BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan berkembang seiring dengan teknologi yang semakin maju. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi ini mengakibatkan adanya tuntutan bagi setiap negara untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Indonesia sebagai negara berkembang memiliki jumlah Sumber Daya Manusia yang melimpah. SDM ini perlu ditingkatkan kualitasnya untuk menghadapi persaingan, agar tidak tertinggal dari negara lain. Dalam era globalisasi inilah diperlukan SDM handal yang memiliki pemikiran kritis, sistematis, logis, kreatif, dan kemampuan untuk bekerja sama secara efektif. Salah satu lembaga yang dapat menghasilkan SDM seperti itu adalah sekolah. Dan salah satu mata pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif adalah matematika. Berdasarkan tuntunan dalam kurikulum 2006 matematika harus dapat mendorong kemampuan berpikir kreatif dan bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu menurut kurikulum 2006 pun matematika sangat strategis dalam mengembangkan siswa untuk berpikir logis, analistis, kritis, detail, runtun, runut, dan sistematika, dan juga berpikir alternatif, kreatif, dan inovatif. Dalam tuntutan kurikulum 2006 disebutkan bahwa salah satu kemampuan berpikir yang penting harus didorong adalah kemampuan 1 2 berpikir kreatif. Hal ini karena memang SDM yang mempunyai kemampuan berpikir kreatif memiliki kualitas saing yang tinggi dan akan mampu bertahan serta mampu beradaptasi dengan perubahan zaman. Dalam matematika kemampuan berpikir kreatif sangat diperlukan karena kemampuan berpikir kreatif mampu mendorong seseorang terampil memecahkan masalah dalam matematika dan menemukan alternatif-alternatif pemecahan yang bervariasi. Kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu proses pemikiran tingkat tinggi yang jarang dilatih. Hal ini tampak dalam bidang pendidikan terutama dalam mata pelajaran matematika yang menekankan lebih pada hafalan dan konsep penalaran serta mencari jawaban yang benar terhadap soal-soal matematika. Seperti yang dinyatakan oleh Guilford (Munandar, 2009:7), bahwa: Keluhan yang paling banyak saya dengan mengenai lulusan perguruan tinggi kita ialah bahwa mereka cukup mampu melakukan tugas-tugas yang diberikan dengan teknik-teknik yang diajarkan, namun mereka tidak berdaya jika dituntut memecahkan masalah yang memerlukan cara-cara yang baru. Oleh karena itu, selayaknya bidang pendidikan memberi perhatian lebih mengenai berpikir kreatif dan memiliki kesadaran akan pentingnya berpikir kreatif bagi ilmu pengetahuan. Walaupun terkait dengan kendala konseptual, yang dinyatakan Munandar (2009:7) bahwa: kendala konseptual lainnya terhadap ‘gerakan kreativitas’ terletak pada alat-alat ukur (tes) yang biasanya dipakai di sekolah-sekolah, yaitu tes intelegensi tradisional yang mengukur kemampuan siswa untuk belajar, dan tes prestasi belajar untuk menilai kemajuan siswa selama program pendidikan. 3 Tak sedikit siswa yang kurang terampil memecahkan masalah dan menemukan alternatif-alternatif pemecahan yang bervariasi, karena kurangnya pelatihan tentang berfikir kreatif terutama dalam pemecahan masalah matematika. Sehingga tak jarang banyak siswa yang kurang berkenan mengenai mata pelajaran matematika. Sebuah fakta yang mengejutkan ketika Jallen dan Urban (Nurdin, 2009:3) meneliti tentang tingkat berfikir kreatif anak-anak Indonesia. Setelah diteliti dan dibandingkan dengan negara lain ternyata tingkat berpikir kreatif anak-anak Indonesia menempati urutan terendah. Secara berturut-turut dari yang tinggi sampai yang terendah adalah Filipina, Amerika, Inggris, Jerman, India, RRC, Kamerun, Zulu, dan Indonesia. Hal ini dikarenakan pengembangan berpikir kreatif dalam pembelajaran di sekolah belum dilaksanakan secara optimal. Untuk mengatasi kurangnya tingkat berfikir kreatif dan untuk membentuk pribadi yang kreatif maka proses pembelajaran yang dilaksanakan harus juga menumbuhkembangkan kemampuan berpikir kreatif sehingga mampu mengembangkan kemampuan kreativitasnya. Oleh karena itu, pembelajaran harus memberikan nuansa yang nyaman dan memberi motivasi dalam belajar agar proses belajar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Menurut Haris (Nurdin, 2009:4) banyak pemikiran yang dilakukan dalam pendidikan matematika formal hanya menekankan pada keteramppilan analisis, mengajarkan bagaimana siswa memahami klaim-klaim, mengikuti 4 atau mencari suatu argumen logis, menggambarkan jawaban, mengeleminasi jalur yang tidak benar dan fokus pada jalur yang benar. Sedangkan kemampuan berpikir kreatif yang terfokus pada penggalian ide-ide, memunculkan kemungkinan-kemungkinan, mencari banyak jawaban benar masih kurang diperhatikan. Melihat kurangnya perhatian terhadap kemampuan berpikir kreatif dalam pembelajaran matematika, maka perlu adanya perhatian lebih terhadap kemampuan tersebut, salah satu bentuk perhatian yang dapat dilakukan dengan menggunakan pembelajaran. Oleh karena itu, peneliti mencoba untuk menggunakan model pembelajaran Reciprocal Teaching. Hal ini, dimaksudkan agar selama proses pembelajaran berlangsung, siswa yang kurang mampu menemukan alternatif-alternatif pemecahan yang bervariasi dapat menemukan jawaban yang bervariasi dengan mandiri. Sehingga diharapkan kesulitan yang dihadapi bisa diminimalisir bahkan siswa dapat dengan mandiri memecahkan masalah dengan jawaban yang bervariasi dan berperan aktif dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran Reciprocal Teaching merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar mandiri, kreatif, dan lebih aktif. Model tersebut merupakan model yang menerapkan empat strategi pemahaman mandiri, yaitu: menyimpulkan bahan ajar (summarizing), menyusun pertanyaan dan menyelesaikannya (questioning), menjelaskan kembali pengetahuan yang telah diperoleh 5 (clarifying), kemudian memprediksi pertanyaan selanjutnya dari persoalan yang disodorkan kepada siswa (predicting). Sesi Reciprocal Teaching menurut Rusmawati (2010:16) dimulai dengan siswa membuat prediksi tentang apa yang mereka baca berdasarkan pada judul suatu paket dan pengetahuan sebelumnya dari topik itu. Kemudian mereka siap meneruskan teks itu, dan secara periodik berhenti sejenak mencek pemahamannya, mengklarifikiasi pertanyaan secara potensial atau kata-kata sukar yang tidak familiar, merangkum apa yang mereka baca, dan memprediksi apa yang akan datang berikutnya. Secara umum langkah-langkah Reciprocal Teaching menurut Palinscar dan Brown (Rusmawati, 2010:16) adalah sebagai berikut: 1. Pada tahap awal pembelajaran, guru bertanggung jawab untuk mempimpin tanya jawab dan melaksanakan keempat strategi Reciprocal Teaching yaitu merangkum, menyusun pertanyaan, menjelaskan kembali, dan memprediksi. 2. Guru memberikan contoh bagaimana cara merangkum, menyusun pertanyaan, menjelaskan kembali, dan memprediksi setelah selesai membaca. 3. Dengan bimbingan guru siswa dilatih menggunakan keempat strategi Reciprocal Teaching. 4. Selanjutnya siswa belajar untuk memimpin tanya jawab dengan atau tanpa adanya guru. 5. Guru bertindak sebagi fasilitator dengan memberikan penilaian berkenaan dengan penampilan siswa dan mendorong siswa berpartisipasi dalam kegiatan tanya jawab. Fungsi utama Reciprocal Teaching adalah mendorong siswa agar mampu berpikir kreatif dalam memecahkan masalah dan mampu menemukan alternatif-alternatif pemecahan yang bervariasi secara mandiri dan berperan aktif dalam proses pembelajaran. 6 Dengan melihat pentingnya uraian di atas, peneliti terdorong untuk melaksanakan penelitian mengenai “Pengaruh Model Pembelajaran Reciprocal Teaching terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Siswa SMP” B. Rumusan Masalah Dan Batasan Masalah 1. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pengaruh model pembelajaran Reciprocal Teaching terhadap kemampuan berpikir kreatif matematik siswa SMP?” Secara lebih rinci, permasalahan tersebut dapat diuraikan menjadi pertanyaan-pertanyaan penelitian berikut: a. Apakah kemampuan berpikir kreatif siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan menggunakan model Reciprocal Teaching lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional? b. Bagaimanakah sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model Reciprocal Teaching? c. Apakah terdapat korelasi positif antara sikap siswa dengan kemampuan berpikir kreatif matematik siswa? 7 2. Batasan Masalah Untuk menghindari perluasan masalah yang dikaji dalam penelitian ini, maka masalah penelitian ini dibatasi yaitu sebagai berikut: a. Pelaksanaan kegiatan proses pembelajaran matematika pada materi Geometri yaitu bangun datar belah ketupat, trapesium dan layanglayang SMP kelas VII Semester II. b. Pada penelitian diambil dua kelas secara acak, satu kelas menggunakan model pembelajaran Reciprocal Teaching dan satu kelas menggunakan model pembelajaran konvensional. c. Kemampuan berpikir kreatif siswa diambil melalui tes awal dan tes akhir. C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif matematika siswa mana yang lebih baik diantara siswa yang memperoleh model pembelajaran Reciprocal Teaching dengan yang memperoleh model pembelajaran konvensional. 2. Untuk mengetahui sikap siswa terhadap sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model Reciprocal Teaching. 8 3. Untuk mengetahui korelasi antara sikap siswa dengan kemampuan berpikir kreatif matematik. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, diantaranya adalah: 1. Bagi siswa, dapat memberikan suatu pengalaman yang bermanfaat bagi pengembangan pengetahuannya, melatih keberanian menyampaikan ide atau gagasan baru, dan memberikan gambaran tentang model pembelajaran Reciprocal Teaching dalam pembelajaran matematika, serta diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Juga memotivasi siswa untuk belajar matematika dengan lebih baik lagi. 2. Bagi guru, menambah wawasan pengetahuan tentang pembelajaran dengan model Reciprocal Teaching yang penerapannya dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pembelajaran yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pembelajaran siswa di kelas khususnya untuk mengatasi permasalahan kemampuan berpikir kreatif matematik siswa. 3. Bagi peneliti, dapat mengetahui bagaimana pengaruh model pembelajaran Reciprocal Teaching terhadap kemampuan berpikir kreatif matematik siswa. 9 E. Hipotesis Berdasarkan uraian diatas peneliti berpraduga hipotesis sebagai berikut: 1. Kemampuan berpikir kreatif siswa yang memperolah pembelajaran matematika dengan menggunakan model Reciprocal Teaching lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. 2. Sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model Reciprocal Teaching adalah positif. 3. Terdapat korelasi positif antara sikap siswa dengan kemampuan berpikir kreatif matematik. F. Definisi Operasional Untuk menghindari kekeliruan dalam mengartikan istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka akan dijelaskan beberapa pengertian yang terkait dalam penelitian ini: 1. Model Pembelajaran merupakan suatu rencana atau pola yang digunakan dalam mengatur materi pembelajaran dan memberikan petunjuk kepada pengajar di kelas. 2. Reciprocal Teaching merupakan suatu model pembelajaran yang lebih menekankan pada keaktifan siswa dalam belajar dengan menggunakan empat strategi yaitu merangkum, membuat pertanyaan, mengklarifikasi (menjelaskan), dan memprediksi. 3. Kemampuan berpikir kreatif adalah berpikir untuk menghasilkan gagasan dan produk baru, melihat suatu pola atau hubungan baru antara suatu hal 10 dan hal lainnya yang semula tidak nampak yaitu menemukan cara-cara baru untuk mengungkapkan suatu hal, menggabungkan gagasan-gagasan yang ada untuk menghasilkan gagasan yang baru dan lebih baik. Kemampuan berpikir kreatif dicerminkan dalam lima aspek: a. Kelancaran (fluency) yang ditunjukan dengan mencetuskan banyak gagasan, jawaban, dan penyelesaian masalah. b. Keluwesan (flexibility) yang ditunjukan menghasilkan gagasan, jawaban, dan pertanyaan yang bervariasi. Mencari banyak alternatif yang berbeda. c. Keaslian (originality) yang ditunjukan dengan melahirkan ungkapan baru dalam berpikir. d. Elaborasi yang ditunjukan dengan mampu mengembangkan, memperkaya, merinci suatu gagasan. 4. Pembelajaran konvensional dalam penelitian ini adalah suatu kegiatan belajar mengajar yang didalamnya aktivitas guru mendominasi kelas dengan menggunakan metode ekspositori. Pembelajaran ini pada umumnya sering dilakukan oleh guru yang berkarakteristik sebagai berikut: a. Lebih bersifat informatif daripada penemuan. b. Lebih menekankan hasil daripada proses. c. Pengajaran berpusat pada guru. 11 5. Sikap siswa dalam penelitian ini adalah kecendrungan siswa untuk bertindak dengan cara tertentu misal sikap positif dan negatif. Sikap positif ditunjukan dengan adanya komunikasi dan interaksi yang baik antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru.