BAB I SENSOR 1. Pendahuluan Sensor (transducer) bertujuan untuk mengubah besaran fisik menjadi sinyal elektris. Besaran yang paling banyak diukur : posisi, force, kecepatan, percepatan, tekanan, level, flow, temperature. 2. Spesifikasi Statik Ditentukan oleh manufacturer melalui kalibrasi. Error : Definisi : perbedaan antara nilai variabel yang sebenarnya dan nilai pengukuran variabel. Seringkali nilai sebenarnya tidak diketahui. Untuk kasus tersebut accuracy akan menunjukkan range/bound kemungkinan dari nilai sebenarnya. Accuracy : Istilah ini digunakan untuk menentukan error keseluruhan maksimum yang diharapkan dari suatu alat dalam pengukuran. Accuracy biasanya diekspresikan dalam inaccuracy. Beberapa jenis accuracy terhadap : 1. Variabel yang diukur. Misal : akurasi dalam pengukuran suhu ialah 2oC, berarti ada ketidak akuratan (uncertainty) sebesar 2oC pada setiap nilai suhu yang dikur. 2. Prosentase dari pembacaan Full Scale instrumen. Misal : akurasi sebesar 0.5% FS pada meter dengan 5 V Full Scale, berarti ketidakakuratan pada sebesar 0.025 volt. 3. Prosentase span (range kemampuan pengukuran instrumen). Misal : jika sebuah alat mengukur 3% dari span untuk pengukuran tekanan dengan range 20-50 psi, maka akurasinya menjadi sebesar ( 0.03) (50 – 20) = 0.9 psi. Sensitivity Definisi : perubahan pada output insrtumen untuk setiap perubahan input terkecil. Sensitivitas yang tinggi sangat diinginkan karena jika perubahan output yang besar terjadi saat dikenai input yang kecil, maka pengukuran akan semakin mudah dilakukan. Misalnya, jika sensitivitas sensor temperatur sebesar 5mV/oC berarti setiap perubahan input 1oC akan muncul output sebesar 5 mV. Repeatibility 1 Definisi : pengukuran terhadap seberapa baik output yang dihasilkan ketika diberikan input yang sama beberapa kali. Repeatibility vs Accuracy (lihat Gambar 3-3, “ICE”) Persamaan : repeatibility = max min x100% fullscale Hysteresis Definisi : perbedaan output yang terjadi antara pemberian input menaik dan pemberian input menurun dengan besar nilai input sama. (Lihat Gambar 3-6, “Industrial Control Engineering”) Salah satu indikator repeatability. Linearity Definisi : hubungan antara output dan input dapat diwujudkan dalam persamaan garis lurus. Linearitas sangat diinginkan karena segala perhitungan dapat dilakukan dengan mudah jika sensor dapat diwujudkan dalam persamaan garis lurus. (Lihat Gambar 3-3, “ICE”). 3. Spesifikasi Dinamis Menunjukkan seberapa baik respon sensor terhadap perubahan pada inputnya secara kontinyu dan teratur. Dilakukan dengan memberikan input step dan sinusoidal. Input Step Jika sensor berorde satu, parameter yang diamati : rise time, time constant, dan dead time. (Lihat Gambar 3-8 sampai 3.10, “ICE”) o Rise Time : waktu yang diperlukan agar output mencapai 10 – 90% dari respon penuh saat diberikan input step. o Time Constant : waktu yang diperlukan output untuk mencapai 63.2% dari nilai maksimal yang mungkin. o Dead time : waktu yang diperlukan output untuk mulai berubah. Jika sensor berorde dua, parameter yang diamati : damping coefficient, resonant frequency, settling time, dan percent overshoot. (Llihat Gambar 3-11, 3-12, “ICE”) o Damping coeffecient dan resonant frequency menentukan bentuk dan waktu respon sensor. o Settling time adalah waktu yang diperlukan sampai terbentuk output yang diinginkan. o Percent Overshoot adalah besarnya lonjakan respons output dibanding kondisi stabil. 2 4. Pertimbangan dalam Desain Misal : temperature transducer 1. Identifikasi “natur” pengukuran Tahap ini meliputi nilai nominal dan range pengukuran temperatur, kondisi fisik lingkungan dimana pengukuran dilakukan, kecepatan pengukuran yang diperlukan, dan lain-lain 2. Identifikasi sinyal output yang dibutuhkan Kebanyakan output yang dihasilkan sebesar : arus standar 4 – 20 mA atau tegangan yang besarnya diskalakan untuk mewakili range pengukuran temperatur. Mungkin ada kebutuhan lain sepertai isolasi impedansi output, dan lain-lain. Dalam beberapa kasus mungkin diperlukan digital encoding pada output. 3. Memilih sensor yang tepat. Berdasar langkah pertama, kita pilih sensor yang sesuai dengan spesifikasi : range dan lingkungan. Selanjutnya, harga dan ketersediaan sensor juga harus dipertimbangkan. 4. Mendesain pengkondisi sinyal yang dibutuhkan. Dengan pengkondisi sinyal, output dari transducer akan diubah menjadi bentuk sinyal output yang kita perlukan. 5. Macam - Macam Sensor 5.1. Sensor temperatur Resistance Temperatur Detector Sensor temperatur berdasar prinsip kenaikan resistansi logam (metal) yang sebanding dengan kenaikan temperatur. Jenis – jenis metal : platinum (repeatable, sensitive, mahal), nikel (kurangrepeatable, kurang sensitive, murah), dan lain-lain. Sensitivitas Dilihat dari rasio perubahan pada tahanan dan temperatur. Platinum : 0.004/oC, nikel : 0.005/oC. Waktu respon Sekitar 0.5 sampai 5 detik atau lebih. Kelambatan respon ini disebabkan kelambatan konduktivitas termal untuk membawa alat ke kondisi thermal equilibrium dengan lingkungannya. Besarnya time constants berbeda untuk kondisi “free air” (respon lambat) dan kondisi “oil bath” (respon cepat). 3 Konstruksi Berupa gulungan/belitan sejenis kawat dari logam tertentu. Ada juga yang dilindungi oleh sheat atau protective tube yang sangat penting untuk lingkungan yang “tidak aman”, meski hal itu menaikkanwaktu respon. Signal conditioning Karena perubahan resistansi terhadap perubahan temperatur sangat kecil (0.4%), RTD biasanya digunakan dalam rangkaian jembatan. (Lihat Gambar 2.7, “PCIT”) Supaya resistansi kabel tidak berubah saat resistansi RTD berubah, perlu ditambahkan compensation line. Range Range efektif RTD bergantung pada jenis kawat yang digunakan sebagai elemen aktif. Untuk jenis platinum rangenya –100oC sampai 650oC, sedang untuk jenis nikel rangenya dari –180oC sampai 300oC. 5.2 Sensor Posisi A. Potentiometric Sensor posisi paling sederhana dengan melibatkan perpindahan wiper pada potensiometer. Alat ini mengubah gerakan linear atau anguler menjadi perubahan resistansi yang dapat dikonversi secara langsung menjadi sinyal tegangan atau arus. Lihat Gambar 5.1, “PCIT”. B. Linear Variable Differential Transformer (LVDT) Prinsip kerja Berdasar prinsip variable reluctance, dimana inti yang bergerak bertujuan untuk mengubah fluks magnetik diantara 2 gulungan kawat atau lebih. Lihat Gambar 5.8, “PCIT”. Intinya berupa material transparan (permeable) yang dapat bergerak bebas melalui bagian tengah dari form. Coil primer dieksitasi oleh sumber tegangan ac. Fluks yang terbentuk oleh coil primer dihubungkan dengan 2 coil sekunder, menginuksikan tegangan ac pada masing – masing coil. Ketika inti diletakkan di tengah, tegangan yang diinduksikan coil primer besarnya sama. Jika inti bergerak ke salah satu sisi, tegangan ac yang lebih besar akan diinduksikan ke coil yang dekat, sedangkan coil yang lain menerima induksi tegangan ac lebih kecil. Selain itu, juga terjadi perubahan fase tegangan yang berhubungan dengan arah gerakan inti. Jika 2 coil sekuder dihubungkan secara seri, maka 2 tegangan akan dikurangkan, sehingga terbentuk selisih tegangan. 4 Signal Conditioning Terdiri dari rangkaian pendeteksi fasa dari selisih tegangan coil sekunder. Output berupa tegangan DC yang amplitudonya berhubungan dengan seberapa jauh perpindahan inti dan polaritasnya menunjukkan arah gerakan inti. 5.3 Sensor Strain A. Metal Strain Gauges (SGs) Prinsip kerja Strain : hasil pemberian gaya atau tekanan pada benda padat/solid. Sensor ini bekerja berdasar perubahan resistansi logam yang disebabkan logam tersebut berubah panjangnya. o R 2 R0 l l0 Dimana : R = perubahan resistansi l = perubahan panjang R0 = resistansi mula-mula l0 = panjang mula-mula Instalasi Cara memasang SG ini dilakukan dengan melekatkan kabel logam atau foil pada elemen yang akan diukur strainnya. Kemudian saat elemen tersebut ditekan dan berubah bentuk, maka SG juga akan berubah bentuk dan menghasilkan perubahan resistansi. Spesifikasi SG diindikasikan oleh Gauge Factor o GF = R / R Strain Dimana : R / R = perubahan kecil pada resistansi gauge karena strain. Strain = l / l = perubahan kecil pada Konstruksi Berupa logam tipis yang dilekati elemen kabel atau foil. Umumnya unidirectional, hanya memberi respon di salah satu arah saja. Signal Conditioning Menggunakan rangkaian jembatan karena perubahan resistansi yang kecil dan adanya efek temperatur Sumber : “Process Control Instrumentation Technology”, Curtis D. Johnson “Industrial Control Engineering”, J. Michael Jacob 5