Permasalahan Perjanjian Sanitary

advertisement
Perjanjian Sanitary
Sanitary dan Phytosanitary ialah suatu perjanjian mengenai kebersihan atau higienitas
produk dari hama, penyakit, dan residu. Hal ini lebih mengacu dalam menjaga kondisi keamanan
pangan di Indonesia yang masih sangat rendah, banyak bahan pangan impor yang masuk ke
dalam tubuh manusia dan mengganggu kesehatan manusia lalu dapat berbahaya bila dikonsumsi
atau terinfeksi penyakit berbahaya. Untuk itu maka perjanjian ini di buat agar eksport-import
mendapat kepastian hukum yang jelas serta tidak melebihi koridor hukum, lalu konsumen juga
merasa aman dengan perjanjian sanitary ini.
Permasalahan Perjanjian Sanitary
Pembahasan mengenai sinkronisasi antara perjanjian sanitary dan phitosanitary World
Trade Organization (WTO) dengan undang-undang No.7 tahun 1995 tentang pangan. Hal ini
dilatarbelakangi oleh yang membahayakan kondisi keamanan pangan di Indonesia yang masih
sangat rendah, banyak bahan pangan impor yang masuk kesehatan manusia dan berbahaya bila
dikonsumsi atau terinfeksi penyakit berbahaya seperti sapi gila, penyakit mulut dan kuku (PMK)
pada Indonesia telah menjadi anggota WTO dan meratifikasi perjanjian sanitary dan
phitosanitary yang memberikan hak kepada setiap Negara anggota untuk menciptakan
standarisasi bagi pangan yang masuk kenegaranya dan juga membentuk tata aturan nasional
untuk menjalankan perjanjian tersebut melalui Undang-Undang No.7 tahun 1996 tentang pangan.
Maka akan timbul pertanyaan bagaimana sinkronisasi antara kedua peraturan ini dalam
menciptakan pangan khususnya di Indonesia. Terlebih lagi banyak pelanggaran oleh Negara lain
yang mengirim pangan atau pun hewan yang membawa penyakit ke Negara lain khusus nya
Indonesia agar di Negara nya tersebut tidak ada penyakit. Perjanjian ini juga berbenturan dengan
kebutuhan Negara nya akan pangan karena kekurangan sehingga kurang memperhatikan aspek
kesehatan atau pun aspek penyebaran penyakit yang sangat berbahaya di dunia.
Latar belakang permasalahan
Perjanjian SPS sebenarnya mempunyai tujuan yang sangat luhur yaitu selain
mempelancar dagangan komoditi pertanian juga sekaligus untuk menjamin keselamatan dan
kesehatan konsumen, serta kesehatan hewan dan tanaman yang di perdagangkan namun tujuan
yang begitu luhur dari sps agreement tersebut, ternyata di manfaatkan secara berlebihan oleh
sebagian besar Negara maju. Negara maju yang secara umummempunyai keunggulan di bidang
teknologi, informasi dan sumber daya dana, cenderung memanfaatkan perjanjian sps ini sebagai
instrument penghambat masuknya produk-produk dari luar pasar dalam negerinya, hal ini terlihat
semakin diperketatnya peraturan—peraturan sanitasi dan phytosanitasi bagi ekspor hasil
pertanian ke Negara-negara produksi, masyarakat eropa misalnya, menginginkan agar semua
ekspor minyak nabati ke eropa barat harus memakai kontener khusus atau kontener yang di lapisi
oleh stanless still para importer jepang mempersyaratkan agar semua ekspor hasil perikanan ke
jepang disertai sertifikat jepang fibrio solera, demikian pula amerika serikat menginginkan agar
semua komoditi pertanian yang masuk ke amerika serikat di sertai dengan sertifikat sanitasi dan
pyhtosanitary.
Perjanjian Sanitary memungkinkan anggota untuk mengambil langkah-langkah ilmiah
berbasis untuk melindungi kesehatan masyarakat. Perjanjian berkomitmen anggota untuk
mendasarkan tindakan pada pedoman internasional dan prosedur penilaian risiko. Dalam kasus
tindakan sangat ketat, negara harus hadir pembenaran ilmiah. Ketika bukti ilmiah yang ada tidak
cukup untuk menentukan risiko, anggota dapat mengambil tindakan berdasarkan informasi yang
tersedia, tetapi harus memperoleh informasi tambahan untuk obyektif tanah penilaian risiko
mereka dalam jangka waktu yang wajar. Secara umum, Perjanjian SPS adalah kompromi yang
memungkinkan negara-negara untuk mengambil langkah-langkah untuk melindungi kesehatan
masyarakat dalam perbatasan mereka selama mereka melakukannya dengan cara yang
membatasi perdagangan sesedikit mungkin.
Pengaturan dalam WTO
Perjanjian Sanitary and Phytosanitary (SPS) merupakan salah satu bagian dari perjanjian
putaran Uruguay-GATT/WTO yang membidangi masalah pengaturan perdagangna dalam
kaitanya dalam kesehatan manusia, hewan dan tanaman.
Materi pokok pejanjian sps ini ialah:
A. Setiap anggota di benarkan untuk melakukan peraturan sanitasi dan phytosanitasi untuk
melindungi kesehatan dan keselamatan konsumen hewan dan tanaman.
B. Setiap peraturan sps harus di landasi oleh prinsip dan kajian ilmiah(scientific
justification)
C. Peraturan sps tidak boleh dipakai sebagai hambatan terselubung dalam perjanjian
komoditi pertanian pangan .
Perjanjian sps ini mempunyai tujuan antara lain :
a. Melindungi dan meningatkan kesehatan manusia, hewan dan kondisi tanaman serta
phytosanitasi dari setiap Negara anggota
b. Membuat acuan peraturan multirateral yang dapat di pakai sebagai pedoman dalam
pengembangan, adopsi dan perlakuan peraturan sanitasi dan phytosanitasi dalam
rangka menunjng kelancaran arus perdagangan.
c. Untuk lebih menyeragamkan peraturan-peraturan sanitasi dan pyhtosanitasi di antara
Negara-negara anggota dengan menggunakan standar-standar internasional.
Latar belakang dari adanya Perjanjian Sanitary
Perihal contoh, Harmonisasi dengan standar keamanan makanan internasional berarti
mendasarkan persyaratan nasional pada standar yang dikembangkan oleh FAO / WHO Joint
Codex Alimentarius Commission. Standar Codex tidak "common denominator terendah"
standar. Mereka didasarkan pada masukan dari para ilmuwan terkemuka di lapangan dan ahli
nasional tentang keamanan pangan. Ini adalah ahli pemerintah yang sama yang bertanggung
jawab untuk pengembangan standar keamanan pangan nasional. Misalnya, rekomendasi untuk
residu pestisida dan bahan tambahan makanan yang dikembangkan untuk Codex oleh kelompok
ilmuwan internasional yang menggunakan konservatif, keamanan berorientasi asumsi dan yang
beroperasi tanpa campur tangan politik. Dalam banyak kasus, standar yang dikembangkan oleh
Codex lebih tinggi dibandingkan dengan masing-masing negara, termasuk negara-negara seperti
Amerika Serikat. Seperti disebutkan dalam jawaban untuk pertanyaan sebelumnya, pemerintah
tetap dapat memilih untuk menggunakan standar yang lebih tinggi daripada yang internasional,
jika standar internasional tidak memenuhi kebutuhan kesehatan mereka perlindungan.
Adapun beberapa hambatan Teknis dalam Trade Agreement (TBT) pemogokan
keseimbangan antara tujuan kebijakan fasilitasi perdagangan dan otonomi nasional dalam
peraturan teknis. Perjanjian tersebut mencoba untuk melepaskan trade-memfasilitasi aspek
standar dari perdagangan-mendistorsi potensi mereka dengan mewajibkan negara untuk
menjamin bahwa peraturan teknis dan standar produk tidak perlu membatasi perdagangan
internasional. Perjanjian TBT bekerja menuju tujuan ini dalam tiga cara. Perjanjian tersebut
mendorong 'kesetaraan standar' antara negara-negara, dengan kata lain, penerimaan formal dari
standar negara-negara lain melalui perjanjian eksplisit. Hal ini juga mempromosikan penggunaan
standar internasional. Terakhir, mengamanatkan bahwa negara membangun poin penyelidikan
dan otoritas notifikasi nasional (dua mungkin tubuh yang sama) untuk menjawab pertanyaan
tentang peraturan SPS dan memberitahukan negara-negara lain dari peraturan baru masingmasing. Pertanyaan poin mengkompilasi semua informasi yang tersedia di negara itu pada
standar produk dan peraturan perdagangan dan memberikan kepada anggota lain atas
permintaan. Pihak berwenang pemberitahuan nasional melaporkan perubahan dalam kebijakan
perdagangan ke WTO dan menerima dan mengambil komentar tentang langkah-langkah,
makanan yang dimodifikasi secara genetik, misalnya, beberapa organisasi non-pemerintah
berpendapat bahwa perjanjian ini mampu negara fleksibilitas memadai untuk mengelola
ketidakpastian dan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. Lain telah terpasang
tantangan terhadap gagasan membatasi pilihan nasional tingkat disukai kesehatan, resiko
keamanan dan keselamatan dengan menundukkan standar untuk konsensus internasional.
Pendapat hukum dispute settlemen body ( kaidah hukum )
Kaidah hukum terdapat pada Undang – undang Republik Indonesia nomor 7 tahun 1994
Tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization ( Persetujuan
Pembentukan Oorganisasi Perdagangan Dunia ) yang berisi
Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa,
Presiden Republik Indonesia,
Menimbang:
a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan
makmur yang merata materiel dan spiritual berdassarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu,
berdaulat dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman,
tenteram, tertib, dan dinamis dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, adil,
bersahabat, tertib, dan damai;
b. bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional, khususnya di bidang ekonomi, diperlukan
upaya-upaya untuk antara lain terus meningkatkan, memperluas, memantapkan dan
mengamankan pasar bagi segala produk baik barang maupun jasa, termasuk aspek investasi
dan hak atas kekayaan intelektual yang berkaitan dengan perdagangan, serta meningkatkan
kemampuan daya saing terutama dalam perdagangan internasional;
c. bahwa seiring dengan cita-cita sebagaimana disebutkan huruf a dan b di atas, Indonesia selalu
berusaha menegakkan prinsip-prinsip pokok yang dikandung dalam General Agreement on
Tariff and Trade/GATT 1947 (Persetujuan Umum mengenai Tarif dan Perdagangan Tahun
1947), berikut persetujuan susulan yang telah dihasilkan sebelum perundingan Putaran
Uruguay;
d. bahwa dari rangkaian perundingan Putaran Uruguay yang dimulai sejak Tahun 1986, telah
dihasilkan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan
Organisasi Perdagangan Dunia) yang selanjutnya akan mengadministrasikan, mengawasi dan
memberikan kepastian bagi pelaksanaan seluruh persetujuan General Agreement on Tariff
and Trade/GATT serta hasil perundingan Putaran Uruguay;
e. bahwa dalam Pertemuan Tingkat Menteri peserta Putaran Uruguay pada tanggal 15 April 1994
di Marrakesh, Maroko, Pemerintah Indonesia telah ikut serta menandatangani Agreement
Establishing The World Trade Organization (persetujuan Pembentukan Organisasi
Perdagangan Dunia) beserta seluruh persetujuan yang dijadikan Lampiran 1, 2 dan 3 sebagai
bagian Persetujuan tersebut;
f. bahwa sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan di atas, dipandang perlu mengesahkan
Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi
Perdagangan Dunia) dengan UndangUndang;
Mengingat:
Pasal 5 ayat (1). Pasal 11, dan Pasal 20 ayat ( I ) Undang-Undang Dasar 1945;
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT ESTABLISHING THE
WORLD TRADE ORGANIZATION (PERSETUJUAN PEMBENTUKAN ORGANISASI
PERDAGANGAN DUNIA).
Pasal 1
Mengesahkan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan
Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) beserta Lampiran 1, 2 dan 3. Persetujuan
tersebut, yang salinan naskah astinya dalam bahasa lnggris serta terjemahannya dalam
bahasa Indonesia dilampirkan, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dan Undangundang ini.
Pasal 2
Undang-undang ini mulai berlaku pada saat berlakunya secara efektif Persetujuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang- undang ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di
Jakarta
Pada tanggal 2 Nopember 1994
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 2 Nopember 1994
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
MOERDIONO
Info lain yg didapat
Aspek yang menguntungkan dengan diadakannya perjanjian sanitary ini adalah
terjaganya kemanan dan kesehatan di Negaranya tersebut sehingga penyebaran penyakit atau pun
yang mengancam Negaranya dapat di atasi. Sehingga tidak membahayakan diri sendiri maupun
lingkungan.
Kesimpulan
Setelah kami memahami lebih dalam tentang perjanjian sanitary, menurut kami dengan
adanya perjanjian ini sangat lah membantu pemerintahan pada suatu Negara yang membantu
aktif dalam memilah milah suatu produk pangan agar standarisasi pada suatu pangan yang
memasuki antar suatu Negara dapat distrelilasiskan demi menjaga kesehatan para warga Negara
didalam masing-masing Negara tersebut. Perjanjian ini sangat membuat rasa keamanan bagi
konsumen yang mengkonsumsi makanan dari eksport-import suatu Negara. Terlebih lagi dalam
menyikapi perbedaan agama di dunia maka banyak yang harus di atur seperti penggunaan daging
babi yang dilarang oleh agama Islam. Dalam perjanjian sanitary tujuan utama dari pengaturan
tersebut juga dalam menjaga kesehatan dan untuk menghindari penyebaran yang di sebabkan
oleh pangan. Perjanjian sanitary ini juga harus melihat aspek hukum
Tugas Hukum Pergadangan International
Nama Kelompok :
Ricky Iramoty
Brahmantio D Setiawan
Baskara Pratama
Galih Aji Kinalungan
Muhammad Andhika Ramadhany
Rechan Ramdhany Wibisono
Download