Khotbah Minggu (28 April 2013) Ringkasan Khotbah GRII Kelapa Gading Pengkhotbah : Ev. Eko Aria, M.Div Tema : …....….…..……………...…......... Nas Alkitab : ............................................................................................................. Tahun ke-14 DOA BAPA KAMI Pdt. Billy Kristanto, Th.D. 677/716 02 Juni 2013 Lukas 11:1-13 Di dalam perikop Maria dan Marta, yang satu duduk diam mendengarkan firman Tuhan dan yang satu sebelum mendapat pelayanan dari Tuhan, sebelum dipanggil oleh Yesus, tetapi sudah mulai dengan satu inisiatif terlebih dahulu, akhirnya Tuhan mengatakan engkau menyusahkan diri dengan banyak perkara, padahal hanya satu saja yang perlu. Kita sudah membahas bagian ini dalam beberapa Minggu yang lalu, masalahnya adalah bukan antara aktif dan pasif saja atau tentang sibuk dan yang lain diam, kurang sibuk, tetapi tentang pemosisian diri, tentang inisiatif terlebih dahulu datang dsb. Respons yang wajar tentang seseorang yang sudah mendengar firman Tuhan seperti Maria adalah berdoa, karena itu perikop ini disusul dengan perikop tentang berdoa. Marta adalah seseorang yang tidak mendengar firman Tuhan, tidak ada panggilan dari Tuhan, tetapi dia dari inisiatif dirinya sendiri, mungkin juga kecongkakan, berusaha untuk melayani dan menolong Tuhan, bahkan mungkin untuk mengasihani Tuhan, padahal Tuhan tidak memerlukan hal seperti itu. Seluruh kehidupan saudara dan saya di dalam mengikut Tuhan adalah salah satu hal yang penting terjadi dalam kehidupan kita yaitu aspek respons. Kita tidak bergerak kalau Tuhan tidak menggerakkan, kita tidak akan membalas kalau Tuhan tidak terlebih dahulu memanggil, bahkan kita tidak melayani Tuhan kalau Tuhan tidak terlebih dahulu melayani kita. Salah satu respons yang jelas sekali dikaitkan dengan perikop ini adalah bagaimana setelah seseorang mendengar firman Tuhan dan dia berdoa. Kita melihat di dalam perumpamaan penabur, kita juga sudah pernah membahasnya, firman sama-sama ditabur, tetapi dari keempat macam manusia, hanya jenis keempat saja yang betul-betul tumbuh seperti yang dikehendaki Tuhan, tiga jenis yang pertama itu semuanya luput, ada yang diambil oleh iblis, ada yang sempat bertumbuh tapi tidak sempat berakar, lalu penindasan, penganiayaan, tipu daya, kekayaan, cinta akan uang, kekuatiran hidup merusak pertumbuhan dari benih tersebut. Disini kita melihat semuanya itu jatuh ditanah yang berbeda-beda, jatuh pun di dalam hati manusia, itu bukan berarti lalu masuk ke dalam pertumbuhnan sebagaimana yang dikehendaki oleh Tuhan. Kita melihat dalam bagian ini setelah Maria mendengarkan firman Tuhan dengan benar, respons yang wajar adalah masuk ke GRII KG 677/716 (hal 4) dalam doa, memang yang dibahas dalam bagian ini bukan doa dari Maria, tetapi doa dari Yesus sendiri yang diajarkan kepada para murid, tetapi kita percaya ada kaitan antara cerita Marta dan Maria dengan pengajaran doa Bapa kami. Kita masuk dalam pasal 11, di sini ada gambaran sederhana yaitu bahwa ketika Yesus berhenti berdoa, rupanya ini menggerakkan para murid, mereka ingin supaya Tuhan juga mengajarkan doa itu kepada mereka. Dalam bagian ini kita akan melihat sedikit tentang struktur pelayanan Yohanes Pembaptis dengan Yesus Kristus, kita tahu dua-duanya memberitakan tentang Kerajaan Allah menurut versi Lukas, tetapi ada perbedaan nuansa dalam pelayanan ini yaitu kalau kita melihat khotbah ajaran dari Yohanes Pembaptis begitu keras, berita tentang murka Allah dsb., dan Yesus kemudian datang dengan injil kasih karunia, tetapi hal ini tidak boleh kita kotak-kotakkan di dalam pengertian yang terpisah. Tapi kalau boleh kita bedakan secara tekanan, memang Yohanes memberitakan tentang pertobatan, tentang murka Allah, tentang pentingnya seseorang meninggalkan dosa, memperbaharui etika, ini menjadi satu persiapan seseorang menerima injil. Kita tahu di dalam teologi injili dikatakan injil yang harus merubah seseorang baru seseorang bisa punya moral conduct, etika yang lebih baik, tanpa injil kita tidak bisa mencapai yang seperti itu. Saya kuatir, kalimat seperti ini kalau kita tidak melihat secara gambaran besar bisa menyesatkan juga, di dalam kitab para nabi sudah dinubuatkan pattern ini, luruskanlah jalan, jalan yang berliku-liku, naik turun gunung, sehingga tidak bisa seperti jalan tol menuju ke Sion, pengharapan tentang Mesias yang akan datang, itu bukan dengan tanpa jalan yang diluruskan, bukan tanpa persiapan yang dilakukan oleh para nabi untuk membuat mereka bertobat, meninggalkan dosa mereka, meninggalkan kebiasaan mereka yang lama untuk menantikan dengan satu sikap yang layak, Mesias yang akan datang. Tentu saja kita tidak mengatakan bahwa Mesias yang datang itu dikondisikan karena jasa seseorang yang sudah mempersiapkan jalanNya, bukan, tetapi semata-mata karena anugerah Tuhan. Kenapa Yohanes harus mendahului Yesus Kristus? Karena ada berita pertobatan ini, apa yang dikatakan oleh Yohanes? Bertobatlah, sesungguhnya Tuhan itu sudah siap dengan kapak jikalau engkau tidak bertobat di dalam GRII KG 677/716 (hal 1) Ekspositori Lukas (10) Ekspositori Lukas (10) kehidupanmu. Ini sebelum Yesus masuk ke dalam pelayanan, Yohanes Pembaptis terusmenerus berseru seperti itu, jangan memeras orang miskin, lakukan keadilan, cukupkanlah dirimu dengan gaji yang ada padamu, jangan merampas hak orang miskin dsb. Semua adalah ajaran tentang pertobatan, ini mempersiapkan orang untuk menerima injil kasih karunia. Kita harus hati-hati dengan gambaran yang parsial, yang seringkali sangat mendominasi di dalam teologi injili yang hanya mengatakan, oh… tidak apa-apa bertobat nanti aja, yang penting terima Yesus dulu, ada beberapa metode penginjilan yang seperti ini, tidak bertobat tidak apa-apa, terima Yesus dulu, kalau sudah terima Yesus, nanti dia akan bertobat sendri. Ternyata tidak…. nanti dia akan membuang injil karena injil jatuh kepada orang yang memiliki natur seperti babi, bukan akan membawa kepada pertobatan yang sejati, tetapi akan diinjakinjak. Tuhan Yesus tidak memerlukan muridmurid yang seperti ini, yang menganggap injil itu sebagai sesuatu yang murahan, tidak, tetapi ada berita pertobatan yang mendahului, injil bukan datang tanpa ini. Hati yang keras, seperti tanah yang keras, mau ditanam berapa banyak benih tidak akan ada gunanya, benih memang akan jatuh juga ke bawah, tetapi tidak akan masuk, lalu berakar ke bawah bertumbuh ke atas dan akhirnya berbuah, itu semua tidak akan terjadi. Kenapa? Karena tanahnya sama sekali tidak layak dan tidak siap untuk ditaburi benih. Di sini ada kondisi, keadaan bagaimana seseorang itu dianggap layak untuk menerima firman Tuhan atau tidak. Maka di dalam bagian ini Lukas menekankan paralel pelayanan Yohanes Pembaptis dan Yesus Kristus, termasuk juga doa Bapa kami ini, merenungkan bukan tanpa berita pertobatan yang diserukan oleh Yohanes Pembaptis. Kita akan masuk dalam doa Bapa kami, saya tidak tahu apa yang terbersit dalam pikiran kita, saat orang itu bergumul dengan bapa, earthly father, bapa yang ada di dalam dunia ini, karena sama sekali tidak ideal. Misalnya ada keluarga yang broken home, bapaknya meninggalkan mamanya atau tidak bertanggung jawab, atau dia main perempuan, lalu kita memanggil Allah sebagai Bapa, mungkin kita akan terganggu sekali bagian ini. Bagaimana saya bisa memanggil Bapa, karena saya tidak ada model, bapa yang ada di dalam dunia berantakan seperti ini, tetapi justru pengharapannya mau membedakan bahwa our heavenly father bukan our earthly father, meskipun di sini tidak muncul our father in heaven, tetapi terusan dari doa Bapa kami di sini digambarkan, jika kamu saja (maksudnya our earthly father) itu tahu memberikan yang baik kepada anak-anakmu, betapa lagi our heavenly father? Konsep yang sama sebetulnya juga muncul di sini, pembedaan kualitatif antara Bapa yang di sorga dengan bapa yang ada di dalam dunia, kalaupun di dalam dunia ini kita tidak memiliki bapa yang sempurna, ya tidak masalah, karena memang kita tidak diminta untuk memproyeksikan konsep bapa dunia ini lalu diproyeksikan ke atas, ini kan jadi berantakan. Maka di sini, waktu alkitab mengajarkan untuk kita memanggil Allah sebagai Bapa, bukan di dalam pengertian kita memproyeksikan pengalaman kita bersama dengan our earthly father di dunia ini yang tidak sempurna, alkitab tidak tanggungtanggung memakai istilah, jika kamu yang jahat tahu memberikan pemberian yang baik, alkitab memakai istilah jahat, bukan memakai istilah jika kebaikanmu yang lumayan saja, tidak, tetapi istilah jika kamu yang jahat. Manusia itu jahat, tidak tanggung-tanggung, your earthly father itu dihadapan standar kesucian Tuhan jahat adanya, yang baik satusatunya adalah Tuhan sendiri. Maka jelas di dalam bagian ini kita bukan diminta untuk memproyeksikan pikiran kita tentang bapa yang ada di dalam dunia ini dengan pikiran yang di sorga. Memang ada perbedaan kualitatif ya, tetapi sekaligus ini menjadi sesuatu yang mengobati kepahitan hati kita kalaupun di dalam dunia kita memiliki bapa yang tidak sempurna atau katakanlah seringkali menimbulkan sakit hati di dalam kehidupan kita, justru ini yang akan heal, yang akan menyembuhkan, yang akan mengobati perasaan-perasaan seperti itu. Jangan lupa, di dalam bagian ini ada kalimat tentang pengampunan dan kita belum masuk dalam bagian itu. Apa sih artinya Bapa? Dalam buku institusio Calvin, di situ dia membicarakan tentang istilah religion, istilah agama itu dipakai dalam tulisan Calvin sebagai satu pengertian yang sangat tinggi, kalau kita dalam konteks Indonesia seringkalai kalau berbicara agama, pengertiannya negatif, agama tidak menyelamatkan, agama tidak membawa kemana-mana, yang menyelamatkan adalah Tuhan, itu pengertian agama yang negatif bukan? Tetapi kalau dalam tradisi reformed, agama itu dipakai dalam pengertian yang sehat, religious affection atau Calvin memakai istilah agama untuk menggantikan istilah teologi yang cenderung negatif, dalam institusio istilah teologi itu hanya mucul lima kali, empat kali secara negatif, satu kali netral. Calvin lebih prefer pakai istilah religion, lalu Calvin mengatakan, apa yang dimaksud dengan religion? Calvin mengatakan, apa yang dimaksud dengan religion? Religion itu bagi Calvin ada 2 aspek: Sikap hormat, respect, fear of the Lord, takut akan Allah, takut di sini bukan dalam pengertian Yohanes, kasih melenyapkan ketakutan dsb., bukan, tetapi takut dalam pengertian, holy fear, takut yang kudus, hormat, respect. Tapi ini saja tidak cukup, ini bergabung dengan natur atau sifat yang lain yaitu satu pemahaman bahwa Allah mengasihi kita, karena itu juga kita mengasihi Dia. True religion consist dengan dua aspek ini yaitu hormat dan kasih. Kita tahu di dalam agama yang tidak sehat itu selalu terbelah dua, ada agama yang cenderung menekankan yang ini dan ada agama yang menekankan itu, ada agama sangat menekankan Allah itu sebagai yang maha kudus, yang maha besar, bahkan yang seperti polisi yang siap mengganjar kita kapan GRII KG 671/710 (hal 2) saja waktu kita berbuat dosa. Jadi kita juga mendekati Allah di dalam pengertian ketakutan ini, Allah Sang perusak, Allah Sang penghukum, dengan ketakutan mendekati Allah yang seperti itu, tapi sangat likeing dalam pengertian Allah yang rahmani, yang panjang sabar, yang compassioned, itu sangat likeing dalam gambaran seperti ini. Sisi yang lain ada gambaran agama yang sangat menekankan konsep Allah itu sebagai Allah yang sangat intimate luar biasa, dekat, mengampuni, penuh dengan cinta kasih, sabar, senantiasa menunggu, tanganNya terbuka terus, kalau ditolak pun tanganNya tetap terbuka, tergantung kepada kita mau bertobatnya kapan. Gambaran penekanan the intimate love of God, tetapi tidak sama sekali, sangat kekurangan dengan konsep hormat, ketaatan, obedience, worship, menyembah, merendahkan diri, merasa najis, tidak layak, dsb., ini hampir tidak ada, yang ada adalah Tuhan yang memeluk, menyayangi dan mengasihi kita, jadi dua-duanya bukan agama yang sejati. Yang kita bicarakan bukan cuma agama diluar kekristenan, di dalam kekristenan pun, di dalam keberagaman denominasi ada kekristenan yang kecenderungan berbicara seperti ini, ada denominasi kristen yang hanya menekankan the intimate love of God. Model kekristenan seperti ini tidak membicarakan hubungan Allah sebagai Raja dan saya adalah hamba, kalau Allah Raja, saya adalah anak Raja, karena tidak ada pemahaman Allah yang transenden, tidak ada. Di sisi yang lain ada kelompok kekristenan yang sangat menekankan fear of the Lord, ketaatan, no discussion with God please karena Dia adalah Tuhan, kita diam doang, dsb., tapi tidak ada pengertian bagaimana Tuhan mengerti kita, Tuhan memeluk kita, itu bagian yang sama sekali jarang hadir di dalam model kekristenan yang seperti itu. Istilah Bapa itu mencakup keduanya, seperti yang dikataka Calvin di dalam pengertian istilah religion, istilah Bapa, bagaimana mempunyai kelincahan di dalam spiritualitas kita, kapan kita tahu harus menghayati bahwa Tuhan itu begitu mengasihi kita, bahwa kita yang berdosa, kita diterima, kita dipeluk oleh Tuhan, tetapi di sisi yang lain juga hormat, respect, tahu bahwa ada jarak. Dalam hubungan anak dan orang tua ada yang mengatakan, kita hilangkan sifat parent lalu berubah menjadi sahabat bagi anak-anak kita, saya rasa itu bukan best alternatif, karena bagaimana pun kita adalah orang tua. Kalau Tuhan mau kita jadi sahabat anak, kita tidak usah dilahirkan di dalam zaman yang sama untuk orang tua bagi anakanak kita itu kan, Tuhan kan punya bijaksana itu? Karena kalau menurut Tuhan kita better, lebih baik jadi temanya dia, ya sudah benarbenar lahir sebagai teman yang sebaya, tetapi tidak kan ya? Kenapa waktu alternatif persoalan ini tidak bekerja, karena akan kehilangan aspek transendensi tadi. Bagaimanapun kita akan memerankan peran orang tua, tetapi bukan orang tua yang hierarchical arah kultur Timur yang tidak mau mendengar sama sekali, hanya maunya didengar saja, gejala narsisistik seperti itu, makin ditaati makin senang, makin anak ada pendapat yang lain kita semakin gusar, makin tidak senang dst. Kita tahu di dalam kultur Timur ada banyak persoalan, tetapi ini tidak akan selesai lalu kemudian menggantikannya, ya sudah tinggalkan saja sifat kebapaan atau keibuan, jadilah teman perempuan atau teman laki-laki bagi anak-anakmu, simply doesn’t work, kenapa? Ya karena kita memang orang tua, waktu seorang anak tidak mendapatkan figur orang tua, akan ada sesuatu yang pincang di dalam kehidupannya. Kita bersyukur di dalam kalimat ini “Bapa”, ada dua aspek ini, hormat dan kasih, ini bisa kita terapkan dimana saja, tetapi salah satunya di dalam kehidupan rumah tangga saja. Kalau seorang anak, seorang bapak, seorang ibu, bisa membedakan kapan dia dekat dan kapan dia jauh, kapan dia boleh mengharapkan hormat dan kapan dia mengharapkan kedekatan, kalau jauh terus akhirnya pincang, tetapi kalau terlalu dekat akhirnya kehilangan respect. Nah di dalam pengertian, pengenalan kita akan Allah sebagai Bapa, sekali lagi ada dua aspek ini, karena ada orang yang tidak bisa membedakan kapan dia dekat dan jauh, kalau terlalu dekat kadang juga bisa kurang ajar, dst. Saya pikir hubungan kita dengan Allah juga harus comparable, baik kita memilih Dia cenderung dekat atau jauh, tapi alkitab sebenarnya mengajarkan kedua-duanya. Dan bahwa di sini dikatakan bukan hanya dekat saja, itu jelas di dalam kalimat berikutnya waktu dikatakan, “dikuduskanlah namaMu, datanglah KerajaanMu”, sekali lagi ini satu versi yang berbeda dengan Matius, di dalam Matius ada kalimat selanjutnya, “jadilah kehendakMu”, tapi kalimat ini tidak diperlukan oleh Lukas, kenapa? Karena di dalam versi Matius, dia bergumul dengan jemaat yang sangat menekankan kedekatan dengan Tuhan, tetapi mereka bisa percaya bahwa mereka tetap berada di dalam kasih Tuhan tanpa mempedulikan kehendak Allah. Ini seperti bidat antinomianisme yaitu satu bidat yang selalu mengatakan kita perfect berada di dalam God’s love, bahkan waktu kita berada di dalam dosa pun Tuhan tetap embrace kita, kita tidak perlu memikirkan apa yang menjadi kehendak dan keinginan Tuhan, tidak perlu, yang penting terus menghayati kasih Tuhan yang senantiasa ada pada kita. Pelan-pelan, akhirnya agama seperti ini jadi bidat, sampai sekarang masih ada model seperti ini, orang yang hanya menekankan kasih Tuhan, biji mata Tuhan, bagaimana dipeluk Tuhan, tetapi tidak pernah memikirkan apa yang menjadi kehendak Tuhan bagi hidupnya. Kita harus hati-hati, gambaran yang partially benar bisa menjadi bidat dan hal inilah yang terjadi di dalam pergumulan Matius, waktu dia menulis injil Matius dalam komunitas Matius, yang kepada mereka injil Matius ditujukan, itu berada dalam keadaan seperti itu. Maka Matius mengatakan, jangan pikir kamu berseru Tuhan, Tuhan, lalu kamu akan masuk ke dalam Kerajaan sorga, tidak, yang masuk ke dalam Kerajaan sorga adalah mereka yang melakukan kehendak BapaKu yang ada di sorga. Bagian seperti ini tidak ada di dalam Lukas dan bagian lain, kecuali GRII KG 671/710 (hal 3) Matius, karena Matius bergumul dengan jemaat yang merasa tetap yakin akan masuk ke sorga, meskipun hidup di dalam dosa, tidak perlu ada satu pertobatan di dalam kehidupannya, tetapi tidak tertarik sama sekali melakukan kehendak Tuhan. Sesungguhnya Tuhan akan mengatakan, enyahlah kamu semua pembuat kejahatan, siapa orang-orang pilihan yang sejati? Adalah mereka yang mempunyai kerinduan untuk melakukan kehendak Tuhan. Ini bukan mentalitas hamba atau budak seperti yang seringkali dikatakan, bukan, tetap di dalam mentalitas seorang anak, kenapa kita tetap bisa mengatakan anak? Karena seorang anak juga bisa melayani bapanya di dalam kasih, bukan sebagai seorang pegawai, tentu saja bukan mentalitas orang bayaran, oh…saya bekerja karena saya di gaji, kalau saya kerja baik dan menyenangkan bos saya, maka saya akan mendapat insentif lebih banyak dsb., bukan seperti itu, tetapi cinta kasih dari kerinduan hatinya. Seseorang yang mengasihi di dalam sikap hormat kepada Allah sebagai Bapanya, dia pasti akan tertarik untuk melakukan kehendak Tuhan, tetapi sekali lagi, pergumulan Matius bukan pergumulan Lukas, Lukas tidak punya jemaat yang seperti ini. Lukas punya persoalan yang lain waktu dia mencatat bagian doa Bapa kami ini, sehingga dia tidak merasa perlu menyertakan kalimat Yesus tentang “jadilah kehendakMu”. Saya tertarik waktu membaca satu commentary, ada doa di dalam tradisi orang-orang Yahudi yang sangat comparable dengan doa Bapa kami, doa eskatologis orang-orang Yahudi waktu mereka selesai beribadah di sinagoge, kalimat doanya seperti ini: exalted and hallowed be His great name, ditinggikan dan dikuduskan namaNya yang besar, in the world which He created according to His will, di dalam dunia yang Dia ciptakan menurut kehendakNya, may He let His Kingdom rule, biarlah Dia mengijinkan KerajaanNya itu memerintah, in Your life time and in Your days and in the life time of the whole house of Israel, speedily and soon. Sangat comparable dengan doa Bapa kami. Jadi Yesus menimba dari pada doa ini tapi sekaligus juga mengoreksi, nah ini pengertian original yang perlu kita koreksi, orang-orang postmodern waktu mengatakan istilah original, original itu maksudnya apa? Yang tidak pernah dikatakan oleh semua orang lain, dalam hal ini Yesus tidak original, begitu kan ya? Yesus kurang original tapi kita tahu Dia Tuhan sendiri. Tetapi pengertian original itu maksudnya apa sih? Orang tidak pernah bicara lalu saya bicara, itu baru original, tetapi juga bisa di dalam pengertian seperti yang di sini, sudah ada di dalam tradisi, diambil, dikemas sedemikian rupa, ditransformasi, sebetulnya itu juga original. Dalam bagian ini Yesus bukan kurang original, justru karena Dia menimba dari tradisi yang ada, maka ada koneksi, di situ orang klik, ada semacam common language, tetapi sekaligus mereka dikoreksi, oh ternyata konsepnya berbeda dengan yang diajarkan oleh orangorang Yahudi di sini. Coba kalau Yesus mengajar doa yang sama sekali tidak ada hubungannya, saya ambil contoh sederhana, di dalam injil Yohanes dikatakan, firman adalah Allah (bahasa Yunani, logos), logos itu kan bukan istilah original alkitab, bukan istilah original dari Yohanes kan? Itu diambil dari tulisan para filsuf Yunani, logos, lalu Yohanes mengatakan Yesus itu logos, berarti ada koneksi dengan kebudayaan yang sudah ada. Tetapi bersamaan dengan itu juga mengoreksi dan mentransformasi. Saya tertarik sekali dengan bagian ini waktu tidak hadir justru bagian jadilah kehendakMu, tetapi yang ada adalah datanglah KerajaanMu dan disambung dengan kalimat, “berikanlah setiap hari makanan kami yang secukupnya”. Apa maksudnya datanglah KerajaanMu yaitu dimana manusia melakukan kehendak Tuhan, so beautiful si Matius, tetapi Lukas, apa maksudnya datanglah KerajaanMu yaitu orang yang setiap hari minta makanan yang secukupnya. Apakah kita menangkap poin ini? Mendadak jadi yang tadi sudah sakral-sakral, dikuduskanlah namaMu, datanglah KerajaanMu, tiba-tiba jadi sekuler seperti ini, berikanlah kami makanan kami secukupnya, loooh kok bisa begini? Saya percaya permasalahannya bukan pada doa Bapa kami, persoalannya ada pada saudara dan saya, yang kita selalu melakukan dualisme, dikotomi sakral sekuler. Yang kita anggap sakral itu adalah berdoa, dikuduskanlah namamu, datanglah KerajaanMu, nah itu sakral, tetapi ketika berbicara mengenai sekolah anak-anak, pekerjaan kantor, kebutuhan makan dan kesehatan waahh itu sekuler, bagian seperti itu tidak usah diperhatikan, itu tidak penting, itu bagian yang kurang rohani, yang rohani itu penginjilan, berdoa, PA, ibadah dll. Hal seperti ini adalah persoalan, karena gambaran seperi ini bukan gambaran yang diajarkan oleh alkitab, ini adalah ajaran manusia. Saya pikir Lukas sengaja waktu mengkaitkan bagian ini, datanglah KerajaanMu, mendadak langsung bicara tentang makanan yang secukupnya, di dalam pengertian yang betul-betul secara fisik. Menarik sekali, orang-orang seperti Erasmus menafsirkan ini secara rohani, at least menurut Calvin, kita tidak meragukan kerohanian Calvin, dia melakukan polemik di dalam tafsirannya dengan Erasmus yang mengatakan, si Erasmus itu salah waktu dia menafsir bagian berikanlah kami setiap hari makanan kami yang secukupnya, menurut Erasmus adalah pengertian rohani yaitu berikanlah kami our heavenly bread juga. Beberapa telogian bukan hanya Erasmus, sampai sekarang kontemporer theology masih ada yang menafsir seperti itu, yang disebut makanan kami ini bukan makanan fisik, maksudnya adalah makanan rohani, semuanya jadi over spiritualisasi. Tetapi Calvin mengatakan tidak, ini membicarakan tentang makanan sehari-hari, berarti di sini ada interaksi yang tidak terpisahkan antara pemahaman tentang Kerajaan Allah dengan kehidupan sehari-hari. Jadi dalam doa qadis orang Yahudi kalimat “speedily and soon”, inilah yang dikoreksi oleh Lukas, maksudnya apa? Orangorang Yahudi itu mengharapkan datanglah KerajaanMu di dalam pengertian “speedily and soon”, segera dan secepat mungkin, apakah kita tahu waktu Yesus mau naik ke sorga, di situ murid-murid kan bertanya lagi, Tuhan, sekarangkah saatnya Engkau memulihkan kerajaan Israel? Kita kan sering mendengar GRII KG 677/716 (hal 4) khotbah ini, ketidakmengertian para murid, termasuk juga seringkali ada komentar yang mengatakan, wah…pengertian sebenarnya bukan visible tapi invisible, ini adalah Kerajaan Allah bukan kerajaan Israel, tapi Kerajaan sorga? Mereka salah mengerti, itu bukan pengertian politis, Mesiah bukan Mesias politik, tetapi Mesias rohani, spiritual dsb. Tapi saya tidak tahu tentang koreksi seperti itu apakah betul-betul dimaksud Yesus atau tidak, karena bagian itu sebenarnya tidak ada, bisa ya, bisa tidak, kita tidak tahu. Tetapi yang pasti muncul dari perkataan Yesus sendiri adalah kamu tidak perlu mengetahui saatnya, koreksinya itu ada pada pengharapan saat yang salah, sekarangkah, sekarangkah? Jadi koreksinya itu adalah mengenai speedily and soon pengharapan Kerajaan Allah akhirnya tidak menjadi realistis, karena meninggalkan keseharian, lalu berdoa supaya Kerajaan Allah datang, kemudian hidup mulai tidak normal. Paulus pun berurusan dengan jemaat seperti ini, sampai tidak mau bekerja, menantikan Kerajaan Tuhan. Saya lupa, Martin Luther atau Agustinus yang mengatakan, kalau Tuhan datang esok hari, saya akan tetap keluar menanam jagung, kalau saudara dan saya bagaimana? Kalau Tuhan datang besok, saya akan langsung tidak datang ke kantor, saya ambil cuti, saya beli traktak sebanyakbanyaknya, lalu saya akan penginjilan, saya akan mulai ikut KKR regional, kalau masih ada kesempatan besok, itu cuma mau membuktikan apa? Membuktian bahwa kita sedang menghidupi dualisme, biasanya tidak pernah penginjilan, mendadak kamu sakit stadium 4 lalu langsung penginjilan, langsung mendadak dekat dengan Tuhan, biasanya tidak pernah ke gereja, begitu sakit langsung datang ke rumah Tuhan, langsung berdoa, langsung bergantung kepada Tuhan, hal seperti itu sedang membuktikan biasanya tidak pernah bergantung, makanya ada pertobatan, turning point yang sepert itu, puji Tuhan kalau memang Tuhan masih memberikan kesempatan. Tetapi Agustinus dan Martin Luther tidak ada seperti itu, kalau Tuhan datang besok, saya akan tetap menanam jagung, maksudnya apa? Ini hal yang menarik, bukan mengatakan, saya akan tetap khotbah atau menulis buku teologi, tidak sekuat message-nya waktu dikatakan, saya tetap akan menanam jagung, inikan hal yang sekuler, yang benar saja, sudah mau ketemu Tuhan masih ngurusin jagung, kenapa? Karena ini adalah realita Kerajaan Allah, karena selama ini saya menanam jagung di dalam satu sikap ibadah dihadapan Tuhan, waktu saya pergi ke kantor, studi, berdagang, waktu saya melakukan apa saja, ini adalah ibadah saya. Di sini saya tidak melakukan dualisme, saya bukan sedang menyembah uang, saya sedang menghidupi realita Kerajaan Allah dengan tangan saya waktu masuk kantor itu. Jadi jikalau Yesus datang besok, saya akan tetap pergi ke kantor dengan sikap seperti biasanya dengan sikap ibadah lagi, karena biasanya saya pun mengerjakan dengan sikap seperti itu. Saya akan tetap tanam jagung dan berharap jagung ini akan bertumbuh dan somehow tuaiannya di dalam eskatologis, Yerusalem yang baru itu pasti ada hasilnya, jagung ini. Di sini kita melihat, Lukas berusaha untuk mengoreksi ide Kerajaan Allah yang sifatnya itu cenderung over spiritualisasi, Kerajaan Allah itu apa sih? Penginjilan, berdoa, ke gereja, mendengar khotbah, dsb., ini yang spiritual, tetapi kalau kantor, studi, dagang, makan dll., ini tidak perlu, akhirnya tidak terjadi penebusan di dalam keseharian kita kan? Siapa yang bisa menghidupi kehidupan yang isinya hanya doa, penginjilan, baca alkitab, ke gereja, siapa yang bisa menghidupi kehidupan seperti ini? Tidak ada!! Hamba Tuhan pun tidak bisa menghidupi kehidupan seperti ini. Lukas justru mau mengoreksi bagian ini, Kerajaan Allah itu urusannya dengan permohonan sehari-hari, bergantung, bahkan kebutuhan fisik kita itu juga realita Kerajaan Allah, bukan pengharapan “speedily and soon”, lalu menjadi orang yang tidak realistis, lalu over spiritualisasi semua kehidupan, lalu aspek-aspek yang lain dianggap sebagai sesuatu yang sekuler, lalu guilty feeling waktu melakukan, tapi juga tidak bisa meninggalkan sepenuhnya, tapi juga tidak terjadi penebusan. Ada banyak orang yang dagangnya tidak jujur, melakukan konpensasi di dalam pelayanan-pelayanan hal rohani, lalu celakanya gereja tertarik pula dengan konpensasi seperti itu. Dagang tidak jujur tidak apa-apa, kehidupan keluarga berantakan tidak menjadi kesaksian, ya tidak apa-apa, yang penting dia sibuk kan? Ikut KPIN, ikut KKR regional, jadi pelayan di sini dan di situ, jadi tidak apa-apa, kita tutup mata saja, kenapa? Karena dia rajin melayani di dalam gereja. Celaka orang-orang seperti ini, orangorang yang mempermalukan nama Tuhan di dalam sepek-aspek itu. Lalu dia pikir, ini kan pengharapan yang agama, bukan kristen kan ya? Saya melakukann dosa tidak apa-apa, kalau rajin pelayanan ini dan itu, akan mengcover dan saya di sini tidak perlu bertobat, walapun saya dagang brengsek, kehidupan keluarga saya berantakan, tetapi saya pelayanan loh…. dan pelayanan lebih sibuk dari pada orang lain. Jadi tolong lihat bagian ini, jangan lihat bagian itu, tolong di cover saja. Orang seperti itu penebusannya bukan oleh darah Yesus, tetapi oleh pelayanannya sendiri, kalau bergantung pada teologi yang seperti ini, sama sekali tidak aman, itu adalah jalannya orang fasik. Bukan berarti kita masuk sorga setelah kita perfect, bukan, kita tahu bahwa kita tetap diterima sebagai orang berdosa, diampuni karena kita tidak kudus, tidak suci dan Tuhan mati bagi kita, tetapi ini adalah satu encouragement untuk kita melakukan will of God, menguduskan diri, menyempurnakan diri kita di dalam kuasa Tuhan. Sekali lagi, gambaran dualisme dikotomi, sakral, sekuler seringkali dipahami di dalam pengertian wilayah, kalau wilayah jenis pekerjaannya, tetapi ini bukan konsep alkitab. Yang membedakan the true sakral, sekuler meskipun kita melakukannya di dalam kedagingan atau kita melakukannya dalam sikap hati yang kudus, itu adalah arah hati kita. Orang yang berdiri di atas mimbar pun, waktu arah hatinya tidak benar, dia bisa melakukan tindakan kedagingan, meskipun di atas mimbar, meskipun di dalam gedung gereja. Waktu arah hatinya tidak benar, bukan dihadapan wajah Allah, dia melakukan sesuatu yang sifatnya kedagingan, sebaliknya, ada orang di dalam keseharian, minta tentang GRII KG 677/716 (hal 1) Ekspositori Lukas (10) Ekspositori Lukas (10) pergumulan kehidupan, persoalan keluarga, persoalan keuangan, makanan, urusan kebutuhan sehari-hari. Waktu dia betul-betul bergumul, ini tidak menjadikan dia sebagai orang yang kurang cinta Tuhan karena kebanyakan minta, bukan… Menarik sekali kalau kita melihat di dalam bagian ini, di situ ada ajakan, mintalah maka akan diberikan kepadamu, carilah maka kamu akan mendapat, ketoklah maka pintu akan dibukakan bagimu. Bagi saya ini adalah satu teguran yang menarik, kita seringkali di dalam reformed spirituality selalu akrab dengan teguran, kamu jangan minta terus, minta terus tidak pernah bersyukur, tidak pernah menguduskan nama Tuhan, tidak pernah mengharapkan hal-hal yang rohani, tetapi terus meminta kebutuhanmu seharihari, begitu kan reformed spirituality? Itu sekuler, saya rasa message itu perlu dan ada betulnya juga, karena ada banyak orang yang hidup egois seperti itu, memperlakukan Tuhan itu seperti satu dewa yang hanya terus mencukupi kebutuhannya dia, seperti orang datang ke kuil, datang ke gunung kawi yang sifatnya hanya kepada memenuhi kebutuhan diri. Maka saya percaya teguran yang sangat akrab di dalam reformed spirituality memang sangat ada tempatnya, memang perlu. Tetapi yang menarik di dalam bagian ini adalah ada temptation yang lain yaitu bukan karena orang yang terlalu banyak meminta, tetapi orang yang tidak meminta. Temptationnya itu adalah tidak meminta, tidak mengetok, tidak mencari, kok ada orang yang seperti ini? Bukankah pada dasarnya manusia itu egois? Kalau manusia itu pada dasarnya egois, semestinya doanya kan akan dipenuhi dengan segala macam permintaan? Lalu kenapa di dalam bagian ini alkitab mengatakan, kok ada orang yang tidak mau meminta? Ketika bagian ini dituliskan artinya ada temptation, pencobaan bahwa orang itu tidak mau minta, cari dan mengetok, nah sekarang kita coba pikirkan, orang-orang apa ya yang seperti itu? Yaitu orang-orang yang merasa dirinya cukup, misalnya ketika kita meminta tolong kepada orang lain, pasti kita sudah kejepit dan tidak bisa lagi, sincere, itu betul-betul meminta tolong. Tetapi kalau kita punya lalu kita masih minta tolong juga, lah ini kan yang namanya basa-basi, betul kan? Misalnya orang yang uangnya banyak, lalu minta tolong, tolong dong saya ada persoalan di dalam keuangan, ini namanya munafik atau apa sih? Orang dia sendiri cukup dan berkelimpahan kok, kok minta? Poinnya adalah ini bukan dalam hal relasi kita dengan sesama kita, tetapi relasi kita dihadapan Tuhan, betapa sering, kita bukan tidak minta, tetapi permohonannya betulbetul basa-basi…., oh Tuhan berikanlah kepadaku penyertaan, oh… kita tidak merasa perlu juga kok, hanya basa-basi, akhirnya doanya jadi klise, berikanlah kepada kami makanan kami yang secukupnya, padahal di dalam kulkas ada persediaan untuk 3 bulan. Intinya adalah waktu kita meminta berikanlah kami setiap hari makanan kami yang secukupnya, tetapi di dalam hidup kita terpenuhi, tercukupi bahkan meluber dan berlimpah, kalau meminta hal seperti ini sulit bukan? Maka bersyukur kepada Tuhan kalau Tuhan mengijinkan kepada kita terjadi saatsaat gangguan finansial, sehingga kita memintanya bisa lebih sincere, tulus, sungguh-sungguh, mungkin kesehatan lagi drop, sehingga ketika kita meminta, Tuhan berikanlah kepadaku kesehatan, itu sincere, mintanya sincere, bukan basa-basi atau meminta Tuhan berikanlah kepadaku penghiburan, ya memang lagi sakit hati, lagi tersinggung atau lagi berduka cita yang dalam, dst., itu betul-betul satu permohonan yang sincere dan Tuhan suka permohonan yang seperti ini. Waktu seseorang meminta itu, ada relasi, orang yang tidak minta, jangan kita pikir, tidak minta otomatis hidupnya dia itu sudah pasti sangat dewasa, wah… ini orang yang tidak banyak minta loh… dia bersyukur terus, saya kan pernah sharing bagian ini, hati-hati dengan orang yang hanya mau melayani tetapi tidak mau dilayani, hati-hati dengan orang yang cuma mau menolong tetapi tidak mau ditolong. Itu kelihatan seperti spiritualitas yang tinggi sekali, padahal rendah, kenapa? Ini sebetulnya orang congkak, orang yang mau menjadi Tuhan, yang tidak perlu diotolong itu hanya Tuhan, kita, saudara dan saya, meskipun kita kaya, sehat atau tidak ada persoalan apaapa di dalam pergumulan, tetap kita adalah orang yang perlu dilayani oleh Tuhan dan juga dilayani Tuhan melalui orang lain. Untuk dilayani orang lain itu perlu certain humility, hanya orang humble yang bisa ditolong oleh orang lain, yang tidak humble, tidak mungkin mau ditolong oleh orang lain, lalu dia purapura jadi kuat. Tetapi Yesus justru mengatakan, mintalah, berbahagialah mereka yang miskin rohani, karena orang-orang itulah yang mempunyai Kerajaan sorga, celakalah mereka yang kaya, celakalah mereka yang tertawa karena tawa akan berubah menjadi tangisan. Orang yang kaya celaka, bukan kaya di dalam pengertian finansial saja, ini membicarakan sikap hati, subjektif dalam pengertian orang yang kaya celaka di sini adalah orang yang merasa tidak membutuhkan pertolongan dari siapa pun, itu orang kaya, meskipun dia miskin dalam pengertian banyak orang, ada orang miskin yang sombong, yang tetap tidak mau ditolong, itu orang kaya menurut alkitab. Karena dia tidak mau mengalami anugerah Tuhan, belas kasihan dari Tuhan dan orang lain, karena dia merasa cukup, tidak mungkin bisa minta kalimat seperti ini, “berikanlah kami setiap hari makanan kami yang secukupnya”, satu kebergantungan yang total dan sincere kepada Tuhan. Ada saat di dalam kehidupan kita Tuhan menggoncang sekuritas yang selama ini kita bangun, lalu digoncang oleh Tuhan, digoncang bukan karena Tuhan itu jahat. Picture ini penting sekali, bapamu saja yang jahat di dunia tahu memberi yang baik, masakan Aku sebagai Allah, sebagai Bapa yang jauh lebih baik dari bapamu yang jahat itu akan memberikan kepadamu kalajengking. Menurut kita kalajengking tetapi menurut Tuhan itu bukan kalajengking, itu sesuatu yang baik terjadi dalam kehidupan kita, waktu terjadi saat-saat seperti itu di dalam GRII KG 671/710 (hal 2) kehidupan kita, ya kita bersyukur kepada Tuhan, supaya kita boleh sekali lagi freshly, dengan segar menghayati ayat ini, “berikanlah setiap hari makanan kami yang secukupnya”. Saya betul-betul bergantung kepadaMu, tidak ada sekuritas yang saya bangun kecuali Engkau sendiri menjadi pondasi, keamanan, kepastian, jaminan yang satu-satunya di dalam kehidupan saya. Ini bukan berarti melarang kita untuk menabung, memikirkan hari depan dsb. bukan seperti itu, tetapi berkaitan dengan sikap hati, dimana kita meletakkan confidence, keyakinan kita, ditabungan kita kah atau meskipun saya menabung, saya tetap bergantung sama Tuhan. Karena alkitab tidak tertarik untuk membicarakan manusia secara fenomena, alkitab tertarik untuk melihat manusia itu di dalam hatinya. Manusia melihat melalui mata fisik, Tuhan dengan mata rohani, melihat hati manusia, kiranya Tuhan yang menguduskan dan menyempurnakan kita melalui spirit yang ada di dalam doa Bapa kami ini. Amin. Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah (AS) GRII KG 671/710 (hal 3)