Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 2 Agustus 2012 : 115 - 127 KARAKTERISTIK LINGKUNGAN AIR LAUT DENGAN PERUBAHAN GARIS PANTAI KABUPATEN CIREBON – JAWA BARAT ( CHARACTERISTICS OF ENVIRONMENTAL SEA WITH CHANGES OF COASTLINES CIREBON DISTRICT-WEST JAVA) Purnomo Raharjo dan Franto Novico Puasat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan Jl. Dr. Junjunan 236 Bandung 40174 Pos-el: [email protected] (Diterima 31 Mei 2012; Disetujui 1 Agustus 2012) ABSTRAK Beberapa permasalahan telah terjadi pada lingkungan pantai Kabupaten Cirebon antara lain penurunan kualitas air laut, erosi, dan abrasi. Untuk menjaga kondisi lingkungan air laut di perairan Cirebon diperlukan sistem pemantauan (monitoring). PPPGL pada tahun 2005 dan tahun 2007 telah melakukan penelitian kondisi lingkungan air dan sedimen diperairan Cirebon. Berdasarkan baku mutu air untuk kawasan budidaya perikanan dan konservasi taman laut kondisi air laut masih di bawah nilai ambang baku mutu, yaitu belum tercemar. Pada beberapa lokasi percontohan terdapat kandungan unsur cukup tinggi di atas baku mutu dengan nilai BOD5 (83 mg/l), COD (81-163 mg/l) dan zat organik (130 mg/l). Lokasi percontohan tersebut berada di sekitar perairan antara Pangenan dan Losari yang merupakan teluk tempat bermuara sungai-sungai besar seperti Sungai Gebang dan Sungai Bangkaderes. Hasil analisis sedimen kandungan Hab Cyst (Harmful Alga Bloom)terhadap pengamatan tiga buah percontoh (CS-1, CS-2, CS-3) di bawah mikroskop menemukan bahwa Dinoflagellate’s cyst pada percontoh CS-3 tidak berlimpah. Perhitungan energi fluks gelombang yang menghasilkan peta dinamika pantai secara alamiah memperlihatkan bahwa proses dominan yang terjadi di kawasan pantai adalah sedimentasi. Beberapa pantai yang mengalami proses abrasi berada di Kecamatan Kapetakan, teluk, tanjung Kecamatan Astanajapura, dan tanjung yang berada di Kecamatan Losari. Beberapa pantai di kawasan pantai Kecamatan Losari secara alamiah masih relatif stabi. Kata Kunci : lingkungan air, baku mutu, hab cyst, sedimentasi ABSTRACT Some problems have occurred in the coastal environment of Cirebon District including sea water quality degradation, erosion and abrasion. To maintain the environmental conditions in the Cirebon sea water a monitoring system is required. PPPGL in 2005 and 2007 has conducted a study of water and sediment environmental conditions in the Cirebon waters. Based on water quality for aquaculture and conservation of the marine park, sea water conditions are still below the threshold value of the quality standard that has not been contaminated. Some samples contained high content of elements with values above the quality standard of BOD5 (83 mg/l), COD (81-163 mg/l) and organic substances (130 mg/l). Sample sites are located in and around the waters between Pangenan and Losari bays, where big rivers such as Gebang and Bangkaderes rivers empty into them. Result of analysis of sediment content of Hab Cyst (Harmful Algae Bloom) toward three samples (CS-1, CS-2, CS-3) observed under the microscope show that Dinoflagellate cyst found in the sample CS-3 is not abundant. The calculation of wave energy flux that produces natural beach dynamic maps shows that the dominant process occuring in the coastal region is sedimentation. Some beaches are undergoing a process of abrasion in District Kapetakan, bay and headland of a stanajapura District and headland located in District Losari. Some beaches in the coastal area of Losari District naturally remains relatively stable. Keywords : Water Environment, Quality Standard, Hab Cyst, Sedimentation 115 Karakteristik Lingkungan Air Laut Dengan Perubahan Garis Pantai Kabupaten Cirebon – Jawa Barat (Purnomo Raharjo dan Franto Novico) PENDAHULUAN menjadi suatu bahan pertimbangan bagi perencanaan pembangunan dan pengembangan di wilayah pantai dan perairan. Latar Belakang dan Permasalahan Kabupaten dan kota Cirebon dari tahun ke tahun terus berkembang, dan pada saat ini dikenal sebagai salah satu daerah dengan tingkat pembangunan yang relatif tinggi dibanding dengan daerah-daerah lainnya di Provinsi Jawa Barat, terutama hasil buminya. Kabupaten dan Kota Cirebon berpotensi menjadi salah satu “core bisnis” Jawa Barat dalam bidang industri, pertanian, dan kelautan (termasuk pelabuhan dan pelayaran). Permasalahan yang akan timbul di wilayah perairan dan pantai tentunya masalah lingkungan dan bertambahnya lahan yang menjorok ke laut karena proses sedimentasi yang aktif. Beberapa hasil analisis air dan sedimen yang telah dilakukan PPPGL di akhir tahun 2005 dan tahun 2007 memberikan gambaran tentang kondisi lingkungan pantai dan perairan Kabupaten dan Kota Cirebon METODE PENELITIAN Metode yang diterapkan pada penelitian ini yaitu dengan melakukan analisis kimia air laut di laboraturium dan sedimen, pemetaan karakteristik pantai, serta analisis data hidro-oseanografi yang meliputi pengamatan pasang surut, batimetri, dan analisis data angin permukaan untuk perhitungan energi fluks gelombang yang berpengaruh terhadap dinamika pantai di perairan dan pantai Kabupaten/ Kota Cirebon. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pasang surut Pengamatan pasang surut dilakukan selama lima belas hari di Pelabuhan Cirebon dengan menggunakan rambu ukur (Peilscale) dengan pengamatan setiap interval 1 jam (Gambar 1). Metode yang digunakan dalam pengolahan data pasang surut ini adalah metode harmonis British Admiralty (Doodson dan, Warburg, 1936), yaitu untuk menghitung konstanta harmonis yang terdiri atas : permukaan laut rata-rata (mean sea level), amplitudo dan fase yang terdiri atas sembilan komponen utama pasang surut M2, S2, N2, K1, O1, M4, MS4, K2, dan P1 (Tabel 1). Maksud dan Tujuan Penelitian secara keseluruhan dilaksanakan di perairan dan pantai Kabupaten dan Kota Cirebon (Gambar 1). Data dan informasi yang diperoleh meliputi kondisi lingkungan perairan, geologi, hidro-oseanografi, dan proses sedimentasi yang terjadi. Tujuan penelitian yaitu agar data tersebut berguna sebagai acuan dasar dan diharapkan Tabel 1. Hasil Akhir Perhitungan Konstanta Harmonis A cm So M2 S2 N2 K2 K1 O1 P1 M4 MS4 154.9 10.9 10.8 9.7 2.9 20.7 2.3 6.8 0.5 1.5 244 155 233 155 31 50 31 285 121 g F = 1.06006 250 HWS 230 Tinggi air (cm) 210 190 MSL 170 150 130 110 LWS 90 70 50 30 JUNI 2004 01 Juli 2004 02 Juli 2004 03 Juli 2004 04 Juli 2004 05 Juli 2004 06 Juli 2004 07 Juli 2004 08 Juli 2004 09 Juli 2004 10 Juli 2004 11 Juli 2004 12 Juli 2004 13 Juli 2004 14 Juli 2004 Tanggal dan Jam Gambar 1. Kurva pasang surut perairan Kabupaten Cirebon. Hasil pengamatan pasang surut menunjukkan bahwa tunggang air maksimum selama pengamatan adalah 1.02 m dengan harga bilangan Formzal (F) sebesar 1.06006 yang berarti tipe pasang surut di daerah 116 ini adalah pasang surut campuran condong ke harian ganda (mixed tide prevailing semi diurnal). Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut, tetapi tinggi dan periodenya berbeda. Gambar 2. Peta Lokasi penelitian dan lintasan batimetri Batas Provinsi Batas kabupaten Batas Kecamatan Ibukota Kabupaten Ibukota Kecamatan Lintasan Batimetri dan sismik Percontohan Air laut Percontohan Cyst Keterangan PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 2 Agustus 2012 : 115 - 127 117 Karakteristik Lingkungan Air Laut Dengan Perubahan Garis Pantai Kabupaten Cirebon – Jawa Barat (Purnomo Raharjo dan Franto Novico) Kedalaman Laut (Batimetri) Secara umum morfologi dasar laut dapat dikatakan relatif datar hingga bergelombang (Gambar 3). Di bagian tanjung dan daerah dekat pantai kontur kedalaman laut relatif rapat. Semakin ke arah lepas pantai di wilayah ini pola kontur kedalaman laut relatif renggang. Kedalaman dasar laut perairan Kabupaten Cirebon hingga 4 mil laut bagian terdalam mencapai 10,5 m berdasarkan surut terendah. Morfologi dasar laut perairan Kabupaten Cirebon mengikuti pola umum dasar Laut Jawa, yaitu mengikuti perkembangan pola umum garis pantai yang berarah barat-timur. Pola garis pantai tersebut berkembang pula ke arah laut, bahkan sampai beberapa puluh kilometer ke arah lepas pantai. Kondisi Lingkungan Perairan Kabupaten Cirebon Penelitian kondisi lingkungan pantai dan perairan Kabupaten Cirebon dilakukan dengan pengambilan percontoh air dan sedimen yang selanjutnya melalui proses laboratorium. Percontoh sedimen adalah untuk mengetahui keberadaan Hab Cyst, sedangkan percontoh air untuk mengetahui kondisi fisik dan kimiawi air laut. Dinamika pantai diketahui berdasarkan hasil pemetaan karakteristik pantai dan perhitungan energi fluks gelombang. Beberapa hasil analisis laboraturium adalah sebagai berikut : Hab Cyst Hasil analisis sedimen kandungan Hab Cyst (Harmful Alga Bloom) terhadap pengamatan tiga buah percontoh (CS-1, CS-2, CS-3) di bawah mikroskop menemukan jenis Dinoflagellate’s cyst pada contoh CS-3 tidak berlimpah. Umumnya Dinoflagellata cyst ini terdapat pada kondisi air tenang (gelombang kecil), sehingga cyst dapat mengendap ke dalam sedimen dasar laut. Dari hasil analisis tersebut dapat dikatakan bahwa perairan Cirebon masih relatif belum tercemar, namun perlu diwaspadai bahwa HAB cyst ini dapat terbawa oleh kapal-kapal lain yang berlabuh di perairan Cirebon. Nitrat, Nitrit, dan Ammonium Nitrogen dalam air laut terdiri atas bermacammacam senyawa, namun yang bersifat racun terhadap ikan dan organisme lainnya hanya tiga senyawa, yaitu ammonia (NH3N), nitrit (NO2N), dan nitrat (NO3N). Dari ketiga senyawa tersebut yang paling bersifat toksik pada ikan adalah ammonia dan nitrit, sedangkan nitrat hanya bersifat toksik pada konsentrasi tinggi. − Kandungan Nitrat Nitrat merupakan indikator adanya keberadaan nutrient di perairan, bentuk yang langsung dimanfaatkan oleh tumbuhan laut seperti fitoplankton dalam proses fotosintetis. Apabila konsentrasi nitrat di perairan berlebih dapat menimbulkan akibat sampingan yang membahayakan, yaitu dapat merangsang pertumbuhan fitoplankton dengan cepat (alga bloom) yang akan membuat perairan menjadi septik. Sumber nitrat dan nitrit di perairan di antaranya adalah dari buangan kegiatan pertanian, baik sawah maupun perkebunan, yaitu dari kegiatan pemupukan U B S T Kota Kecamatan Sungai Kedalaman Laut (m) PETA LOKASI : Gambar 3. Peta kedalaman laut (batimetri) daerah penelitian (Raharjo drr., 2005). 118 Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 2 Agustus 2012 : 115 - 127 Menurut Baku mutu air laut untuk wisata bahari, kadar maksimal nitrat di perairan yang diperbolehkan adalah sebesar 0,008 mg/l, demikian juga baku mutu air untuk biota laut yang diperbolehkan adalah sebesar 0,008 mg/l (KEPMEN LH No.51 tahun 2004). Dari hasil analisis kimia diperoleh kandungan Nitrat pada tahun 2005 umumnya berkisar dari 0,02 mg/l hingga 0,03 mg/l, sedangkan pada tahun 2007 (Tabel 6) tidak terjadi kenaikan berkisar dari 0,01 mg/l hingga 0,04 mg/l. Kondisi lingkungan ini menunjukkan bahwa kandungan nitrat telah melebihi batas ambang untuk wisata bahari, sehingga perlu dipertimbangkan peruntukan budidaya laut sehubungan dengan kondisi lingkungan yang ada. Beberapa jenis budidaya biota laut mempunyai nilai baku mutu air terhadap nitrogen berbeda, seperti untuk kerang hijau, kerang darah/bulu, tiram, rumput laut, ikan baronang, ikan kerapu, dan ikan kakap, yaitu berkisar dari 0,9 mg/l hingga 3,2 mg/l (KEPMEN LH No.51 tahun 2004). Hasil analisis air memperlihatkan bahwa perairan Kabupaten Cirebon masih di bawah ambang batas. − Kandungan Nitrit Di daerah penelitian kandungan nitrit umumnya 0,01 kecuali pada lokasi SAC 38, SAC 42, dan SAC 44 yaitu 0,02 mg/l – 0,04 mg/l pada tahun 2005, sedangkan pada tahun 2007 (Tabel 6) terjadi sedikit kenaikan berkisar dari 0,14 mg/l hingga 0,18 mg/l. Data ini menunjukkan bahwa daerah penelitian masih di bawah batas ambang, yaitu 1 mg/l, dalam arti kehidupan biota di daerah perairan tersebut terganggu oleh keberadaan kandungan nitrit. Namun, perlu diperhatikan daerah bagian teluk, yaitu daerah perairan Kecamatan Gebang dan Kecamatan Losari, ada kecenderungan terjadinya akumulasi nitrit, sehingga mempunyai nilai yang lebih tinggi. − Kandungan Ammonium Di daerah penelitian, yaitu di sepanjang daerah perairan pantai dari utara Kecamatan Kapetakan hingga Kecamatan Mundu kandungan ammonium umumnya sebesar 0,01 – 0,02 mg/l, sedangkan pada lokasi di sekitar teluk, yaitu sekitar Kecamatan Gebang dan Kecamatan Losari diperoleh jumlah kandungan ammonium lebih besar, yaitu 0,12-0,4 mg/l. Hal ini karena bentuk pantai yang berupa teluk, pengaruh arus laut tidak terlalu besar, sehingga memungkinkan terjadinya akumulasi ammonium. Pada tahun 2007 (Tabel 6) tidak terjadi kenaikan kandungan ammonium berkisar dari 0,01 mg/l hingga 0,04 mg/l. Baku mutu air laut terhadap ammonium untuk wisata bahari, nihil, sedangkan untuk biota laut sebesar 0,3 mg/l. Dengan demikian kondisi lingkungan di perairan tersebut tidak direkomendasikan sebagai tujuan wisata bahari, namun biota laut belum mengalami kondisi tercemar. Kandungan COD, BOD − COD (Chemical Oxygen Demand) Kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan, baik organik maupun anorganik yang ada di dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia. Di perairan daerah penelitian, dari hasil analisis kimia diperoleh nilai COD antara 41 mg/l hingga 163 mg/l. Pada tahun 2007 (Tabel 6) tidak terjadi kenaikan dari 29 mg/l hingga 72 mg/l. Nilai terendah, yaitu 41 mg/l, terdapat di daerah perairan Kecamatan Kapetakan bagian utara (SAC 9), dan nilai tertinggi yaitu di daerah teluk Kecamatan Gebang (SAC 38), sementara di lokasi lainnya berkisar antara 72 mg/l – 84 mg/l. Tingginya nilai COD di lokasi SAC 38 karena adanya muara sungai yang diperkirakan sebagai sumber masuknya bahan organik (baik bahan organik mudah urai maupun sulit urai), dan didukung oleh bentuk pantai yang berupa teluk, sehingga memungkinkan terjadinya akumulasi bahan organik tersebut. Baku mutu air perikanan terhadap nilai COD adalah 30 mg/l (KEPGUB Jakarta, 1988). Dengan demikian perairan daerah penelitian mempunyai nilai COD di atas batas ambang. Diperkirakan ada buangan bahan organik yang berlebihan di daerah perairan tersebut. − BOD5 (Biological Oksigen Demand) Kebutuhan oksigen biologis, adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam air lingkungan untuk memecah (mendegradasi) bahan buangan organik yang ada di dalam air lingkungan tersebut. Di perairan daerah penelitian berdasarkan analisis kimia diperoleh nilai BOD5 dari 21 mg/l hingga 83 mg/l. Sama halnya dengan nilai COD, dimana nilai terendah adalah di lokasi perairan Kecamatan Kapetakan bagian utara (SAC 9) dengan nilai 21 mg/l dan yang terbesar adalah di daerah perairan teluk Kecamatan Gebang (SAC 38) dengan nilai 83 mg/l, sementara di lokasi lainnya antara 32 mg/l - 43 mg/l. Pada tahun 2007 (Tabel 6) tidak terjadi kenaikan dari 21 mg/l hingga 51 mg/l. Baku mutu air laut untuk wisata bahari terhadap nilai BOD5 adalah 10 mg/l, sedangkan untuk biota laut adalah 20 mg/l (KEPMEN LH No.51, 2004). Dengan demikian perairan daerah penelitian mempunyai nilai BOD di atas batas ambang. Diperkirakan juga adanya buangan bahan organik yang berlebihan di daerah perairan tersebut. Zat Organik Bahan buangan organik pada umumnya berupa limbah yang dapat membusuk atau terdegradasi oleh mikroorganisme. Bertambahnya zat organik di dalam suatu perairan akan ditunjukkan juga dengan bertambahnya nilai BOD5 dan COD. Hal ini dapat di lihat di perairan daerah penelitian yang mempunyai nilai BOD5 dan COD yang tinggi. 119 Karakteristik Lingkungan Air Laut Dengan Perubahan Garis Pantai Kabupaten Cirebon – Jawa Barat (Purnomo Raharjo dan Franto Novico) Kenyataannya kandungan zat organik di daerah tersebut juga tinggi, yaitu antara 33 mg/l hingga 130 mg/l. Pada tahun 2007 (tabel 6) kandungan zat organik menurun dari 9 mg/l hingga 20 mg/l. Nilai terendah dan tertinggi sesuai dengan nilai terendah dan tertinggi BOD5 dan COD, yaitu di daerah utara dari perairan Kecamatan Kapetakan nilai terendah (SAC 9) dan tertinggi di daerah teluk perairan Kabupaten Gebang (SAC 38). Sementara di lokasi lainnya antara dari 50 mg/l – 67 mg/l. Perairan di daerah penelitian masih mengandung mangan masih di bawah nilai baku mutu, namun untuk lokasi perairan Kecamatan Kapetakan perlu mendapat perhatian karena nilai kandungan mangan telah mendekati nilai ambang batas. Logam Berat Hasil pemeriksaan percontohan air di perairan Kabupaten Cirebon jika dibandingkan pada tahun 2005 dan 2007 tidak mengalami perubahan yang sangat besar. Hasil pemeriksaan percontohan air di perairan Kabupaten Cirebon jika dibandingkan dengan baku mutu air laut yang berlaku di Indonesia (Tabel 6-1) untuk budidaya perikanan dan taman laut konservasi (Kep. MenKLH. Kep-02 / MENKLH / 1988 dan Per. Menkes RI No. 416 / MENKKES / PER / IX / 1990), dapat dilihat pada Tabel 2,3,4,5. Di dalam penelitian ini logam berat yang dianalisis , yaitu Besi (Fe) dan Mangan (Mn). − Besi (Fe) Parameter ini menunjukkan besarnya kandungan besi di perairan sekitar daerah penelitian. Dari analisis kimia yang telah dilakukan di ketahui bahwa kandungan besi berkisar antara 0,36 mg/l hingga 1,7 mg/l. Kandungan besi terendah terdapat di perairan teluk Kecamatan Gebang (SAC 38), sedangkan untuk kandungan tertinggi terdapat di daerah utara perairan Kecamatan Kapetakan (SAC 9 dan SAC 14). Di lokasi lainnya kandungan besi berkisar antara 0,46 mg/l – 0,62 mg/l. Pada tahun 2007 (Tabel 6) kandungan besi menurun dari 0,14 mg/l hingga 0,18 mg/l. Baku mutu air golongan B untuk Perikanan (KEPGUB Jakarta, 1988) adalah 2 mg/l. Perairan di daerah penelitian masih mengandung besi di bawah nilai baku mutu, namun untuk lokasi perairan Kecamatan Kapetakan perlu mendapat perhatian karena nilai kandungan besi sudah mendekati nilai ambang batas. − Mangan (Mn) Parameter ini menunjukkan besarnya kandungan mangan di perairan di sekitar daerah penelitian. Dari analisis kimia yang telah dilakukan diperoleh bahwa kandungan mangan berkisar antara 0,12 mg/l hingga 0.98 mg/l. Kandungan mangan terendah terdapat di perairan teluk Kecamatan Gebang (SAC 38), sedangkan kandungan tertinggi terdapat di utara perairan Kecamatan Kapetakan (SAC 9 dan SAC 14).Di lokasi lainnya kandungan mangan berkisar antara 0,32 mg/l – 0,42 mg/l. Pada tahun 2007 (Tabel 6) kandungan mangan terjadi penurunan berkisar dari 0,03 mg/l hingga 0.07 mg/l Baku mutu air golongan B untuk Perikanan (KEPGUB Jakarta,1988) adalah 1 mg/l. 120 Dari kedua hasil analisis kimia logam berat, yaitu besi dan mangan, dapat dilihat bahwa kandungan logam berat lebih terkonsentrasi di bagian utara daerah penelitian. Berdasarkan hasil perbandingan antara hasil uji contoh air di perairan Kabupaten Cirebon dengan baku mutu air untuk kawasan budidaya perikanan dan taman laut konservasi seperti tabel di atas dapat dikatakan bahwa rata-rata kondisi air masih di bawah baku mutu dengan kata lain belum tercemar. Beberapa percontoh air ada juga yang melebihi baku mutu seperti : 1. Kandungan zat organik pada percontoh air SAC-38 untuk budidaya perikanan dan taman laut konservasi di atas baku mutu air. 2. Kandungan BOD5 pada percontoh air SAC38 untuk budidaya perikanan diatas baku mutu air, sedangkan untuk taman laut konservasi di bawah baku mutu air. 3. Kandungan COD pada percontoh air SAC-25; SAC-30; SAC-34 dan SAC-40; untuk budidaya perikanan dan taman laut konservasi di atas baku mutu air. 4. Kandungan logam berat jenis mangan pada percontoh air SAC-9; SAC-14; SAC-25; SAC34; SAC-42, dan SAC-44; untuk budidaya perikanan dan taman laut konservasi diatas baku mutu air sedangkan jenis besi hanya pada percontoh air SAC-9. Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 2 Agustus 2012 : 115 - 127 PARAMETER SATUAN Tabel 2. Hasil Banding Pemeriksaan Dengan Baku Mutu Air 1 Zat Organik mg/L mg/l 2 BOD5 mg/l O2 mg/L 3 COD mg/l O2 mg/L 4 Ammonium mg/l mg/L 5 Nitrat mg/l mg/L 6 Nitrit mg/l mg/L NO Kep. MenKLH No. 02/MENKLH/1988 dan Per. Menkes RI No. 416/MENKKES/PER/IX/199 0 Budidaya Perikanan Taman Laut SAC- SAC- SAC- SAC- SAC- SACKonservasi 7 9 14 17 20 22 < 80 < 80 < 45 < 80 < 80 < 80 <1 < 0,3 < 10 < 10 < 0,5 0.5 < 0,5 0.5 65 33 - - 41 21 - - 81 41 - - 0,02 0,01 0.02 0.01 - - 0.02 0.02 0,02 0,02 - - 0,01 0,01 0.01 0.01 - - - 58 - 37 - 72 - 0,02 0.02 - 0.02 0,02 - 0,01 0.01 - - 50 60 - - 32 38 - - 63 75 - - 0,02 0.02 0,02 0.02 - - 0.03 0,02 0.02 0,03 - - 0,01 0.01 0,01 0.01 - - - 67 - 43 - 84 - 0,02 0.02 - 0.03 0,03 - 0,01 0.01 - - NO SATUAN PARAMETER Tabel 3. Hasil Banding Pemeriksaan Dengan Baku Mutu Air 1 Zat Organik mg/l mg/L 2 BOD5 mg/l O2 mg/L 3 COD mg/L mg/l O2 4 Ammonium mg/L mg/l 5 Nitrat mg/L mg/l 6 Nitrit mg/L mg/l Kep. MenKLH No. 02/MENKLH/1988 dan Per. Menkes RI No. 416/MENKKES/PER/IX/199 0 Budidaya Perikanan Taman Laut SAC- SAC- SAC- SAC- SAC- SACKonservasi 25 30 34 38 42 44 < 80 < 80 < 45 < 80 < 80 < 80 <1 < 0,3 < 10 < 10 < 0,5 0.5 0,5 < 0.5 65 67 66 130 - - - - √ √ 43 41 42 83 - - - √ 84 81 83 163 √ √ √ √ √ √ √ √ 0,02 0,03 0.02 0.03 0,02 0.02 0,12 0.12 - - - - 0,03 0,03 0.03 0.03 0,03 0.03 0,09 0.09 - - - - 0,01 0.01 0,01 0,01 0.01 0.01 0,04 0.04 - - - - - 63 - 40 - 79 - 0,04 0.04 - 0,02 0.02 - 0,02 0.02 - - 66 - 42 - 83 √ √ 0,03 0.03 - 0,02 0.02 - 0,03 0.03 - - 121 Karakteristik Lingkungan Air Laut Dengan Perubahan Garis Pantai Kabupaten Cirebon – Jawa Barat (Purnomo Raharjo dan Franto Novico) Mangan 8 Besi PARAMETER 7 NO 7 Mangan 8 Besi SATUAN NO Kep. MenKLH No. 02/MENKLH/1988 dan Per. Menkes RI No. 416/MENKKES/PER/IX/1990 Budidaya Perikanan Taman Laut Konservasi mg/l mg/L 0,5 < 0.5 < 0,5 0.5 mg/l mg/L <1 <1 SATUAN PARAMETER Tabel 4. Hasil Banding Pemeriksaan Dengan Baku Mutu Air SAC- SAC- SAC- SAC- SAC- SAC7 9 14 17 20 22 0,38 0.38 - 0,62 0.62 - - 0,98 0.98 0,98 0.41 0,41 0,38 0,39 0.98 0.38 0.39 √ √ √√ - - - 1,7 0,5 0,54 0,57 0,55 1.7 0.5 0.54 0.57 0.55 √√ - - - - - SAC25 0,55 0.55 √√ 0,42 0.42 - - SAC30 0,46 0.46 - 0,32 0.32 - - Kep. MenKLH No. 02/MENKLH/1988 dan Per. Menkes RI No. 416/MENKKES/PER/IX/1990 Budidaya Perikanan Taman Laut Konservasi mg/l mg/L 0,5 < 0.5 < 0,5 0.5 mg/l mg/L <1 <1 Catatan: - Masih di bawah baku mutu (bagus) √ Melebihi baku mutu (tercemar) Tabel 5. Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Laut Tahun 2007 (Yogi. drr., 2007) 122 SAC34 0,54 0.54 √√ 0,32 0.32 - - SAC38 0,36 0.36 - 0,12 0.12 - - SAC42 0,57 0.57 √√ 0,38 0.38 - - SAC44 0,5 0.5 √√ 0,4 0.4 - - Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 2 Agustus 2012 : 115 - 127 Dinamika Pantai Kawasan pantai Kabupaten Cirebon merupakan daerah teluk yang berada di kawasan utara Pulau Jawa dan termasuk kategori perairan terbuka. Energi gelombang yang menuju pantai cukup berpengaruh terhadap dinamika proses pantai di daerah tersebut. Energi gelombang selain menimbulkan abrasi, juga berfungsi sebagai komponen pembangkit arus sejajar pantai (longshore current) yang dapat menyebabkan sedimentasi di daerah-daerah tertentu. Angin Permukaan Angin yang bertiup di permukaan laut merupakan faktor utama penyebab timbulnya gelombang laut. Angin yang berhembus di atas permukaan air akan memindahkan energinya ke air. Semakin lama dan semakin kuat angin berembus, semakin besar gelombang yang terbentuk. Menurut teori Sverdrup, Munk dan Bretchneider (SMB) (dalam Yuningsih, 1992), kecepatan angin minimum yang dapat membangkitkan gelombang adalah sekitar 10 knot atau setara dengan 5,1 m/ det. Kecepatan angin ini kemudian dikelompokan sesuai dengan skala Beaufort, sehingga dari pengelompokan ini dapat terlihat jumlah (frekuensi) pengaruh angin dengan kecepatan tertentu dan arah tertentu yang terjadi di pantai Cirebon. Pengelompokan kecepatan angin terbagi atas limainterval, yaitu: 11-16 knot, 17-21 knot, 22-27 knot, 28-33 knot, dan lebih besar dari 33 knot. Hasilnya disajikan dalam Tabel 1 dan 2. Sementara arah angin dipisahkan menjadi delapan arah angin utama yaitu: utara, timur laut, timur, tenggara, selatan, barat daya, barat, barat laut. Data angin permukaan yang digunakan adalah data dari Stasiun Jatiwangi pada koordinat 108°16’ BT dan 06°45’ LS dari tahun 1998 sampai dengan 2003 pada ketinggian stasiun 50 m di atas permukaan laut. Frekuensi angin kuat yang tercatat di stasiun Jatiwangi ini relatif sangat kecil, yaitu dari arah selatan sebanyak 39, barat laut dan utara sebanyak 3, dari timur sebanyak 2. Pemisahan angin kuat tersebut menghasilkan frekuensi terbesar pada kelompok Beaufort 11-16 knot atau sekitar 5,618,16 m/det. Jika diprosentasikan terhadap seluruh angin kuat selama enam tahun maka arah angin yang bertiup berasal dari selatan yaitu 81,25%, kemudian angin barat laut dan utara sebesar 6,25%, disusul angin timur 4,17%. Frekuensi terbesar kecepatan angin berada pada interval 11-16 knot. Frekuensi angin kuat terbesar terjadi pada bulan Agustus dan September. Pemisahan arah dan frekuensi angin kuat ini digambarkan dalam diagram bunga (Gambar 3). Dilihat dari presentase besarnya angin di atas terlihat bahwa angin yg berpengaruh dalam proses dinamika pantai Cirebon adalah angin utara, timur dan barat laut. Gambar 3. Diagram Bunga Angin dan Arah Angin Tahunan 1998-2003 (BMG Jatiwangi). 123 Karakteristik Lingkungan Air Laut Dengan Perubahan Garis Pantai Kabupaten Cirebon – Jawa Barat (Purnomo Raharjo dan Franto Novico) Energi Fluks Memanjang Pantai Perhitungan energi fluks memanjang pantai ini merupakan aplikasi dengan pendekatan secara empiris berdasarkan perhitungan matematis dari persamaan kecepatan gelombang, persamaan potensial gelombang Laplace dan persamaan energi gelombang yg disederhanakan dan dimodifikasi oleh Tsuchiya (1974) (dalam Ai Yuningsih, 1992) yang menghasilkan persamaan: Pls = 0.09352 n H2 T sin 2 Q Dimana: n = frekuensi angin kuat permukaan H = tinggi gelombang signifikan (m) T = periode gelombang signifikan (detik) Q = sudut rambat gelombang terhadap normal pantai Data tinggi dan periode gelombang signifikan diperoleh dengan metode Sverdrup, Munk, dan Bretchneider (SMB) (dalam Yuningsih, 1992). Perhitungan dilakukan untuk setiap titik tinjau sebanyak 60 dan untuk setiap arah yang telah dipilih, yaitu yang mungkin terjadi di Pantai Kabupaten Cirebon dan juga berpengaruh terhadap proses dinamika pantai. Nilai energi fluks yang didapat untuk setiap titik sangatlah bervariasi. Hal ini oleh karena energi gelombang yang tiba di suatu titik juga bergantung pada panjang fetch di titik tersebut, perbedaan morfologi pantai, dan pengaruh angin yang diterima oleh masing-masing titik tinjau (Gambar 4). Gambar 4. Kurva energi fluks gelombang tahunan, perairan Kabupaten Cirebon. Berdasarkan hasil perhitungan energi fluks gelombang, maka secara alami dapat diketahui proses dinamika pantai yang terjadi di pantai Kabupaten Cirebon. Beberapa lokasi memiliki potensi mengalami proses sedimentasi, abrasi, tapi terdapat juga daerah yang masih relatif stabil (Gambar 5 dan 6). Kawasan pantai di sepanjang Kecamatan Kapetakan hingga Kecamatan Cirebon Utara yang berpotensi mengalami proses sedimentasi berada pada titik tinjau 1-9 dan 10-11, sedangkan potensi abrasi berada pada titik tinjau 9-10 dan 11-12. Kawasan pantai di sepanjang Kecamatan Mundu, Kecamatan Astanajapura hingga Kecamatan Pangenan yang berpotensi mengalami proses sedimentasi berada pada lokasi titik tinjau 13-14; 15-17; 19-22; 23-25; dan 28-29, sedangkan potensi abrasi berada pada titik tinjau 14-15; 17-19; 22-23; 25-28; dan 29-30. 124 Kawasan pantai di sepanjang Kecamatan Gebang, hingga Kecamatan Losari yang berpotensi mengalami proses sedimentasi berada pada titik tinjau 30-32; 36-37; 38-39; 42-50; 52-55; dan 56-57, sedangkan potensi abrasi berada pada lokasi titik tinjau 32-33; 35-36; 40-42; 50-52; 55-56 dan 57-60. Sementara kawasan yang pantainya relatif stabil berada pada titik tinjau 33-35; 37-38 dan 39-40. Hasil perhitungan dan kenyataan di lapangan kemungkinan berbeda. Salah satu penyebabnya adalah banyaknya sungai yang bermuara ke pantai Kabupaten Cirebon. Dalam perhitungan energi fluks, gelombang ini tidak dimasukkan sebagai faktor sungai. Muara sungai sangat bergantung pada tiga faktor dominan, yaitu gelombang, debit sungai, dan pasang surut. Gambar 5. Peta dinamika/perubahan garis pantai Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 2 Agustus 2012 : 115 - 127 125 Karakteristik Lingkungan Air Laut Dengan Perubahan Garis Pantai Kabupaten Cirebon – Jawa Barat (Purnomo Raharjo dan Franto Novico) Gambar 6. Peta karakteristik pantai daerah penelitian. B U S T 126 Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 2 Agustus 2012 : 115 - 127 SIMPULAN UCAPAN TERIMA KASIH 1. Hasil pengamatan pasang surut menunjukkan bahwa tunggang air maksimum selama pengamatan adalah 1,02 m dengan harga bilangan Formzal (F) sebesar 1,06006. Hal ini berarti tipe pasang surut di daerah ini adalah pasang surut campuran condong ke harian ganda (mixed tide prevailing semidiurnal). Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut, tetapi tinggi dan periodenya berbeda. Hasil perhitungan dengan metode admiralty diperoleh harga MSL sebesar 1,549 m. Sebagai datum vertikal untuk keperluan pemetaan hidrografi digunakan kedudukan permukaan air surutan terendah (LWS) yang letaknya 3.106 m di bawah BM. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Dr. Susilo Hadi selaku Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, dan para editor Buletin Geologi Tata Lingkungan (BGTL), serta rekan-rekan yang telah membantu hingga selesainya tulisan ini. 2. Kedalaman dasar laut perairan Kabupaten Cirebon hingga 4 mil laut bagian terdalam mencapai 10,5 m berdasarkan surut terendah. Morfologi dasar laut perairan Kabupaten Cirebon mengikuti pola umum dasar Laut Jawa, yaitu mengikuti perkembangan pola umum garis pantai yang berarah barattimur. Melihat kondisi batimetri surut terendah cukup jauh, maka diperkirakan penambahan lahan akibat proses sedimentasi masih berlanjut. 3. Kondisi lingkungan perairan Kabupaten Cirebon berdasarkan hasil perbandingan antara hasil uji percontoh air dengan baku mutu air (Kep. MenKLH. Kep-02 / MENKLH / 1988 dan Per. Menkes RI No. 416 / MENKKES / PER / IX / 1990) untuk kawasan budidaya perikanan dan taman laut konservasi dapat dikatakan bahwa rata-rata kondisi air masih di bawah baku mutu, dengan kata lain belum tercemar. 4. ACUAN Doodson, A.T., Warburg, H.D., 1936, Admiralty Tide Tables Part III, Hydrographic Departement, Admiralty, London. Faturachman, A., Raharjo, P., dkk., 2002, Laporan Hasil Kajian Proses Sedimentasi di Perairan Cirebon, PPPGL, Bandung. Tidak dipublikasi. KEPGUB JAKARTA., 1988, Himpunan Peraturan Lingkungan Hidup. KEPMEN LH No. 51., 2004, Bakumutu Air Laut Raharjo, P., Faturachman, A., dkk., 2005, Laporan Hasil Penyelidikan Potensi Sumber Daya Mineral dan Daya Dukung Infrastruktur Kawasan Pesisir Kota/Kabupaten Cirebon, PPPGL, Bandung. Tidak dipublikasi. Sofwan Hadi, 1990, “Gelombang Laut”, Diktat Kuliah Laboraturium Oceanografi, GM ITB. Yuningsih., Ai 1992, Hubungan Antara Proses Akresi Pantai Dengan Proses Terjadinya Banjir Di Daerah Muara Angke-Drainase Cengkareng Perhitungan energi fluks gelombang yang menghasilkan peta dinamika pantai secara alamiah memperlihatkan bahwa proses dominan yang terjadi di perairan Kabupaten Cirebon adalah sedimentasi. Beberapa pantai yang mengalami proses abrasi seperti di Kecamatan Kapetakan, teluk dan tanjung di Kecamatan Astanajapura, dan tanjung yang berada di Kecamatan Losari. Beberapa pantai yang secara alami masih relatif stabil berada di Kecamatan Losari. 127