fiqh kontemporer - Blog IAIN Tulungagung

advertisement
Bayi Tabung dan Inseminasi
Buatan (Hewan dan Manusia)


Pengertian bayi tabung dan inseminasi
buatan (hewan dan manusia)
Pendapat para ulama tentang bayi
tabung dan inseminasi buatan (hewan
dan manusia)
Pengertian bayi tabung dan inseminasi
buatan (hewan dan manusia)
Inseminasi: pembuahan atau penghamilan
secara teknologi, bukan secara alamiah
 al-talqih dari fiil (kata kerja) laqqaha-yulaqqihu
menjadi talqihan yang berarti mengawinkan
atau mempertemukan (memadukan)
 Inseminasi buatan ialah pembuahan pada
hewan atau manusia tanpa melalui senggama

Pendapat para ulama tentang bayi
tabung dan inseminasi buatan

Dasar qiyas (analogi):
‫ابروا أنتم أعلم بأمور دنياكم‬

Kaidah hukum fiqh Islam:
‫األصل فى األشياء اإلباحة حتى يدل الدليل على تحريمها‬

Dalam pandangan Islam, bayi tabung (inseminasi
buatan) apabila dilakukan dengan sel sperma dan ovum
suami istri sendiri dan tidak ditransfer embrionya ke
dalam rahim wanita lain termasuk istrinya sendiri yang
lain (bagi suami yang berpoligami), maka Islam
membenarkan, baik dengan cara mengambil sperma
suami, kemudian disuntikkan ke dalam vagina atau
uterus istri, maupun dengan cara pembuahan dilakukan
di luar rahim, kemudian buahnya (vertilized ovum)
ditanam di dalam rahim istri, asal keadaan kondisi suami
istri yang bersangkutan benar-benar memerlukan cara
inseminasi buatan untuk memperoleh anak, karena
dengan cara pembuahan alami, suami istri tidak berhasil
memperoleh anak.
‫الحاجة تنزل منزلة الضرورة والضرورة تبيح المحظورات‬
Lanjutan...

inseminasi buatan yang dilakukan dengan
bantuan, donor sperma dan atau ovum, maka
diharamkan, dan hukumnya sama dengan zina.
Dan sebagai akibat hukumnya, anak hasil
inseminasi tersebut tidak sah dan nasabnya
hanya berhubungan dengan ibu yang
melahirkannya.
Dasar hukum pengharaman inseminasi
buatan dengan donor
QS. al-Isra’ 17/70
 QS. at-Tin 95/4
 Hadis
)‫ال حيل المرئ يؤمن ابهلل واليوم األخر أن يسقي ماءه زرع غريه (احلديث‬

Perbedaan Ulama tentang Mengawini
Wanita Hamil akibat Zina



Hanbali, tidak boleh dinikahi oleh pria yang tidak
menghamilinya sebelum anak yang dikandung itu lahir.
Sebab ada ‘iddah.
Syafi’i membolehkan dikawini oleh orang yang tidak
menghamilinya tanpa harus menunggu lahirnya bayi
yang dikandungnya. Sebab anak yang dikandungnya
tidak ada hubungan nasab dengan pria yang berzina
yang menghamili ibunya. Tidak perlu ada ‘iddah.
Abu Hanifah membolehkan (sah nikahnya), tetapi
dengan syarat pria yang menjadi suaminya itu untuk
sementara tidak boleh melakukan hubungan seksual
dengan istrinya sebelum bayi yang di kandungnya lahir.
Download