Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumt Edisi Mei 2016

advertisement
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Nopember 2016
I.
EVALUASI KONDISI CUACA BULAN OKTOBER 2016
A. Monitoring Dinamika Atmosfer Oktober 2016
Kondisi cuaca di Indonesia termasuk Banyuwangi dikendalikan / dipengaruhi oleh
fenomena-fenomena dinamika atmosfer berskala global, regional hingga lokal yang saling
berinteraksi dan membentuk pola serta variabilitas cuaca iklim di Banyuwangi. Berikut adalah
monitoring kondisi fenomena-fenomena tersebut selama bulan Oktober 2016 :
El Nino Southern Oscillation (ENSO)
Selama Oktober 2016, anomali suhu muka laut wilayah Samudera Pasifik Ekuatorial
bagian tengah (Nino 3.4) menunjukkan kecenderungan mendingin. Kondisi penurunan anomali
tersebut dimulai sejak akhir November 2015 lalu. Anomali suhu muka laut terakhir tercatat 0.49°C sedangkan nilai bulanannya -0.5 sehingga termasuk kategori La Nina lemah. Hal ini juga
terlihat dari anomali angin pasat serta temperatur subsurface/ bawah laut Pasifik, dimana
semuanya menunjukkan kondisi La Nina lemah. Nilai SOI (Southern Oscillation Index) yang
bernilai positif -4.4 menunjukkan kondisi netral. Dengan kecenderungan suhu muka laut Nino
3.4 yang fluktuatif sehingga diprediksi La Nina lemah akan berlangsung pada Nopember 2016
hingga Januari 2017 sedangkan Februari 2017 diprediksi kondisi kembali Normal.
Gambar 1. Kondisi anomali suhu muka laut dan suhu bawah laut Pasifik, serta angin pasat di
sekitar Pasifik Ekuatorial sampai tanggal 23 Oktober 2016 (Sumber : BoM)
1
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Nopember 2016
Dipole Mode
Dipole Mode Indeks (DMI) di Samudera Hindia menunjukkan kecenderungan menuju
normal setelah sebelumnya berada pada kisaran negatif. Indeks minggu terakhir Oktober 2016
tercatat bernilai -0.30, hal ini menunjukkan tidak ada kontribusi penambahan massa udara dari
Samudera Hindia ke sebagian wilayah Indonesia bagian barat. Kondisi DMI normal ini diprediksi
berlangsung hingga Maret 2017.
Gambar 2. Indeks Dipole Mode hingga awal Nopember 2016 (Sumber : BoM)
Madden-Julian Oscillation (MJO) dan Outgoing Longwave Radiation (OLR)
Posisi aktifitas MJO selama Oktober 2016 sempat aktif di Benua Maritim Indonesia yaitu
wilayah Timur tanggal 1 – 6 Oktober 2016 dan lanjut wilayah Barat namun lemah yaitu pada 7
Oktober 2016 yang tentunya sedikit berkontribusi pada kondisi liputan awan di wilayah Benua
Maritim Indonesia. Dari anomali OLR terlihat wilayah Jawa dominan warna ungu hingga merah
yang menunjukkan banyaknya liputan awan pada rata-rata Oktober 2016. Pemusatan daerah
liputan awan sebagian besar terkonsentrasi di wilayah sekitar Pulau Jawa bagian Tengah
hingga Barat.
Gambar 3. Siklus posisi MJO dan anomali OLR selama Oktober 2016, Warna ungu-merah adalah OLR
negatif, warna orange-coklat adalah OLR positif (Sumber : BoM & NOAA)
2
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Nopember 2016
Sirkulasi Monsun Asia – Australia
Pada awal hingga akhir Oktober 2016, monsun Timuran cukup stabil. Gangguan tropis
yang terlihat dari pola tekanan udara di Samudera Pasifik barat selama Oktober 2016
menyebabkan monsun Timuran juga mengalami fluktuasi namun masih dominan Tenggara.
Memasuki akhir Oktober 2016 monsun Timuran terlihat melemah dan dari indeks AUSMI
terlihat sama dengan kondisi rata-ratanya. Monsun timuran diprediksi akan melemah dan
berfluktuatif mengalami masa transisi mulai pertengahan Nopember 2016, seiring pergerakan
semu matahari, dan mulai masuknya musim hujan di sebagian besar wilayah Jawa. Secara
normal, memasuki bulan Desember, monsun Baratan mulai masuk wilayah Indonesia.
Gambar 4. Grafik indeks Monsun Australia harian yang dihitung dari data angin zonal arah barat-timur
(komponen U) pada lapisan 850 mb (sumber: IPRC), dan normal streamline angin gradien Oktober
(sumber: misae4u)
Gambar 5. Anomali angin zonal dan meridional Oktober 2016 lapisan 850 mb
(sumber: ESRL NOAA)
Pola aliran massa udara komponen zonal (timur – barat) di sebagian besar wilayah
Jawa Timur selama Oktober 2016 (rata-rata bulanan) terjadi anomali positif yang
mengindikasikan melemahnya angin Timuran, kecuali sebagian kecil Jawa Timur paling Timur.
Untuk komponen meridional (Utara – Selatan) di seluruh Jawa Timur umumnya anomali negatif
artinya dominasi massa udara dari Utara. Kondisi tersebut juga turut berperan dalam variabilitas
hujan di Jawa Timur selama Oktober 2016.
3
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Nopember 2016
Suhu muka laut perairan Indonesia
Kondisi anomali suhu muka laut di perairan Indonesia pada Oktober 2016 berkisar
antara +0.5 hingga +2.5 ºC, sehingga potensi penguapan masih cukup tinggi khususnya
wilayah perairan selatan Jawa hingga Nusa Tenggara Barat. Perairan Selatan Jawa Timur
cukup hangat dengan anomali +1.0 hingga +2.0 °C menunjukkan suplai uap air dan potensi
penguapan yang cukup tinggi dalam pembentukan awan selama Oktober 2016. Masih
hangatnya suhu perairan ini menjadi faktor signifikan dalam membentuk hujan di Jawa Timur
selama Oktober 2016 dibandingkan faktor lainnya. Fluktuatifnya suhu permukaan laut tidak
lepas dari pengaruh posisi semu matahari (pemanasan dari atas) dan sirkulasi yang sedang
berlangsung dalam Samudera (pemanasan dari dalam).
Gambar 6. Suhu Muka Laut Perairan Indonesia dan Anomalinya bulan Oktober 2016 (sumber: NOAA)
Gangguan Tropis
Selama Oktober 2016 terdapat 6 aktifitas typhoon di wilayah Samudera Pasifik Barat
yaitu CHABA (5 Oktober 2016), MATTHEW (7 Oktober 2016), SONGDA (8–12 Oktober 2016),
NICOLE (13 Oktober 2016), SARIKA (12 – 19 Oktober 2016) dan HAIMA (15-21 Oktober 2016).
Data dan jejak aktifitas gangguan tropis selama Oktober 2016 disajikan pada gambar 7 di
bawah.
Mayoritas Siklon tersebut tidak berdampak langsung terhadap cuaca Indonesia, karena
posisinya yang cukup jauh dari Indonesia. Namun sering berdampak secara tidak langsung
yaitu meningkatnya kecepatan angin di beberapa wilayah akibat tingginya gradien tekanan
udara.
Gambar 7. Lintasan Siklon Tropis Juli - Oktober 2016, (Sumber: UNISYS)
4
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Nopember 2016
Kelembaban udara
Kelembaban udara relatif selama Oktober 2016 di Jawa Timur umumnya lebih tinggi
dibanding bulan sebelumnya dengan rata-rata kisaran 72 – 80%. Jawa Timur bagian timur
(tapal kuda) umumnya lebih rendah dibanding bagian Barat. Dari peta anomali terlihat di Jawa
Timur bagian Timur kondisi anomali positif 10 - 13 % dari rata-ratanya. Kondisi yang berbeda
terjadi untuk wilayah Jawa Timur sebelah Barat, kondisi kelembaban udara relatif lebih tinggi
>15 % dibandingkan dengan normal bulan Oktober, hal ini berkorelasi positif dengan kejadian
hujan dan sebaran pertumbuhan awan selama Oktober 2016 dimana wilayah Jawa Timur
bagian Barat lebih banyak dibanding wilayah bagian Timur.
Gambar 8. Kelembaban Udara Relatif Oktober 2016 dan Anomalinya pada level 850 mb
(Sumber:ESRL NOAA)
Aktivitas Cuaca
Pada awal bulan Oktober 2016, secara umum kondisi cuaca di wilayah Banyuwangi
umumnya berawan dan terjadi hujan dengan intensitas ringan hanya di sebagian dataran
tinggi terjadi hujan intensitas sedang-lebat. Memasuki pertengahan bulan intensitas hujan
meningkat secara merata namun intensitas hujan lebih tinggi di dataran tinggi dan memasuki
akhir bulan terjadi penurunan. Pola angin dominan Tenggara - Selatan. Secara spasial
daerah dataran rendah di bagian Tenggara hingga Baratdaya lebih tinggi intensitas hujannya
dibanding wilayah lainnya. Berdasarkan pantauan citra radar dan data hujan
Banyuwangi juga terlihat bahwa pola hujan mayoritas terjadi pada sore hingga malam - dini
hari.
Kondisi ini jika dibandingkan dengan kondisi normal/ rata-rata bulan Oktober tentunya
mayoritas berada pada kondisi atas normal mengingat mayoritas wilayah Banyuwangi
secara normal seluruhnya sedang berlangsung musim kemarau. Namun Oktober
2016 masih banyak terjadi hujan di Banyuwangi . Hal ini adalah dampak interaksi faktorfaktor atmosfer skala global, regional hingga lokal yaitu La Nina intensitas lemah, Dipole
Mode negatif kuat, dan anomali suhu muka laut perairan Jawa.
B. Pantauan kondisi cuaca bulan Oktober 2016 di Kota Banyuwangi
Dari rentetan peta synoptic selama bulan Oktober 2016, wilayah kota Banyuwangi,
angin pada umumnya bertiup dari arah yang bervariasi (Utara - Barat). Angin terbanyak
bertiup dari arah Timurlaut dan Timur, dengan kecepatan 3 – 21 knots. Kondisi cuaca cerah,
berawan, dan hujan ringan hingga sedang. Kecepatan angin maksimum terjadi pada 22
Oktober 2016 dari arah Timur dengan kecepatan 21 knots. Jumlah Hujan di Kota Banyuwangi
dalam satu bulan sebanyak 76.7 mm. Suhu tertinggi terjadi 34.0 °C pada 7 Oktober 2016
5
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Nopember 2016
2016 sebesar 33.8 ºC dan suhu terendah terjadi pada 10 Oktober 2016 sebesar 23.0 ºC.
Berikut adalah rekap data meteorologi yang diperoleh dari Stasiun Meteorologi
Banyuwangi pada bulan Oktober 2016, di mana pada tabel ini ditampilkan parameter
hasil observasi yang merupakan hasil pengamatan di lapangan dan data normal / rata- rata
yang merupakan keadaan normal pada bulan yang bersangkutan.
Tabel 1. Rekap Data Meteorologi Stasiun Meteorologi Banyuwangi Oktober 2016
NO
PARAMETER
HASIL OBSERVASI
OKTOBER 2016
NORMAL OKTOBER
[1981-2010]
1
Temperatur rata-rata
29.0 ºC
27.3 ºC
2
Temperatur maksimum
32.5 ºC
33.3 ºC
3
Temperatur minimum
24.9 ºC
22.2 ºC
4
Temp. maks. absolut
34.0 ºC
36.4 ºC
5
Temp. min. absolut
23.8 ºC
20.0 ºC
6
Tekanan rata-rata *
1010.5 mb
1010.9 mb
7
Kec. angin rata-rata *
2.6 kt
3.4 kt
8
Arah Angin terbanyak
050°
180°
9
Kelembaban rata-rata
73 %
77 %
10
Curah hujan
76.7 mm
70 mm
11
Jumlah hari hujan
15 hari
9 hari
6
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Nopember 2016
7
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Nopember 2016
Gambar 9. Grafik parameter cuaca dan mawar angin di kota Banyuwangi hasil observasi
Oktober 2016 (Sumber: BMKG)
Penguapan selama Oktober 2016 mencapai 167.8 mm dengan rata-rata harian 5.4
mm, penguapan tertinggi 8.6 mm terjadi pada 14 Oktober 2016.
Penyinaran matahari rata-rata Oktober 2016 mencapai 84 %, minimal 6 % terjadi pada
23 Oktober 2016 sedangkan maksimal 100% terjadi selama Dasarian I, II, III Oktober 2016.
Tekanan udara (QFF) tertinggi 1011.6 mb pada 27 O k t o b e r 2016 dan terendah
1009.1 mb pada 20 Oktober 2016.
Rata-rata kelembaban udara relative (RH) Oktober 2016 adalah 7 3 % dengan RH
tertinggi 84 % pada 9 Oktober 2016, dan RH terendah 63 % pada 17 dan 18 Oktober 2016.
Dari gambar mawar angin (windrose) terlihat arah angin bervariasi. Angin dominan
bertiup dari arah Timurlaut, kecepatan angin dominan 3 - 8 knots. Kecepatan angin tertinggi 21
knots dari arah Timur pada 22 Oktober 2016.
C. Evaluasi Kondisi Cuaca Bandara Blimbingsari
Bandar Udara Blimbingsari (IATA: BWX, ICAO: WADY) terletak di Desa
Blimbingsari,
Rogojampi,
Kabupaten
Banyuwangi, Jawa Timur pada koordinat
8°18′38.16″ LS 114°20′24.64″ BT dengan elevasi 25.66 meter (84.19 feet). Bandara
dengan landas pacu saat ini 2.250 meter tersebut dibuka pada 29 Januari 2010. Hingga
Oktober 2016 terdapat dua maskapai penerbangan komersial yaitu Garuda Indonesia dan
Wings Air. Selain itu juga terdapat 3 sekolah penerbangan yaitu Balai Pendidikan dan
Pelatihan Penerbangan Banyuwangi (BP3B), Bali International Flight Academy (BIFA), dan
Mandiri Utama Flight Academy (MUFA).
Kondisi parameter cuaca selama Oktober 2016 di Bandara Blimbingsari dari data hasil
pengamatan BMKG pos meteorologi penerbangan bandara Blimbingsari dengan durasi
pengamatan 12 jam (00.00 – 11.00 UTC) adalah sebagai berikut :
Wilayah bandara Blimbingsari pada bulan Oktober 2016 normalnya berada pada masa musim
kemarau, namun dikarenakan suhu muka laut Jawa Timur dan sekitarnya dalam kondisi
hangat, serta faktor interaksi dinamika atmosfer, mengakibatkan terjadinya hujan ringan lebat di Bandara Blimbingsari, Banyuwangi.
Curah hujan selama Oktober 2016 mencapai 109.9 mm, dengan kelembaban udara
relatif rata-rata 75 %. RH tertinggi 86 % tanggal 8 Oktober 2016, RH terendah 65 % tanggal
8
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Nopember 2016
1 4 d a n 1 8 O k t o b e r 2016. Tekanan udara (QNH) rata-rata 1012.6 mb, tertinggi 1015.0
mb dan terendah 1009.7 mb. Suhu rata–rata 29.6 °C dengan suhu maksimum absolut 33.4 °C
terjadi pada 14 Oktober 2016. Suhu minimum absolut 22.0 °C pada 17 Oktober 2016. Arah
angin bervariasi, kecepatan angin 3 – 20 knots. Angin dominan bertiup dari arah Tenggara.
Mayoritas kecepatan angin mencapai 61.5 % berkisar antara 3 – 8 knot. Kecepatan angin
tertinggi 20 knots terjadi pada 3 Oktober 2016, dari arah Selatan dan Timurlaut.
Gambar 10. Grafik parameter cuaca hasil observasi Oktober
2016 di Blimbingsari Airport (Sumber: BMKG)
9
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Nopember 2016
D. Evaluasi Kondisi Cuaca Penyebrangan Ketapang-Gilimanuk
Berdasarkan pantauan data AWS maritim di pelabuhan penyeberangan Ketapang
Banyuwangi, menunjukkan selama bulan Oktober 2016 angin dominan dari arah Tenggara
pada siang-sore sedangkan malam hingga dini hari dominan Selatan - Baratdaya dengan
kecepatan angin bervariasi 1 – 19 knots. Suhu berkisar antara 24.2 – 31.2 °C, Kelembaban
Udara Relatif 60.7 – 100 %, dan tekanan udara berkisar 1005.6 – 1012.5 mb. Kondisi cuaca
umumnya Berawan dan hujan ringan - sedang. Berikut grafik parameter cuaca selat Bali :
Gambar 11. Grafik Parameter Cuaca Penyeberangan Selat Bali (Sumber : AWS BMKG)
10
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Nopember 2016
E. Analisis Hujan Oktober 2016 Kabupaten Banyuwangi
Berdasarkan data curah hujan bulan Oktober 2016 dari stasiun BMKG dan pos-pos
hujan kerjasama di Banyuwangi dapat disajikan evaluasinya sebagai berikut
.
Curah hujan tertinggi 267 mm terjadi di Kebondalem dengan 4 hari hujan. Sementara curah
hujan terendah 0 mm terjadi di Glenmore (tidak ada hujan).
Gambar 12. Peta Distribusi Curah Hujan Oktober 2016
dan Sifat Hujan Oktober 2016 di Banyuwangi (Sumber:BMKG)
Dari peta terlihat bahwa secara spasial mayoritas wilayah Banyuwangi pada Oktober
2016 mengalami curah hujan bervariasi 0 - 267 mm sebagai dampak interaksi faktor - faktor
skala global, regional dan lokal. Dari peta sifat hujan terlihat dominan Atas Normal, hanya
sebagian kecil wilayah (Kabat, Rogojampi, Singojuruh, Glenmore dan Kalibaru) yang sifat
hujannya Bawah Normal (dibawah kondisi rata-ratanya). Hal ini berkorelasi dengan pantauan
sebaran awan dan hujan selama Oktober 2016. Bervariasinya spasial curah hujan pada
11
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Nopember 2016
wilayah Banyuwangi tersebut tidak lepas dari pengaruh suhu muka laut perairan Jawa Timur
yang cukup hangat selain interaksi faktor laut-atmosfer lainnya selama Oktober 2016.
F. Monitoring Hari tanpa Hujan Berturut-turut
Gambar 13. Peta Monitoring Hari Tanpa Hujan berturut-turut Oktober 2016 di Banyuwangi
(Sumber: BMKG Banyuwangi)
Dari peta terlihat bahwa secara spasial hampir mayoritas wilayah Banyuwangi pada
Oktober 2016 sudah mengalami hujan. Umumnya pada bulan Oktober 2016 sebagian besar
kecamatan – kecamatan yang ada di Wilayah Kabupaten Banyuwangi sudah menerima/ telah
terjadi hujan.
12
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Nopember 2016
II.
PROSPEK CUACA BULAN NOPEMBER 2016
A. Prediksi Dinamika Atmosfer Nopember 2016
Prediksi perkembangan ENSO dari BMKG menunjukkan bahwa periode La Nina lemah
yang terpantau mulai Juli 2016 hingga Oktober 2016, akan terjadi lagi mulai November hingga
Februari 2017, sehingga ada sedikit penambahan curah hujan Indonesia akibat dampak
fenomena di Samudera Pasifik yang tentunya hal ini akan berdampak pada peningkatan curah
hujan di sebagian besar wilayah Indonesia pada periode tersebut. Memasuki Februari 2017
diprediksi La Nina menghilang (kondisi normal). Sementara itu Dipole Mode Indeks (DMI)
diprediksi negatif kuat hingga Nopember 2016 saja, mengindikasikan adanya penambahan
massa uap air dari Samudera Hindia menuju wilayah Indonesia bagian Barat.
Suhu muka laut (Sea Surface Temperature/ SST) perairan Indonesia Nopember –
Desember 2016 umumnya perairan Indonesia dan sekitarnya diprediksi tetap hangat (Anomali
Positif) dimana perairan bagian selatan dan utara Indonesia diprediksi lebih hangat dibanding
sekitartnya. Bulan Januari 2017 hingga April 2017 terjadi peluruhan SST dimulai dari perairan
Laut China Selatan sampai Laut Banda sehingga perairan Indonesia cenderung dingin. Pola
anomali SST kondisi La Nina kembali normal di bulan Maret 2017.
Madden Jullian Oscillation pada awal hingga pertengahan bulan Nopember 2016
diprediksi berada pada fase 7 hingga 1 namun cenderung lemah sehingga tidak signifikan
dalam menambah awan-awan hujan di Benua Maritim Indonesia, hal itu juga didukung oleh
prediksi anomali OLR (Outgoing Longwave Radiation) hingga pertengahan Nopember 2016
bernilai netral di sebagian besar wilayah Indonesia termasuk Jawa Timur yang berarti tidak ada
anomali sehingga sama dengan kondisi normal / rata-ratanya.
Pada skala regional secara normal pola tekanan udara rendah bulan Nopember sudah
mulai terlihat di Belahan Bumi Selatan (BBS) seiring pergerakan semu matahari dari Ekuator
menuju Selatan, sehingga memicu angin monsun timuran yang berfluktuatif dan mulai
bertransisi dan akan berdampak meningkatnya hujan di wilayah berpola hujan monsunal.
Melihat perkembangan dinamika atmosfer dan dampaknya terhadap kondisi cuaca iklim
Jawa Timur dan Banyuwangi khususnya, dapat disimpulkan bahwa seluruh wilayah
Banyuwangi pada bulan Nopember akan memasuki musim hujan. Perlu diwaspadai potensi
cuaca ekstrim yang kerap terjadi selama masa peralihan musim dan awal musim hujan. Untuk
prakiraan curah hujan bulanan, sebagai dampak La Nina lemh dan hangatnya suhu muka laut
perairan selatan Jawa maka diprediksi akumulasi curah hujan Nopember 2016 mayoritas
wilayah masih diatas kondisi rata-rata / normalnya hanya sebagian kecil wilayah yang hujannya
sama dengan kondisi normalnya.
13
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Nopember 2016
Gambar 14. Prediksi La Nina, anomali SPL, MJO dan anomali OLR
(Sumber : BMKG, NCEP - NOAA)
14
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Nopember 2016
B. Prakiraan Curah Hujan dan Sifat Hujan Banyuwangi bulan Nopember 2016 – Januari
2017
Berdasarkan hasil perhitungan statistik dan pantauan kondisi fisis dan dinamis atmosfer
di wilayah Jawa Timur dan sekitarnya serta kondisi lokal masing-masing Zona Musim (ZOM)
terutama topografi daerah Jawa Timur, maka curah hujan daerah Banyuwangi untuk bulan
Nopember 2016 hingga Januari 2017 diprakirakan sebagai berikut:
Nopember 2016
Curah Hujan berkisar 100 – 400 mm
Sifat Hujan : Bawah Normal - Atas Normal
Desember 2016
Curah Hujan berkisar 150 – 500 mm
Sifat Hujan : Bawah Normal - Atas Normal
15
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Nopember 2016
Januari 2017
Curah Hujan berkisar 150 – 525 mm
Sifat Hujan : Bawah Normal - Atas Normal
Gambar 15. Prakiraan Curah Hujan dan Sifat Hujan
Nopember, Desember 2016 dan Januari 2017 Banyuwangi (Sumber:BMKG)
C. Prakiraan Potensi Banjir Nopember 2016
Berikut adalah peta prakiraan potensi Banjir bulan Nopember 2016, dari peta terlihat
untuk beberapa wilayah di Banyuwangi diprediksi mempunyai potensi rawan banjir rendah.
Memasuki bulan Nopember 2016 seluruh wilayah Banyuwangi diprediksi telah mulai memasuki
musim hujan, sehingga perlu diwaspadai variabilitas intensitas hujan harian yang tinggi yang
berpotensi menyebabkan hujan dengan intensitas yang bervariasi juga.
Gambar 16. Prakiraan Daerah Potensi Banjir Nopember 2016 (Sumber:BMKG)
16
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Nopember 2016
III. INFORMASI TERBIT-TERBENAM MATAHARI NOPEMBER 2016
Berikut adalah data terbit terbenamnya matahari, selama bulan Nopember 2016 di
wilayah Kota Banyuwangi :
Tanggal
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Nopember 2016
Matahari Terbit
Matahari Terbenam
(WIB)
(WIB)
4:54:06
17:18:15
4:53:52
17:18:26
4:53:40
17:18:38
4:53:29
17:18:51
4:53:18
17:19:04
4:53:09
17:19:18
4:53:00
17:19:33
4:52:52
17:19:48
4:52:46
17:20:04
4:52:40
17:20:21
4:52:36
17:20:39
4:52:32
17:20:57
4:52:29
17:21:16
4:52:28
17:21:36
4:52:27
17:21:56
Tanggal
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Nopember 2016
Matahari Terbit
Matahari Terbenam
(WIB)
(WIB)
4:52:28
17:22:17
4:52:29
17:22:38
4:52:32
17:23:01
4:52:35
17:23:23
4:52:40
17:23:47
4:52:46
17:24:11
4:52:52
17:24:35
4:53:00
17:25:01
4:53:08
17:25:26
4:53:18
17:25:53
4:53:29
17:26:19
4:53:40
17:26:46
4:53:53
17:27:14
4:54:07
17:27:42
4:54:21
17:28:11
IV. KEJADIAN GEMPABUMI SIGNIFIKAN DI WILAYAH BANYUWANGI
Gambar 17. Kejadian Gempabumi yang signifikan di Banyuwangi Oktober 2016 (Sumber:BMKG)
Kejadiaan Gempa Bumi yang signifikan/ dirasakan khusus di Wilayah Kabupaten
Banyuwangi selama bulan Oktober 2016 adalah Nihil (tidak ada kejadian gempa yang
dirasakan sampai di Wilayah Kabupaten Banyuwangi).
17
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Nopember 2016
V. KEJADIAN CUACA EKSTRIM OKTOBER 2016
Cuaca / Iklim Ekstrim adalah suatu kondisi meteorologi yang menyimpang dari nilai rataratanya atau menyimpang terhadap nilai batas ambang meteorologi di wilayah tersebut.
Dampak pemanasan global yang berlanjut pada perubahan iklim diyakini sebagai salah satu
pemicu munculnya cuaca/iklim ekstrim baik dari tingkat keseringan, cakupan luas wilayah
maupun nilainya, dimana cuaca/iklim ekstrim tersebut berpotensi menimbulkan bencana dan
kerugian bahkan korban jiwa.
Tabel 2. Cuaca/ iklim Ekstrim Bulan Oktober 2016 Banyuwangi
KRITERIA
KETERANGAN
Arah dengan kecepatan > 45 Km/jam
-
Suhu udara > 35˚ C
-
Suhu udara < 15˚ C
-
Kelembaban udara < 30 %
-
Curah Hujan > 100 mm / hari
- Kebodalem 112 mm, pada 2 Oktober 2016 dan
120 mm pada 24 Oktober 2016
Tanah Longsor
-
Banjir
-
Puting beliung / Waterspout
-
DAFTAR ISTILAH INFORMASI CUACA, IKLIM DAN GEMPABUMI
ENSO adalah singkatan dari El-Nino Southern Oscillation. Secara umum para ahli
membagi ENSO menjadi ENSO hangat (El-Nino) dan ENSO dingin (La-Nina). Kondisi tanpa
kejadian ENSO biasanya disebut sebagai kondisi normal. Referensi penggunaan kata hangat
dan dingin adalah berdasarkan pada nilai anomali suhu permukaan laut (SPL) di daerah NINO
di Samudera Pasifik dekat ekuator bagian tengah dan timur. Pada saat fenomena El Nino
berlangsung, kondisi atmosfer di wilayah Indonesia cenderung kering, sehingga potensi kondisi
curah hujannya berkurang atau lebih sedikit dibandingkan dengan rata-rata normalnya. Kondisi
sebaliknya terjadi ketika fenomena La Nina berlangsung, dimana atmosfer wilayah Indonesia
umumnya akan cenderung basah, sehingga bisa berpotensi menyebabkan intensitas curah
hujan yang lebih banyak dibanding rata-rata normalnya.
Dipole Mode merupakan fenomena interaksi laut dan atmosfer di Samudera Hindia yang
dihitung berdasarkan perbedaan nilai (selisih) antara anomali suhu muka laut perairan pantai
timur Afrika dengan perairan sebelah barat Sumatera. Perbedaan nilai anomali suhu muka laut
tersebut selanjutnya dikenal sebagai Dipole Mode Indeks (DMI), dimana DMI positif berdampak
berkurangnya curah hujan di Indonesia bagian barat, DMI negatif berdampak meningkatnya
curah hujan di Indonesia bagian barat.
Asian Cold Surge atau seruakan dingin Asia digunakan untuk menggambarkan
penjalaran massa udara dari Asia akibat adanya tekanan tinggi di daerah tersebut dan menjalar
ke arah selatan menuju ekuator dengan membawa massa udara dingin. Indeks yang digunakan
untuk identifikasi aktivitas cold surge adalah dengan menghitung indeks monsun yaitu selisih
nilai tekanan antara Titik 115° BT/ 30° LU (didekati dengan data dari stasiun Wuhan di daratan
China) dengan tekanan di Hongkong (116° BT/ 22° LU). Threshold value yang digunakan untuk
indeks monsun dari gradient tekanan adalah ≥10 mb sebagai indikator adanya cold surge.
18
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Nopember 2016
MJO singkatan dari Madden Jullian Oscillation adalah suatu istilah yang digunakan untuk
menggambarkan fluktuasi antar musiman yang terjadi di sekitar wilayah tropis. Keberadaan
MJO ditandai dengan adanya penjalaran pada arah timuran di wilayah tropis dimana terjadinya
penambahan intensitas curah hujan pada daerah tersebut, terutama di atas Samudera Hindia
dan Pasifik. Anomali curah hujan seringkali merupakan indikator pertama dalam
mengindikasikan kejadian MJO, dimana pada mulanya intensitas curah hujan tinggi terjadi di
Samudera Hindia dan kemudian menjalar ke arah timur melewati wilayah Indonesia menuju
Samudera Pasifik barat dan tengah panjang siklus MJO diperkirakan sekitar 30-60 harian.
Penemu dari fenomena MJO ini adalah Madden dan Jullian.
OLR singkatan dari Outgoing Longwave Radiation adalah istilah yang digunakan untuk
menyatakan intensitas atau banyaknya radiasi gelombang panjang dari bumi ke atmosfer.
Anomali OLR yang bernilai negatif menunjukkan jumlah radiasi yang terukur di atmosfer sangat
sedikit karena terhalang oleh intensitas perawanan yang cukup tinggi di atmosfer. Sedangkan
anomali OLR positif menunjukkan jumlah radiasi dari bumi yang cukup banyak karena tidak
terhalang oleh kondisi perawanan di atmosfer. Satuan OLR adalah weber/m -2.
Monsun adalah sirkulasi angin yang mengalami perubahan arah secara periodik setiap
setengah tahun sekali. Sirkulasi angin Indonesia ditentukan oleh pola perbedaan tekanan udara
di Australia dan Asia. Pola tekanan udara ini mengikuti pola peredaran matahari dalam
setahun. Pola angin baratan terjadi karena adanya tekanan udara tinggi di Asia yang berkaitan
dengan berlangsungnya musim hujan di Indonesia. Pola angin timuran/tenggara terjadi karena
adanya tekanan udara tinggi di Australia yang berkaitan dengan berlangsungnya musim
kemarau di Indonesia.
Daerah Pertemuan Angin Antar Tropis (ITCZ/ InterTropicalConvergence Zone)
merupakan daerah tekanan udara rendah yang memanjang dari barat ke timur dengan posisi
selalu berubah mengikuti pergerakan posisi semu matahari ke arah utara dan selatan
khatulistiwa. Wilayah Indonesia yang dilewati ITCZ pada umumnya berpotensi terjadi
pertumbuhan awan-awan hujan.
Curah Hujan (mm) adalah ketinggian air hujan yang terkumpul dalam penakar hujan
pada tempat yang datar, tidak menyerap, tidak meresap dan tidak mengalir. Unsur hujan 1
(satu) milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung
air hujan setinggi satu milimeter atau tertampung air hujan sebanyak satu liter.
Zona Musim (ZOM) adalah daerah yang pola hujan rata-ratanya memiliki perbedaan
yang jelas antara periode musim kemarau dan periode musim hujan. Wilayah ZOM tidak selalu
sama dengan luas daerah administrasi pemerintahan. Dengan demikian satu kabupaten/ kota
dapat saja terdiri dari beberapa ZOM dan sebaliknya satu ZOM dapat terdiri dari beberapa
kabupaten.
Dasarian adalah rentang waktu selama 10 (sepuluh) hari. Dalam satu bulan dibagi
menjadi 3 (tiga) dasarian, yaitu :
a. Dasarian I : tanggal 1 sampai dengan 10
b. Dasarian II : tanggal 11 sampai dengan 20
c. Dasarian III : tanggal 21 sampai dengan akhir bulan
Sifat Hujan adalah perbandingan antara jumlah curah hujan selama rentang waktu yang
ditetapkan (satu periode musim hujan atau satu periode musim kemarau) dengan jumlah curah
hujan normalnya (rata-rata selama 30 tahun periode 1971 - 2000). Sifat hujan dibagi menjadi 3
(tiga) kategori, yaitu :
a. Atas Normal (AN), jika nilai curah hujan lebih dari 115% terhadap rata-ratanya
b. Normal (N), jika nilai curah hujan antara 85% - 115% terhadap rata-ratanya
19
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Nopember 2016
c. Bawah Normal (BN), jika nilai curah hujan kurang dari 85% terhadap rataratanya
Gempa adalah getaran bumi yang terjadi sebagai akibat penjalaran gelombang
seimik/gempa yang terpancar dari sumbernya/sumber energi elastik
Gempa Tektonik adalah gempabumi yang disebabkan oleh adanya pergeseran atau
pergerakan lempeng bumi
Magnitude adalah parameter gempa yang berhubungan dengan besarnya kekuatan
gempa di sumbernya. Ada beberapa jenis magnitude, yaitu: magnitude lokal (M L), magnitude
gelombang permukaan (Ms), magnitude gelombang badan (mb), magnitude momen (Mw),
magnitude durasi (Md).
Intensitas gempa adalah besaran yang dipakai untuk mengukur suatu gempa
berdasarkan tingkat kerusakan dan reaksi manusia yang disebabkan oleh gempa tersebut.
Skala Richter Suatu ukuran obyektif kekuatan gempa dikaitkan dengan magnitudenya,
dikemukan oleh Richter (1930).
Skala MMI (Modified Mercally Intensity) adalah suatu ukuran subyektif kekuatan gempa
dikaitkan dengan intensitasnya
Tabel Skala Intensitas Gempabumi BMKG dalam MMI
---ABCD : Act Beyond your Common Duties---
20
Download