KAJIAN JENIS LIMBAH, SUHU, DAN LAMA PENYIMPANAN

advertisement
KAJIAN JENIS LIMBAH, SUHU, DAN LAMA PENYIMPANAN
TERHADAP DAYA TAHAN DAN POTENSI ANTAGONISME
Pseudomonas fluorescens
ANNISA KUSUMOWARDANI
JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
ABSTRAK
ANNISA KUSUMOWARDANI. Kajian Jenis Limbah, Suhu, dan Lama
Penyimpanan terhadap Daya Tahan dan Potensi Antagonisme Pseudomonas
fluorescens. Dibimbing oleh Giyanto.
Penggunaan agens hayati merupakan salah satu alternatif pengendalian hama
dan penyakit tumbuhan. Salah satu agens hayati yang umum digunakan yaitu P.
fluorescens. Aplikasi di lapangan dihadapkan pada kendala dalam perbanyakan masal
yang memerlukan media alternatif untuk pertumbuhan P. fluorescens, karena jika
menggunakan media Luria Broth (LB) biaya yang digunakan tidak efisien. P.
fluorescens bersifat saprofit, yaitu dapat hidup pada sisa-sisa bahan organik.
Penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa P. fluorescens dapat hidup dan
berkembang biak pada limbah organik cair. Dalam rangka aplikasi di lapang,
diperlukan informasi tentang daya tahan dan keefektifan antagonisme P. fluorescens
dalam jangka waktu dan suhu tertentu. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
pengaruh lama dan temperatur penyimpanan terhadap daya tahan P. fluorescens serta
mengetahui potensi antagonisme P. fluorescens yang dibiakan pada media limbah
organik cair terhadap S. rolfsii. Manfaat dari penelitian ini yaitu pemanfaatan limbah
organik cair sebagai media alternatif bagi P. fluorescens. Selain itu, pemanfaatan
limbah organik cair juga memberikan nilai tambah yang baik terhadap limbah
organik cair dan dapat mengurangi pencemaran lingkungan. Penelitian ini
dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dalam penelitian ini
dilakukan pengujian daya tahan P. fluorescens yang dibiakan pada media limbah
organik cair terhadap lama dan suhu penyimpanan serta menguji potensi antagonisme
P. fluorescens terhadap S. rolfsii pada media limbah organik cair terhadap lama dan
suhu penyimpanan. Media alternatif yang digunakan yaitu air kelapa, limbah tahu dan
tetes tebu. Sebagai kontrol digunakan media LB. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa P. fluorescens yang dibiakkan pada media limbah organik cair, yaitu air
kelapa, limbah tahu, dan tetes tebu dapat bertahan dalam jangka waktu sebelas
minggu. Diantara berbagai media alternatif, media air kelapa merupakan media yang
paling baik untuk pertumbuhan P. fluorescens. Jumlah populasi P. fluorescens yang
stabil pada minggu akhir penyimpanan, juga menyebabkan P. fluorescens yang
dibiakkan pada media air kelapa mampu menekan pertumbuhan S. rolfsii pada
minggu akhir penyimpanan. Terdapat perbedaan kualitas potensi antagonisme P.
fluorescens yang dibiakkan pada berbagai media, suhu, dan lama penyimpanan
terhadap S. rolfsii. Pada penyimpanan suhu dingin (4 °C), jumlah populasi P.
fluorescens lebih stabil daripada penyimpanan suhu ruang. Bakteri berkembang biak
secara optimum pada suhu 20-30 °C. Selain itu, P. fluorescens yang dibiakan pada
media limbah organik cair, secara in vivo berpotensi menghambat pertumbuhan S.
rolfsii penyebab penyakit busuk batang.
Kajian Jenis Limbah, Suhu, dan Lama Penyimpanan
Terhadap Daya Tahan dan Potensi Antagonisme
Pseudomonas fluorescens
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada
Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan
ANNISA KUSUMOWARDANI
JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
Judul Skripsi
:
KAJIAN JENIS LIMBAH, SUHU, DAN LAMA
PENYIMPANAN TERHADAP DAYA TAHAN DAN
POTENSI ANTAGONISME Pseudomonas fluorescens
Nama Mahasiswa
:
Annisa Kusumowardani
NRP
:
A44104042
Program Studi
:
Hama dan Penyakit Tumbuhan
Menyetujui,
Pembimbing
Dr. Ir. Giyanto, MSi
NIP. 132 055 227
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr
NIP. 131 124 019
Tanggal lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Manokwari, Papua pada tanggal 31 Januari 1987 dari
pasangan Bambang Herman Sutjipto (Alm) dan Budi Nurrini sebagai anak ke dua
dari dua bersaudara.
Pendidikan penulis dimulai dari SDN Pengadilan 3 Bogor, kemudian
dilanjutkan di SLTPN 1 Bogor pada tahun 1998, dan lulus dari SMUN 5 Bogor pada
tahun 2004. Penulis menjadi mahasiswa Departemen Proteksi, Tanaman Institut
Pertanian Bogor pada tahun 2004 melalui jalur SPMB. Selama menjadi mahasiswa,
penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan diantaranya dalam klub fotografi,
UKM (Unit Kreativitas Mahasiswa) basket, dan menjadi pengurus HIMASITA
(Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman) sebagai anggota Departemen Luar Negeri
pada periode 2006-2007.
PRAKATA
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan tugas akhir yang berjudul Kajian Jenis Limbah, Suhu, dan Lama
Penyimpanan terhadap Daya Tahan dan Potensi Antagonisme Pseudomonas
fluorescens.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada:
Ibunda tercinta, yang selalu memberikan kasih sayang dan doanya di setiap
waktu, kasih sayangmu yang tulus tidak akan pernah tergantikan, serta kakakku
bungky yang selalu memberikan dukungan dan semangat.
•
Dr. Ir Giyanto, M.Si sebagai dosen pembimbing tugas akhir yang telah
memberikan arahan, dorongan serta ilmunya kepada penulis.
•
Dr. Ir Yayi Munara Kusumah, M.Si sebagai dosen penguji tamu yang telah
memberikan saran untuk perbaikan skripsi ini.
•
Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqien, M.Si sebagai dosen pembimbing akademik
yang selalu memberikan saran dan nasehat kepada penulis.
•
Teman-teman bactery crew mbak Didi, mbak Santi, mbak Winda, kak Deden
dan Andes yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian.
•
Semua teman-teman angkatan 41, kebersamaan dan keceriaan bersama kalian
telah memberikan warna yang baru.
•
Prakarsa Sitepu, SP yang telah membantu dan memberikan semangat serta
dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Penulis
berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat.
•
Bogor, Agustus 2008
Annisa Kusumowardani
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................
ix
PENDAHULUAN ..............................................................................
1
Latar Belakang ........................................................................
1
Tujuan.....................................................................................
2
Manfaat ...................................................................................
2
TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................
3
Pengendalian Hayati................................................................
3
Pseudomonas fluorescens ........................................................
4
Sclerotium rolfsii .....................................................................
5
Limbah Organik Cair ..............................................................
6
Air Kelapa ...................................................................
6
Limbah Tahu ...............................................................
7
Tetes Tebu ...................................................................
7
BAHAN DAN METODE ...................................................................
8
Tempat dan Waktu ..................................................................
8
Metode Penelitian ...................................................................
8
Pembiakan P. fluorescens ............................................
8
Persiapan Limbah Organik Cair Sebagai Media
Alternatif untuk P. fluorescens.....................................
8
Pembiakan dan Penyimpanan P. fluorescens pada
Media Limbah Organik Cair ........................................
9
Uji Daya Tahan P. fluorescens pada Media Limbah
Organik Cair ................................................................
9
Uji potensi antagonis P. fluorescens terhadap
S. rolfsii pada media limbah organik cair .....................
10
Analisa Data ................................................................
11
HASIL DAN PEMBAHASAN ...........................................................
12
Pengaruh Jenis Media, Lama, dan Temperatur
Penyimpanan terhadap Daya Tahan P. fluorescens ..................
12
Uji Potensi Antagonis P. fluorescens terhadap S. rolfsii
pada Media Limbah Organik Cair yang Disimpan pada
Suhu Ruang dan Suhu Dingin (4 0C) .......................................
17
Perbandingan Kualitas Potensi Antagonisme P. fluorescens
terhadap S. rolfsii pada Media Limbah Organik Cair ...............
22
KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................
25
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................
26
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Tabung penyimpanan media limbah organik cair ...............
Gambar 2 Uji antagonis P. fluorscens terhadap S. rolfsii dengan
metode dual culture ..........................................................
Gambar 3 Kurva rata-rata populasi P. fluorscens pada media limbah
cair organik pada penyimpanan suhu ruang .......................
9
11
12
Gambar 4 Kurva rata-rata populasi P. fluorscens pada media limbah
cair organik pada penyimpanan suhu dingin (4 °C) ...........
13
Gambar 5 Kurva rata-rata populasi P. fluorescens pada media Luria
Broth dan air kelapa ..........................................................
14
Gambar 6 Kurva rata-rata populasi P. fluorescens pada media Luria
Broth dan limbah tahu .......................................................
14
Gambar 7 Kurva rata-rata populasi P. fluorescens pada media Luria
Broth dan tetes tebu ...........................................................
15
Gambar 8 Grafik rata-rata persentase hambatan maksimum
P. fluorscens terhadap S. rolfsii pada media limbah organik
cair dengan suhu ruang ......................................................
16
Gambar 9 Grafik rata-rata persentase hambatan maksimum
P. fluorscens terhadap S. rolfsii pada media limbah organik
cair dengan dingin (4 °C) ...................................................
18
Gambar 10 Grafik rata-rata persentase hambatan P. fluorscens
terhadap S. rolfsii pada media Luria Broth dan air kelapa ..
18
Gambar 11 Grafik rata-rata persentase hambatan P. fluorscens
terhadap S. rolfsii pada media Luria Broth dan limbah
tahu ...................................................................................
19
Gambar 12 Grafik rata-rata persentase hambatan P. fluorscens
terhadap S. rolfsii pada media Luria Broth dan tetes tebu ...
20
Gambar 13 Reaksi antagonisme P. fluorscens yang dibiakkan pada
berbagai media pada penyimpanan suhu dingin terhadap
S. rolfsii.............................................................................
21
Gambar 14 Reaksi antagonisme P. fluorscens yang dibiakkan pada
berbagai media pada penyimpanan suhu dingin terhadap
S. rolfsii pada minggu ke-11 ..............................................
22
PENDAHULUAN
Latar belakang
Penggunaan pestisida
merupakan alternatif terakhir dalam teknik
pengendalian hama dan penyakit menurut prinsip PHT. Penggunaan pestisida secara
terus-menerus dapat berbahaya bagi keseimbangan lingkungan, ekosistem dan
kesehatan manusia. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh pestisida yaitu resistensi
hama, resurgensi hama, musnahnya musuh alami, munculnya hama sekunder,
pencemaran lingkungan, serta gangguan kesehatan bagi manusia. Oleh karena itu
diperlukan alternatif cara pengendalian lain yang lebih ramah lingkungan.
Pengendalian hayati adalah setiap kondisi yang menyebabkan daya tahan atau
aktivitas patogen menurun karena adanya aktivitas mikroorganisme lain, sehingga
serangan patogen berkurang. Pemanfaatan agens pengendali hayati ini diharapkan
dapat membantu pengendalian penyakit tanpa mengganggu kondisi lingkungan.
Pseudomonas fluorescens sebagai agens hayati telah benyak digunakan untuk
mengendalikan penyakit, misalnya P. fluorescens A506 telah dijual dengan nama
dagang BlightBan
A506 untuk mengendalikan Erwinia amylovora penyebab fire
blight pada apel pear, tomat, dan strawberry, P. fluorescens dengan nama dagang
Conquer
dan Victus
untuk mengendalikan P. tolassii pada jamur (Nakkeeran
et al. 2005). Selain itu, P. fluorescens juga dapat mengendalikan penyakit yang
disebabkan oleh cendawan, virus, dan nematoda.
Penggunaan P. fluorescens di Indonesia saat ini belum dilakukan dalam
aplikasi lapang yang luas. Hal ini disebabkan oleh kendala dalam memproduksi
bakteri ini secara massal. Selama ini produksi P. fluorensens dilakukan dengan
menggunakan media standar laboratorium seperti Luria Broth dan King s B.
Sementara itu jika dalam memproduksi massal tetap menggunakan media tersebut,
maka akan membutuhkan biaya yang sangat besar dan tidak ekonomis. Oleh karena
itu diperlukan media alternatif untuk memproduksi P. fluorescens secara masal.
P. fluorescens bersifat saprofit, yaitu dapat hidup dan berkembang pada sisasisa bahan organik. Sifat inilah yang dapat memungkinkan P. fluorescens hidup pada
limbah organik cair. Kelimpahan limbah organik dapat mencemari lingkungan, hanya
sebagian kecil yang sudah dapat diolah dan dimanfaatkan, seperti nata de coco yang
terbuat dari limbah air kelapa, dan nata de soya dari limbah cair tahu. Selain itu
limbah tebu yang berupa blotong, ampas tebu dan tetes tebu juga dapat dimanfaatkan
yaitu sebagai pakan ternak (Syukur 2006). Limbah cair peternakan dapat dijadikan
media untuk pertumbuhan bakteri P. fluorescens (Ratdiana 2007), limbah air beras
dapat dijadikan media alternatif bagi Bacillus subtillis B12 (Ahmadi 2007), selain itu
guano yang merupakan feses dari kelelawar juga dapat digunakan sebagai agens
antagonis terhadap penyakit bercak coklat oleh Alternaria solani (Sari 2007).
Dalam rangka aplikasi di lapang, diperlukan informasi tentang daya tahan dan
keefektifan antagonisme P. fluorescens yang dibiakan pada limbah organik cair
dalam jangka waktu dan suhu tertentu.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama dan temperatur
penyimpanan terhadap daya tahan
P. fluorescens serta potensi antagonisme P.
fluorescens yang dibiakan pada media limbah organik cair terhadap S. rolfsii.
Manfaat Penelitian
Limbah organik cair dapat digunakan sebagai media alternatif bagi
pertumbuhan P. fluorescens. Pemanfaatan limbah organik tersebut juga akan
memberikan nilai tambah yang baik terhadap limbah organik cair dan dapat
mengurangi pencemaran lingkungan. Selain itu, penelitian ini juga bermanfaat untuk
mendapatkan formulasi penggunaan limbah organik cair sebagai media alternatif P.
fluorescens.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengendalian Hayati
Pengendalian hayati merupakan salah satu cara pengendalian penyakit yang
menitikberatkan terhadap pengunaan mikroorganisme, yaitu usaha memanipulasi
lingkungan yang dapat menguntungkan tanaman inang dan agens biokontrol atau
dengan cara mengintroduksi agens biokontrol sehingga kepadatan inokulum patogen
berkurang. Pemanfaatan agens hayati untuk mengendalikan patogen telah banyak
dilakukan. Pengertian agens hayati menurut Peraturan Menteri Pertanian Nomor 411
tahun 1995 yaitu setiap organisme yang meliputi spesies, subspesies, varietas dan
semua jenis serangga, nematoda, protozoa, cendawan (fungi), bakteri, virus,
mikoplasma,
serta
semua
mikroorganisme
lainnya
dalam
semua
tahap
perkembangannya yang dapat dipergunakan untuk keperluan pengendalian hama dan
penyakit atau organisme pengganggu, proses produksi, pengolahan hasil pertanian,
dan berbagai keperluan lainnya (Supriadi 2006).
Mekanisme antagonisme antara agens antagonis dengan patogen dikenal
dalam tiga bentuk yaitu kompetisi, antibiosis dan hiperparasitisme. Kompetisi dapat
berupa persaingan dalam memperoleh zat-zat makanan dan ruang tumbuh (Baker and
Cook 1974). Mikroba antagonis dapat berupa bakteri, cendawan, actiomycetes, atau
virus. Berbagai spesies mikroba antagonis telah berhasil diisolasi dan dievalusi
keefektifannya sebagai agens antagonis.
Penggunaan plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) merupakan salah
satu contoh dalam pengendalian hayati. PGPR dapat meningkatkan perkecambahan
benih dan perkembangan akar pada tanaman. Menurut Siddiqui 2005, rhizobakteri ini
dapat membantu pertumbuhan tanaman dengan menghasilkan hormon pertumbuhan.
Selain itu PGPR juga melindungi tanaman dari penyakit yang disebabkan oleh
bakteri, cendawan, dan nematoda. PGPR mempengaruhi pertumbuhan tanaman
dengan cara fiksasi nitrogen, sintesis hormon, pelarutan zat-zat mineral dan sintesis
enzim yang dapat mengatur homon pada tanaman (Siddiqui 2005).
Rhizobakteri yang telah umum digunakan yaitu Bacillus subtilis dan
Pseudomonas fluorescens. B. subtilis efektif mengendalikan penyakit yang
disebabkan oleh Rhizoctonia sp., Pythium sp., Fusarium sp., dan Phytophthora sp.
pada tanaman hortikultura sedangkan Pseudomonas fluorescens efektif untuk Erwinia
amylovora penyebab fire blight pada apel pear, tomat, dan strawberry (Nakkeeran et
al. 2005). Selain itu, P. fluorescens juga dapat mengendalikan penyakit akar gada
yang disebabkan oleh Plasmodiophora brassicae pada caisin (Hanudin et al. 2005).
Pseudomonas fluorescens
Ciri-ciri bakteri genus Pseudomonas antara lain berbentuk bulat panjang atau
batang, sebagian besar bersifat mobil dengan flagella monotrikus, politrikus atau
lopotrikus dan hampir semuanya gram negatif dan bersifat aerobik (Bucharan &
Gibbons 1974 dalam Suharno 2001).
Menurut Anas (1989), Pseudomonas fluorescens mempunyai kemampuan
untuk membebaskan pigmen yang berfluoresensi kuning sampai hijau. Pigmen
berwarna hijau tersebut digunakan sebagai pedoman para ahli mikrobiologi karena
biasanya pigmen tersebut hanya dikeluarkan oleh spesies-spesies Pseudomonas
penghasil antibiotika. Pseudomonas kelompok fluorescens ini dapat mengeluarkan
pigmen phenazine yang dapat menekan pertumbuhan patogen (Brock & Madigan
1988 dalam Hasanuddin 2003).
Pseudomonas fluorescens juga dapat menghasilkan metabolit seperti
siderofor, hidrogen sianida, antibiotik, atau enzim ekstraselluler yang bersifat
antagonis melawan patogen. Metabolit-metabolit tersebut berguna untuk menginduksi
pertumbuhan tanaman (Hasanuddin 2003). Siderofor dapat menekan perkembangan
patogen secara aktif dalam persaingan besi (Fe) karena senyawa ini memiliki berat
molekul rendah dengan affinitas yang sangat kuat terhadap Fe (III). Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa siderofor berpendarfluor kuning-kehijauan yang
dihasilkan oleh pseudomonad pendarfluor disebut sebagai pseudobactin bermanfaat
untuk pertumbuhan tanaman (Neilands & Leong 1986; Leong 1986 dalam
Hasanuddin 2003)
P. fluorescens merupakan salah satu golongan PGPR yang memiliki
mekanisme biokontrol yang melibatkan produksi antibiotik berupa phenazine-1carboxyclic acid, 2,4-diacetyl phloroglucinol, oomycin, pyoluteorin, pyrrolnitrin,
kanosamine, zwittermycin-A, dan pantocin A (Fernando et al. 2005).
P. fluorescens dapat menekan perkembangan Pseudomonas solanacearum
karena uji antagonisme P. fluorescens terhadap P. solanacearum menunjukkan
adanya zona perubahan warna di sekeliling benih yang dilumuri agens antagonis.
Antagonisme bersifat kompetisi dan lisis. Kompetisi terjadi dalam pemanfaatan
nutrisi dan ruang tumbuh, sedangkan lisis ditunjukkan dengan pecahnya koloni P.
solanacearum yang berada di dalam zona (Anik 2001). Beberapa strain dari P.
fluorescens dapat menekan penyakit pada tanaman serta melindungi benih dan akar
dari serangan cendawan tular tanah dan bekteri patogen (Défago & Haas 1990,
Sullivan & O Gara 1992 dalam Corbell & Loper 1995).
P. fluorescens memiliki kelebihan dibanding bakteri lain, karena bakteri ini
memiliki proses metabolisme yang sederhana sehingga dapat langsung menuju
substrat yang dikeluarkan oleh tanaman dan memiliki siklus hidup yang pendek.
Sifat-sifat yang dimiliki oleh P. fluorescens diantaranya adalah mampu mendominasi
pemanfaatan eksudat yang dikeluarkan oleh akar, dapat berkembang biak dengan
cepat, dan mampu mengkoloni daerah perakaran (Schippers et al. 1987 dalam
Suharno 2001).
Sclerotium rolfsii
Sclerotium rolfsii mempunyai miselium bercabang seperti kapas, berwarna
putih dan tidak memproduksi spora (Agrios 1997). Untuk mempertahankan diri dan
pemencaran, cendawan ini membentuk sklerotium yang semula berwarna putih
kemudian menjadi coklat dengan diameter sekitar 1 mm (Semangun 2004). S. Rolfsii
berkembang optimal pada kelembaban tanah yang tinggi (Okereke & Wokocha
2007).
S. Rolfsii dapat menyerang berbagai tanaman untuk dijadikan sebagai inang,
diantaranya yaitu kacang tanah (Arachis hypogea), talas (Colocasia esculenta), tomat
(Lycopersicon esculentum), wortel (Daucus carota), jagung (Zea mays) dan padi
(Oryza sativa)
(CPC 2005). Pada umumnya tanaman yang terserang S. Rolfsii
menunjukkan gejala busuk pada batang dan akar. Pada bagian yang terserang terdapat
miselium cendawan berwarna putih. Pada daun-daun yang letaknya dekat dengan
tanah, cendawan membentuk bercak-bercak berwarna coklat muda dan diameternya
mencapai 2 cm dengan cincin sepusat berwarna gelap. Di bagian tengah bercak, pada
sisi bawah daun biasanya terdapat sklerotium berwarna coklat muda (Semangun
2004).
Limbah Organik Cair
Produksi agens antagonis seperti P. fluorescens dan B. subtilis tidak hanya
dapat dilakukan pada media laboratium saja. Sifat saprofitik yang dimiliki agens
antagonis tersebut memungkinkan penggunaan media alternatif dari limbah organik
cair.
Limbah organik cair banyak yang dapat dimanfaatkan sebagai media alternatif
seperti limbah cair peternakan dapat dijadikan media untuk pertumbuhan bakteri P.
fluorescens (Ratdiana 2007), limbah air beras dapat dijadikan media alternatif bagi
Bacillus subtillis B12 (Ahmadi 2007), selain itu guano yang merupakan feses dari
kelelawar juga dapat digunakan sebagai agens antagonis terhadap penyakit bercak
coklat oleh Alternaria solani (Sari 2007).
Air Kelapa
Pemanfaatan limbah organik cair sebagai media tumbuh bakteri tertentu telah
dilakukan sejak lama. Hal ini dibuktikan dengan adanya nata de coco yang terbuat
dari limah air kelapa dengan penambahan bekteri Acetobacter xylinum.
Air kelapa mempunyai komposisi nutrisi yang lengkap, yaitu 95,5% air, 4%
karbohidrat, 0,1% lemak, 0,02% kalsium, 0,01% fosfor, 0,5% besi, asam amino,
vitamin C, vitamin B kompleks, dan garam-garam mineral (Vigliar et al. 2006).
Semakin tua umur buah kelapa, maka semakin baik nutrisinya.
Limbah Tahu
Pembuatan nata de soya merupakan salah satu pemanfaatan limbah tahu yang
telah dilakukan. Pengolahan tersebut melibatkan bakteri Acetobacter xylinum, yang
memanfaatkan protein dan karbohidrat dalam limbah itu sebagai sumber energi untuk
hidup dan berkembang biak (Anonim, 1997). Hariyadi et al. (2002) mengemukakan
bahwa limbah cair tahu mengandung kadar air 99,28%, kadar abu 0,06%, total
padatan 0,67%, protein 0,17%, lemak 0,09%, karbohidrat 0,35%, dan pH 4,27. Dari
analisis tersebut menunjukkan bahwa limbah cair tahu merupakan sumber media
yang baik untuk pertumbuhan mikroba, termasuk bakteri antagonis, tetapi untuk
memperoleh hasil pertumbuhan yang optimal diperlukan tambahan nutrisi berupa
sumber karbon dan sumber nitrogen
Tetes Tebu
Tebu merupakan salah satu tanaman perkebunan yang bernilai tinggi. Pabrik
pengolahan tebu menghasilkan limbah yang cukup besar bagi lingkungan, namun
banyak yang dapat dimanfaatkan seperti pucuk tebu, blotong, ampas tebu dan tetes
tebu.
Tetes tebu dapat digunakan sebagai pakan ternak secara langsung atau melalui
proses pengolahan menjadi protein sel tunggal dan asam amino (Rudiono 2003 dalam
Syukur 2006). Menurut Syukur (2006), komposisi nutrisi yang terkandung dalam
tetes tebu meliputi 58 % karbohidrat, 20 % air, 2,5 % protein kasar, 10, 5 % mineral,
0,8 % kalsium, dan 0,1% fosfor. Selain itu tetes tebu juga mengandung tiamin 0,8
(mg/kg), riboflafin 3 (mg/kg), niacin 28 (mg/kg), dan asam panthotenet 35 (mg/kg).
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi, Departemen
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, di mulai pada bulan
Januari sampai dengan Mei 2008.
Metode Penelitian
Pembiakan P. fluorescens
Isolat P. fluorescens yang dibiakan yaitu dari kultur stok koleksi
Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan Proteksi Tanaman. Sebanyak satu lup P.
fluorescens diambil dari kultur stok dan digoreskan pada cawan petri steril yang
berisi media King s B padat dan diinkubasi pada suhu ruang. Pembiakan P.
fluorescens ini dilakukan secara aseptik.
Persiapan Limbah Organik Cair Sebagai Media Alternatif untuk P. fluorescens
Penelitian ini menggunakan empat macam media yang berbeda, yaitu tiga
macam media alternatif, dan satu media laboratorium sebagai kontrol. Media
alternatif yang digunakan yaitu air kelapa, limbah tahu, dan tetes tebu, sedangkan
media laboratorium yang digunakan sebagai kontrol adalah LB (Luria Broth).
Media air kelapa diperoleh dari buah kelapa yang sudah tua, dan diambil
airnya. Air kelapa yang diperoleh kemudian disaring menggunakan kertas saring dan
disesuaikan pH-nya menjadi 7 dengan menambahkan NaOH 0,1 M. Kemudian
disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121 °C selama 15 menit.
Limbah tahu yang digunakan sebagai media alternatif yaitu limbah cair hasil
dari proses pembuatan tahu. Limbah tersebut disaring dengan menggunakan kertas
saring. Kemudian dimodifikasi dengan komposisi akhir 1,25 % glukosa; 10% ekstrak
usus ayam; 10 % aquades; dan 80 % limbah tahu dengan pH 7.
Tetes tebu merupakan salah satu limbah yang dihasilkan dari pabrik
pengolahan tebu. Tetes tebu yang digunakan memiliki konsentrasi 50 % dan
dimodifikasi dengan penambahan 2,5 % glukosa; 10 % ekstrak usus ayam; dan 40 %
aquades dengan pH 7.
Pembiakan dan Penyimpanan P. fluorescens pada Media Limbah Organik Cair
Isolat P. fluorescens yang telah ditumbuhkan pada media King s B selama 24
jam diambil sebanyak satu lup dan dimasukkan ke dalam 20 ml media LB (10 g
tryptone, 5 g yeast ekstrak, 5 g NaCl, dan 1 l aquades). Kemudian diinkubasi dengan
menggunakan shaker selama 13 jam dengan kecepatan 100 rpm.
Suspensi P. fluorescens diinokulasikan ke dalam
masing-masing media
alternatif dan LB sebagai control dengan perbandingan 1:100 ml. Media disimpan
pada suhu ruang dan suhu dingin (4 °C). Pada proses penyimpanan, media yang telah
ditambahkan P. fluorescens ditempatkan pada tabung plastik untuk penyimpanan
selama sebelas minggu yang kemudian akan diuji daya tahan dan potensi
antagonismenya pada minggu ke-0, 1, 3, 5, 7, 9, 11. Masing-masing tabung plastik
berisi 25 ml media.
Gambar 2 Tabung penyimpanan media limbah organik cair
Uji Daya Tahan P. fluorescens pada Media Limbah Organik Cair
Metode pengenceran berseri dilakukan untuk uji daya tahan atau kepadatan
populasi. Sebanyak 1 ml P. fluorescens yang dibiakan pada media limbah organik
cair diinokulasikan ke dalam 9 ml aquades steril lalu dicampur secara merata dengan
menggunakan vorteks, maka didapatkan pengenceran 10-1. Dari pengenceran 10-1
diambil 1 ml kemudian dimasukkan ke dalam 9 ml aquades steril dan dicampur
kembali dengan menggunakan vorteks, dan seterusnya hingga pengenceran 10-8.
Plating hanya dilakukan pada pengenceran 10-6, 10-7 dan 10-8 yaitu dengan
cara menyebar 100 l suspensi yang telah diencerkan ke dalam cawan dengan media
King s B padat. Pengujian ini dilakukan dengan dua kali ulangan. Pengamatan yaitu
dengan menghitung jumlah koloni yang tumbuh setelah 24 jam. Jumlah koloni yang
tumbuh selanjutnya dikonversikan ke bentuk cfu/ml dengan rumus
populasi
=
jumlah koloni pada pengenceran kefaktor pengenceran x volume suspensi yang disebar (ml)
Uji potensi antagonis P. fluorescens terhadap S. rolfsii pada media limbah
organik cair
Potensi antagonis P. fluorescens terhadap S. rolfsii diuji dengan menggunakan
metode dual culture atau koloni ganda. Kertas saring dengan ukuran 0,5 x 4,5 cm
diletakkan pada cawan yang berisi media NA (3 g beef extract, 5 g pepton, 2,5 g
glukosa, 15 g agar, dan 1 l aquades), kemudian ditetesi P. fluorescens yang dibiakan
pada media limbah organik cair. Pada sisi kertas saring dengan jarak 2,4 cm,
diletakkan S. rolfsii yang telah dipotong dengan menggunakan cork borrer.
Pengamatan dilakukan dengan mengukur persentase hambatan pada jari-jari miselium
S. rolfsii. Persentase hambatan dapat diukur dengan rumus
(a
b) x 100%
a
Keterangan:
a = jari-jari miselium yang menjauhi agens antagonis
b = jari-jari miselium yang mendekati agens antagonis
Patogen
Agens
antagonis
b
Keterangan:
a
a = jari-jari miselium yang menjauhi agens antagonis
b = jari-jari miselium yang mendekati agens antagonis
Gambar 2. Uji antagonis dengan metode dual culture terhadap cendawan
Analisa Data
Data rata-rata jumlah populasi bakteri P. fluorescens dan rata-rata persentase
hambatan P. fluorescens terhadap S. rolfsii yang dibiakkan pada media limbah
organik cair diolah dengan menggunakan program Microsoft Exel 2003.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Lama dan Temperatur Penyimpanan Terhadap Daya Tahan
fluorescens
P.
Populasi P. fluorescens pada penyimpanan suhu ruang berbeda-beda pada
berbagai macam limbah organik cair (Gambar 3).
12.00
log cfu/ml
11.00
10.00
AK
TH
9.00
TB
8.00
LB
7.00
0
1
3
5
7
9
11
Pengujian minggu ke-
Gambar 3 Rata-rata populasi P. fluorescens pada media air kelapa (AK), limbah tahu
(TH), tetes tebu (TB), dan luria broth (LB) pada beberapa minggu
penyimpanan suhu ruang.
Pengaruh lama dan suhu penyimpanan P. fluorescens pada setiap media
menunjukkan hasil yang berbeda-beda terhadap kontrol (LB) (Gambar 3). Pada
minggu ke-0 sampai dengan minggu ke-5 rata-rata populasi tertinggi yaitu pada
media limbah tahu penyimpanan minggu ke-1 dengan 9,11 log cfu/ml, namun pada
minggu ke-7 sampai dengan minggu ke-11 media air kelapa menunjukkan rata-rata
populasi yang tertinggi yaitu 9,0 log cfu/ml pada minggu ke-7. Secara keseluruhan, P.
fluorescens yang dibiakan pada media LB sebagai kontrol, menunjukkan daya tahan
yang paling tinggi diantara media lainnya. Sedangkan daya tahan yang paling rendah
yaitu P. fluorescens yang dibiakkan pada media tetes tebu dengan populasi 7,12 log
cfu/ml pada minggu ke-7.
Pada penyimpanan suhu dingin (4 0C) minggu ke-0 sampai dengan minggu
ke-3 rata-rata populasi P. fluorescens tertinggi yaitu media limbah tahu dengan
jumlah populasi 9,11 log cfu/ml pada minggu ke-1. Sedangkan pada minggu ke-5
sampai dengan minggu ke-11 media air kelapa menunjukkan rata-rata populasi
tertinggi yaitu 10,20 log cfu/ml pada minggu ke-5 (Gambar 4). Pertumbuhan populasi
pada media LB sebagai kontrol lebih stabil dibandingkan dengan media alternatif
lainnya, karena media ini mengandung banyak nutrisi yang dapat mendukung
pertumbuhan P. fluorescens. Pertumbuhan P. fluorescens pada media air kelapa dan
limbah tahu terlihat tidak stabil, sedangkan pada media tetes tebu, pertumbuhan P.
fluorescens tetap paling rendah.
11.00
AK
log cfu/ml
10.00
TH
TB
9.00
LB
8.00
7.00
0
1
3
5
7
9
11
Pengujian minggu ke-
Gambar 4 Rata-rata populasi P. fluorescens pada media air kelapa (AK), limbah tahu
(TH), tetes tebu (TB), dan luria broth (LB) pada beberapa minggu
penyimpanan suhu dingin (4 °C).
Gambar 5 menunjukkan hasil perbandingan rata-rata populasi P. fluorescens
pada media LB dan air kelapa suhu ruang dan suhu 4 0C. Ketahanan P. fluorescens
lebih baik pada suhu 4 0C daripada suhu ruang, baik pada media air kelapa maupun
pada LB. Menurut Vigliar et al. (2006) air kelapa mempunyai komposisi nutrisi
berupa 95,5% air, 4% karbohidrat, 0,1% lemak, 0,02% kalsium, 0,01% fosfor, 0,5%
besi, asam amino, vitamin C, vitamin B kompleks, dan garam-garam mineral.
Kandungan nutrisi yang lengkap pada air kelapa menyebabkan jumlah populasi P.
fluorescens cukup stabil selama dalam proses penyimpanan.
11.00
LB RT
log cfu/ml
10.00
AK RT
9.00
LB 4C
AK 4C
8.00
7.00
0
1
3
5
7
9
11
Pengujian minggu ke-
Gambar 5. Rata-rata populasi P. fluorescens pada media LB yang disimpan pada suhu
ruang (LB RT), LB yang disimpan pada suhu dingin (LB 4C), air kelapa
yang disimpan pada suhu ruang (AK RT), dan air kelapa yang disimpan
pada suhu dingin (AK 4C) pada beberapa minggu.
11.00
log cfu/ml
10.00
LB RT
TH RT
9.00
LB 4C
8.00
TH 4C
7.00
0
1
3
5
7
9
11
Pengujian minggu ke-
Gambar 6. Rata-rata populasi P. fluorescens pada media LB yang disimpan pada suhu
ruang (LB RT), LB yang disimpan pada suhu dingin (LB 4C), limbah tahu
yang disimpan pada suhu ruang (TH RT), dan limbah tahu yang disimpan
pada suhu dingin (TH 4C) pada beberapa minggu.
Populasi P. fluorescens pada limbah tahu pada awal penyimpanan sampai
dengan minggu ke 7 menunjukkan jumlah yang stabil, namun pada minggu ke-9
jumlah populasi P. fluorescens menurun. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah populasi
yang lebih rendah daripada minggu sebelumnya (Gambar 6). Pada LB di suhu ruang
jumlah populasi P. fluorescens tertinggi yaitu pada minggu ke-9 dengan jumlah
populasi 10,26 log cfu/ml dan yang terendah yaitu pada minggu ke-7 dengan jumlah
populasi 8,67 log cfu/ml. Namun pada suhu dingin daya tahan P. fluorescens lebih
stabil dengan jumlah populasi tertinggi 9,18 log cfu/ml pada minggu ke-5 dan yang
terendah 8,91 log cfu/ml pada minggu ke-1.
Hariyadi et al. (2002) mengemukakan bahwa limbah cair tahu mengandung
kadar air 99,28%, kadar abu 0,06%, total padatan 0,67%, protein 0,17%, lemak
0,09%, karbohidrat 0,35%, dan pH 4,27. Pertumbuhan bakteri dipengaruhi oleh
berbagai macam nutrisi seperti nitrogen (N), karbon (C), fosfat (P) dan lainnya
(Pelczar dan Chan 1986 dalam Ratdiana 2007). Sumber karbon yang terdapat pada
limbah tahu yaitu berupa karbohidrat yang merupakan senyawa kompleks yang tidak
dapat langsung digunakan, oleh karena itu pada media limbah tahu ini dilakukan
modifikasi dengan penambahan sukrosa sebagai sumber karbon yang dapat langsung
digunakan.
11.00
log cfu/ml
10.00
LB RT
TB RT
9.00
LB 4C
8.00
TB 4C
7.00
0
1
3
5
7
Pengujian minggu ke-
9
11
Gambar 7. Rata-rata populasi P. fluorescens pada media LB yang disimpan pada suhu
ruang (LB RT), LB yang disimpan pada suhu dingin (LB 4C), tetes tebu
yang disimpan pada suhu ruang (TB RT), dan tetes tebu yang disimpan
pada suhu dingin (TB 4C) pada beberapa minggu.
Pada Gambar 7 terlihat bahwa populasi P. fluorescens pada tetes tebu
penyimpanan suhu ruang menurun pada minggu pertama, namun pada minggu ke-5
populasi terlihat tinggi dan kembali menurun pada minggu ke-7. Sedangkan pada
penyimpanan suhu dingin populasi P. fluorescens menurun dari minggu pertama
hingga populasi terendah yaitu 7,61 log cfu/ml pada minggu ke-9. Berbeda dengan
media tetes tebu, pada media LB jumlah populasi P. fluorescens lebih tinggi dan
cenderung stabil, baik pada suhu ruang maupun pada suhu dingin.
Menurut Syukur (2006), komposisi nutrisi yang terkandung dalam tetes tebu
meliputi 58 % karbohidrat, 20 % air, 2,5 % protein kasar, 10, 5 % mineral, 0,8 %
kalsium, dan 0,1% fosfor. Selain itu tetes tebu juga mengandung tiamin 0,8 (mg/kg),
riboflafin 3 (mg/kg), niacin 28 (mg/kg), dan asam panthotenet 35 (mg/kg). Pada
media ini tersedia sumber karbon yang cukup banyak, yaitu karbohidrat sebesar 58%.
Namun senyawa tersebut tidak dapat langsung digunakan sehingga pertumbuhan P.
fluorescens pada media ini tidak maksimal.
Uji Potensi Antagonis P. fluorescens Terhadap S. rolfsii Pada Media Limbah
Organik Cair
Kemampuan agen antagonis P. fluorescens yang dibiakan pada media limbah
organik cair terhadap S. rolfsii berbeda-beda pada tiap minggunya (Gambar 10 dan
11).
90.00
80.00
70.00
Hambatan (%)
60.00
AK
TH
TB
LB
50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
0
1
3
5
7
9
11
Pengujian minggu ke-
Gambar 8.
Rata-rata persentase hambatan maksimum P. fluorscens yang dibiakkan
pada media air kelapa (AK), limbah tahu (TH), tetes tebu (TB), dan luria
broth (LB) terhadap S. rolfsii pada beberapa minggu yang disimpan
pada suhu ruang.
Pada suhu ruang, P. fluorescens yang dibiakan pada air kelapa mampu
menekan pertumbuhan S. rolfsii secara maksimum hingga minggu ke-3. Namun, pada
minggu ke-5, kemampuan antagonismenya mulai menurun. Pada minggu ke-11, P.
fluorescens yang dibiakan pada media air kelapa memiliki sifat antagonisme yang
paling tinggi yaitu 61,67 % dibandingkan P. fluorescens yang dibiakan pada media
limbah lainnya, yaitu limbah tahu dengan persen hambatan 23,33 % dan tetes tebu
dengan persen hambatan 15,28 % (Gambar 8).
Pada suhu dingin, P. fluorescens yang dibiakkan pada media limbah tahu
menunjukkan sifat antagonis yang maksimum terhadap S. rofsii di minggu ke-0 dan
minggu ke-9. Di minggu ke-7 dan ke-11 P. fluorescens pada air kelapa dapat
menghambat pertumbuhan S. rolfsii dengan persentase yang hambatan maksimum.
Sedangkan persentase hambatan maksimum P. fluoresecens terhadap S. rolfsii pada
media tetes tebu terjadi pada minggu ke-1 yaitu 88,79 %. LB sebagai kontrol
memiliki persentase hambatan maksimum pada minggu ke-3 dan ke-5. Pada minggu
ke-11 persentase hambatan P. fluorescens pada media limbah tahu dan tetes tebu
sangat menurun dibandingkan pada minggu sebelumnya (Gambar 9).
Gambar 8 dan 9 menunjukkan bahwa baik pada suhu ruang maupun suhu
dingin, sifat antagonis P. fluorescens terhdap S. rolfsii pada media LB sebagai kontrol
bersifat stabil diantara media air kelapa, limbah tahu dan tetes tebu. Namun pada
media alternatif, P. fluorescens pada air kelapa yang paling baik sifat
antagonismenya.
Mineral dan karbon merupakan sumber penting yang mempengaruhi produksi
antibiotik pada P. fluorescens (Duffy & Défago 1999). Kandungan mineral dan
karbon yang tinggi pada air kelapa menyebabkan produksi antibiotik yang dihasilkan
P. fluorescens menjadi tinggi dibandingkan dengan media alternatif lainnya. Selain
itu, faktor yang mempengaruhi produksi antibiotik pada P. fluorescens adalah
pertumbuhan populasinya (Nielsen et al. 1998). Jumlah populasi bakteri berbending
lurus dengan produksi antibiotik yang dihasilkan.
100.00
90.00
80.00
70.00
AK
TH
TB
LB
Hambatan (%)
60.00
50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
0
1
3
5
7
9
11
Pengujian minggu ke-
Gambar 9.
Rata-rata persentase hambatan maksimum P. fluorscens yang dibiakkan
pada media air kelapa (AK), limbah tahu (TH), tetes tebu (TB), dan luria
broth (LB) terhadap S. rolfsii pada beberapa minggu yang disimpan
pada suhu dingin (4 °C).
90.00
80.00
Hambatan (%)
70.00
60.00
AK RT
50.00
LB RT
40.00
AK 4C
30.00
LB 4C
20.00
10.00
0.00
0
1
3
5
7
9
11
Pengujian minggu ke-
Gambar 10. Rata-rata persentase hambatan P. fluorescens terhadap S. rolfsii pada
media LB yang disimpan pada suhu ruang (LB RT), LB yang disimpan
pada suhu dingin (LB 4C), air kelapa yang disimpan pada suhu ruang
(AK RT), dan air kelapa yang disimpan pada suhu dingin (AK 4C)
pada beberapa minggu.
Persentase hambatan P. fluorescens yang dibiakkan pada media air kelapa
terhadap S. rolfsii terlihat fluktuatif (Gambar 10). Di suhu ruang, persentase
hambatan paling rendah terjadi pada minggu ke-5 yaitu 46,67 % dan yang paling
tinggi yaitu pada minggu ke-7 sebesar 78,33 %. Sedangkan di suhu dingin persentase
hambatan P. fluorescens juga tidak terlalu berbeda dengan persentase hambatan di
suhu ruang. Pada media LB, persentase hambatan lebih stabil baik pada suhu ruang
maupun pada suhu dingin.
P. fluorescens merupakan salah satu golongan PGPR yang memiliki
mekanisme biokontrol yang melibatkan produksi antibiotik berupa phenazine-1carboxyclic acid, 2,4-diacetyl phloroglucinol, oomycin, pyoluteorin, pyrrolnitrin,
kanosamine, zwittermycin-A, dan pantocin A (Fernando et al. 2005).
100.00
90.00
80.00
70.00
TH RT
Hambatan (%)
60.00
LB RT
50.00
TH 4C
40.00
LB 4C
30.00
20.00
10.00
0.00
0
1
3
5
7
9
11
Pengujian minggu ke-
Gambar 11. Rata-rata persentase hambatan P. fluorscens terhadap S. rolfsii pada
media LB yang disimpan pada suhu ruang (LB RT), LB yang disimpan
pada suhu dingin (LB 4C), limbah tahu yang disimpan pada suhu ruang
(TH RT), dan limbah tahu yang disimpan pada suhu dingin (TH 4C)
pada beberapa minggu.
Pada media limbah tahu, persentase hambatan P. fluorescens terhadap S.
rolfsii terlihat fluktuatif (Gambar 11) baik di suhu ruang maupun di suhu dingin.
Faktor
lamanya
penyimpanan
mempengaruhi
kemampuan
antagonisme
P.
fluorescens terhadap S. rolfsii. Hal ini dapat dilihat pada minggu ke-11 persentase
hambatan sangat menurun dibandingkan dari minggu sebelumnya. Hal ini disebabkan
jumlah populasi P. fluorescens yang dibiakkan pada media limbah tahu di minggu ke11 juga menurun sehingga produksi antibiotik yang dihasilkan juga akan menurun.
Selain menghasilkan senyawa metabolit sekunder seperti antibiotik, P.
fluorescens juga menghasilkan siderofor yang dapat mengkelat zat besi, sehingga
patogen dalam tanah tidak memperoleh zat besi untuk pertumbuhannya. Zat besi
sangat penting sebagai mikronutrisi yang digunakan bakteri untuk melakukan
metabolisme (Rachid & Ahmed 2005). Siderofor juga merangsang pertumbuhan pada
tanaman, karena sifatnya yang dapat mengkelat zat besi sehingga kebutuhan zat besi
terpenuhi untuk pertumbuhannya (Glick et al. 1999)
100.00
90.00
Hambatan (%)
80.00
70.00
TB RT
60.00
LB RT
50.00
TB 4C
40.00
LB 4C
30.00
20.00
10.00
0.00
0
1
3
5
7
9
11
Pengujian minggu ke-
Gambar 12. Rata-rata persentase hambatan P. fluorescens terhadap S. rolfsii pada
media LB yang disimpan pada suhu ruang (LB RT), LB yang disimpan
pada suhu dingin (LB 4C), tetes tebu yang disimpan pada suhu ruang
(TB RT), dan tetes tebu yang disimpan pada suhu dingin (TB 4C) pada
beberapa minggu.
Kemampuan antagonisme P. fluorescens terhadap S. rolfsii pada media tetes
tebu di suhu dingin lebih baik daripada di suhu ruang. Pada suhu ruang minggu ke-11
persentase hambatan sangat menurun dibanding minggu sebelumnya. Namun pada
suhu dingin persentase hambatan terlihat lebih stabil (Gambar 12).
Perbandingan Kualitas Potensi Antagonis P. fluorescens terhadap S. rolfsii pada
Media Limbah Organik Cair
A
B
C
D
Gambar 13. Uji antagonisme P. fluorescens yang dibiakkan pada berbagai media
pada suhu dingin terhadap S. rolfsii setelah 5 hari A. LB minggu ke-7,
B. Air kelapa minggu ke-7, C. Limbah tahu minggu ke-7, D. Tetes tebu
minggu ke-5.
Pada uji antagonisme yang dilakukan terlihat perbedaan antara miselium yang
tumbuh berdekatan dengan agens antagonis dengan miselium yang tidak berdekatan
dengan agen antagonis. Pertumbuhan miselium yang berdekatan dengan agen
antagonis terlihat lebih tipis dibandingkan dengan miselium yang tidak berdekatan
dengan agen antagonis (Gambar 13). Selain itu, pertumbuhan miselium juga terlihat
berbeda dari masing-masing media. P. fluorescens yang dibiakkan pada media LB
(Gambar 13A) terlihat lebih menekan pertumbuhan S. rolfsii sehingga miselium
terlihat lebih tipis daripada pada media lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa agen
antagonis P. fluorescens menghasilkan antibiotik yang dapat menghambat
pertumbuhan patogen S. rolfsii. Beberapa strain dari P. fluorescens dapat menekan
penyakit pada tanaman serta melindungi benih dan akar dari serangan cendawan tular
tanah dan bekteri patogen (Défago & Haas 1990, O Sullivan & O Gara 1992 dalam
Corbell & Loper 1995).
A
B
C
D
Gambar 14. Uji antagonisme P. fluorescens yang dibiakkan pada berbagai media
alternatif terhadap S. rolfsii pada minggu ke-11 setelah 5 hari A. Tetes
tebu suhu ruang, B. Limbah tahu suhu dingin, C. Air kelapa suhu
ruang, D. LB suhu ruang.
Hasil uji antagonisme pada minggu ke-11 menunjukkan bahwa P. fluorescens
yang dibiakkan pada media tetes tebu dan limbah tahu tidak mampu menghambat
pertumbuhan S. rolfsii (Gambar 14A dan 14B). Berbeda dengan P. fluorescens yang
dibiakkan pada media air kelapa dan LB yang tetap mampu menghambat
pertumbuhan S. rolfsii (Gambar 14C dan 14D). Ketahanan P. fluorescens yang
berbeda-beda terhadap lama penyimpanan menyebabkan kemampuan antagonisme
yang berbeda pula. Jumlah populasi P. fluorescens yang menurun di minggu ke-11
pada media limbah tahu dan tetes tebu mengakibatkan menurunnya kemampuan
antagonisme bakteri tersebut terhadap S. rolfsii.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Daya tahan P. fluorescens yang dibiakkan pada berbagai limbah organik cair
pada penyimpanan selama sebelas minggu berbeda-beda, baik pada suhu ruang
maupun pada suhu dingin. P. fluorescens yang dibiakkan pada media air kelapa
memiliki daya tahan yang lebih baik daripada P. fluorescens yang dibiakkan pada
media limbah tahu dan tetes tebu. Kepadatan populasi P. fluorescens yang dibiakkan
pada penyimpanan suhu dingin (4 °C) lebih stabil dibandingkan pada penyimpanan
suhu ruang.
P. fluorescens yang dibiakan pada media limbah organik cair berpotensi
menghambat pertumbuhan
S. rolfsii penyebab penyakit busuk batang.
Namun,
terdapat perbedaan kualitas potensi antagonis P. fluorescens yang dibiakkan pada
media limbah organik cair terhadap S. rolfsii . Potensi antagonisme P. fluorescens
yang dibiakkan pada berbagai limbah organik cair terhadap S. rolfsii dipengaruhi oleh
lama penyimpanan. P. fluorescens yang dibiakkan pada media air kelapa memiliki
potensi antagonisme yang lebih baik daripada P. fluorescens yang dibiakkan pada
media limbah tahu dan tetes tebu.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui ketahanan maksimum
P. fluorescens yang dibiakkan pada media limbah organik cair serta keefektifan
antagonisme P. fluorerscens yang dibiakkan pada media air kelapa, limbah tahu dan
tetes tebu terhadap S. rolfsii di lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
[CAB International] Commonwealth Agricultural Beraux International. 2005. Crop
Protection Compendium. Wallingford, UK: CAB International. Disajikan
dalam 2 compact disc dengan penuntun didalamnya.
Anas I. 1989. Biologi Tanah dalam Praktek. PAU Biotek. Bogor: Institut Pertanian
Bogor. 161 hal.
Anik S. 2001. Uji antagonisme Bacillus sp., Pseudomonas fluorescens B29, dan
Trichoderma harzianum terhadap bakteri Pseudomonas Solanacearum E.F.
Smith pada benih kacang tanah [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Anonim.
1997.
Nata
Dibuat,
Lingkungan
Sehat.
http://www.indomedia.com/intisari/1997/mei/natasoya.htm [13 Mei 1997].
Ahmadi, Heri. 2007. Skrining, Pembiakan masal, dan induksi sporulasi agens
antagonis penyakit kudis (Streptomyces scabies) pada kentang [skripsi].
Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Agrios GN. 2005. Plant Pathology. Ed ke-5. San Diego: Academic Press
Baker KF & Cook RJ. 1974. Biological Control of Plant Pathogens. WH Freeman
and Company, San Fransisco.
Corbell N & Loper JE. 1995. Global regulator of secondary metabolite production in
Pseudomonas fluorescens Pf-5. Journal of Bacteriology 177(21):6230-6236
Duffy BK & Défago G. 199. Environmental factor modulating antibiotic and
siderophore biosynthesis by Pseudomonas fluorescens biocontrol strain.
Applied and Environmental Microbiology 65(6):2429-2438.
Fernando DWG, Nakkeeran S, & Zhang Y. 2005. Biosynthesis of antibiotics by
PGPR and its relation in biocontrol of plant disease. Di dalam: Siddiqui ZA,
editor. PGPR: Biocontrol and Biofertilization. Aligarh: Springer. Hlm 67-109.
Glick BR, Patten CL, Holguin G, & Penrose DM. 1999. Biochemical and Genetic
Mechanism Used by Plant Growth Promoting Bacteria. London: Imperial
Collage Press.
Hanudin, Sutarya E, Mihardja S, & Sanusie I. 2005. Mikroba Antagonis sebagai
Agen Hayati Pengendali Penyakit Tanaman. Cianjur: Balai Penelitian
Tanaman Hias.
Hariyadi P, Budijanto S, & Permana AW. 2002. Pemanfaatan limbah cair tahu untuk
memproduksi ingredient pangan fungsional [LP]. Bogor: Lembaga Penelitian,
Institut Pertanian Bogor.
Hasanuddin. 2003. Peningkatan Peranan Mikroorganisme dalam Sistem Pengendalian
Tumbuhan
Secara
Terpadu.
USU
digital
library
1.
http//library.usu.ac.id/download/fp/fp-hasanuddin.pdf [22 Nov 2006].
Nakkeeran S, Fernando WGD, & Siddiqui ZA. 2005. Plant promoting rhizobacteria
formulations and its scope in commercialization for the management of pests
and disease. Di dalam: Siddiqui ZA, editor. PGPR: Biocontrol and
Biofertilization. Aligarh: Springer. Hlm 257-296.
Nielsen MN, Sørensen J, & Pedersen JC. 1998. Secondary metabolite- and
endochitinase- dependent antagonism toward plant-pathogenic microfungi of
Pseudomonas fluorescens isolates from sugar beet rhizosfer. Applied and
Environmental Microbiology 65(10):3563-3569.
Okereke VC & Wokocha RC. 2007. In vitro growth of four isolates Sclerotium
rolfsii Sacc in the humid tropics. African Journal of Biotechnologi 6
(16):1879-1881.
Purwanto S. 2001. Pengamatan Penyakit Layu Bakteri pada Tomat (Lycopersicon
esculentum Mill.) di Greenhouse dan Pengujian Agens Antagonis [Skripsi].
Bogor: Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Rachid D & Ahmed B. 2005. Effect of iron and growth inhibitors on siderophores
production by Pseudomonas fluorescens. African Journal of Biotechnology
4(7):697-702.
Ratdiana. 2007. Kajian pemanfatan air kelapa dan limbah cair peternakan sebagai
media alternatif perbanyakan Pseudomonas fluorescens serta uji potensi
antagonismenya terhadap Ralstonia solanacearum [skripsi]. Bogor: Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Semangun H. 2004. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Ed ke-3.
Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.
Siddiqui ZA. 2005. PGPR: Prospective biocontrol agents of plant pathogens. Di
dalam: Siddiqui ZA, editor. PGPR: Biocontrol and Biofertilization. Aligarh:
Springer. Hlm 111-142.
Suharno. 2001. Pengujian keefektifan Pseudomonas fluorescens B29 dan Bacillus
sp. dalam menekan penyakit hawar daun bakteri pada padi varietas IR-64
[Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Supriadi. 2006. Analisis Resiko Agens Hayati untuk Pengendalian Patogen pada
Tanaman. Jurnal Litbang Pertanian 25(3).
Syukur DA. 2006. Integrasi Usaha Peternakan Sapi pada Perkebunan Tebu.
Disnakkeswan
Provinsi
Lampung.
http://www.disnakkeswanlampung.go.id/index.php?option=com_content&task=blogcategory&id=41&It
emid=107 [24 Juli 2006]
Sari, Winda Wulan. 2007. Pengunaan guano kelelawar pemakan serangga untuk
mengendalikan penyakit bercak coklat (Alternaria solani) pada tanaman
tomat [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Vigliar R, Sdepanian VL, & Neto UF. 2006. Boichemical profile of coconut water
from coconut palms planted in an inland region. Journal de Pediatria 82(4):
308-312.
Download