penegakan negara hukum di republik indonesia

advertisement
PENEGAKAN NEGARA HUKUM DI REPUBLIK INDONESIA
Oleh : S. Anwary
1.
Pendahuluan
Sejarah membuktikan bahwa pemerintahan di Indonesia khususnya di masa pemerintahan rezim
Soeharto cenderung bersifat otoriter. Pemerintahan pasca Soeharto yaitu pemerintahan Presiden
Habibie yang berkuasa selama  1 tahun telah berusaha mengembalikan citra pemerintahan yang
demokratis. Sejak Presiden Habibie dilantik dimulailah era reformasi. Pemerintahan Habibie telah
berupaya mereformasi kebijaksanaan-kebijaksanaan dan produk-produk perundang-undangan,
khususnya dibidang politik dan ekonomi yang selama ini membelenggu dan menyengsarakan rakyat
Indonesia akibat dari praktek-praktek KKN dan penyalahgunaan kekuasaan rezim Soeharto.
Sejak dilantik sebagai Presiden,
Habibie berusaha mengadakan rekonsiliasi politik antara lain
memasukkan semua unsur-unsur kekuatan politik (partai politik) di dalam kabinet pemerintahannya.
Juga melepaskan tahanan-tahanan politik (tapol) yang dikerangkeng selama pemerintahan rezim
Soeharto. Kami tidak menyangkal, disamping tindakan-tindakan positif pemerintahan Habibie ada juga
kelemahan-kelemahannya. Sebagai manusia biasa sosok Habibie tidak luput daripada kekurangan.
Hanya Rasul Allah saja yang sempurna dan terlepas dari dosa-dosa. Selain Rasul Allah maka manusia
tentu ada kelemahan dan kekurangannya.
Sayangnya usaha Presiden Habibie yang ingin mengantarkan Negara Indonesia yang bebas dari KKN,
demokratis dan menegakkan supremasi hukum belum seluruhnya dapat diwujudkan. Dengan sikap
legowo Habibie mengundurkan diri dari pencalonannya sebagai Presiden akibat pertanggungjawabannya yang ditolak oleh MPR. Sifat pribadi Habibie ini betul-betul menunjukkan seorang
negarawan yang demokratis dan menghargai serta tunduk kepada lembaga MPR sebagai pemegang
kedaulatan rakyat. Habibie betul-betul menjunjung supremasi hukum di negara ini.
Setelah pasca pemerintahan Habibie reformasi hukum dan penegakan supremasi hukum di Negara
Republik Indonesia masih tersendat-sendat, jauh dari yang diharapkan. Pada kesempatan ini penulis
ingin menyajikan suatu tulisan mengenai “Penegakan Hukum di Negara Republik Indonesia” yang
antara lain memuat dasar-dasar pengertian apa yang dimaksud dengan negara hukum, maksud dan
tujuannya dan usaha-usaha untuk menegakkan negara hukum di Indonesia kepada masyarakat luas.
1
2.
Latar Belakang Sejarah Negara Hukum
Negara Hukum (rechts staat) tidak asing lagi dalam ilmu pengetahuan ketatanegaraan sejak zaman
purba hingga sekarang ini. Hanya di dalam praktek ketatanegaraan orang masih menyangsikan apakah
negara hukum itu sudah dilaksanakan sepenuhnya. Hal ini dapat dimengerti karena dalam praktek,
pengertian yang bersih menurut teori, masih perlu diperhitungkan dengan faktor-faktor yang nyata
yang hidup dalam masyarakat menurut waktu dan tempat. Karena itu tidaklah mengherankan, sebab
cita-cita yang universal mengenai negara hukum yang diletakkan dalam konstitusi sering dilanggar
dalam praktek. Jika keadaan semacam ini terus-menerus terjadi, maka negara hukum hanya bersifat
formil, sedangkan kenyataan yang hidup sudah jauh menyimpang daripada yang dituliskan dalam
konstitusi seolah-olah negara hukum ini hanya suatu mitos saja yang belum pernah terbukti dalam
sejarah ketatanegaraan.
Konsep Negara Hukum Indonesia menurut Prof. M. Yamin, sudah lama ada beribu-ribu tahun sebelum
Proklamasi Kemerdekaan RI 1945, yang menjadi sumber hukum secara tertulis dalam Republik
Indonesia. Istilah negara hukum jauh lebih muda daripada pengertian negara hukum yang dikenal
dalam Negara-negara Indonesia, seperti Sriwijaya, Majapahit, Melayu Minangkabau dan Mataram.
Hasil penyelidikan ini menolak pendapat seolah-olah pengertian negara hukum semata-mata bersumber
atau berasal dari hukum Eropa Barat. Tidak demikian halnya, melainkan pengertian negara hukum
telah dikenal dengan baik dalam perkembangan peradaban yang sesuai dengan kepribadian bangsa
Indonesia.
3.
Ciri–ciri Negara Hukum
Menurut Prof. DR. Sudargo Gautama, SH. mengemukakan 3 ciri-ciri atau unsur-unsur dari negara
hukum, yakni:
a.
Terdapat pembatasan kekuasaan negara terhadap perorangan, maksudnya negara tidak
dapat bertindak sewenang-wenang. Tindakan negara dibatasi oleh hukum, individual
mempunyai hak terhadap negara atau rakyat mempunyai hak terhadap penguasa.
b.
Azas Legalitas
Setiap tindakan negara harus berdasarkan hukum yang telah diadakan terlebih dahulu
yang harus ditaati juga oleh pemerintah atau aparaturnya.
2
c.
Pemisahan Kekuasaan
Agar hak-hak azasi itu betul-betul terlindung adalah dengan pemisahan kekuasaan
yaitu badan yang membuat peraturan perundang-undangan, melaksanakan dan
mengadili harus terpisah satu sama lain tidak berada dalam satu tangan.
Para jurist Asia Tenggara dan Pasifik seperti tercantum dalam buku “The Dymanics Aspects of the rule
of law in the Modern Age”, dikemukakan syarat rule of law sebagai berikut:
a.
Perlindungan konstitusional dalam arti bahwa konstitusi selain daripada menjamin
hak-hak individu harus menentukan pula cara prosedural untuk memperoleh
perlindungan atas hak-hak yang dijamin;
4.
b.
Badan Kehakiman yang bebas dan tidak memihak;
c.
Kebebasan untuk menyatakan pendapat;
d.
Pemilihan umum yang bebas;
e.
Kebebasan untuk berorganisasi dan beroposisi;
f.
Pendidikan civic (kewarganegaraan).
Tujuan Negara Hukum
Seperti kita ketahui bahwa masalah negara hukum pada hakikatnya tidak lain daripada persoalan
tentang kekuasaan. Ada dua sentra kekuasaan. Di satu pihak terdapat negara dengan kekuasaan yang
menjadi syarat mutlak untuk dapat memerintah. Di lain pihak nampak rakyat yang diperintah segan
melepaskan segala kekuasaannya. Kita menyaksikan bahwa apabila penguasa di suatu negara hanya
bertujuan untuk memperoleh kekuasaan sebesar-besarnya tanpa menghiraukan kebebasan rakyatnya,
maka lenyaplah negara hukum. Dengan demikian nyatalah betapa penting tujuan suatu negara dalam
kaitannya dengan persoalan kita.
Menurut Van Apeldoorn tujuan hukum ialah mengatur tata tertib masyarakat secara damai dan adil.
Perdamaian diantara manusia dipertahankan oleh hukum dengan melindungi kepentingan-kepentingan
manusia tertentu, kehormatan, kemerdekaan, jiwa, harta dan sebagainya terhadap yang merugikannya.
Kepentingan dari perorangan dan kepentingan golongan manusia selalu bertentangan satu sama lain.
Pertentangan kepentingan selalu menyebabkan pertikaian. Bahkan peperangan antara semua orang
melawan semua orang, jika hukum tidak bertindak sebagai perantara untuk mempertahankan
kedamaian. Hukum mempertahankan perdamaian dengan menimbang kepentingan yang bertentangan
secara teliti dan mengadakan keseimbangan diantaranya karena hukum hanya dapat mencapai tujuan
(mengatur pergaulan hidup secara damai) jika ia menuju peraturan yang adil. Artinya, peraturan yang
3
mengandung keseimbangan antara kepentingan-kepentingan yang dilindungi sehingga setiap orang
memperoleh sebanyak mungkin yang menjadi bagiannya.
Menurut Montesqueu, negara yang paling baik ialah negara hukum, sebab di dalam konstitusi di
banyak negara mempunyai tiga inti pokok yaitu:
a.
Perlindungan HAM
b.
Ditetapkannya ketatanegaraan suatu negara
c.
Membatasi kekuasaan dan wewenang organ-organ negara.
Disamping itu salah satu tujuan hukum adalah memperoleh setinggi-tingginya kepastian hukum
(rechtzeker heid). Kepastian hukum menjadi makin dianggap penting bila dikaitkan dengan ajaran
negara berdasar atas hukum. Telah menjadi pengetahuan klasik dalam ilmu hukum bahwa hukum
tertulis dipandang lebih menjamin kepastian hukum dibandingkan dengan hukum tidak tertulis.
5.
Pernyataan Negara Hukum dalam Konstitusi Republik Indonesia
Pernyataan negara hukum dalam konstitusi terdapat pada:
a.
UUD RIS 1949 pasal 1 (1): RIS yang merdeka dan berdaulat adalah suatu negara
hukum yang demokrasi dan berbentuk federasi.
b.
UUDS 1950 pasal 1 (1): Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat adalah
negara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan.
c.
UUD 1945:
-
Tidak ditemukan rechts staat (negara hukum) dalam pembukaan dan batang tubuh
UUD 1945, tapi mengenai hal tersebut ditemukan dalam penjelasan.
-
Negara hukum menurut UUD 1945:
a. Negara hukum materiil/kesejahteraan
b. Negara hukum formil/tertib
-
Pengertian negara hukum menurut UUD 1945 tidak begitu jelas seperti yang
terdapat dalam UUD RIS 1949 dan UUDS 1950.
6.
Negara Indonesia adalah Negara Hukum
Walaupun dalam Undang Undang Dasar 1945 baik dalam bagian Pembukaan maupun dalam Batang
Tubuhnya tidak ada suatu ketentuan yang menyatakan bahwa Negara RI adalah negara hukum. Tetapi
4
dalam Penjelasan Umum tentang Sistem Pemerintahan Negara yang ditegaskan dalam UUD 1945
bagian I, II, III, IV, V dan VII. Untuk mengingat kembali secara lengkap kami tulis sebagai berikut:
I.
Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat)
1. Negara Indonesia berdasar atas Hukum (Rechtsstaat), tidak berdasar atas kekuasaan
belaka (Machtsstaat).
II.
Sistim Konstitusional.
2. Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolutisme
(kekuasaan yang tidak terbatas).
III.
Kekuasaan Negara yang Tertinggi di Tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Die
Gesamte Staatsgewalt liegt allein bei der Majelis).
3. Kedaulatan Rakyat dipegang oleh suatu badan bernama “Majelis Permusyawaratan
Rakyat,” sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia (vertretungsorgan des Willens
der Staatsvolkes). Majelis ini menetapkan Undang Undang Dasar dan menetapkan
Garis-garis Besar Haluan Negara. Majelis ini mengangkat Kepala Negara (Presiden)
dan Wakil Kepala Negara (Wakil Presiden).
Majelis inilah yang memegang kekuasaan negara yang tertinggi, sedangkan Presiden
harus menjalankan haluan negara menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan oleh
Majelis. Presiden yang diangkat oleh Majelis, tunduk dan bertanggung jawab
kepada Majelis. Ia ialah “Mandataris” dari Majelis, ia berwajib menjalankan putusanputusan Majelis.
Presiden tidak “neben” akan tetapi “untergeordnet” kepada Majelis.
IV.
Presiden ialah Penyelenggara Pemerintah Negara yang Tertinggi di Bawah Majelis.
Di bawah Majelis Permusyawaratan Rakyat, Presiden ialah penyelenggara Pemerintah
Negara yang tertinggi.
Dalam menjalankan Pemerintahan Negara, kekuasaan dan tanggung jawab adalah ditangan
Presiden (consentration of power and responsibility upon the President).
V.
Presiden Tidak Bertanggung Jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Disampingnya Presiden adalah Dewan Perwakilan Rakyat.
Presiden harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat untuk membentuk
undang-undang (Gesetzgebung) dan untuk menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (Staatsbegroting).
Oleh karena itu, Presiden harus bekerja bersama-sama dengan Dewan, akan tetapi Presiden
tidak bertanggung-jawab kepada Dewan, artinya kedudukan Presiden tidak tergantung
daripada Dewan.
5
VII.
Kekuasaan Kepala Negara Tidak Tak Terbatas
Meskipun Kepala Negara tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat, ia
bukan “diktator,” artinya kekuasaan tidak tak terbatas.
Di atas telah ditegaskan bahwa ia bertanggung jawab kepada Majelis Permusyawaratan
Rakyat. Kecuali itu ia harus memperhatikan sungguh-sungguh suara Dewan Perwakilan
Rakyat.
Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat
Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat adalah kuat. Dewan ini tidak bisa dibubarkan oleh
Presiden (berlainan dengan sistem Parlementair). Kecuali itu anggota-anggota Dewan
Perwakilan Rakyat semuanya merangkap menjadi anggota Majelis Permusyawaratan
Rakyat. Oleh karena itu, Dewan Perwakilan Rakyat dapat senantiasa mengawasi tindakantindakan Presiden dan jika Dewan menganggap bahwa Presiden sungguh melanggar
haluan negara yang telah ditetapkan
oleh Undang Undang Dasar atau Majelis
Permusyawaratan Rakyat, maka Majelis itu dapat diundang untuk persidangan istimewa
agar supaya bisa minta pertanggungjawaban kepada Presiden.
Disamping itu dalam Pembukaan UUD 1945 terdapat 3 tujuan utama berbangsa dan bernegara:
1.
Membangun dan mewujudkan keadilan sosial, kesejahteraan umum atau sebesarbesarnya kemakmuran rakyat;
2.
Membangun satu tatanan masyarakat dan pemerintahan yang demokratis dan mandiri;
dan
3.
Membangun masyarakat dan pemerintahan berdasarkan atas hukum.
Apabila ketiga tujuan utama berbangsa dan bernegara tersebut dikaitkan dengan negara berdasarkan
hukum (rechts staat) dengan demikian Pancasila dan UUD 1945 sebagai sumber hukum merupakan:
1.
Instrumen mewujudkan keadilan sosial, kesejahteraan umum atau sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat
2.
Instrumen mewujudkan masyarakat Indonesia yang demokratis dan mandiri
3.
Instrumen mewujudkan masyarakat dan pemerintahan berdasarkan atas hukum.
Negara Hukum menurut UUD 1945 mempunyai 7 unsur, yaitu :
1.
Hukumnya bersumber pada pasal dan adanya pertingkatan hukum (stufenbouw
desrecht-nya Hans Kelsen)
2.
Sistemnya, yaitu sistem konstitusi.
6
Alasannya: UUD 1945 yang terdiri dari Pembukaan, Batang tubuh dan Penjelasan
hanya memuat aturan-aturan pokoknya saja, sedangkan peraturan lebih lanjut dibuat
oleh organ negara, sesuai dengan dinamika pembangunan dan perkembangan serta
kebutuhan masyarakat.
3.
Kedaulatan rakyat
Dapat dilihat dari Pembukaan UUD 1945 dan pasal 2 (1) “Kedaulatan berada ditangan
rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR”.
4.
Persamaan hak/persamaan hukum (pasal 27 (1) UUD 1945)
5.
Kekuasaan Kehakiman yang bebas dari kekuasaan lain (eksekutif)
6.
Adanya organ pembentuk undang-undang (Presiden dan DPR)
7.
Sistem pemerintahannya (Presiden) sebagai mandataris MPR
Menurut Prof. Sri Sumantri, Indonesia, sistem pemerintahannya berada ditengahtengah, yaitu antara sistem Parlementair dan sistem Presidensiil, hal ini dapat dilihat
dimana Indonesia ada kabinet tapi menterinya bertanggung-jawab kepada Presiden
(tidak kepada Parlemen).
Menurut hemat kami, sistem Presidensiil pemerintahan di Republik Indonesia terbatas
pada hak Presiden membentuk pemerintahan (Kabinet) yaitu mengangkat atau
memberhentikan Menteri-menteri Kabinet (pasal 17 UUD). Presiden memgang
kekuasaan pemerintahan menurut Undang Undang Dasar (pasal 4 UUD) akan tetapi
kedudukan Presiden tetap di bawah MPR sebagai pemegang Kedaulatan Rakyat (pasal
1 ayat 2 UUD) dan Pemegang Kekuasaan Negara yang Tertinggi (Bab III Penjelasan
tentang UUD 1945 mengenai Kekuasaan Negara).
7.
Penegakan Supremasi Hukum di Indonesia
Berdasarkan uraian-uraian singkat tersebut di atas, nyatalah bahwa negara Republik Indonesia
berdasarkan hukum walaupun tidak dinyatakan secara tegas dalam Pembukaan dan Batang tubuh UUD
1945. Namun dalam penegakan supremasi hukum terdapat banyak kendala, antara lain:
1.
Hingga saat ini banyak perundang-undangan khususnya di bidang keperdataan,
perniagaan, kepidanaan, sebagian hukum administrasi negara dan sebagian hukum
yang mengatur penegakan hukum, adalah tatanan hukum yang dibuat pada masa
pemerintahan Hindia Belanda. Bahkan ada beberapa yang berasal dari masa
pendudukan Belanda (antara 1945-1949). Yang dapat dikatakan sepenuhnya telah
diatur secara nasional adalah hukum-hukum dibidang ketatanegaraan. Sifat nasional
7
hukum ketatanegaraan karena hukum-hukum ini merupakan sendi-sendi susunan
ketatanegaraan baru Indonesia merdeka. Perangkat-perangkat hukum dari masa Hindia
Belanda tersebut banyak mengandung kekurangan-kekurangan.
2.
Produk-produk hukum semasa pemerintahan Presiden Soeharto yang pada awalnya
dengan heroik bertekad melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen, mengulangi kesalahan Orde Lama. Dalam beberapa hal mempunyai watak
yang
sama,
menghalalkan
segala
cara
untuk
mempertahankan
kekuasaan.
Pemerintahan dikuasai sekelompok elit yang tersentral pada satu orang; Presiden.
Pemerintahan bersifat sentralistik dan terciptanya persekutuan antara elit pemerintah,
ABRI, pengusaha/konglomerat dan Golkar. Situasi ini menjadikan kekuasaan yang
meraksasa/hegemoni yang mengkooptasi segala bidang kehidupan. Stabilitas politik
dan keamanan yang tercipta bersifat semu karena dibangun di atas kekuatan represif
ABRI. Tekad hukum sebagai “Panglima” tidak dapat diwujudkan selama keadaan
seperti itu. Kehidupan politik, ekonomi, hukum menjadi kepanjangan tangan
pemegang kekuasaan, sistem yang ada menjadi otoritarian melalui praktek KKN.
Mundurnya Soeharto dari kursi kepresidenan merupakan awal era reformasi yang
bersifat korektif terhadap hegemoni kekuasaan pemerintahan Orde Baru.
Mengingat hal-hal tersebut di atas, maka reformasi hukum pada saat sekarang ini sangat diperlukan
karena terdapat hal-hal sebagai berikut:
1.
Hukum tidak dapat berjalan sebagaimana fungsinya
2.
Hukum dirasakan kurang memberikan perlindungan kepada rakyat
3.
Praktek negatif/penyimpangan dan manipulasi dalam penegakan hukum
4.
Aroganisme Pejabat.
5.
Perlu memulihkan kedaulatan rakyat dengan memberdayakan lembaga-lembaga
perwakilan rakyat
6.
Mengupayakan pencegahan agar tidak lagi terjadi tindakan pelanggaran HAM
7.
Mengupayakan kesejahteraan rakyat dengan cara menghapuskan praktek-praktek
korupsi dan kolusi.
8.
Memberikan kepastian hukum kepada rakyat Indonesia dengan memfungsikan
lembaga-lembaga penegak hukum yang bersih dan berwibawa dalam rangka
memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat.
Reformasi bidang hukum harus dimulai dari hal yang paling mendasar, yakni redefinisi tujuan hukum.
Jika masa Orde Baru hukum lebih difungsikan sebagai sarana melegitimasi kekuasaan maka pada masa
8
mendatang hukum haruslah dijadikan sebagai sarana mengejar tujuan perikehidupan yang lebih tertib,
demokratis dan berkeadilan. Oleh sebab itu reformasi bidang hukum harus:
a.
Dimulai dari penyempurnaan UUD 1945
b.
Penataan kembali lembaga-lembaga yang menjalankan peraturan-peraturan hukum
c.
Melakukan perubahan mendasar terhadap sikap dan perilaku hukum para
penyelenggara negara serta segenap warga masyarakat (budaya hukum).
Perundang-undangan dimasa pemerintahan Soeharto banyak terdapat kelemahan-kelemahan dan pasalpasalnya mengandung multi interpretasi sebagai contoh:
1.
Pada Undang-undang No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung khususnya
pasal 8 ayat 3 menyebutkan sebagai berikut:
“Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Agung diangkat oleh Presiden selaku Kepala
Negara diantara Hakim Agung yang diusulkan oleh DPR”.
Walaupun dalam Undang-undang No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
tersebut kalau ditafsirkan secara autentik yaitu suatu penafsiran resmi yang diberikan
oleh si pembuat undang-undang jelas pada pasal 8 ayat 3 tersebut Presiden tinggal
mensahkan dan mengangkat saja Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Agung yang telah
di usulkan oleh DPR.
Pengusulan Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Agung tersebut tentunya telah melalui
proses fit and proper test oleh DPR dan memenuhi persyaratan pada pasal 7 Undangundang No. 14 tahun 1985.
Namun pemerintah menafsirkan pasal 8 ayat 3 Undang-undang No. 14 tahun 1985
secara Tata Bahasa. Kelemahan dalam Undang-undang No. 14 tahun 1985 tersebut
undang-undang ini tidak mengatur apakah Presiden bisa menolak dua nama yang
diajukan. Bila hal itu terjadi apa yang harus dilakukan oleh Presiden maupun DPR.
Kerancuan penafsiran ini seyogianya tidak terjadi.
2.
Pansus Buloggate dan Bruneigate yang dibentuk berdasarkan hasil rapat paripurna
DPR dinyatakan oleh Presiden illegal karena menurut Presiden tidak didaftarkan dan
diterbitkan pada Lembaran Negara RI.
Menurut hemat kami kedua Pansus tersebut pembentukannnya sepenuhnya wewenang
DPR. Membentuk Pansus, Komisi ataupun Panitia Ad Hoc dan lain sebagainya untuk
menangani masalah-masalah khusus, sepenuhnya urusan rumah tangga DPR sesuai
dengan ketentuan Undang-undang No. 4 tahun 1999 tentang susunan kedudukan MPR,
9
DPR dan DPRD. Untuk jelasnya Bab VI pasal 33 Undang-undang tersebut di atas
kami tulis selengkapnya sebagai berikut:
(1) DPR, sebagai lembaga tinggi negara, merupakan wahana untuk melaksanakan
demokrasi berdasarkan Pancasila.
(2) DPR mempunyai tugas dan wewenang:
a. Bersama-sama dengan Presiden membentuk undang-undang;
b. Bersama-sama dengan Presiden menetapkan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara;
c. Melaksanakan pengawasan terhadap:
1). Pelaksanaan undang-undang;
2). Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
3). Kebijakan Pemerintah sesuai dengan jiwa Undang Undang Dasar 1945
dan Ketetapan MPR;
d. Membahas hasil pemeriksaan atas pertanggung-jawaban keuangan negara
yang diberitahukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, yang disampaikan dalam
Rapat Paripurna DPR, untuk dipergunakan sebagai bahan pengawasan;
e. Membahas untuk meratifikasi dan/atau memberi persetujuan atas pernyataan
perang serta pembuatan perdamaian dan perjanjian dengan negara lain yang
dilakukan oleh Presiden;
f.
Menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat;
g. Melaksanakan hal-hal yang ditugaskan oleh Ketetapan MPR dan/atau undangundang kepada DPR.
(3) Untuk melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana yang dimaksud ayat (2),
DPR mempunyai hak:
a. Meminta keterangan kepada Presiden;
b. Mengadakan penyelidikan;
c. Mengadakan perubahan atas rancangan undang-undang;
d. Mengajukan pernyataan pendapat;
e. Mengajukan rancangan undang-undang;
f.
Mengajukan/menganjurkan seseorang untuk jabatan tertentu jika ditentukan
oleh suatu peraturan perundang-undangan;
g. Menentukan anggaran DPR.
(4) Selain hak-hak DPR sebagaimana yang dimaksud ayat (3), yang pada hakekatnya
merupakan hak-hak anggota, Anggota DPR juga mempunyai hak:
10
a. Mengajukan pertanyaan;
b. Protokoler;
c. Keuangan/administrasi.
(5) Pelaksanaan sebagaimana yang dimaksud ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) diatur
dalam Peraturan Tata Tertib DPR.
Sehubungan
dengan hal-hal tersebut di atas, hendaknya pihak-pihak yang ingin
menyatakan pendapat terhadap suatu produk perundang-undangan seyogianya
mempelajari terlebih dahulu materi undang-undangnya agar tidak terjadi kerancuan
dalam penafsiran undang-undang dimaksud.
Sehubungan dengan adanya kerancuan penafsiran undang-undang tersebut di atas, kami
menghendaki agar MPR sebagai pemegang Kedaulatan Rakyat dan DPR RI sebagai lembaga pembuat
undang-undang sesuai dengan kewenangannya yang telah ditetapkan dalam UUD 1945 dan UU No. 4
tahun 1999, hendaknya membuat suatu keputusan yang tegas untuk segera menyempurnakan
amandemen UUD 1945 antara lain:
1. Harus ditegaskan secara pasti dalam Batang Tubuh UUD 1945 bahwa Negara RI adalah
Negara Hukum.
2. Pasal 34 UUD 1945 yang berbunyi: “Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara
oleh negara”. Pasal ini perlu dijabarkan dalam undang-undang agar pelaksanaan pasal tersebut
mendapat jaminan kepastian hukum.
3. DPR RI dalam wewenang konstitusionalnya segera meng-amandemen
semua Undang-
undang baik Undang-undang tentang Mahkamah Agung (UU No. 14 tahun 1985), Undangundang tentang Peradilan Umum (UU No. 2 tahun 1986), Undang-undang tentang Ketentuanketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (UU No. 14 tahun 1970), Undang-undang tentang
Bank Indonesia antara lain agar sewaktu-waktu dapat diaudit oleh BPK, Undang-undang
tentang Kejaksaan Agung antara lain agar lembaga ini mandiri, Undang-undang tentang
TNI/POLRI, Undang-undang tentang DPA, menjabarkan hak-hak prerogatif Presiden
kedalam Undang-undang dan meng-amandemen semua produk perundang-undangan yang
dibuat pada masa pemerintahan kolonial Belanda maupun masa pemerintahan Presiden
Soeharto, terutama apabila undang-undang tersebut mempunyai multi interpretasi dan tidak
memihak kepada kepentingan rakyat. Hal ini perlu untuk mendapatkan kepastian hukum.
4. Semua aparatur negara dalam menyelenggarakan pemerintahan harus berlandaskan undangundang yang telah ditetapkan dan peraturan-peraturan yang berlaku.
11
5. Setiap TAP MPR ataupun Undang-undang yang telah ditetapkan DPR RI agar dicantumkan
berlakunya sejak ditetapkan tanpa menunggu diterbitkan dalam Lembaran Negara RI.
Hal-hal tersebut di atas perlu untuk menghindari kerancuan penafsiran hukum guna mendapatkan
kepastian hukum. Dalam arti terakhir ini, kepastian hukum merupakan jaminan bagi anggota
masyarakat, bahwa ia akan diperlakukan oleh negara/penguasa berdasarkan aturan hukum dan tidak
dengan sewenang-wenang, begitu juga (sebanyak mungkin) kepastian mengenai isi aturan itu.
Kepastian hukum merupakan salah satu prinsip, asas utama penerapan hukum disamping dan sering
berhadapan dengan asas keadilan (Kamus Hukum, DR. Andi Hamzah,SH). Direformasinya peraturan
perundang-undangan tersebut di atas, baik dibidang politk maupun dibidang sosial dan ekonomi yang
mengacu kepada kepentingan rakyat diharapkan stabilitas politik dan ekonomi cepat pulih kembali.
Jaminan kepastian hukum ini perlu agar tidak disalah gunakan oleh para penguasa untuk menciptakan
kroni-kroninya di dalam pemerintahan maupun di dalam perekonomian. Juga untuk menghindari agar
penguasa tidak bertindak sewenang-wenang dalam menjalankan pemerintahan.
Besar harapan kepada Pemerintah (eksekutif), MPR/DPR (legislatif), Mahkamah Agung, Kejaksaan
Agung (yudikatif) dan lain-lain organ negara, khususnya MPR sebagai pemegang Kedaulatan Rakyat
dan DPR agar secara tegas dan berani membuat produk-produk peraturan/perundang-undangan yang
demokratis, adil dan memihak terhadap kepentingan rakyat. Pemerintah seyogianya menghindari
praktek-praktek KKN dan penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan golongan tertentu karena
tatanan masyarakat sekarang jauh berbeda dengan 10 – 30 tahun yang lalu, dimana masyarakat
sekarang sangat kritis. Hal ini betul-betul perlu disadari agar nasib pemerintahan sekarang tidak
terjungkal seperti nasib pemerintahan terdahulu.
Tentara Nasional Indonesia kami nilai telah berhasil mereformasi dirinya dengan kembali ke
jatidirinya sesuai dengan sumpah Sapta Marganya. Sebagai alat negara TNI dan POLRI diharapkan
dapat menjunjung tinggi supremasi hukum di negara ini, bersikap netral, tidak memihak kekuatankekuatan politik tertentu dan berdiri di atas segala golongan. Pengalaman-pengalaman TNI/POLRI di
masa lalu yang terkooptasi kepada kepentingan politik tertentu hendaknya tidak terulang kembali. TNI
bersama POLRI sebagai penjaga Keamanan Negara RI hendaknya tidak ragu-ragu bertindak tegas
sesuai dengan wewenangnya untuk menumpas musuh-musuh negara yang ingin menghancurkan dan
mengacaukan negara ini baik yang datang dari dalam negeri (pengacau keamanan, GAM, OPM,
Gerakan-gerakan separatis lainnya seperti Front Kedaulatan Maluku, teroris dan para perusuh) maupun
yang datang dari luar negeri. Kemanunggalan TNI/POLRI dengan rakyat dalam menegakkan
Supremasi Hukum hendaknya terus dipertahankan.
12
Kami berkeyakinan apabila KKN dan penyalahgunaan kekuasaan tetap berlanjut maka rakyat
Indonesia akan tetap menderita. Dengan ditegakkannya supremasi hukum di Indonesia seperti yang
kami uraikan tersebut di atas kami yakin bahwa KKN di Indonesia dan penyalahgunaan wewenang
kekuasaan dapat dibasmi. Sehingga apa yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia sejak Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, dan seperti yang diamanatkan dalam
Pembukaan UUD 1945 yaitu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian dan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia berdasarkan Pancasila akan segera terwujud.
Bogor, 10 Januari 2001
*)
Penulis adalah mantan Minister Counsellor pada KBRI-Athena, Alumnus Fakultas Sospol, Jurusan Hubungan
Internasional, UGM, tahun 1970.
Ph.D. dalam Ilmu Hubungan Internasional, Pacific Western University, Hawaii, tahun 1997.
SUMBER PENULISAN
1.
Didi Nazmi Yunas, SH, Konsepsi Negara Hukum, Angkasa Raya, 1992.
2.
Tim Kajian Amandemen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Amandemen UUD 1945. Cetakan ke-2. Sinar
Grafika, 2000.
3.
Prof. Chainur Arrasjid, SH, Dasar-dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, 2000.
13
Download