GEOLOGI DAERAH BONTONOMPO KECAMATAN RUMBIA KABUPATEN JENEPONTO PROVINSI SULAWESI SELATAN Muhammad Dzulhuzair Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin ABSTRACT Administratively, the research area is located in Bontonompo Area, Rumbia District, Jeneponto Regency, South Sulawesi Province. Geographycally located on coordinate 05°30’00” – 05°34’00” W and 119o49’00” – 120°52’00” S. The purpose of this research was obtain a detail surface geologic map on the 1 : 25,000 scale map to many aspects, such as geomorphology, stratigraphy, geological structure, geological history, and natural resources aspects with a purpose to make a geologic map of Bontonompo Area, Rumbia District, Jeneponto Regency, South Sulawesi Province that is supported with geomorphological map, stratigraphic column, geological structure map, and natural resources map that will be arranged in a final report of geologic mapping. Geomorphology in the research area is devided into two geomorphic, which are waves hill landscape unit and fairly steep landscape unit. River types in the area are periodic and episodic, the genetic types of the river are Insecquent with paralel drainage pattern. Based on geomorphological aspects, could be concluded that maturity level of the river and the research area is child to adult. Based on the unformal lithostratigraphy, stratigraphy of the research area is divided into four units of lithology from upper to lower, which are Andesit Unit basalt unit and Volcanic Breccia unit. Structural geology, those are being developed in the research area, ,systematic and unsystematic joints, and tompokelara sinistral strike slip fault. The natural resources in the research area are included into group of rock resources, which are aggregate materials (rocks and sands). ABSTRAK Secara administratif daerah penelitian termasuk dalam Wilayah Bontonompo Kecamatan Rumbia Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan dan secara geografis terletak pada koordinat 05°30’00” – 05°34’00” Lintang Selatan dan 119o49’00” – 120°52’00” Bujur Timur. Maksud dari penelitian ini untuk melakukan pemetaan geologi permukaan secara detail pada peta sekala 1 : 25.000 terhadap aspek geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi, sejarah geologi, dan aspek bahan galian dengan tujuan untuk membuat peta geologi daerah Bontonompo Kecamatan Rumbia Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan yang didukung oleh peta geomorfologi, kolom stratigrafi, peta struktur geologi, dan peta potensi bahan galian yang akan disusun dalam satu laporan akhir dari pemetaan geologi. Geomorfologi daerah penelitian dibagi menjadi dua satuan morfologi, yaitu satuan bentangalam berbukit bergelombang dan satuan bentangalam berbukit cukup curam. Jenis sungai yang berkembang adalah sungai periodik dan sungai episodik, sedangkan secara genetik yaitu insekuen dan subsekuen dan dengan pola aliran paralel. Stadia daerah penelitian adalah stadia muda menjelang dewasa. Berdasarkan lithostratigrafi tidak resmi, stratigrafi daerah penelitian dibagi menjadi tiga (3) satuan batuan dari urutan muda hingga tua yaitu satuan intrusi andesit, satuan basal dan satuan breksi vulkanik. Struktur geologi daerah penelitian terdiri dari kekar sistematik dan tak sistematis, serta sesar berupa sesar geser Tompokelara yang bersifat sinistral. Bahan galian pada daerah penelitian masih tergolong dalam golongan bahan galian berupa sirtu (Pasir dan Batu). PENDAHULUAN Propinsi Sulawesi Selatan. Penelitian yang dilakukan berupa pemetaan geologi bersekala 1 : 25.000 untuk menampilkan data - data Fenomena fenomena yang terjadi dalam bersekala lokal, yang mencakup bidang ilmu geologi sangat menarik untuk diteliti aspek dan dianalisa, baik untuk kepentingan yang struktur bernilai ekonomis maupun untuk keperluan mengetahui keilmuan dan geologi dan sejarah pembentukannya. Penelitian dibidang pengembangan geologi wilayah. penelitian berbagai geologi, (geomorfologi, dan proses bahan stratigrafi, galian) pembentukan guna tatanan memerlukan Maksud dari penelitian pada Daerah kemampuan menganalisis dan menginterpretasi untuk mengetahui proses awal pembentukan tatanan geologi dengan memperhatikan kondisi geomorfologi, stratigrafi, dan struktur geologi untuk menggambarkan sejarah geologi suatu Bontonompo Kecamatan Kelara Kabupaten Jeneponto Propinsi Sulawesi Selatan ini adalah melakukan pemetaan geologi permukaan secara umum dengan menggunakan peta dasar skala 1 : 25.000 daerah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk Salah satu aspek yang menjadi modal utama pembangunan daerah adalah mengetahui mengenai dan kondisi memberikan geologi yang meliputi stratigrafi, struktur ketersediaan sumberdaya alam non-hayati yaitu geomorfologi, sumberdaya geologi, sejarah geologi dan potensi bahan mineral (bahan tambang). Eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya alam tatanan gambaran galian pada daerah penelitian. baik sumberdaya alam non-hayati maupun Secara administratif daerah penelitian sumberdaya alam hayati menjadi sangat penting untuk menopang mobilitas pembangunan di daerah. Namun sumberdaya alam tersebut tidak berarti kalau tidak ada studi yang komprehensif tentang sumberdaya alam tersebut. Penelitian-penelitian termasuk dalam Kecamatan Kelara wilayah Bontonompo Kabupaten Jeneponto Propinsi Sulawesi Selatan dan secara geografis terletak pada koordinat 119o49’00” Bujur Timur – 119°52’00” Bujur Timur dan 05°30’00” Lintang dalam bidang Selatan – 05°34’00” Lintang Selatan. geologi di pulau Sulawesi pada umumnya dan Sulawesi Selatan pada khususnya bersifat regional. Untuk penyediaan data-data yang lebih akurat dalam sekala lokal, perlu dilakukan penelitian geologi pada masing- masing daerah di wilayah ini. Untuk menjawab tantangan tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian pada daerah Bontompo Kecamatan Kelara Kabupaten Daerah ini terpetakan dalam peta rupa masih Jeneponto bumi indonesia sekala 1 : 50.000 Lembar Bantaeng, nomor 2010 - 34 terbitan Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) edisi I tahun 1991 (Cibinong Bogor). Luas daerah penelitian mencakup wilayah 4’ x 3’ atau mencakup luas 41,098 Km 2 Daerah penelitian dapat dicapai dengan menggunakan jalur transportasi darat dari daerah Pabaengbaeng dan Ramba pada bagian Timurlaut, daerah Kassisang, Bungungtaipa, Makassar melewati daerah Gowa, Takalar dan Bungungcarameng Jeneponto dengan menggunakan kendaraan bagian Baratdaya dimana pada daerah tersebut bermotor roda dua atau pun roda empat. mengalir Salo Papandiki, Salo Balang Allu, Salo Perjalanan ditempuh sekitar kurang lebih 3 jam Balang dengan jarak kurang lebih 104 km dari Kota Karampuang, Salo Balang Tabinggoyang dan Makassar. Salo Balang Lanrang. 119°0'0"E 120°0'0"E 121°0'0"E Salo Karampuang Balang pada Sokopia, Salo 122°0'0"E 2°0'0"S 118°0'0"E Loe, dan Luwu Utara Luwu Timur 3°0'0"S 3°0'0"S Luwu Tana Toraja Barru 4°0'0"S 4°0'0"S Luwu PinrangEnrekang Sidrap ParepareWajo Soppeng 5°0'0"S 6°0'0"S 6°0'0"S 5°0'0"S Bone Pangkep MakassarMaros Sinjai TakalarGowa JenepontoBulukumba Selayar 118°0'0"E 119°0'0"E 120°0'0"E 121°0'0"E Gambar 2.1 Foto satuan bentangalam perbukitan bergelombang difoto dari stasiun 16 ke arah N 285oE. Satuan bentangalam ini berada pada 122°0'0"E ketinggian antara 175 meter hingga 555 meter di Gambar.1 Peta lokasi daerah Penelitian atas permukaan laut dengan kemiringan lereng yang relatif datar dengan beda tinggi rata – rata GEOMORFOLOGI (75 - 200) meter. Kenampakan topografi dari satuan ini Morfologi daerah penelitian terdiri dari dua satuan yaitu : memberikan renggang, gambaran dicirikan pola kontur dengan yang persentase kemiringan lereng (15 – 30) %, dijumpai adanya 1. Satuan Bentangalam Berbukit Bergelombang / Miring Satuan Bentangalam morfologi dengan bergelombang. Berbukit dilapangan yang bentuk lereng Kenampakan relatif morfologi dilihat secara langsung adanya bentuk topografi Bergelombang/Miring menempati sekitar 87,06 memperlihatkan % dari keseluruhan total luas lokasi penelitian, perbukitan, dengan kondisi relief bergelombang. dengan luas sekitar 35,74 km 2. Penyebaran Oleh karena itu, berdasarkan karakteristik di satuan ini meliputi bagian Baratdaya Tenggara atas hingga Timurlaut daerah penelitian, terdiri dari maka analisis morfologi daerah ini merupakan Satuan bentangalam Bergelombang ukuran kedalaman lembahnya /Miring (foto 2.1). pendalaman tidak lebih dari 150 cm. mengalami Secara genetik proses geomorfologi yang membentuk satuan bentangalam ini berupa pelapukan dan erosi. Pelapukan adalah proses disintegrasi atau disagregasi secara berangsur dari material penyusun kulit bumi yang berupa batuan. Terdapat tiga jenis pelapukan yaitu pelapukan fisika, kimia dan biologi. Pelapukan mekanisme yang fisika dapat adalah semua mengakibatkan terjadinya proses pelapukan sehingga suatu Gambar 2.2 Pelapukan Kimia berupa “Spheroidal Wheathering” difoto dari stasiun 50 ke arah N 265o E batuan dapat hancur menjadi beberapa bagian yang lebih kecil. Pelapukan kimiawi (dikenal juga sebagai proses dekomposisi atau proses peluruhan) adalah terurainya tubuh batuan melalui mekanisme kimiawi. Pelapukan biologi adalah proses penghancuran batuan akibat penetrasi akar tumbuhan dalam batuan. Proses pelapukan yang dominan pada satuan bentangalam ini adalah proses Foto 2.3 Kenampakan Soil pada daerah Bontomanai Utara di foto dari stasiun 51 ke arah N 326o E. pelapukan kimia, hal ini disebabkan oleh curah hujan dan kelembaban yang tinggi jenis pelapukan kimia yang dijumpai pada satuan bentangalam ini adalah jenis pelapukan kimia berupa “spheroidal weathering” (Foto 2.3). Proses erosi yang terjadi pada bentangalam ini yaitu erosi permukaan berupa rill erosion dan gulley erosion. Rill erosion adalah proses pengikisan yang terjadi pada Foto 2.4. Kenampakkan erosi riil kearah N 30˚E pada stasiun 71. di foto permukaan tanah (terain) yang disebabkan oleh hasil kerja air berbentuk alur – alur dengan Sungai yang mengalir pada satuan ukuran berkisar antara beberapa milimeter bentangalam ini yaitu Salo Papandiki, Salo hingga beberapa centimeter (maksimum 50 cm) Balang (Foto 2.4). Gulley erosion adalah erosi yang Karampuang, Salo Balang Tabinggoyang dan disebabkan oleh hasil kerja air pada permukaan Salo Balang Lanrang yang merupakan sungai tanah membentuk saluran–saluran dengan jenis sungai periodik yaitu sungai yang dengan Sokopia, Salo Balang Loe, Salo kandungan airnya tergantung pada musim, dimana pada musim hujan debit alirannya yang menjadi besar dan pada musim kemarau debit kemiringan lereng 30–70%, ditandai dengan alirannya menjadi kecil. Sedangkan pada Salo adanya bentuk puncak yang meruncing, bentuk Balang Allu yang merupakan sungai episodik lembah menyerupai huruf “V” pada daerah yaitu sungai yang hanya dialiri air pada musim Bontokarammasa, hujan, tetapi pada musim kemarau sungainya Paranglabbua, serta bentuk lereng relatif curam. menjadi sungainya Kenampakan morfologi dilapangan yang dilihat insekuen yaitu sungai yang arah alirannya tidak secara langsung memperlihatkan adanya bentuk dipengaruhi oleh kedudukan batuan. Sungai topografi perbukitan tersayat tajam dengan pada memiliki kondisi relief yang terjal. Oleh karena itu, penampang yang berbentuk “U” (foto 2.6) dan berdasarkan karakteristik diatas maka analisis ada pula yang berbentk “V” (Foto. 2.7). Pola morfologi daerah ini merupakan Berbukit Cukup salurannya Curam . kering. satuan Tipe genetik bentangalam umumnya lurus ini dan sebagian berkelok, dan sungainya relatif sempit sampai rapat, dicirikan dengan persentase Bontorannu, dan Secara genetik proses geomorfologi lebar. Pada tubuh sungai banyak dijumpai yang proses pada berupa pelapukan dan erosi. Proses pelapukan bentangalam ini berupa endapan sungai seperti yang terjadi pada bentangalam ini berupa channel bar (Foto 2.8) material yang diendapkan pelapukan kimia. Pelapukan kimia yang terjadi berupa pasir dan batu. yaitu dijumpainya hasil dari proses pelapukan pengendapan 2. Satuan yang Bentangalam dijumpai Berbukit Cukup Satuan Bentangalam Perbukitan Cukup menempati sekitar 12,93% dari keseluruhan total luas lokasi penelitian, dengan luas sekitar 5,31 km2. Penyebaran satuan ini meliputi bagian Barat hingga Baratlaut daerah penelitian, meliputi hulu Salo Balang Pannara di bagian Baratlaut sampai hilir Sungai Balang Tompokelara yang berada di bagian Baratlaut serta Salo Palombingan yang berada di bagian Baratlaut daerah penelitian. Satuan bentangalam ini berada pada ketinggian antara 175 meter hingga 450 meter di atas permukaan laut dengan kemiringan lereng yang relatif terjal dengan beda tinggi rata–rata 200–500 meter. Kenampakan topografi dari satuan ini memberikan gambaran pola kontur satuan bentangalam ini berupa pengelupasan kulit bawang (spheriodal weathering) Curam Curam membentuk pada batuan breksi volkanik. Proses pelapukan ini cukup dominan terjadi pada satuan bentangalam ini. Proses erosi yang terjadi pada bentang alam ini yaitu erosi permukaan berupa gulley erosion yaitu erosi yang disebabkan oleh hasil kerja air pada permukaan tanah membentuk saluran – saluran dengan ukuran kedalaman lembahnya mengalami pendalaman tidak lebih dari 150 cm. Pada satuan bentangalam ini juga dijumpai aspek Geomorfologi berupa Rock Slide yang merupakan pergerakan batuan kearah lereng akibat dari pengaruh gaya berat dengan mengikuti bidang gelincir. hujan debit alirannya menjadi besar dan pada musim kemarau debit alirannya menjadi kecil. Sungai yang mengalir pada satuan bentang alam ini memiliki bentuk penampang yang berbentuk “U”. Pola salurannya umumnya lurus dan sebagian berkelok, dan sungainya Foto 2.9. Kenampakan satuan bentangalam berbukit cukup curam dengan lembah berbentuk ” V”,di foto kearah N 315o E pada stasiun 31. relatif lebar. Pada tubuh sungai banyak dijumpai akumulasi material endapan sungai berupa point bar dan chanel bar. Secara genetik proses geomorfologi yang membentuk analisis morfometri dan morfogenesa pada daerah berupa pelapukan dan erosi. Proses pelapukan penelitian serta analisis terhadap dominasi dari yang terjadi pada bentangalam ini berupa persentase penyebaran karakteristik atau ciri-ciri pelapukan kimia. Pelapukan kimia yang terjadi bentukan alam yang dijumpai di lapangan maka yaitu dijumpainya hasil dari proses pelapukan stadia daerah penelitian mengarah pada stadia berupa pengelupasan kulit bawang (spheriodal muda menjelang dewasa. pada bentangalam paremeter ini weathering) satuan Berdasarkan batuan breksi volkanik. Proses pelapukan ini cukup dominan terjadi STRATIGRAFI pada satuan bentangalam ini. Proses erosi yang terjadi pada bentang Daerah penelitian tersusun oleh empat alam ini yaitu erosi permukaan berupa gulley satuan batuan dari tua ke muda yaitu: erosion yaitu erosi yang disebabkan oleh hasil 1. Satuan Breksi Volkanik kerja air pada permukaan tanah membentuk saluran – saluran dengan ukuran kedalaman lembahnya mengalami pendalaman tidak lebih dari 150 cm (Foto bentangalam ini Geomorfologi berupa 2.11). juga Pada satuan dijumpai aspek Rock Slide yang merupakan pergerakan batuan kearah lereng akibat dari pengaruh gaya berat Pembahasan Sungai yang mengalir pada satuan satuan breksi volkanik ini meliputi uraian mengenai dasar penamaan satuan, penyebaran, ciri litologi meliputi karakteristik megaskopis dan petrografis, umur, pembentukan satuan batuan dan hubungan stratigrafi dengan satuan lain pada daerah penelitian. dengan mengikuti bidang gelincir. tentang Satuan breksi vulkanik ini menempati sekitar 52,65% dari luas seluruh lokasi penelitian atau sekitar 22,47 km. Penyebaran bentangalam ini yaitu Salo Balang Pannara dan satuan Salo Balang Tompokelara dengan jenis sungai Romangloe, Kasisang dan di daerah Salo ini meliputi daerah Tompokelara, Balang loe, Salo Balang Allu, Salo Balang periodik yaitu sungai yang kandungan airnya tergantung pada musim, dimana pada musim Lanrang dan Salo Tompokelara. Satuan Breksi volkanik ini memiliki ketebalan tidak lebih dari . 550 meter yang dihitung pada penampang geologi A – B dalam Peta Geologi daerah penelitian. Satuan breksi volkanik yang dijumpai pada daerah ini dalam kondisi segar berwarna kecoklatan, dalam kondisi lapuk berwarna coklat kehitaman bertekstur klastik kasar, sotasi buruk, kemas terbuka, komposisi fragmen berupa basal, matriksnya berupa Lithic tuff dan semen berupa material volkanik, ukuran butir (0,1 – 2,2 mm) bentuk butir menyudut dengan struktur berlapis. Berdasarkan analisis petrografis terhadap conto sayatan breksi volkanik DZ/ST. 29 FRG dan DZ/ST.1 FRG Gambar 3.4 Foto mikrograf pada conto sayatan DZ / ST. 29 / FRG terlihat mineral Plagioklas (3-4 H) Piroksin (6I) Biotit (5D) Olivin (5 J) Mineral Opak (3F) dan Massa Dasar (3C) difoto dengan perbesaran 50x pada posisi nikol silang. 2. Satuan Basal (Fragmen) menunjukkan warna kecoklatan pada nikol sejajar dan abu-abu kehitaman pada nikol silang, tekstur porfiroafanitik, ukuran mineral: 0,1 – 2,2 mm, bentuk mineral subhedral-euhedral. Komposisi Mineral Plagioklas dengan jenis Bytownite dengan presentase 15-25%, Piroksin Litologi yang menyusun satuan ini yaitu litologi Basal yang meyebar di sekitar daerah Bontonompo, Tombotombolo, Campagaloe, Pangi dan Ramba. Dalam penamaan litologi satuan ini dilakukan dengan dua cara penamaan yaitu deskripsi secara megaskopis dan deskripsi dengan jenis Augit dengan presentase 10-15 %, secara Biotit dengan presentase 5-15%, Olivin dengan megaskopis yaitu penamaan yang ditentukan presentase 7-8% dan Massa Dasar dengan presentase 43-52%, dan mineral opak dengan presentase 5-10% maka berdasarkan deskripsi dan komposisi mineral penyusunnya nama batuannya Basal (Travis, 1955). mikroskopis. Penamaan secara berdasarkan tekstur, serta komposisi mineral yang bisa teramati secara langsung oleh mata penamaan ini dilakukan dengan menggunakan klasifikasi batuan beku menurut Fenton, (1940). Sedangkan pengamatan secara mikroskopis yaitu dengan menggunakan mikroskop polarisasi, dengan melakukan pengamatan sifat fisik dan optik mineral serta pemerian komposisi mineral secara spesifik yang kemudian penamaannya menggunakan klasifikasi batuan beku menurut Travis, (1955). Berdasarkan Gambar3.3 Singkapan breksi volkanik pada stasiun 1 yang difoto ke arah N 135o E. pengamatan secara langsung dilapangan, litologi penyususn satuan ini adalah batuan beku basal. Secara megaskopis kenampakan basal pada beberapa stasiun menunjukkan ciri – ciri yang khas, sebagai contoh pada stasiun 20 yang menunjukkan ciri fisik yaitu dalam keadaan segar berwarna abu-abu kehitaman sedangkan dalam keadaan lapuk berwarna kecoklatan, tekstur kristalinitas : hipokristalin granularitas : porfiroafanitik bentuk : subhedral – anhedral, struktur scoria dengan komposisi mineral berupa plagioklas, piroksin, horblende dan massa Gambar 3.6 Foto mikrograf pada conto sayatan DZ / ST. 20 terlihat mineral Plagioklas (2-3 F) Piroksin (1I) Horblrnde(7I) Olivin (3D) dan Massa Dasar difoto dengan perbesaran 50x pada posisi nikol silang. dasar, singkapan ini dijumpai pada daerah Campagaloe. Berdasarkan analisis petrografis 3. Satuan Intrusi Andesit DZ/ST..16, Litologi yang menyusun satuan ini yaitu DZ/ST.20 dan DZ/ST.24 memperlihatkan ciri litologi Andesit yang menyebar di sekitar daerah berwarna kecoklatan pada nikol sejajar dan Salo Balang Allu. Dalam penamaan litologi berwarna coklat kehitaman pada nikol silang, satuan ini dilakukan dengan dua cara penamaan kristalinitas yaitu deskripsi secara megaskopis dan deskripsi terhadap conto sayatan nomor hipokristalin, granularitas porfiroafanitik, bentuk subhedral – anhedral, secara tekstur mineral megaskopis yaitu penamaan yang ditentukan plagioklas 5-10%, piroksin 20-25%, hornblende berdasarkan tekstur, serta komposisi mineral 5-10%, Olivin 5-10%, dan massa dasar 50-65%. yang bisa teramati secara langsung oleh mata Berdasarkan dengan penamaan ini dilakukan dengan menggunakan memperhatikan hasil analisis petrografis maka klasifikasi batuan beku menurut Fenton, (1940). batuan ini diberi nama Basal Porfiri (Travis, Sedangkan pengamatan secara mikroskopis 1955). yaitu porfiroafanitik, hal komposisi tersebut diatas, mikroskopis. dengan Penamaan menggunakan secara mikroskop polarisasi, dengan melakukan pengamatan sifat fisik dan optik mineral serta pemerian komposisi mineral secara spesifik yang kemudian penamaannya menggunakan klasifikasi batuan beku menurut Travis, (1955). Penyebaran satuan andesit ini menempati sekitar 6,14 % dari seluruh luas daerah penelitian atau sekitar 2,62 km² atau Gambar 3.5 Singkapan batuan beku basal yang dijumpai pada stasiun 20, difoto kearah N 800E. merupakan satuan yang penyebarannya paling kecil dari seluruh satuan yang ada pada lokasi penelitian. Satuan ini menyebar pada bagian selatan dari daerah penelitian. Satuan ini tersingkap pada salo Balang Allu dan salo Balang Tabinggoyang. Satuan ini menempati Berdasarkan hal tersebut diatas, maka batuan ini diberi nama Andesit Porfiri (Travis, 1955). daerah penelitian hingga pada ketinggian 274 meter. Berdasarakan pengamatan secara langsung dilapangan, litologi penyususn satuan ini adalah batuan beku andesit. Secara megaskopis kenampakan andesit pada stasiun 10 menunjukkan ciri – ciri yaitu dalam keadaan segar berwarna abu-abu sedangkan dalam keadaan lapuk berwarna kecoklatan, tekstur kristalinitas : hipokristalin granularitas : Foto 3.7 Foto mikrograf pada conto sayatan DZ / ST. 10 terlihat mineral Plagioklas (3B) Piroksin (5H) Horblrnde(5I) Mineral Opak (6H) dan Massa Dasar difoto dengan perbesaran 50x pada posisi nikol silang. porfiroafanitik bentuk : subhedral – anhedral struktur masif dengan komposisi mineral berupa plagioklas, horblende, piroksin dan massa STRUKTUR dasar. Singkapan ini dijumpai pada daerah sekitar salo Balang Allu. Berdasarkan analisis petrografis terhadap conto sayatan nomor Struktur geologi yang dijumpai pada daerah penelitian terdiri dari : DZ/ST.10 dan DZ/ST.12 memperlihatkan ciri berwarna kecoklatan pada nikol sejajar dan berwarna abu-abu kehitaman pada nikol silang, kristalinitas hipokristalin, 1. Struktur Kekar Menurut Billings (1968), kekar ( joint ) yaitu granularitas rekahan pada batuan dimana tidak ada atau porfiroafanitik, bentuk subhedral – anhedral, sedikit sekali mengalami pergeseran. Menurut komposisi mineral plagioklas -10-20%, piroksin Mc Clay (1987), kekar adalah susunan teratur 10-20%, hornblende 20-25%, mineral opak 5- dari rekahan-rekahan menerus yang mana 7% dan massa dasar 40-50%. rekahan itu sedikit sekali atau tidak ada pergeseran. Sedangkan menurut Davis (1984), Kekar adalah rekahan dalam berbagai jenis batuan yang menerus yang mana rekahanrekahan itu bergerak sejajar terhadap bidang rekahan. Keberadaan struktur geologi pada daerah penelitian diindikasikan oleh adanya ciriciri berupa kekar, mata air dan gawir sesar Foto 3.7 Singkapan batuan beku andesit yang dijumpai pada stasiun 10, difoto kearah N 1100E aspek fisik lainnya yaitu berupa kelurusan kontur yang terlihat pada peta topografi, dan hasil interpretasi peta topografi yang membuktikan kali menunjukkan kekar yang tidak sistematis keberadaan struktur geologi tersebut. dengan arah umum kekar barat laut – tenggara Berdasarkan bentuk dan genesanya maka (N 350oE – N 80oE) (tabel 4.2). Hasil analisis struktur kekar yang dijumpai pada daerah data dengan menggunakan diagram roset atau penelitian termasuk dalam kekar nonsistematik kipas diperoleh tegasan utama maksimum (σ1) yang dijumpai pada batuan basal (Foto 4.1), pada arah N 350oE atau N 10o W dan tegasan yaitu yang kekar yang tidak teratur susunannya, utama minimum (σ3) berarah N80oE. tidak memotong kekar yang lainnya dan permukaannya selalu lengkung serta tidak berpasangan dan kekar sistematik 2. Struktur Sesar yang Menurut Billing (1968), berdasarkan teori dijumpai pada batuan basal (Foto. 4.2), yang kekandasan batuan, struktur geologi berupa dijumpai dalam bentuk saling berpasangan, sesar akan terjadi apabila suatu bahan/batuan membentuk suatu pola atau sistem kekar yang dikenai sistematik atau teratur dengan kenampakan elastisitasnya yang relatif sejajar terhadap satu sama lain dan pergeseran. Oleh karena itu, dapat disimpulkan pada beberapa tempat kenampakan kekar ini bahwa sesar terbentuk akibat berlanjutnya gaya membentuk suatu bidang segiempat. yang membentuk struktur geologi sebelumnya. suatu gaya yang sehingga melebihi akan batas mengalami Dengan demikian, sesar merupakan rekahan di sepanjang daerah tempat terjadinya pergerakan relatif satu blok terhadap blok batuan yang lain, dengan gejala utama adalah adanya pergerakan differensial pada arah yang sejajar dengan bidang rekahan. Sesar ( fault ) adalah suatu bidang rekahan Gambar. 4.1 Kekar non sistematik pada batuan basal pada stasiun 54 difoto kearah N 400E ataupun zona rekahan yang telah mengalami pergeseran (Ragan,1973). Menurut Davis (1984), sesar adalah rekahan menerus yang mana terlihat pergeseran, berpindah sedangkan tempat menurut Mc oleh Clay (1987) sesar adalah bidang lurus tidak berlanjut yang mana terjadi pergantian secara signifikan disebabkan oleh adanya pergeseran. Adapun sesar yang terdapat pada daerah penelitian Gambar. 4.2 Kekar sistematik pada batuan basal pada stasiun 54 difoto kearah N 540E Hasil pengukuran kekar pada batuan basal pada stasiun 54 yang dilakukan sebanyak 50 sesuai indikasinya, adalah : a. Sesar Geser Tompokelara Penamaan sesar pada daerah penelitian berdasarkan atas sesar yang berkembang dan daerah tempat sesar itu berkembang. Adapun indikasi penciri sesar ini yang dapat dijumpai di daerah penelitian antara lain : Proses penelitian sebagai pensesaran pada menghasilkan hasil proses daerah breksi sesar penghancuran batuan yang dilewati sesar tersebut. Dijumpai pada stasiun adanya breksi sesar pada daerah Tompokelara dan Gambar 4.3 Breksi sesar pada sekitar stasiun daerah Pabaengbaeng (Foto 4.3). 44. Adanya kelokan sungai yang tajam dan signifikan pada Sungai Mallong yang pada merupakan zona sesar. Dijumpai cermin sesar pada stasiun 57 Adanya pelurusan topografi sepanjang zona sesar, dimana bukit-bukit disekitar zona sesar relatif memanjang searah dengan pelamparan sesar yaitu Timur laut penelitian didasarkan pada pendekatan teori sistem Harding, 1973 (gambar diketahui bahwa mekanisme pembentukan struktur geologi yang terdapat pada daerah penelitian terjadi dalam dua periode. Periode pertama terbentuk dimana aktivitas tektonik yang berlangsung pada kala ini mengakibatkan – Barat Daya. Keseluruhan daerah 4.3). Berdasarkan hal tersebut maka dapat (foto 4.4). Mekanisme pembentukan struktur geologi dari ciri-ciri di atas menunjukkan bahwa sesar yang berkembang pada daerah penelitian ini adalah sesar geser dan umumnya penciri sesar ditemukan di daerah tompokelara. Berdasarkan data-data tersebut di atas, yang dipadukan dengan hasil analisis arah tegasan utama yang berarah Barat laut – tengggara maka arah pergerakan Sesar Geser Tompokelara yang bersifat mengiri (sinistral), dimana blok yang berada di bagian yang berada di bagian Barat Daya relatif bergerak ke arah Timur Laut. adanya suatu hasil gaya kompresi dengan arah umum berarah tegasan Barat maksimumnya Laut – (σ1) relatif Tenggara yang menyebabkan batuan pada daerah penelitian mengalami deformasi membentuk lipatan homoklin. Proses gaya kompresi yang bekerja secara terus menerus pada daerah penelitian mengakibatkan batuan yang telah mengalami perlipatan berada pada fase akhir tingkat elastisitasnya, sehingga bagian pelengkungan maksimum pada batuan penyusun daerah penelitian mengalami peretakan atau kekar. Pada tahapan selanjutnya, gaya tersebut terus bekerja sehingga menyebabkan batas elastisitas batuan yang berada pada daerah penelitian terlampaui dan mengakibatkan batuan tersebut mengalami fase deformasi plastis sehingga batuan akan mengalami patahan dan mengalami pergeseran dengan arah Barat laut – menghasilkan Tenggara berlangsung sampai sekarang. yang membentuk sesar geser alur-alur bentangalam yang Tompokelara. Sesar ini terletak pada bagian – Utara Selatan daerah penelitian. BAHAN GALIAN Pembentukan sesar geser Tompokelara ini diperkirakan terjadi setelah Kala Plistosen. Bahan galian pada daerah penelitian tergolong kedalam bahan galian golongan pertambangan batuan, yaitu : SEJARAH GEOLOGI 1. Sirtu (Pasir dan Batu) Sirtu merupakan singkatan dari pasir dan Sejarah geologi pada daerah penelitian ini dimulai pada kala Plistosen dimana pada daerah penelitian terjadi aktivitas vulkanisme bersifat eksplosif yang menghasilkan material – material vulkanik sampai pasir. pengendapan cekungan yang berukuran bongkah Kemudian material pada terjadi vulkanik lingkungan proses di suatu darat yang membentuk satuan breksi vulkanik. Kemudian pada kala ini terjadi aktivitas vulkanisme yang bersifat efusif yang menghasilkan lava yang bersifat basaltik yang membentuk satuan basal pada lingkungan darat. Kemudian pada kala yang sama terjadi aktivitas vulkanik berupa intrusi yang bersifat andesitik yang membentuk batu( Sukandarrumidi, 1999 ). Sirtu berasal dari endapan material sedimen sebagai hasil dan rombakan berbagai macam batuan yang kemudian terbawa oleh air sungai dan terendapkan di sepanjang sungai pada daerah ini. Sirtu pada daerah penelitian ini terdapat banyak di Sungai Maridi dan sungai Karondang. Sebagian besar material pada sirtu ini berasal dari basal. Sirtu pada daerah ini berukuran dari pasir hingga bongkah. Sirtu dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan dan sebagai bahan pelapis jalan. Sirtu pada daerah ini mempunyai dimensi yang cukup besar namun aksesibilitasnya yang kurang memadai sehingga kurang potensial untuk ditambang. satuan andesit. Pada post plistosen terjadi aktivitas tektonik yang menyebabkan gaya kompresi yang berarah barat laut ke tenggara menghasilkan lipatan dan kekar. Proses gaya kompresi meningkat yang terus berkelanjutan mengakibatkan dan terjadinya pergeseran pada kekar – kekar batuan sehingga membentuk suatu zona sesar geser tompokelara yang bersifat Sinistral (mengiri). Kemudian terjadi proses geologi muda yakni berupa proses erosi, denudasi dan pelapukan, Foto 6.1 Bahan galian pasir dan batu (Sirtu) pada salo Balang Pannara difoto kearah N3000E Bahan galian sirtu ini dijumpai pada daerah sepanjang sungai Balang pannara, bahan galian ini mempunya dimensi yang cukup besar dan sudah dimanfaatkan oleh masyarakat mineral, serta dapat dipetakan dalam sekitar sebagai bahan baku konstruksi dan skala infrastrukstur lainnya pada daerah tersebut. penelitian disusun oleh tiga satuan 1 : 25.000, maka daerah batuan yaitu satuan Breksi Vulkanik, satuan basal dan satuan intrusi andesit. PENUTUP struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian yakni 1. Kesimpulan lipatan homoklin, keterdapatan kekar Setelah melakukan penelitian pada daerah sistematik dan kekar nonsistematik ,dan penelitian, maka bisa ditarik kesimpulan bahwa breksi sesar di bagian barat daerah kondisi geologi di daerah penelitian ini secara penelitian sehingga dapat disimpulkan umum yakni: Berdasarkan bahwa sesar yang bekerja adalah sesar Berdasarkan aspek geomorfologi yaitu: pendekatan relief, morfometri lereng bentuk (persentase dan beda geser dan maka geomorfologi daerah penelitian dibagi Morfologi Bergelombang/ Berbukit Miring dan bergerak berarah N350 E. Sejarah geologi daerah penelitian berlangsung pada Kala Plistosen. menjadi dua satuan morfologi, yaitu Satuan yang secara sinistral dengan tegasan utama kemiringan tinggi) Tompokelara Bahan galian yang terdapat pada daerah penelitian adalah bahan galian Satuan sirtu (Pasir dan Batu). Morfologi Berbukit Cukup Curam. Pada daerah penelitian bentuk penampang sungai yang dijumpai yaitu sungai DAFTAR PUSTAKA dengan penampang berbentuk huruf ‘’U’’ dan “V”, tipe genetik sungai yang berkembang di daerah penelitian berupa tipe insekuen dan subsekuen sungai yaitu sungai periodik dan sungai Billings, M. P., 1968, Structural Geology, Second edition, Prentice of India Private Limited, New Delhi. episodik. Dari hasil analisa berbagai Boggs, dengan pola aliran paralel, dengan jenis aspek Geomorfologi disimpulkan bahwa tersebut stadia daerah penelitian termasuk dalam stadia muda menjelang dewasa. Asikin, S., 1979. Dasar – Dasar Geologi Struktur. Departemen Teknik Geologi, Institut Teknologi Bandung, Indonesia. Berdasarkan lithostratigrafi tidak resmi batuan penelitian yang menyusun berdasarkan ciri daerah litologi, dominasi dan keseragaman komposisi Jr., Sam, 1991. Petrology of Sedimentary Rocks. Cambridge University Press, Cambridge. Sukamto, R. and S. Supriatna, 1982. Geologi lembar Ujungpandang, Benteng dan Sinjai, Sulawesi (The Geology of the Ujungpandang, Benteng and Sinjai Quadrangles, Sulawesi), Geol. Res. and Dev. Centre, Bandung. Geodetic, Edisi I – 1991, Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar Bantaeng (2010-34) Skala 1 : 50.000, Bakosurtanal, Bogor. Ikatan Ahli Geologi Indonesia. 1996. Sandi Stratigrafi Indonesia. Bidang Geologi dan Sumber Daya Mineral. Jakarta. Indonesia. Kaharuddin MS., Universitas Indonesia. 1988, Field Hasanuddin, Geology, Makassar, Pemerintah Republik Indonesia. 2009. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pettijohn, F.J., 1956. Sedimentary Rocks , Second Edition. Springer – Verlag New York Inc., USA. Sukamto, Rab., 1975, Perkembangan Tektonik Sulawesi dan Sekitarnya yang Merupakan Sintesis yang Berdasarkan Tektonik Lempeng, Penelitian dan Pengembangan Geologi Direktorat Pertambangan Umum Departemen Pertambangan Dan Energi, Bandung, Indonesia. Travis, R.B., 1955, Classification of Rock Volume 50, Colorado School of Mines. Thornbury, W. D., 1954, Principles of Geomorphology, Second edition, John Willey & Sons, Inc, New York, USA. Van Zuidam, R.A., 1985, Aerial Photo – Interpretation in Terrain Analysis and Geomorphologic Mapping, Smith Publisher – The Hague, Enschede, Netherland.