Bab 7. NYAMPLUNG Pengenalan Tanaman Nyamplung merupakan

advertisement
Bab 7. NYAMPLUNG
Pengenalan Tanaman
Nyamplung merupakan tanaman yang banyak tumbuh di sepenjang pantai di
seluruh Indonesia. Tanaman nyamplung atau nama latinnya Calophyllum inophyllum
L. merupakan tanaman yang berasal dari Afrika Timur dan Pantai India tetapi banyak
tumbuh di daerah tropis khususnya di negara kepulauan sekitar Samudra Hindia dan
Samudra Pasifik. Tanaman nyamplung termasuk ke dalam famili mangosteen seperti
halnya tanaman manggis.
Beberapa nama daerah dari tanaman nyamplung adalah Sumatrera : Eyobe
(Enggano), Punaga (Minangkabau), Penago (Lampung), Nyamplung (Melayu), Jawa
: Nyamplung (Jawa Tengah), Nyamplung (Sunda), Camplong (Madura), Bali :
Camplong (Bali), Nusa Tenggara : Mantan )Bima), Camplong (Timor), Sulawesi :
Dingkalreng (Sangir), Dongkalan (Mongondow), Dunggala (Gorontalo), Ilambe
(Buol), Punaga (Makassar), Pude (Bugis), Maluku : Hatan (Ambon), Fitako
(Ternate). Nama di Negara lain adalah Alexandrian laurel, Borneo mahagony
(Inggris), Palomaria dela Playa, Pamitaogen, bintaog (Philipina), Kathing (Thailand),
Mu-u, cong (Vietnam), Penaga (Sabah), Penaga Laut (Malaysia). Mentangor, bakokol
(Serawak).
Pohon nyamplung adalah tumbuhan berukuran medium dengan tinggi pohon
bisa mencapai 8-20 meter bahkan ada yang mencapai 30-35 meter. Tinggi batang
bebas cabang mencapai 21 meter dengan diameter mencapai 0.8 meter.
Batang
pohon berwarna abu-abu hingga putih dengan percabangan mendatar. Akar tunggang,
bulat dan coklat (Martawijaya et al, 2005)
Daun nyamplung merupakan daun tunggal, berbentuk oval dengan ujung
meruncing, tebal dan berwarna hijau tua mengkilap serta tidak berbulu.
Bunga
nyamplung biasanya muncul diketiak, umumnya tidak bercabang tetapi kadangkadang bercabang
yang terdiri dari 3 bunga pada setiap cabangnya, Bunga
nyamplung berwarna putih dengan diameter 2 cm, jumlah kelopak empat buah,
memiliki benang sari banyak, tangkai putik membengkok, kepala putik bentuk perisai
(Friday and Okano, 2006).
Buah nyamplung berbentuk seperti peluru dengan ujung berbentuk lancip
dengan panjang 25-50 mm. Kulit luar buah berwarna hijau selama masih bergantung
di pohon dan berubah menjadi kekuningan atau kecoklatan setelah matang. Daging
buah tipis dan lambat laun akan menjadi keriput, rapuh dan mengelupas dimana di
dalamnya terdapat sebuah inti berwarna kuning terutama jika sudah dijemur (Heyne,
1987). Biji nyamplung berukuran cukup besar dengan ukuran diameter 2-4 cm. Biji
nyamplung dapat diperoleh dengan membersihkan kulit dan sabut dari biji
nyamplung. Dalam setiap 1 kg terdapat 100-200 biji nyamplung (Friday and Okano,
2006). Morfologi tanaman nyamplung (pohon, kulit, bunga, buah dan biji) dapat di
lihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Morfologi Tanaman Nyamplung
Tanaman nyamplung umumnya tumbuh di daerah pantai ataupun hutan dataran
rendah. Namun demikian tanaman ini juga dapat tumbuh dengan baik di daerah
dengan ketinggian sedang. Tanaman ini memiliki toleransi yang tinggi terhadap
berbagai jenis tanah, pasir, lumpur maupun tanah yang telah mengalami degradasi.
Sedangkan menurut Martawijaya et al. (1981), tanaman nyamplung tumbuh di hutan
tropis dengan curah hujan A dan B pada tanah berawa dekat pantai sampai pada tanah
kering berbukit-bukit pada ketinggian 800 m dari permukaan laut.
lingkungan pertumbuhan tanaman nyamplung dapat dilihat pada Tabel 1.
Kondisi
Tabel 1. Kondisi Lingkungan untuk Pertumbuhan Nyamplung
No
1
Parameter
Iklim
Kondisi yang sesuai
Suhu sedang sampai basah dan tidak cocok
pada kondisi sangat dingin
0-800 m dpl
- Ketinggian
1000-5000 mm
- Curah hujan
5 bulan
- Lama musim kering
370 C
- Suhu maksimum
120 C
- Suhu minimum
330 C
- Suhu rata-rata
2
Tanah
Tumbuh baik pada tanah berpasir dengan
hujan yang cukup tetapi toleran terhadap
tanah lempung (clay), tanah berbatu (rocky
soil), tanah yang dangkal (shallow) dan
tanah asin (saline soil)
Toleran pada tanah berpasir, sandy loams
- Tekstur tanah
dan sandy clay loams
Toleran pada drainase buruk
- Drainase tanah
pH 4,0-7,4
- Keasaman
3
Toleransi
kondisi Merupakan pohon keras yang tumbuh di
ekstrim
daerah pantai, toleran terhadap air garam,
angin dan kekeringan
Toleran terhadap kemarau selama 5 bulan
- Kekeringan
Lebih cocok pada daerah dengan sinar
- Sinar matahari
matahari penuh dan dapat tumbuh baik pada
daerah teduh
Tidak toleran terhadap kondisi beku
- Pembekuan
Toleran terhadap kondisi dikelilingi air
- Waterlogging
Sumber : Friday and Okano( 2006)
Tanaman nyamplung dapat diperbanyak secara alami dengan menggunakan
biji. Biji yang akan digunakan untuk perbanyakan tanaman harus disiapkan 6 bulan
sebelum penanaman.
Biji yang berjatuhan dikumpulkan dari sekitar pohon
nyamplung yang berbuah dua kali dalam setahun.
disimpan dan dibuang sabutnya.
Selanjutnya buah tersebut
Proses germinasi dapat dipercepat dengan
merendam biji nyamplung selama 24 jam untuk menghilangkan kulit biji kemudian
kulit biji dipecahkan dengan bantuan palu agar proses germinasi lebih cepat. Proses
germinasi umumnya berlangsung selama 57 hari bila biji tidak dipecahkan dan
selama 38 hari bila sudah dipecahkan lebih dahulu. Proses germinasi harus berada di
tempat yang diberi naungan . Setelah 20-24 minggu setelah germinasi, tanaman
nyamplung siap dipindahkan dan ditanam di lapang. Media yang digunakan untuk
proses pembibitan (Gambar 2) adalah media apa saja yang memiliki kemampuan
drainase yang baik.
Gambar 2. Bibit nyamplung pada berbagai tingkat umur
Pohon nyamplung yang sudah besar dapat di potong dahan dan rantingnya dan
akan tumbuh kembali. Pada awal pertumbuhannya, pohon nyamplung akan tumbuh
dengan cepat mencapai satu meter per tahunnya, namun setelah berbunga
pertumbuhannya akan melambat.
Pola Penyebaran Tanaman Nyamplung di Indonesia dan
Potensinya
Tanaman nyamplung mempunyai sebaran yang cukup luas di Indonesia, mulai
dari Sumatra (Sumatra Barat, Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Lampung), Jawa
(sepanjang pantai selatan terutama di Kabupaten Cilacap, Purworejo dan Kebumen),
Kalimantan (Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah), Sulawesi, Maluku, Nusa
Tenggara Timur sampai Papua. Menurut Dephut (2008) hasil penafsiran dari Citra
Satelit Landsat7 ETM+tahun 2003 tegakan alami tanaman Nyamplung mencapai luas
480.000 ha (60 % berada dalam kawasan hutan).
Tanaman nyamplung saat ini masih merupakan tanaman alami dan bukan hasil
budidaya. Satu-satunya hutan nyamplung yang dikelola dengan profesional ada di
Perum Perhutani Unit I KPH Kedua Selatan Jawa Tengah yang luas pertanaman
nyamplung mencapai 196 hektare. Pada tahun 2009 ini, luas hutan nyamplung akan
ditingkatkan menjadi
600 hektar. Menteri Kehutanan juga menyebutkan akan
menanam 3 juta pohon nyamplung di luasan 3000 hektar sepanjang pesisir pantai
diantaranya di Banten dan Cilacap.
Tanaman nyamplung tumbuh pada tanah berawa dekat pantai sampai pada
tanah kering dan regosol di bukit-bukit dengan ketinggian tempat 100-150 m di atas
permukaan laut, topografi datar sampai bergelombang dengan tipe curah hujan A dan
B dengan curah hujan 2,959 mm. Jenis tanah Podsolik Merah kuning dengan bahan
induk sedimen tersier, asam kresik dan batuan basah (Martawijaya et al. 2005 ;
Rostiwati, 2007). Gambar 2. Memperlihatkan peta penyebaran tegakan nyamplung di
Indonesia.
Gambar 2. Peta sebaran tegakan nyamplung di Indonesia
Menurut Mahfudz, (2008) bila tanaman nyamplung umur 3 tahun sudah dapat
berbuah dan apabila dalam satu tangkai nyamplung menghasilkan 1 kg buah maka
dalam satu pohon yang diasumsikan rata-rata ada 100 tangkai maka satu pohon
tanaman nyamplung menghasilkan 100 kg buah nyamplung atau akan menghasilkan
100 ton buah nyamplung pada lahan seluas satu ha dengan jarak tanam 3 m x 3 m.
Bila rendemen buah nyamplung untuk biodiesel 2 %, maka 1 ha tanaman nyamplung
akan menghasilkan 2200 liter minyak untuk biodiesel yang setara dengan 4400 liter
minyak tanah.
Biji nyamplung mempunyai kadar minyak 71,4 % sampai 75 %. Menurut
Heyne (1987), inti biji mengandung air 3,3 % dan minyak 71,4 % bila biji segar
mengandung 55 % minyak sedangkan biji yang benar-benar kering mengandung 70,5
% minyak.
Pemanfaatan Saat Ini
Tanaman nyamplung saat ini dimanfaatkan mulai dari batang sebagai
penghasil kayu komersial, getahnya sebagai bahan baku minyak bahkan hasil
penelitian terakhir getah dari kulit kayunya menekan pertumbuhan virus HIV.
Daunnya dapat berkasiat sebagai obat sakit encok, bahan kosmetik dan
menyembuhkan luka bakar karena kandungan senyawa costatolide-A, saponin dan
acid hydrocyanic. Bunganya sebagai pencampur untuk mengharumkan minyak
rambut. Minyak yang berasal dari bijinya dapat dipakai sebagai penerangan,
pembuatan sabun, pelitur, minyak rambut, minyak urut dan obat. Tanaman
nyamplung disamping sebagai pohon hias dan peneduh, juga digunakan pada
reforestasi dan afforestasi (Dephut, 2008).
Tanaman nyamplung selain digunakan sebagai tanaman pelindung di pinggir
pantai karena tajuknya yang rimbun juga dimanfaatkan batang kayunya yang kuat dan
keras sebagai bahan bangunan atau bahan pembuat kapal, dayung, tiang listrik, tong
dan pemukul golf (Martawijaya et al., 1981). Bijinya menghasilkan minyak yang
kental dan berwarna kehitaman digunakan sebagai obat untuk menumbuhkan rambut.
Bahan aktif yang ada pada minyak tersebut dipercaya dapat meregenerasi jaringan
tubuh sehingga digunakan sebagai bahan kosmetik ataupun untuk kesehatan karena
memiliki kemampuan anti bakteri, anti kanker dan anti pembengkakan serta anti virus
(Heyne, 1987).
Tanaman nyamplung memiliki banyak manfaat terutama yang berhubungan
dengan kelestarian lingkungan. Menurut Friday and Okano (2006), nyamplung dapat
dimanfaatkan sebagai penstabil tanah daerah pantai, pemecah angin. Tanaman
pelindung atau peneduh, Tanaman pembatas pada kuil atau tempay suci di Pasific,
serta tanaman penghias taman.
Pemanfaat lain dari biji nyamplung saat ini, oleh gudang kreasi yogya
membuat gantungan kunci yang dikombinasikan dengan berbagai macam bahanbahan natural dan daur ulang lainnya. Di darah Pasific, kayu nyamplung juga banyak
dijadikan kerajinan tangan atau cendera mata.
Adapun pohon industri dari tanaman nyamplung dapat dilihat pada Gambar 3
berikut ini.
Batang
Daun
-bahan bangunan
- tiang layar
- peti
- tiang listrik
- roda gerobak
- kano
- tong
- pemukul golf
- kerajinan tangan
- tanaman hias
- obat encok
- obat luka bakar
- kosmetik
-
Buah
- Pewarna alami
- Obat nyamuk
- Obat
-
Tanaman
Nyamplung
Biji
-
Bunga
Getah/resin
Alat penerangan
Biodiesel
Obat HIV
Minyak urut
Sabun
Mengurangi kerontokan
rambut
Kosmetik
Obat luka bakar
Vernis
dll
Pengharum
ruangan/rambut
- Pembasmi tikus
- Racun ikan
Prospek Pemanfaatan sebagai Bahan Baku Bioenergi
Pemanfaatan
tanaman
Nyamplung
sebagai
biodiesel
pertama
kali
diperkenalkan oleh Fathur Rahman dan Aditya Prabhaswara dari SMAN 6 Yogyakarta
pada Lomba Karya Tulis SMA Wisata Iptek 2007 yang diadakan oleh Kementerian
Negara Riset dan Teknologi. Hasil penelitian mereka menunjukkan kandungan
minyak tanaman Nyamplung 50-70 % dan mempunyai daya bakar selama 11,3 menit
, dua kali lebih besar dari m. tanah yang hanya 5,6 menit (Suprapto, 2008).
Kebutuhan minyak nyamplung untuk mendidihkan air hanya 0,4 ml sementara
minyak tanah 0,9 ml (Dephut, 2008), hal ini sangat menjanjikan di masa yang akan
datang sebagai bahan subsitusi minyak yang berasal dari fosil.
Jika diasumsikan 2,5 kg biji nyamplung akan menghasilkan 1 liter minyak
nyamplung dibandingkan dengan jarak butuh 4 kg untuk menghasilkan 1 liter
minyak jarak maka untuk memenuhi kebutuhan biodiesel tahun 2025 sebanyak
720.000 kilo liter (5,1 juta ton biji nyamplung) dibutuhkan paling kurang 254.000 ha
tanaman nyamplung, jumlah ini hampir setengah dari luasan yang ada sekarang
sehingga harapan menjadikan bahan biodiesel terbuka lebar.
Pengolahan biji
nyamplung sebagai bahan baku biodiesel selain hemat dalam proses pembakaran,
sumbernya dapat diperbaharui sehingga tidak mengganggu ekologi.
Inti (kernel) nyamplung memiliki kandungan minyak yang sangat tinggi yaitu
sebesar 75% (Dweek and Meadows, 2002); 71,4% pada inti yang kering dengan
kadar air 3,3%(Heyne, 1987); 40-73% (Soerawidjaja et al., 2005); 55,5% pada inti
yang segar dan 70,5% pada inti yang kering (Greshoff dalam Heyne, 1987). Produksi
biji nyamplung dapat mencapai 100 kg per pohon (Dweek and Meadows, 2002;
Friday and Okano, 2006). Ekstraksi minyak dari biji nyamplung dapat dilakukan
dengan pengepresan atau menggunakan pelarut. Pada proses pengepresan dari 100
kg buah dihasilkan 17,5 kg minyak atau sekitar 17,5% dari bobot biji atau 48,6% dari
bobot inti kering (Sahirman, 2009) Rendemen ini relatif masih rendah dibandingkan
menggunakan pelarut hexan dengan metode soxhlet yang mencapai 61,2 %.
Minyak nyamplung yang dihasilkan dari proses pengepresan umumnya
berwarna kehijauan dengan kadar asam lemak bebas yang tinggi mencapai 30%
sehingga untuk dijadikan biodiesel harus diberi perlakuan pendahuluan terlebih
dahulu seperti proses degumming dan esterifikasi.
Secara umum pembuatan biodiesel dari nyamplung adalah penghilangan
buah dan tempurung, pengukusan, pemisahan getah (degumming) dengan as. Fosfat
1 % dan esterifikasi dengan methanol 20 : 1 (perbandingan mol methanol dengan as.
Lemak bebas) serta transesterifikasi (perbandingan methanol dengan minyak 6:1).
Jika hasil yang diperoleh tidak memenuhi SNI (nilai viskositas, densitas dan
keasaman) maka dilakukan proses netralisasi dengan menggunakan NaOH sesuai
dengan molar asam lemak bebas tersisa
Beberapa penelitian pembuatan biodiesel dari tanaman nyamplung telah
dilakukan diantaranya adalah Yudistira (2008) membuat biodiesel dari
minyak
nyamplung dan methanol dengan proses transesterifikasi menggunakan katalis basa
(NaOH) dengan perbandingan antara minyak nyamplung dengan methanol
perbandingan 1 : 4, 1 : 6 dan 1 : 8 serta dengan dan tanpa reaksi netralisasi. Proses
pengukusan membutuhkan waktu yang lama dan pemisahan getah dilakukan
dengan konsentrasi yang tinggi karena biji nyamplung mengandung banyak zat
ekstraktif.
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Sudrajat et al. (2007) membuat
biodiesel dari biji nyamplung dengan perlakuan pendahuluan proses degumming,
proses esterifikasi dan proses transesterifikasi. Kondisi optimum dicari pada
penggunaan rasio mol methanol-FFA, persen asam klorida sebagai katalis dan suhu
esterifikasi.
Hasil yang diperoleh menunjukkan proses esterifikasi minyak
nyamplung yang optimum diperoleh pada suhu 600C dan rasio mol methanol-FFA
20:1 dengan lama reaksi 1 jam dengan kecepatan pengadukan 400 rpm. Pada
kondisi tersebut mampu menurunkan bilangan asam dari 28,7 % menjadi 4,7 %.
Biodiesel yang dihasilkan mempunyai kualitas yang belum stabil dengan bilangan
asam berkisar 0,6172-1,8403 mg KOH/gram dan viskositas pada suhu 400C adalah
8,1-8,4 cp (8,67-8,99 cSt). Komposisi metal ester biodiesel tersebut adalah metal
palmitat 17,29 %, metal stearat 23,55 %, metal oleat 36,67 % dan metal linoleat
22,49%.
Sahirman (2009) juga melakukan perancangan proses produksi biodiesel dari
biji nyamplung dimana proses degumming sangat menentukan kualitas dari minyak
nyamplung Poses degumming dilakukan pada suhu 800C selama 15 menit dan
dilanjutkan dengan pencucian mengunakan air hangat pada suhu 600C sampai
jernih. Warna minyak yang semula kehijauan berubah menjadi kuning kemerahan.
Karakteristik, komposisi asam lemak minyak nyamplung dibandingkan minyak
nabati lainnya dan karakteristik biodiesel nyamplung dibandingkan Standar ASTM D
6751-3 dan SNI 04-7182-2006 dapat dilihat pada Tabel 3, 4 dan 5.
Tabel 3. Karakteristik Minyak Nyamplung
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Jenis Analisis
Air
Densitas
Kekentalan
Bilangan Asam
As. Lemak Bebas
Bilangan Penyabunan
Bilangan Iod
Satuan
%
G/ml
Cp
mg KOH/g
%
mg KOH/g
Mg/g
Hasil
0,25
0,944
21,97
59,94
29,53
198,1
86,42
Hasil pengujiaan biodiesel nyamplung yang dilakukan oleh Badan Litbang
Kehutanan menghasilkan : (1) seluruh parameter kualitas telah sesuai dengan
kualifikasi biodiesel menurut SNI 04-7182-2006 dengan rendemen konversi as.
Lemak bebas (FFA) menjadi metal ester 97,8 %. (2) uji kelayakan atas kinerja
permesinan, biodiesel nyamplung dapat digunakan untuk kendaraan bermotor
sebesar 100 %, tanpa campuran solar (B 100), (3) dari segi lingkungan, biodiesel
nyamplung bebas dari polutan (Sumutcyber.com, 2008).
Tabel 4. Komposisi Asam Lemak
Lainnya
Komponen
Minyak
Nyamplung
Asam miristat
0,09
Asam palmitat
15,89
Asam stearat
12,30
Asam oleat
48,49
Asam linoleat
20,70
Asam lonolenat 0,27
Asam arachidat 0,94
Asam erukat
0,72
Sumber Sudrajat, 2007.
Minyak Nyamplung Dibandingkan Minyak Nabati
Minyak
Pagar
11,9
5,2
29,9
46,1
4,7
-
Jarak CPO
Minyak Kedele
0,7
39,2
4,6
41,4
10,5
0,3
0,1
10,2
3,8
22,8
51,0
6,8
0,28
0,2
Tabel 5. Karakteristik Biodiesel Nyamplung Dibandingkan Standar ASTM D 6751-3
dan SNI 04-7182-2006
No Parameter
Satuan
Metode Uji
Nilai
1
Kg/m3
ASTM D 1298
850-890
Biodiesel
Nyamplun
g
888,6
mm2/s
ASTM D445
2,3-6,0
7,724
-
ASTM D 613
ASTM D 93
Min 51
Min 100
51,9
151
ASTM D 2500
ASTM D 130
Maks 18
Maks 3
38
1b
2
3
4
5
6
7
Massa jenis pada
400C
Viskositas kinematik
pada 400C
Bilangan setana
Titik nyala (mangkuk
tertutup)
Titik kabut
Korosi
kepingan
tembaga (3 jam
pada 500C)
Residu karbon
- Dalam
contoh
asli
- Dalam
10%
ampas destilasi
0C
0C
-
ASTM D 4530
% massa
- Maks
0,05
- Maks 0,3
- 0,434
8
9
10
11
12
13
Air dan sedimen
Suhu distilasi 90 %
Abu tersulfatkan
Belerang
Fosfor
Bilangan asam
14
15
Gliserol total
Kadar ester alkil
16 Bilangan Iodium
Sumber : Sahirman (2009)
% volume
0C
% massa
ppm-m
ppm-m
mg-KOH/
gram
% massa
% massa
% massa
ASTM D 1796
ASTM D 1160
ASTM D 874
ASTM D 1266
ASTM D 1091
AOCS Cd 3d-63
Maks 0,05
Maks 360
Maks 0,02
Maks 100
Maks 10
Maks 0,8
0
340
0,026
16
0,223
0,96
AOCS Ca 14-56 Maks 0,24
SNI 04-7182- Min 96,5
2006
AOCS Cd 1-25
Maks 115
0,232
96,99
85
Daftar Pustaka
Departemen Kehutanan (Dephut), 2008. Tanaman Nyamplung sebagai Sumber
Energi Bofuel. Www. Indonesia.go.id [Diakses tanggal Maret 2009].
Dweek, A.C, and Meadows, T. 2002. Tamanu (Callophylum inophyllum) the Africa,
Asia Polynesian and Pasific Panacea. Int J. Cos. Sci, 24:1-8.
Friday, J.B. and Okano, D. 2006. Callophyllum inophyllum (kamani) Species Profiles
for Pasific Island Agro Forestry. http://www.traditionaltree.org akses tanggal
23 Maret 2009.
Gudang Kreasi Yogya, 2008. Katalog Produk: Gantungan Kunci Nyamplung.
http://gudangkreasi.indonetwork.co.id/964659/gantungan-kuncinyamplung.htm [Diakses tanggal 30 Maret 2009]
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia III. Balai Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan, Jakarta.
Mahfuds, 2008. Potensi Pengembangan Nyamplung. “Potensi dan Peluang
Nyamplung sebagai Bahan Baku Biodiesel di Indonesia”. Balai Besar
Bioteknologi
dan
Pemuliaan
Tanaman
Hutan
Jogjakarta.
http://fudz1.multiply.com/journal/item/4 [Diakses tanggal 30 Maret 2009].
Martawijaya,A.,I.Kartasujana, K.Kadir dan S.A. Prawira. 2005. Atlas Kayu Indonesia.
Jilid I. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen
Kehutanan. Bogor.
Rostiwati, T., Yetti, H., Yamin M. 2007. Upaya Penanaman Nyamplung (Callophyllum
spp) sebagai Pohon Potensial Penghasil HHBK. Mitra Hutan Tanaman. Vol. 2
No. 2, Oktober.Pp. 34-41.
Sahirman. 2009. Perancangan Proses Produksi Biodiesel dari Minyak Biji
Nyamplung. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Suara Merdeka, 2008. Nyamplung BBN yang Potensial.
Sudrajat,R., Sahiman, D.Setiawan., 2007. Pembuatan Biodiesel dari Biji Nyamplung.
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 25 No. 1, Februari, pp. 41-56.
Sumutcyber.com, 2008. Biji Nyamplung jadi Biofuel.
Suprapto, H., 2008. Biji Nyamplung Bisa Jadi Energi
www.economy.okezone.com. [ Diakses tanggal 19 Maret 2009].
Alternatif.
Yudistira, P. H., 2008. Pembuatan Biodiesel dari Biji Nyamplung (Callophylum
inophyllum) dengan Proses Transesterifikasi. Undergraduate Theses,
Chemical Engineering RSK 662.88 Han. P. 2007. ITS Library.
Download