sumber:www.oseanografi.lipi.go.id ISSN 0216- 1877 Oseana, Volume XXIV, Nomor 3, 1999 : 27 - 33 HERMAFRODITISME : SUATU ALTERNATIF POLA REPRODUKSI PADA IKAN oleh Sasanti R. Suharti 1) A BS T R A CT Hermaphoroditism ia a usual phenomenon model in many fishes. Sex reversal is generally chosen if relationship between reproductive success an size or age are different between sexes. Individuals should change sex when other sex has a higher reproductive value. Sex change mechanism is determined by the existing of social organization and mating system in reef fish. The process seems to be the factor that regulating the ecosocial structure and position of each individual in the community. In many cases, sex reversal needs a stimulus from conspecific fish with smaller size or all fish have an ability to change sex depending on ecological change and changing in mating system. 1975). Sejak itu hampir semua jenis ikan dalam suku ini menunjukkan gejala adanya hermafroditisme. Gejala demikian juga ditemui di beberapa suku ikan karang lainnya. Perubahan seks dari betina ke jantan (protogini) ditemukan pada 14 famili ikan. Sebelas diantaranya merupakan ikan penghuni terumbu karang. Sebaliknya, perubahan dari jantan ke betina (protandri) dijumpai di 8 suku, 3 diantaranya ditemukan hidup di terumbu karang (WARNER 1984). Perubahan seks pada ikan kemungkinan disebabkan adanya perubahan fisiologi yang bersifat endogenus yang berasosiasi dengan ukuran tubuh dan umur (WARNER 1975). Tetapi pengamatan secara langsung menjelaskan bahwa perubahan yang terjadi di PENDAHULUAN Strategi reproduksi pada ikan-ikan Teleost dapat bervariasi. Hampir semua jenis ikan mempunyai jenis kelamin (seks) yang terpisah (diocous atau gonokoristik), tetapi banyak jenis dimana individunya mempunyai kemampuan untuk berubah jenis kelamin. Fenomena ini dikenal sebagi hermafroditisme, yakni ikan betina berubah kelamin menjadi ikan jantan atau sebaliknya (HOAR 1969). Perubahan jenis kelamin (sex change) ditemukan secara luas pada famili ikan laut, terutama yang mendiami terumbu karang (WARNER 1984; ROSS 1990). Fenomena ini pertama kali dijumpai pada beberapa anggota dari suku Labridae (wrasse) (REINBOTH 1) Balitbang Biologi Laut-LIPI, Jakarta 27 Oseana, Volume XXIV no. 3, 1999 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id dalam kelompok sosial ikan yang terstruktur dan mantap hampir selalu memicu terjadinya perubahan seks melalui proses perilaku (ROBERTSON 1972; FRICKE & FRICKE 1977; SHAPIRO 1979). Sebagai contoh perubahan seks terjadi setelah adanya pemindahan atau pengeluaran ikan jantan yang dominan dari kelompok sosial yang sudah tetap/mantap. Tulisan ini bertujuan untuk mengulas perubahan kelamin pada ikan laut yang bersifat protogini. yang bersamaan dan akan melakukan perilaku perkawinan (mating behaviour) seperti pada ikan gonokrist, dimana individu dapat berfungsi baik sebagai betina ataupun jantan pada waktu perkawinan. 2. Sekuensial (sequential hermaphroditism) yakni sebagian individu dalam daur hidupnya berfungsi sebagai individu dengan seks yang berbeda dan kemudian berganti seks secara sukses dan berperan sebagai seks berlawanan dalam sisa hidupnya. HERMAFRODITISME Perubahan seks adalah merupakan alternatif dari pola reproduksi yang umum terjadi pada ikan laut maupun ikan air tawar. Hal ini memungkinkan individu memaksimalkan masa keberhasilan reproduksinya dengan berfungsi sebagai jenis kelamin tertentu ketika kecil dan menjadi jenis kelamin yangberbeda waktu besar (dewasa) (GHISELIN 1969). Menurut SHAPIRO (1988) perubahan seks dapat terjadi kapan saja pada individu yang sudah dewasa dengan ukuran tertentu, jika ada kondisi rangsangan yang sesuai. Lebih jauh ia menjelaskan individu dapat merubah seksnya setiap saat dalam kehidupan dewasanya sampai ratio seks dalam populasi tercapai. Menurut ROSS (1990), hermafroditisme pada ikan dapat digolongkan menjadi: 1. Sinkronous (synchronous hermaphroditism) dimana individu menghasilkan baik telur maupun sperma pada waktu bersamaan. Hermafrodit sinkronus umumnya terjadi pada situasi dimana secara ekstrim kepadatan populasi ikan rendah dan sulit mendapatkan pasangan (WARNER & ROBERTSON 1978). Sebagai contoh anggota dari marga serranus (Serranidae) dimana individu mengandung baik telur maupun sperma yang masak pada waktu Hermafrodit yang sekuensial dapat dibedakan dalam 2 macam : 1. Protoginus yaitu individu lahir sebagai betina dan berubah kelamin menjadi jantan 2. Protandrus yaitu individu dilahirkan sebagai jantan dan berubah menjadi betina sampai akhir hidupnya. Dalam ikan-ikan Teleost, hermafrodit yang protoginus merupakan pola yang paling umum dan banyak dijumpai (CHOAT & ROBERTSON 1975; WARNER & ROBERTSON 1978) Ini dapat dijumpai pada ikan-ikan Labridae, Scaridae, Pomacentridae, beberapa Serranidae, Sparidae dan sejumlah ikan-ikan tropis lainnya. Pada jenis yang protoginus, secara umum betina akan berubah sel kelaminnya menjadi jantan yang sekunder setelah masa reproduksi berakhir (KOBAYASHI & SUZUKI 1990). Perubahan seks pada ikan yang hermafrodit protoginus terjadi karena beberapa faktor, antara lain berhubungan dengan sistem sosial dimana individu yang besar, umumnya jantan yang dominan, mempunyai derajat reproduksi yang tinggi (REINBOTH 1973; ROBERTSON & CHOAT 1974; WARNER et al. 1975) atau karena faktor sosial dimana betina berubah seks karena jantan yang dominan dipindahkan atau mati (ROBERTSON 1972; WARNER et al. 1975). 28 Oseana, Volume XXIV no. 3, 1999 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id ROBERTSON 1972). Sebagai contoh pengeluaran seekor jantan dominan dari suatu grup hirarki yang kuat akan menyebabkan seekor betina yang besar dan dominan untuk berubah seks. Dalam hermafrodit yang protoginus, ikan jantan yang besar dan dominan akan memonopoli sistem perkawinan dan ikan jantan kecil lainnya akan menjadi tidak suskes dalam reproduksinya. Dalam sistem perkawinan yang demikian jantan yang besar ukuran tubuhnya akan berhasil bersaing dengan jantan yang berukuran lebih kecil dan untuk itu mendapatkan keberhasilan reproduksi yang lebih besar (ROBERTSON & CHOAT 1974; ROBERTSON & WARNER 1978; WARNER & HOFFMAN 1980; WARNER 1984). Selain itu keberadaan dari sejumlah ikan jantan yang berukuran kecil dan jantan konspesifik lainnya yang berukuran relatif besar dalam suatu daerah jelajah (home arange) dalam suatu populasi, kemungkinan dapat menyebabkan terjadinya perubahan seks. Beberapa nilai ambang dari proporsi ikan ikan yang berukuran kecil dalam suatu 'home range' akan merangsang/memicu terjadinya perubahan seks (ROSS 1990). IDENTITAS SEKSUAL Pada ikan yang protoginus, terutama suku Scaridae dan Labridae dikenal 4 macam jenis kelamin yaitu betina, jantan tingkat pertama (primary male), jantan tingkat kedua (secondary male) dan individu yang sedang dalam masa transisi seksual. Jenis kelamin pada hermafrodit protoginus dibedakan atas dua macam, yaitu : 1. Jantan tingkat pertama (primary male) yaitu lahir sebagai jantan dan merupakan jantan sejati (gonokrist). Tipe ini tidak mengalami perubahan seks dalam hipnya (REINBOTH 1977). 2. Jantan tingkat kedua (secondary male) yaitu berasal dari betina yang berubah seks (REINBOTH 1977). Morfologi sel kelamin dari masingmasing tipe jantan ini bebeda secara mikroskopis (REINBOTH dalam ROBERTSON & CHOAT 1974). Selanjutnya ia membedakan kondisi antara jantan tingkat pertama dan tingkat kedua yaitu dengan memakai istilah diandri dan monandri. Monandri adalah dalam satu individu jantan terdapat hanya jantan tingkat kedua, sedangkan diandri adalah dalam satu individu jantan terdapat baik primary male maupun secondary male. Diandri ini umum dijumpai dalam populasi sebagai dikromatisme yang seimbang secara genetik terhadap hermafroditisme (ROBERTSON & CHOAT 1974; WARNER et al. 1975). SISTEM PERKAWINAN (MATING SYSTEM) DAN PEMELIHARAAN OLEH INDUK (PARENTAL CARE) ROBERTSON & CHOAT (1974); WARNER & HOFFMAN (1980) WARNER (1984) menjelaskan bahwa hermafrodit protoginus berkaitan dengan sistem perkawinan, dimana jantan dewasa yang berukuran besar memonopoli reproduksi. Hal ini sesuai dengan model dari GHISELIN (1969) mengenai model keuntungan dari ukuran tubuh (size advantage model). Warner (1984) menerangkan bahwa ada suatu keuntungan dengan memiliki ukuran tubuh yang besar dalam 'mating system'. Dalam KONTROL SOSIAL DAN LINGKUNGAN Kontrol sosial pada saat terjadinya perubahan seks biasanya digambarkan pada ikan-ikan yang hidupnya haremik (ROBERTSON & HOFFMAN 1977) dan beberapa spesies yang hidup dalam kelompok yang kurang terorganisir (FISHELSON 1970; 29 Oseana, Volume XXIV no. 3, 1999 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id 'mating system' pada jenis yang protoginus, ikan jantan yang besar bersifat 'promiscuous' (tidak memilih-milih/ dengan siapa saja) dan dapat membuahi sejumlah ikan betina. Hal demikian akan memberikan keuntungan yang selektif dari jantan yang berukuran besar dan mendapatkan kesuksesan yang tinggi dalam perkawinan (WARNER 1984). Dengan adanya 2 tipe jantan ('primary dan secondary male') dalam spesies yang protoginus, erat kaitannya dengan 2 strategi perkawinan yang berbeda yakni pertama, perkawinan antar sepasang jantan dengan warna yang cerah (terminal phase) dengan seekor betina (pair spawning) dan kedua, perkawinan grup (group/multiple spawning) dimana banyak jantan dengan warna yang kurang cerah mengawini satu ekor beina. Bagi ikan yang mempunyai sistem 'parental care', hal ini dapat membatasi kesuksesan reproduksi dari ikan jantan yang bersifat teritorial, karena hal ini akan mengurangi kompetisi antara ikan yang berukuran kecil dan besar sehingga tidak ada seleksi seksual yang kuat bagi ikan yang berukuran besar seperti terjadi pada hermafrodit protoginus (WARNER & LEJEUNE) 1985. Menurut SCHMALE (1981) untuk terjadinya perubahan seks paling tidak pasangan dalam perkawinan harus bebas dari 'parental care' Gambar 1. Keterangan: Ketika jantan yang besar memonopoli perkawinan atas jantan yang berukuran lebih kecil, maka fertilitas jantan yang berukuran besar meningkat secara dramatis pada satu titik pertumbuhan tertentu. Untuk itu menjadi betina sewaktu kecil dan berubah menjadi jantan setelah besar, dalam hal ini lebih disukai. 30 Oseana, Volume XXIV no. 3, 1999 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id jantan tertentu ditentukan oleh ukuran dari jantan lain dalam populasi setempat (WARNER 1984) WARNER (1988) menjelaskan, pada jenis yang protoginus dimana jantan dewasa yang dominan memonopoli perkawinan dan terlihat keuntungan yang nyata untuk menjadi betina diwaktu kecil dan hanya berubah menjadi jantan ketika ukuran yang cukup secara kompetitif telah dicapai untuk kawin. Secara umum model/hipotesa ini menerangkan bahwa, individu sebaiknya merubah seksnya ketika jenis kelamin yang lain mempunyai nilai reproduksi yang lebih besar. Keterangan ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini. KEUNTUNGAN DARI UKURAN TUBUH (SIZE ADVANTAGE) Ukuran tubuh secara nyata dapat menyebabkan kesuksesan dalam reproduksi, sehingga 'mating system' memegang peranan penting (WARNER 1988). Hal ini sesuai dengan penjelasan SHAPIRO (1988) bahwa kesuksesan reproduksi meningkat sejalan dengan bertambah besarnya ukuran ikan. Hipotesa/model mengenai keuntungan dari ukuran tubuh menjelaskan bahwa ketika dominasi tergantung dari ukuran tubuh, kemungkinan keberhasilan perkawinan dari Gambar 2. Keterangan: Jika kompetisi antar jantan sangat kuat, hanya individu yang terbesar ukuran tubuhnya akan sukses dalam perkawinan (mating). Walaupun fekunditas betina meningkat dengan bertambahnya ukuran tubuh, tapi dalam hal mating system pengaruh ukuran tubuh jantan lebih dominan. 31 Oseana, Volume XXIV no. 3, 1999 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id DAFTAR PUSTAKA (Labridae) Pubbl. Staz. Zool. Napoli 39 supll. : 550-573. CHOAT, J.H. & D.R. ROBERTSON, 1975. Protogynus hermaphroditism in fishes of the family Scaridae. In: Intersexually in the animal kingdom. (REINBOTH, R. ed). Springer-Verlag, Berlin, 263-283. REINBOTH, R. 1977. Thalassoma bifasciatum (Labridae)-paar-und gruppenlaichen im korallenriff. Summary. Publ. zu Wissen. Filmen 10(4): 3. ROBERTSON, D.R. 1972. Social control of sex reversal in a coral reef fish. Science N.Y., 177 : 1007-1009. FISHELSON, L. 1970. Protogynus sex-reversal in the fish Anthias squamipinnis (Teleostei-Anthiidae) regulated by presence or absence of male fish. Nature 227 : 90. ROBERTSON, D.R. & H. CHOAT. 1974. Protogynus hermaphroditism and social system in labrid fishes. Proc. 2 nd Int. Symp. Coral Reefs G.B.R. Committee, Brisbane, 1 : 217-225. FRICKE, H.W. & S. FRICKE. 1977. Monogamy and sex change by aggressive dominance in coral reef fish. Nature 266 : 830-832. ROBERTSON, D.R. & S.G. HOFFMAN. 1977. The role of female mate choice and predation in the mating system of some tropical labroid fishes. Z. Tierpsychol. 45 : 298-320. GHISELIN, M.T. 1969. The evolution of hermaphroditism among animals. Quart. Rev. Biol. 44 : 189-454. HOAR, W.W. 1969. Reproduction. In: Fish Physiology. (W.S. HOAR and DJ. RANDALL, eds.), vol. 3. Acad. Press, New York. ROBERTSON, D.R. & R.R. WARNER. 1978. Sexual patterns in labroid fishes of the western Carribean, II: The parrotfishes (Scaridae): Smithsonian Contrib Zool. 225: 1-26. HOFFMAN, S.G. 1983. Sex-related foraging behavior in sequentially hermaphroditic hogfish (Bodianus spp.). Ecology 64 : 798-808 ROOS, R.M. 1990. The evolution of sex change mechanism in fishes. Env. Biol Fish. 29: 81-93. KOBAYASHI, K. and K. SUZUKI. 1990. Gonadogenesis and sex succession in protogynus wrasse, Cirrhilabrus temmincki, in Suruga Bay, Central Japan. Japanese J. Ichthyology 37 (3): 256-264. SCHMALE. M.C. 1981. sexual selection and reproductive success in males of bicolor damselfish, Eupomacentrus partitus (Pisces: Pomacentridae). Anim Behav., 29: 1172-1184. SHAPIRO, D.Y 1979. Social behavior, group structure, and the control of sex reversal in hermaphroditic fish. In: Advances in the study of behavior. J.S. RASENBLATT, R.A. HINDE, C. BEER and M.C. BUSNEL (eds), vol. 10: 43-102. Acad. Press., N. York. REINBOTH, R. 1973. Dualistic reproductive behavior in the protogynus wrasse Thallasoma bifasciatum and some observations on its day-night change over. Helgol. Wiss. Meers. 24 : 174-191. REINBOTH, R. 1975. Spontaneous and hormone induce sex-inversion in wrasse 32 Oseana, Volume XXIV no. 3, 1999 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id WARNER, R.R. 1988. Sex change in fishes: hypotheses, evidence, and objections. Env. Biol. Fish. 22(2): 81-90. SHAPIRO, D.Y. 1981. Behavioral charges in protogynus sex reversal in coral reef fish in the laboratory. Anim. Behav. 29: 1185-1198. WARNER, R.R. & D.R. ROBERTSON. 1978. Sexual pattern in the labroid fishes of the western Carribean, I: The wrasse (Labridae). Smitsonian Contrib. Zool. 254: 1-27. SHAPIRO, D.Y. 1984. Sex reversal and sociodemographic processes in coral reef fishes. In: Reproduction: Strategies and Tactics. G.W. POTTS & R.J. WOOTON (Eds.) Acad. Press., London. WARNER, R.R. & S.G. HOFFMAN. 1980. Local population size as a determinant of mating system and sexual composition in the two tropical marine fishes (Thalassoma spp). Evolution 34: SOS-SIS. WARNER, R.R. & P. LEJEUNE. 1985. Sex change limited by paternal care: a test using four Mediterranean labrid fishes, genus Symphodus. Mar. Biol 87: 89-99. WARNER, R.R., D.R. ROBERTSON & E.G. LEIGH. 1975. Sex change and sexual selection Science 190: 633-638. SHAPIRO, D.Y. 1988. Behavioral influences on gene structure and other new ideas concerning sex change in fishes. Env. Biol. Fish. 23 (4): 283-297. WARNER, R.R. 1975. The adaptive significance of sequential hermaphroditsm in animals. Am. Nat. 109: 61-82. WARNER, R.R. 1982. Mating system, sex change, and sexual demography in the rainbow wrasse, Thalassoma lucasanum. Copeis 3: 635-661. WARNER, R.R. Mating systems and hermaphroditism in coral reef fishes. Amer. Scient. 72: 129-136. 33 Oseana, Volume XXIV no. 3, 1999