1. DNA pertama kali dijelaskan mekanismenya melalui temuan yang dikenal sebagai Griffith Effect yang menjelaskan tentang mekanisme kemampuan transfer suatu bahan genetik yang dapat menyebabkan penyakit dari suatu strain bakteri patogen (penyebab penyakit) phenumea ke bakteri phenumea jenis lainnya yang tidak bersifat patogen. Kedua jenis phenumea ini dapat dikenali perbedaanya karena keduanya secara fenotip dengan jelas memunculkan karakter sifat koloni yang berbeda ketika ditumbuhkan dalam media agar (nutrient agar), dimana bakteri yang patogen akan tumbuh dengan koloni yang permukaan koloninya halus, sedangkan yang tidak patogen menampilkan permukaan koloni yang kasar. Perbedaan ini disebabkan karena ada dan tidaknya kemampuan bakteri tersebut membentuk kapsul pelindung sel dari bahan polisakarida yang sangat berperan dalam melindungi sel dari sistem imun organisme yang terinfeksi bakteri ini. Griffith memberikan perhatian khusus pada kedua jenis bakteri ini dan mempelajarinya dengan menyuntikkan sel phenumea patogen yang telah dibunuh dengan cara pemanasaan ke tubuh tikus, ternyata tikus tetap hidup, dan tidak ditemukan adanya sel-sel bakteri phenumea dalam darah tikus. Begitu juga tentunya ketika tikus disuntik dengan phenumea yang tidak patogen, tikus tetap hidup. Namun, hal yang sangat mengejutkan dalam penelitian ini terjadi ketika sel-sel bakteri patogen phenumea yang telah mati karena dipanaskan dicampur dengan phenumea, ternyata ditemukan adanya phenumea yang bersifat patogen hidup di dalam tubuh tikus. Kejadian ini menjadi landasan yang sangat penting dalam bidang genetika molekuler yang dikenal sebagai transformasi genetik sebagai landasan bagi pengembangannya. 2. James Watson dan Francis Crickmengemukakan suatu model struktur DNA yaitu double helix (tangga berpilin). Menurut mereka, DNA memiliki struktur sebagai berikut: 1) Gula dan fosfat sebagai rantai atau tangga utama. 2) Basa nitrogen sebagai anak tangga dengan pasangan tetap, yaitu: a) guanin dengan sitosin (dihubungkan oleh tiga atom H), b) timin dan adenin (dihubungkan oleh dua atom H). Berdasarkan hasil penelitian Watson dan Crick dapat disimpulkan bahwa DNA terdiri atas gula pentosa (deoksiribosa), fosfat (PO4–), dan basa nitrogen yaitu purin meliputi guanin (G) dan adenin (A) serta pirimidin yang meliputi timin (T) dan sitosin (C). Rangkaian kimia antara deoksiribosa dengan purin dan pirimidin disebut nukleosida (deoksiribonukleosida). Nukleosida tersebut akan berikatan dengan fosfat membentuk nukleotida (deoksiribonukleotida). Gabungan dari nukleotidanukleotida akan membentuk suatu DNA. Jadi, molekul DNA merupakan polimer panjang dari nukleotida yang dinamakan polinukleotida. 3. Hubungan DNA, RNA, dan protein DNA memiliki kode genetik untuk mengatur fungsi sel dengan cara membentuk protein. Fungsi utama dari DNA adalah sebagai pengatur aktivitas sel namun DNA tidak melakukannya secara langsung. DNA mentrankripsikan dirinya menjadi RNA. RNA dibentuk oleh enzim polimerase yang menambahkan dua gugus posfat yang mempunyai ikatan berenergi tinggi, fungsinya untuk mempercepat reaksi kimia pembentukan rantai nukleotida RNA yang lebih panjang. RNA inilah yang berperan secara langsung dalam pembentukan protein, RNA di dalam ribosom melewati proses translasi, suatu proses penerjemahan kodon pada RNAr oleh RNAt, yang akan menghasilkan susunan asam amino pembentuk protein. Protein dibentuk dari beberapa asam amino. Asam-asam amino berikatan satu sama lain melalui ikatan peptida. Susunan asam amino dalam protein menentukan fungsi protein itu. Protein dapat mempunyai fungsi struktural, fungsional/enzim, ataupun pengatur yang mengubah tempat transkripsi DNA. Protein ini dapat berfungsi sebagai protein struktural, fungsional, maupun pengatur. DNA adalah komponen dari kehidupan, agar dapat berfungsi maksimal maka DNA harus disalin secara akurat dan ditransmisikan ke sel anak, dan informasi dalam DNA harus diekspresikan. Jika terjadi kesalahan dalam proses replikasi, transkripsi, ataupun translasi dapat menyebabkan kesalahan pada protein yang seharusnya dibentuk dan hal ini akan membuat suatu abnormalitas pada penderitanya. 4. AZT AZT merupakan bagian dari NRTI (nukleotida terbalik analog transcriptase inhibitor) dengan aktivitas antiretroviral yang diindikasikan untuk pengobatan infeksi HIV dan menunda perkembangan penyakit. AZT adalah obat analog timidin yang menghambat replikasi virus. Hal ini menghambat aktivitas reverse transcriptase HIV dengan bersaing dengan substrat alami untuk digunakan dan penggabungan ke dalam DNA virus. Retrovirus menggunakan gen-gen dari badan sel mereka untuk bereplikasi dan menginfeksi virus lainnya. Seperti obat antiretrovira lainnya, AZT mengganggu/mencegah siklus hidup virus HIV untuk menghentikannya membuat lebih banyak virus. Secara khusus, AZT menghubungkan dirinya sendiri dengan material genetic HIV sehingga virus HIV tidak bisa mengkopi dirinya sendiri ke dalam material sel genetik. Bila obat ini digunakan sendiri, secara bermakna dapat mengurangi kadar RNA HIV plasma selama beberapa bulan atau tahun. AZT dapat menekan jumlah HIV dan meningkatkan kadar limfosit T helper. Limfosit jenis tersebut memegang peran terpenting dalam sistem kekebalan manusia, sehingga dapat dikatakan AZT dapat memperpanjang harapan hidup. Akan tetapi, biasanya progresivitas penyakti HIV tidak dipengaruhi oleh pemakaian AZT, karena pada jangka panjang virus HIV berevolusi membentuk mutan yang resisten terhadap obat. 4. Perbedaan ddNTP dan PCR. Reaksi Polimerase Berantai atau dikenal sebagai Polymerase Chain Reaction (PCR), merupakan suatu proses sintesis enzimatik untuk melipatgandakan suatu sekuens nukleotida tertentu secara in vitro. PCR memungkinkan adanya perbanyakan DNA antara dua primer, hanya di dalam tabung reaksi, tanpa perlu memasukkannya ke dalam sel (in vivo). Pada proses PCR dibutuhkan DNA untai ganda yang berfungsi sebagai cetakan (templat) yang mengandung DNA-target (yang akan diamplifikasi) untuk pembentukan molekul DNA baru, enzim DNA polimerase, deoksinukleosida trifosfat (dNTP), dan sepasang primer oligonukleotida. Aplikasi PCR utama dibidang klinis adalah untuk diagnosis, dan kloning. Yang paling sering dipakai di bidang klinis saat ini adalah untuk diagnosis, yaitu untuk deteksi patogen infeksius dan identifikasi mutasi pada gen yang berkaitan dengan faktor resiko penyakit. Dideoxyribonucleoside triphosphates (ddNTP) merupakan modifikasi dNTP yang memiliki struktur yang identik dengan dNTP namun telah kehilangan grup –OH pada 3’-OH ribosa. ddNTP memiliki3 grup fosfat di ujung 5’ dan bekerja sama untuk membuat rantai DNA. Ketika ddNTP telah bergabung dengan rantai DNA, tidak ada nukleotida yang dapat ditambahkan karena tidak ada grup –OH pada 3’ untuk membentuk ikatan fosfodiester dengan nukleotida yang baru. Oleh sebab itu, ddNTP menghentikan proses sintesis DNA. ddNTP merupakan nukleotida sintetik yang tidak memiliki -OH pada atom karbon 3 'Deoksiribosa.