BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Pembelajaran Bahasa Inggris

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Konsep Pembelajaran Bahasa Inggris
Mempelajari Bahasa Inggris sebagai bahasa kedua perlu dikenal dan dipahami
betul apa sebenarnya makna bahasa itu sendiri. Sebuah definisi yang standar
tentang pengertian bahasa, yaitu : “Language is a system of arbitrary
conventionalized vocal, written, or gestural symbol that enable members of a
given community to communicate intelligibly with one another.”(Brown, 2000:5).
Makna yang ingin disampaikan Brown adalah bahasa dianggap sebagai sebuah
sistem yang terdiri dari simbol atau lambang bunyi yang bisa digunakan untuk
berkomunikasi.
Pemberian definisi tentang bahasa (Brown, 2000:5) lebih lanjut mengatakan
bahwa sebuah konsolidasi tentang sejumlah kemungkinan-kemungkinan definisi
bahasa dijelaskan sebagai berikut: (a) bahasa adalah sistematis, (b) bahasa adalah
seperangkat simbol-simbol yang terpisah, (c) simbol tersebut terutama vokal,
tetapi kemungkinan juga visual, (d) makna simbol tersebut sudah disesuaikan
dengan rujukannya, (e) bahasa digunakan sebagai alat komunikasi, (f) bahasa
digunakan dalam pembicaraan masyarakat atau budaya, (g) secara esensial,
bahasa adalah untuk manusia, meskipun kemungkinannya tidak dibatasi hanya
untuk manusia, dan (h) bahasa yang digunakan manusia kebanyakan memiliki
cara yang sama.
18
Sumber lain yang memberikan definsi tentang bahasa diperoleh dari Balitbang
Depdiknas (2001:7) bahwa bahasa merupakan alat untuk mengungkapkan makna
(gagasan, pikiran, pendapat dan perasaan). Dengan kata lain, makna yang ingin
disampaikan kepada orang lain atau dipahami orang lain terkandung dalam bahasa
yang digunakan. Berdasarkan pandangan ini, Bahasa Inggris dapat dikatakan
sebagai alat untuk mengungkapkan gagasan, pikiran, pendapat, dan perasaan, baik
secara lisan maupun tertulis. Di Indonesia, Bahasa Inggris adalah alat untuk
menyerap dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni budaya.
Menggunakan bahasa yang terstruktur merupakan salah satu hasil mempelajari
bahasa. Bahasa itu sendiri merupakan kapabilitas manusia yang membuat kita
mampu berkomunikasi, belajar, berpikir, memberikan penilaian dan mengembangkan nilai-nilai. Belajar Bahasa Inggris adalah mempelajari makna-makna
yang disepakati oleh kelompok penutur asli bahasa tersebut.
Bahasa
Inggrismerupakan alat pokok untuk berperan serta dalam kehidupan kultural
masyarakat berbahasa Inggris. Tentang belajar, Brown (2000:6) mengemukakan:
Learning is acquisition or “getting”.
Learning is retention of information or skill.
Retention implies storage systems, memory, cognitive organization.
Learning involves active, conscious focus on and acting upon events
outside or inside the organism.
5. Learning is relatively permanent but subject to forgetting.
6. Learning involves some form of practice, perhaps reinforced practice.
7. Learning is a change in behavior.
1.
2.
3.
4.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hakikat belajar bahasa adalah
perubahan tingkah laku kearah yang positif yang merupakan hasil pengalaman
dan latihan berkomunikasi dalam rangka belajar bahasa.
19
Dalam kaitannya dengan proses belajar bahasa, kiranya perlu diketahui tujuan
utama seorang belajar bahasa khususnya Bahasa Inggris. Berdasarkan Kemendikbud (2001:8) bahwa pembelajaran Bahasa Inggris memiliki tujuan sebagai
berikut :
a. Komunikasi dalam Bahasa Inggris
Melalui penggunaan Bahasa Inggrisuntuk berbagai tujuan dan konteks
budaya, siswa mengembangkan keterampilan komunikasi yang membiasakan mereka untuk menafsirkan dan mengungkapkan pikiran, perasaan
dan pengalaman melalui berbagai teks Bahasa Inggris lisan dan tertulis,
untuk memperluas hubungan antarpribadi mereka sampai ke tingkat
internasional dan untuk memperoleh akses terhadap dunia pengetahuan,
gagasan, dan nilai dalam Bahasa Inggris.
b. Pemahaman Bahasa Inggris sebagai Sistem
Anak didik melakukan refleksi atau perenungan tentang Bahasa
Inggrisyang digunakan dan kegunaan Bahasa Inggris, dan menumbuhkan
kesadaran tentang hakikat Bahasa Inggris, dan hakikat bahasa ibu mereka
melalui perbandingan. Mereka makin memahami sistem kerja bahasa, dan
akhirnya mengenali daya bahasa bagi manusia sebagai individu dan warga
masyarakat.
20
c. Pemahaman Budaya
Anak didik mengembangkan pemahaman tentang keterkaitan antara
bahasa dan budaya, dan memperluas kapabilitas mereka untuk melintasi
budaya, melibatkan diri dalam keragaman.
d. Pengetahuan Umum
Anak didik memperluas pengetahuan tentang bahasa dan berhubungan
dengan berbagai gagasan yang terkait dengan minatnya, persoalanpersoalan dunia dan konsep-konsep yang berasal dari serangkaian wilayah
pembelajaran.
Dalam rangka belajar bahasa asing, seseorang hendaknya memiliki motivasi yang
kuat untuk dapat mencapai tingkat keberhasilan yang diharapkan. Kegagalankegagalan dalam berkomunikasi dapat lebih memacu dia untuk lebih giat dalam
berusaha mengatasi rasa frustasi yang disebabkan oleh kegiatan-kegiatan tersebut.
Agar para siswa dapat belajar lebih efektif, mereka harus diperkenalkan dengan
bahasa yang digunakan di dalam kelas. Perintah-perintah seperti menyiapkan
buku, membuka buku halaman sekian merupakan contoh bahasa yang harus
diketahui dan digunakan oleh para siswa mulai dari hari pertama mereka belajar
bahasa asing. Tentu saja semua itu harus diucapkan dengan menggunakan bahasa
asing yang dipelajarinya.
21
2.1.1 Kompetensi Berbahasa Inggris
Individu bisa berkomunikasi dengan menggunakan bahasa lisan atau tulisan.
Ucapan atau tulisan ini mencerminkan bahwa orang tersebut memahami kaidahkaidah dalam bahasa. Pengetahuan tentang kaidah-kaidah dan aturan-aturan
didalam bahasa inilah yang kemudian Chomsky menyebut dengan istilah
competence. Definisi kompetensi secara umum menurut Brown (2000:30) adalah
“competence refers to one’s underlying knowledge of a system, event, or fact. It is
the nonobservable ability to do something, to perform something.” Definisi yang
lebih spesifik lagi tentang kompetensi berbahasa, Brown lebih rinci lagi
menyebutkan bahwa “in reference to language, competence is one’s underlying
knowledge of system of a language its rules of grammar, its vocabulary, all the
pieces of a language and how those pieces fit together.”
Berdasarkan definisi ini jelaslah bahwa kompetensi tentang bahasa lebih
ditekankan pada aturan-aturan grammarnya, kosakatanya dan semua bagianbagian yang terkait satu sama lain. Ada empat komponen atau subkategori yang
dikemukakan oleh Canale dan Swain (Brown, 2000:247) yang berisi tentang
komponen seseorang, yaitu:
1. Grammatical competence, berisi tentang pengetahuan unsur-unsur leksial
dan aturan-aturan morfologi, sintaksis, semantik, dan fonologi;
2. Discourse competence, berisi tentang kemampuan untuk menghubungkan
kalimat-kalimat sehingga membentuk wacana dan untuk membentuk makna
dari sederetan ujaran. Wacana diartikan segala sesuatu mulai dari percakapan sederhana sampai wacana tertulis yang panjang. Jika kompetensi
22
grammar memberikan fokus pada tata bahasa pada tingkat kalimat,
kompetensi wacana ini lebih menekankan pada hubungan antar kalimat;
3. Sociolinguistic competence, meliputi tentang kaidah-kaidah sosiokultural
bahasa dan pengetahuan tentang wacana. Kompetensi ini memerlukan
pemahaman terhadap konteks sosial tempat bahasa itu digunakan yang meliputi peran masing-masing partisipan, informasi yang dibicarakan, dan
fungsi interaksi;
4. Strategic competence, yang berupa strategi komunikasi baik verbal maupun
nonverbal yang digunakan untuk menghilangkan hambatan dalam berkomunikasi baik yang disebabkan oleh kekurangannya dalam kinerja
maupun oleh kurangnya kompetensi. Kompetensi ini dapat dikatakan pula
sebagai kemamapuan untuk membenahi kekurangan-kekuangan, misalnya
kurangnya pengetahuan dalam tata bahasa dan untuk menjaga agar proses
komunikasi tetap berlangsung, misalnya dengan mengungkapkan kembali
kalimat lain yang mungkin lebih sederhana, pengulangan, menerka-nerka
dan sebagainya.
Berdasarkan uraian di atas, penulis menarik suatu kesimpulan bahwa bahasa
memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional
siswa dan merupakan kunci penentu menuju keberhasilan dalam mempelajari
semua bidang studi. Bahasa diharapkan membantu siswa mengenali dirinya,
budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan,
berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, membuat
keputusan yang bertanggung jawab pada tingkat pribadi dan sosial, menemukan
23
serta menggunakan kemampuan-kemampuan analitis dan imaginatif yang ada
dalam dirinya.
2.2 Hakikat dan Fungsi Menulis
Menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang
menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain
dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa
dan gambaran grafik tersebut (Tarigan, 2008: 22). Menulis pada hakikatnya
adalah mengarang yakni memberi bentuk kepada segala sesuatu yang dipikirkan,
dan melalui pikiran, segala sesuatu yang dirasakan, berupa rangkaian kata,
khususnya kata tertulis yang disusun sebaik-baiknya sehingga dapat dipahami dan
dipetik manfaatnya dengan mudah oleh orang yang membacanya. Penulis
biasanya menuangkan apa yang ada di pikirannya dengan melibatkan perhatian
para pembacanya. Hal ini senada dengan pendapat Semi (2007: 14) yang
mengungkapkan bahwa Menulis merupakan suatu proses kreatif memindahkan
gagasan ke dalam lambang-lambang tulisan.
Menurut Resmini (2006:102) menulis adalah kegiatan yang dilakukan seseorang
untuk menghasilkan suatu tulisan. Dalam proses menulis, penekanan terletak pada
keseimbangan antara proses dan produk. Produk merupakan tujuan penulis dan
juga merupakan alasan melalui proses pra-menulis, konsep revisi, dan tahap
editing (Brown, 1994:344). Dengan mengikuti langkah-langkah yang jelas siswa
diharapkan dapat menghasilkan tulisan yang berkualitas. Kegiatan menulis
merupakan suatu proses dimana harus melalui beberapa tahap yaitu tahap
24
prapenulisan, tahap penulisan, tahap perbaikan, dan tahap editing. Tahap
prapenulisan adalah tahap berpikir sebelum menuliskan sesuatu. Tahap ini
meliputi
memahami
alasan menulis,
pemilihan subyek
yang diminati,
memperdalam subyek sehingga mendekati hal yang benar-benar diinginkan.
Setelah memperdalam subyek, penulis mengumpulkan ide-ide. Satu hal dalam
tahap ini adalah perlu dipertimbangkannya calon pembaca yang akan membaca
tulisan tersebut. Calon pembaca adalah suatu konsep yang penting untuk dapat
memprediksi siapa pembaca tulisannya nanti. Untuk dapat berkomunikasi melalui
tulisan, penulis harus memahami untuk siswa, anak laki-laki, anak perempuan,
untuk orang tua atau bahkan tulisan tersebut adalah untuk ilmuwan. Dengan
memahami calon pembacanya, penulis akan memutuskan pola bahasa yang akan
digunakan dalam tulisannya sehingga pembacanya akan mudah memahaminya.
Tahap yang kedua adalah tahap penulis mulai untuk mengorganisasi semua ideide yang ada kedalam kesatuan tulisan yang saling berkaitan. Ada tiga hal yang
dilakukan dalam tahap ini, yaitu memulai dan mengakhiri tulisan dengan jelas,
menuliskan suatu pernyataan atau suatu pendapat dengan jelas, dan menuliskan
kalimat-kalimat dengan lancar dimana unsur koherensi dan kohesi antar paragraf
harus diperhatikan. Dengan melakukan tiga hal tersebut diharapkan tulisan yang
dihasilkan akan dapat menjelaskan sesuatu kepada para pembacanya. Tulisan
yang berkualitas juga memiliki arti bahwa tulisan tersebut menggunakan pola
pendahuluan, isi, dan kesimpulan.
25
Pendahuluan dimulai dengan tulisan yang menarik pembaca untuk mau membaca.
Pendahuluan ini bertujuan untuk memberikan ide pokok kepada pembaca
sehingga mereka lebih mudah dalam memahami suatu tulisan. Untuk bagian isi
dari suatu tulisan bertujuan untuk menyatakan topik yang ingin disampaikan oleh
penulis yang disertai dengan contoh dan gambaran dari topik tulisan tersebut.
Bagian terakhir dari suatu tulisan adalah kesimpulan. Bagian ini adalah
menyimpulkan hal-hal yang telah ditulis di bagian pendahuluan dan isi dengan
tanpa ada pengulangan kalimat yang sama. Selain itu, di bagian ini juga berisi
tentang saran-saran dan perkiraan-perkiraan yang ingin disampaikan oleh penulis.
Di bagian akhir ini, penulis memiliki kesempatan untuk mengecek kembali
tulisannya.
Tahap ketiga adalah tahap perbaikan. Pada tahap ini seorang penulis dapat
memberikan tambahan-tambahan berupa ide dan hal-hal yang spesifik. Selain itu,
penulis dapat menggunakan fakta-fakta, gambaran fisik, dan pengalaman yang
dapat meningkatkan ide pokok. Di sinilah penulis berkesempatan untuk berpikir
bagaimana membuat tulisannya lebih menarik pembaca untuk membaca. Di dalam
tahap ini pula, penulis dapat mengecek ulang apakah sudah tercapai tujuan dari
suatu tulisan yang akan disampaikan oleh pembaca dengan contoh-contoh yang
telah diberikan. Pada tahap perbaikan ini, seorang penulis dapat melakukan
sendiri ataupun dengan rekan sejawatnya atau teman. Untuk perbaikan dengan
rekan sejawat akan lebih efektif karena teman sejawat atau teman adalah orang
lain atau bisa disebut dengan pembaca dari tulisan tersebut. Meskipun demikian
26
bukan berarti semua masukan atau saran dari teman tersebut harus dilaksanakan,
tetapi dapat dipertimbangkan bagi sempurnanya suatu tulisan.
Untuk tahap yang terakhir dari suatu tahap penulisan yaitu tahap keempat yang
disebut dengan tahap editing, seorang penulis dapat membaca kembali, mengubah
dan memperkuat tulisannya dengan mempertimbangkan kebutuhan dari calon
pembacanya dan mempertimbangkan tujuan dari penulisan tersebut. Selain dua
pertimbangan di atas, penulis juga dapat mengecek tata bahasa dengan
mengurangi kesalahan tata bahasa, kosa kata maupun kesalahan susunan kalimat.
2.2.1
Pengertian Paragraf
Menurut Suparno (2006: 3.16), paragraf atau alinea adalah suatu bagian karangan
yang digunakan untuk mengungkapkan sebuah gagasan dalam bentuk untaian
kalimat. Berdasakan pengertian itu, paragraf dapat disebut sebagai untaian kalimat
yang berisi sebuah gagasan dalam karangan. Himpunan kalimat ini saling bertalian
dalam satu rangkaian untuk membentuk gagasan. Paragraf dapat juga dikatakan
karangan yang paling pendek. Artinya, dalam sebuah paragraf tidak boleh
mengandung lebih dari satu gagasan utama dan kalimat yang lain merupakan gagasan
tambahan yang saling bertalian erat mendukung gagasan utama.
Dalam paragraf terkandung sebuah pikiran yang didukung oleh semua kalimat dalam
paragraf tersebut, mulai dari kalimat pengenal, kalimat utama atau kalimat topik,
kalimat-kalimat penjelas sampai pada kalimat penutup. Paragraf pada dasarnya adalah
miniatur sebuah karangan. Paragraf mempunyai tujuan yang dinyatakan dalam
kalimat topik (Alwi, 2003: 1).
27
2.2.2
Syarat-Syarat Paragraf
Wiyanto (2004: 15) menyatakan paragraf adalah sekelompok kalimat yang saling
berhubungan dan bersama-sama menjelaskan satu unit buah pikiran untuk
mendukung buah pikiran yang lebih besar, yaitu buah pikiran yang diungkapkan
dalam seluruh tulisan. Fungsi paragraf ialah mengembangkan topik tersebut. Oleh
sebab itu, dalam pengembangannya tidak boleh terdapat unsur-unsur yang sama
sekali tidak berhubungan dengan topik atau gagasan pokok tersebut. Jadi, satu
paragraf hanya boleh mengandung satu gagasan pokok atau topik. Semua kalimat
dalam paragraf harus membicarakan gagasan pokok tersebut. Paragraf dianggap
mempunyai kesatuan, jika kalimat-kalimat dalam paragraf itu tidak terlepas dari
topiknya atau selalu relevan dengan topik. Semua kalimat terfokus pada topik dan
mencegah masuknya hal-hal yang tidak relevan.
Paragraf sebagai suatu bentuk pengungkapan gagasan. Menurut Akhadiah (1988:
148) dalam pengembangan paragraf, harus menyajikan dan mengorganisasikan
gagasan menjadi suatu paragraf yang memenuhi persyaratan. Persyaratan itu ialah
sebagai berikut pertama adalah kesatuan, tiap paragraf hanya mengandung satu
gagasan pokok atau satu topik.
Syarat kedua yang harus dipenuhi oleh sebuah paragraf ialah koherensi atau
kepaduan. Satu paragraf bukanlah merupakan kumpulan atau tumpukan kalimat
yang mesing-masing berdiri sendiri atau terlepas, tetapi dibangun oleh kalimatkalimat yang mempunyai hubungan timbal balik. Urutan pikiran yang teratur,
28
akan memperlihatkan adanya kepaduan. Jadinya, kepaduan atau koherensi
dititikberatkan pada hubungan antara kalimat dengan kalimat.
Syarat ketiga adalah kelengkapan, suatu paragraf dikatakan lengkap, jika berisi
kalimat-kalimat penjelas yang cukup untuk menunjang kejelasan kalimat topik
atau kalimat utama. Sebaliknya suatu paragraf dikatakan tidak lengkap, jika tidak
dikembangkan atau hanya diperluas dengan pengulangan-pengulangan.
Menurut Sakri (1992: 2) ada tiga sifat yang harus dimiliki oleh sebuah paragraf
agar dapat menyampaikan gagasan dengan baik. Tiga sifat yang harus dipenuhi
sebuah paragraf adalah (1) paragraf harus memiliki kesatuan yang artinya, seluruh
uraiannya terpusat pada satu gagasan saja; (2) paragraf harus memiliki kesetalian
yang artinya, kalimat di dalamnya berhubungan sesamanya dengan bermakna bagi
pembaca; (3) paragraf harus memiliki isi yang memadai yakni memiliki sejumlah
rincian yang terpilih dengan patut sebagai pendukung gagasan utama paragraf.
Syarat-syarat pembentukan alinea menurut Keraf (1993: 67) adalah (1) kesatuan,
kesatuan dalam alinea adalah bahwa semua kalimat yang membina alinea itu
secara bersama-sama menyatakan suatu hal, suatu tema tertentu; (2) koherensi,
koherensi yang dimaksud di sini adalah kekompakan hubungan antara sebuah
kalimat dengan kalimat yang lain yang membentuk alinea itu; (3) perkembangan
alinea, perkembangan alinea ini adalah penyusunan atau perincian daripada gagasangagasan yang membina alinea itu.
29
Lain halnya dengan Mustakim (1994: 115) sebuah paragraf yang baik hendaknya
dapat memenuhi dua kriteria atau persyaratan, yaitu kesatuan (kohesi), sebuah
paragraf harus memiliki sebuah kesatuan. Kesatuan menyangkut keeratan
hubungan makna antar gagasan dalam sebuah paragraf. Sebuah paragraf hanya
mengandung satu gagasan utama, yang diikuti oleh beberapa gagasan
pengembang atau penjelas. Oleh karena itu, rangkaian kalimat yang terjalin dalam
sebuah paragraf hanya mempersoalkan satu masalah atau satu gagasan utama.
Dengan demikian, jika dalam satu paragraf terdapat dua gagasan utama itu
seharusnya dituangkan dalam paragraf yang berbeda. Sebaliknya, jika dua buah
paragraf hanya mengandung satu gagasan utama, kedua paragraf itu seharusnya
digabungkan menjadi satu.
Kriteria kedua adalah kepaduan (koherensi), sebuah paragraf harus memiliki
sebuah kepaduan. Kepaduan sebagai suatu bentuk pengungkapan gagasan sebuah
paragraf juga harus memperlihatkan kepaduan hubungan antarkalimat yang
terjalin di dalamnya. Kepaduan paragraf dapat diketahui dari susunan kalimat
yang sistematis, logis, dan mudah dipahami. Jadi syarat paragraf yang baik adalah
suatu paragraf yang di dalamnya terdapat kesatuan (kohesi), kepaduan
(koherensi), dan kesesuaian dalam pengembangan gagasan dengan rincian
gagasan yang ada.
2.2.3 Hakikat Menulis Paragraf Deskripsi
Menurut Droga-Humphrey (2005: 148), tujuan sosial deskripsi adalah untuk
menggambarkan keistimewaan sifat orang, tempat atau benda yang biasanya
30
disertai dengan cerita yang imajinatif membuat pembaca mengetahui isi yang
dimaksud oleh penulis yang memberikan pesan dan kesan terhadap pembaca.
Menulis deskripsi mempunyai struktur deskripsi sebagai berikut.
Identification - an optinal stage which gives a general orientation to the subject;
used only when the description is a stand alone text.
Description - describes features or characteristics of the subject.
Deskripsi memberi satu citra mental mengenai sesuatu hal yang dialami, misalnya
pemandangan, orang atau sensasi. Fungsi utama dari deskripsi adalah membuat
para pembacanya melihat barang-barang atau obyeknya, atau menyerap kualitas
khas dari barang-barang itu.
Deskripsi membuat kita melihat yaitu membuat visualisasi mengenai obyeknya,
atau dengan kata lain deskripsi memusatkan uraiannya pada penampakan barang.
Dalam deskripsi kita melihat obyek garapan secara hidup dan konkrit, kita melihat
obyek secara bulat. Resmini (2006:116) melalui deskripsi seorang penulis
berusaha memindahkan kesan-kesan hasil pengamatan dan perasaannya kepada
pembaca dengan membeberkan sifat dan semua prilaku yang ada pada sebuah
objek. Dalam paragraf ini detail penunjang pada susunan deskripsi disusun agar
pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai objek yang dideskripsikan.
Misalnya kita akan membuat deskripsi tentang sebuah rumah, diharapkan
menyajikan banyak penampilan individual dan karakteristik dari rumah itu, dan be
beberapa aspek yang dapat dianalisis seperti : besarnya, materi konstruksinya, dan
rancangan arsitekturnya. Demikian pula deskripsi suatu daerah pedesaan kurang
bertalian dengan ciri-ciri studi topografis, tetapi lebih terfokus pada macam-
31
macam keistimewaan umum, dan suasana lokal yang menarik. Karena sasaran
yang dituju adalah memberi perhatian pada penampilan yang khas dari obyeknya.
Deskripsi lebih memberikan citra yang menarik mengenai objek itu. Deskripsi
banyak kaitannya dengan hubungan pancaindera dan pencitraan, maka banyak
tulisan deskripsi diklasifikasikan sebagai tulisan kreatif.
Tujuan menulis deskripsi adalah membuat para pembaca menyadari dengan hidup
apa yang diserap penulis melalui pancaindera, merangsang perasaan pembaca
mengenai apa yang digambarkannya, menyajikan suatu kualitas pengalaman
langsung. Paragraf deskripsi merupakan penggambaran suatu keadaan dengan
kalimat-kalimat, sehingga menimbulkan kesan yang hidup. Penggambaran atau
lukisan itu harus disajikan sehidup-hidupnya, sehingga apa yang dilukiskan itu
hidup di dalam angan-angan pembaca. Menurut Rani (2006: 38), ciri-ciri paragraf
deskripsi ditandai oleh dua hal, yaitu.
1. Penggunaan kata-kata atau ungkapan yang bersifat deskriptif, seperti rambutnya
ikal, hidungnya mancung, dan matanya biru.
2. Tidak menggunakan kata-kata yang bersifat evaluatif yang terlalu abstrak
seperti tinggi sekali, berat badan tidak seimbang, matanya indah, dan
sebagainya.
Deskripsi lebih menekankan pengungkapannya melalui rangkaian kata-kata.
Walaupun untuk membuat deskripsi yang baik, penulis harus mengadakan
identifikasi terlebih dahulu, namun pengertian deskripsi hanya menyangkut
pengungkapan melalui kata-kata. Dengan mengenal ciri-ciri obyek garapan,
32
penulis dapat menggambarkan secara verbal obyek yang ingin diperkenalkan
kepada para pembaca. Maka dapat disimpulkan bahwa paragraf deskripsi
merupakan paragraf yang melukiskan suatu objek sehingga pembaca seolah-olah
melihat, mendengar, dan merasakan hal-hal yang ditulis pengarang. Sebelum
menulis paragraf deskripsi, seharusnya penulis mengetahui dan memahami langkahlangkah dalam penulisan paragraf deskripsi. Langkah-langkah dalam menulis
paragraf deskripsi adalah (1) mengamati objek, (2) menentukan tujuan penulisan, dan
(3) memproses data-data yang diperoleh untuk menghasilkan deskripsi yang
dimaksud (Sudiati, 2005: 11-16).
Menulis merupakan kegiatan berpikir teratur. Keteraturan dalam menulis ini
tampak pada keteraturan menuangkan gagasan dan menggunakan kaidah-kaidah
bahasa. Agar gagasan dapat diterima dengan baik oleh pembaca, maka seorang
penulis harus menguasai tujuan penulisan dan konteks berbahasa, serta kaidahkaidah bahasa. Menulis mempunyai banyak fungsi yang sangat penting bagi
pengembangan intelektual seseorang.
Jadi paragraf deskripsi adalah suatu paragraf yang didalamnya memberikan
perincian yang mendetail tentang objek sehingga seakan-akan pembaca melihat,
mendengar atau mengalami langsung tentang objek tersebut. Tujuan dari tulisan
deskripsi adalah menciptakan gambaran objek kepada pembaca agar seolah-olah
melihat sendiri objek yang digambarkan penulis. Objek paragraf deskripsi dapat
berupa benda, orang, peristiwa, suasana dan lainnya.
33
2.2.4 Pendekatan Proses dalam Pembelajaran Menulis
Menulis merupakan kegiatan yang dilakukan melalui proses. Dalam proses
tersebut terdapat beberapa tahapan. Keraf (1997: 54) manyatakan bahwa “secara
garis besar ada tiga tahap dalam proses menulis, yaitu persiapan (prewriting),
penulisan (composing), dan revisi (revision)”.
Selama ini sebagian guru di sekolah masih menerapkan pendekatan konvensional
yang lebih menekankan pada hasil dalam pembelajaran menulis. Inilah yang
menjadi penyebab gagalnya siswa dalam menulis. Kini telah muncul pendekatan
dari pembelajaran menulis yang lebih efektif yaitu pendekatan proses. Pendekatan
ini lebih menitikberatkan pada proses daripada hasil akhir. Guru tidak sekedar
memberikan pengetahuan tentang menulis kemudian menugaskan siswa membuat
tulisan yang sekali jadi, tetapi peran terpenting guru adalah membimbing siswa
selama proses menulis berlangsung. Berkaitan dengan peran guru dalam
pendekatan proses, Semiawan, dkk. (1983: 15) menyatakan bahwa tugas guru
bukanlah memberikan pengetahuan, melainkan menyiapkan situasi yang
menggiring anak untuk bertanya, mengamati, mengadakan eksperimen, serta
menemukan fakta dan konsep diri.
Richards (2006: 215) memberikan contoh metode atau pendekatan pembelajaran
berikut ini.
1) Pendekatan komunikatif: Fokus pembelajaran adalah komunikasi yang dapat
dipercaya; penggunaan yang luas terbentuk dari aktivitas pasangan dan kelompok
34
yang termasuk negosiasi makna dan berbagi informasi, kelancaran adalah
prioritas.
2) Model belajar kooperatif: Siswa bekerja dalam situasi belajar kerja sama dan
diberi semangat untuk bekerja sama pada tugas-tugas umum dan mengkoordonasi
upaya-upaya mereka untuk melengkapi tugas-tugas. Sistem penghargaan lebih
berorientasi kelompok daripada individu.
3) Pendekatan proses: Di dalam proses pembelajaran menulis, siswa mengambil
bagian dalam aktivitas yang mengembangkan pengertian menulis mereka sebagai
proses. Tingkat yang berbeda di dalam proses menulis (merencanakan, melahirkan
ide-ide, draft, peninjauan, perbaikan, edit) membentuk fokus mengajar.
4) Pendekatan bahasa secara keseluruhan: Bahasa diajarkan sebagai keseluruhan
dan tidak diajarkan komponen-komponennya secara terpisah. Siswa diajarkan
membaca dan menulis secara alami, dengan suatu fokus pada komunikasi nyata,
teks yang dapat dipercaya, dan bacaan dan tulisan untuk kesenangan.
2.2.4 Teknik Penulisan Paragraf Deskripsi
Banyak siswa merasa gagal dalam menulis ketika guru memberikan tugas menulis
dalam waktu satu kali pertemuan. Kegagalan ini menyebabkan mereka kurang
berminat dengan pembelajaran menulis di sekolah. Padahal, bagaimanapun
sekolah merupakan dunia mini untuk mengembangkan kemampuan menulis.
Pembelajaran menulis dengan pendekatan tradisional lebih menekankan pada
hasil berupa tulisan yang telah jadi, tidak pada apa yang dikerjakan pembelajar
35
ketika menulis. Pembelajar berpraktik menulis, mereka tidak mempelajari
bagaimana cara menulis yang baik. Temuan penelitian mengenai menulis
menyebabkan bergesernya penekanan pembelajaran menulis dari hasil (tulisan) ke
proses menulis yang terlibat dalam menghasilkan tulisan. Peran pengajar dalam
pembelajaran menulis dengan pendekatan proses tidak hanya memberikan tugas
menulis dan menilai tulisan para pembelajar, tetapi juga membimbing pembelajar
dalam proses menulis (Tompkins, 1990: 69).
Keterampilan menulis memang tidak bisa diberikan kepada siswa hanya dengan
metode ceramah, tetapi perlu direalisasikan dalam bentuk praktik menulis.
Dengan praktik menulis diharapkan siswa dapat mengembangkan kemampuan
menulisnya. Oleh karena itu diperlukan suatu pendekatan agar pembelajaran
menulis menjadi efektif. Menurut Rani (2006: 38), ciri-ciri paragraf deskripsi
ditandai oleh dua hal, yaitu.
1. Penggunaan kata-kata atau ungkapan yang bersifat deskriptif, seperti
rambutnya ikal, hidungnya mancung, dan matanya biru.
2.
Tidak menggunakan kata-kata yang bersifat evaluatif yang terlalu abstrak
seperti tinggi sekali, berat badan tidak seimbang, matanya indah, dan
sebagainya.
Menurut Suparno (2006: 4.22) di dalam menulis karangan deskripsi ada langkahlangkah tertentu yang harus diikuti agar hasilnya tersusun secara sistematis.
Langkah-langkah menulis karangan deskripsi antara lain sebagai berikut.
36
1.
Menentukan apa yang akan dideskripsikan: Apakah akan mendeskripsikan
orang atau tempat.
2.
Merumuskan tujuan pendeskripsian: Apakah deskripsi dilakukan sebagai alat
bantu karangan narasi, eksposisi, argumentasi, atau persuasi.
3.
Menempatkan bagian yang akan dideskripsikan: kalau yang dideskripsikan
orang, apakah yang akan dideskripsikan itu ciri-ciri fisik, watak, gagasannya
atau benda-benda disekitar tokoh? Bila yang dideskripsikan tempat, apakah
yang akan dideskripsikan keseluruhan tempat atau hanya bagian-bagian
tertentu saja yang menarik?.
4.
Merinci dan menyistematiskan hal-hal yang menunjang kekuatan bagi yang
akan dideskripsikan: Hal-hal apa saja yang akan ditampilkan untuk membantu
munculnya kesan dan gambar kuat mengenai sesuatu yang dideskripsikan?
Pendekatan apa yang akan digunakan penulis?
Kualitas karangan dapat dilihat berdasarkan aspek-aspek yang membangun
sebuah karangan. Aspek-aspek tersebut yang harus diperhatikan antara lain
sebagai berikut.
1. Isi Karangan
Didalam menulis suatu paragraf deskripsi isi karangan harus berdasarkan hasil
pengamatan,
penulis
berusaha
memindahkan
kesan
pengamatan
dan
perasaannya kepada pembaca, membentuk daya khayal pada pembaca seolaholah pembaca melihat atau merasakan sendiri tentang objek yang disampaikan,
dan berupaya lebih memperlihatkan perincian tentang objek (Maizar, 1991:
120)
37
Pembaca seakan-akan merasakan pengarang ada didekatnya sehingga terjadi
kontak dan timbulnya jalinan yang akrab antara pembaca dan pengarang.
Menurut Akhadiah (1998: 6) isi karangan yang baik didukung oleh:
a. Pengoperasian gagasan, yaitu kepaduan hubungan antar paragraf.
b. Kesesuaian isi dengan tujuan.
c. Kemampuan mengembangkan topik.
2. Penggunaan Bahasa
Di dalam menulis karangan pilihan kata atau ketepatan kata (diksi) diukur dari
kemampuan kata sebagai alat pengungkap dan penerima gagasan. Ketepatan
diksi menyangkut makna kata. Kata yang dipilih harus secara tepat
mengungkapkan apa yang ingin diungkapkan. Dengan demikian makna
pendengar atau pembaca juga menafsirkan kata-kata tersebut tepat seperti apa
yang dimaksud oleh penulis. Dengan kaitan itu, kalimat efektif dituntut
memiliki struktur yang benar. Struktur itu dapat dilihat pada hubungan antara
unsur kalimat. Kalimat yang berstruktur benar adalah kalmat yang unsurunsurnya memiliki hubungan yang jelas. Dengan hubungan fungsi yang jelas,
makna yang terkandung di dalamnya juga jelas. Pada tataran kalimat, unsurunsur memiliki fungsi sintaksis seperti subjek, predikat, objek, pelengkap, dan
keterangan juga harus jelas (Suparno, 2006: 2.20).
Di dalam menulis karangan deskripsi ejaan juga harus diperhatikan. Hal yang
tercakup di dalamnya adalah kesanggupan pengarang untuk memenuhi
berbagai kaidah berbahasa secara baik dan benar. Pembentukan kata, penyusunan kalimat, serta penguasaan ejaan dan tanda baca harus tepat. Penggunan
38
ejaan sangat penting dalam kegiatan menulis. Di dalam bahasa tulis, tanda baca
digunakan untuk melambangkan suatu maksud tertentu. Tanda baca dapat
membantu menjelaskan maksud atau makna kalimat. Dengan tanda baca,
penulis dapat menyampaikan maksud kalimat dengan lebih mudah. Oleh
karena itu, penggunaan tanda baca yang salah dapat mengakibatkan maksud
kalimat menjadi berubah. Di dalam menulis suatu karangan tidak boleh
mengabaikan hal-hal kecil, seperti penulisan tanda titik dan koma. Selain itu,
kita harus cermat dalam memilih kata maupun menyusun kalimat.
Di dalam menulis karangan deskripsi pendapat atau gagasan yang
dikemukakan harus jelas. Karangan menggunakan kalimat dan kata-kata yang
ringkas, namun dapat menjangkau makna yang luas. Meskipun karangan itu
tergolong sederhana, isinya dapat memperkaya pengetahuan pembaca.
3. Penataan Gagasan
Dalam menulis karangan deskripsi pendapat atau gagasan harus ditata dengan
baik, artinya pendapat atau gagasan yang dikemukakan harus runtut. Karangan
langsung menjelaskan inti permasalahan dan tidak berbelit-belit. Perpindahan
pembahasan dari satu masalah ke masalah lain berlangsung secara mulus tanpa
menimbulkan kesenjangan.
Pokok-pokok pikiran harus diungkapkan dan dikembangkan dengan jelas
sehingga permasalahan yang dibicarakan dalam karangan dapat dipahami oleh
pembaca secara tepat dan benar (Nursisto, 2000: 47). Tema karangan harus
menggambarkan isi karangan yang diangkat oleh pengarang. Karangan
39
deskripsi harus kohesif atau padu, maksudnya karangan yang mempunyai
kesatuan dalam bahasa. Di dalam pengembangannya tidak boleh terdapat
unsur-unsur yang sama sekali tidak berhubungan dengan tema atau gagasan
pokoknya karena akan membingungkan pembaca.
Penggunaan kata transisi (konjungsi) sebagai alat relasi yang erat (kohesi) yang
digunakan untuk merangkai klausa dengan klausa sehingga membentuk
kalimat yang panjang, atau merangkai kalimat dengan kalimat dalam sebuah
paragraf. Konjungsi juga dapat digunakan untuk merangkai paragraf dengan
paragraf dalam sebuah karangan.
2.3 Pengertian Karikatur
Komunikasi dikatakan efektif bila pesan dapat diterima penerima pesan sesuai
dengan apa yang dimaksud oleh pengirim pesan. Banyak cara dan pendekatan
yang digunakan agar penyampaian lebih efektif. Salah satu cara yang dianggap
efektif adalah dengan pendekatan humor.
Media cetak terutama surat kabar yang berfungsi memberi informasi dan
pendidikan turut menggunakan pendekatan humor dalam menyampaikan
pesannya kepada pembaca. Bentuk pesan yang disampaikan dengan pendekatan
humor oleh surat kabar salah satu di antaranya adalah karikatur. I Dewa Putu
Wijana (2004) menjelaskan arti karikatur sebagai berikut:
40
“Karikatur adalah gambar bermuatan humor atau satir dalam
berbagai media massa dengan mengambil tokoh-tokoh (orang)
yang terkenal atau orang-orang yang biasa yang karena
peristiwa tertentu menjadi terkenal, untuk menampilkannya
secara lebih humoritis, tokoh-tokoh tersebut digambarkan dengan
pemiuhan (distortion) tubuh dan wajah”
Berikut beberapa contoh gambar karikatur yang dapat dijadikan contoh :
1. Karikatur politik
Gambar 2.1 Karikatur berkaitan dengan politik
This picture is about Jusuf Kalla. He is the vice president in our country
with SBY as the president of Indonesia. He is a famous businessman from
Makasar. He always wears his glasses. He has thin mustache. He lead
PMI at the moment. He joins with Golkar Party now. He always smiles to
everyone.
41
2. Karikatur Dunia Hiburan
Gambar 2.2 Karikatur berkaitan dengan profesi
His name is Tukul Arwana. He is a comedian. He has big eyes. His
hair is short just like a soldier. Many people know him by his lips.
He called his lips with “delicious lips”. He has a special program
in Trans7 called Bukan Empat Mata. He always accompenied by
his compatriot Vega in his talkshows. He usually interwiews
beautiful actress in his shows. The audiences always yell at him
whenever his hands moving round and round.
42
3. Karikatur olahraga
Gambar 2.3 Karikatur berkaitan dengan dunia olahraga
He is Cristiano Ronaldo. He is a footbal player. He used to be
Manchester United player. He is Real Madrid player now. His back
number is 7. He is a genius and powerful player. He never stop
running to chase the ball. He has a very fast kick. He always neat
with his stylish hair. He can play as striker. He can run fast in
chasing the ball. His ball dribbling is awesome. He can score goal
from 40 yard.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer (Salim, 1991: 665), karikatur
diartikan sebagai gambar olok-olok yang bersifat menyindir, dan sebagainya.
Karikatur merupakan ungkapan antara suatu peristiwa dari dalam negeri maupun
mancanegara dengan keterlibatan seseorang atau banyak orang pada peristiwa
yang menonjol saat itu ke dalam gambar yang menggelitik (Sumarna, 2003: 42).
43
Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa karikatur adalah suatu
bentuk
gambar
kartun
yang
sifatnya
sindiran,
kritikan,
humor,
dan
menggambarkan seni gambar yang mempergunakan penonjolan yang berlebihan
untuk memperlihatkan ciri khas dari seorang tokoh atau makna khas dari peristiwa
yang penting.
Karikatur sebagai salah satu bentuk opini gambar sebenarnya merupakan maskot
dari sebuah surat kabar. Karikatur merupakan obor dari hal-hal yang dilontarkan
redaksi surat kabar tertentu. Melalui analisis terhadap hal-hal yang disampaikan
karikatur, pembaca dapat meraba misi yang diemban sebuah surat kabar serta
tujuan-tujuan tertentu yang hendak dicapai. Gambar karikatur diharapkan dapat
membawa siswa dalam mengembangkannya kedalam tulisan.
[
2.3.1 Karikatur Sebagai Media Pembelajaran
Penggunaan media pembelajaran sangat membantu proses pembelajaran di kelas.
Pengadaannya tidak harus memerlukan biaya, waktu, dan tenaga yang banyak.
Benda-benda yang sering dijumpai siswa dalam kehidupan sehari-hari dapat
dimanfaatkan sebagai media pembelajaran. Dalam hal ini kreatifitas guru sangat
dibutuhkan untuk memilih media yang cocok bagi siswa. Sesuatu yang
nampaknya sepele akan berdaya guna tinggi bila guru mampu memanfaatkannya.
Sudjana (2005: 4-5) mengemukakan bahwa pemilihan media sebaiknya
memperhatikan kriteria sebagai berikut.
44
a. Ketepatan dengan tujuan pengajaran.
b. Dukungan terhadap isi bahan pelajaran.
c. Kemudahan memperoleh media.
d. Keterampilan guru dalam menggunakannya.
e. Sesuai dengan taraf berpikir siswa.
Media
karikatur
sudah
memenuhi
kelima
kriteria
tersebut.
Tujuan
pembelajarannya adalah agar siswa terampil menulis karangan deskripsi sugestif.
Media tersebut sangat mendukung karena diharapkan dapat membantu siswa
dalam proses belajar-mengajar dan meningkatkan minat siswa dalam menulis.
Media karikatur juga mudah diperoleh, guru dapat mengunduhnya lewat internet.
Media ini juga mudah dan tidak membutuhkan waktu yang banyak untuk
mempersiapkannya dan tidak membutuhkan taraf berpikir yang sulit untuk
menggunakannya, sehingga sesuai dengan taraf berpikir siswa.
Karikatur sebagai salah satu bentuk opini gambar sebenarnya merupakan maskot
dari sebuah surat kabar. Apabila karikatur digunakan sebagai media pembelajaran
menulis, maka karikatur berfungsi menstimulus siswa untuk menulis opininya
tentang gambar yang diamatinya. Dengan melihat karikatur tersebut, siswa diberi
kebebasan menuangkan gagasan, pendapatnya disertai argumen berdasarkan
penalaran yang sistematis dan logis.
45
2.3.2 Pemilihan Karikatur
Media karikatur dipilih sebagai media pembelajaran karena siswa dapat melihat
fenomena pada gambar karikatur yang dapat merefleksikan kondisi asosiasif, bukan
sekadar gambaran nyata sehingga dapat mendorong siswa untuk mendeskripsikan tentang
isi gambar karikatur tersebut. Media karikatur digunakan sebagai rangsangan agar siswa
lebih kreatif dalam menulis, khususnya menulis deskripsi. Dari sejumlah karikatur
yang ada, belum tentu semuanya memiliki kriteria sebagai karikatur yang
berbobot. Oleh karena itu, pengetahuan mengenai kualitas karikatur ini sangat
membantu dalam memilih karikatur untuk tujuan pembelajaran.
Rivai (1991: 59-61) menentukan beberapa teknik memilih karikatur untuk tujuan
pembelajaran yaitu: (1) pemakaiannya sesuai dengan pengalaman siswa, (2)
kesederhanaan, (3) lambang yang jelas. Pertimbangan pertama mengandung arti
bahwa karikatur hendaknya dapat dimengerti oleh siswa saat karikatur itu
digunakan. Pengalaman membaca dan menyimak berita-berita terbaru siswa
melaui media massa yang lain sangat membantu dalam menafsirkan karikatur
tersebut. Sebagai salah satu bentuk karya seni rupa, karikatur merupakan sarana
yang tegas dan efektif untuk berkomunikasi dengan kesederhanaan (Djelantik,
1990: 55).
Teknik pemilihan karikatur yang lebih detail untuk media pembelajaran adalah
sebagai berikut.
1. penggambaran bentuk karikatur yang humoris;
2. adanya penonjolan bagian tetentu untuk memperlihatkan ciri khas seorang
tokoh atau makna khas peristiwa penting yang hangat;
46
3. pemakaian goresan yang efektif, sederhana, dan tidak banyak perhiasan;
4. penampilan karikatur yang mendukung;
5. sesuai dengan pengalaman siswa;
6. karikatur memuat pesan atau ide berdasarkan fakta (peristiwa yang
sungguh-sungguh terjadi) dan bukan khayalan karikaturis;
7. karikatur mengandung kritik terhadap peristiwa yang masih hangat.
Dengan beberapa pertimbangan di atas diharapkan guru dapat memilih karikatur
yang berkualitas atau baik dan sesuai dengan pengalaman siswa. Gambar
karikatur diharapkan dapat membawa siswa dalam mengembangkannya kedalam
tulisan. Media karikatur digunakan sebagai rangsangan siswa lebih kreatif dalam
menulis, khususnya menulis deskripsi.
2.3.3 Karikatur dalam Penulisan Deskripsi Siswa
Penggunaan media pembelajaran sangat membantu Kegiatan Belajar Mengajar
(KBM). Pengadaannya tidak harus memerlukan biaya, waktu, dan tenaga yang
banyak. Benda-benda yang sering dijumpai siswa dalam kehidupan sehari-hari
dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran. Dalam hal ini kreativitas guru
sangat dibutuhkan untuk memilih media yang cocok bagi siswa. Sesuatu yang
nampaknya sepele akan berdaya guna tinggi bila guru mampu memanfaatkannya.
Karikatur adalah bagian dari surat kabar yang tidak asing lagi bagi siswa maupun
guru. Dalam Pembelajaran menulis, terutama menulis deskripsi, karikatur
dimungkinkan untuk digunakan sebagai media pembelajaran. Berkaitan dengan
hal itu, Rivai (1991: 61) menyatakan bahwa karikatur yang efektif akan menarik
47
perhatian serta menumbuhkan minat belajar siswa. Hal ini menunjukkan bahwa
karikatur bisa dijadikan bahan yang berguna di kelas.
Karikatur memiliki kesamaan sifat dengan penulisan deskripsi. Keduanya samasama mengemukakan pendapat namun dalam bentuk yang berbeda. Karikatur
dapat berbentuk gambar, sedangkan opini tulis dalam bentuk tulisan. Apabila
karikatur digunakan sebagai media pembelajaran menulis deskripsi, maka
karikatur berfungsi menstimulus siswa untuk menulis pendapatnya tentang
gambar yang diamatinya. Dengan melihat karikatur tersebut, siswa diberi
kebebasan menuangkan gagasan, pendaptnya disertai argumen berdasarkan
penalaran yang sistematis dan logis.
2.4 Aktivitas Belajar
Setiap manusia didalam dirinya tumbuh dan berkembang beraneka ragam potensi
yang berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Potensi yang dimiliki menumbuhkan keinginan untuk berbuat dan bekerja sendiri. Hal inilah yang mengendalikan manusia untuk bertingkah laku dan beraktivitas. Sriyono (2011), aktivitas
adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan baik seara jasmani maupun rohani.
Setiap siswa memiliki berbagai kebutuhan baik jasmani, rohani, maupun sosial.
Kebutuhan ini tentu akan menumbuhkan dorongan untuk berbuat atau beraktivitas
termasuk dalam belajar. Menurut Slameto (2003: 2) belajar adalah suatu usaha
yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Perubahan tingkah laku dalam belajar terjadi secara sadar, bersifat
48
kontinue dan fungsional, bersifat positif dan aktif, memiliki tujuan, dan mencakup
seluruh aspek tingkah laku. Proses perubahan tingkah laku adalah sebuah
aktivitas.
Aktivitas belajar adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan siswa saat proses
pembelajaran berlangsung. Aktivitas sebagai hasil dari belajar ditunjukkan dalam
berbagai aspek seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, persepsi, motivasi,
atau gabungan dari aspek-aspek tersebut. Dalam kegiatan belajar, berpikir dan
berbuat merupakan serangkaian yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Sardiman
(2006: 96) memberikan penjelasan bahwa segala pengetahuan itu harus diperoleh
dengan pengamatan sendiri, penyelidikan sendiri, dan bekerja sendiri, dengan
fasilitas yang diciptakan sendiri, baik secara rohani maupun teknis.
Pada proses pembelajaran tradisional, guru senantiasa mendominasi kegiatan.
Siswa terlalu pasif, yang dianggap botol kosong yang perlu diisi air oleh guru.
Aktivitas siswa terbatas pada mendengarkan, mencatat, menjawab pertanyaan jika
diberi pertanyaan guru, menurut cara yang ditentuan guru, dan berpikir sesuai
dengan yang digariskan guru. Sardiman (2006: 96) menerangkan bahwa seorang
anak itu berpikir sepanjang ia berbuat. Tanpa perbuatan berarti anak tersebut tidak
berpikir. Karena itu, agar anak berpikir sendiri maka harus diberi kesempatan
untuk beraktivitas. Aktivitas belajar memiliki arti luas yang meliputi aktivitas
fisik (jasmani) dan aktivitas mental (rohani). Aktivitas fisik seperti mengerjakan
sesuatu, menyusun intisari pelajaran, membuat peta dan lain-lain yang
memerlukan gerakan anggota badan, sedangkan aktivitas mental misalnya siswa
49
dapat mengembangkan kemampuan intelektualnya, kemampuan berpikir kritis,
kemampuan menganalisis, kemampuan mengucapkan pengetahuan atau dengan
kata lain jika jiwanya bekerja atau berfungsi dalam proses pembelajaran.
Hamalik (1993: 24) menyatakan bahwa aktivitas belajar adalah segala kegiatan
belajar yang dilakukan seseorang berupa kegiatan mendengarkan, merenungkan,
menganalisis, berpikir, membandingkan, dan menghubungkan dengan masa
lampau. Kemudian Sardiman (2006: 101) menggolongkan aktivitas belajar
berdasarkan pendapat Denrick dalam delapan golongan dan diuraikan seperti di
bawah ini:
1.
Aktivitas visual (visual acitivities), seperti: membaca, memperhatikan gambar
demonstrasi, memperhatikan orang bekerja.
2.
Aktivitas lisan (oral acitivities), seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya,
memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi,
interupsi.
3.
Aktivitas mendengarkan (listening acitivities), contohnya: mendengarkan
uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato.
4.
Aktivitas menulis (writing activities), seperti: menulis cerita, karangan,
laporan, angket, menyalin.
5.
Aktivitas menggambar (drawing activities), misalnya: menggambar,
membuat grafik, peta dan diagram.
6.
Aktivitas motorik (motor activities) yang termasuk didalamnya antara lain:
melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain,
berkebun, berternak.
50
7.
Aktivitas mental (mental acitivities), sebagai contoh misalnya: menanggapi,
mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubunan, mengambil
keputusan.
8.
Aktivitas emosi (emotional activities), seperti: menaruh minat, merasa bosan,
gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.
Siswa dikatakan aktif belajar jika dalam proses pembelajaran siswa melakukan
serangkaian kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran,
memberi tanggapan terhadap suatu peristiwa yang terjadi, dan mengalami atau
turut merasakan sesuatu dalam proses belajarnya, sehingga siswa tersebut mampu
memahami, mengingat, dan mengaplikasikan konsep yang telah dipelajarinya.
Prinsip atau asas yang sangat penting didalam proses pembelajaran adalah
aktivitas siswa. Oleh karena itu, guru harus mampu membangkitkan aktivitas
siswa dalam berpikir maupun berbuat. Dengan demikian semakin banyak aktivitas
belajar siswa yang sesuai dengan tujuan pembelajaran, maka proses pembelajaran
yang terjadi akan semakin baik.
2.5 Teori Belajar dan Pembelajaran
Belajar adalah suatu proses yang kompleks dan terjadi pada semua orang serta
berlangsung seumur hidup. Karena kompleksnya masalah belajar, banyak sekali
teori yang berusaha menjelaskan bagaimana proses belajar itu terjadi. Ada
beberapa teori belajar dan pembelapjaran seperti teori belajar behavioristik,
kognitif, konstruktivistik, humanistik, sibernetik, revolusisosiokultural serta teori
kecerdasan ganda yang dapat diterapkan sesuai dengan kondisi dan konteks
51
pembelajaran bahasa Inggris. Masing-msing teori memiliki kelemahan dan
kelebihan. Pada penelitian ini penulis membatasi pada teori kognitif,
konstruktivistik dan kecerdasan ganda yang ada kaitannya dengan proses
pembelajaran Bahasa Inggrisyang biasa dilakukan didalam kelas.
2.5.1 Teori Belajar Kognitif
Belajar menurut teori kognitif adalah perubahan persepsi dan pemahaman yang
tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur. Asumsi
teori ini adalah bahwa setiap orang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman
yang telah tertata dalam bentuk struktur kognitif yang dimilikinya. Proses belajar
akan berjalan dengan baik jika materi atau informasi baru beradaptasi dengan
struktur kognitif seseorang.
Teori belajar kognitif telah dikembangkan oleh para pakar pendidikan seperti
Piaget, Bruner dan Ausubel. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif
individu meliputi empat tahap yaitu : (1) sensory motor; (2) pre operational; (3)
concrete operational dan (4) formal operational. Pemikiran lain dari Piaget
tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi.
James Atherton (2005) menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “the process by
which a person takes material into their mind from the environment, which may
mean changing the evidence of their senses to make it fit” dan akomodasi adalah
“the difference made to one’s mind or concepts by the process of assimilation”
Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan
dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya
52
diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan
dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik
agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan
berbagai hal dari lingkungan. Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam
pembelajaran adalah sebagai berikut:
1. Bahasa dan cara berpikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena
itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara
berfikir anak.
2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan
dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan
lingkungan sebaik-baiknya.
3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak
asing.
4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
Kaitan teori kognitif dalam pembelajaan menulis Bahasa Inggris dengan menggunakan media karikatur siswa diberi kebebasan untuk berkreasi dengan
menggunakan gambar yang tersedia dalam membentuk sebuah tulisan yang
bermakna. Sesuai dengan obyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IX,
53
guru memberikan stimulus berupa gambar karikatur dan diharapkan siswa dapat
menelaah dengan kemampuan masing-masing untuk membentuk tulisan yang
tepat.
2.5.2 Teori Belajar Konstruktivistik
Menurut pandangan teori konstruktivistik, belajar merupakan usaha pemberian
makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui asimilasi dan akomodasi yang
menuju pada pembentukan struktur kognitifnya. Oleh karena itu, pembelajaran
diusahakan agar dapat memberikan kondisi terjadinya proses pembentukan
tersebut secara optimal pada diri siswa. Proses belajar sebagai suatu usaha
pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan
akomodasi, akan membentuk suatu konstruksi pengetahuan yang menuju pada
kemutakhiran struktur kognitifnya.
Karakteristik pembelajaran yang dilakukan dalam teori belajar konstruktivistik
adalah: (1) membebaskan siswa dari belenggu kurikulum yang berisi fakta-fakta
lepas yang sudah ditetapkan, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengembangkan
ide-idenya,
serta
membuat
kesimpulan-kesimpulan,
(2)
menempatkan siswa sebagai kekuatan timbulnya interest, untuk membuat
hubungan diantara ide-ide tersebut, kemudian memformulasikan kembali ide-ide
tersebut serta membuat kesimpulan- kesimpulan, (3) guru bersama-sama siswa
mengkaji pesan-pesan penting bahwa dunia adalah kompleks, dimana terdapat
bermacam-macam pandangan tentang kebenaran yang datangnya dari berbagai
interpretasi, dan (4) guru mengakui bahwa proses belajar dan penilaiannya
54
merupakan suatu usaha yang kompleks, sukar dipahami, tidak teratur, dan tidak
mudah dikelola. Teori belajar konstruktivistik yang diterapkan dalam kegiatan
pembelajaran akan memberikan sumbangan besar dalam membentuk siswa
menjadi kreatif, produktif dan mandiri.
Kaitan teori kontruktivistik dalam pembelajaan menulis Bahasa Inggris dengan
menggunakan media karikatur, setelah siswa diberi kebebasan untuk berkreasi
diharapkan dapat tumbuh minat dan ketertarikan untuk menuangkan ide-ide
kreatifnya dalam bentuk tulisan berbentuk paragraf deskripsi.
2.5.3 Teori Belajar Behavioristik
Teori belajar behavioristik menjelaskan bahwa belajar itu adalah perubahan
perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi
melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif
(respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah
lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi
penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi
fisik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat dan
kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon).
Teori Behavioristik:
1. Mementingkan faktor lingkungan
2. Menekankan pada faktor bagian
3. Menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan
metode obyektif.
55
4. Sifatnya mekanis
5. Mementingkan masa lalu
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini,
diantaranya :
1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.
Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan
hukum-hukum belajar, diantaranya:
a. Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang
memuaskan, maka hubungan Stimulus - Respons akan semakin kuat.
Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka
semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
b. Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa
kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar
(conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang
mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
c.
Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan
Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan
semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan
hukum-hukum belajar, diantaranya :
56
a.
Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut.
Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya
berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan
meningkat.
b. Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut.
Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu
didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya
akan menurun.
3. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner
Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya
terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
a.
Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan
stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
b.
Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah
diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat,
maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan
operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap
lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh
stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu
sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan
57
timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai
pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.
4. Social Learning menurut Albert Bandura
Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah
sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori
belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura
memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus
(S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi
antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar
belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam
belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian
contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya
conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu
akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.
Belajar menurut pandangan bihavioralistik, adalah perubahan tingkah laku
sebagai akibat interaksi antara stimulus dengan respon. Proses belajar adalah
suatu aktifitas positif yang dialami individu atau siswa hingga menunjukkan
adanya tingkah laku baru sebagai akibat interaksi antara stimulus dan respon.
Melalui teori ini dalam proses belajar selalu ada respon dari diri orang yang
belajar yakni tanggapan siswa yang diperoleh selama proses pembelajaran. Kuat
dan lemahnya suatu tanggapan akan ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:

Frekuensi - sedikit atau banyaknya rangsangan hasil penginderaan
58
(komunikasi antar guru dan murid) yang masuk akan mempengaruhi kuat
lemahnya tanggapan.

Intensitas – kuat dan lemahnya rangsangan akan mempengaruhi tanggapa
bagus dan tidaknya pesan yang disampaikan guru menurut pandangan murid
akan mempengaruhi kuat dan lemahnya persepsi. Guru yang mampu
memberikan kesan yang lebih baik dalam proses interaksi belajar
mengajarnya tentu akan lebih menarik responsi yang tinggi dibenak murid
apabila di bandingakan dengan guru yang tidak dapat memberikan kesan
pembelajaran yang mendalam.

Gerakan dan Perubahan – objek yang diam akan kurang menartik
perhatian, sebaliknya objek yang berubah dan bergerak akan lebih menarik
perhatian. Guru yang gaya mengajarnya monoton, bahan ajarnya dari tahun
ketahun tidak mengalami perubahan atau tidak mengikuti dinamika
perkembangan zaman, metodenya tidak pernah berubah atau tidak pernah
diimprovisasi, akan kurang menarik perhatian murid.

Jumlah objek – dengan objek yang semakin banyak, akan menimbulkan
semakin banyak pilihan, sehingga tanggapan akan semakin aktif. Mengajar
melaui pemberian contoh yang lebih bervariasi akan lebih baik.
Teori behavioristik ini sangat cocok untuk perolehan kemampuan yang
membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti
kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya. Tujuan
pembelajaran menurut
teori
behavioristik ditekankan pada penambahan
59
pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas yang menuntut siswa untuk
mengungkapkan kembali pengetahuan yang telah dipelajari dalam bentuk laporan,
kuis, atau tes (Asri, 2005:25). Guru tidak hanya memberi ceramah tetapi juga
contoh-contoh. Bahan pelajaran disusun hierarki dari yang sederhana sampai yang
kompleks. Hasil dari pembelajaran dapat diukur dan diamati, kesalahan dapat
diperbaiki. Hasil yang diharapkan adalah terbentuknya suatu perilaku yang
diinginkan..
Kaitan teori behavior dalam pembelajaan menulis bahasa Inggris dengan menggunakan media karikatur, siswa diharapkan mampu mencapai tujuan pembelajaran
yang dibagi dalam bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu
ketrampilan tertentu. Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan
diamati. Kesalahan harus segera diperbaiki. Pengulangan dan latihan digunakan
supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan.
2.5.4 Teori Pembelajaran Reigeluth
Dunia pendidikan sekarang dituntut untuk senantiasa melakukan inovasi dalam
pembelajaran, dalam berbagai aspek. Bagi seorang pendidik, pemilihan model
pembelajaran hendaknya dilakukan secara cermat, agar pilihan itu tepat dan
relevan dengan berbagai aspek pembelajaran yang lain. Efisiensi pembelajaran
biasanya diukur dengan rasio antara keefektifan dan jumlah waktu yang dipakai
siswa dan/ atau jumlah biaya pembelajaran yang digunakan. Daya tarik
pembelajaran biasanya diukur dengan mengamati kecendrungan siswa untuk
tetap/ terus belajar.
60
Menurut Reigeluth (1983) bahwa teori elaborasi adalah teori mengenai desain
pembelajaran dengan dasar argumen bahwa pelajaran harus diorganisasikan dari
materi yang sederhana menuju pada harapan yang kompleks dengan
mengembangkan pemahaman pada konteks yang lebih bermakna sehingga
berkembang menjadi ide-ide yang terintegrasi. Elaborasi adalah mengasosiasikan
item agar dapat diingat dengan sesuatu yang lain, seperti frasa, adegan,
pemandangan, tempat atau cerita. Implikasi dari strategi belajar ini adalah
mendorong siswa untuk mendalami informasi yang didapat, misalnya untuk
menarik kesimpulan dan berspekulasi tentang implikasi yang mungkin. Siswa
menggunakan pengetahuan intinya sehingga ide baru dapat meluas, dengan
demikian informasi lebih banyak daripada yang disajikan sebenarnya.
Pembelajaran adalah suatu proses interaksi antar anak dengan anak, anak dengan
sumber belajar dan anak dengan pendidik. Kegiatan pembelajaran ini akan
menjadi bermakna bagi anak jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan
memberikan rasa aman bagi anak.
Proses belajar bersifat individual dan
kontekstual, artinya proses belajar terjadi dalam diri individu sesuai dengan
perkembangannya dan lingkungannya. Dalam pembelajaran bahasa, Nunan (2003:
9) mengatakan bahwa ada dua prinsip pembelajaran bahasa: a) pembelajaran yang
baik adalah pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dimana pendidik
melibatkan peserta didik ke dalam proses pembelajaran, b) meningkatkan
pembelajaran bagi peserta didik.
61
Dalam proses pembelajaran seorang guru harus mampu mengembangkan skenario
pembelajaran
yang efektif dan
sistematis sehingga komponen didalam
pembelajaran tersebut baik itu guru, siswa dan sumber dan lingkungan belajar
dan media pembelajaran dapat berfungsi mengembangkan potensi siswa secara
optimal. Keefektifan pembelajaran biasanya diukur dengan tingkat pencapaian
siswa. Menurut Reigeluth ada 4 aspek penting yang dapat dipakai untuk
mempreskripsikan keefektifan pembelajaran yaitu (1) kecermatan prilaku yang
dipelajari atau tingkat kesalahan, (2) kecepatan kerja, (3) tingkat alih belajar,dan
(4) tingkat retensi dari apa yang dipelajari (Reigeluth,1983).
Pembelajaran yang efektif
menurut Yusufhadi Miarso (2007) adalah
pembelajaran yang menghasilkan belajar yang bermanfaat dan bertujuan bagi para
siswa melalui prosedur yang tepat. Ada tujuh indikator yang menunjukkan
pembelajaran yang efektif adalah: Pengorganisasian pembelajaran dengan baik;
komunikasi secara efektif; penguasaan dan antusiasme dalam pembelajaran; sikap
positif terhadap siswa; pemberian ujian dan nilai yang adil; keluwesan dalam
pendekatan pembelajaran dan hasil belajar siswa yang baik ( Yusufhadi
Miarso,2007:536).
Berdasarkan deskripsi teori menurut Reigeluth (1983) dan Degeng (1989) bahwa
kualitas pembelajaran dapat diukur melalui 3 strategi, yakni (1) strategi
pengorganisasian pembelajaran, (2) strategi penyampaian pembelajaran, dan (3)
strategi pengelolaan pembelajaran. Indikator dari masing-masing strategi, yaitu
untuk startegi pengorganisasian meliputi strategi makro dan strategi mikro,
62
sedangkan strategi penyampaian meliputi berbagai metode yang digunakan dan
strategi pengelolaan menyangkut interaksi antara media, materi, guru, dan siswa.
Ketiga strategi ini merupakan kegiatan pokok yang merupakan dimensi dari
peningkatan kualitas pembelajaran.
Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa seorang guru harus dapat merumuskan
tujuan, pemilihan topik/ bahan ajar, kegiatan kelas, penugasan dan penilaian
dengan penggunaan waktu dengan baik dengan kemampuan komunikasi
penyajian yang jelas, kelancaran berbicara, nada, intonasi, ekspresi. Sikap positif
terhadap siswa yang dicerminkan dalam berbagai cara, misalnya membantu
membangkitkan motivasi, memberikan penilaian yang tepat dan adil. Kesesuaian
soal ujian dengan bahan /materi pembelajaran dan tujuan pembelajaran dengan
keluwesan penggunaan pendekatan pembelajaran yang disesuaikan karakteristik
siswa, karakteristik mata pelajaran dan hambatan yang dialami didalam proses
pembelajaran. Jadi efektivitas pembelajaran dapat diketahui dengan baik jika
diperoleh masukan dari diri sendiri, siswa, observasi kelas, rekan sejawat,
pimpinan, pengkajian rencana pembelajaran dan hasil belajar siswa.
2.6 Hasil Penelitian yang Relevan
Berdasarkan telaah kepustakaan yang telah dilakukan, terdapat beberapa hasil
penelitian yang relevan dan berkaitan, seperti hasil penelitian Syarif (2011: 1)
tentang peningkatan keterampilan menulis deskripsi melalui media gambar
karikatur teknik pancingan kata kunci pada siswa kelas X.1 MA Al Hadi
Mranggen Demak. Dalam hasil penelitiannya diketahui adanya peningkatan
63
kemampuan menulis paragraf deskripsi dengan dua siklus yang dilakukan dari
68% kategori cukup menjadi 82% dengan kategori baik. Selain itu, hasil nontes
menunjukkan adanya perubahan perilaku siswa ke arah positif. Perubahan
perilaku yang terjadi adalah siswa lebih aktif selama pembelajaran, lebih berfokus
terhadap penjelasan guru dan berdisiplin dalam tugas, lebih jujur pada saat
menulis argumentasi, lebih percaya diri dan saling menghargai dalam kegiatan
presentasi, serta lebih mampu bekerja sama dan berbagi dengan temannya.
Penelitian ini relevan dengan hasil penelitian yang dilakukan yaitu adanya
peningkatan aktivitas siswa dimana dengan 3 siklus terdapat peningkatan yang
sangat signifikan terhadap prilaku siswa dalam menulis paragraf deskripsi.
Pada hasil penelitian Yusewarsih (2011: 1) di SDN Dengkol 01 Singosari tentang
Peningkatan kemampuan menulis karangan deskripsi melalui media gambar
tunggal, dalam hasil penelitiannya melalui 2 siklus diketahui terjadi peningkatan
dari segi proses pembelajaran serta hasil karya yang dihasilkan siswa dari 62%
dengan kategori cukup menjadi 74% dengan kategori baik.
Dalam penelitian yang dilakukan Djuhartini (2001: 56) menunjukkan bahwa
pembelajaran menulis paragraf deskripsi melalui penyajian gambar berhasil
meningkatkan kemampuan siswa menulis paragraf deskripsi bagi siswa SLTP
serta sikap siswa dalam proses pembelajaran bahasa Inggris. Penelitian ini relevan
dengan penelitian yang dilakukan dimana prestasi belajar siswa mengalami
peningkatan dalam 3 siklus yang dilakukan. Dengan tiga model gambar karikatur
yang diberikan hasil tulisan siswa mengalami perbaikan dan peningkatan sesuai
64
dengan komponen yang diterapkan dalam penulisan sebuah paragraf deskripsi.
Selanjutnya dari proses pembelajaran yang dilakukan terjadi perubahan sikap
siswa dalam menulis paragraf deskripsi dimana sebelumnya cenderung gaduh dan
kurang fokus, setelah dilakukan dalam tiga siklus siswa mengalami perubahan
dalam kemandirian untuk menulis, mau bertanya dan lebih kreatif.
2.5 Skenario Pembelajaran
Skenario pembelajaran yang akan dilakukan dalam penelitian ini dapat dijelaskan
sebagai berikut.
1.
Sebelum memulai belajar kondisikan anak dalam keadaan senang dan santai
dengan cara memberikan brainstorming tentang penciptaan sesuatu yang
baru, gagasan yang baru yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah
(Munandar, 1999:47). Hal ini dapat dilakukan dengan menanyakan kondisi
anak tersebut, aktifitas apa saja yang dikerjakan mereka sebelumnya, aktifitas
keluarga mereka, sampai mereka tiba di sekolah. Pertanyaan yang diajukan
seperti berikut.
a. Apakah tadi ada yang menonton TV?
b. Siapakah presiden RI yang ke 5?
c. Berasal darimanakah beliau?
2. Berdasarkan jawaban anak-anak guru menjelaskan bahwa kegiatan belajar hari
tersebut adalah menulis paragraf deskripsi dengan cara melihat gambar
karikatur yang ada.
65
3. Memberikan penjelasan tentang pengertian dari paragraf deskripsi disertai
dengan contoh.
4. Menyiapkan beberapa gambar karikatur sebagai bahan contoh siswa agar
mereka dapat berpikir lebih kreatif dengan cara menggambarkan hal baru,
menggambarkan koherensi dan kecocokan, memberikan dampak yang
bermanfaat, serta mampu menunjukkan kesanggupan berpikir merupakan ciri
kreativitas seseorang.
5. Menujukkan gambar karikatur (seperti pada contoh diatas) kepada anak lebih
kurang 5 - 10 detik. Jelaskan kategori gambar karikatur tersebut. Karikatur
yang ditunjukkan menggambarkan bentuk yang humoris, adanya penonjolan
pada bagian tertentu, pemakaian goresan yang efektif, sederhana, dan tidak
banyak perhiasan, sesuai dengan pengalaman siswa, memuat pesan atau ide
berdasarkan fakta dan bukan khayalan, mengandung kritik terhadap peristiwa
yang masih hangat (Djelantik, 1990:55), lalu berikan contoh kalimat yang
menjelaskan gambar tersebut dalam kalimat terpisah. Yang diawali dari
menyebutkan kosakata utamanya, kemudian merangkaikan menjadi sebuah
kalimat utuh. Prosesnya adalah melalui kata, kalimat dan paragraf yang
dihasilkan.
6. Menugaskan siswa menyusun menjadi sebuah paragraf deskripsi. Tulisan
berbentuk deskripsi adalah semacam bentuk wacana yang berusaha
menyajikan suatu obyek atau suatu hal sedemikian rupa, sehingga obyek itu
seolah-olah berada di depan mata kepala pembaca, seakan-akan para pembaca
melihat sendiri obyek itu.
66
7. Melakukan bimbingan secara berulang agar anak dapat memahami dengan
baik apa yang akan mereka lakukan selanjutnya..
Kriteria- kriteria keberhasilan pada penelitian ini didasarkan atas data penelitian,
yaitu berdasarkan pada jenis data, (a) data tentang proses pembelajaran menulis
dengan media gambar karikatur, dan (b) data tentang menulis outline/kerangka
dan draft teks deskripsi. Masing-masing jenis data tersebut dianalisis kemudian
dipersentasekan.
Download