Hari Raya Galungan dalam budaya Bali

advertisement
Hari Raya Galungan dalam budaya Bali
Galungan diambil dari bahasa Jawa kuno yang berarti “bertarung’. Disebut
juga “dungulan” berarti “menang”. Menurut lontar Purnama Bali Dwipa, Hari Raya
Galungan pertama kali dirayakan pada hari purnama kapat (budha kliwon
dungulan) di tahun 882 masehi atau tahun saka 804. Lontar diibaratkan pustaka
suci (yang disucikan) atau kitab pedoman dan disimpan oleh umat Hindu. Galungan
dirayakan sebanyak 2 kali dalam setahun kalender masehi.
Hari Raya Galungan sempat dihentikan perayaannya pada masa Raja Sri
Ekajaya (tahun saka 1103) dan Raja Dhamadi. Namun, saat Galungan dihentikan
perayannya, banyak terjadi musibah dan malapetaka yang menimpa Bali. Saat itu
banyak pejabat-pejabat yang wafat diusia yang relative masih muda. Saat Raja
Sri Dhamadi mangakat dan digantikan Raja Sri Jayakusunu pada tahun 1126 saka,
barulah Galungan dirayakan kembali setelah beberapa puluh tahun tidak
dirayakan, dan semua kejadian di Bali kembali seperti semula.
Apabila hari Raya Galungan itu sedang bertepatan dengan Purnama,
Galungan diadakan dengan upacara yang lebih utama (lebih awal) dan lebih
meriah. Dan menurut keyakinan leluhur, pada hari purnama itu adalah hari yang
diberkahi oleh Sanghyang Ketu, yaitu dewa kecermelangan. Ketu artinya terang
(lawing katanya adalah Rau, yang berarti gelap). Karena itu, Galungan yang
bertepatan di hari purnama disebut “Galungan Nadi”, yang dating sekitar kurun
waktu 10 tahun sekali.
Satu hari sebelum Hari Galungan yaitu pada hari Selasa, diadakan upacara
pembersihan diri. Dan pada hari Raya Galungan, para umat Hindu Bali pergi
membawa sesajen untuk diberikan kepada dewa. Kemudian, pada keesokan
harinya setelah Hari Galungan, hari Kamis, seluruh masyarakat Bali yang
beragama Hindu bersama-sama menikmati sisa sajian dan sembahyang di rumah
masing-masing pada saat fajar menyingsing dengan air wangi dan air suci. Lalu,
saling berkunjung dan mendoakan. Pada hari berikutnya dinamakan “Sabtu Pon
Dungulan”, hari itu melambangkan kembalinya dewata ke surga. Di hari ini seluruh
umat Hindu di Bali dianjurkan untuk menghaturkan canang mereka dan matirtra
gocara. Pada Hari Raya Galungan hendaknya pemberian sesajian dilaksanakan
pada pagi hari karena saat tengah hari para dewata sudah kembali ke surga.
Secara filosofis, Hari Raya Galungan dimaksudkan agar umat Hindu dapat
membedakan dorongan hidup antara adharma dan budhi atma (dharma =
kebenaran) di dalam diri manusia. Kebahagiaan bisa diraih saat kita memiliki
kemampuan untuk menguasai kebenaran. Di sisi lain, upacara Galungan diartikan
untuk menyatukan kekuatan rohani agar umat Hindu mendapat pendirian secara
pikiran yang terang, yang merupakan wujud dharma dalam diri manusia. Jadi, inti
secara keseluruhan Galungan adalah hari dimana menyatukan kekuatan rohani
agar mendapat pikiran yang terang dalam wujud dharma (dewata dalam
kebenaran).
Sumber : Wikipedia dan Google
Nama : Steyfanny Dewijetty
Kelas : 1SA05…………………….
NPM : 18613649…….....…….
Download