GEOLOGI DAERAH BONTONOMPO KECAMATAN RUMBIA

advertisement
GEOLOGI DAERAH BONTONOMPO KECAMATAN RUMBIA
KABUPATEN JENEPONTO PROVINSI SULAWESI SELATAN
Muhammad Dzulhuzair
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin
ABSTRACT
Administratively, the research area is located in Bontonompo Area, Rumbia District, Jeneponto
Regency, South Sulawesi Province. Geographycally located on coordinate 05°30’00” – 05°34’00” W and
119o49’00” – 120°52’00” S. The purpose of this research was obtain a detail surface geologic map on the
1 : 25,000 scale map to many aspects, such as geomorphology, stratigraphy, geological structure,
geological history, and natural resources aspects with a purpose to make a geologic map of Bontonompo
Area, Rumbia District, Jeneponto Regency, South Sulawesi Province that is supported with
geomorphological map, stratigraphic column, geological structure map, and natural resources map that
will be arranged in a final report of geologic mapping. Geomorphology in the research area is devided into
two geomorphic, which are waves hill landscape unit and fairly steep landscape unit. River types in
the area are periodic and episodic, the genetic types of the river are Insecquent with paralel drainage
pattern. Based on geomorphological aspects, could be concluded that maturity level of the river and the
research area is child to adult. Based on the unformal lithostratigraphy, stratigraphy of the research area
is divided into four units of lithology from upper to lower, which are Andesit Unit basalt unit and
Volcanic Breccia unit. Structural geology, those are being developed in the research area, ,systematic
and unsystematic joints, and tompokelara sinistral strike slip fault. The natural resources in the
research area are included into group of rock resources, which are aggregate materials (rocks and
sands).
ABSTRAK
Secara administratif daerah penelitian termasuk dalam Wilayah Bontonompo Kecamatan Rumbia
Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan dan secara geografis terletak pada koordinat 05°30’00”
– 05°34’00” Lintang Selatan dan 119o49’00” – 120°52’00” Bujur Timur. Maksud dari penelitian ini untuk
melakukan pemetaan geologi permukaan secara detail pada peta sekala 1 : 25.000 terhadap aspek
geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi, sejarah geologi, dan aspek bahan galian dengan tujuan untuk
membuat peta geologi daerah Bontonompo Kecamatan Rumbia Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi
Selatan yang didukung oleh peta geomorfologi, kolom stratigrafi, peta struktur geologi, dan peta potensi
bahan galian yang akan disusun dalam satu laporan akhir dari pemetaan geologi. Geomorfologi daerah
penelitian dibagi menjadi dua satuan morfologi, yaitu satuan bentangalam berbukit bergelombang dan
satuan bentangalam berbukit cukup curam. Jenis sungai yang berkembang adalah sungai periodik
dan sungai episodik, sedangkan secara genetik yaitu insekuen dan subsekuen dan dengan pola
aliran paralel. Stadia daerah penelitian adalah stadia muda menjelang dewasa. Berdasarkan
lithostratigrafi tidak resmi, stratigrafi daerah penelitian dibagi menjadi tiga (3) satuan batuan dari urutan
muda hingga tua yaitu satuan intrusi andesit, satuan basal dan satuan breksi vulkanik. Struktur
geologi daerah penelitian terdiri dari kekar sistematik dan tak sistematis, serta sesar berupa sesar
geser Tompokelara yang bersifat sinistral. Bahan galian pada daerah penelitian masih tergolong dalam
golongan bahan galian berupa sirtu (Pasir dan Batu).
PENDAHULUAN
Propinsi Sulawesi Selatan. Penelitian yang
dilakukan berupa pemetaan geologi bersekala 1
: 25.000 untuk menampilkan data - data
Fenomena fenomena yang terjadi dalam
bersekala
lokal, yang mencakup
bidang ilmu geologi sangat menarik untuk diteliti
aspek
dan dianalisa, baik untuk kepentingan yang
struktur
bernilai ekonomis maupun untuk keperluan
mengetahui
keilmuan
dan
geologi dan sejarah pembentukannya.
Penelitian
dibidang
pengembangan
geologi
wilayah.
penelitian
berbagai
geologi,
(geomorfologi,
dan
proses
bahan
stratigrafi,
galian)
pembentukan
guna
tatanan
memerlukan
Maksud dari penelitian pada Daerah
kemampuan menganalisis dan menginterpretasi
untuk mengetahui proses awal pembentukan
tatanan geologi dengan memperhatikan kondisi
geomorfologi, stratigrafi, dan struktur geologi
untuk menggambarkan sejarah geologi suatu
Bontonompo
Kecamatan
Kelara
Kabupaten
Jeneponto Propinsi Sulawesi Selatan ini adalah
melakukan
pemetaan
geologi
permukaan
secara umum dengan menggunakan peta dasar
skala 1 : 25.000
daerah.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
Salah satu aspek yang menjadi modal
utama
pembangunan
daerah
adalah
mengetahui
mengenai
dan
kondisi
memberikan
geologi
yang
meliputi
stratigrafi,
struktur
ketersediaan sumberdaya alam non-hayati yaitu
geomorfologi,
sumberdaya
geologi, sejarah geologi dan potensi bahan
mineral
(bahan
tambang).
Eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya alam
tatanan
gambaran
galian pada daerah penelitian.
baik sumberdaya alam non-hayati maupun
Secara administratif daerah penelitian
sumberdaya alam hayati menjadi sangat penting
untuk menopang mobilitas pembangunan di
daerah. Namun sumberdaya alam tersebut tidak
berarti kalau tidak ada studi yang komprehensif
tentang sumberdaya alam tersebut.
Penelitian-penelitian
termasuk
dalam
Kecamatan
Kelara
wilayah
Bontonompo
Kabupaten
Jeneponto
Propinsi Sulawesi Selatan dan secara geografis
terletak pada koordinat 119o49’00” Bujur Timur –
119°52’00” Bujur Timur dan 05°30’00” Lintang
dalam
bidang
Selatan – 05°34’00” Lintang Selatan.
geologi di pulau Sulawesi pada umumnya dan
Sulawesi
Selatan
pada
khususnya
bersifat regional. Untuk penyediaan data-data
yang lebih akurat dalam sekala lokal, perlu
dilakukan
penelitian
geologi
pada
masing-
masing daerah di wilayah ini. Untuk menjawab
tantangan
tersebut,
penulis
tertarik
untuk
melakukan penelitian pada daerah Bontompo
Kecamatan
Kelara
Kabupaten
Daerah ini terpetakan dalam peta rupa
masih
Jeneponto
bumi indonesia sekala 1 : 50.000 Lembar
Bantaeng, nomor 2010 - 34 terbitan Badan
Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional
(Bakosurtanal) edisi I tahun 1991 (Cibinong
Bogor).
Luas
daerah
penelitian
mencakup
wilayah 4’ x 3’ atau mencakup luas 41,098 Km 2
Daerah penelitian dapat dicapai dengan
menggunakan
jalur
transportasi
darat
dari
daerah Pabaengbaeng dan Ramba pada bagian
Timurlaut, daerah Kassisang, Bungungtaipa,
Makassar melewati daerah Gowa, Takalar dan
Bungungcarameng
Jeneponto dengan menggunakan kendaraan
bagian Baratdaya dimana pada daerah tersebut
bermotor roda dua atau pun roda empat.
mengalir Salo Papandiki, Salo Balang Allu, Salo
Perjalanan ditempuh sekitar kurang lebih 3 jam
Balang
dengan jarak kurang lebih 104 km dari Kota
Karampuang, Salo Balang Tabinggoyang dan
Makassar.
Salo Balang Lanrang.
119°0'0"E
120°0'0"E
121°0'0"E
Salo
Karampuang
Balang
pada
Sokopia,
Salo
122°0'0"E
2°0'0"S
118°0'0"E
Loe,
dan
Luwu Utara
Luwu Timur
3°0'0"S
3°0'0"S
Luwu
Tana Toraja
Barru
4°0'0"S
4°0'0"S
Luwu
PinrangEnrekang
Sidrap
ParepareWajo
Soppeng
5°0'0"S
6°0'0"S
6°0'0"S
5°0'0"S
Bone
Pangkep
MakassarMaros Sinjai
TakalarGowa
JenepontoBulukumba
Selayar
118°0'0"E
119°0'0"E
120°0'0"E
121°0'0"E
Gambar 2.1
Foto satuan bentangalam
perbukitan bergelombang difoto dari stasiun 16
ke arah N 285oE.
Satuan bentangalam ini berada pada
122°0'0"E
ketinggian antara 175 meter hingga 555 meter di
Gambar.1 Peta lokasi daerah Penelitian
atas permukaan laut dengan kemiringan lereng
yang relatif datar dengan beda tinggi rata – rata
GEOMORFOLOGI
(75 - 200) meter.
Kenampakan topografi dari satuan ini
Morfologi daerah penelitian terdiri dari
dua satuan yaitu :
memberikan
renggang,
gambaran
dicirikan
pola
kontur
dengan
yang
persentase
kemiringan lereng (15 – 30) %, dijumpai adanya
1. Satuan
Bentangalam
Berbukit
Bergelombang / Miring
Satuan
Bentangalam
morfologi
dengan
bergelombang.
Berbukit
dilapangan
yang
bentuk
lereng
Kenampakan
relatif
morfologi
dilihat
secara
langsung
adanya
bentuk
topografi
Bergelombang/Miring menempati sekitar 87,06
memperlihatkan
% dari keseluruhan total luas lokasi penelitian,
perbukitan, dengan kondisi relief bergelombang.
dengan luas sekitar 35,74 km 2. Penyebaran
Oleh karena itu, berdasarkan karakteristik di
satuan ini meliputi bagian Baratdaya Tenggara
atas
hingga Timurlaut daerah penelitian, terdiri dari
maka
analisis
morfologi
daerah
ini
merupakan Satuan bentangalam Bergelombang
ukuran
kedalaman
lembahnya
/Miring (foto 2.1).
pendalaman tidak lebih dari 150 cm.
mengalami
Secara genetik proses geomorfologi
yang
membentuk
satuan
bentangalam
ini
berupa pelapukan dan erosi. Pelapukan adalah
proses disintegrasi atau disagregasi secara
berangsur dari material penyusun kulit bumi
yang
berupa
batuan.
Terdapat
tiga
jenis
pelapukan yaitu pelapukan fisika, kimia dan
biologi.
Pelapukan
mekanisme
yang
fisika
dapat
adalah
semua
mengakibatkan
terjadinya proses pelapukan sehingga suatu
Gambar
2.2
Pelapukan
Kimia
berupa
“Spheroidal Wheathering” difoto dari stasiun 50
ke arah N 265o E
batuan dapat hancur menjadi beberapa bagian
yang lebih kecil. Pelapukan kimiawi (dikenal
juga sebagai proses dekomposisi atau proses
peluruhan) adalah terurainya tubuh batuan
melalui mekanisme kimiawi. Pelapukan biologi
adalah proses penghancuran batuan akibat
penetrasi akar tumbuhan dalam batuan.
Proses pelapukan yang dominan pada
satuan
bentangalam
ini
adalah
proses
Foto 2.3 Kenampakan Soil pada daerah
Bontomanai Utara di foto dari stasiun 51 ke
arah N 326o E.
pelapukan kimia, hal ini disebabkan oleh curah
hujan
dan
kelembaban
yang
tinggi
jenis
pelapukan kimia yang dijumpai pada satuan
bentangalam ini adalah jenis pelapukan kimia
berupa “spheroidal weathering” (Foto 2.3).
Proses
erosi
yang
terjadi
pada
bentangalam ini yaitu erosi permukaan berupa
rill erosion dan gulley erosion. Rill erosion
adalah proses pengikisan yang terjadi pada
Foto 2.4.
Kenampakkan erosi riil
kearah N 30˚E pada stasiun 71.
di foto
permukaan tanah (terain) yang disebabkan oleh
hasil kerja air berbentuk alur – alur dengan
Sungai yang mengalir pada satuan
ukuran berkisar antara beberapa milimeter
bentangalam ini yaitu Salo Papandiki, Salo
hingga beberapa centimeter (maksimum 50 cm)
Balang
(Foto 2.4). Gulley erosion adalah erosi yang
Karampuang, Salo Balang Tabinggoyang dan
disebabkan oleh hasil kerja air pada permukaan
Salo Balang Lanrang yang merupakan sungai
tanah membentuk saluran–saluran
dengan jenis sungai periodik yaitu sungai yang
dengan
Sokopia,
Salo
Balang
Loe,
Salo
kandungan airnya tergantung pada musim,
dimana pada musim hujan debit alirannya
yang
menjadi besar dan pada musim kemarau debit
kemiringan lereng 30–70%, ditandai dengan
alirannya menjadi kecil. Sedangkan pada Salo
adanya bentuk puncak yang meruncing, bentuk
Balang Allu yang merupakan sungai episodik
lembah menyerupai huruf “V” pada daerah
yaitu sungai yang hanya dialiri air pada musim
Bontokarammasa,
hujan, tetapi pada musim kemarau sungainya
Paranglabbua, serta bentuk lereng relatif curam.
menjadi
sungainya
Kenampakan morfologi dilapangan yang dilihat
insekuen yaitu sungai yang arah alirannya tidak
secara langsung memperlihatkan adanya bentuk
dipengaruhi oleh kedudukan batuan. Sungai
topografi perbukitan tersayat tajam dengan
pada
memiliki
kondisi relief yang terjal. Oleh karena itu,
penampang yang berbentuk “U” (foto 2.6) dan
berdasarkan karakteristik diatas maka analisis
ada pula yang berbentk “V” (Foto. 2.7). Pola
morfologi daerah ini merupakan Berbukit Cukup
salurannya
Curam .
kering.
satuan
Tipe
genetik
bentangalam
umumnya
lurus
ini
dan
sebagian
berkelok, dan sungainya relatif sempit sampai
rapat,
dicirikan
dengan
persentase
Bontorannu,
dan
Secara genetik proses geomorfologi
lebar. Pada tubuh sungai banyak dijumpai
yang
proses
pada
berupa pelapukan dan erosi. Proses pelapukan
bentangalam ini berupa endapan sungai seperti
yang terjadi pada bentangalam ini berupa
channel bar (Foto 2.8) material yang diendapkan
pelapukan kimia. Pelapukan kimia yang terjadi
berupa pasir dan batu.
yaitu dijumpainya hasil dari proses pelapukan
pengendapan
2. Satuan
yang
Bentangalam
dijumpai
Berbukit
Cukup
Satuan Bentangalam Perbukitan Cukup
menempati
sekitar
12,93%
dari
keseluruhan total luas lokasi penelitian, dengan
luas sekitar 5,31 km2. Penyebaran satuan ini
meliputi bagian Barat hingga Baratlaut daerah
penelitian, meliputi hulu Salo Balang Pannara di
bagian Baratlaut sampai hilir Sungai Balang
Tompokelara yang berada di bagian Baratlaut
serta Salo Palombingan yang berada di bagian
Baratlaut daerah penelitian.
Satuan bentangalam ini berada pada
ketinggian antara 175 meter hingga 450 meter di
atas permukaan laut dengan kemiringan lereng
yang relatif terjal dengan beda tinggi rata–rata
200–500 meter. Kenampakan topografi dari
satuan ini memberikan gambaran pola kontur
satuan
bentangalam
ini
berupa pengelupasan kulit bawang (spheriodal
weathering)
Curam
Curam
membentuk
pada
batuan
breksi
volkanik.
Proses pelapukan ini cukup dominan terjadi
pada satuan bentangalam ini.
Proses erosi yang terjadi pada bentang
alam ini yaitu erosi permukaan berupa gulley
erosion yaitu erosi yang disebabkan oleh hasil
kerja air pada permukaan tanah membentuk
saluran – saluran dengan ukuran kedalaman
lembahnya mengalami pendalaman tidak lebih
dari 150 cm. Pada satuan bentangalam ini juga
dijumpai aspek Geomorfologi berupa Rock Slide
yang merupakan pergerakan batuan kearah
lereng akibat dari pengaruh gaya berat dengan
mengikuti bidang gelincir.
hujan debit alirannya menjadi besar dan pada
musim kemarau debit alirannya menjadi kecil.
Sungai yang mengalir pada satuan
bentang alam ini memiliki bentuk penampang
yang berbentuk “U”. Pola salurannya umumnya
lurus dan sebagian berkelok, dan sungainya
Foto 2.9. Kenampakan satuan bentangalam
berbukit cukup curam dengan lembah berbentuk
” V”,di foto kearah N 315o E pada stasiun 31.
relatif lebar. Pada tubuh sungai banyak dijumpai
akumulasi material endapan sungai berupa point
bar dan chanel bar.
Secara genetik proses geomorfologi
yang
membentuk
analisis
morfometri dan morfogenesa pada daerah
berupa pelapukan dan erosi. Proses pelapukan
penelitian serta analisis terhadap dominasi dari
yang terjadi pada bentangalam ini berupa
persentase penyebaran karakteristik atau ciri-ciri
pelapukan kimia. Pelapukan kimia yang terjadi
bentukan alam yang dijumpai di lapangan maka
yaitu dijumpainya hasil dari proses pelapukan
stadia daerah penelitian mengarah pada stadia
berupa pengelupasan kulit bawang (spheriodal
muda menjelang dewasa.
pada
bentangalam
paremeter
ini
weathering)
satuan
Berdasarkan
batuan
breksi
volkanik.
Proses pelapukan ini cukup dominan terjadi
STRATIGRAFI
pada satuan bentangalam ini.
Proses erosi yang terjadi pada bentang
Daerah penelitian tersusun oleh empat
alam ini yaitu erosi permukaan berupa gulley
satuan batuan dari tua ke muda yaitu:
erosion yaitu erosi yang disebabkan oleh hasil
1. Satuan Breksi Volkanik
kerja air pada permukaan tanah membentuk
saluran – saluran dengan ukuran kedalaman
lembahnya mengalami pendalaman tidak lebih
dari
150
cm
(Foto
bentangalam
ini
Geomorfologi
berupa
2.11).
juga
Pada
satuan
dijumpai
aspek
Rock
Slide
yang
merupakan pergerakan batuan kearah lereng
akibat
dari
pengaruh
gaya
berat
Pembahasan
Sungai yang mengalir pada satuan
satuan
breksi
volkanik ini meliputi uraian mengenai dasar
penamaan satuan, penyebaran, ciri litologi
meliputi
karakteristik
megaskopis
dan
petrografis, umur, pembentukan satuan batuan
dan hubungan stratigrafi dengan satuan lain
pada daerah penelitian.
dengan
mengikuti bidang gelincir.
tentang
Satuan breksi vulkanik ini menempati
sekitar
52,65%
dari
luas
seluruh
lokasi
penelitian atau sekitar 22,47 km. Penyebaran
bentangalam ini yaitu Salo Balang Pannara dan
satuan
Salo Balang Tompokelara dengan jenis sungai
Romangloe, Kasisang dan di daerah Salo
ini
meliputi
daerah
Tompokelara,
Balang loe, Salo Balang Allu, Salo Balang
periodik yaitu sungai yang kandungan airnya
tergantung pada musim, dimana pada musim
Lanrang dan Salo Tompokelara. Satuan Breksi
volkanik ini memiliki ketebalan tidak lebih dari
.
550 meter yang dihitung pada penampang
geologi A – B dalam Peta Geologi daerah
penelitian.
Satuan breksi volkanik yang dijumpai
pada daerah ini dalam kondisi segar berwarna
kecoklatan, dalam kondisi lapuk berwarna coklat
kehitaman bertekstur klastik kasar, sotasi buruk,
kemas terbuka, komposisi fragmen berupa
basal, matriksnya berupa Lithic tuff dan semen
berupa material volkanik, ukuran butir (0,1 – 2,2
mm) bentuk butir menyudut dengan struktur
berlapis.
Berdasarkan
analisis
petrografis
terhadap conto sayatan breksi volkanik DZ/ST.
29
FRG
dan
DZ/ST.1
FRG
Gambar 3.4
Foto mikrograf pada conto
sayatan DZ / ST. 29 / FRG terlihat mineral
Plagioklas (3-4 H) Piroksin (6I) Biotit (5D)
Olivin (5 J) Mineral Opak (3F) dan Massa
Dasar (3C) difoto dengan perbesaran 50x
pada posisi nikol silang.
2. Satuan Basal
(Fragmen)
menunjukkan warna kecoklatan pada nikol
sejajar dan abu-abu kehitaman pada nikol
silang, tekstur porfiroafanitik, ukuran mineral: 0,1
– 2,2 mm, bentuk mineral subhedral-euhedral.
Komposisi Mineral Plagioklas dengan jenis
Bytownite dengan presentase 15-25%, Piroksin
Litologi yang menyusun satuan ini yaitu
litologi Basal yang meyebar di sekitar daerah
Bontonompo,
Tombotombolo,
Campagaloe,
Pangi dan Ramba. Dalam penamaan litologi
satuan ini dilakukan dengan dua cara penamaan
yaitu deskripsi secara megaskopis dan deskripsi
dengan jenis Augit dengan presentase 10-15 %,
secara
Biotit dengan presentase 5-15%, Olivin dengan
megaskopis yaitu penamaan yang ditentukan
presentase 7-8% dan Massa Dasar dengan
presentase 43-52%, dan mineral opak dengan
presentase 5-10% maka berdasarkan deskripsi
dan komposisi mineral penyusunnya nama
batuannya Basal (Travis, 1955).
mikroskopis.
Penamaan
secara
berdasarkan tekstur, serta komposisi mineral
yang bisa teramati secara langsung oleh mata
penamaan ini dilakukan dengan menggunakan
klasifikasi batuan beku menurut Fenton, (1940).
Sedangkan pengamatan secara mikroskopis
yaitu
dengan
menggunakan
mikroskop
polarisasi, dengan melakukan pengamatan sifat
fisik dan optik mineral serta pemerian komposisi
mineral
secara
spesifik
yang
kemudian
penamaannya menggunakan klasifikasi batuan
beku menurut Travis, (1955).
Berdasarkan
Gambar3.3 Singkapan breksi volkanik pada
stasiun 1 yang difoto ke arah N 135o E.
pengamatan
secara
langsung dilapangan, litologi penyususn satuan
ini
adalah
batuan
beku
basal.
Secara
megaskopis kenampakan basal pada beberapa
stasiun menunjukkan ciri – ciri yang khas,
sebagai
contoh
pada
stasiun
20
yang
menunjukkan ciri fisik yaitu dalam keadaan
segar berwarna abu-abu kehitaman sedangkan
dalam keadaan lapuk berwarna kecoklatan,
tekstur kristalinitas : hipokristalin granularitas :
porfiroafanitik bentuk : subhedral – anhedral,
struktur scoria dengan komposisi mineral berupa
plagioklas,
piroksin,
horblende
dan
massa
Gambar 3.6 Foto mikrograf pada conto sayatan
DZ / ST. 20 terlihat mineral Plagioklas (2-3 F)
Piroksin (1I) Horblrnde(7I) Olivin (3D) dan
Massa Dasar difoto dengan perbesaran 50x
pada posisi nikol silang.
dasar, singkapan ini dijumpai pada daerah
Campagaloe.
Berdasarkan analisis petrografis
3. Satuan Intrusi Andesit
DZ/ST..16,
Litologi yang menyusun satuan ini yaitu
DZ/ST.20 dan DZ/ST.24 memperlihatkan ciri
litologi Andesit yang menyebar di sekitar daerah
berwarna kecoklatan
pada nikol sejajar dan
Salo Balang Allu. Dalam penamaan litologi
berwarna coklat kehitaman pada nikol silang,
satuan ini dilakukan dengan dua cara penamaan
kristalinitas
yaitu deskripsi secara megaskopis dan deskripsi
terhadap
conto
sayatan
nomor
hipokristalin,
granularitas
porfiroafanitik, bentuk subhedral – anhedral,
secara
tekstur
mineral
megaskopis yaitu penamaan yang ditentukan
plagioklas 5-10%, piroksin 20-25%, hornblende
berdasarkan tekstur, serta komposisi mineral
5-10%, Olivin 5-10%, dan massa dasar 50-65%.
yang bisa teramati secara langsung oleh mata
Berdasarkan
dengan
penamaan ini dilakukan dengan menggunakan
memperhatikan hasil analisis petrografis maka
klasifikasi batuan beku menurut Fenton, (1940).
batuan ini diberi nama Basal Porfiri (Travis,
Sedangkan pengamatan secara mikroskopis
1955).
yaitu
porfiroafanitik,
hal
komposisi
tersebut
diatas,
mikroskopis.
dengan
Penamaan
menggunakan
secara
mikroskop
polarisasi, dengan melakukan pengamatan sifat
fisik dan optik mineral serta pemerian komposisi
mineral
secara
spesifik
yang
kemudian
penamaannya menggunakan klasifikasi batuan
beku menurut Travis, (1955).
Penyebaran
satuan
andesit
ini
menempati sekitar 6,14 % dari seluruh luas
daerah penelitian atau sekitar 2,62 km² atau
Gambar 3.5 Singkapan batuan beku basal yang
dijumpai pada stasiun
20, difoto kearah N
800E.
merupakan satuan yang penyebarannya paling
kecil dari seluruh satuan yang ada pada lokasi
penelitian. Satuan ini menyebar pada bagian
selatan dari daerah penelitian. Satuan ini
tersingkap pada salo Balang Allu dan salo
Balang Tabinggoyang. Satuan ini menempati
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka
batuan ini diberi nama Andesit Porfiri (Travis,
1955).
daerah penelitian hingga pada ketinggian 274
meter.
Berdasarakan
pengamatan
secara
langsung dilapangan, litologi penyususn satuan
ini
adalah
batuan
beku
andesit.
Secara
megaskopis kenampakan andesit pada stasiun
10 menunjukkan ciri – ciri yaitu dalam keadaan
segar berwarna abu-abu sedangkan dalam
keadaan lapuk berwarna kecoklatan, tekstur
kristalinitas
:
hipokristalin
granularitas
:
Foto 3.7 Foto mikrograf pada conto sayatan DZ
/ ST. 10 terlihat mineral Plagioklas (3B) Piroksin
(5H) Horblrnde(5I) Mineral Opak (6H) dan
Massa Dasar difoto dengan perbesaran 50x
pada posisi nikol silang.
porfiroafanitik bentuk : subhedral – anhedral
struktur masif dengan komposisi mineral berupa
plagioklas,
horblende,
piroksin
dan
massa
STRUKTUR
dasar. Singkapan ini dijumpai pada daerah
sekitar salo Balang Allu. Berdasarkan analisis
petrografis
terhadap
conto
sayatan
nomor
Struktur geologi yang dijumpai pada
daerah penelitian terdiri dari :
DZ/ST.10 dan DZ/ST.12 memperlihatkan ciri
berwarna kecoklatan
pada nikol sejajar dan
berwarna abu-abu kehitaman pada nikol silang,
kristalinitas
hipokristalin,
1. Struktur Kekar
Menurut Billings (1968), kekar ( joint ) yaitu
granularitas
rekahan pada batuan dimana tidak ada atau
porfiroafanitik, bentuk subhedral – anhedral,
sedikit sekali mengalami pergeseran. Menurut
komposisi mineral plagioklas -10-20%, piroksin
Mc Clay (1987), kekar adalah susunan teratur
10-20%, hornblende 20-25%, mineral opak 5-
dari rekahan-rekahan menerus yang mana
7% dan massa dasar 40-50%.
rekahan itu sedikit sekali atau tidak ada
pergeseran. Sedangkan menurut Davis (1984),
Kekar adalah rekahan dalam berbagai jenis
batuan yang menerus yang mana rekahanrekahan itu bergerak sejajar terhadap bidang
rekahan. Keberadaan struktur geologi pada
daerah penelitian diindikasikan oleh adanya ciriciri berupa kekar, mata air dan gawir sesar
Foto 3.7 Singkapan batuan beku andesit yang
dijumpai pada stasiun
10, difoto kearah N
1100E
aspek fisik lainnya yaitu berupa kelurusan kontur
yang terlihat pada peta topografi, dan hasil
interpretasi peta topografi yang membuktikan
kali menunjukkan kekar yang tidak sistematis
keberadaan struktur geologi tersebut.
dengan arah umum kekar barat laut – tenggara
Berdasarkan bentuk dan genesanya maka
(N 350oE – N 80oE) (tabel 4.2). Hasil analisis
struktur kekar yang dijumpai pada daerah
data dengan menggunakan diagram roset atau
penelitian termasuk dalam kekar nonsistematik
kipas diperoleh tegasan utama maksimum (σ1)
yang dijumpai pada batuan basal (Foto 4.1),
pada arah N 350oE atau N 10o W dan tegasan
yaitu yang kekar yang tidak teratur susunannya,
utama minimum (σ3) berarah N80oE.
tidak
memotong
kekar
yang
lainnya
dan
permukaannya selalu lengkung serta tidak
berpasangan
dan
kekar
sistematik
2. Struktur Sesar
yang
Menurut Billing (1968), berdasarkan teori
dijumpai pada batuan basal (Foto. 4.2), yang
kekandasan batuan, struktur geologi berupa
dijumpai dalam bentuk saling berpasangan,
sesar akan terjadi apabila suatu bahan/batuan
membentuk suatu pola atau sistem kekar yang
dikenai
sistematik atau teratur dengan kenampakan
elastisitasnya
yang relatif sejajar terhadap satu sama lain dan
pergeseran. Oleh karena itu, dapat disimpulkan
pada beberapa tempat kenampakan kekar ini
bahwa sesar terbentuk akibat berlanjutnya gaya
membentuk suatu bidang segiempat.
yang membentuk struktur geologi sebelumnya.
suatu
gaya
yang
sehingga
melebihi
akan
batas
mengalami
Dengan demikian, sesar merupakan rekahan di
sepanjang daerah tempat terjadinya pergerakan
relatif satu blok terhadap blok batuan yang lain,
dengan gejala utama adalah adanya pergerakan
differensial pada arah yang sejajar dengan
bidang rekahan.
Sesar ( fault ) adalah suatu bidang rekahan
Gambar. 4.1 Kekar non sistematik pada batuan
basal pada stasiun 54 difoto kearah N 400E
ataupun zona rekahan yang telah mengalami
pergeseran
(Ragan,1973).
Menurut
Davis
(1984), sesar adalah rekahan menerus yang
mana
terlihat
pergeseran,
berpindah
sedangkan
tempat
menurut
Mc
oleh
Clay
(1987) sesar adalah bidang lurus tidak berlanjut
yang mana terjadi pergantian secara signifikan
disebabkan oleh adanya pergeseran. Adapun
sesar yang terdapat pada daerah penelitian
Gambar. 4.2 Kekar sistematik pada batuan
basal pada stasiun 54 difoto kearah N 540E
Hasil pengukuran kekar pada batuan basal
pada stasiun 54 yang dilakukan sebanyak 50
sesuai indikasinya, adalah :
a. Sesar Geser Tompokelara
Penamaan
sesar
pada
daerah
penelitian
berdasarkan atas sesar yang berkembang dan
daerah tempat sesar itu berkembang. Adapun
indikasi penciri sesar ini yang dapat dijumpai di
daerah penelitian antara lain :

Proses
penelitian
sebagai
pensesaran
pada
menghasilkan
hasil
proses
daerah
breksi
sesar
penghancuran
batuan yang dilewati sesar tersebut.
Dijumpai pada stasiun adanya breksi

sesar pada daerah Tompokelara dan
Gambar 4.3 Breksi sesar pada sekitar stasiun
daerah Pabaengbaeng (Foto 4.3).
44.
Adanya kelokan sungai yang tajam dan
signifikan pada Sungai Mallong yang
pada
merupakan zona sesar.

Dijumpai cermin sesar pada stasiun 57
Adanya pelurusan topografi sepanjang
zona sesar, dimana bukit-bukit disekitar
zona sesar relatif memanjang searah
dengan pelamparan sesar yaitu Timur laut
penelitian
didasarkan
pada
pendekatan teori sistem Harding, 1973 (gambar
diketahui
bahwa
mekanisme
pembentukan
struktur geologi yang terdapat pada daerah
penelitian terjadi dalam dua periode. Periode
pertama terbentuk dimana aktivitas tektonik
yang berlangsung pada kala ini mengakibatkan
– Barat Daya.
Keseluruhan
daerah
4.3). Berdasarkan hal tersebut maka dapat
(foto 4.4).

Mekanisme pembentukan struktur geologi
dari
ciri-ciri
di
atas
menunjukkan bahwa sesar yang berkembang
pada daerah penelitian ini adalah sesar geser
dan umumnya penciri sesar ditemukan di
daerah tompokelara. Berdasarkan data-data
tersebut di atas, yang dipadukan dengan hasil
analisis arah tegasan utama yang berarah Barat
laut – tengggara maka arah pergerakan Sesar
Geser Tompokelara yang bersifat mengiri
(sinistral), dimana blok yang berada di bagian
yang berada di bagian Barat Daya relatif
bergerak ke arah Timur Laut.
adanya suatu hasil gaya kompresi dengan arah
umum
berarah
tegasan
Barat
maksimumnya
Laut
–
(σ1)
relatif
Tenggara
yang
menyebabkan batuan pada daerah penelitian
mengalami
deformasi
membentuk
lipatan
homoklin. Proses gaya kompresi yang bekerja
secara terus menerus pada daerah penelitian
mengakibatkan batuan yang telah mengalami
perlipatan berada pada fase akhir tingkat
elastisitasnya, sehingga bagian pelengkungan
maksimum
pada
batuan
penyusun
daerah
penelitian mengalami peretakan atau kekar.
Pada tahapan selanjutnya, gaya tersebut terus
bekerja sehingga menyebabkan batas elastisitas
batuan yang berada pada daerah penelitian
terlampaui dan mengakibatkan batuan tersebut
mengalami fase deformasi plastis sehingga
batuan
akan
mengalami
patahan
dan
mengalami pergeseran dengan arah Barat laut –
menghasilkan
Tenggara
berlangsung sampai sekarang.
yang
membentuk
sesar
geser
alur-alur
bentangalam
yang
Tompokelara. Sesar ini terletak pada bagian
–
Utara
Selatan
daerah
penelitian.
BAHAN GALIAN
Pembentukan sesar geser Tompokelara ini
diperkirakan terjadi setelah Kala Plistosen.
Bahan galian pada daerah penelitian
tergolong
kedalam
bahan
galian
golongan
pertambangan batuan, yaitu :
SEJARAH GEOLOGI
1. Sirtu (Pasir dan Batu)
Sirtu merupakan singkatan dari pasir dan
Sejarah geologi pada daerah penelitian
ini dimulai pada kala Plistosen dimana pada
daerah penelitian terjadi aktivitas vulkanisme
bersifat eksplosif yang menghasilkan material –
material vulkanik
sampai
pasir.
pengendapan
cekungan
yang berukuran bongkah
Kemudian
material
pada
terjadi
vulkanik
lingkungan
proses
di
suatu
darat
yang
membentuk satuan breksi vulkanik. Kemudian
pada kala ini terjadi aktivitas vulkanisme yang
bersifat efusif yang menghasilkan lava yang
bersifat basaltik yang membentuk satuan basal
pada lingkungan darat. Kemudian pada kala
yang sama terjadi aktivitas vulkanik berupa
intrusi yang bersifat andesitik yang membentuk
batu( Sukandarrumidi, 1999 ). Sirtu berasal
dari endapan material sedimen sebagai hasil
dan rombakan berbagai macam batuan yang
kemudian
terbawa
oleh
air
sungai
dan
terendapkan di sepanjang sungai pada daerah
ini. Sirtu pada daerah penelitian ini terdapat
banyak di Sungai Maridi dan sungai Karondang.
Sebagian besar material pada sirtu ini berasal
dari basal. Sirtu pada daerah ini berukuran dari
pasir hingga bongkah. Sirtu dapat dimanfaatkan
sebagai bahan bangunan dan sebagai bahan
pelapis jalan. Sirtu pada daerah ini mempunyai
dimensi
yang
cukup
besar
namun
aksesibilitasnya yang kurang memadai sehingga
kurang potensial untuk ditambang.
satuan andesit.
Pada post plistosen terjadi aktivitas
tektonik yang menyebabkan gaya kompresi
yang
berarah
barat
laut
ke
tenggara
menghasilkan lipatan dan kekar. Proses gaya
kompresi
meningkat
yang
terus
berkelanjutan
mengakibatkan
dan
terjadinya
pergeseran pada kekar – kekar batuan sehingga
membentuk
suatu
zona
sesar
geser
tompokelara yang bersifat Sinistral (mengiri).
Kemudian terjadi proses geologi muda yakni
berupa proses erosi, denudasi dan pelapukan,
Foto 6.1 Bahan galian pasir dan batu (Sirtu)
pada salo Balang Pannara difoto kearah N3000E
Bahan galian sirtu ini dijumpai pada
daerah sepanjang sungai Balang pannara,
bahan galian ini mempunya dimensi yang cukup
besar dan sudah dimanfaatkan oleh masyarakat
mineral, serta dapat dipetakan dalam
sekitar sebagai bahan baku konstruksi dan
skala
infrastrukstur lainnya pada daerah tersebut.
penelitian disusun oleh tiga satuan
1
:
25.000,
maka
daerah
batuan yaitu satuan Breksi Vulkanik,
satuan basal dan satuan intrusi andesit.
PENUTUP

struktur
geologi
yang
berkembang di daerah penelitian yakni
1. Kesimpulan
lipatan homoklin, keterdapatan kekar
Setelah melakukan penelitian pada daerah
sistematik dan kekar nonsistematik ,dan
penelitian, maka bisa ditarik kesimpulan bahwa
breksi sesar di bagian barat daerah
kondisi geologi di daerah penelitian ini secara
penelitian sehingga dapat disimpulkan
umum yakni:

Berdasarkan
bahwa sesar yang bekerja adalah sesar
Berdasarkan aspek geomorfologi yaitu:
pendekatan
relief,
morfometri
lereng
bentuk
(persentase
dan
beda
geser
dan
maka
geomorfologi daerah penelitian dibagi
Morfologi
Bergelombang/
Berbukit
Miring
dan
bergerak
berarah N350 E.

Sejarah
geologi
daerah
penelitian
berlangsung pada Kala Plistosen.
menjadi dua satuan morfologi, yaitu
Satuan
yang
secara sinistral dengan tegasan utama
kemiringan
tinggi)
Tompokelara

Bahan
galian
yang
terdapat
pada
daerah penelitian adalah bahan galian
Satuan
sirtu (Pasir dan Batu).
Morfologi Berbukit Cukup Curam. Pada
daerah penelitian bentuk penampang
sungai
yang
dijumpai
yaitu
sungai
DAFTAR PUSTAKA
dengan penampang berbentuk huruf
‘’U’’ dan “V”, tipe genetik sungai yang
berkembang
di
daerah
penelitian
berupa tipe insekuen dan subsekuen
sungai yaitu sungai periodik dan sungai
Billings, M. P., 1968, Structural Geology,
Second edition, Prentice of India Private
Limited, New Delhi.
episodik. Dari hasil analisa berbagai
Boggs,
dengan pola aliran paralel, dengan jenis
aspek
Geomorfologi
disimpulkan
bahwa
tersebut
stadia
daerah
penelitian termasuk dalam stadia muda
menjelang dewasa.

Asikin, S., 1979. Dasar – Dasar Geologi
Struktur. Departemen Teknik Geologi,
Institut Teknologi Bandung, Indonesia.
Berdasarkan lithostratigrafi tidak resmi
batuan
penelitian
yang
menyusun
berdasarkan
ciri
daerah
litologi,
dominasi dan keseragaman komposisi
Jr., Sam, 1991. Petrology of
Sedimentary
Rocks.
Cambridge
University Press, Cambridge.
Sukamto, R. and S. Supriatna, 1982. Geologi
lembar Ujungpandang, Benteng dan
Sinjai, Sulawesi (The Geology of the
Ujungpandang, Benteng and Sinjai
Quadrangles, Sulawesi), Geol. Res.
and Dev. Centre, Bandung.
Geodetic, Edisi I – 1991, Peta Rupa Bumi
Indonesia
Lembar
Bantaeng
(2010-34) Skala 1 : 50.000, Bakosurtanal,
Bogor.
Ikatan Ahli Geologi Indonesia. 1996. Sandi
Stratigrafi Indonesia. Bidang Geologi
dan Sumber Daya Mineral. Jakarta.
Indonesia.
Kaharuddin MS.,
Universitas
Indonesia.
1988, Field
Hasanuddin,
Geology,
Makassar,
Pemerintah Republik Indonesia. 2009. Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor
4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara.
Pettijohn, F.J., 1956. Sedimentary Rocks ,
Second Edition. Springer – Verlag New
York Inc., USA.
Sukamto, Rab., 1975, Perkembangan Tektonik
Sulawesi
dan
Sekitarnya
yang
Merupakan Sintesis yang Berdasarkan
Tektonik Lempeng, Penelitian dan
Pengembangan
Geologi
Direktorat
Pertambangan
Umum
Departemen
Pertambangan Dan Energi, Bandung,
Indonesia.
Travis, R.B., 1955, Classification of Rock
Volume 50, Colorado School of Mines.
Thornbury, W. D., 1954, Principles of
Geomorphology, Second edition,
John Willey & Sons, Inc, New York,
USA.
Van Zuidam, R.A., 1985, Aerial Photo –
Interpretation in Terrain Analysis and
Geomorphologic Mapping, Smith
Publisher – The Hague, Enschede,
Netherland.
Download