TINJAUAN PUSTAKA Berat Badan Lahir Rendah pada Bayi Wanita Terinfeksi Plasmodium falciparum Saat Hamil Machrumnizar Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti, Jakarta, Indonesia ABSTRAK Plasmodium falciparum dapat memodifikasi permukaan eritrosit terinfeksi dengan membentuk knobs oleh protein yang dikenal sebagai Plasmodium falciparum Erythrocyte Membrane Protein-1 (PfEMP-1) dan dikode oleh famili gen var. Pembentukan knobs menyebabkan sel darah merah mudah melekat dan menggumpal di sel endotelial, sehingga mengganggu mikrosirkulasi organ, termasuk plasenta. Gangguan invasi dari trofoblas menyebabkan penyumbatan mekanik, sehingga terjadi insufisiensi plasenta dan fetal growth retardation (FGR). Antigen parasit malaria juga mampu menginduksi imunitas seluler oleh limfosit T dan imunitas humoral oleh limfosit B. TNF-alpha mempunyai peran dalam patologi malaria, karena meningkatkan perlengketan molekul di kapiler sel endotelial. Infeksi Plasmodium falciparum pada wanita hamil berhubungan dengan respons imun yang dapat meningkatkan cycloadherence dari sel darah merah yang terinfeksi. Mekanisme ini mengakibatkan gangguan aliran darah plasenta dan menyebabkan gangguan nutrisi pada janin, sehingga mengakibatkan retardasi pertumbuhan janin dan berat badan lahir rendah. Kata kunci: Plasmodium falciparum, malaria plasenta, PfEMP-1, berat badan bayi lahir rendah (BBLR) ABSTRACT Plasmodium falciparum can modify the surface of infected erythrocytes with knobs formed by proteins known as Plasmodium falciparum erythrocyte membrane protein-1 (PfEMP-1) and encoded by var gene family. Formation of knobs causes red blood cells clump and attach to endothelial cells, affecting microcirculation in organs including placenta. Invasion of trophoblast causes mechanical obstruction resulting in placental insufficiency and fetal growth retardation (FGR). Malaria parasite antigens are also able to induce cellular immunity by T lymphocytes and humoral immunity by B lymphocytes. TNF-alpha has a suspected role in the pathology of malaria, because it increases molecule adhesion in capillary endothelial cells. Plasmodium falciparum infection in pregnant women is associated with disruption of placenta microcirculation and trophoblast parasites invasion, as well as immune response that may increase cytoadherence of infected red blood cells. These mechanisms lead to placental blood flow disruption and may ultimately cause fetal nutritional disorders resulting in fetal growth retardation and low birth weight. Machrumnizar. Low-birth-weight Babies Caused by Plasmodium falciparum Infection during Pregnancy. Keywords: Plasmodium falciparum, placental malaria, PfEMP-1, low birth weight (LBW) PENDAHULUAN Sampai saat ini malaria masih menjadi masalah kesehatan bagi masyarakat di negara-negara seluruh dunia, baik di daerah tropis maupun subtropis, terutama di negara berkembang termasuk Indonesia.1 Penyakit malaria disebabkan oleh parasit protozoa dari genus Plasmodium. Empat spesies yang ditemukan pada manusia adalah Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, Plasmodium malariae, dan Plasmodium falciparum. Malaria merupakan penyakit yang mengancam kehidupan, pada tahun 2010 Alamat korespondensi Gambar 1. Distribusi malaria Plasmodium falciparum pada tahun 2010 Sumber: http://www.malariajournal.com/content/10/1/378 email: [email protected] CDK-229/ vol. 42 no. 6, th. 2015 431 TINJAUAN PUSTAKA Tabel. Perbandingan komplikasi antara daerah hiperendemik dan transmisi rendah7 Complication Hyperendemic Areas Low Transmission Hypoglycemia – ++ Severe Anemia +++ +++ Pulmonary oedema – ++ ARF (acute renal failure) – ++ Hyperpyrexia + +++ Placental malaria +++ +++ LBW babies +++ +++ Abortions – +++ Congenital malaria – +++ telah menewaskan lebih dari 600.000 orang, terutama anak di bawah usia 5 tahun dan wanita hamil. Malaria pada kehamilan dapat disebabkan oleh keempat spesies plasmodium, Plasmodium falciparum merupakan penyebab dominan dan memiliki dampak paling berat karena dapat menimbulkan komplikasi multiorgan.2 Di daerah endemik malaria, wanita hamil lebih mudah terinfeksi parasit malaria dibandingkan wanita yang tidak hamil dan menjadi lebih berat pada primigravida daripada multigravida, karena menurunnya sistem kekebalan tubuh selama kehamilan. Manifestasi klinis infeksi berat malaria tropika pada wanita hamil di daerah non-endemik dapat berupa abortus, kematian janin dalam kandungan, kelahiran prematur, dan berat badan bayi lahir rendah (BBLR), sedangkan pada daerah endemik berupa anemia pada ibu dan BBLR.3,4 Banyak penelitian mencoba menjelaskan dampak infeksi malaria pada wanita hamil terhadap perkembangan plasenta dan hubungannya dengan fetal growth retardation, yaitu bayi lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram (Berat Badan Lahir Rendah / BBLR).3,4,5 Penelitian Steketee, dkk. (1985-2000) tentang pengaruh malaria pada kehamilan di daerah endemis malaria (sub-sahara Afrika) mendapatkan peningkatan risiko anemia sebesar 3-15%, berat badan lahir rendah 13-70%, dan kematian neonatal 3-8%.6 Selain berhubungan dengan anemia ibu dan stillbirth (kematian janin), infeksi malaria pada ibu hamil juga berkaitan dengan bayi berat badan lahir rendah/BBLR (berat lahir kurang dari 2500 gram). Pada daerah transmisi malaria stabil (daerah endemis), rata-rata prevalensi malaria selama kehamilan adalah 10% - 65%, dan 30% dari kasus tersebut melahirkan bayi BBLR. 432 MALARIA PLASENTA3,4,13,15 Malaria plasenta merupakan komplikasi umum yang terjadi pada malaria dalam kehamilan, terutama di daerah dengan transmisi stabil, yaitu daerah endemik tinggi dengan frekuensi dan tingkat keparahan tinggi pada primigravida.2,3 Malaria plasenta dapat menimbulkan kerusakan sistemik atau lokal akibat respons kekebalan terhadap malaria, diduga akibat kemampuan replikasi parasit di dalam plasenta. Hal tersebut didukung dengan penelitian yang fokus pada subpopulasi Plasmodium falciparum yang dapat melekat dan secara masif menyerap ke dalam plasenta. Gambaran histologis malaria plasenta berupa parasit dan leukosit dalam ruang intervillous, pigmen di dalam makrofag, deposit fibrin dan trofoblas, proliferasi sel sitotrofoblas dan penebalan trofoblastik membran basement. Pemeriksaan darah perifer tidak cukup sensitif untuk mendeteksi infeksi karena parasit terkonsentrasi di dalam plasenta. Wanita hamil lebih rentan terhadap malaria dan frekuensi infeksi terhadap plasentanya tinggi, sehingga dapat dikatakan bahwa kehamilan dapat memperburuk infeksi malaria melalui suatu depresi sistem kekebalan tubuh yang non-specific, hormone-dependent. Mekanisme efektor non-spesifik berperan penting membatasi replikasi P. falciparum pada individu yang tidak kebal, dengan cara mengaktifkan respons sitokin tipe-1 {interferon (IFN)-γ, interleukin (IL) 2 dan 12, dan tumor necrosis factor (TNF)}. Namun, akuisisi specific protective immunity di daerah endemis malaria tinggi berhubungan dengan pengaktifan respons sitokin tipe-2. Pada kehamilan, sistem kekebalan tubuh yang teraktivasi adalah respons sitokin tipe-2, terutama di daerah dengan endemisitas yang tinggi. Sistem kekebalan tubuh wanita hamil cenderung ke arah sistem kekebalan humoral tipe-2 dan menjauh dari respons seluler tipe-1, karena respons seluler tipe-1 akan membahayakan kelangsungan hidup janin dan plasenta (Smith,1996; Deloron dan Maubert, 1995). Oleh sebab itu, wanita hamil akan menjadi lebih rentan terhadap malaria karena adanya hambatan respons sitokin tipe-1, dan efek malaria pada ibu dan janin lebih berat di daerah transmisi malaria tidak stabil dibandingkan di daerah dengan transmisi stabil. RESPONS IMUN Respons Imun Terhadap Malaria Plasenta6,8-10 Respons imun spesifik terdiri dari imunitas seluler oleh limfosit T dan imunitas humoral oleh limfosit B. Limfosit T dibedakan menjadi limfosit T helper (CD4) dan sitotoksik (CD8+), sedangkan berdasarkan sitokin yang dihasilkan, dibedakan menjadi subset Th-1 (menghasilkan IFN-α, TNF-alfa) dan subset Th-2 (menghasilkan IL-4, IL-5, IL-6, IL-10). Sitokin tersebut berperan dalam menghasilkan imunitas humoral. CD-4 berfungsi sebagai regulator dengan membantu produksi antibodi dan aktivasi fagosit lain, sedangkan CD8 berperan sebagai efektor langsung untuk fagositosis parasit dan menghambat perkembangan parasit dengan menghasilkan IFN–α. Epitop-epitop antigen parasit akan berikatan dengan reseptor limfosit B yang berperan sebagai sel penyaji antigen kepada sel limfosit T, dalam hal ini adalah CD4+. Selanjutnya, sel T akan berdiferensiasi menjadi sel Th-1 dan Th-2, sel Th-2 akan menghasilkan IL-4 dan IL-5 yang memacu pembentukan imunoglobulin oleh limfosit B. Ig tersebut juga meningkatkan kemampuan fagositosis makrofag. Sel Th-1 menghasilkan IFN-α dan TNF-alfa yang mengaktifkan komponen imunitas seluler seperti makrofag dan monosit, serta sel NK. Wanita hamil berisiko terserang malaria falciparum lebih sering dan lebih berat. Eritrosit yang terinfeksi parasit banyak ditemukan di plasenta. Supresi sistem imun selama kehamilan berhubungan dengan keadaan hormonal. Konsentrasi hormon progresteron yang meningkat selama kehamilan berefek menghambat aktivasi limfosit T terhadap stimulasi antigen. Selain CDK-229/ vol. 42 no. 6, th. 2015 TINJAUAN PUSTAKA itu, efek imunosupresi kortisol juga berperan menghambat respons imun. Peranan Sitokin pada Malaria Plasenta6,8,9,10 Antigen-antigen parasit malaria merupakan pemicu pelepasan sitokin dari sel-sel pertahanan tubuh. Sitokin dihasilkan oleh makrofag/monosit dan limfosit T, sitokin yang Gambar 2. Respons imunitas pada infeksi malaria.6 Gambar 3. Efek biologi TNF-alfa CDK-229/ vol. 42 no. 6, th. 2015 dihasilkan oleh makrofag adalah TNF, IL-1 dan IL-6, sedangkan limfosit T menghasilkan TNFalfa, IFN-gamma, IL-4, IL-8, IL-10, dan IL-12. Sitokin yang diduga banyak berperan pada mekanisme patologi malaria adalah TNF. TNF-alfa menginduksi perubahan pada neutrofil berupa pelepasan enzim lisosomal, ekspresi reseptor permukaan seperti reseptor Fc dan integrin, agresi dan adhesi kemotaktik. Selanjutnya, terjadi peningkatan daya adheren sel neutrofil terhadap berbagai substrat dan sel, sehingga daya bunuh neutrofil terhadap parasit meningkat. Selain itu, TNF-alfa juga memacu pembentukan sitokin lain, seperti IL-1, IL-6, IL-12, IFN-α, dan meningkatkan sintesis prostaglandin. TNFalfa juga meningkatkan ekspresi molekul adhesi seperti ICAM-1 dan CD36 pada selsel endotel kapiler, sehingga meningkatkan sitoadherensi eritrosit yang terinfeksi parasit. Peningkatan sitoadherensi tersebut meningkatkan risiko malaria serebral. IFN-α memacu pembentukan TNF-alfa dan juga meningkatkan daya bunuh neutrofil. IL-1 bekerja sinergis dengan TNF-alfa, sedangkan IL-6 memacu produksi imunoglobulin oleh sel limfosit B serta memacu proliferasi dan diferensiasi sel limfosit T. Selain berperan pada mekanisme patologi malaria, sitokin juga diduga berperan menyebabkan gangguan pada kehamilan. Pada wanita hamil yang menderita malaria terdapat kenaikan TNF-alfa, IL-1 dan IL-8 yang sangat nyata di jaringan plasenta dibandingkan wanita hamil yang tidak menderita malaria. Sitokin-sitokin tersebut dihasilkan oleh makrofag hemozoin yang terdapat di plasenta. Kadar TNF-alfa yang tinggi dapat meningkatkan sitoadherensi eritrosit yang terinfeksi parasit terhadap sel-sel endotel kapiler. Kadar TNF-alfa plasenta yang tinggi akan memacu proses penempelan eritrosit yang terinfeksi parasit pada kapiler plasenta dan selanjutnya akan mengganggu aliran darah plasenta dan akhirnya mengganggu nutrisi janin. Bila proses berlanjut dapat menyebabkan retardasi pertumbuhan janin, sehingga bayi lahir dengan berat badan rendah. Selain itu, peningkatan sintesis prostaglandin seiring dengan peningkatan TNF-alfa plasenta diduga dapat menyebabkan kelahiran prematur. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa selain kenaikan TNF-alfa, IL-1, dan IL-8 selama kehamilan, juga didapatkan peningkatan IL-2, IL-4, dan IL-6. BERAT BADAN LAHIR RENDAH3,4,7,13,15 Plasenta (ari-ari) merupakan organ penghubung antara ibu dan janinnya, juga berfungsi sebagai barrier terhadap bakteri, parasit, dan virus. Apabila ibu hamil terinfeksi parasit malaria, parasit tersebut akan ditemukan di plasenta bagian maternal. 433 TINJAUAN PUSTAKA Jika plasenta rusak, parasit malaria dapat menembus plasenta dan masuk ke sirkulasi darah janin, sehingga terjadi malaria kongenital. Hal ini diduga terjadi karena kerusakan mekanik, kerusakan patologis oleh parasit, fragilitas, dan permeabilitas plasenta yang meningkat akibat demam akut dan infeksi kronis. Di daerah endemik, infeksi malaria falciparum selama kehamilan merupakan faktor utama penyebab berat badan bayi lahir rendah dan kematian neonatal, terutama akibat fetal growth restriction (FGR). Namun, mekanisme hubungan patologi infeksi malaria dengan FGR masih belum jelas, ada kemungkinan disebabkan insufisiensi plasenta, sehingga perkembangan plasenta menjadi buruk.15 Infeksi malaria biasanya timbul pada kehamilan 13 – 18 minggu, di mana pada periode ini sudah terdapat sirkulasi plasenta, sel plasenta, dan trofoblast ekstravilous yang menginvasi dan bermigrasi melalui desidua dan mengubah arteri spiralis ibu untuk meningkatkan suplai darah plasenta. Invasi trofoblas yang adekuat menentukan fungsi plasenta yang baik dan keberhasilan dalam perkembangan fetus; gangguan invasi trofoblas dapat menyebabkan penyumbatan mekanik akibat penebalan membran basal trofoblas, sehingga terjadi insufisiensi plasenta dan FGR. Ditambah dengan penggunaan nutrisi untuk replikasi parasit, transfer oksigen, dan glukosa pada sel darah merah yang terinfeksi menjadi buruk di dalam plasenta, semuanya mengurangi transfer makanan dan oksigen dari ibu ke janin. Regulasi invasi trofoblas tersebut melibatkan sitokin, kemokin, hormon, dan interaksi seluler antara jaringan plasenta dan respons imun ibu yang terdapat pada desidua dan endotel pembuluh arteri spiralis. Umumnya infeksi plasenta lebih berat daripada di darah tepi. Kortmann (1972) melaporkan bahwa plasenta dapat mengandung banyak eritrosit terinfeksi (sampai 65%), meskipun di darah tepi tidak ditemukan adanya parasit. Sebaliknya, pada wanita tidak kebal dari daerah non-endemi, lebih sering terdapat parasit di darah tepi yang jumlahnya tinggi tanpa adanya infeksi parasit yang berat pada plasenta. Dari 750 wanita hamil di Kampala Uganda, sebanyak 5,6% mengandung parasit malaria dalam darah tepinya, tetapi pada pemeriksaan plasenta infeksinya mencapai 6,1%. Hal ini mungkin karena plasenta merupakan tempat parasit berkembang biak, seperti halnya pada kapiler alat dalam lainnya. Dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara kepadatan parasit di darah tepi dan di plasenta. SIMPULAN Malaria tropika atau malaria tersiana maligna yang disebabkan parasit Plasmodium falciparum merupakan penyakit di daerah tropik dan sub-tropik di seluruh dunia, dapat menyebabkan komplikasi multi-organ yang berat dibandingkan dengan spesies Plasmodium lain. Salah satu komplikasi pada ibu hamil adalah malaria plasenta. Plasmodium falciparum yang sebagian besar tersebar dan berkembang biak di alat-alat dalam, termasuk plasenta, mampu menginfeksi semua sel darah merah (muda dan tua), memodifikasi permukaan sel darah merah yang terinfeksi dengan membentuk “knob”, yaitu protein (PfEMP-1) yang diekspresikan di permukaan sel, menyebabkan sel darah merah yang terinfeksi melekat di endotel pembuluh darah dan dapat mengganggu mikrosirkulasi. Gangguan di pembuluh darah plasenta akan mengganggu transfer nutrisi dan oksigen dari ibu ke janin. Antigen parasit malaria juga mampu menginduksi respons imun hospes, di mana regulasi invasi trofoblas tersebut melibatkan sitokin, kemokin, hormon, dan interaksi seluler antara jaringan plasenta dan respons imun ibu yang terdapat di desidua dan endotel pembuluh arteri spiralis. Gangguan invasi trofoblas dan perubahan endotel pembuluh darah plasenta tersebut mengakibatkan insufisiensi plasenta dan retardasi perkembangan janin, sehingga bayi lahir dengan berat badan lahir rendah, terutama dari ibu primigravida di daerah endemik malaria. DAFTAR PUSTAKA 1. Husada SG. Buku ajar parasitologi kedokteran. In: Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S, eds. 4th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008. p. 211-6. 2. Beatrice A, Corbett Y, Castelli F, Taramelli D. Pathogenesis of malaria in tissues and blood. Mediterran J Hematol Infect Dis. 2012; 4(1): e2012061. doi: 10.4084/MJHID.2012.061. 3. Matteelli A, Caligaris S, Castelli F, Carosi G. The placenta and malaria. Ann Trop Med & Parasitol. 1997;91(7):803-10. 4. Aribodor DN, Nwaorgu OC, Eneanya CI, Okoli I, Pukkila-Worley R, Etaga HO. Association of low birth weight and placental malaria infection in Nigeria. J Infect Dev Ctries. 2009;3(8):620-3. 5. Rogerson SJ, Brown HC, Pollina E, Abrams ET, Tadesse E, Lema VM, et al. Placental tumor necrosis factor alpha but not gamma interferon is associated with placental malaria and low birth weight in Malawian women. Infection and Immunity 2003:267-70. 6. Suparman E. Malaria pada kehamilan 146th ed. Jakarta: Cermin Dunia Kedokteran; 2005;p.19-28. 7. Wellem TE, Hayton K, Fairhust RM. The impact of malaria parasitism: From corpuscles to communities. J Clin Invest. 2009;119:2496-505. 8. Harijanto PN. Malaria. In: Sudoyo AW, ed. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: FKUI; 2006. p. 1732-44. 9. Harijanto PN. Malaria epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis & penanganan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;1999. 10. White NJ, Breman JG. Malaria and babesiosis: Disease caused by red blood cell parasites. In: Principles of Internal Medicine. 16th ed. McGraw-Hill Med Pub Div; 2005.p.1218-32. 11. Kubata BK, Eguchi N, Urade Y, Yamashita K, Mitamura T, Tai K, et al. Plasmodium falciparum produces prostaglandins that are pyrogenic, somnogenic, and immunosuppresive substances in human. J Exp Med. 1998;188(6). 12. Autino B, Corbett Y, Castelli F, Taramelli D. Pathogenesis of malaria in tissues and blood. Mediterranean J Hematol Infect Dis. 2012;4(1):e2012061. 13. Tako EA, Zhou A, Lohove J, Leke R, Taylor DW, Leke RFG. Risk factor for placental malaria and its effect on pregnancy outcome in Yaounde, Cameroon. Amer J Trop Med Hyg. 2005;72(3):23642. 14. Buffet PA, Safeukui I, Deplaine G, Brousse V, Prendki V, Thellier H, et al. The pathogenesis of Plasmodium falciparum malaria in human insight from splenic physiology. Blood 2011;117(2):38192. 15. Sutanto I. Malaria pada kehamilan. Jakarta: Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 434 CDK-229/ vol. 42 no. 6, th. 2015