Ringkasan Eksekutif Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 21/POJK.03/2014 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum Syariah 1. Latar belakang POJK ini adalah dalam rangka meningkatkan kemampuan bank untuk menyerap risiko termasuk yang disebabkan oleh kondisi krisis dan/atau pertumbuhan pembiayaan yang berlebihan. 2. Bank wajib menyediakan modal minimum sesuai profil risiko yang ditetapkan paling rendah sebagai berikut: a. 8% dari Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk Bank dengan profil risiko peringkat 1; b. 9% sampai dengan kurang dari 10% dari ATMR untuk Bank dengan profil risiko peringkat 2; c. 10% sampai dengan kurang dari 11% dari ATMR untuk Bank dengan profil risiko peringkat 3; atau d. 11% sampai dengan 14% dari ATMR untuk Bank dengan profil risiko peringkat 4 atau peringkat 5. 3. Selain kewajiban penyediaan modal minimum sesuai profil risiko, bank wajib membentuk tambahan modal sebagai penyangga (buffer) yaitu: a. Capital Conservation Buffer sebesar 2,5% dari ATMR untuk bank yang tergolong sebagai Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) 3 dan BUKU 4; b. Countercyclical Buffer dalam kisaran sebesar 0% sampai dengan 2,5% dari ATMR; dan/atau c. Capital Surcharge untuk Domestic Systemically Important Bank (D-SIB) dalam kisaran sebesar 1% sampai dengan 2,5% dari ATMR. 4. Dalam hal bank memiliki dan/atau melakukan pengendalian terhadap perusahaan anak, kewajiban penyediaan modal minimum dan kewajiban pembentukan tambahan modal sebagai penyangga berlaku bagi bank baik secara individual maupun secara konsolidasi dengan perusahaan anak. 5. Modal terdiri atas: a. modal inti (Tier 1) yang meliputi: i. modal inti utama (Common Equity Tier 1) yang mencakup: a) modal disetor; b) cadangan tambahan modal (disclosed reserve); dan ii. modal inti tambahan (Additional Tier 1); dan b. modal pelengkap (Tier 2). 6. Komponen modal yang diperhitungkan dalam pengaturan ini, selain sudah mengacu pada ketentuan dan standar internasional juga telah mengakomodir instrumen-instrumen yang sudah mempertimbangkan kesesuaian dengan karakteristik perbankan syariah dan fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang tercermin dalam perhitungan ATMR. 7. ATMR yang digunakan dalam perhitungan modal minimum dan perhitungan pembentukan tambahan modal sebagai penyangga terdiri atas: a. ATMR untuk Risiko Kredit; b. ATMR untuk Risiko Operasional; dan c. ATMR untuk Risiko Pasar. 8. Setiap bank wajib memperhitungkan ATMR untuk Risiko Kredit dan ATMR untuk Risiko Operasional. Selain itu, bank yang memenuhi kriteria tertentu wajib pula memperhitungkan ATMR untuk Risiko Pasar. 9. Dalam memenuhi kewajiban penyediaan modal minimum sesuai profil risiko baik secara invidual maupun konsolidasi dengan perusahaan anak, bank wajib memiliki Internal Capital Adequacy Assessment Process (ICAAP) yang disesuaikan dengan ukuran, karakteristik, dan kompleksitas usaha bank. 10. Otoritas Jasa Keuangan melakukan Supervisory Review and Evaluation Process (SREP). Berdasarkan hasil SREP, Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta bank untuk memperbaiki ICAAP. 11. Masa pemberlakuan: a. Modal minimum sesuai profil risiko, modal inti minimal 6%, dan modal inti utama minimal 4,5% sejak 1 Januari 2015. b. Persyaratan komponen modal yang baru sejak 1 Januari 2016. c. Capital Conservation Buffer sebesar 2,5% secara bertahap sejak 1 Januari 2016 sampai dengan 1 Januari 2019. d. Countercyclical Buffer dan Capital Surcharge sejak 1 Januari 2016.