ANALISIS BUDAYA POLITIK DALAM PEMILIHAN WALIKOTA DAN WAKIL WALI (KEPALA DAERAH) KOTA LUBUKLINGGAU PADA TAHUN 2012 Drs. Dian Chandra, M.Si M. Fadillah Harnawansyah, S.IP Eva Kurnia Farhan, S.IP, M.PA Drs. Mardi Murahman Januar Eko Aryansah S.IP saat ini berdasarkan UU No 32 Tahun A. LATAR BELAKANG Cukup banyak perubahan atau hal baru yang diatur dalam Undang- Undang Nomor 32 Tahun Tentang Otonomi Daerah 2004 tersebut Gubernur bukanlah atasan Bupati/Walikota, sekarang tidak 2004 lagi Daerah Tingkat I dan Daerah sebagai Tingkat II, yang ada adalah Propinsi jawaban atas tuntutan reformasi, Politik dan Desentralisasi Undang-Undang Nomor mempunyai 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan sendiri. Dengan demikian seperti telah Daerah di kemukakan diatas, maka peran beralih Desentralisasi pada menuju politik pelaksanaan Kabupaten DPRD atau Kota otonominya menjadi yang sendiri- semakin penting, territorial seluas-luasnya. DPRD tidak mengingat DPRD telah diberi kekuatan lagi dijadikan bagian dari Pemerintah atau kewenangan politik yang besar Daerah melainkan menjadi Lembaga untuk menetapkan atau menentukan Legislatif daerah yang sejajar dengan secara penuh mengenai pengangkatan pemerintah Daerah, bahkan DPRD dan pemberhentian Kepala Daerah. dapat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah secara mutlak menentukan Kepala Daerah, Meminta Pertanggung (DPRD) jawaban kewenangan baru terutama berkenaan Kepadanya, bahkan harus memberhentikannya jika DPRD merasa dengan mempunyai cukup alasan untuk itu. Kepala Daerah dan menilai terhadap UU No 22 Tahun 1999 tidak proses seleksi mempunyai calon-calon kinerja Pemerintah Daerah menganut otonomi bertingkat seperti Proses pemilihan Kepala Daerah dulu sebagaimana yang dianut pada dilaksanakan melalui beberapa tahapan, UU No.5 Tahun 1974, sehingga pada dimulai dari tahap pendaftaran, 1 penyaringan, calon, penetapan Rapat pasangan Daerah) Kota Lubuklinggau Tahun Khusus, 2012”, merupakan penelitian yang Paripurna Pengiriman berkas pemilihan, menggunakan metode kualitatif dan Pengesahan dan pelantikan kuantitatif. Penggunaan (Bratakusumah dan Dadang Solihin, kualitatif 2001: 61). dimaksudkan Peraturan-Peraturan pada metode penelitian untuk ini memperoleh Daerah gambaran mendalam tentang pigur diatas belum diatur lebih lanjut dengan yang dingginkan oleh masyarakat Kota Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Lubuklinggau. Otonomi Daerah, sedang petunjuk dalam teknis akan menganalisis pendidikan, asal daerah Dalam (RAS), pekerjaan, agama, dan jumlah Daerah, keluarga yang akan memilih pada yang dikeluarkan Negeri dimaksud oleh dan sebagaimana itu Menteri Otonomi bunyi dari ketentuan Sedangkan penelitian kuntitatif ini adalah tahun 2012. Pasal 4 (2) PP No. 151 Tahun 2000. Lokasi penelitian adalah tempat Khusus kepada Gubernur Sumatra peneliti dapat menangkap keadaan Selatan perihal Pemberian Izin PNS yang sebenarnya dari objek yang akan yang menjadi bakal Calon Walikota diteliti, mengingat kondisi yang akan Lubuklinggau dan bakalan calon wakil dilihat adalah anaisis budaya politk walikota Lubuklinggau. dalam pemilihan Walikota dan wakil Melihat Penomena Diatas Maka walikota kepala Lubuklinggau Budaya Pemilihan lokasi penelitian adalah masyarakat Walikota Dan Wakil Wali (Kepala kota lubuklinggau yang berdasarkan Daerah) pada 8 (depalan) kecamatan yang ada Kota Dalam Lubuklinggau Pada 2012, Kota Tim Peneliti Ingin Meneliti Analisis Politik Tahun daerah) Tahun 2012. di Kota Lubuklinggau B. METODE PENELITIAN C. HASIL PENELITIAN DAN Penelitian mengenai Budaya Politik Dalam “Analisis PEMBAHASAN Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota (Kepala maka Banyak mendapatkan kritikan dari masyarakat oleh karena 2 peranannya selama ini dianggap sangat bertujuan untuk dapat lebih menjamin lemah terakomodasikannya dalam sistem politik di kehendak indonesia, banyak yang menyatakan masyarakat bahwa dalam pemilihan Kepala Daerah itulah masyarakat memiliki kepedulian (Walikota). Secara umum temuan hasil yang tinggi terhadap pencalonan dan penelitian disini dimaksudkan untuk pemilihan Walikota Lubuklinggau, hal mendeskripsikan ini dapat kita lihat dari banyaknya Pemilihan keadaan Proses Walikota Kota Lubuklonggau. Kemacetan pemilihan melalui pernyataan DPRD, sikap dari untuk berbagai kelompok masyarakat. Walikota Lubuklinggau diawali dengan adanya bedaan penafsiran terhadap proses pemilihan Walikota dalam Sambas 70 Joko Imam S. 60 mencermati perjalanan serta proses 50 40 SN. Prana Sohe 30 pemilihan Walikota Lubuklinggau 20 10 Akis Ayup 0 Partisipasi secara substansi telah memberikan Presentase Rustam Effendi ruang partisifasi masyarakat yang Dermaji Jupri cukup signifikan, Gejalah ini telah melanda partisifasi politik sehingga pada sisi tertentu dapat berakses pada Berbagai fenomena tersebut manifestasi pendidikan politik bagi menunjukkan bahwa adanya masyarakat di daerah, namun disisilain kepentingan masyarakat daerah upaya terhadap pembangunan harmoni proses pencalonan pendewasaan politik masyarakat secara pemilihan ironi berhadapan dengan realitas dewan Walikota Lubuklinggau, dan keinginan yang masyarakat mengembangkan dominasi Walikota untuk dan dan dipimpin Wakil oleh institusi terlepas dalam mekanisme dan seorang putra daerah yang mengenal alur konstitusi sebagai pijatan untuk dan dikenal oleh daerahnya adalah hal melahirkan suatu keputusan. sangat wajar karena mereka dinilai Masyarakat di daerah lebih sering berkeinginan agar yang memimpin lebih mempunyai keterikatan keinginan bagi daerah nya yang dipimpinnya. daearah nya adalah putra daerah, hal ini 3 Keadaan seperti berkembang ini dalam masyarakat yang keinginan terus kehidupan menyebabkan masyarakat tersebut dianggap sebelah mata. Oleh karena anggapan mereka bahwa anggota tersebut dilahirkan dari proses pemilu yang demokratis menciptakan mendapat tantangan terutama dari elit pemahaman bahwa merekalah yang politik, yang sering kali bertentangan paling berhak menilai permasalahan. dengan aspirasi masyarakat di daerah. Permasalahan lain yang Pertentangan antara masyarakat dengan seringkali muncul adalah menyangkut elit politik yang pada akhirnya dapat benturan aspirasi masyarakat dengan menimbulkan Dewan adalah fenomena bahwa Dewan merugikan konflik yang pendidikan daerah. Dan justru politik di Sejak awal para elit dianggap lebih mewakili partai ketimbang mewakili masyarakat. politik di daerah yang diorganisir Secara ironis, menguatnya berdasar keanggotaan kesukuan, ras, tuntutan para elit politik di daerah etnis dan agama ataupun kelompok- untuk terlibat secara demokrasi, yaitu kelompok kepentingan yang paling situasi kuat untuk berpengaruh atau berkuasa penyimpangan dalam suatu masyarakat, yaitu dengan dilanggarnya menggunakan pemilihan Walikota Lubuklinggau. simbol-simbol Premordial dalam ketika memperebutkan jabatan Walikota dan Wakil Walikota. Selain itu muncul pula kendala merasa terjadi yang berupa mekanisme proses Kasus yang sebagaimana penulis uraikan diatas mencerminkan adanya persaingan di subjektif dari kalangan Pemerinatahan tingkat elit politik dan Kota Lubuklinggau penafsiran penting dalam yang berperan proses penjaringan terjadi terhadap Perundang-Undangan, peraturan khususnya aspirasi, hal ini menunjukkan bahwa dalam dinilai arogan dan merasa paling tahu pemilihan Walikota Lubuklinggau. dengan persoalan-persoalan proses perbedaan pencalonan dan yang berkembang dimasyarakat. Masukan dari pihak-pihak lain seperti eksekutif, kelompok masyarakat, LSM terkadang 4 D. PENUTUP 4. kurangnya sosialisasi terhadap Undang-Undang Nomor A. KESIMPULAN Berdasarkan Masih hasil penelitian 32 Tahun 2004 tentang Otonomi dalam Proses Pemilihan Walikota dan Daerah, Wakil Wakil Walikota Lubuklinggau Nomor 20 Tahun 2000 tentang Tahun Pembinaan dan Pengawasan atas 2012 dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Masih adanya penafsiran Penyelenggaraan Proses Nomor 151 Tahun 2000 tentang Walikota Tata Cara Pemilihan, Pengesahan Lubuklinggau antara DPRD dan dan eksekutif Daerah hal ini Pemerintah. 3. Masih Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Pemilihan 2. Pemerintan perbedaan terhadap dalam Peraturan Pemberhentian dan Kepala Wakil Kepala Daerah. kuatnya pengaruh di 5. Masih tingkat elit politik di daerah yang terhadap diorganisir terutama berdasarkan banyaknya kelemahan anggota Dewan menyangkut keanggotaan, Kesukuan, ras dan kemampuan etnis dalam proses pemilihan manusia sehingga menyulitkan Walikota Lubkulinggau. dirinya untuk mengambil langkah Pemerintah pusat dalam konkrit Sumber terhadap mengeluarkan PP Nomor 151 pemilihan Tahuh 2000, Belum tuntas oleh Lubuklinggau. karena petunjuk teknis tentang ijin tertulis sebagaimana daya proses Walikota B. SARAN 1. Pemerintah Pusat sebaiknya dimaksud dalam Ayat (1) Pasal 4 dalam mengeluarkan suatu PP 151 Tahun 2000 tentang Tata Peraturan Cara Pemilihan, Pengesahan dan harus tuntas jelas dan harus Pemberhentian Kepala Daerah mempunyai dan Wakil Kepala Daerah sampai menegakkan saat ini belum dikeluarkan. sehingga perundang-undangan ketegasan suatu tidak dalam peraturan menimbulkan berbagai macam penafsiran. 5 2. Perlu adanya sosialisasi terhadap mengutamakan Undang-Undang Otonomi Cabang. Daerah baik, itu Eksekutif maupun terhadap anggota Legislatif. 3. DPRD perlu diberi kekuatan atau kewenangan politik yang besar untuk menetapkan menentukan atau secara penuh mengenai proses pengangkatan dan pemberhentian Kepala Daerah. 4. Sebaiknya proses Walikota/Wakil pemilihan Walikota Lubuklinggau ke depan oleh DPRD tidak perlu ada interfensi dari eksekutif karena keputusan yang diambil adalah keputusan politik. 5. Sebaiknya Walikota/Wakil Walikota ke depan, dipilih secara langsung dalam rangka lebih memberdayakan masyarakat. 6. Partai-partai yang mengirimkan wakilnya untuk duduk di DPRD seharusnya melakukan rekruitmen selektif yang baik kemampuan betul-betul dari segi kredebilitas perorangan. Tidak hanya sekedar berdasarkan senioritas atau Pengurus DAFTRA PUSTAKA Abimayu, Anggito, 1997, Indikator Kemiskinan di Indonesia : Tinjauan Studi Literatur dan Indikator Alternatif, dalam Pikiran-Pikiran Alternatif Pengentasan Kemiskinan, P3PK UGM, Yogyakarta. Dunn, William, N, 1994, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Gadjah Mada university Press, Yogyakarta. Dye, R, Thomas, 1972, Undestanding Public Policy, Prentice hall,Inc, Englewood Cliffs, New jersey. Effendi, Sofian, 2001, Analisis Kebijakan Publik, Modul Kuliah MAP Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. ………, 2001, Implementasi dan Evaluasi Kebijakan Publik, Modul Kuliah MAP Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Islamy, Irfan M, 1994, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara, Bumi Aksara, Jakarta. Jazairy, Idris, dkk, 1992, The State Of World Rural Proverty An Inquiry Into Its Causes And Concequences, New York University Press, NY. Keban, Yeremias, T, 1999, Pengantar Administrasi Publik, Modul Matrikulasi,MAP-UGM, Yogyakarta. Kusparwahati, H, 1984, Penerapan Teknologi dan Kesempatan Kerja di Daerah Pedesaan, Jurnal BPPT Nomor VII, Jakarta. 6 Lande, Carl, H, 1977, Introduction : The Dyadic Basic of Clientalism in friends, followers and factione a reader in political cleintalism Staffen W Schmidt, James J. Scott, Cs (eds), University of California Press, Berkeley. Mangunwijaya, 1983, Teknologi dan Dampak Kebudayaannya, Volume I, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Mas’ oed, Mohtar, 1994, Politik, Birokrasi dan Pembangunan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Nasikun, 2001, Isu dan Kebijakan Penaggulangan Kemiskinan, Modul Kuliah MAP UGM, Yogyakarta. Sairin, Safri, 1997, Alternatif Upaya menanggulangi Kemiskinan dalam Pikiran-pikiran alternatif pengantasan Kemiskinan, P3PK UGM, Yogyakarta. Scott, Gordon, 1986, Teori Ekonomi tentang Sumberdaya Milik Bersama Perikanan, Gramedia, Jakarta. Soejadi, 2001, Pemberdayaan Masyarakat dan Upaya Pembebasan Kemiskinan, Philosophy Press, Yogyakarta. Tjokrowinoto, Moelyarto, 2000, Konsep dan Isue Pembangunan Diktat kuliah MAP Universitas Gajdah Mada Yogyakarta. Utomo, Warsito, 2000, Otonomi dan Pengembangan Kelembagaan di Daerah, Makalah Seminar Nasional Profesionalisme Birokrasi dan Peningkatan Kinerja Pelayanan Publik 29 April 2000, Fisipol UGM. Weimer, L, David, dan Vining, Aidan, R, 1998, Policy Analisis, Concept and Practice, Prentice hall,Upper Saddle River, New Jersey. Wibawa, samodra, dkk, 1994, Evaluasi Kebijakan Publik, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Republik Indonesia, UU N0. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. --------, UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. ........., UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintah Daerah ........., UU No. 33 tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah 7