOM.
-
Analisis tingkat kesehatan bank dengan menggunakan rasio CAR,
NPL, dan LDR.
VII. Sistimatika Penulisan
Sistimatika penulisan laporan penelitian ini akan dibagi menjadi beberapa
bagian, yang terdiri dari:
1.
Pendahuluan
Bagian ini akan menjelaskan latar belakang, permasalahan dan
tujuan dilakukannya penelitian.
2.
Landasan Teori
Bagian ini akan menjelaskan teori-teori tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi pergerakkan harga saham.
12
3.
Profil Perusahaan
Bagian ini akan menjelaskan kondisi perusahaan yang dijadikan
obyek penelitian.
4.
Metoda Penelitian
Bagian ini akan menjelaskan disain sampel dan penelitian, metoda
pengumpulan dan analisis data, serta batasan-batasan yang
digunakan.
5.
Hasil dan Analisis
Berdasarkan teori terkait, pada bagian ini rasio-rasio yang dapat
dijadikan ukuran dalam melakukan penilaian kinerja perusahaan
akan dihubungkan dengan harga saham pada waktu yang sama
untuk melihat pengaruhnya terhadap harga saham.
6.
Rekomendasi
Bagian ini akan menyampaikan kesimpulan dari hasil analisis data
dan rekomendasi
yang dapat digunakan untuk penelitian
selanjutnya.
VIII. Daftar Pustaka
http://www.idx.co.id
Alexandri, M. B. 2000. Analisis Hubungan Antara Kinerja Perusahaan dengan
Harga Sahamnya (Studi Kasus Pada Perusahaan di Industri Rokok di
Bursa Efek Jakarta Periode 1993-1997). Institut Teknologi Bandung.
Baridwan, A. 2008. Bahan Kuliah Management Portfolio. Magister
Management Universitas Gajah Mada. Jakarta.
Bodie, Z., Kane, A., dan Marcus, A. J. 2006. Investasi. Salemba Empat.
Jakarta. (edisi Bahasa Indonesia).
Brigham, E. F. dan Houston, J. F. 2004. Fundamentals of Financial
Management. Thompson. Ohio.
Husnan, S. 1998. Dasar-Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. UPP
AMP YKPN. Yogyakarta.
Ismiati, Y. 2002. Harga Saham-Analisis Faktor Fundamental yang
Mempengaruhi Manufaktur di Bursa Efek Jakarta. Institut Teknologi
Bandung.
Jones, C. P. 2007. Investment. Jhon Wiley and Sons Inc.
Ljungqvist, A. 2004. Handbook in Finance: Empirical Corporate Finance.
Salomon Center. Stern School of Business New York University and
CEPR.
Lowry, M. dan Schwert, G.W. 2001. Biases in the IPO Pricing Process. The
Bradley Policy Research Center. William E. Simon Graduate School of
Business Administration. University of Rochester.
13
Martoyo, T. 2007. Pengaruh Rasio CAR, LDR, ROA, ROE, NIM, dan NPL
terhadap Risk dan Return Saham Bank (Studi Kasus Bank-Bank Go
Publik). Program Studi Magister Management Program Pasca Sarjana
Fakultas Ekonomi Universitas Lampung. Lampung.
Penman, S. H. 2007. Financial Statement Analysis and Security Valuation.
McGraw-Hill. New York.
Reese, W. A. Jr. 1998. IPO Underpricing, Trading Volume, and Investor
Interest. Department of Finance. A. B. Freeman School of Business.
Tulane University. New Orleans.
Rose, P. S. dan Hudgins, S. C. 2008. Bank Management and Financial
Services. McGraw-Hill. New York.
Tandelilin, E. 2001. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio. PT BPFE
Yogyakarta.
Valle, R. S. 1998. A Cointegration Analysis of Latin American Stock Markets
and
The
U.S.
http://ssrn.com/abstract=86604
or
DOI:
10.2139/ssrn.86604.
Yarnest. 2000. Analisis Pengaruh Variabel Kinerja Keuangan Perusahaan
Terhadap Return Saham (Studi di Bursa efek Suarabaya). Fakultas
Ekonomi Universitas Merdeka. Malang.
Download