BAB 2 TI JAUA PUSTAKA 2.1. Pengertian Skizofrenia Secara umum gangguan jiwa dibagi dalam dua golongan besar yaitu psikosa dan non psikosa (ansietes, depresi,insomnia,alkoholisme dan ketergantungan obat). Golongan psikosa di tandai dengan dua gejala utama yaitu tidak adanya pemahaman dari ketidak mampuan menilai realitas. Sedangkan golongan psikosa itu sendiri dibagi dalam dua sub golongan, yaitu psikosa fungsional dan psikosa organik.2 Psikosa fungsional adalah gangguan jiwa yang disebabkan karena terganggunya fungsi sistem penghantar sinyal sel-sel saraf (neurotransmitter) dalam susunan saraf pusat (otak), tidak terdapat kelainan struktural pada sel-sel saraf otak tersebut. Sedangkan Psikosa organik adalah gangguan jiwa yang disebabkan karena adanya kelainan pada struktur susunan saraf pusat (otak) yang disebabkan misalnya tumor di otak, kelainan pembuluh darah otak, infeksi di otak, keracunan NAPZA, dan lain sejenisnya, yang termasuk dalam kelompok psikosa fungsional terbanyak adalah Skizofrenia. 2 Eugen Bleuler (1857-1939), seorang psikiater Swiss, memperkenalkan istilah skizofrenia. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani schizos artinya terbelah, terpecah, dan phren artinya pikiran. Secara harfiah, skizofrenia berarti pikiran atau jiwa yang terpecah/terbelah. Bleuler lebih menekankan pola prilaku, yaitu tidak adanya integrasi otak yang mempengaruhi pikiran, perasaan dan afeksi. Dengan demikian tidak ada kesesuaian antara pikiran dan emosi, antara persepsi dengan kenyataan yang sebenarnya .10 8 Schizophrenia termasuk dalam kelompok psikosis fungsional. Psikosis fungsional merupakan penyakit mental secara fungsional yang non organis sifatnya, sehingga terjadi kepecahan kepribadian yang ditandai oleh desintegrasi kepribadian dan maladjustment sosial yang berat, tidak mampu mengadakan hubungan sosial dengan dunia luar, bahkan sering terputus sama sekali denga realitas hidup; lalu menjadi ketidakmampuan secara sosial. Hilanglah rasa tanggung jawabnya dan terdapat gangguan pada fungsi intelektualnya. Jika perilakunya tersebut menjadi begitu abnormal dan irrasional, sehingga dianggap bisa membahayakan atau mengancam keselamatan orang lain dan dirinya sendiri, yang secara hukum disebut gila (Kartono, 1989 :165).11 Menurut Wicaksana,(2000), schizophrenia merupakan gangguan mental klasifikasi berat dan kronik (psikotik) yang menjadi beban utama pelayanan kesehatan jiwa di Indonesia sejak jaman pemerintah Hindia Belanda sampai sekarang. Hal ini di sebabkan ciri pokok keruntuhan fungsi peran dan pekerjaan, sehingga penderita menjadi tidak produktif dan harus ditanggung hidupnya selamanya oleh sanak keluarga, masyarakat, atau pemerintah. Skizofrenia adalah suatu kumpulan gangguan (group of disorder) yang mempunyai manifestasi berupa gangguan karakteristik pada proses berfikir, alam perasaan dan tingkah laku. 2.2. Epidemiologi Skizofrenia Epidemiologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari kondisi-kondisi kesehatan dalam suatu masyarakat tertentu dengan meneliti faktor-faktor yang ada dalam masyarakat atau yang dapat mempengaruhi masyarakat itu, yang kemungkinan 9 dapat mengakibatkan perubahan-perubahan dalam keadaan kesehatan masyarakat dan penyebarannya dalam masyarakat itu. Adapun faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penyakit skizofrenia: 2.2.1. Umur dan jenis kelamin Prevalensi penderita skizofrenia antara laki-laki dan perempuan adalah sama, tetapi pada masa perjalanan penyakit laki-laki lebih awal dari pada wanita. Usia puncak untuk laki-laki adalah 15-25 tahun sedangkan pada wanita adalah pada usia 25-35 tahun dan pada usia dibawah 10 tahun dan diatas 50 tahun adalah sangat jarang.26 2.2.2. Bulan kelahiran Penderita skizofrenia kebanyakan dilahirkan pada musim dingin dan permulaan musim semi, khususnya di daerah utara,termasuk Amerika Serikat, penderita skizofrenia lebih sering lahr pada bulan Januari hingga April. Pada daerah selatan, penderita skizofrenia lebih sering lahir pada bulan Juli hingga September. 2.2.3. Distribusi geografis skizofrenia secara geografis tidak tersebar secara merata diseluruh dunia. Prevalensi skizofrenia dari bagian utara-selatan dan bagian barat Amerika Serikat lebih tinggi dari pada didaerah lainnya. Beberapa daerah geografis memiliki prevalensi schizofrenia yang tinggi. 2.2.4. Angka reproduksi Penggunaan obat-obat psikotropik, peningkatan upaya rehabilitas, pendirian rumah sakit, dan perhatian masyarakat pada penderita 10 skizofrenia secara umum meningkatkan angka perkawinan dan angka kesuburan diantara penderita skizofrenia. Oleh faktor-faktor tersebut sejumlah anak lahir dari orang tua yang menderita skizofrenia. 2.2.5. Bunuh diri Penderita wanita dan pria adalah hampir sama terlibat bunuh diri, diantara penderita skizofrenia ada pada penderita yang depresip, usia muda dan penderita yang sering menderita sakit. Oleh karenanya sangat perlu pendekatan perawatan secara farmakologis (pemberian obat-obatan anti depresi) dan penggunaan dukungan kelompok secara langsung. 2.2.6. Faktor budaya dan sosial ekonomi Lebih banyak pasien schizofrenia menduduki kelas sosial yang rendah dalam masyarakat yang perkembangan industrinya tinggi, dan lebih banyak orang menderita schizofrenia pada kelompok pendatang baru ke satu perkotaan (emigran). Beberapa studi melaporkan prevalensi yang tinggi dari schizofrenia adalah diantara imigran dan menemukan perubahan budaya yang tiba-tiba. 2.3. Faktor Penyebab/Agent Skizofrenia Hingga sekarang belum ditemukan penyebab (etiologi) yang pasti mengapa seseorang menderita skizofrenia. Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan tidak ditemukan faktor tunggal. Penyebab skizofrenia menurut penelitian yang mutakhir yaitu: 11 2.3.1. Faktor Biologik12 Yang dimaksud dengan faktor biologik adalah berbagai keadaan biologis yang dapat menghambat perkembangan maupun fungsi pribadi/ individu dalam kehidupan sehari-hari, biasanya bersifat menyeluruh, artinya mempengaruhi seluruh aspek tingkah laku, mulai dari kecerdasan sampai daya tahan terhadap stress, seperti kurang gizi, kelainan gen, penyakit-penyaki . melihat dari bagian otak (sistem limbik, ganglia basalis, lobus frontal) dan neuro transmiter (dopamine, serotonin, norephineprin, asam amino). Susunan saraf orang skizofrenia sangat rentan, neurotransmitter di otak meningkat, tapi pada tahap lanjut neurotranmitter mengalami defisit/ hipofungsi. Misalnya apabila terjadi kenaikan dopamin maka akan menimbulkan gangguan neurologi atau psikotik seperti waham. 2.3.2. Struktur Otak10 Sekitar 20-35% penderita skizofrenia mengalami beberapa bentuk keruskan otak (Sue, et al., 1986). Penelitian dengan CAT (computer Axial Temography) dan MRI (Magnetic Resonance Imagins) memperlihatkan bahwa sebagian penderita schizophrenia memiliki vertikel serebral (yaitu ruangan yang berisi cairan serebrospinal) yang jauh lebih besar dibanding dengan orang normal. Itu berarti jika vertikel lebih besar dari keadaan normal, jaringan otak lebih kecil dari normal. Pembesaran vertikel berarti terdapat proses memburuknya atau berhentinya pertumbuhan jaringan otak. Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa lobus frontalis, lobus temporalis, dan hipokampus yang lebih kecil pada penderita schozophrenia (atkinson, et al.,1992). 12 Penelitian dengan PET (Positron Emission Topograph) yaitu pengamatan terhadap metabolisme glukosa pada saat seseorang sedang mengerjakan tes psikologi, pada penderita schizophrenia memperlihatakan tingkat metabolisme yang rendah pada lobus frontalis. Kelainan saraf ini dapat pula dijelaskan sebagai akibat dari infeksi yang disebabkan oleh virus yang masuk otak. Infeksi ini dapat terjadi selama perkembangan janin. Akan tetapi, jika kerusakan otak terjadi pada masa awal perkembangan seseorang. Weinberger (dalam Davison, et al., 1994) mengatakan bahwa luka pada otak saling mempengaruhi dengan proses perkembangan otak yang normal. Lobus frontalis merupakan struktur otak yang terlambat matang, khususnya pada usia dewasa. Dengan demikian, luka pada daerah tersebut belum berpengaruh pada masa awal sampai lobus frontalis mulai berperan dalam perilaku. Seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini : Gambar 1. Gambar otak penderita skizofrenia. Image Source: UCLA Laboratory of Neuro Imaging 13 2.3.3. Virus Perubahan anatomi pada saraf pusat akibat infeksi virus pernah dilaporkan pada orang-orang dengan skizofrenia. Penelitian mengatakan bahwa terpapar infeksi virus pada trisemester kedua kehamilan akan meningkatkan seseorang menjadi skizofrenia. Beberapa studi menunjukkan bahwa skizofrenia mungkin berhubungan dengan paparan influenza sebelum bayi dilahirkan. Sebagai contoh, Sarnoff Mednick, dan rekan-rekan sejawatnya mengikuti sejumlah besar orang setelah terjadinya epidemi berat influenza tipe A2 di Helsinki, Finlandia. Para peneliti ini menemukan bahwa mereka dan ibunya terpapar influenza selama trisemester kedua kehamilannya lebih banyak mengalami skizofrenia dibanding dengan mereka yang tidak ( Cannon, Barr, dan Mednick, 1991). Observasi ini telah dikuatkan oleh beberapa peneliti lainnya (misal, O’Collaghan, Sham, Takey, Glover dan Murray, 1991; Vanables, 1996 ). Adanya indikasi bahwa penyakit penyakit seperti virus yang dapat menyebabkan kerusakan otak pada janin kelak dapat mengakibatkan skizofrenia. Tetapi belum cukup bukti untuk menyimpulkan adanya “virus- skizo”. 2.3.4. Faktor Genetik11 Para ilmuan sudah lama mengetahui bahwa skizofrenia diturunkan, 1% dari populasi umum tetapi 10% pada masyarakat yang mempunyai hubungan derajat pertama seperti orang tua, kakak laki-laki ataupun perempuan dengan skizofrenia. Masyarakat mempunyai derajat kedua seperti paman, bibi, kakek/ nenek dan sepupu dikatakan lebih sering dibandingkan populasi umum. Kembar identik 40% sampai 65% 14 perpeluang menderita skizofrenia sedangkan kembar zigotic 12%. Anak dan kedua orang tua yang skizofrenia yang mengalami skizofrenia berpeluang 40%, satu orang tua 12%. Dari penelitian epidemiologi keluarga terlihat bahwa untuk keponakan adalah 3%, masih lebih tinggi dari populasi umum yang hanya 1%, demikian juga dengan penelitian anak adopsi dikatakan, anak penderita skizofrenia yang diadopsi orang tua normal, tetap mempunyai resiko 16,6%, sebaliknya anak sehat yang diadopsi oleh orang tua dengan skizofrenia mempunyai resiko 1,6%, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin dekat hubungan keluarga biologis semakin tinggi resiko terkena skizofrenia. 2.3.5. Proses Sosial Dan Lingkungan a. Teori perkembangan. Ahli teori seperti Freud, Sullivan, dan Erikson mengemukakan bahwa kurangnya perhatian dan kasih sayang di tahun-tahun awal kehidupan berperan dalam menyebabkan kurangnya identitas diri, salah interpretasi terhadap realitas, dan menarik diri dan hubungan pada penderita skizofrenia. b. Teori keluarga. Teori-teori yang berkaitan dengan peran keluarga dalam munculnya skizofrenia belum divalidasi dengan penelitian. Bagian fungsi keluarga yang telah di implikasikan dalam peningkatan angka kekambuhan individu dengan skizofrenia adalah sangat mengekspresikan emosi (High Expressed Emotion / HEE). Keluarga dengan ciri ini dianggap terlalu ikut campur secara emosional, kasar dan kritis. 15 c. Model sosial ekonomi. Hasil penelitian yang konsisten adalah hubungan yang kuat antara skizofrenia dan status sosial ekonomi yang rendah. d. Model kerentanan stress. Model interaksional yang menyatakan bahwa penderita skizofrenia mempunyai kerentanan biologi dan genetik terhadap skizofrenia. Kerentanan ini, bila disertai dengan pajanan stressor kehidupan, dapat menimbulkan gejala-gejala pada individu tersebut, seperti perkawinan, problem orang tua, hubungan interpersonal, pekerjaan, dll. Menurut Dalev (2001) probabilitas seorang menderita skizofrenia apabila orang tua maupun saudara-saudaranya tidak mengidap penyakit tersebut adalah sekitar satu persen. Apabila ada seorang orang tua atau saudara kandung mengidap penyakit ini maka peluang untuk menderita skizofrenia berkembang menjadi 10%. Apabila kedua orang tua mengidap skizofrenia, maka peluang untuk menderita penyakit ini berkembang menjadi 40%. Menurut Hawari (2001) bahwa gangguan pada perkembangan otak janin juga mempunyai peran bagi timbulnya skizofrenia kelak dikemudian hari. Gangguan perkembangan otak janin ini muncul oleh karena disertai faktor-faktor antara lain: a. Virus atau infeksi lain selama kehamilan yang dapat mengganggu perkembangan otak janin. b. Menurunnya auto-immune yang mungkin disebabkan infeksi selama kehamilan. 16 c. Berbagai macam komplikasi kandungan d. Kekurangan gizi yang cukup berat terutama pada trisemester pertama kehamilan. 2.4. Klasifikasi Skizofrenia Gambar 2. Skema gangguan mental GANGGUAN NON FUNGSIONAL GANGGUA N PSIKOSA • GANGGUAN PSIKOSA FUNGSIONAL • • • Skizofrenia Skizofrenia paranoid Skizofrenia katatonik Skizofrenia hebefren Skizofrenia simplex Gangguan afektif berat/ PMD Gangguan paranoia Psikosis non organik lain Gangguan psikosa/ gangguan jiwa merupakan,ganguan psikosa terdiri dari dua bagian yaitu gangguan mental organik dan gangguan psikokotik fungsional. Gamgguan mental organik merupakan gangguan jiwa yang disebabkan karena adanya kelainan struktur susunan saraf pusat yang disebabkan misalnya terdapat tumor di otak, kelainan pembuluh darah di otak, infeksi di otak, keracunan NAPZA, dan sebagainya. Gangguan psikotik fungsional merupakan gangguan jiwa yang disebabkan karena terganggunya fungsi sistem penghantar sinyal sel-sel saraf dalam susunan saraf pusat, tidak terdapat kelainan struktur pada sel-sel saraf otak tersebut. 17 Psikosa fungsional terdiri atas skizofrenia, ganguan afektif berat, gangguan paranoia, dan psikosa non organik lainnya (Wicaksana 2000).12 Adapun klasifikasi skizofrenia adalah sebagai berikut : 2.4.1. Skizofrenia Paranoid Simptom utamanya adalah waham kejar atau waham kebesarannya dimana individu merasa dikejar-kejar oleh pihak tertentu yang ingin mencelakianya. Hal tersebut terjadi karena segala sesuatu ditanggapi secara sensitif dan egosentris seolaholah orang lain akan berbuat buruk kepadanya. Gambaran penyerta meliputi kecemasan yang tidak terfokus, kemarahan, suka bertengkar/ berdebat dan tindak kekerasan. 2.4.2. Skizofrenia Katatonik15 Gambaran tipe ini biasanya muncul secara tiba-tiba. Umumnya penderita memiliki riwayat bertingkah laku eksentrik disertai kecenderungan menarik diri dari realitas. Ada dua subtipe, yakni subtipe stuppor dan subtipe aktif. a. subtipe stuppor, ciri-cirinya adalah : mengalami stuppor, yaitu kehilangan semangat hidup dan senang diam dalam posisi kaku tertentu sambil membisu dan menatap dengan pandangan kosong. Kendati tampak acuh tak acuh namun pada saat “sadar” ternyata dia dapat menceritakan segala sesuatu yang berlangsung disekitarnya. Ia sangat mudah dipengaruhi sehinggan secara otomatis akan mengikuti perintah atau meniru perbuatan orang lain (ekhopraksia); umumnya bersifat negativistik: menolak membetulkan posisi tubuhnya, menolak makan, membuang air seenaknya, keluar busa dari 18 mulutnya dan pikiran tampak kosong. Ancaman fisik berupa stimulasi yang menyakitkan tidak membuat penderita bergeming. b. Subtipe aktif (axcited), dengan ciri-ciri: dari keadaan katatonik serba pasif, secara tiba-tiba berubah menjadi “exsited”, berbicara dan berteriak-teriak tak karuan, berjalan mondar mandir, melakukan aktifitas seksual secara terbuka, seperti masturbasi, melukai tubuh sendiri, atau sebaliknya menyerang dan mencoba membunuh orang lain. 2.4.3. Skizofrenia Hebefren Skizofrenia hebefrenik atau disebut juga hebefrenia, menurut maramis (2004) permulaanya perlahan-lahan dan sering timbul pada masa remaja atau antara usia 1525 tahun. Gejala yang menyolok adalah gangguan proses berfikir, gangguan kemauan, dan adanya depersonalisasi. Pada tipe ini terjadi desintegrasi emosi, dimana emosinya bersifat kekanakkanakan, ketolol-tololan, seringkali tertawa sendiri dan secara tiba-tiba menangis tersedu-sedu. Terjadi regresi tolol, dimana individu menjadi kekanak-kanakan. Individu mudah tersinggung atau sangat irritable. Seringkali dihinggapi sarkasme (sindiran tajam) dan menjadi marah meledak-ledak atau explosive tanpa sebab. Pembicaraannya kacau, suka berbicara berjam-jam. Pada awal gangguan seringkali komunikatif, tetapi lama-kelamaan menjadi tidak karuan yang bahkan sampai akhirnya individu tidak komunikatif.10 19 2.4.4. Skizofrenia simplex18 Skizofrenia simplex, sering timbul pertama sekali pada masa pubertas. Gejala utamanya adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir biasanya sukar ditentukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini timbul secara perlahan. Pada permulaan mungkin penderita kurang memperhatikan keluarga atau menarik diri dari pergaulan, makin lama ia semakin mundur dalam pekerjaan dan pelajaran dan pada akhirnya menjadi pengangguran, dan bila tidak ada orang yang menolongnya ia mungkin akan menjadi “pengemis”, “pelacur”, atau “penjahat” (Maramis, 2004). 2.4.5. Skizofrenia Tak Tergolongkan (Undeferentiated) Tipe ini tidak dapat dimasukkan dalam tipe-tipe yang telah diuraikan sebelumnya, dimana gejala-gejala yang muncul sulit untuk digolongkan pada tipe skizofrenia tertentu. Kriteria diagnosti untuk sizofrenia tipe undifrentiated adalah dimana simptom-simptom memenuhi kriteria A, tetapi tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia tipe paranoid, katatonik ataupun tipe hebefrenik. 2.5. Gejala-gejala Skizofrenia Gejala - gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu gejala negatif atau negative symptoms dan gejala positif atau positive symptoms. 2.5.1. Gejala- Gejala egatif.3 a. Alam perasaan (affect) tumpul dan mendatar. Gambaran alam perasaan ini dapat terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukan ekspresi. b. Menarik diri atau mengasingkan diri tidak mau bergaul atau kontak dengan orang lain, suka melamun. 20 c. Kontak emosional amat “miskin”, sukar diajak bicara, pendiam. d. pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan sosial. e. Tidak ada/ kehilangan dorongan/ kehendak dan tidak ada inisiatif, tidak ada upaya dan usaha, tidak ada spontanitas, monoton, tidak ingin apa-apa dan serba malas (kehilangan nafsu). 2.5.2. gejala-gejala Positif a. Delusi/ waham, yaitu keyakinan yang tidak masuk akal. Contohnya berfikir bahwa dia selalu diawasi lewat televisi, berkeyakinan bahwa dia orang terkenal, berkeyakinan bahwa radio atau televisi memberikan pesan-pesan tertentu, memiliki keyakinan agama yang berlebihan. b. Halusinasi, yaitu mendengar, melihat, merasakan, mencium sesuatu yang sebenarnya tidak ada. Sebagian penderita, mendengar suara/bisikan bersifat menghibur atau tidak menakutkan, sedangkan lainnya mungkin menganggap suara/bisikan tersebut bersifat negatif/buruk atau memberikan perintah tertentu. c. Pikiran Paranoid, yaitu kecurangan yang berlebihan. Contohnya merasa ada seseorang yang berkomplot melawan, mencoba mencelakai atau mengikuti. Percaya ada makhluk asing yang mengikuti dan yakin dirinya diculik/ dibawa ke planet lain. 2.6. Gambaran Klinis Skizofrenia19 Perjalanan penyakit skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase prodmoral, fase aktif dan fase residual. 21 a. Fase prodromal biasanya timbul gejala gejala non spesifik yang lamanya bisa minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum onset psikotik menjadi jelas. Gejala tersebut meliputi : gangguan fungsi pekerjaan, fungsi sosial, fungsi penggunaan waktu luang dan fungsi perawatan diri. Perubahan-perubahan ini akan mengganggu individu serta membuat resah keluarga dan teman, mereka akan mengatakan “orang ini tidak seperti yang dulu”. Semakin lama fase prodromal semakin buruk prognosisnya. b. Fase aktif gejala positif / psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan afek. Hampir semua individu datang berobat pada fase ini, bila tidak mendapat pengobatan gejala tersebut dapat hilang spontan suatu saat mengalami eksaserbasi atau terus bertahan. Fase aktif akan diikuti oleh fase residual. c. Fase residual dimana gejala gejalanya sama dengan fase prodromal tetapi gejala positif / psikotiknya sudah berkurang. Disamping gejala gejala yang terjadi pada ketiga fase diatas, penderita skizofrenia juga mengalami gangguan kognitif berupa gangguan berbicara spontan, mengurutkan peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif (atensi, konsentrasi, hubungan sosial) 22 2.7. Pencegahan Skizofrenia 2.7.1. Pencegahan Primer9 Sasaran pada orang- orang sehat dengan usaha meningkatkan derajat kesehatan dan pencegahan khusus terhadap penyakit. Adapun yang termasuk dalam pencegahan primer adalah hygiene mental. Program ini bertujuan untuk: a. memiliki dan membina jiwa yang sehat b. berusaha mencegah timbulnya kepatahan jiwa (mental breakdown), mencegah berkembangnya bermacam-macam penyakit mental dan sebab-sebab timbulnya penyakit tersebut. c. Mengusahakan penyembuhan dalam stadium permulaan. Kegiatan operasional higiene mental yaitu: a. Mengusahakan tercapainya kondisi badan yang sehat dan jiwa yang waras, agar pribadi mampu menyesuaikan diri terhadap order sosial yang ada, dan tidak melarikan diri dari realitas hidup. b. Menjauhkan anak-anak dari rasa takut dan cemas. c. Lebih memahami kehidupan psikis anak-anak sebab periode anak-anak merupakan “masa keemasan” bagi peletakan dasar kesehatan mental. d. Menyajikan pendidikan seks dan pendidikan perkawinan kepada para remaja, dan orang dewasa guna memperkokoh kehidupan keluarga. e. Perubahan dari sistem-sistem pendidikan sekolah umum dengan lebih banyak mendirikan fasilitas untuk belajar bagi anak-anak/ para remaja, dan orang dewasa. Juga memungkinkan adanya promosi kesekolah-sekolah lain yang 23 penting bagi penyaluran bermacam-macam bakat, kemampuan serta kapasitas anak dan orang dewasa dalam perkembangan kepribadiannya. f. Dikemudian hari, klinik-klinik bimbingan kesehatan mental bisa diasosiasikan dengan sistem sekolah dan sistem perguruan tinggi, dengan maksud menemukan dan menyembuhkan individu-individu yang bermasalah secapat mungkin. g. Menyediakan tempat-tempat rekreasi yang sehat dan gelanggang remaja yang pantas untuk menyalurkan bakat-bakat para remaja dan yang penting artinya bagi pelaksanaan pengisian waktu kosong. h. Menanamkan kembali semangat hidup rukun kampung, gotong royong, kebersihan dan memupuk hubungan baik antar kelompok sosial khususnya bagi aderah perkotaan. i. Perencanaan pengembangan masyarakat harus dikembangkan secara komprehensif, juga mencakup upaya menggantikan norma-norma kelompok primer lama dan institusi sosial lama yang bayak mengalami erosi serta hancur berantakan disebabkan oleh pengaruh urbanisasi dan mekanisme dengan bentuk-bentuk baru yang lebih manusiawi dan bisa menjamin rasa keadilan. j. Pengadaan lapangan-lapangan kerja baru untuk menyalurkan energi manusia, dan memberikan penghasilan yang pantas untuk mempertahankan hidup serta bisa menjamin kesehatan jiwa. Disamping itu memberikan jaminan keamanan di tempat-tempat kerja, fasilitas fisik yang mencukupi untuk bekerja dengan senang. 24 k. Banyak memanfaatkan psikologi industri untuk mengurangi banyaknya kejemuan bekerja disebabkan oleh monoton di pabrik-pabrik dan proses melanisme serta ada usaha-usaha untuk mengurangi macam-macam ketegangan di kantor. 2.7.2. Pencegahan Sekunder Sasaran utama pada mereka yang baru terkena penyakit melalui diagnosis dini serta pengobatan yang tepat. Tujuan pencegahan sekunder ini adalah menghentikan proses penyakit lebih lanjut dan mencegah komplikasi.8 a. Farmakoterapi16 Farmakoterapi disebut juga obat psikotropik atau lebih tepat obat yang memiliki khasiat psikoterapik (mempengaruhi fungsi-fungsi dari otak). Ditinjau dari sudut farmakologi, maka obat-obat psikotropik itu dapat digolongkan menjadi dua jenis yang bersifat menekan sistem saraf pusat dan bersifat merangsang sistem saraf pusat. Psikotropik dengan dosis rendah lebih bermanfaat pada penderita dengan skizofrenia yang menahun, yang dengan dosis lebih tinggi bermanfaat pada penderita dengan psikomotorik yang meningkat. Dengan psikotropik biasaanya delusi dan halusinasi hilang dalam waktu 2-3 minggu. Bila tetap masih ada delusi dan halusinasi, maka penderita tidak terpengaruh lagi dan menjadi kooperatif, mau ikut serta dengan kegiatan lingkungannya. Kepada penderita dengan skizofrenia menahun psikotropik diberi dalam jangka waktu yang tidak ditentukan lamanya dengan dosis yang naik-turun sesuai 25 dengan keadaan penderita (seperti juga pemberian obat kepada penderita dengan penyakit badaniah yang menahun, seperti Diabetes Melitus, Hipertensi, Payah Jantung, dan sebagainya). b. Psikososial Ada beberapa macam metode yang dapat dilakukan antara lain: a. Psikoterapi Psikoterapi adalah suatu cara pengobatan terhadap masalah emosional seorang yang terlatih dalam hubungan profesional secara sukarela, dengan maksud hendak menghilangkan, mengubah dan menghambat gejala-gejala yang ada, mengkoreksi perilaku yang terganggu dan mengembangkan pertumbuhan kepribadian secara positif. Ada beberapa macam yang bisa dilakukan antara lain20: a. Terapi sopportif b. Social skill training c. Terapi okopasi d. Terapi konfulsif dan perilaku (CBT) b. Psikoterapi kelompok11 Pada terapi ini, beberapa klien berkumpul dan saling berkomunikasi dan terapis berperan sebagai fasilitator dan sebagai pemberi arah didalamnya. Diantara peserta terapi tersebut saling memberikan feedback tentang pikiran dan perasaan yang dialami oleh mereka. Klien dihadapkan pada keadaan sosial yang mengajaknya untuk berkomunikasi. Dirumah sakit jiwa terapi ini sering dilakukan. 26 Melalui terapi kelompok ini iklim interpersonal relationship yang konkrit akan tercipta, sehingga klien selalu diajak untuk berfikir secara realitis dan menilai pikiran dan perasaan yang tidak realistis. c. Psikoterapi keluarga11 Terapi keluarga merupakan suatu bentuk khusus dari terapi kelompok. Kelompoknya terdiri atas suami, istri, atau orang tua serta anaknya yang bertemu denga satu atau dua terapis. Terapi ini digunakan untuk penderita yang telah keluar dari rumah sakit jiwa dan tinggal bersama keluarganya. Ungkapan-ungkapan emosi dalam keluarga yang bisa mengakibatkan penyakit penderita kambuh kembali. Keluarga diberi informasi tentang cara-cara untuk mengekspresikan perasaanperasaan, baik yang positif maupun yang negatif secara konstruktif dan jelas, dan untuk memecahkan setiap persoalan secara bersama-sama. Keluarga diberi pengetahuan tentang keadaan penderita dan cara-cara untuk menghadapinya. Keluarga juga diberi penjelasan tentang cara untuk mendampingi, mengajari, dan melatih penderita dengan sikap penuh penghargaan. Perlakuan-perlakuan dan pengungkapan emosi anggota keluarga diatur dan disusun sedemikian rupa serta dievaluasi. Dari beberapa penelitian, seperti yang dilakukan oleh Fallon (Davison, et al.,1994; Rathus, et al., 1991) ternyata campur tangan keluarga sangat membantu dalam proses penyembuhan, dan sekurang-kurangnya mencegah kambuhnya penyakit penderita, dibandingkan dengan terapi-terapi secara individual. d. Manajemen kasus e. Assertive Community Treatment (ACT) 27 c. Terapi Elektrokonvulsif / ECT Elektrokonfulsif terapi sebagai bentuk terapi fisik dengan menggunakan arus listrik melalui elektrode dengan voltase diatur dari tingkat rendah yang akan menghasilkan efek terapi. ECT telah banyak dilakukan diberbagai negara, di Amerika Serikat ECT telah digunakan 70% dengan gangguan bipolar dan 17% dengan gangguan skizofrenia25. 2.7.3. Usaha Pemerintah Indonesia dengan bantuan WHO telah menyusun Kebijakan Nasional Pembangunan Kesehatan Jiwa 2001-2005. Penanganan masalah kesehatan jiwa merujuk pada konsep upaya kesehatan jiwa paripurna, mencakup upaya kesehatan jiwa masyarakat sebagai landasan, didukung pelayanan kesehatan jiwa dasar dan diperkuat pelayanan kesehatan jiwa rujukan yang terintegrasi. Ada perubahan paradigma dari perawatan di RSJ menjadi perawatan yang berbasis masyarakat. Kemajuan dalam psikofarmakologi memungkinkan penggunaan obat psikotropik yang selektif dan aman, sehingga perawatan di RSJ menjadi lebih pendek. Sejak April 2000 Direktorat Kesehatan Jiwa yang Semula Direktorat Jenderal Pelayanan Medik berubah menjadi Kesehatan Jiwa Masyarakat di bawah jenderal Bina Kesehatan Masyarakat untuk memperluas pembinaan kesehatan jiwa di masyarakat. Hal ini berkaitan dengan RSJ kini diurus oleh Direktorat Pelayanan Medik Spesialistik.9 28