FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DIABETES MELITUS TIPE 2 PADA LANJUT USIA DI POS PEMBINAAN TERPADU KELURAHAN CEMPAKA PUTIH TAHUN 2012 SKRIPSI OLEH: ERNIATI NIM: 108101000019 PEMINATAN GIZI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN GIZI Skripsi, 22 Mei 2013 ERNIATI, NIM : 108101000019 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Lanjut Usia di Pos Pembinaan Terpadu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 xiv + 89 halaman, 19 tabel, 9 Grafik, 5 lampiran ABSTRAK Meningkatnya populasi lansia dan juga terjadinya perubahan gaya hidup akibat pengaruh globalisasi mengakibatkan timbulnya transisi epidemiologi dimana terjadi pergeseran pola penyakit menular yang diganti oleh penyakit degeneratif. Salah satu penyakit degeneratif yang menjadi masalah penting pada lansia adalah diabetes melitus (DM) di mana jenis DM pada lansia umumnya adalah DM tipe 2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan DM tipe 2 pada lansia di posbindu Kelurahan Cempaka Putih tahun 2012. Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi analitik dengan desain cross sectional. Pengambilan data dilakukan melalui pengukuran gula darah dengan glucosemeter, wawancara dengan kuesioner dan FFQ semikuantitatif serta pengukuran lingkar pinggang dengan pita meteran. Responden penelitian ini adalah lansia yang berusia ≥60 tahun yang dipilih melalui metode simple random sampling. Analisis data dalam penelitian ini terdiri dari analisis data univariat, bivariat dengan menggunakan uji chi-square dan uji t independen serta analisis data multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi DM tipe 2 pada lansia sebesar 21.5%. Berdasarkan hasil uji bivariat dengan tingkat kemaknaan 10% dapat diketahui bahwa faktor yang berhubungan dengan DM tipe 2 adalah konsumsi serat, konsumsi magnesium, beban glikemik, aktivitas fisik, dan riwayat keluarga DM. Sedangkan faktor yang tidak berhubungan terhadap DM tipe 2 adalah konsumsi lemak, merokok, dan lingkar pinggang. Dan berdasarkan hasil uji multivariat diperoleh bahwa faktor risiko yang paling dominan terhadap DM tipe 2 adalah riwayat keluarga DM. Oleh karena itu, disarankan untuk melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan berupa peningkatan motivasi dan kesadaran masyarakat tentang gaya hidup sehat dan pola makan yang baik terutama mereka yang sudah memiliki riwayat keluarga DM melalui penyuluhan ke sekolah – sekolah dengan materi penyuluhan yang spesifik untuk penyakit DM, pengadaan kegiatan jalan kaki sore atau senam lansia yang dipandu salah satu lansia, pemberian informasi tentang manfaat dan sumber serat yang baik, serta pembentukan lebih banyak posbindu agar bisa menjangkau semua lansia yang ada dalam kelurahan tersebut. Daftar bacaan : 57 (1991 – 2010) FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM SPECIALISATION OF NUTRITION Undergraduate Thesis, May 22nd,2013 ERNIATI, NIM: 108101000019 The Factors That Associated with Type 2 Diabetes Mellitus in Elderly at Posbindu Cempaka Putih Village 2012 xiv + 89 pages, 19 tables, 9 graphs, 5 attachments ABSTRACT Increased of elderly population and also a change in lifestyle due to the influence of globalization resulted in epidemiological transition in which a shift in the pattern of infectious diseases replaced by degenerative diseases. One of degenerative diseases which is an important problem in elderly is diabetes mellitus (DM) especially type 2 diabetes mellitus. This study aims to determine the factors that associated with type 2 diabetes in elderly at Posbindu Cempaka Putih Village in 2012. This study is an analytic epidemiologic study with cross-sectional design. Data is collected by measuring blood sugar with glucosemeter, interviews with questionnaires and semiquantitative FFQ and the measurement of waist circumference with measuring tape. Respondents of this study were elderly aged ≥ 60 years that were selected through simple random sampling method. Analysis of the data in this study consists of univariate analysis, bivariate analysis using the chi-square test and independent t-test and multivariate analysis using multiple logistic regression. The results showed that the prevalence of type 2 diabetes in the elderly was 21.5%. Based on the results of the bivariate test with a significance level of 10% can be known that the factors that are associated with type 2 diabetes is the consumption of fiber, magnesium intake, glycemic load, physical activity, and family history of diabetes. While the factors that are not related to type 2 diabetes is fat consumption, smoking, and waist circumference. And based on the results of multivariate analysis, it is found that family history of diabetes is the most dominant factor associated with type 2 diabetes mellitus. Therefore, it is advisable to carry out prevention and control efforts by increasing motivation and awareness of a healthy lifestyle and a good diet, especially those who already have a family history of diabetes through counseling to schools with counseling materials specific to diabetes, implementing afternoon walk activities or doing gymnastics which guided by one of the elderly, providing information about the benefits and good sources of fiber and magnesium, as well as the formation of more posbindu in order to reach all the elderly in the village. Reference: 57 (1991 - 2013) vi DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Erniati Tempat/Tanggal Lahir : Sidojadi, 14 November 1990 Jenis Kelamin : Perempuan Status : Belum Menikah Kewarganegaraan : Indonesia Agama : Islam No Telepon/Hp : 085297774831 Email : [email protected] Alamat : Desa Sidojadi, Kec. Bukit Malintang, Kab. Mandailing Natal, Sumatra Utara Riwayat Pendidikan: 1996 – 2002 SD Indpres No 144446 Lumban Dolok 2002 – 2005 MTsN Siabu 2005 – 2008 MAN 2 Model Padangsidimpuan 2008 – Sekarang Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta vii KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr. Wb Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang telah memberikan rahmat, karunia dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Faktor-faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 pada Lanjut Usia di Pos Pembinaan Terpadu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012”. Dalam Penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapat dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Orang tua dan Abang yang selalu mendoakan dan memberikan support agar penulis tetap semangat dalam proses penyusunan skripsi. 2. Prof. Dr. (hc).dr. M.K Tadjudin, Sp.And. selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Febrianti, M.Si selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini. 4. Ibu Catur Rosidati, SKM. MKM sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini. 5. Seluruh dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat yang sudah memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis. viii 6. Staf Puskesmas Ciputat Timur dan Kader Kelurahan Cempaka Putih yang telah membantu penulis dalam pengambilan data di Kelurahan Cempaka Putih. 7. Para lansia yang sudah bersedia jadi responden dalam penelitian skripsi ini. 8. Teman seperjuangan (Eka, Rini, dan Titi) yang telah membantu dalam pengambilan data skripsi. 9. Semua pihak yang terkait dalam penyusunan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sehingga menjadi sebuah ilmu dan pembelajaran bagi penulis di masa yang akan datang. Wassalamualaikum, Wr. Wb. Jakarta, 22 Mei 2013 ERNIATI ix DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. i ABSTRAK ........................................................................................................ ii LEMBAR PERSETUJUAN .............................................................................. iv LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ v DAFTAR RIWAYAT HIDUP........................................................................... vi KATA PENGANTAR ...................................................................................... vii DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii DAFTAR BAGAN .......................................................................................... xiv DAFTAR GRAFIK ........................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xvi BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 4 1.3 Pertanyaan Penelitian .................................................................... 5 1.4 Tujuan ........................................................................................... 7 1.5 Manfaat .......................................................................................... 8 1.6 Ruang Lingkup ............................................................................... 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 10 2.1 Lanjut Usia .................................................................................. 10 x 2.2 Diabetes Melitus .......................................................................... 10 2.3 Kerangka Teori ............................................................................ 22 BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ............ 24 3.1 Kerangka Konsep ........................................................................ 24 3.2 Definisi Operasional ................................................................... 27 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 30 4.1 Desain Penelitian ........................................................................ 30 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 30 4.3 Populasi dan Sampel Penelitian .................................................. 30 4.4 Pengumpulan Data ....................................................................... 33 4.5 Pengolahan Data .......................................................................... 37 4.6 Analisis Data ................................................................................ 40 BAB V HASIL ................................................................................................. 43 5.1 Gambaran Umum Posbindu Kelurahan Cempaka Putih ............. 43 5.2 Analisis Univariat ....................................................................... 44 5.2.1 Gambaran DM Tipe 2 ........................................................ 44 5.2.2 Gambaran Konsumsi Serat ................................................ 45 5.2.3 Gambaran Konsumsi Lemak ............................................. 46 5.2.4 Gambaran Konsumsi Magnesium ..................................... 47 5.2.5 Gambaran Beban Glikemik ............................................... 49 5.2.6 Gambaran Aktivitas Fisik .................................................. 50 5.2.7 Gambaran Kebiasaan Merokok ......................................... 50 xi 5.2.8 Gambaran Riwayat Keluarga DM ..................................... 51 5.2.9 Gambaran Lingkar Pinggang ............................................. 51 5.3 Analisis Bivariat .......................................................................... 52 5.3.1 Hubungan Konsumsi Serat dengan DM Tipe 2 ................. 52 5.3.2 Hubungan Konsumsi Lemak dengan DM Tipe 2 .............. 52 5.3.3 Hubungan Konsumsi Magnesium dengan DM Tipe 2 ...... 53 5.3.4 Hubungan Beban Glikemik dengan DM Tipe 2 ................ 53 5.3.5 Hubungan Aktivitas Fisik dengan DM Tipe 2 .................. 54 5.3.6 Hubungan Merokok dengan DM Tipe 2 ........................... 54 5.3.7 Hubungan Riwayat Keluarga DM dengan DM Tipe 2 ...... 55 5.3.8 Hubungan Lingkar Pinggang dengan DM Tipe 2 ............. 55 5.4 Analisis Multivariat ..................................................................... 56 BAB VI Pembahasan ....................................................................................... 59 6.1 Keterbatasan Penelitian ............................................................... 59 6.2 Gambaran DM Tipe 2 ................................................................. 60 6.3 Hubungan Konsumsi Serat dengan DM Tipe 2 ........................... 62 6.4 Hubungan Konsumsi Lemak dengan DM Tipe 2 ........................ 64 6.5 Hubungan Konsumsi Magnesium dengan DM Tipe 2................. 67 6.6 Hubungan Beban Glikemik dengan DM Tipe 2 .......................... 68 6.7 Hubungan Aktivitas Fisik dengan DM Tipe 2 ............................. 71 6.8 Hubungan Merokok dengan DM Tipe 2 ...................................... 73 6.9 Hubungan Riwayat Keluarga DM dengan DM Tipe 2 ................ 74 xii 6.10 Hubungan Lingkar Pinggang dengan DM Tipe 2 ...................... 76 BAB VII Simpulan dan Saran .......................................................................... 79 7.1 Simpulan ..................................................................................... 79 7.2 Saran ........................................................................................... 81 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 83 xiii DAFTAR TABEL No Tabel Judul Tabel Halaman 3.1 27 Definisi Operasional 4.1 31 Hasil Perhitungan Besar Sampel 5.1 Jumlah Anggota Posbindu di Kelurahan Cempaka Putih 43 Tahun 2012 5.2 Gambaran Karakteristik Responden di Kelurahan Cempaka 44 Putih Tahun 2012 5.3 Gambaran Konsumsi Serat Pada Lansia di Posbindu 45 Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 5.4 Gambaran Konsumsi Lemak Pada Lansia di Posbindu 46 Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 5.5 Gambaran Konsumsi Magnesium Pada Lansia di Posbindu 47 Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 5.6 Gambaran Beban Glikemik Pada Lansia di Posbindu 49 Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 5.7 Distribusi Rata-rata Konsumsi Serat Berdasarkan DM Tipe 52 2 Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 5.8 Distribusi Rata-rata Konsumsi Lemak Berdasarkan DM 52 Tipe 2 Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 5.9 Distribusi Rata-rata Konsumsi Magnesium Berdasarkan DM 53 Tipe 2 Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 5.10 Distribusi Rata-rata Beban Glikemik Berdasarkan DM Tipe 53 2 Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 5.11 Distribusi Responden Menurut Aktivitas Fisik dengan DM 54 Tipe 2 Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 5.12 Distribusi Responden Menurut Kebiasaan Merokok dengan 54 DM Tipe 2 Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 5.13 Distribusi Responden Menurut Riwayat Keluarga DM 55 dengan DM Tipe 2 Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 5.14 Distribusi Responden Menurut Lingkar Pinggang dengan 55 DM Tipe 2 Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 xiv No Tabel 5.15 5.16 5.17 Judul Tabel Halaman Hasil Analisis Bivariat Hasil Analisis Bivariat Faktor57 Faktor yang Berhubungan dengan DM Tipe 2 Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik Ganda antara 57 Konsumsi Serat, Konsumsi Magnesium, Beban Glikemik, Aktivitas Fisik, dan Riwayat Keluarga DM dengan DM Tipe 2 Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 Hasil Analisis Multivariat antara Konsumsi Serat, 58 Aktivitas Fisik, dan Riwayat Keluarga DM dengan DM Tipe 2 pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 DAFTAR BAGAN No Bagan Judul Bagan Halaman 2.1 Kerangka Teori 23 3.1 Kerangka Konsep 26 4.1 Tahapan Penentuan Status DM 35 xv DAFTAR GRAFIK No Grafik 5.1 5.2 5.3 5.4 5.5 5.6 5.7 5.8 Judul Grafik Halaman Distribusi DM Tipe 2 Pada Lansia di Posbindu Kelurahan 45 Cempaka Putih Tahun 2012 Distribusi Frekuensi Konsumsi Serat Pada Lansia Posbindu 46 di Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 Distribusi Frekuensi Konsumsi Lemak Pada Lansia 47 Posbindu di Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 Distribusi Frekuensi Konsumsi Magnesium Pada Lansia di 48 Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 Distribusi Frekuensi Beban Glikemik Pada Lansia 49 Posbindu di Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 Distribusi Aktivitas Fisik Pada Lansia di Posbindu 50 Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 Distribusi Merokok Pada Lansia di Posbindu Kelurahan 50 Cempaka Putih Tahun 2012 51 Distribusi Riwayat Keluarga DM Pada Lansia Posbindu di Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 5.9 Distribusi Lingkar Pinggang Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 51 xvi DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Form Pernyataan Persetujuan Responden Lampiran 2 Form Kuesioner Lampiran 3 Form FFQ Semikuantitatif Lampiran 4 Hasil Analisis Data Lampiran 5 Surat Izin Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan teknologi yang tengah terjadi akibat adanya globalisasi berdampak pada perubahan karakteristik demografi masyarakat. Persaingan ekonomi telah mendorong orang untuk mementingkan karir dan menunda berkeluarga atau mempunyai anak. Demikian pula, harapan hidup dapat diperpanjang akibat kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran yang telah dicapai saat ini. (Sriyana, 2008). Akibat adanya pembangunan di segala bidang tersebut menimbulkan terjadinya transisi demografi di mana awalnya kondisi penduduk ditandai dengan tingkat fertilitas dan mortalitas yang tinggi yang berubah menjadi keadaan penduduk dengan tingkat fertilitas dan mortalitas yang rendah. Transisi demografi ini mengubah struktur populasi penduduk menuju ageing population yang ditandai dengan percepatan pertumbuhan penduduk lanjut usia (lansia). Proporsi penduduk lansia di Indonesia mengalami peningkatan cukup signifikan selama 30 tahun terakhir dengan populasi 5,3 juta jiwa (4,48 persen dari total keseluruhan penduduk Indonesia) pada tahun 1971 menjadi 19,3 juta (8,37 persen dari total keseluruhan penduduk Indonesia) pada tahun 2009 (Komnas Lansia, 2010). Dan menurut proyeksi Bappenas jumlah penduduk lansia 60 tahun atau lebih akan meningkat dari 18.1 juta pada 2010 menjadi dua kali lipat (36 juta) pada 2025. Proses menua menghasilkan perubahan fisiologis yang menyebabkan disfungsi organ dan kegagalan suatu organ atau sistem tubuh tertentu (Fatmah, 2010). Jenis 1 2 penyakit yang sering dikaitkan dengan proses penuaan adalah penyakit degeneratif (Timmreck, 2004). Meningkatnya populasi lansia dan juga terjadinya perubahan gaya hidup akibat pengaruh globalisasi dapat mengakibatkan timbulnya transisi epidemiologi dimana terjadi pergeseran pola penyakit menular yang diganti oleh penyakit degeneratif. Salah satu penyakit degeneratif yang menjadi masalah penting pada lansia adalah diabetes melitus (DM). DM merupakan penyakit metabolik yang berlangsung kronik dimana penderita diabetes tidak bisa memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau tubuh tidak mampu menggunakan insulin secara efektif sehingga terjadilah kelebihan glukosa di dalam darah dan baru dirasakan setelah terjadi komplikasi lanjut pada organ tubuh. DM sering disebut sebagai the great imitator karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan dengan gejala sangat bervariasi (Misnadiarly, 2006). DM jangka panjang menimbulkan rangkaian gangguan metabolik yang menyebabkan kelainan patologis makrovaskular dan mikrovaskular. Komplikasi mikrovaskuler yang berkaitan dengan DM meliputi retinopati, nefropati dan neuropati. Pengidap DM menghadapi peningkatan risiko untuk menderita penyakit kardiovaskular, serebrovaskular dan penyakit vascular perifer (Gibney, 2008). Pada lansia komplikasi DM akan lebih cepat muncul dibandingkan dengan kelompok usia lainnya. Hal ini disebabkan karena pada lansia sendiri sudah terjadi penurunan fungsi sistem organ tubuh yang menjadikan risiko terjadinya komplikasi DM pada lansia menjadi lebih besar. Misalnya penyakit katarak, penyakit ini biasa terlihat pada orang usia lanjut akibat adanya pengerasan lensa yang tak terhindarkan. Namun, 3 pada penderita DM penyakit ini bisa muncul sekitar 10 tahun lebih awal daripada nonDM (Ali, 2010). Pada tahun 2000 Indonesia menduduki peringkat keempat jumlah pengidap diabetes terbanyak di dunia setelah Amerika Serikat, China, dan India dimana posisi Indonesia pada tahun 2030 diperkirakan tetap bertahan dalam daftar 4 besar negara dengan jumlah penderita diabetes terbanyak di dunia dan diprediksi akan terjadi kenaikan jumlah pengidap DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030 (Wild, 2004). DM pada lansia umumnya adalah DM tipe 2 (Misnadiarly, 2006). Menurut hasil penelitian Handayani (2003), faktor-faktor risiko DM tipe 2 meliputi inaktivitas, riwayat keluarga DM, umur ≥45 tahun, dan praktik yang buruk dalam mencegah DM. Sedangkan menurut Bazzano (2005), faktor-faktor risiko DM yang dapat dimodifikasi terdiri dari obesitas, asupan alkohol, merokok, inaktivitas fisik, dan faktor diet seperti asupan lemak, serat, serta beban glikemik. Selain itu, Lopez-Ridaura (2004) membuktikan bahwa asupan magnesium memiliki hubungan berbanding terbalik dengan risiko DM. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 55-64 tahun menduduki ranking ke-2 baik pada laki-laki (10.5%) maupun perempuan (12%) di mana penyebab kematian ke-1 adalah stroke dengan persentase 22.5% pada laki-laki dan 20.7% pada perempuan. Dan menurut data Dinas Kesehatan Tangerang Selatan (Dinkes Tangsel) tahun 2011, DM juga merupakan penyakit kedua terbanyak pada lansia. Dengan demikian, DM masih menjadi masalah kesehatan yang penting pada lansia yang 4 berada di wilayah Tangerang Selatan, termasuk Kelurahan Cempaka Putih yang menjadi wilayah kerja Puskesmas Ciputat Timur. Itulah sebabnya penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan DM tipe 2 pada lansia di Kelurahan Cempaka Putih. 1.2 Rumusan Masalah Menurut data Riskesdas (2007), prevalensi DM pada kelompok lansia sudah berada di atas prevalensi nasional 1,1%, yaitu sebesar 3,7% pada kelompok usia 55 – 64 tahun, 3,4% pada kelompok usia 65–74 tahun, dan 3,2% pada kelompok usia 75 tahun ke atas. Hal ini menunjukkan bahwa DM merupakan masalah kesehatan yang penting bagi lansia. Menurut data Dinkes Tangsel (2011) DM merupakan penyakit kedua terbanyak pada lansia di wilayah Tangsel. Dan penyakit ini juga termasuk dalam daftar 10 besar penyakit terbanyak pada lansia berdasarkan laporan bulanan (LB1) bulan Januari – Juni tahun 2012 di Puskesmas Ciputat Timur. Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih diperoleh bahwa persentase lansia yang menderita DM sebanyak 30%. Persentase ini jauh berada di atas prevalensi nasional 1,1%. Dengan demikian, DM masih menjadi masalah kesehatan bagi lansia yang terdaftar di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih. Faktor risiko terjadinya DM tipe 2 terdiri dari faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik terdiri dari riwayat keluarga DM dan etnis/ras. Sedangkan faktor risiko lingkungan yang utama untuk terjadinya DM meliputi: usia, obesitas dan obesitas pada bagian perut, faktor makanan/gizi serta jarang melakukan aktivitas fisik (Gibney, 2008). Faktor diet yang berperan dalam timbulnya DM terdiri dari asupan serat, 5 konsumsi lemak, alkohol, magnesium dan beban glikemik (Bazzano (2005) dan Lopez Ridaura (2004)). Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan diperoleh persentase lansia yang memiliki tingkat aktivitas fisik kurang sebesar 60%, merokok sebesar 10%, yang mempunyai riwayat keluarga DM sebesar 30%, dan yang memiliki ukuran lingkar pinggang berisiko sebesar 60%. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan DM tipe 2 pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih. 1.3 Pertanyaan Penelitian 1) Bagaimana gambaran DM tipe 2 pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012? 2) Bagaimana gambaran konsumsi serat pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012? 3) Bagaimana gambaran konsumsi lemak pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012? 4) Bagaimana gambaran konsumsi magnesium pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012? 5) Bagaimana gambaran beban glikemik pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012? 6) Bagaimana gambaran aktivitas fisik pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012? 7) Bagaimana gambaran merokok pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012? 6 8) Bagaimana gambaran riwayat keluarga DM pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 9) Bagaimana gambaran lingkar pinggang pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012? 10) Apakah ada hubungan antara konsumsi serat dengan kejadian DM tipe 2 pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012? 11) Apakah ada hubungan antara konsumsi lemak dengan kejadian DM tipe 2 pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012? 12) Apakah ada hubungan antara konsumsi magnesium dengan kejadian DM tipe 2 pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012? 13) Apakah ada hubungan antara beban glikemik dengan kejadian DM tipe 2 pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012? 14) Apakah ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian DM tipe 2 pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012? 15) Apakah ada hubungan antara merokok dengan kejadian DM tipe 2 pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012? 16) Apakah ada hubungan antara riwayat keluarga DM dengan kejadian DM tipe 2 pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012? 17) Apakah ada hubungan antara lingkar pinggang dengan kejadian DM tipe 2 pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012? 18) Apa faktor yang paling dominan berhubungan dengan DM tipe 2 pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih tahun 2012? 7 1.4 Tujuan 1.4.1 Tujuan Umum Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan DM tipe 2 pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012. 1.4.2 Tujuan Khusus 1) Mengetahui gambaran DM tipe 2 pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 2) Mengetahui gambaran konsumsi serat pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 3) Mengetahui gambaran konsumsi lemak pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 4) Mengetahui gambaran konsumsi magnesium pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 5) Mengetahui gambaran beban glikemik pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 6) Mengetahui gambaran aktivitas fisik pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 7) Mengetahui gambaran merokok pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 8) Mengetahui gambaran riwayat keluarga DM pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 9) Mengetahui gambaran lingkar pinggang pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 8 10) Mengetahui hubungan antara konsumsi serat dengan kejadian DM tipe 2 pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 11) Mengetahui hubungan antara konsumsi lemak dengan kejadian DM tipe 2 pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 12) Mengetahui hubungan antara konsumsi magnesium dengan kejadian DM tipe 2 pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 13) Mengetahui hubungan antara beban glikemik dengan kejadian DM tipe 2 pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 14) Mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian DM tipe 2 pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 15) Mengetahui hubungan antara merokok dengan kejadian DM tipe 2 pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 16) Mengetahui hubungan antara riwayat keluarga DM dengan kejadian DM tipe 2 pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 17) Mengetahui hubungan antara lingkar pinggang dengan kejadian DM tipe 2 pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 18) Mengetahui faktor yang paling dominan berhubungan dengan DM tipe 2 pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih tahun 2012 1.5 Manfaat 1.5.1 Bagi Puskesmas Ciputat Timur Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan dasar untuk merancang program kegiatan untuk mengatasi permasalahan DM pada lansia. 9 1.5.2 Bagi Masyarakat Kelurahan Cempaka Putih Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat Kelurahan Cempaka Putih terkait faktor-faktor yang berhubungan dengan DM pada lansia sehingga dapat menumbuhkan kesadaran untuk menerapkan pola hidup sehat yang dapat mencegah penyakit DM. 1.5.3 Bagi Peneliti lain Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan acuan bagi peneliti lain untuk meneliti faktor yang berhubungan dengan DM tipe 2 pada lansia secara lebih mendetail dan mendalam. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian ini meneliti tentang faktor-faktor yang berhubungan terhadap DM tipe 2 pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih tahun 2012. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional yang dilaksanakan pada bulan September 2012 – Mei 2013 oleh mahasiswa peminatan Gizi Program Studi Kesehatan Masyarakat. Pengambilan data dilakukan melalui pengukuran gula darah dengan glucosemeter, wawancara dengan kuesioner dan FFQ semikuantitatif serta pengukuran lingkar pinggang dengan pita meteran. Responden penelitian ini adalah lansia yang berusia ≥60 tahun yang dipilih melalui metode simple random sampling. 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanjut Usia Lansia merupakan kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses perubahan secara bertahap dalam jangka waktu tertentu. Menurut WHO, lansia dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu: 1. Usia pertengahan (middle age) : usia 45 – 59 tahun 2. Lansia (elderly) : usia 60 – 74 tahun 3. Lansia tua (old) : usia 75 – 90 tahun 4. Usia sangat tua (very old) : usia di atas 90 tahun Sedangkan Depkes RI (2006) memberikan batasan lansia sebagai berikut: 1. Virilitas (prasenium): masa persiapan usia lanjut yang menampakkan kematangan jiwa (usia 55 -59 tahun). 2. Usia lanjut dini (senescen): kelompok yan mulai memasuki masa usia lanjut dini (usia 60 – 64 tahun). 3. Lansia berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif: usia di atas 65 tahun (Fatmah, 2010). 2.2 Diabetes Melitus (DM) 2.2.1 Definisi DM DM adalah sekelompok kelainan yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia). Mungkin terdapat penurunan dalam kemampuan tubuh untuk 10 11 berespons terhadap insulin dan/atau penurunan atau tidak adanya pembentukan insulin oleh pankreas. Kondisi ini mengarah pada hiperglikemia, yang dapat menyebabkan terjadinya komplikasi metabolik akut seperti ketoasidosis diabetik dan sindrom hiperglikemik hiperosmolar non-ketosis (HHNK). Hiperglikemia jangka panjang dapat menunjang terjadinya komplikasi mikrovaskular kronis (penyakit ginjal dan mata) serta komplikasi neuropati. Diabetes juga berkaitan dengan peningkatan kejadian penyakit makrovaskular, termasuk infark miokard, stroke, dan penyakit vascular perifer (Baughman, 2000). 2.2.2 Diagnosis DM Diagnosis harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah dan tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaaan yang dipakai. Untuk diagnosis DM, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah seyogyanya dilakukan di laboratorium klinik yang terpercaya (yang melakukan program pemantauan kendali mutu secara teratur). Walaupun demikian sesuai dengan kondisi setempat dapat juga dipakai bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO (Soegondo, 2005). Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsi, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Jika ada keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥ 12 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan ≥ 200 mg/dl (Soegondo, 2005). 2.2.3 Klasifikasi Etiologi DM Klasifikasi etiologi DM dapat dilihat pada tabel berikut Tabel Klasifikasi Etiologi Kelainan Glikemia (DM) Tipe 1 Ditandai dengan kegagalan produksi insulin yang parsial (5 – 10% penderita atau total oleh sel-sel ẞ pankread. Faktor penyebab masih diabetic adalah tipe I) belum dimengerti dengan jelas tetapi beberapa virus tertentu, penyakit autoimun, dan faktor-faktor genetik mungin turut berperan Tipe 2 Ditandai dengan resistensi insulin ketika hormon insulin (90 – 95% penderita diproduksi dengan jumlah yang tidak memadai atau diabetic adalah tipe II) dengan bentuk yang tidak efektif. Ada korelasi genetik yang kuat pada tipe diabetes ini dan proses terjadinya berkaitan dengan obesitas Tipe spesifik lainnya Defek genetik pada sel ẞ Defek genetik pada kerja insulin Penyakit pada kelenjar ensokrin pancreas Endokrinopati Ditimbulkan oleh obat-obatan atau zat kimia 13 Infeksi Bentuk immune-mediated diabetes yang langka Kadang-kadang sindrom genetik lain yang disertai diabetes Diabetes gestasional Bentuk diabetes yang terjadi selama kehamilan. Kebanyakan, tapi tidak semuanya, akan sembuh setelah melahirkan Sumber : (Gibney, 2008) 2.2.4 Faktor Risiko Terjadinya DM Tipe 2 DM tipe 2 merupakan penyakit multifaktorial dengan komponen genetik dan lingkungan yang memberikan kontribusi sama kuatnya terhadap proses timbulnya penyakit tersebut. Sebagian faktor ini dapat dimodifikasi melalui perubahan gaya hidup, sementara sebagian lainnya tidak dapat diubah (Gibney, 2008). a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi 1) Riwayat Keluarga (Genetik) Bukti adanya komponen genetik berasal dari koefisien keselarasan (corcodance) DM yang meningkat kepada kembar monozigot, prevalensi DM yang tinggi pada anak-anak dari orang tua yang menderita diabetes, dan prevalensi DM yang tinggi pada kelompok etnis tertentu (Gibney, 2008). Menurut Handayani (2003), riwayat keluarga memiliki pengaruh bermakna dengan kejadian DM tipe 2. Risiko untuk terjadi DM tipe 2 pada subyek yang memiliki riwayat keluarga DM tipe 2 sebesar 5,9 kali dibandingkan dengan mereka yang tidak tahu keluarganya menderita DM tipe 2. 2) Usia 14 Pertambahan usia merupakan faktor risiko yang penting untuk DM. Hasil penelitian Handayani (2003) membuktikan bahwa umur ≥45 tahun memiliki pengaruh yang bermakna dengan kejadian DM tipe 2. Orang yang berusia ≥45 tahun berisiko terkena DM tipe 2 sebesar 7,5 kali dibandingkan dengan mereka yang berumur <45 tahun. Menurut Petersen penuaan berhubungan erat dengan resistensi insulin, seperti halnya resistensi insulin terkait dengan DM tipe 2. Petersen juga menemukan bahwa lansia yang memiliki berat badan normal juga mengalami resistensi insulin, yang menunjukkan bahwa bertambahnya usia (menjadi tua) itu sendiri meningkatkan risiko mengalami diabetes tipe 2 (Curry, 2012). 3) Ras Prevalensi diabetes tipe 2 pada orang dewasa sekitar tiga sampai lima kali lebih besar pada orang Afrika-Karibia dan Asia Selatan dibandingkan dengan populasi kulit putih Eropa. Sedangkan prevalensi diabetes pada orang Cina tidak berbeda secara substansial dibandingkan dengan populasi umum di Inggris (Oldroyd, 2005). Ada bukti bahwa kelompok etnis tertentu memiliki kecenderungan untuk mengidap diabetes tipe 2 dengan adanya faktor risiko yang sama. Misalnya, pada orang dewasa Asia Selatan terdapat tingkat obesitas dan distribusi lemak pusat yang lebih tinggi yang mengakibatkan resistensi insulin dibandingkan dengan populasi kulit putih. Tingkat kebiasaan aktivitas fisik yang lebih rendah juga berperan dalam meningkatkan risiko diabetes pada populasi ini (Oldroyd, 2005). 15 b. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi 1) Obesitas dan Obesitas pada Perut Obesitas merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya DM. Hubungannya dengan DM tipe 2 sangat kompleks. Sekalipun masih berada di dalam kisaran berat badan yang dapat diterima, namun kenaikan berat badan dapat meningkatkan risiko DM, khususnya jika ada predisposisi familial. Di antara faktor-faktor lingkungan, obesitas memiliki korelasi yang paling kuat. Risiko terjadinya diabetes meningkat seiring indeks massa tubuh (IMPT) meningkat, dan keadaaan ini menunjukkan korelasi dose-response antara lemak tubuh dan resistensi insulin. Faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi resistensi insulin pada obesitas meliputi kadar asam lemak yang tinggi di dalam darah yang beredar dan intrasel. Kadar asam lemak bebas yang tinggi di dalam darah dan sel ini dapat mempengaruhi fungsi insulin (lipotoksisitas) dan sejumlah sitokin yang dilepaskan oleh jaringan adipose (adipoksin); sitokin ini meliputi leptin, adinopektin, dan resistin. Dibandingkan dengan obesitas, distribusi lemak tubuh lebih penting artinya sebagai prediktor DM. Adipositas tubuh bagian atas/obesitas pada perut memiliki keterkaitan yang lebih erat dengan DM pada sejumlah penelitian cross-sectional dan prospektif (Gibney, 2008). Obesitas pada perut atau berbentuk apel (lingkar pinggang> 40 inci untuk pria > 35 inci untuk wanita) adalah faktor risiko yang sangat potensial untuk resistensi insulin. Resistensi insulin mengurangi pasokan glukosa ke dalam sel. Hal ini akan mendorong sel-sel beta pankreas untuk memproduksi dan mengeluarkan 16 insulin tambahan. Kadar insulin yang lebih tinggi dari normal umumnya cukup untuk menjaga glukosa darah terkendali selama beberapa tahun. Namun, sel-sel dalam pankreas akan menjadi lelah, karena terlalu banyak pekerjaan. Dalam kasus tersebut, produksi insulin semakin lambat atau akan terhenti dan, sebagai akibatnya, glukosa menumpuk dalam darah (Brown, 2005). 2) Aktivitas Fisik Pentingnya gaya hidup kurang gerak sebagai faktor risiko untuk diabetes dan efek protektif aktivitas fisik sudah banyak diteliti. Orang yang mempertahankan gaya hidup aktif secara fisik mengalami gangguan toleransi glukosa dan DM tipe 2 lebih jarang daripada mereka yang memiliki gaya hidup kurang gerak. Helmrich dkk (1991) menguji aktivitas fisik pada waktu senggang dan perkembangan diabetes pada 5.990 alumni laki-laki dari University of Pennsylvania selama 14 tahun. Mereka menemukan bahwa pria yang berolahraga secara teratur, dengan intensitas sedang atau berat, memiliki risiko 35% lebih rendah menderita DM tipe 2 daripada pria kurang gerak. Aktivitas fisik diduga dapat meningkatkan pembuangan glukosa yang dirangsang insulin pada dosis insulin yang ditetapkan. Selain itu, orang yang terlatih secara fisik mungkin mengalami peningkatan yang lebih kecil dalam konsentrasi insulin plasma sebagai respons terhadap beban glukosa dibandingkan dengan orang yang memiliki gaya hidup sedentari/kurang 17 gerak. Hal ini menunjukkan bahwa training/olahraga dapat meningkatkan sensitivitas jaringan terhadap insulin (Bazzano, 2005). 3) Konsumsi Karbohidrat Kompleks/Serat Karbohidrat biasanya digolongkan menjadi 3 kelompok besar, yaitu monosakarida, oligosakarida, dan polisakarida. Pengelompokan tersebut berdasarkan susunan kimia yang dimiliki tiap jenis. Namun, pengelompokan yang hanya berdasarkan susunan kimia tidak memberikan panduan yang penting untuk kesehatan. Yang lebih penting adalah klasifikasi berdasarkan kemampuan mereka untuk dicerna dan diserap di usus kecil manusia, sehingga memberikan kontribusi langsung maupun tidak langsung kepada karbohidrat glikemik; dalam klasifikasi ini karbohidrat yang tidak dicerna dan diserap di usus kecil manusia disimpan terpisah dari karbohidrat glikemik, dan di antara mereka serat makanan merupakan kelompok yang paling penting pengaruhnya bagi kesehatan terutama pada penyakit DM (Parillo, 2004). Efek menguntungkan dari serat makanan diperoleh mungkin karena kandungan magnesiumnya yang tinggi, sehingga dapat melindungi dari diabetes mengingat perannya sebagai kofaktor penting bagi enzim yang terlibat dalam metabolisme glukosa dan pengaruhnya terhadap kerja insulin dan homeostasis glukosa (Larsson, 2007). Selain itu, menurut Hopping dkk (2010) asupan serat total dikaitkan dengan penurunan risiko diabetes baik pada pria dan wanita. Sementara asupan tinggi serat gandum dapat mengurangi resiko diabetes secara signifikan sebesar 10% pada pria dan 18 wanita. Dan asupan tinggi serat sayuran dapat menurunkan risiko sebesar 22% pada pria. 4) Indeks glikemik dan Beban glikemik Indeks glikemik (GI) adalah skala yang membagi tingkatan makanan yang mengandung karbohidrat melalui berapa banyak makanan tersebut dapat meningkatkan kadar glukosa darah dibandingkan dengan standar makanan. Standar makanan yang digunakan adalah glukosa dan roti putih. Meskipun mekanisme pasti bagaimana diet tinggi GI dapat mengubah risiko diabetes tipe 2 belum jelas, namun ada 2 jalur utama yang sudah sering dipaparkan, yaitu: Pertama, makanan tinggi GI menghasilkan konsentrasi glukosa darah yang lebih tinggi dan permintaan insulin yang lebih besar daripada makanan rendah GI meskipun jumlah karbohidrat yang dikandungnya sama. Dengan meningkatnya permintaan insulin secara kronis menimbulkan kelelahan pankreas yang dapat mengakibatkan intoleransi glukosa (Willet, 2002). Kedua, diet makanan tinggi GI secara langsung dapat meningkatkan resistensi insulin. Dalam penelitian yang dilakukan terhadap hewan, diet tinggi amilopektin atau glukosa menghasilkan resistensi insulin lebih cepat dan lebih parah daripada diet berbasis amilosa (Higgins, 1996). Meskipun GI mengukur kualitas karbohidrat, namun GI tidak memperhitungkan jumlah/kuantitas karbohidrat dan dengan demikian tidak dapat menjelaskan keseluruhan potensi peningkatan kadar glukosa dari diet karbohidrat. Beban glikemik (GL) menyesuaikan nilai GI makanan untuk 19 jumlah karbohidrat yang terkandung dalam makanan. GL, sebuah konsep divalidasi oleh Brand-Miller dan rekan, dihitung sebagai produk dari GI dan jumlah diet karbohidrat. Untuk makanan individu, GL lebih relevan daripada GI (Roberts, 2009). 5) Konsumsi Magnesium Magnesium berperan penting dalam produksi dan fungsi insulin. Kekurangan magnesium akan menurunkan sekresi insulin di pankreas dan meningkatkan resistensi insulin dalam jaringan tubuh (Sendih, 2006). Hal serupa juga dikemukakan oleh Larsson dkk (2007) yang menyatakan bahwa peran proteksi asupan magnesium terhadap diabetes tipe 2 dapat disebabkan oleh peningkatan sensitivitas insulin. Asupan magnesium memiliki hubungan berbanding terbalik dengan kejadian diabetes tipe 2. Peningkatan konsumsi makanan kaya magnesium seperti biji-bijian, kacang-kacangan, kacang-kacangan, dan sayuran berdaun hijau dapat mengurangi risiko diabetes tipe 2 (Lopez-Ridaura, 2004 dan Larsson, 2007). 6) Konsumsi Lemak Lemak makanan dapat berkontribusi pada etiologi diabetes tipe 2. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Thanopoulou dkk (2003) diperoleh temuan bahwa asupan lemak sangat terkait dengan DM tipe 2 baik diabetes tipe 2 yang sudah terdiagnosis atau diabetes tipe 2 tidak terdiagnosis. Adanya diabetes tipe 2 ini terutama dikaitkan dengan asupan lemak hewani. Distribusi kasus diabetes terakumulasi/menumpuk pada kuartil asupan lemak 20 hewani yang lebih tinggi. Dengan kata lain, peningkatan konsumsi lemak hewani dapat menyebabkan peningkatan kejadian/insiden diabetes. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Meyer dkk (2001). Setelah dilakukan adjustmet faktor kovariat diet dan non-diet, Meyer dkk (2001) menemukan bahwa lemak nabati memiliki hubungan berbanding terbalik dengan insidens diabetes pada populasi lansia perempuan Iowa. Selain itu, mereka juga mengungkapkan bahwa mengganti asam lemak jenuh dengan asam lemak tak jenuh ganda dapat mengurangi laju/perkembangan diabetes. 7) Konsumsi Alkohol Konsumsi alkohol dalam jumlah yang rendah sampai sedang dapat menurunkan perkembangan diabetes dengan meningkatkan sensitivitas insulin dan memperlambat penyerapan glukosa dari makanan. Sedangkan asupan alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan asupan energi yang berlebih dan obesitas, induksi pankreatitis, gangguan metabolisme karbohidrat dan glukosa, dan gangguan fungsi hati (Bazzano, 2005). Menurut Facchini dkk (1994), perbedaan asupan alkohol berperan dalam perubahan dalam metabolisme insulin. Konsumsi alkohol dalam jumlah rendah sampai sedang pada pria dan wanita sehat berhubungan dengan peningkatan penyerapan glukosa yang diperantarai insulin, menurunkan glukosa plasma dan konsentrasi insulin dalam respon terhadap glukosa oral, dan konsentrasi kolesterol HDL lebih tinggi. Facchini dkk (1994) juga mengungkapkan bahwa individu yang diklasifikasikan sebagai peminum alkohol ringan sampai sedang relatif memiliki insulin lebih sensitif 21 dan memiliki kadar insulin plasma yang lebih rendah dibandingkan yang bukan peminum . Penelitian dengan topik yang sama juga dilakukan oleh Wei dkk (2000). Namun, kriteria sampel yang diteliti pada dua studi tersebut agak berbeda karena Facchini dkk (1994) hanya meneliti pada peminum alkohol ringan sampai sedang dan bukan peminum, sedangkan Wei dkk (2000) memiliki kriteria sampel yang lebih luas, yaitu peminum alkohol ringan, sedang, dan peminum berat serta yang bukan peminum. Walaupun kriteria sampelnya agak berbeda namun hasil penelitian Facchini dkk (1994) selaras dengan penelitian Wei dkk (2000). Wei dkk (2000) menemukan hubungan yang berbentuk U antara konsumsi alkohol dan insiden diabetes, peminum moderat memiliki resiko terendah untuk diabetes, dan bukan peminum dan peminum berat memiliki risiko lebih tinggi. 8) Merokok Merokok dapat meningkatkan risiko terkena diabetes melalui beberapa cara. Merokok telah terbukti dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi glukosa darah dan dapat meningkatkan resistensi insulin. Seperti dikemukakan oleh Frati dkk (1996) merokok secara akut dapat menyebabkan toleransi glukosa terganggu dan menurunkan sensitivitas insulin. Dari hasil studi yang dilakukan oleh Rimm dkk (1993) diketahui bahwa di antara peserta dari Nurses Health Study, wanita yang merokok lebih dari 25 batang per hari memiliki risiko 42% lebih besar (95% CI, 1,18-1,72) terkena diabetes dibandingkan mereka yang tidak pernah merokok, setelah 22 disesuaikan dengan obesitas dan faktor risiko lainnya. Pada perempuan, merokok mungkin memiliki efek "antiestrogenik", menyebabkan perubahan negatif dalam rasio pinggang-pinggul. Rasio pinggang-pinggul yang meningkat telah terbukti secara signifikan berkorelasi positif dengan resistensi insulin, kadar glukosa plasma dan overt diabetes. Oleh karena itu, efek merokok terhadap perkembangan diabetes mungkin dimediasi melalui perubahan dalam distribusi lemak. Studi tentang merokok dan risiko DM juga dilakukan oleh Sairenchi dkk (2004) yang menemukan bahwa merokok secara independen terkait dengan meningkatnya risiko diabetes tipe 2 pada laki-laki dan perempuan yang tergolong dalam kelompok middle-aged dan lansia. 2.3 Kerangka Teori Menurut Gibney (2008), faktor risiko terjadinya DM tipe 2 terdiri dari faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik terdiri dari riwayat keluarga DM dan etnis/ras di mana menurut Oldroyd (2005) terdapat bukti bahwa kelompok etnis tertentu memiliki kecenderungan untuk mengidap diabetes tipe 2 dengan adanya faktor risiko yang sama. Misalnya, pada orang dewasa Asia Selatan terdapat tingkat obesitas dan distribusi lemak pusat yang lebih tinggi yang mengakibatkan resistensi insulin dibandingkan dengan populasi kulit putih serta tingkat kebiasaan aktivitas fisik yang lebih rendah juga berperan dalam meningkatkan risiko diabetes pada populasi ini. Sedangkan faktor risiko lingkungan yang utama untuk terjadinya DM meliputi: usia, 23 obesitas dan obesitas pada bagian perut, jarang melakukan aktivitas fisik serta faktor makanan/gizi (Gibney, 2008). Faktor diet yang berperan dalam timbulnya DM menurut Bazzano (2005) terdiri dari asupan serat, lemak dan konsumsi alcohol serta beban glikemik. Selain itu, LopezRidaura (2004) menemukan bahwa asupan magnesium juga berhubungan dengan DM tipe 2. Berdasarkan beberapa teori tersebut, kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam bagan berikut. Konsumsi Lemak Ras GI/GL Aktivitas Fisik Obesitas dan obesitas pada perut/lingkar pinggang Konsumsi Serat Konsumsi Magnesium DM tipe 2 Genetik/ Riwayat Keluarga DM Konsumsi Alkohol Usia Merokok Bagan 2.1 Kerangka Teori Sumber: Bazzano (2005), Gibney (2008), Lopez-Ridaura (2004), dan Oldroyd (2005) 24 BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep Ada beberapa faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya DM tipe 2 yang terdiri dari faktor yang dapat dimodifikasi dan faktor yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor-faktor tersebut tidak semuanya diteliti. Dalam penelitian ini ada 8 faktor yang akan diteliti meliputi: 1) Konsumsi serat Konsumsi serat berpengaruh terhadap DM tipe 2 dengan cara memperbaiki respon glukosa darah dan indeks insulin dalam tubuh. 2) Konsumsi lemak Konsumsi lemak berperan dalam DM tipe 2 dikarenakan asam lemak mempengaruhi metabolisme glukosa dengan mengubah fungsi membran sel, aktivitas enzim dan sinyal insulin. 3) Konsumsi magnesium Konsumsi magnesium berperan dalam DM tipe 2 dikarenakan kadar magnesium intraseluler penting untuk menjaga sensitivitas insulin pada otot rangka atau jaringan adiposa. 4) Beban glikemik Beban glikemik berpengaruh terhadap DM tipe 2 melalui perannya dalam perubahan kadar CRP dan IL-6 yang merupakan biomarker inflamasi. Inflamasi 24 25 berhubungan dengan disfungsi atau perubahan permeabilitas endotel. Perubahan permeabilitas endotel dan berkurangnya aliran darah perifer dapat membatasi pengiriman insulin dan meningkatkan resistensi insulin pada jaringan aktif secara metabolik. 5) Aktivitas fisik Aktivitas fisik berperan dalam DM tipe 2 karena dapat mempengaruhi resistensi insulin. 6) Merokok Merokok berpengaruh terhadap DM tipe 2 karena merokok secara langsung dapat merusak fungsi sel ẞ atau menginduksi peradangan pankreas kronis sehingga dapat menganggu sekresi insulin. 7) Riwayat keluarga DM Anggota keluarga penderita DM memiliki kemungkinan lebih besar terserang penyakit ini dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita DM di mana dalam kasus DM tipe 2 persentase yang memiliki riwayat keluarga untuk menderita DM sebesar 30%. 8) Lingkar pinggang Lingkar pinggang berperan dalam DM tipe 2 karena lemak pada organ – organ perut lebih mudah diolah untuk memperoleh energi. Ketika lemak diolah untuk memperoleh energi, kadar asam lemak meningkat yang dapat meningkatkan resistensi terhadap insulin melalui aksinya terhadap hati dan otot – otot tubuh. Sedangkan faktor-faktor yang tidak diteliti terdiri dari: konsumsi alcohol, ras, dan usia. Faktor konsumsi alkohol tidak diteliti karena berdasarkan data Riskesdas 26 (2007) tingkat konsumsi alkohol masyarakat di wilayah Tangerang masih rendah yaitu sebesar 2,3%. Persentase ini masih berada di bawah persentase konsumsi alkohol secara nasional yaitu 4,6%. Dan faktor ras tidak diteliti karena masyarakat di Kelurahan Cempaka Putih sebagian besar berasal dari ras yang sama. Sedangkan faktor usia tidak diteliti karena hasil penelitian Handayani (2003) membuktikan bahwa faktor yang menjadi risiko terjadinya DM tipe 2 yaitu berusia ≥45 tahun. Dalam penelitian ini responden yang diteliti semuanya berusia minimal 60 tahun. Dengan kata lain, semua responden sudah berisiko terkena DM tipe 2. Hal ini nantinya akan mempengaruhi hasil analisis data karena data variabel usia tidak variatif mengingat tidak ada responden yang berusia di bawah 45 tahun. Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.1 Faktor Diet 1. Lemak 2. Serat 3. Magnesium 4. Beban glikemik Aktivitas Fisik DM tipe 2 Merokok Riwayat keluarga DM Lingkar pinggang Bagan 3.1 Kerangka Konsep 27 3.2 Definisi Operasional No Variabel Definisi 1 DM tipe 2 Status penyakit DM yang diderita oleh lansia berdasarkan diagnosis dokter atau hasil ukur gula darah kapiler sewaktu ≥200 mg/dl dengan ada tidaknya keluhan khas berupa poliuri, polidipsi, polifagi, dan penurunan berat badan drastis. 2 Konsumsi Lemak Rata-rata lemak dari makanan yang dikonsumsi lansia dalam sehari 3 Konsumsi serat Rata-rata serat dari makanan yang dikonsumsi lansia dalam sehari Tabel 3.1 Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Glucosemeter Pengambilan spesimen darah responden Wawancara Semi-Quantitatif FFQ Wawancara Semi-Quantitatif FFQ Hasil Ukur 0. DM, jika: a) Terdiagnosa oleh dokter atau; b) Ada keluhan khas dan hasil pengukuran kadar gula darah sewaktu ≥200 mg/dl atau; c) Tidak ada keluhan khas dan 2 kali hasil pengukuran kadar gula darah sewaktu ≥200 mg/dl yang diukur pada hari yang berbeda. 1. Non DM, jika tidak sesuai dengan kriteria DM. (Soegondo, 2005) Konsumsi lemak dalam gram Konsumsi serat dalam gram Skala Ukur Ordinal Rasio Rasio 28 No Variabel 4 Beban glikemik 5 Konsumsi Magnesium 6 7 Riwayat Keluarga DM Merokok Definisi Rata-rata nilai beban glikemik dari makanan yang dikonsumsi lansia dalam sehari Rata-rata magnesium dari makanan yang dikonsumsi lansia dalam sehari Ada atau tidaknya anggota keluarga sedarah (ayah, ibu, saudara laki-laki dan perempuan sekandung) yang terkena DM berdasarkan diagnosis dokter Kebiasaan lansia menghisap rokok. Cara Ukur Wawancara Wawancara Alat Ukur Semi-Quantitatif FFQ Semi-Quantitatif FFQ Skala Ukur Rasio Konsumsi magnesium dalam mg Rasio Kuesioner 0. Ada 1. Tidak ada (Handayani, 2003) Ordinal Kuesioner 0. Merokok, jika responden masih aktif merokok sampai pengumpulan data. 1. Tidak merokok, jika responden tidak pernah merokok atau sudah berhenti merokok lebih dari 1 tahun sebelum pengumpulan data dilakukan. (Qiao, 1999) Ordinal Wawancara Wawancara Hasil Ukur - 29 No 8 9 Variabel Definisi Cara Ukur Aktivitas Fisik Segala aktivitas fisik yang dilakukan terus menerus selama 10 menit atau lebih dalam setiap kali kegiatan dan dikumulasikan selama seminggu. Wawancara Lingkar pinggang Ukuran keliling pinggang lansia yang diukur melalui pusar. Pengukuran lingkar pinggang Alat Ukur Kuesioner Pita meteran Hasil Ukur Skala Ukur 0. Kurang/rendah, jika: Ordinal a) Melakukan aktivitas fisik berat < 20 menit/hari selama 3 hari. b) Melakukan aktivitas fisik sedang < 5 hari atau berjalan < 30 menit/hari. 1. Cukup/sedang, jika: a) Melakukan aktivitas fisik berat minimal 20 menit/hari selama 3 hari atau lebih, atau b) Melakukan aktivitas fisik sedang selama 5 hari atau lebih atau berjalan paling sedikit 30 menit/hari. (Junita S, 2010) 0. Berisiko, jika ≥80 cm untuk wanita dan ≥90 cm untuk lakilaki.Tidak berisiko, jika <80 Ordinal cm untuk wanita dan <90 cm untuk laki-laki. (Cahyono, 2008) 30 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi analitik dengan desain penelitian cross-sectional di mana pengambilan data variabel independen dan variabel dependen dilakukan dalam waktu bersamaan. Penelitian ini bersifat analitik karena akan melihat hubungan antara varibel independen dan varibel dependen. Variabel independen yang diteliti adalah konsumsi serat, lemak, magnesium, beban glikemik, aktivitas fisik, merokok, riwayat keluarga DM, dan lingkar pinggang. Sedangkan variabel independennya adalah DM tipe 2. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Cempaka Putih pada bulan September 2012 – Mei 2013. 4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi Penelitian Populasi penelitian ini adalah seluruh lansia yang terdaftar di Pos pembinaan terpadu (Posbindu) Kelurahan Cempaka Putih. 4.3.2 Sampel Penelitian a. Besar Sampel 30 31 Jumlah sampel pada penelitian ini diperoleh melalui rumus uji hipotesis beda proporsi (Ariawan, 1998) yaitu: ⁄ √ √ Keterangan: N = jumlah sampel yang dibutuhkan Z1-a/2 = derajat kemaknaan Z1- = kekuatan uji P = proporsi gabungan, P = (P1 +P2)/2 Nilai P1 dan P2 diperoleh dari hasil penelitian Handayani (2003) sehingga jumlah sampel berdasarkan perhitungan dengan rumus uji hipotesis beda proporsi adalah sebagai berikut: Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Besar Sampel Berdasarkan Hasil Penelitian Handayani (2003) Diet lemak Variabel kecukupan P1 0, 431 P2 0, 569 α(%) 1 5 10 Riwayat keluarga 0,375 0,625 1 β (%) 80 90 95 99 80 90 95 99 80 90 95 99 80 90 95 99 n 306 389 465 626 205 274 339 478 162 223 282 410 92 117 140 142 32 Variabel Riwayat keluarga P1 0,375 P2 0,625 α(%) 5 10 Obesitas 0,653 0,347 1 5 10 Inaktivitas 0,944 0,056 1 5 10 β (%) 80 90 95 99 80 90 95 99 80 90 95 99 80 90 95 99 80 90 95 99 80 90 95 99 80 90 95 99 80 90 95 99 n 62 82 101 142 49 67 84 122 61 77 92 123 41 54 67 94 32 44 56 80 6 7 8 9 4 5 5 5 3 4 4 5 Dari hasil perhitungan sampel pada tabel 4.1 dipilih jumlah sampel sebanyak 32 orang dengan tingkat kemaknaan sebesar 10% dan kekuatan uji 80% sehingga jumlah sampel minimal menjadi: 33 b. Kriteria Sampel Kriteria inklusi adalah : Berusia ≥ 60 tahun Bersedia menjadi responden Bersedia diperiksa kadar glukosa darah Kriteria eksklusi adalah: Tergantung insulin/ menjalani pengobatan injeksi insulin c. Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random sampling dengan menggunakan jumlah proporsional per posbindu. Pengambilan sampel dilakukan dengan langkah-langkah berikut: 1) Menyusun kerangka sampel yang berisi daftar nama lansia yang terdaftar di posbindu. 2) Melakukan pengambilan secara acak (pengundian) dari kerangka sampel sampai terambil sebanyak 93 orang dari 136 lansia yang terdaftar. 4.4 Pengumpulan Data 4.4.1 Sumber Data a. Data Primer 34 Data primer yang dikumpulkan meliputi: 1) Data variabel dependen (DM tipe 2) 2) Data variabel independen (konsumsi serat, konsumsi lemak, konsumsi magnesium dan beban glikemik serta variabel merokok, aktivitas fisik, riwayat keluarga DM dan lingkar pinggang). b. Data Sekunder Data sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian meliputi data penyakit yang terdapat dalam LB1 Puskesmas Ciputat Timur bulan Januari – Juni tahun 2012, data 10 penyakit terbesar pada lansia di Tangerang Selatan tahun 2011, dan profil Kelurahan Cempaka Putih. 4.4.2 Cara Pengumpulan Data a. Data DM diperoleh melalui beberapa tahapan berikut: 1) Menanyakan apakah responden menderita DM berdasarkan hasil diagnosa dokter. Jika responden menjawab “ya” berarti responden dikategorikan menderita DM. 2) Jika responden menjawab tidak, maka responden ditanyakan apakah memiliki keluhan khas berupa berupa poliuria, polidipsi, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya serta diperiksa gula darahnya. Jika ada keluhan khas dan pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl berarti responden dikategorikan menderita DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja 35 abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl pada hari yang lain (Soegondo, 2005). Menanyakan apakah responden menderita DM berdasarkan hasil diagnosa dokter Responden menjawab “Ya” Responden menjawab “Tidak” atau “Belum pernah memeriksakan ke Dokter” Diabetes Melitus Memeriksa kadar gula darah dan Menanyakan keluhan khas DM Keluhan khas (-) dan kadar gula darah ≥200 Keluhan khas (+) dan glukosa darah ≥200 Pemastian diagnosa dgn cara pemeriksaan kadar gula darah lagi Diabetes Melitus Diperoleh kadar/angka abnormal Diabetes Melitus Bagan 4.1 Tahapan Penentuan Status DM 36 Pengukuran glukosa darah dilakukan oleh peneliti yang merupakan mahasiswa Jurusan Kesehatan Masyarakat melalui tahapan sebagai berikut: 1) Menyiapkan peralatan yang dibutuhkan, yaitu glucosemeter dengan merk Easy Touch GCU model ET – 301, alkohol, kasa/kapas, jarum penusuk (lancet) dan alat penusuk (lancing device) dan test strip 2) Memasukkan jarum penusuk (lancet) ke dalam alatnya (lancing device). Jarum yang dimasukkan harus masih baru dan steril dan hanya digunakan untuk sekali pakai. 3) Membersihkan ujung jari yang akan ditusuk dengan kasa atau kapas beralkohol untuk menghindari infeksi. 4) Menusukkan jarum ke ujung jari responden. 5) Memasukkan test strip ke alat pengukur (glucose meter) dan memastikan bahwa test strip yang digunakan belum kadaluwarsa. 6) Menempelkan ujung test strip ke bulatan darah sampai terbasahi merata bagian untuk sampelnya. Jangan meneteskan darah ke strip dan jangan terlalu keras menempelkan test strip. Bila sampel darah sudah memadai maka alat akan mulai mengukur (waktu pengukuran terlihat di display dalam hitungan mundur). 7) Menempelkan kasa atau kapas beralkohol ke ujung jari yang tertusuk untuk menghentikan perdarahan. 8) Melihat hasil pengukuran di glucose meter. 37 Pada penelitian ini, kadar glukosa responden diperoleh melalui glukosa darah kapiler yang diukur dengan menggunakan alat glucosemeter. Pemilihan metode pengukuran ini berdasarkan beberapa pertimbangan, yaitu alatnya praktis, mudah dibawa kemana-mana, cepat memberikan hasil, dan keterbatasan dana peneliti. b. Data konsumsi zat gizi berupa serat, lemak, dan magnesium serta beban glikemik diperoleh melalui wawancara tentang kebiasaan konsumsi jenis makanan yang terdapat dalam FFQ semikuantitatif. c. Data aktifitas fisik, riwayat keluarga, merokok diperoleh melalui wawancara dengan kuesioner. d. Data lingkar pinggang diperoleh melalui pengukuran lingkar pinggang dengan pita meteran. 4.5 Pengolahan Data Data-data yang telah terkumpul akan diolah melalui tahapan berikut: 1. Editing Data Tahap ini merupakan tahap kegiatan pengecekan data yang telah diisi. Kegiatan yang dilakukan dalam editing adalah pengecekan dari sisi kelengkapan, relevansi dan konsistensi jawaban. Kelengkapan data diperiksa dengan cara memastikan bahwa jumlah kuesioner yang terkumpul sudah memenuhi jumlah sampel minimal yang ditentukan dan memeriksa apakah setiap pertanyaan dalam kuesioner sudah terjawab dengan lengkap dan jelas. Relevansi dan konsistensi jawaban diperiksa dengan cara 38 melihat apakah ada data yang bertentangan dengan data yang lain. Misal: pada data usia responden tercantum 65 tahun dan tanggal lahir 14 September 1942. Data tersebut sudah berarti tidak konsisten karena usia responden berdasarkan tanggal kelahirannya adalah 70 tahun. Jika ada data yang tidak lengkap dan tidak konsisten, maka responden akan dihubungi kembali melalui nomor kontak yang sudah ditanyakan pada saat wawancara. 2. Coding Data Setelah melakukan editing data, selanjutnya adalah melakukan kegiatan coding. Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka/bilangan. Misal: untuk jawaban “ya” diberi kode 1 dan untuk jawaban “tidak” diberi kode 0. Berikut pengkodingan yang dilakukan pada tiap variabel dalam penelitian ini: a) DM tipe 2: 0 = DM, jika: Terdiagnosa oleh dokter atau; ada keluhan khas dan hasil pengukuran kadar gula darah sewaktu ≥200 mg/dl atau; tidak ada keluhan khas dan 2 kali hasil pengukuran kadar gula darah sewaktu ≥200 mg/dl yang diukur pada hari yang berbeda dan 1 = Non DM, jika tidak sesuai dengan kriteria DM. b) Merokok: 0 = Merokok, jika responden masih aktif merokok sampai pengumpulan data dan 1 = Tidak merokok, jika responden tidak pernah merokok atau sudah berhenti merokok lebih dari 1 tahun sebelum pengumpulan data dilakukan. c) Aktivitas fisik: 0 = Kurang, jika melakukan aktivitas fisik berat < 20 menit/hari selama 3 hari atau; melakukan aktivitas fisik sedang < 5 hari 39 atau berjalan < 30 menit/hari dan 1 = Cukup/sedang, jika melakukan aktivitas fisik berat minimal 20 menit/hari selama 3 hari atau lebih, atau melakukan aktivitas fisik sedang selama 5 hari atau lebih atau berjalan paling sedikit 30 menit/hari. d) Riwayat keluarga: 0 = Ada, jika ada anggota keluarga sedarah (ayah, ibu, saudara laki-laki atau perempuan sekandung) yang pernah mengidap DM dan 1 = tidak, jika tidak ada anggota keluarga sedarah yang menderita DM. e) Lingkar pinggang: 0 = Berisiko, jika ≥80 cm untuk wanita dan ≥90 cm untuk laki-laki dan 1 = Tidak berisiko, jika <80 cm untuk wanita dan <90 cm untuk laki-laki. 3. Struktur Data Sebelum memasukkan data ke dalam komputer terlebih dahulu dibuat struktur data tiap variabel berupa nama, tipe data, lebar data dan desimalnya, serta membuat values. Misalnya, struktur data untuk variabel aktivitas fisik terdiri dari: Nama: aktivitas_fisik Tipe data : numerik Lebar data : 1 dan desimal : 0 Values: 0 = kurang dan 1 = cukup. 4. Entry Data Setelah dibuat struktur data maka langkah selanjutnya adalah memasukkan data ke dalam software statistik. 5. Cleaning 40 Tahap ini merupakan tahapan memeriksa kembali data yang telah masuk dalam komputer, apakah ada kesalahan-kesalahan yang terjadi di dalamnya. Cleaning data dapat dilakukan dengan mengamati distribusi frekuensi atau diagram tebar tiap variabel dan memeriksa apakah ada nilai-nilai yang menyimpang. Misal: pada variabel lingkar pinggang ada nilai 2, padahal kode untuk variabel lingkar pinggang hanya 0 dan 1. 4.6 Analisis Data Jenis analisis data yang dilakukan pada penelitian ini adalah : 4.6.1 Analisis Univariat Analisis univariat merupakan suatu analisis untuk mendeskripsikan masingmasing variabel yang diteliti. Analisi univariat bertujuan untuk mendapat gambaran atau deskripsi dari variabel dependen dan independen pada penelitian ini, yaitu variabel DM tipe 2, konsumsi serat, konsumsi lemak, konsumsi magnesium, serta variabel merokok, aktivitas fisik, riwayat keluarga, dan obesitas. 4.6.2 Analisis Bivariat Analisis bivariat merupakan suatu analisis untuk melihat hubungan antara variabel dependen dan independen. Dalam penelitian ini, ada dua uji yang digunakan yaitu uji chi square dan uji t independen. Uji chi square merupakan uji yang dipakai untuk mengetahui hubungan variabel independen dengan variabel dependen yang masing-masing memiliki data kategorik. Sedangkan uji t independen dipakai untuk mengetahui hubungan antara variabel independen yang memiliki jenis data numerik dan variabel dependen yang mempunyai jenis data 41 kategorik. Uji chi square digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel aktivitas fisik, merokok, riwayat keluarga DM dan lingkar pinggang dengan variabel DM tipe 2. Sementara uji t digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel konsumsi serat, konsumsi lemak, konsumsi magnesium dan beban glikemik dengan variabel DM tipe 2. Dalam penelitian ini digunakan tingkat kemaknaan sebesar 0.1 (10%) dengan pertimbangan responden yang diteliti adalah lansia yang sudah mengalami penurunan daya ingat, sementara data konsumsi makanan diperoleh dengan mengandalkan ingatan dan alat yang digunakan adalah glucosemeter yang menggunakan bahan darah kapiler di mana menurut Ningsih dkk (2008) jika menggunakan sampel darah kapiler masih akan ditemukan peluang kesalahan sebesar 10,1%. Dari uji statistik nantinya akan diperoleh nilai p. Hubungan antara dua variabel dikatakan bermakna jika mempunyai nilai p ≤ 0.1 dan dikatakan tidak bermakna jika mempunyai nilai p > 0.1. 4.6.3 Analisis Multivariat Analisis multivariat bertujuan untuk melihat hubungan antara satu variabel dependen dengan seluruh variabel independen, sehingga dapat diketahui variabel independen mana yang paling dominan berpengaruh terhadap pola penyakit pada lansia dengan menggunakan uji regresi logistik ganda. Uji regresi logistik ganda yang digunakan dalam penelitian ini adalah model prediksi dengan tujuan untuk memperoleh model yang terdiri dari beberapa variabel independen yang dianggap terbaik memprediksi kejadian variabel dependen. Tahapan dalam permodelan ini adalah: 42 a) Memasukkan hasil uji bivariat yang mempunyai nilai Pvalue <0.25 ke dalam kandidat model dan dilanjutkan ke analisis multivariat. b) Memilih variabel yang masuk ke dalam model dengan mempertahankan variabel yang hasil uji regresi logistik berganda menunjukkan Pvalue ≤0.1. Untuk variabel yang Pvalue >0.1 dikeluarkan satu persatu secara bertahap dimulai dari variabel yang memiliki nilai Pvalue paling besar. c) Melakukan uji interaksi sesama variabel independen, apabila secara substansi diduga terjadi interaksi antara variabel independen. Penentuan variabel interaksi sebaiknya melalui pertimbangan logika substantif. Pengujian interaksi dilihat dari kemaknaan uji statistik (Pvalue ≤0.1). Bila variabel mempunyai nilai bermakna, maka variabel interaksi penting dimasukkan dalam model. d) Menginterpretasikan model terakhir. 43 BAB V HASIL 5.1 Gambaran Umum Posbindu di Kelurahan Cempaka Putih 5.1.1 Letak dan Jenis Kegiatan Posbindu Posbindu adalah Posbindu yang ada di Kelurahan Cempaka Putih berjumlah 3 yaitu Posbindu Kenanga, Anggrek, dan Cempaka. Ketiga posbindu tersebut terletak pada alamat berikut: 1. Posbindu Kenanga : Jl. Mesjid Al-Husaini RT 02 RW 04 2. Posbindu Anggrek : Jl. Jambu RT 04 RW 05 3. Posbindu Cempaka : Jl. Sukun RT 03 RW 06 Kegiatan di posbindu terdiri dari: a. Pemeriksaan tekanan darah b. Pengukuran tinggi badan dan berat badan c. Pemeriksaan gula darah d. Konseling 5.1.2 Gambaran Populasi Tabel 5.1 Jumlah Anggota Posbindu di Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 Posbindu Kenanga Anggrek Cempaka Total Jumlah Anggota Usia ≥60 Tahun Jumlah Laki-Laki Perempuan 21 54 31 106 5 16 9 30 26 70 40 136 *Sumber: Data Posbindu di Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 43 44 Tabel 5.1 menunjukkan bahwa jumlah anggota posbindu yang paling banyak ada di Posbindu Anggrek dan yang paling sedikit ada di Posbindu Kenanga. 5.1.3 Gambaran Karakteristik Responden Tabel 5.2 Gambaran Karakteristik Responden di Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Total Lama Menderita DM Tipe 2 < 5 Tahun ≥ 5 Tahun Total Jumlah Batang Rokok yang Dihisap < 20 Batang ≥ 20 Batang Total Jumlah (Orang) 20 73 93 9 11 20 11 3 14 Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan. Untuk responden yang menderita DM sebagian besar sudah mengidap penyakit tersebut selama jangka waktu lebih dari 5 tahun. Dan untuk responden yang merokok sebagian besar menghisap rokok lebih kecil dari 20 batang. 5.2 Analisis Univariat 5.2.1 Gambaran DM Tipe 2 45 DM tipe 2 21.5% Bukan DM 78.5% Grafik 5.1 Distribusi DM Tipe 2 Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 Grafik 5.1 menunjukkan bahwa lansia yang menderita DM tipe 2 lebih sedikit dibandingkan dengan lansia yang tidak menderita DM tipe 2. 5.2.2 Gambaran Konsumsi Serat Hasil penelitian seperti yang terlihat dalam tabel 5.3 menunjukkan bahwa ratarata konsumsi serat pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih berada pada interval 14.5 –16.4 gram. Tabel 5.3 Gambaran Konsumsi Serat Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 Konsumsi (gr) Rata-rata pada CI 90% Standar Deviasi Nilai Terendah Nilai Tertinggi 14.5 – 16.4 5.5 6.8 30.3 Sedangkan distribusi konsumsi serat dapat dilihat pada grafik 5.2 berikut 46 Grafik 5.2 Dari grafik 5.2 dapat diketahui bahwa frekuensi konsumsi serat paling banyak ada pada interval 13.3 – 15.0 gram. 5.2.3 Gambaran Konsumsi Lemak Tabel 5.4 Gambaran Konsumsi Lemak Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 Konsumsi (gr) Rata-rata pada CI 90% Standar Deviasi Nilai Terendah Nilai Tertinggi 63.1 – 67.5 12.8 41.1 95.6 47 Tabel 5.4 menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi lemak pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih berada pada interval 63.1 – 67.5 gram. Untuk lebih jelasnya, sebaran data konsumsi lemak bisa dilihat pada grafik 5.3 Grafik 5.3 Distribusi Frekuensi Konsumsi Lemak Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 Dari grafik 5.3 dapat diketahui bahwa frekuensi konsumsi lemak paling banyak ada pada interval 56.7 – 60.0 gram. 5.2.4 Gambaran Konsumsi Magnesium Tabel 5.5 Gambaran Konsumsi Magnesium Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 48 Konsumsi (mg) Rata-rata pada CI 90% Standar Deviasi Nilai Terendah Nilai Tertinggi 399.3 – 443.2 127.5 193.3 694.3 Tabel 5.5 menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi magnesium pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih berada pada rentang 399.3 – 443.2 mg. Untuk lebih jelasnya, distribusi konsumsi lemak bisa dilihat pada grafik 5.4 Grafik 5.4 Dari grafik 5.4 dapat diketahui bahwa frekuensi paling banyak ada pada rentang 433.3 – 466.6 miligram. 49 5.2.5 Gambaran Beban Glikemik Hasil penelitian seperti yang terdapat dalam tabel 5.6 menunjukkan bahwa rata-rata beban glikemik pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih berada pada rentang 92.2 – 102.8. Tabel 5.6 Gambaran Beban Glikemik Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 Konsumsi Rata-rata pada CI 90% Standar Deviasi Nilai Terendah Nilai Tertinggi 92.2 – 102.8 30.8 47.0 195.9 Sedangkan distribusi beban glikemik dapat dilihat pada grafik 5.5 berikut Grafik 5.5 Grafik 5.5 dapat menunjukkan bahwa frekuensi paling banyak ada pada rentang 80 – 90. 50 5.2.6 Gambaran Aktivitas Fisik Distribusi aktivitas fisik pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih dapat dilihat pada grafik 5 di bawah ini. Cukup 44.1% Kurang 55.9% Grafik 5.6 Distribusi Aktivitas Fisik Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 Dari grafik 5.6 dapat diketahui bahwa persentase lansia yang memiliki aktivitas fisik kurang lebih besar daripada lansia yang memiliki aktivitas fisik cukup. 5.2.7 Gambaran Merokok 100 50 84.9 15.1 Persentase 0 Merokok Tidak Merokok Grafik 5.7 Distribusi Merokok Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 51 Dari grafik 5.7 dapat diketahui bahwa sebagian besar lansia yang menjadi responden termasuk kategori bukan perokok. 5.2.8 Gambaran Riwayat Keluarga DM 100 0 Persentase Ada Tidak Ada Persentase Ada 23.7 Tidak Ada 76.3 Grafik 5.8 Distribusi Riwayat Keluarga DM Pada Lansia Posbindu di Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 Grafik 5.8 menunjukkan bahwa prevalensi lansia yang memiliki riwayat keluarga menderita DM lebih kecil daripada lansia yang tidak memiliki riwayat keluarga DM. 5.2.9 Gambaran Lingkar Pinggang Tidak Berisiko 35.5% Berisiko 64.5% Grafik 5.9 Distribusi Lingkar Pinggang Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 52 Grafik 5.9 menunjukkan bahwa sebagian besar lansia yang menjadi responden memiliki ukuran lingkar pinggang yang berisiko. 5.3 Analisis Bivariat 5.3.1 Hubungan Konsumsi Serat Dengan DM Tipe 2 Dari hasil analisis didapatkan rata–rata konsumsi serat lansia lebih rendah pada lansia menderita DM tipe 2 dibandingkan lansia yang bukan DM tipe 2. Berdasarkan hasil uji statistik seperti tercantum dalam tabel 5.7 dapat diketahui bahwa ada hubungan signifikan antara konsumsi serat dengan DM Tipe 2 pada lansia karena p value < 0.1. Tabel 5.7 Distribusi Rata-rata Konsumsi Serat Berdasarkan DM Tipe 2 Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 Status DM DM Tipe 2 Bukan DM n (93) 20 73 Mean 13.64 15.98 SD 4.893 5.631 Pvalue 0.094 5.3.2 Hubungan Konsumsi Lemak Dengan DM Tipe 2 Salah satu syarat uji t adalah data berdistribusi normal. Data konsumsi lemak tidak memenuhi syarat tersebut sehingga tidak bisa dilakukan uji t. Untuk menganalisisnya digunakan uji Mann-whitney. Tabel 5.8 Distribusi Rata-rata Konsumsi Lemak Berdasarkan DM Tipe 2 Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 Status DM DM Tipe 2 Bukan DM n (93) Mean 20 63.62 73 65.81 SD 9.63 13.57 Pvalue 0.815 53 Tabel 5.8 menunjukkan bahwa rata–rata konsumsi lemak lansia yang menderita DM tipe 2 lebih kecil dibandingkan lansia yang bukan DM tipe 2. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara konsumsi lemak dengan DM Tipe 2 pada lansia karena p = 0.815, yang berarti nilai p > 0.1. 5.3.3 Hubungan Antara Konsumsi Magnesium Dengan DM Tipe 2 Dari hasil analisis dalam tabel 5.9 dapat diketahui bahwa rata–rata konsumsi magnesium lansia yang menderita DM tipe 2 lebih rendah daripada lansia yang bukan DM tipe 2. Dari hasil uji statistik dapat diketahui bahwa pada alpha 10% ada hubungan signifikan antara konsumsi magnesium dengan DM Tipe 2. Tabel 5.9 Distribusi Rata-rata Konsumsi Magnesium Berdasarkan DM Tipe 2 Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 Status DM n (93) Mean SD 20 367.58 123.399 DM Tipe 2 73 435.97 125.428 Bukan DM 5.3.4 Hubungan Beban Glikemik Dengan DM Tipe 2 Pvalue 0.033 Uji yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara variabel beban glikemik dengan DM tipe 2 adalah uji Mann-whitney karena data beban glikemik tidak memiliki distribusi data normal sehingga uji yang digunakan bukanlah uji t. Tabel 5.10 Distribusi Rata-rata Beban Glikemik Berdasarkan DM Tipe 2 Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 Status DM DM Tipe 2 Bukan DM n (93) 20 73 Mean 88.58 99.94 SD 29.13 30.99 Pvalue 0.048 Tabel 5.10 menunjukkan bahwa rata–rata beban glikemik lansia yang menderita DM tipe 2 lebih rendah daripada rata-rata beban glikemik pada lansia 54 yang bukan DM tipe 2. Berdasarkan hasil uji statistik dalam tabel 5.10 dapat terlihat bahwa pada alpha 10% terdapat hubungan signifikan antara beban glikemik dengan DM Tipe 2 pada lansia. 5.3.5 Hubungan Aktivitas Fisik Dengan DM Tipe 2 Tabel 5.11 Distribusi Responden Menurut Aktivitas Fisik dengan DM Tipe 2 Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 Status DM Aktivitas Fisik DM Tipe 2 Bukan DM Pvalue n % n % 15 75 37 50.7 Kurang 5 25 36 49.3 0.092 Cukup 20 100 73 100 Jumlah Berdasarkan tabel 5.11 dapat diketahui bahwa lansia yang menderita DM tipe 2 lebih banyak yang memiliki aktivitas fisik yang kurang. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p value < 0.1 yang berarti ada hubungan signifikan antara aktivitas fisik dengan DM Tipe 2. 5.3.6 Hubungan Merokok Dengan DM Tipe 2 Tabel 5.12 menunjukkan bahwa masing-masing pada penderita DM tipe 2 dan bukan DM tipe 2 lebih banyak yang memiliki status tidak merokok. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 1, berarti pada alpha 10% terlihat tidak ada hubungan signifikan antara kebiasaan merokok dengan DM Tipe 2. Tabel 5.12 Distribusi Responden Menurut Kebiasaan Merokok dengan DM Tipe 2 Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 55 Kebiasaan Merokok Merokok Tidak Merokok Jumlah Status DM DM Tipe 2 n % 3 15 17 85 20 100 Bukan DM n % 11 15.1 62 84.9 73 100 Pvalue 1 5.3.7 Hubungan Riwayat Keluarga DM Dengan DM Tipe 2 Tabel 5.13 menunjukkan bahwa lansia yang tidak menderita DM tipe 2 lebih banyak yang tidak memiliki riwayat keluarga DM. Pada penderita DM tipe 2 juga ditemukan bahwa lebih banyak yang tidak memiliki riwayat keluarga DM. Namun, jika dibandingkan antara penderita DM tipe 2 dengan yang bukan DM tipe 2 bisa dilihat bahwa selisih perbedaan frekuensi dan persentase antara lansia yang memiliki riwayat keluarga DM dan yang tidak memiliki riwayat keluarga DM lebih besar pada lansia yang bukan DM tipe 2. Dari hasil uji statistik dapat diketahui bahwa ada hubungan signifikan antara riwayat keluarga DM dengan DM Tipe 2 karena p value < 0.1. Tabel 5.13 Distribusi Responden Menurut Riwayat Keluarga DM dengan DM Tipe 2 Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 Status DM Riwayat Keluarga DM Tipe 2 Bukan DM Pvalue DM n % n % 45 9 13 17.8 Ada 55 11 60 82.2 0.017 Tidak ada 100 20 73 100 Jumlah 5.3.8 Hubungan Lingkar Pinggang Dengan DM Tipe 2 Tabel 5.14 Distribusi Responden Menurut Lingkar Pinggang dengan DM Tipe 2 Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 56 Status DM DM Tipe 2 Bukan DM Pvalue n % n % 14 70.0 46 63.0 Berisiko 0.753 6 30.0 27 37.0 Tidak Berisiko 20 100 73 100 Jumlah Berdasarkan tabel 5.14 dapat diketahui bahwa masing-masing pada penderita Lingkar Pinggang DM tipe 2 dan bukan DM tipe 2 lebih banyak yang memiliki ukuran lingkar pinggang yang berisiko. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0.753, berarti pada alpha 10% terlihat tidak ada hubungan signifikan antara lingkar pinggang dengan DM Tipe 2. 5.4 Analisis Multivariat Untuk dapat mengetahui faktor risiko yang paling dominan terhadap DM tipe 2 Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih dilakukan analisis multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik ganda dengan model prediksi. Tahap yang dilakukan dalam analisis multivariat dengan model prediksi adalah sebagai berikut: 1) Pemilihan variabel sebagai kandidat model Dalam penelitian ini terdapat 8 variabel yang diduga menjadi faktor risiko terhadap DM tipe 2 yaitu konsumsi serat, lemak, magnesium, beban glikemik, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, riwayat keluarga DM, dan lingkar pinggang. Untuk pemilihan kandidat variabel yang akan dimasukkan dalam model prediksi uji regresi logistik ganda, maka 8 variabel tersebut terlebih dahulu dilakukan analisis bivariat dengan variabel dependen yaitu DM tipe 2. Setelah melalui analisis bivariat, variabel dengan nilai Pvalue < 0.25 dijadikan variabel kandidat 57 yang akan dimasukkan ke dalam analisis multivariat. Hasil analisis bivariat antara variabel independen dengan variabel dependen dapat dilihat pada tabel 5.15. Tabel 5.15 Hasil Analisis Bivariat Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan DM Tipe 2 Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 No Variabel Pvalue 1 Konsumsi Serat 0.094 2 Konsumsi Lemak 0.815 3 Konsumsi Magnesium 0.033 4 Beban Glikemik 0.048 5 Aktivitas Fisik 0.092 6 Kebiasaan Merokok 1.000 7 Riwayat Keluarga DM 0.017 8 Lingkar Pinggang 0.753 Dari tabel 5.15 dapat diketahui ada 5 variabel yang memiliki nilai P value < 0.25 yaitu konsumsi serat, konsumsi magnesium, beban glikemik, aktivitas fisik, dan riwayat keluarga DM. Dengan demikian, variabel-variabel tersebut masuk ke dalam model prediksi uji regresi logistik ganda. 2) Penentuan faktor paling dominan berhubungan dengan DM tipe 2 Dalam pemodelan ini semua variabel kandidat dianalisis secara bersamaan. Variabel yang dimasukkan ke dalam model selanjutnya adalah variabel yang memiliki Pvalue ≤ 0.1. Sedangkan variabel yang memiliki nilai Pvalue > 0.1 dikeluarkan dari model. Pengeluaran variabel dilakukan secara bertahap mulai dari variabel yang memililki nilai Pvalue yang paling besar. Secara keseluruhan hasil pembuatan model faktor penentu dapat dilihat pada tabel 5.16 Tabel 5.16 Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik antara Konsumsi Serat, Konsumsi Magnesium, Beban Glikemik, Aktivitas Fisik, dan Riwayat Keluarga DM dengan DM Tipe 2 Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 58 No 1 2 3 4 5 Variabel Model 1 Model 2 Model 3 Konsumsi Serat 0.511 0.162 0.081 Konsumsi Magnesium 0.818 Beban Glikemik 0.341 0.348 Aktivitas Fisik 0.049 0.035 0.034 Riwayat Keluarga DM 0.009 0.006 0.007 Tabel 5.16 menunjukkan bahwa dari 5 variabel yang dianalisis, hanya terdapat 3 variabel yang tersisa yang memiliki Pvalue ≤ 0.1. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga variabel tersebut merupakan variabel yang berhubungan secara signifikan dengan DM tipe 2 pada lansia. Hasil analisis multivariat variabel tersebut dapat dilihat pada tabel 5.17. Tabel 5.17 Hasil Analisis Multivariat antara Konsumsi Serat, Aktivitas Fisik, dan Riwayat Keluarga DM dengan DM Tipe 2 pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 No 1 2 3 Variabel Konsumsi Serat Aktivitas Fisik Riwayat Keluarga DM Constant -2 Log Likelihood = 82.400 Negelkelke R Square = 0.222 B 0.105 1.31 1.594 -1.823 P 0.007 0.034 0.081 OR 1.11 3.705 4.922 90% CI 1.006 - 1.225 1.338 - 10.264 1.851 - 13.088 Dari tabel 5.17 dapat diketahui bahwa variabel riwayat keluarga memiliki nilai koefisien B dan nilai OR yang paling besar yang berarti di antara ketiga variabel tersebut, variabel riwayat keluarga DM merupakan faktor paling dominan berhubungan dengan DM Tipe 2. Berdasarkan hasil analisis model diketahui nilai Negelkelke R Square sebesar 22.2% artinya variabel konsumsi serat, aktivitas fisik, dan riwayat keluarga DM menjelaskan DM Tipe 2 sebesar 22.2% dan selebihnya dapat dijelaskan oleh variabel lain di luar penelitian ini. 59 BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian 6.1.1 Metode Pengumpulan Data a) Pada penelitian ini metode penentuan status DM pada responden yang belum terdiagnosis DM oleh dokter adalah melalui pengukuran menggunakan alat glucosemeter dengan bahan darah kapiler yang memiliki sensitivitas 70% dan spesifisitas 90% yang berarti kemampuan alat untuk mendiagnosis secara benar bahwa responden benar menderita penyakit sebesar 70% dan mendiagnosis secara benar bahwa responden benar tidak menderita penyakit sebesar 90%. Menurut Ningsih dkk (2008), hasil pengukuran dengan glucosemeter masih akan ditemukan peluang kesalahan sebesar 10,1%. Itulah sebabnya, peneliti tidak hanya mengandalkan hasil pengukuran glucosemeter saja, tapi juga menanyakan keluhan yang dirasakan oleh responden untuk memperkuat hasil pengukuran yang diperoleh. Untuk diagnosis DM, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Dan untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah seyogyanya dilakukan di laboratorium klinik yang terpercaya yang melakukan program pemantauan kendali mutu secara teratur (Soegondo, 2005). Oleh karena itu, diharapkan untuk peneliti selanjutnya untuk menggunakan metode pemeriksaan glukosa dengan 59 60 cara enzimatik dan diperiksa di laboratorium yang terpercaya agar memperoleh data yang lebih akurat. b) Pengumpulan data konsumsi dengan instumen FFQ semikuantitatif memiliki beberapa kekurangan yaitu dibutuhkan ingatan yang bagus tentang pola makan sehari-hari dan kekeliruan dalam mengestimasi frekuensi dan porsi makanan yang dikonsumsi. Untuk mengatasi kekeliruan dalam estimasi porsi makanan digunakan food model pada saat pengumpulan data konsumsi makanan. 6.2 Gambaran DM Tipe 2 pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa prevalensi DM tipe 2 pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih sebesar 21.5%. Prevalensi ini sudah melebihi prevalensi DM pada lansia secara nasional menurut data Riskesdas 2007, yaitu sebesar 3,7% pada kelompok usia 55 – 64 tahun, 3,4% pada kelompok usia 65– 74 tahun, dan 3,2% pada kelompok usia 75 tahun ke atas. Prevalensi DM tipe 2 yang cukup tinggi di kelurahan ini bisa disebabkan karena rata-rata konsumsi serat lansianya yang masih kurang di bawah angka kebutuhan gizi yang dianjurkan dan aktivitas fisik yang kurang di mana kedua hal tersebut merupakan faktor-faktor risiko timbulnya DM tipe 2. Dalam jangka panjang penyakit DM bisa menimbulkan komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular. Sirkulasi mikrovaskular yang buruk akan menimbulkan gangguan pada ginjal, retina, dan sistem saraf perifer termasuk neuron sensorik dan motorik somatik serta mengganggu reaksi imun dan inflamasi (Corwin, 61 2009). Sedangkan komplikasi makrovaskular mempengaruhi pembuluh darah besar dan menimbulkan penyakit jantung iskemik dan cedera serebrovaskular (Brooker, 2008). Mengingat cukup tingginya prevalensi DM di Kelurahan Cempaka Putih dan bahaya dari penyakit DM ini maka perlu segera diadakan upaya pencegahan dan penanggulangan dalam mengatasi penyakit tersebut. Upaya penanggulangan bisa dilakukan dengan cara mengajak masyarakat yang sudah terkena DM untuk selalu kontrol gula darah (pemeriksaan teratur) ke Posbindu di Kelurahan Cempaka Putih atau ke Puskesmas Kecamatan Ciputat Timur. Penderita DM tipe 2 yang tidak memakai insulin perlu memeriksa darah agar glukosa darah selalu terkontrol dengan baik. Ada yang memeriksanya setiap hari, ada pula yang dua kali seminggu. Biasanya yang melakukan diet ketat dan berolahraga secara teratur, serta minum obat rutin tidak perlu memeriksa glukosa darah terlalu sering. Untuk pemastian kapan dan seberapa sering dilakukan pemeriksaan glukosa darah harus dikonsultasikan dengan dokter karena jadwal pemeriksaan gluksoa darah tergantung pada tipe diabetes dan rencana pengobatan dari dokter. Dari pemeriksaan tersebut, lansia bisa mengetahui kadar glukosanya sehingga lebih berhati-hati dalam menjaga pola makannya dan bisa memperoleh obat antidiabetes yang dapat menurunkan kadar glukosa darah yang tinggi sehingga dapat meminimalisir resiko terkena komplikasi diabetes dengan penyakit lain. Sedangkan upaya pencegahan bisa dilakukan dengan cara memberikan penyuluhan atau penyebaran leaflet kepada masyarakat dari kalangan usia remaja, dewasa, dan lansia untuk menerapkan pola hidup sehat. Penggunaan leaflet sebagai media promosi kesehatan memiliki beberapa keunggulan, yaitu: pengguna dapat 62 melihat isinya pada saat santai, dapat belajar mandiri dan informasi yang ada bisa dibagi dengan keluarga dan teman. Oleh karena itu, diharapkan kepada Dinkes Tangerang Selatan dan Puskesmas Ciputat Timur untuk memberikan penyuluhan ke sekolah – sekolah karena pencegahan dari usia remaja tentu akan lebih baik hasilnya. Materi penyuluhan sebaiknya spesifik untuk penyakit DM sehingga remaja bisa mengetahui informasi tentang DM dengan baik, misalnya informasi tentang resiko lebih besar terkena DM pada remaja yang memiliki riwayat keluarga DM sehingga remaja tersebut semakin termotivasi untuk menerapkan pola hidup sehat. Selain itu, Kelurahan Cempaka Putih bekerja sama dengan Puskesmas Ciputat Timur diharapkan untuk membentuk posbindu yang lebih banyak karena posbindu yang ada hanya terdapat di 3 RW, sementara RW di kelurahan tersebut berjumlah 11 sehingga pelayanan belum bisa menjangkau semua lansia yang ada dalam kelurahan. 6.3 Hubungan Konsumsi Serat dengan DM Tipe 2 Serat adalah komponen dinding sel pada tumbuhan yang tidak dapat dicerna atau diserap oleh tubuh. Serat banyak terdapat dalam sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, biji-bijian, dan produk gandum (Lau, 2009). Dari hasil penelitian diperoleh bahwa rata-rata konsumsi serat lansia di Kelurahan Cempaka Putih berada pada interval 14.5 –16.4 gram. Nilai ini masih kurang dari angka kebutuhan yang dianjurkan yaitu 25 gram. Rendahnya konsumsi serat ini disebabkan karena sebagian besar lansianya jarang mengkonsumsi sayur dan buah yang merupakan sumber serat yang utama. Padahal menurut Pedoman Gizi Seimbang (PGS) konsumsi sayur yang dianjurkan adalah sebanyak 3 – 5 porsi dan buah sebanyak 2 – 3 porsi per hari. 63 Selain frekuensi yang jarang, porsi sayuran yang sering dikonsumsi oleh lansia jumlahnya sedikit. Kebanyakan lansia mengkonsumsi jenis sayur seperti sayur asem dan sop dimana jumlah sayur dalam makanan memang bervariasi tapi jumlahnya sedikit sehingga menyebabkan serat yang dikonsumsi juga sedikit. Oleh karena itu, perlu adanya upaya meningkatkan konsumsi serat pada masyarakat terutama lansia yang memiliki risiko lebih untuk terkena DM tipe 2. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui penyebaran leaflet atau penyuluhan mengenai sumber serat yang baik dan manfaatnya terhadap kesehatan tubuh. Berdasarkan hasil uji statistik dapat diketahui bahwa ada hubungan signifikan antara konsumsi serat dengan DM Tipe 2 pada lansia di mana rata–rata konsumsi serat lansia yang menderita DM tipe 2 lebih rendah dibandingkan rata–rata konsumsi serat lansia yang tidak menderita DM tipe 2. Hal ini selaras dengan hasil studi Hopping dkk (2010) yang menemukan bahwa asupan serat total berhubungan dengan penurunan risiko diabetes baik pada pria dan wanita. Penelitian Meyer dkk (2000) juga menemukan hasil yang sama bahwa terdapat hubungan berbanding terbalik antara konsumsi serat dengan perkembangan diabetes pada wanita yang lebih tua. Dalam kaitannya dengan DM tipe 2, serat dapat memperbaiki respon glukosa darah dan indeks insulin sehingga menurunkan risiko terkena penyakit tersebut. Serat makanan dapat mempercepat rasa kenyang. Hal ini disebabkan karena orang akan mengunyah lebih lama bila dalam makanan yang mengandung kadar serat yang tinggi, ketika proses makan melambat, hal ini akan memberikan perasaan kenyang, dan pada gilirannya membantu mencegah makan secara berlebihan dan berat badan 64 berlebih. Oleh sebab itu, kecenderungan menjadi gemuk yang merupakan salah satu faktor risiko penyakit DM tipe 2 pada orang yang mengkonsumsi serat dalam jumlah cukup akan lebih rendah daripada orang-orang yang makanannya mengandung kadar serat yang rendah. Di dalam usus halus, serat dapat memperlambat penyerapan glukosa dan meningkatkan kekentalan isi usus yang secara tidak langsung dapat menurunkan kecepatan difusi permukosa usus halus. Akibat kondisi tersebut, kadar glukosa dalam darah mengalami penurunan secara perlahan, sehingga kebutuhan insulin juga berkurang (Nadimin, 2009). 6.4 Hubungan Konsumsi Lemak dengan DM Tipe 2 Salah satu komponen lemak adalah asam lemak yang terdiri dari asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh memiliki ikatan rangkap (ganda) atom karbon. Asam lemak tidak jenuh terdiri dari asam lemak dengan ikatan tidak jenuh tunggal (MUFA = monounsaturated fatty acid) dan mempunyai ikatan rangkap banyak (PUFA = polyunsaturated fatty acid). Asam lemak PUFA dikenal dengan asam lemak esensial, yaitu asam lemak yang dibutuhkan oleh tubuh namun tubuh tidak dapat mensintesisnya. Oleh sebab itu, PUFA harus didatangkan dari luar, yaitu dari makanan (Khomsan, 2008). Lemak merupakan salah satu unsur penting yang terdapat di dalam makanan. Tanpa lemak tubuh kita tidak dapat berfungsi dengan normal, namun lemak yang berlebih juga dapat menimbulkan penyakit, termasuk DM tipe 2. Menurut Ginsberg dkk (1981), kualitas lemak dari makanan terutama mempengaruhi komposisi asam lemak membran sel yang diperkirakan dapat mengubah fungsi seluler, termasuk 65 fluiditas membran, permeabilitas ion, dan afinitas reseptor insulin. Perubahan tersebut, pada gilirannya, dapat mempengaruhi jaringan dan sensitivitas insulin tubuh secara keseluruhan. Temuan tersebut diperkuat dengan hasil studi Riserus dkk (2009) yang juga mengemukakan bahwa konsumsi lemak berperan dalam DM tipe 2 dikarenakan asam lemak mempengaruhi metabolisme glukosa dengan mengubah fungsi membran sel, aktivitas enzim, sinyal insulin, dan ekspresi gen. Penggantian lemak jenuh dan asam lemak trans dengan lemak tak jenuh (polyunsaturated dan/atau monounsaturated) memiliki efek menguntungkan pada sensitivitas insulin dan kemungkinan akan mengurangi risiko diabetes tipe 2. Di antara lemak tak jenuh ganda, asam linoleat dari seri n-6 dapat meningkatkan sensitivitas insulin. Di sisi lain, asam lemak rantai panjang n-3 tidak terbukti dapat meningkatkan sensitivitas insulin atau metabolisme glukosa. Oleh karena itu, dalam praktek diet agar dapat mencegah DM tipe 2, makanan yang kaya lemak jenuh dari daging dan produk susu yang kaya lemak harus diganti dengan makanan kaya minyak nabati, termasuk margarin nonterhidrogenasi, kacang-kacangan, dan biji-bijian. Konsumsi lemak terhidrogenasi parsial/lemak trans juga harus diminimalkan. Lemak trans ini biasanya terdapat dalam margarin, kentang goreng, donat, dan makanan yang dipanggang seperti crackers dan kue kering atau makanan siap saji lainnya. Dari hasil studi diperoleh nilai p = 0.815, yang berarti tidak ada hubungan signifikan antara konsumsi lemak dengan DM Tipe 2 pada lansia. Hasil penelitian ini tidak selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Thanopoulou dkk (2003) yang memperoleh temuan bahwa asupan lemak sangat terkait dengan DM tipe 2 baik diabetes tipe 2 yang sudah terdiagnosis atau diabetes tipe 2 tidak terdiagnosis. 66 Adanya diabetes tipe 2 ini terutama dikaitkan dengan asupan lemak hewani. Selain itu, Meyer dkk (2001) juga menemukan bahwa lemak nabati memiliki hubungan berbanding terbalik dengan insidens diabetes pada populasi lansia perempuan Iowa. Selain itu, mereka juga mengungkapkan bahwa mengganti asam lemak jenuh dengan asam lemak tak jenuh ganda dapat mengurangi laju/perkembangan diabetes. Ketidaksesuaian hasil penelitian ini dengan studi yang dilakukan oleh Meyer dkk (2001) bisa disebabkan karena dalam penelitiannya, Meyer dkk (2001) memperhatikan jenis lemak yang dikonsumsi oleh responden. Sedangkan dalam penelitian ini, peneliti tidak memperhatikan jenis lemak yang dikonsumsi oleh responden, hanya mempertimbangkan asupan lemak total responden. Dengan tidak memperhatikan jenis lemak yang dikonsumsi, bisa mempengaruhi hasil penelitian ini karena bisa saja responden dalam dietnya sehari-hari lebih banyak mengkonsumsi lemak tidak jenuh dan sedikit mengkonsumsi lemak jenuh dimana hal tersebut bisa menurunkan risiko terkena DM tipe 2. Selain itu, tidak adanya hubungan antara konsumsi lemak dengan DM tipe 2 bisa disebabkan karena sampel minimal variabel ini dari perhitungan besar sampel penelitian Handayani (2003) sebesar 162 orang dan setelah dimasukkan ke dalam rumus n = P2 x n’ adalah sebanyak 285 orang. Dalam penelitian ini jumlah sampel yang diambil adalah 93 orang, jumlah tersebut lebih kecil daripada jumlah sampel minimal konsumsi lemak sebanyak 285 orang. Hal ini tentunya bisa mempengaruhi hasil analisis data karena jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini mungkin belum representatif untuk bisa menunjukkan adanya hubungan antara konsumsi 67 lemak dengan DM tipe 2 karena untuk variabel ini dibutuhkan sampel minimal sebanyak 285 orang. 6.5 Hubungan Konsumsi Magnesium dengan DM Tipe 2 Mekanisme seluler atau molekuler yang mendasari dimana asupan magnesium mempengaruhi resistensi insulin masih belum dipahami dengan baik. Kelainan pada homeostasis magnesium intraseluler telah dihipotesiskan yang menjadi penghubung antara resistensi insulin, diabetes tipe 2, dan penyakit kardiovaskular. Mekanisme pertama, magnesium berfungsi sebagai kofaktor untuk enzim dalam metabolisme glukosa memanfaatkan ikatan fosfat berenergi tinggi. Kedua, kadar magnesium intraseluler mungkin penting untuk menjaga sensitivitas insulin pada otot rangka atau jaringan adiposa. Menurunnya kadar magnesium dapat menurunkan aktivitas tirosin kinase pada reseptor insulin dan meningkatkan kadar kalsium intraseluler, yang menyebabkan penurunan sinyal insulin. Ketiga, kadar magnesium intraseluler dapat mempengaruhi sekresi insulin yang dirangsang glukosa dalam sel β pankreas melalui pengubahan metabolisme ion seluler atau jalur lain yang terkait dengan stres oksidatif dan pembentukan radikal bebas (Song, 2004). Dari hasil uji statistik menunjukkan bahwa pada alpha 10% ada hubungan signifikan antara konsumsi magnesium dengan DM Tipe 2. Hasil studi ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lopez–Ridaura dkk (2004) dan Larsson (2007) yang mengungkapkan bahwa asupan magnesium memiliki hubungan berbanding terbalik dengan DM Tipe 2. Magnesium memberikan peran proteksi terhadap DM tipe 2 dengan cara meningkatkan sensitivitas insulin (Larsson, 2007). 68 Oleh karena itu, perlu adanya upaya promotif dan preventif dengan cara memberikan informasi tentang makanan yang kaya magnesium seperti: biji - bijian, kacang – kacangan, dan sayuran hijau. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui penyuluhan, penyebaran leaflet atau media lainnya. 6.6 Hubungan Beban Glikemik dengan DM Tipe 2 Rata-rata beban glikemik lansia di Kelurahan Cempaka Putih berada pada rentang 92.2 – 102.8. Rata-rata ini termasuk dalam kategori sedang karena masih berada dalam rentang 80 – 120. Nilai beban glikemik dikategorikan rendah jika berada dalam rentang 0 – 80 dan dikelompokkan tinggi jika berada di atas 120 (Bean, 2007). Nilai beban glikemik (GL) lansia di kelurahan ini sebagian besar berada dalam kelompok sedang dan rendah. Hal ini disebabkan porsi makan pada lansia sudah berkurang atau lebih sedikit dibandingkan kelompok usia lainnya termasuk jenis makanan yang mengandung karbohidrat seperti nasi, roti, ubi, singkong dan makanan pokok lainnya. Berdasarkan hasil uji statistik dapat diketahui bahwa pada alpha 10% terdapat hubungan signifikan antara GL dengan DM Tipe 2 pada lansia. Hasil studi ini selaras dengan hasil temuan Willet dkk (2002), yaitu beban glikemik dari keseluruhan konsumsi makanan memiliki hubungan dengan besarnya risiko DM tipe 2 baik pada laki-laki dan perempuan. Pereira dan rekannya (2004) mengungkapkan bahwa, dibandingkan dengan metode konvensional diet pembatasan energi dan rendah lemak, diet rendah GL menyebabkan pengurangan kecil pada RMR (resting metabolic rate) dan rasa lapar, 69 pengurangan lebih besar dalam resistensi insulin, TG, C-reactive protein (CRP), dan rata-rata tekanan arteri, dan perubahan komposisi tubuh. Selain itu, Liu dkk (2002) menunjukkan bahwa GL makanan secara langsung berhubungan dengan kadar plasma CRP, setelah dilakukan adjustment pada BMI, asupan energi total, dan faktor risiko koroner lainnya yang diketahui, dan asosiasi itu lebih kuat pada wanita dengan BMI > 25 kg/m2. Dalam Women’s Health Initiative, diet rendah GL juga dikaitkan dengan kadar plasma interleukin-6 (IL-6) dan tumor necrosis factor-alpha reseptor-2 yang lebih rendah yang dapat menurunkan risiko DM. Pradhan dan rekan (2001) menemukan hasil studi berupa 2 tanda peradangan sistemik, CRP dan IL-6, menjadi penentu risiko DM tipe 2 terutama CRP merupakan prediktor independen yang kuat setelah penyesuaian untuk obesitas, faktor risiko klinis, dan kadar insulin puasa. Asosiasi paralel juga ditemukan untuk IL-6, meskipun lebih rendah dalam besarnya dan dari batas signifikansi statistik setelah penyesuaian multivariat. Menurut Pradhan dkk (2001) data prospektif tersebut mendukung peran inflamasi dalam diabetogenesis dan sesuai dengan hipotesis sebelumnya yang dikemukakan oleh Pickup dan Crook bahwa DM tipe 2 dapat merupakan manifestasi dari respon fase akut dimediasi sitokin yang diprakarsai oleh sistem kekebalan tubuh bawaan. Produksi sitokin yang dimediasi obesitas merupakan mekanisme penting untuk peningkatan sistemik dari kedua biomarker tersebut. Sitokin utama yang terlibat dalam sintesis hati CRP adalah IL-6, yang juga merupakan molekul penting sinyal adiposit yang dikeluarkan dari simpanan lemak visceral dan subkutan. Sekitar 25% IL-6 sistemik in vivo berasal dari jaringan adiposa subkutan dan diperkirakan dapat 70 memodifikasi glukosa adiposit, metabolisme lipid dan berat tubuh. Selanjutnya, Pradhan dkk (2001) juga mengemukakan bahwa mekanisme lain yang dapat menjelaskan hasil temuan mereka adalah hubungan antara inflamasi dan disfungsi endotel. Perubahan permeabilitas endotel dan berkurangnya aliran darah perifer dapat membatasi pengiriman insulin dan meningkatkan resistensi insulin pada jaringan aktif secara metabolik. Peningkatan kadar CRP dikaitkan dengan menurunnya vasoreactivity endotel dan melalui normalisasi CRP dikaitkan dapat meningkatkan aliran darah. Mekanisme lainnya adalah peningkatan IL-6 dan CRP sebagian besar mungkin mencerminkan aktivasi adiposit. Misalnya, IL-6 dan produksi hilir CRP mungkin terkait dengan pelepasan zat patogen lain yang timbul dari adiposit yang dirangsang/diaktivasi. Mediator potensial lainnya dari resistensi insulin yang berasal dari simpanan adiposa adalah tumor necrosis factor α, leptin, asam lemak bebas, dan resisten (Pradhan, 2001). Dengan demikian, diet rendah GL dapat menurunkan kadar CRP dan IL-6 di mana dengan rendahnya kedua biomarker tersebut dapat menurunkan risiko DM tipe 2. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya promotif dan preventif melalui penyuluhan atau penyebaran leaflet yang memberikan informasi tentang makanan yang mengandung rendah GL seperti sayur – sayuran (brokoli, kangkung, buncis, tomat, wortel, labu), buah – buahan (buah beri, pir, melon, semangka, buah ceri), kacang – kacangan (kacang hijau, kacang tanah, kacang kedelai, kacang polong), dan gandum. 71 6.7 Hubungan Aktivitas Fisik dengan DM Tipe 2 Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar lansia memiliki aktivitas fisik yang kurang, yaitu sebanyak 52 orang (55.9%). Penurunan aktivitas fisik ini bisa disebabkan karena lansia sudah tidak bekerja lagi dan terjadinya penurunan kondisi fisik tubuh akibat adanya proses menua seperti penurunan fungsi musculoskeletal yang dapat mengakibatkan imobilitas pada lansia. Menurut Kozier dkk (2009) penurunan fungsi musculoskeletal pada lansia berupa menurunnya massa otot secara progresif, penurunan kecepatan, kekuatan, ketahanan terhadap keletihan, waktu reaksi, dan koordinasi pada lansia yang disebabkan oleh penurunan konduksi saraf dan tonus otot. Untuk lansia perempuan, sebagian besar masih melaksanakan pekerjaan rumah tangga seperti mencuci dan menyapu halaman serta jalan kaki ke tempat pengajian sehingga persentase antara lansia perempuan yang melaksanakan aktivitas fisik yang cukup dan kurang tidak jauh berbeda. Namun, untuk lansia laki-laki sebagian besar sudah tidak melakukan kegiatan fisik apapun, bahkan jalan kaki yang merupakan jenis aktivitas fisik ringan jarang yang menerapkannya. Oleh karena itu, perlu upaya promotif dan preventif untuk meningkatkan motivasi dan kesadaran masyarakat terutama lansia agar melaksanakan aktivitas fisik secara teratur minimal total 30 menit per hari selama 5 hari dalam seminggu harus digalakkan. Aktivitas fisik yang dilakukan dapat berupa pekerjaan rumah tangga, bercocok tanam, atau berjalan kaki yang harus dilakukan minimal 10 menit dalam satu kali pelaksanaan kegiatan dan total waktu pelaksanaan satu jenis kegiatan per harinya minimal 30 menit. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan cara penyebaran pamflet atau poster, penyuluhan, 72 atau pengadaan kegiatan jalan kaki sore atau senam lansia yang dipandu salah satu lansia. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara aktivitas fisik dengan DM Tipe 2 pada lansia, di mana lansia yang menderita DM tipe 2 lebih banyak yang memiliki aktivitas fisik yang kurang. Hasil penelitian ini selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Helmrich dkk (1991) yang menemukan bahwa pria yang berolahraga secara teratur, dengan intensitas sedang atau berat, memiliki risiko 35% lebih rendah menderita DM tipe 2 daripada pria kurang gerak. Wiardani (2009) juga menemukan hasil yang sama bahwa aktivitas fisik rendah memiliki risiko DM tipe 2 tiga kali lebih besar dibandingkan dengan aktivitas fisik tinggi. Temuan tersebut diperkuat juga dengan hasil penelitian Esteghamati dkk (2009) yang mengungkapkan adanya hubungan berbanding terbalik antara antara aktivitas fisik dengan resistensi insulin di mana hubungan tersebut dimanifestasikan sesuai dengan intensitas, tingkat aktivitas fisik, dan pengeluaran energi selama aktivitas fisik. Rizzo dkk (2008) mengungkapkan ada beberapa kemungkinan mekanisme bagaimana aktivitas fisik dapat mempengaruhi resistensi insulin. Aktivitas fisik rutin dapat mempengaruhi aksi insulin dalam metabolisme glukosa dan lemak pada otot rangka. Aktivitas fisik yang giat menghasilkan adaptasi fisiologis sel otot rangka pada orang dewasa. Beberapa adaptasi fisiologis meliputi peningkatan pasokan kapiler ke otot skeletal, peningkatan aktivitas enzim dari rantai transpor elektron mitokondria, dan peningkatan secara bersamaan pada volume dan kepadatan mitokondria. Secara tidak langsung, aktivitas fisik yang teratur dapat berperan dalam 73 mencegah risiko DM dengan meningkatkan massa tubuh tanpa lemak dan secara bersamaan mengurangi lemak tubuh. Sedangkan menurut Wiardani (2009) peningkatan risiko DM pada aktivitas fisik rendah terjadi karena penurunan kontraksi otot yang menyebabkan berkurangnya permeabilitas membran sel terhadap glukosa. Akibatnya terjadi gangguan transfer glukosa ke dalam sel dan berkurangnya respon terhadap insulin yang mengarah pada keadaan resisten. 6.8 Hubungan Merokok dengan DM Tipe 2 Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar lansia (84.9%) tidak merokok dan 15.1% adalah perokok. Prevalensi yang tidak merokok lebih besar daripada prevalensi yang merokok bisa disebabkan karena kebanyakan responden berjenis kelamin perempuan. Bagi masyarakat Indonesia yang masih menganut adat ketimuran, merokok bagi wanita merupakan hal yang tabu karena hal ini pastinya akan melontarkan penilaian-penilaian miring tentang dirinya (Sihite dalam Syamsiah, 2013). Dan hal itu memang terbukti dari persentase yang merokok hampir semuanya adalah lansia laki-laki dan hanya 1 orang yang berjenis kelamin perempuan. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa pada alpha 10% terlihat tidak ada hubungan antara merokok dengan DM Tipe 2 pada lansia. Hasil penelitian ini selaras dengan pernyataan Qiao dkk (1999) yang mengungkapkan bahwa merokok memang meningkatkan risiko diabetes dan TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) pada lakilaki di mana mereka menjadi rentan untuk mengalami kematian dini, tetapi merokok dikaitkan dengan penurunan risiko diabetes pada pria yang bisa bertahan hidup sampai usia yang jauh lebih tua. Hal ini disebabkan karena orang-orang merokok 74 yang telah selamat sampai usia tua pasti memiliki kemampuan khusus untuk berjuang melawan efek berbahaya dari merokok terhadap kesehatan. Selain itu, Qiao dkk (1999) juga menambahkan bahwa sebagian besar bukti yang menunjukkan bahwa merokok meningkatkan risiko diabetes berasal dari studi pada populasi setengah baya atau bahkan dari kelompok usia yang lebih muda. Walaupun pada tahun 2004, Sairenchi dkk (2004) mempublikasikan bahwa studi yang mereka lakukan merupakan studi prospektif pertama yang menunjukkan hubungan yang signifikan antara merokok dan risiko diabetes di kalangan usia lanjut pria dan wanita. Namun, penelitian Sairenchi dkk (2004) memiliki keterbatasan yaitu mereka tidak meneliti faktor aktivitas fisik dan diet di mana kedua faktor tersebut bisa menjadi faktor confounding dalam hubungan antara merokok dan diabetes. Oleh karena itu, diperlukan studi lebih lanjut pada populasi lansia untuk memperjelas hubungan merokok dengan risiko diabetes pada lansia. Selain itu, tidak ditemukannya hubungan antara merokok dan DM tipe 2 bisa disebabkan karena data variabel merokok yang relatif homogen. Seperti yang terlihat pada tabel 5.12 menunjukkan bahwa prevalensi yang tidak merokok sebesar 85% baik pada kelompok penderita DM tipe 2 dan bukan DM tipe 2. Data yang homogen tersebut dapat mempengaruhi hasil uji secara statistik. 6.9 Hubungan Riwayat Keluarga DM dengan DM Tipe 2 Dalam penelitian ini, yang dianggap keluarga hanyalah kerabat dekat seperti ayah, ibu, saudara laki-laki dan saudara perempuan sekandung. Jika riwayat DM pada salah satu anggota keluarga tersebut, maka seseorang memiliki risiko kategori 75 sedang untuk terkena DM tipe 2 dan jika banyak anggota keluarga tersebut yang memiliki riwayat DM, maka seseorang memiliki risiko yang paling besar untuk terkena DM tipe 2. Dari hasil uji statistik dapat diketahui bahwa ada hubungan signifikan antara riwayat keluarga DM dengan DM Tipe 2. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Handayani (2003), yaitu riwayat keluarga memiliki pengaruh bermakna dengan DM Tipe 2 di mana risiko untuk terjadi DM tipe 2 pada subyek yang memiliki riwayat keluarga DM tipe 2 sebesar 5,9 kali dibandingkan dengan mereka yang tidak tahu keluarganya menderita DM tipe 2. Hasil ini selaras juga dengan hasil penelitian Fajarwati dan Kiki Korneliani (2010) yang menemukan adanya hubungan yang signifikan antara riwayat keluarga DM dengan DM Tipe 2 pada wanita. Anggota keluarga penderita DM memiliki kemungkinan lebih besar terserang penyakit ini dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita DM di mana dalam kasus DM tipe 2 persentase yang memiliki riwayat keluarga menderita DM sebesar 30% (Soegondo, 2005). Bukti adanya komponen genetik pada DM tipe 2 berasal dari koefisien keselarasan (corcodance) DM yang meningkat kepada kembar monozigot, prevalensi DM yang tinggi pada anak-anak dari orang tua yang menderita diabetes, dan prevalensi DM yang tinggi pada kelompok etnis tertentu. Keterkaitan DM dengan banyak gen kandidat telah teridentifikasi pada berbagai populasi, tetapi tidak ada gen yang terlihat sebagai gen utama di dalam proses terjadinya kelainan tersebut. DM tipe 2 merupakan kelainan poligenik dan tidak memiliki hubungan yang jelas dengan gen human leucocytes antigen (HLA). (Gibney, 2008) 76 Dari hasil analisis multivariat dapat diketahui bahwa faktor risiko yang paling dominan terhadap DM tipe 2 adalah riwayat keluarga. Berdasarkan hal tersebut diharapkan agar pihak Puskesmas Kecamatan Ciputat Timur bekerjasama dengan posbindu di Kelurahan Cempaka Putih untuk mengadakan upaya promotif dan preventif dengan cara memberikan informasi atau penyuluhan tentang gaya hidup sehat kepada para lansia terutama lansia yang sudah memiliki riwayat keluarga DM mengingat mereka merupakan kelompok yang memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena DM dibandingkan dengan lansia lainnya yang tidak memiliki riwayat DM. 6.10 Hubungan Lingkar Pinggang dengan DM Tipe 2 Sebagian besar lansia di Kelurahan Cempaka Putih memiliki ukuran lingkar pinggang yang berisiko yaitu sebesar 64.5% (60 orang). Hal ini selaras dengan banyaknya lansia di kelurahan ini yang memiliki aktivitas fisik yang kurang. Kurangnya aktivitas fisik dapat menyebabkan penumpukan lemak pada tubuh termasuk akumulasi lemak pada sekitar daerah abdominal yang ditandai dengan besarnya ukuran lingkar pinggang. Oleh karena itu, perlu adanya upaya promotif dan preventif untuk menggalakkan pelaksanaan kegiatan/aktivitas fisik secara rutin melalui penyebaran leaflet atau penyuluhan tentang manfaat dan jenis aktivitas fisik yang dapat dilakukan oleh lansia di setiap kegiatan posbindu atau majelis taklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara lingkar pinggang dengan DM Tipe 2. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Soetiarto dkk (2010) yang menemukan bahwa 77 obesitas sentral berdasarkan lingkar pinggang berperan sebagai faktor risiko terjadinya DM 2.26 kali dari yang tidak obes sentral. Seperti diketahui, salah satu gejala DM adalah terjadinya penurunan berat badan yang drastis. Pankreas berfungsi memproduksi insulin untuk memproses asupan glukosa sebagai sumber energi. Pada orang DM, tubuhnya gagal mengelola glukosa menjadi energi akibat terjadinya resistensi insulin. Karena tubuh membutuhkan energi, maka tubuh akan mencari sumber energi lain yaitu dengan cara memecah simpanan lemak menjadi energi. Lemak pada organ perut lebih mudah diolah untuk memperoleh energi (Ramaiah, 2008). Dan jika simpanan lemak ternyata tidak mencukupi kebutuhan energi tubuh, maka protein atau otot yang dipecah sehingga lama-lama berat badan akan menurun dan ukuran lingkar pinggang juga akan menyusut. Hal ini selaras dengan hasil wawancara terhadap para responden yang sudah menderita DM sebelum penelitian ini dilakukan bahwa mereka memang mengalami penurunan berat badan yang drastis serta gejala DM yang lain sehingga mereka berinisiatif untuk memeriksakan diri ke dokter. Dari tabel 5.14 dapat diketahui bahwa sebagian besar penderita DM tipe 2 memiliki ukuran lingkar pinggang berisiko. Tapi hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara lingkar pinggang dengan DM tipe 2. Hal ini bisa terjadi karena saat pengumpulan data dilakukan 90% dari 20 responden yang dikategorikan sebagai penderita DM tipe 2 sudah mengetahui sejak lama bahwa mereka menderita DM. Tabel 5.2 menunjukkan bahwa sebagian besar lansia penderita DM tipe 2 sudah menderita DM dalam jangka waktu lebih dari 5 tahun. Tentunya dalam jangka waktu tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa berat 78 badan dan ukuran lingkar responden yang menyusut bisa meningkat kembali karena dalam masa tersebut mereka bisa mengubah gaya hidup dan pola makan mereka berdasarkan saran dari dokter. 79 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan a) Gambaran DM tipe 2 pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih tahun 2012, yaitu 21.5%. b) Rata-rata konsumsi serat pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih tahun 2012 pada CI 90% sebesar 14.5 – 16.4 gr, yang berarti masih kurang dari nilai AKG (Angka Kebutuhan Gizi) yang dianjurkan. c) Rata-rata konsumsi lemak pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih tahun 2012 pada CI 90% sebesar 63.1 – 67.5 gr, yang berarti masih berada di bawah ambang batas konsumsi lemak pada lansia laki-laki dan sudah melebihi batas konsumsi lemak pada lansia perempuan. d) Rata-rata konsumsi magnesium pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih tahun 2012 pada CI 90% sebesar 399.3 – 443.2 mg, yang berarti sudah mencukupi nilai AKG yang dianjurkan. e) Rata-rata beban glikemik pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih tahun 2012 pada CI 90% sebesar 92.2 – 102.8, yang berarti masih termasuk dalam kategori nilai beban glikemik sedang. f) Gambaran aktivitas fisik pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih tahun 2012, yaitu 55.9% lansia memiliki aktivitas fisik kurang. g) Sebagian besar lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih tahun 2012 tidak merokok, yaitu sebesar 68.8%. 79 80 h) Riwayat keluarga DM pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih tahun 2012, yaitu sebesar 23.7%. i) Sebagian besar lansia (64.5%) di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih tahun 2012, yaitu memiliki ukuran lingkar pinggang berisiko. j) Ada hubungan antara konsumsi serat dengan DM Tipe 2 pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih tahun 2012. k) Tidak ada hubungan antara konsumsi lemak dengan DM Tipe 2 pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih tahun 2012. l) Ada hubungan antara konsumsi magnesium dengan DM Tipe 2 pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih tahun 2012. m) Ada hubungan antara beban glikemik dengan DM Tipe 2 pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih tahun 2012. n) Ada hubungan antara aktivitas fisik dengan DM Tipe 2 pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih tahun 2012. o) Tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan DM Tipe 2 pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih tahun 2012. p) Ada hubungan antara riwayat keluarga DM dengan DM Tipe 2 pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih tahun 2012. q) Tidak ada hubungan antara lingkar pinggang dengan DM Tipe 2 pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih tahun 2012. r) Faktor yang paling dominan berhubungan dengan DM Tipe 2 adalah riwayat keluarga DM. 81 7.2 Saran A. Untuk Kelurahan Cempaka Putih Bekerja sama dengan Puskesmas Ciputat Timur untuk membentuk lebih banyak posbindu agar bisa menjangkau semua lansia yang ada dalam kelurahan tersebut. B. Untuk Puskesmas Ciputat Timur 1. Memberikan penyuluhan ke sekolah – sekolah dengan materi penyuluhan yang spesifik untuk penyakit DM, misalnya informasi tentang resiko lebih besar terkena DM pada remaja yang memiliki riwayat keluarga DM sehingga pencegahan bisa dilakukan dari sejak dini. 2. Bekerja sama dengan posbindu di Kelurahan Cempaka Putih untuk meningkatkan motivasi dan kesadaran masyarakat terutama lansia agar melaksanakan aktivitas fisik secara teratur yaitu minimal 30 menit per hari selama 5 hari dalam seminggu. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan cara penyebaran pamflet atau poster, penyuluhan, atau pengadaan kegiatan jalan kaki sore atau senam lansia yang dipandu salah satu lansia. 3. Bekerjasama dengan posbindu di Kelurahan Cempaka Putih untuk memberikan informasi melalui penyebaran leaflet atau penyuluhan tentang manfaat dan sumber serat yang baik serta batasan dan jenis lemak yang baik untuk dikonsumsi kepada para lansia terutama lansia yang sudah memiliki riwayat keluarga DM. 82 4. Memberikan informasi tentang makanan yang kaya magnesium seperti: biji bijian, kacang – kacangan, dan sayuran hijau melalui penyuluhan, penyebaran leaflet atau media lainnya. 5. Penyuluhan atau penyebaran leaflet yang memberikan informasi tentang makanan yang mengandung rendah beban glikemik seperti sayur – sayuran (brokoli, kangkung, buncis, tomat, wortel, labu), buah – buahan (buah beri, pir, melon, semangka, buah ceri), kacang – kacangan (kacang hijau, kacang tanah, kacang kedelai, kacang polong), dan gandum. C. Untuk Peneliti Selanjutnya 1. Pengukuran glukosa darah hendaknya menggunakan metode yang paling akurat yaitu pemeriksaaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena dan di laboratorium yang terpercaya. 2. Meneliti faktor – faktor lain yang tidak diteliti dalam studi ini. 83 DAFTAR PUSTAKA Ali, Iskandar. Khasiat & Manfaat Kitoloid Penakluk Gangguan Mata. Jakarta: Agromedia Pustaka. 2010 Baughman, Diane C, JoAnn C. Hackley. Keperawatan Medikal-Bedah: Buku Saku untuk Brunner dan Suddarth. Jakarta: EGC. 2000 Bazzano LA, Serdula M, dan Liu S. Prevention of Type 2 Diabetes by Diet and Lifestyle Modification. J. Am. Coll. Nutr. 2005 24:(5) 310-319. Bean, Anita. Food for Fitness. London: A & C Black Publishers Ltd. 2007 Brooker, Chris. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: EGC. 2008 Brown, Judith E dkk. Nutrition and The Elderly: Conditions and Intervention in U. Beate Krinkle dan Lori Roth-Yousey. USA: Thomson Wadsworth. 2005 Cahyono, Suharjo B. Gaya Hidup dan Penyakit Modern. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. 2008 Chiolero A, Faeh D, Paccaud F, dan Cornuz J. Consequences of Smoking for Body Weight, Body Fat Distribution, and Insulin Resistance. Am J Clin Nutr 2008;87:801–809. Corwin, Elizabeth J. Patofisiologi: Buku Saku. Jakarta: EGC. 2009 Esteghamati A, Khalilzadeh O, Rashidi A, Meysamie A, Haghazali M, Asgari F, Abbasi M, Rastad S, dan Gouya MM. Association Between Physical Activity and Insulin Resistance in Iranian Adults: National Surveillance of Risk Factor of Non-Communicable Diseases (SuRFNCD-2007). Preventive Medicine 49 (2009): 402–406. Facchini F, Chen YD, Reaven GM. Light-to-Moderate Alkohol Intake is Associated with Enhanced Insulin Sensitivity. Diabetes Care 17:115–119, 1994. Fajarwati dan Kiki Korneliani. Beberapa Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Diabetes Melitus (DM) Tipe 2 pada Wanita di Rumah Sakit Umum Daerah 45 Kuningan. Kesehatan Komunitas Indonesia 2010;6 (1):225-234. Fatmah. Gizi Usia Lanjut. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2010. Frati AC, Iniestra F, Ariza CR. Acute Effect of Cigarette Smoking on Glucose Tolerance and Other Cardiovascular Risk Factors. Diabetes Care 1996;19:112–18. 83 84 Foy CG, Bell RA, Farmer DF, Goff DC, dan Wagenknecht LE. Smoking and Incidence of Diabetes Among US Adults. Diabetes Care 2005;28:2501–2507. Gibney, Michael J dkk. Diabetes Melitus In Ambady Ramachandan dkk. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC. 2008 Handayani, Sri Ani. Tesis “Faktor-Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 di Semarang dan Sekitarnya. Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang. 2003 Helmrich SP, Ragland DR, Leung RW, dan Paffenbarger RS. Physical Activity and Reduced Occurrence of Non-Insulin-Dependet DM. N Engl J Med 1991; 325: 147-152. Higgins JA, Brand Miller JC, Denyer GS. Development of Insulin Resistance in The Rat is Dependent on The Rate of Glucose Absorption from The Diet. J Nutr 1996;126:596–602. Hopping BN, Erber E, Grandinetti A, Verheus M, Kolonel LN, dan Maskarinec G. Dietary Fiber, Magnesium, and Glycemic Load Alter Risk of Type 2 Diabetes in a Multiethnic Cohort in Hawaii. J. Nutr 2010; 140: 68-74. Junita S, Putri. Gambaran Pengetahuan dan Tindakan Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Terhadap Pentingnya Aktivitas Fisik di RSUP H. Adam Malik. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara Medan. 2010. Khomsan, Ali dan Faisal Anwar. Sehat itu Mudah, Wujudkan Hidup Sehat dengan Makanan Tepat. Jakarta: Penerbit Hikmah. 2008 Komnas Lansia. Profil Penduduk Lansia 2009. Jakarta: Komisi Nasional Lansia. 2010 Kozier, Barbara dkk. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Kozier & Erb. Jakarta: EGC. 2009 Larsson SC dan Wolk A. Magnesium Intake and Risk of Type 2 Diabetes: A MetaAnalysis. J Intern Med 2007; 262: 208-214. Lau, Edwin. Healthy Express Super Sehat dalam 2 Minggu. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2009 Lopez-Ridaura R, Willet WC, Rimm EB, Liu S, Stampfer MJ, Manson JE, and Hu FB. Magnesium Intake and Risk of Type 2 Diabetes in Men and Women. Diabetes Care ;27: 134-140. 2004 Meyer KA, Kushi LH, Jacobs DR dan Folsom AR. Dietary Fat and Incidence of Type 2 Diabetes in Older Iowa Women. Diabetes Care 2001; 1528-1535. 85 Misnadiarly. DM: Gangren, Ulcer, Infeksi. Mengenal Gejala, Menanggulangi, dan Mencega Komplikasi. Jakarta: Pustaka Populer Obor. 2006 Nadimin, Ayu SD, dan Sadariah. Pengaruh Pemberian Diit DM Tinggi Serat Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Pasien DM Tipe 2 di RSUD Salewangang Kab Maros. Media Gizi Pangan 2009; Vol VII, Edisi 1; 29-34. Ningsih, Nusrah dkk. Uji Diagnostik Pengukuran Glukosa Vena dan Kapiler dan Faktor yang Mempengaruhi untuk Pengkajian Masalah Gizi Karbohidrat dalam Proses Asuhan Gizi Klinik. RSUP dr. Wahidin Sudiro Husodo Makassar Fakultas Kedokteran UNHAS Makassar. 2008 Nix, Staci. William’s basic nutrition and diet therapy. Missouri: Mosby, Inc. 2005 Oldroyd J, Banerjee M, Heald A, Cruickshank K. Diabetes and Ethnic Minorities. Postgrad Med J 2005; 81:486–490. Pereira MA, Swain J, Goldfine AB, Rifai N, dan Ludwig DS. Effects of A Low-Glycemic Load Diet on Resting Energy Expenditure and Heart Disease Risk Factors During Weight loss. JAMA 2004; 292 : 2482-2490. Pradhan AD, Manson JE, Rifai N, Buring JE, and Ridker PM. C-Reactive Protein, Interleukin 6, and Risk of Developing Type 2 Diabetes Mellitus. JAMA 2001; 286 :327-334. Qiao Q, Valle T, Nissinen A, dan Tuomilehto J. Smoking and The Risk of Diabetes in Elderly Finnish Men. Diabetes Care 22 :1821–1826, 1999. Ramaiah, Savitri. Diabetes: Cara mengetahui Gejala Diabetes dan Mendeteksinya Sejak Dini. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer. 2008 Rettyirwanasir. Penyakit Degeneratif muncul akibat perubahan gaya hidup. 2010. Diakses dari http://www.komnaslansia.or.id/modules.php?name=News&file= article&sid=50 Rimm EB, Manson JE, Stampfer MJ, Colditz GA, Willett WC, Rosner B, Hennekens CH, Speizer FE. Cigarette Smoking and the Risk of Diabetes in Women. Am J Public Health 83:211–214, 1993. Rimm EB, Chan J, Stampfer MJ, Colditz GA, dan Willet WC. Prospective Study of Cigarette Smoking, Alcohol Use, and The Risk of Diabetes in Men. BMJ 310:555–559, 1995. Riserus U, Willet WC, dan Hu FB. Dietary Fats and Prevention of Type 2 Diabetes. Prog Lipid Res 2009; 48 (1):44 – 51. 86 Rizzo NS, Ruiz JR, Oja L, Veidebaum T, dan Sjostrom M. Associations Between Physiscal Activity, Body Fat, and Insulin Resistance (Homeostasis Model Assesment) in Adolescents: The European Youth Heart Study. Am J Clin Nutr 2008;87:586 –92. Roberts CK, Liu S. Effects of Glycemic Load on Metabolic Health and Type 2 DM. J Diabetes Sci Technol 2009 3(4): 697 – 704. Sairenchi T, Iso H, Nishimura A, Hosoda T, Irie F, Saito Y, Murakami A, Fukutomi H. Cigarette Smoking and Risk of Type 2 Diabetes among Middle-aged and Elderly Japanese Men and Women. Am J Epidemiol. 2004; 160:158-162. Sendih, Skolastika dan Gunawan. Keajaiban Teripang Penyembuh Mujarab dari Laut. Jakarta: AgroMedia Pustaka. 2006 Soegondo, Sidartawan dkk. Penatalaksanaan DM Terpadu Sebagai Panduan Penatalaksanaan DM bagi Dokter Maupun Edukator. Jakarta: FKUI. 2005 Soetiarto F, Roselinda, dan Suhardi. Hubungan Diabetes Melitus dengan Obesitas Berdasarkan Indeks Massa Tubuh dan Lingkar Pinggang. Bul. Penelit. Kesehat 2010; 38(1): 36-42. Song Y, Manson JE, Buring JE, dan Liu S. Dietary Magnesium Intake in Relation to Plasma Insulin Levels and Risk of Type 2 Diabetes in Women. Diabetes Care 27:59–65, 2004. Sriyana, Jaka. Dampak Transisi Demografi Terhadap Defisit Fiskal di Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 13 No 3, Desember 2008 Hal 175 – 189. Syamsiah, Ranita. Citra Diri Perempuan Perokok Aktif Berfokus pada Self-Idea. Universitas Pendidikan Indonesia. 2013 Thanopoulou dkk. Dietary Fat Intake as Risk Factor for the Development of Diabetes. Diabetes Care. 2003; 26:302-307. Timmreck, Thomas C. Epidemiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: EGC. 2004 Wahyuni, Sri. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penyakit DM (DM) Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 (Analisis Data Sekunder Riskesdas 2007). Skripsi. Jakarta: Prodi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah. 2010. Wei M, Gibbons LW, Mitchell TL, Kampert JB, Blair SN. Alcohol Intake and Incidence of Type 2 Diabetes in Men. Diabetes Care 23:18–22, 2000. Wiardani NK. Hubungan antara Aktivitas Fisik dan Kejadian Diabetes Melitus (DM) Tipe 2. Jurnal Skala Husada 2009; Vol 6 (1):59 – 64. 87 Willett W, Manson J, Liu S. Glycemc Index, Glycemic Load and Risk of Type 2 Diabetes. Am J Clin Nutr 2002;76(suppl):274S–280S. Zhang L, Curhan GC, Hu FB, Rimm EB, dan Forman JP. Association Between Passive and Active Smoking and Incident Type 2 Diabetes in Women. Diabetes Care 34:892–897, 2011. 88 LAMPIRAN 89 Lampiran 1 (Form Pernyataan Persetujuan Responden) FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DIABETES MELITUS TIPE 2 PADA LANJUT USIA DI POS PEMBINAAN TERPADU KELURAHAN CEMPAKA PUTIH TAHUN 2012 Pernyataan Persetujuan Menjadi Responden Dalam penelitian ini, responden akan diperiksa gula darah, diukur lingkar pinggang dan ditanyakan mengenai beberapa hal terkait keluhan khas DM, riwayat keluarga DM, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, dan informasi mengenai konsumsi makanan sehari – hari. Setelah membaca pernyataan di atas dan mendengar penjelasan peneliti, saya telah memahami maksud dan tujuan penelitian serta penjaminan kerahasiaan informasi dalam penelitian ini. Saya menyatakan bahwa saya setuju untuk menjadi responden dalam penelitian ini dengan sukarela, tanpa ada unsur paksaan dari siapapun dan akan memberikan informasi yang sejujurnya. Jakarta, Desember 2012 (…………………………………..) Peneliti (…………………………………) Responden 90 (Lampiran 2 Form Kuesioner) Kode Responden : Hari/Tanggal : FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DIABETES MELITUS TIPE 2 PADA LANJUT USIA DI POS PEMBINAAN TERPADU KELURAHAN CEMPAKA PUTIH TAHUN 2012 A. Karakteristik Responden 1 2 3 Nama Alamat No Hp/Telp B. Diagnosis DM B1 Kadar gula darah ……mg/dl B2 Apakah Bapak/Ibu mengalami: a. Poliuri/banyak kencing terutama malam hari 0.Ya 1.Tidak b.Polidipsi/banyak minum dan selalu merasa haus0.Ya 1. Tidak c. Polifagi/banyak makan dan sering merasa lapar 0. Ya 1. Tidak d.Berat badan turun drastis tanpa penyebab yang jelas 0.Ya 1. Tidak C. Lingkar Pinggang D. Riwayat Keluarga DM ..........cm D1 1.Ya 2.Tidak E E2 E3 E4 E5 E6 Apakah ada anggota keluarga baik orang tua, saudara laki-laki atau saudara perempuan yang menderita diabetes? Merokok Apakah sekarang ini Bapak/Ibu merokok? 0. Sejak kapan bapak/ibu merokok (tahun berapa)? 0. Ya 1. Tidak ke E6 0. ≥ 1 thn 1. < 1 thn Berapa batang rokok yang Bapak/Ibu hisap dalam ……batang 1 hari? Jenis rokok yang biasa Bapak/Ibu hisap? a. Filter – selesai b. kretek - selesai 0. Lainnya, sebutkan……..selesai Apakah dulu Bapak/Ibu pernah merokok? 0.Ya 91 1.Tidak - selesai E7 Sejak kapan bapak/ibu mulai merokok? Sejak ……tahun yang lalu E8 Sejak kapan bapak/ibu berhenti merokok? 0. ≥ 1 thn 1. < 1 thn E9 Berapa batang rokok dulu yang Bapak/Ibu hisap ……batang dalam 1 hari? E10 Jenis rokok yang dulu biasa Bapak/Ibu hisap? c. Filter – selesai d. kretek - selesai 1. Lainnya, sebutkan……..selesai Jenis Aktivitas Fisik Aktivitas Fisik Berat Aktivitas Fisik Sedang Mengangkut/memikul kayu, beras, batu, pasir Mencangkul Menebang pohon Bersepeda cepat Angkat besi Tenis tunggal Bulutangkis tunggal Lari cepat Marathon Mengayuh becak Mendaki gunung Bersepeda membawa beban Menyapu halaman Mengepel Mencuci baju Menimba air Bercocok tanam Membersihkan kamar mandi/ kolam Tenis ganda Bulutangkis ganda Senam aerobic Senam tera Renang Basket Bola voli Jogging Sepak bola (Lihat Jenis Aktifitas Fisik) F F11 Aktivitas Fisik Apakah Bapak/Ibu biasa melakukan aktivitas fisik berat, yang dilakukan terus menerus paling sedikit 10 menit setiap kali melakukannya? 0.Ya 1.Tidak F14 92 F12 F13 F14 F15 F16 F17 F18 F19 F20 F21 F22 Biasanya berapa hari dalam seminggu, Bapak/Ibu melakukan aktivitas fisik berat tersebut? Biasanya pada hari ketika Bapak/Ibu melakukan aktivitas fisik berat, berapa total waktu yang digunakan untuk melakukan seluruh kegiatan tersebut? (Isi dalam jam dan menit) Apakah Bapak/Ibu biasa melakukan aktivitas fisik sedang, yang dilakukan terus menerus paling sedikit 10 menit setiap kali melakukannya? Biasanya berapa hari dalam seminggu, Bapak/Ibu melakukan aktivitas fisik sedang tersebut? Biasanya pada hari ketika Bapak/Ibu melakukan aktivitas fisik sedang, berapa total waktu yang digunakan untuk melakukan seluruh kegiatan tersebut? (Isi dalam jam dan menit) Apakah Bapak/Ibu biasa berjalan kaki atau menggunakan sepeda kayuh yang dilakukan terus menerus paling sedikit selama 10 menit setiap kalinya? Biasanya berapa hari dalam seminggu, Bapak/Ibu berjalan kaki atau bersepeda selama paling sedikit 10 menit terus-menerus setiap kalinya? Biasanya dalam sehari, berapa total waktu yang Bapak/Ibu gunakan untuk berjalan kaki atau bersepeda? (Isi dalam jam dan menit) Aktivitas/kegiatan apa yang sering Bapak/Ibu lakukan sehari – hari? Biasanya berapa hari dalam seminggu, Bapak/Ibu melakukan kegiatan tersebut? Biasanya dalam sehari, berapa total waktu yang Bapak/Ibu gunakan untuk mengerjakan kegiatan tersebut? …..hari …..jam …..menit 0.Ya 1.Tidak F17 …..hari …..jam …..menit 0.Ya 1.Tidak selesai …..hari …..jam …..menit …………… …..hari …..jam …..menit 93 (Lampiran 3 Form FFQ Semikuantitatif) No Bahan Makanan 1 Karbohidrat Nasi Mie Kentang Singkong Ubi jalar Roti Jagung Bihun Biscuit Kue 2 Protein Hewani Ayam Ikan Telur Daging sapi Hati ayam Hati sapi Udang Cumi-cumi 3 Protein Nabati Tempe Tahu Kacang merah Kacang polong Kacang hijau Kacang tanah Kacang kedele Hari Frekuensi Konsumsi Minggu Bulan Thn Porsi URT Gram Jlh Gr/Hr 94 No Bahan Makanan 4 Sayuran Buncis Kacang panjang Daun pepaya Daun katuk Kangkung Daun kacang panjang Lobak Bayam Sawi Daun Singkong 5 Buah Pisang Apel Jeruk Mangga Strawberi Alpukat Semangka Jambu biji Sawo Duku 6 Susu Susu sapi Susu kental manis Hari Frekuensi Konsumsi Minggu Bulan Thn Porsi URT Gram Jlh Gr/Hr 95 No Bahan Makanan 7 Lemak/Minyak Minyak goreng Mentega Margarin Santan 8 Lain - lain Sirup Gula pasir Hari Frekuensi Konsumsi Minggu Bulan Thn Porsi URT Gram Jlh Gr/Hr 96 Lampiran 4 HASIL ANALISIS DATA Analisis Univariat DM Tipe 2 Frequency Valid Percent Valid Percent Cumulative Percent Ya 20 21.5 21.5 21.5 tidak 73 78.5 78.5 100.0 Total 93 100.0 100.0 Aktivitas Fisik Frequency Valid Percent Valid Percent Cumulative Percent Kurang 52 55.9 55.9 55.9 Cukup 41 44.1 44.1 100.0 Total 93 100.0 100.0 Merokok Frequency Valid Percent Valid Percent Cumulative Percent Merokok 14 15.1 15.1 15.1 Mantan perokok 15 16.1 16.1 31.2 Tidak merokok 64 68.8 68.8 100.0 Total 93 100.0 100.0 Riwayat Keluarga Frequency Valid Percent Valid Percent Cumulative Percent Ada 22 23.7 23.7 23.7 Tidak ada 71 76.3 76.3 100.0 Total 93 100.0 100.0 Lingkar Pinggang Frequency Valid Percent Valid Percent Cumulative Percent Berisiko 60 64.5 64.5 64.5 Tidak berisiko 33 35.5 35.5 100.0 Total 93 100.0 100.0 Descriptives 97 Statistic Konsumsi Lemak Mean 90% Confidence Interval for Mean 65.338 Lower Bound 63.130 Upper Bound 67.545 5% Trimmed Mean 64.896 Median 62.700 Variance 164.153 Std. Deviation 12.8122 Minimum 41.1 Maximum 95.6 Range 54.5 Interquartile Range 16.1 Skewness .732 Kurtosis Konsumsi Serat Mean 90% Confidence Interval for Mean 1.3286 .250 -.088 .495 15.476 .5745 Lower Bound 14.522 Upper Bound 16.431 5% Trimmed Mean 15.201 Median 14.600 Variance 30.695 Std. Deviation 5.5403 Minimum 6.8 Maximum 30.3 Range 23.5 Interquartile Range Std. Error 7.0 Skewness .717 .250 Kurtosis .061 .495 421.262 13.2206 Konsumsi Magnesium Mean 90% Confidence Interval for Mean Lower Bound 399.295 Upper Bound 443.230 5% Trimmed Mean 419.175 Median 418.400 Variance 1.626E4 Std. Deviation 1.2750E2 Minimum 193.3 Maximum 694.3 98 Range 501.0 Interquartile Range 188.3 Skewness .251 Kurtosis Beban Glikemik Mean 90% Confidence Interval for Mean -.636 .495 97.498 3.1950 Lower Bound 92.189 Upper Bound 102.807 5% Trimmed Mean 95.495 Median 89.300 Variance 949.345 Std. Deviation 30.8114 Minimum 47.0 Maximum 195.9 Range 148.9 Interquartile Range .250 38.2 Skewness Kurtosis 1.038 .250 .483 .495 Analisis Bivariat Hubungan Konsumsi Serat dengan DM Tipe 2 Group Statistics Status_DM Knsmsi_serat N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Ya 20 13.635 4.8934 1.0942 tidak 73 15.981 5.6305 .6590 Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances F Knsmsi_ Equal serat variances assumed Equal variances not assumed .000 Sig. .984 t-test for Equality of Means t Std. Mean Error Sig. (2- Differenc Differe tailed) e nce df 90% Confidence Interval of the Difference Lower Upper -1.695 91 .094 -2.3458 1.3843 -4.6462 -.0454 -1.837 34.100 .075 -2.3458 1.2773 -4.5055 -.1861 99 Hubungan Konsumsi Lemak dengan DM Tipe 2 Group Statistics Status_DM Knsmsi_lemak N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Ya 20 63.620 9.6295 2.1532 tidak 73 65.808 13.5734 1.5886 Test Statistics a Knsmsi_lemak Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) 705.000 915.000 -.234 .815 a. Grouping Variable: Status_DM Hubungan Konsumsi Magnesium dengan DM Tipe 2 Group Statistics Status_DM Knsmsi_mgnesium N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Ya 20 367.580 123.3993 27.5929 tidak 73 435.970 125.4278 14.6802 Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances Knsmsi_ mgnesium Equal variances assumed t-test for Equality of Means 90% Confidence Mean Std. Error Interval of the Difference Difference Difference Lower Upper F Sig. t df Sig. (2tailed) .134 .715 -2.168 91 .033 -68.3899 31.5500 120.81 -15.9610 87 -2.188 30.631 .036 -68.3899 31.2550 121.40 -15.3767 31 Equal variances not assumed Hubungan Beban Glikemik dengan DM Tipe 2 Group Statistics Status_DM Beban_glike N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Ya 20 88.580 29.1320 6.5141 tidak 73 99.941 30.9992 3.6282 100 Test Statistics a Beban_glike Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) 518.500 728.500 -1.978 .048 a. Grouping Variable: Status_DM Hubungan Aktivitas Fisik dengan DM Tipe 2 Crosstab Status_DM Ya Aktvtas_fsik Kurang % within Status_DM 37 52 11.2 40.8 52.0 75.0% 50.7% 55.9% 5 36 41 8.8 32.2 41.0 25.0% 49.3% 44.1% 20 73 93 Count Expected Count % within Status_DM Total Count Expected Count % within Status_DM Total 15 Expected Count Cukup tidak Count 20.0 73.0 93.0 100.0% 100.0% 100.0% Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction a 1 .052 2.843 1 .092 3.942 1 .047 3.765 b Likelihood Ratio Asymp. Sig. (2sided) df Fisher's Exact Test .075 Linear-by-Linear Association b N of Valid Cases Exact Sig. (2-sided) 3.725 1 .054 93 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.82. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Aktvtas_fsik (Kurang / Cukup) For cohort Status_DM = Ya Lower Upper 2.919 .961 8.868 2.365 .937 5.969 Exact Sig. (1-sided) .044 101 For cohort Status_DM = tidak N of Valid Cases .810 .659 .997 93 Hubungan Merokok dengan DM Tipe 2 Crosstab Status_DM Ya new_rokok merokok Count % within Status_DM 11 14 3.0 11.0 14.0 15.0% 15.1% 15.1% 17 62 79 Count Expected Count % within Status_DM Total 17.0 62.0 79.0 85.0% 84.9% 84.9% 20 73 93 Count Expected Count % within Status_DM Total 3 Expected Count mantan dan tidak merokok tidak 20.0 73.0 93.0 100.0% 100.0% 100.0% Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction a 1 .994 .000 1 1.000 .000 1 .994 .000 b Likelihood Ratio Asymp. Sig. (2-sided) df Exact Sig. (2- Exact Sig. (1sided) sided) Fisher's Exact Test 1.000 Linear-by-Linear Association .000 b N of Valid Cases 1 .650 .994 93 a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.01. b. Computed only for a 2x2 table Hubungan Riwayat Keluarga DM dengan DM Tipe 2 Crosstab Status_DM Ya Rwyat_Kluarga Ada Count Expected Count tidak Total 9 13 22 4.7 17.3 22.0 102 % within Status_DM Tidak ada Count Expected Count % within Status_DM Total Count Expected Count % within Status_DM 45.0% 17.8% 23.7% 11 60 71 15.3 55.7 71.0 55.0% 82.2% 76.3% 20 73 93 20.0 73.0 93.0 100.0% 100.0% 100.0% Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio Exact Sig. (2-sided) a 1 .011 5.010 1 .025 5.834 1 .016 6.427 b Asymp. Sig. (2sided) df Fisher's Exact Test Exact Sig. (1-sided) .017 Linear-by-Linear Association b N of Valid Cases 6.358 1 .015 .012 93 a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.73. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Rwyat_Kluarga (Ada / Tidak ada) For cohort Status_DM = Ya For cohort Status_DM = tidak N of Valid Cases Lower Upper 3.776 1.301 10.961 2.640 .699 1.260 .487 5.533 1.004 93 Hubungan Lingkar Pinggang dengan DM Tipe 2 Crosstab Status_DM Ya Lingkr_pinggang Berisiko Count Expected Count % within Status_DM tidak Total 14 46 60 12.9 47.1 60.0 70.0% 63.0% 64.5% 103 Tidak berisiko Count Expected Count % within Status_DM Total Count 27 33 7.1 25.9 33.0 30.0% 37.0% 35.5% 20 73 93 20.0 73.0 93.0 100.0% 100.0% 100.0% Expected Count % within Status_DM 6 Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction a 1 .563 .099 1 .753 .341 1 .559 .335 b Likelihood Ratio Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1sided) sided) sided) df Fisher's Exact Test .610 Linear-by-Linear Association .331 b N of Valid Cases 1 .565 93 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.10. b. Computed only for a 2x2 table Analisis Multivariat Logistic Regression Case Processing Summary Unweighted Cases a Selected Cases N Included in Analysis Missing Cases Total Unselected Cases Total Percent 93 100.0 0 .0 93 0 93 100.0 .0 100.0 a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases. Dependent Variable Encoding Original Value Internal Value Ya tidak 0 1 Block 0: Beginning Block Classification Table Observed a,b Predicted .382 104 Status_DM Ya Step 0 Status_DM tidak Percentage Correct Ya 0 20 .0 tidak 0 73 100.0 Overall Percentage 78.5 a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500 Variables in the Equation B Step 0 Constant S.E. 1.295 Wald .252 df 26.316 Sig. 1 .000 Variables not in the Equation Score Step 0 Variables df Sig. Rwyat_Kluarga 6.427 1 .011 Aktvtas_fsik 3.765 1 .052 Knsmsi_mgnesium 4.566 1 .033 Beban_glike 2.148 1 .143 Knsmsi_serat 2.845 1 .092 14.025 5 .015 Overall Statistics Block 1: Method = Enter Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square Step 1 df Sig. Step 15.404 5 .009 Block 15.404 5 .009 Model 15.404 5 .009 Model Summary Step 1 -2 Log likelihood 81.423 a Cox & Snell R Square Nagelkerke R Square .153 .236 a. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than .001. Classification Table Observed a Predicted Exp(B) 3.650 105 Status_DM Ya Step 1 Status_DM Percentage Correct tidak Ya 4 16 20.0 tidak 4 69 94.5 Overall Percentage 78.5 a. The cut value is .500 Variables in the Equation 90.0% C.I.for EXP(B) B Step 1 a S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper Rwyat_Kluarga 1.622 .617 6.914 1 .009 5.063 1.836 13.965 Aktvtas_fsik 1.277 .650 3.862 1 .049 3.584 1.231 10.434 Knsmsi_mgnesium .001 .004 .053 1 .818 1.001 .994 1.008 Beban_glike .011 .011 .905 1 .341 1.011 .992 1.029 Knsmsi_serat .070 .107 .432 1 .511 1.073 .900 1.278 -2.688 1.434 3.516 1 .061 .068 Constant a. Variable(s) entered on step 1: Rwyat_Kluarga, Aktvtas_fsik, Knsmsi_mgnesium, Beban_glike, Knsmsi_serat. Logistic Regression Case Processing Summary Unweighted Cases a Selected Cases N Included in Analysis Missing Cases Total Unselected Cases Total Percent 93 100.0 0 .0 93 0 93 100.0 .0 100.0 a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases. Dependent Variable Encoding Original Value Ya tidak Internal Value 0 1 Block 0: Beginning Block Classification Table a,b Predicted Status_DM Observed Ya tidak Percentage Correct 106 Step 0 Status_DM Ya 0 20 .0 tidak 0 73 100.0 Overall Percentage 78.5 a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500 Variables in the Equation B Step 0 Constant S.E. 1.295 Wald .252 df 26.316 Sig. 1 .000 Variables not in the Equation Score Step 0 Variables df Sig. Rwyat_Kluarga 6.427 1 .011 Aktvtas_fsik 3.765 1 .052 Beban_glike 2.148 1 .143 Knsmsi_serat 2.845 1 .092 14.014 4 .007 Overall Statistics Block 1: Method = Enter Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square Step 1 df Sig. Step 15.351 4 .004 Block 15.351 4 .004 Model 15.351 4 .004 Model Summary Step 1 -2 Log likelihood 81.476 a Cox & Snell R Square Nagelkerke R Square .152 .235 a. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than .001. Classification Table Observed a Predicted Exp(B) 3.650 107 Status_DM Ya Step 1 Status_DM Percentage Correct tidak Ya 4 16 20.0 tidak 4 69 94.5 Overall Percentage 78.5 a. The cut value is .500 Variables in the Equation 90.0% C.I.for EXP(B) B Step 1 a S.E. Wald df Sig. Exp(B) Upper Rwyat_Kluarga 1.652 .604 7.480 1 .006 5.217 1.932 14.089 Aktvtas_fsik 1.318 .625 4.451 1 .035 3.737 1.337 10.443 Beban_glike .010 .011 .882 1 .348 1.011 .992 1.029 Knsmsi_serat .090 .064 1.956 1 .162 1.094 .984 1.216 -2.609 1.396 3.496 1 .062 .074 Constant a. Variable(s) entered on step 1: Rwyat_Kluarga, Aktvtas_fsik, Beban_glike, Knsmsi_serat. Logistic Regression Case Processing Summary Unweighted Cases a Selected Cases N Included in Analysis Missing Cases Total Unselected Cases Total Percent 93 100.0 0 .0 93 0 93 100.0 .0 100.0 a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases. Dependent Variable Encoding Original Value Lower Internal Value Ya tidak 0 1 Block 0: Beginning Block Classification Table Observed a,b Predicted 108 Status_DM Ya Step 0 Status_DM Percentage Correct tidak Ya 0 20 .0 tidak 0 73 100.0 Overall Percentage 78.5 a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500 Variables in the Equation B Step 0 Constant S.E. 1.295 Wald .252 df 26.316 Sig. 1 .000 Variables not in the Equation Score Step 0 Variables df Sig. Rwyat_Kluarga 6.427 1 .011 Aktvtas_fsik 3.765 1 .052 Knsmsi_serat 2.845 1 .092 13.711 3 .003 Overall Statistics Block 1: Method = Enter Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square Step 1 df Sig. Step 14.428 3 .002 Block 14.428 3 .002 Model 14.428 3 .002 Model Summary Step 1 -2 Log likelihood 82.400 a Cox & Snell R Square Nagelkerke R Square .144 .222 a. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than .001. Classification Table a Predicted Status_DM Observed Ya tidak Percentage Correct Exp(B) 3.650 109 Step 1 Status_DM Ya 4 16 20.0 tidak 5 68 93.2 Overall Percentage 77.4 a. The cut value is .500 Variables in the Equation 90.0% C.I.for EXP(B) B Step 1 a S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper Rwyat_Kluarga 1.594 .595 7.186 1 .007 4.922 1.851 13.088 Aktvtas_fsik 1.310 .619 4.471 1 .034 3.705 1.338 10.264 .105 .060 3.043 1 .081 1.110 1.006 1.225 -1.823 1.047 3.035 1 .081 .161 Knsmsi_serat Constant a. Variable(s) entered on step 1: Rwyat_Kluarga, Aktvtas_fsik, Knsmsi_serat.