MAKALAH FARMAKOTERAPI GLAUCOMA Disusun oleh : Kelompok 3 Ria Widyaswari FA/7717 ( ) Zakiyah Oktafiani FA/7725 ( ) Destiana Eka O FA/7564 ( ) Noormatika Rahmawati FA/7853 ( ) Gusti Putu Ayu S.E FA/8879 ( ) Maria Yangsye L FA/890 ( ) FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2011 0 GLAUKOMA I. PENDAHULUAN Glaukoma merupakan suatu kelainan pada mata yang ditandai oleh meningkatnya tekanan dalam bola mata (Tekanan Intra Okular = TIO) yang disertai pencekungan diskus optikus dan pengecilan lapang pandang. Sebenarnya glaukoma berasal dari kata yunani glukos yang berarti hijau kebiruan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Sedangkan dalam pengertian yang lain glaukoma adalah suatu penyakit yang tidak berdiri sendiri tetapi disebabkan oleh sekumpulan kelainan pada mata yang merusak serabut saraf optik (neuropati optik), serabut saraf ini berfungsi membawa informasi dari lapisan retina yang sensitif terhadap sinar menuju otak agar dapat diterima sebagai gambar yang dapat kita lihat. Pada banyak kasus, peningkatan tekanan di dalam bola mata menjadi faktor risiko terpenting sebagai penyebab glaukoma. Normalnya tekanan di dalam bola mata diukur dalam millimeter air raksa dan nilainya berkisar antara 10 – 21 mm Hg dan rata-rata 16 mm Hg, bila tekanan tersebut melampaui batas toleransi ketahanan sel-sel saraf optik maka sel-sel tersebut akan mati dan berakibat hilangnya sebagian atau keseluruhan penglihatan. Setengah dari jumlah penderita glaukoma biasanya tidak mempedulikan gejala peningkatan tekanan bola mata ini, sehingga mereka datang apabila sudah mempunyai masalah yang serius dengan penglihatannya. Penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan bola mata ini, disebabkan karena bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar dan berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil. Glaukoma terjadi pada 3 juta penduduk Amerika Serikat dan pada 66,8 juta penduduk duania. Diantaranya ada 135.000 penduduk Amerika Serikat serta 6,7 juta penduduk dunia akan mengalami kebutaan bilateral sebagai hasilnya. Tingkat prevalensinya bervariasi tergantung usia, ras, kriteria diagnosis dan faktor lainya. Di Amerika Serikat, glaucoma sudut terbuka terjadi pada 1,5% penduduk lebih dari 30 tahun, 1,3% dari kulit putih dan 3,5% dari kulit hitam. Insiden dari glaucoma sudut terbuka akan meningkat seiring bertambahnya usia. Insiden tersebut pada pasien 80 tahun terjadi pada 3% penduduk kulit putih, dan 5-8% pada kulit hitam. Prevalensi glaucoma antara orang-orang melayu berusia ≥40 tahun di Singapura adalah 3,4%. 1 II. PATOFISIOLOGI a. Definisi Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang berarti hijau kebiruan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Kelainan mata glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi saraf optikus, dan menciutnya lapang pandang. Glaukoma adalah suatu penyakit di mana tekanan di dalam bola mata meningkat, sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan penurunan fungsi penglihatan. Meningkatnya tekanan di dalam bola mata ini disebabkan oleh ketidakseimbangan antara produksi dan pembuangan cairan dalam bola mata, sehingga merusak jaringan syaraf halus yang ada di retina dan di belakang bola mata (COS, 2008). Glaukoma secara umum dibedakan menjadi gloukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup. Glaukoma sudut tetutup merupakan peningkatan Tekanan Intra Okuler (TIO) yang disebabkan tertutupnya sudut aliran keluar humor akuos. Jika sudut tersebut terbuka TIO normal sedangkan saat sudut tersebut tertutup TIO meningkat (Dipiro et al., 2008). b. Fisiologi Humor Aquos Komposisi humor aquos: Humor aquos adalah suatu cairan jernih yang mengisi bilik mata depan dan bilik mata belakang. Volumenya adalah sekitar 250 µL, dan kecepatan pembentukannya, yang bervariasi diurnal, adalah 1.5-2 µL/ mnt. Komposisi humor aquos serupa dengan plasma kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat, dan laktat yang lebih tinggi dan protein, urea, dan glukosa yang lebih rendah. Pembentukan dan aliran humor aquos: Humor aquos diproduksi oleh korpus siliare. Ultrafiltrasi plasma yang dihasilkan di stroma prosesus siliaris dimodifikasi oleh fungsi sawar dan prosesus sekretorius epitel siliaris. Setelah masuk ke bilik mata belakang, humor aquos mengalir melalui pupil ke bilik mata depan lalu ke jalinan trabekular di sudut bilik mata depan. Selama periode ini, terjadi pertukaran diferensial komponen-komponen dengan darah di iris. Aliran keluar humor aquos: Jalinan/jala trabekula terdiri dari berkas-berkas jaringan kolagen dan elastik yang dibungkus oleh sel-sel trabekular yang membentuk suatu saringan dengan ukuran pori-pori semakin mengecil sewaktu mendekati kanalis Schlemm. Kontraksi otot siliaris melalui insersinya ke dalam jalinan trabekula memperbesar ukuran pori-pori di jalinan tersebut sehingga kecepatan drainase humor aquos juga meningkat. Aliran humor aquos kedalam 2 kanalis Schlemm bergantung pada pembentukan saluran-saluran transeluler siklik di lapisan endotel. Saluran eferen dari kanalis Schlemm (sekitar 30 saluran pengumpul dan 12 vena aquos ) menyalurkan cairan ke dalam sistem vena. Sejumlah kecil humor aquos keluar dari mata antara berkas otot siliaris dan lewat sela-sela sklera (aliran uveoskleral). Resistensi utama terhadap aliran keluar humor aquos dari bilik mata depan adalah lapisan endotel saluran Schlemm dan bagian-bagian jalinan trabekular di dekatnya, bukan dari sistem pengumpul vena. Tetapi tekanan di jaringan vena episklera menentukan besar minimum tekanan intraokular yang dicapai oleh terapi medis. Patofisiologi peningkatan tekanan intraokular, baik disebabkan oleh mekanisme sudut terbuka atau sudut tertutup akan dibahas sesuai pembahasan masing-masing penyakit tersebut. Efek peningkatan tekanan intraokular di dalam mata ditemukan pada semua bentuk glaukoma, yang manifestasinya dipengaruhi oleh perjalanan waktu dan besar peningkatan tekanan intraokuler. Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atrofi sel ganglion difusi, yang menyebabkan penipisan serat saraf dan inti bagian dalam retina dan berkurangnya akson di saraf optikus. Diskus optikus menjadi atrofik, disertai pembesaran cekungan optikus. Iris dan korpus siliaris juga menjadi atrofik, dan prosesus siliaris memperlihatkan degenerasi hialin. Pada beberapa penelitian menunjukkan tekanan intraokular yang meningkat di atas 21 mmHg, menunjukkan peningkatan persentase defek lapangan pandang, dan kebanyakan ditemukan pada pasien dengan tekanan intraokuler berkisar 26-30 mmHg. Penderita dengan tekanan intraokuler di atas 28 mmHg 15 kali beresiko menderita defek lapangan pandang daripada penderita dengan tekanan intraokular berkisar 22 mmHg. Pada glaukoma sudut tertutup akut, tekanan intraokular mencapai 60-80 mmHg, sehingga terjadi kerusakan iskhemik pada iris yang disertai edema kornea. c. Etiologi Beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan glaukoma : 1. Okular hipertensi atau tekanan yang meningkat di dalam mata 2. Usia lanjut, dimana biasanya memiliki ketebalan kornea yang tipis 3. Keturunan dan ras 3 4. Jenis kelamin 5. Faktor genetik, adanya mutasi gen 6. Faktor lainnya seperti : hipertensi, penggunaan jangka panjang steroid, kondisi yang membatasi aliran darah ke mata (misal : retinopati diabetes dan neovascular glaukoma), okular trauma, dan uveitis Berdasarkan gangguan aliran humor akuos, glaukoma diklasifikasikan menjadi glaukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup. Sedangkan berdasarkan adanya keadaan lain yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intra okuler (TIO), glaukoma dibedakan menjadi glaukoma primer dan sekunder. 1) Open Angle Glaukoma (OAG) Penyebab spesifik dari neuropati optik pada Primary Open Angle Glaukoma (POAG) tidak diketahui. Namun diduga peningkatan tekanan intraokular (TIO) merupakan penyebab utama timbulnya glaukoma. Meskipun TIO tidak dapat dijadikan dasar untuk menentukan kapan pasien akan kehilangan penglihatan, risiko kehilangan penglihatan meningkat dengan meningkatnya TIO. Sedangkan faktor lain yang mungkin beperan pada glaucoma adalah peningkatan kerentanan dari saraf optik menjadi iskemia, penurunan atau ketidakteraturan aliran darah, eksitotoksisitas, reaksi autoimun, dan proses fisiologi abnormal lainnya. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa kerusakan pada sel ganglion retina ada kaitannya dengan peran glutamate yang berlebihan dan ditemukannya nitrit oksid pada pasien glaucoma. Hal ini menjelaskan terjadinya glaucoma pada pasien dengan tekanan intraokular normal. Open-Angle Glaucoma sekunder terjadi karena penyakit sistemik, trauma, operasi, rubeosis, perubahan lensa, penyakit inflamasi okular, dan obat-obatan. Obat-obatan yang dapat memicu OAG antara lain kortikosteroid mata (risiko tinggi), kortikosteroid sistemik, kortikosteroid nasal/inhaler, fenoldopam, antikolinergik mata, suksinilkolin, vasodilator (risiko rendah), dan simetidin (risiko rendah). 2) Closed Angle Glaukoma (CAG) Penyebab utama terjadinya CAG adalah adanya peningkatan TIO dengan cepat. TIO meningkat sebagai akibat dari sempitnya sudut antara kornea dan iris, bahkan kadang-kadang sudut benar-benar menutup dan menghambat aliran cairan mata. Obat-obatan juga dapat menginduksi peningkatan TIO pada CAG, 4 di antaranya antikolinergik topikal, simpatomimetik topikal, antikolinergik topikal, antidepresan heterosiklik, fenotiazin potensi rendah, antihistamin, ipratropium, benzodiazepin (risiko rendah), teofilin (risiko rendah), vasodilator (risiko rendah), simpatomimetik sistemik (risiko rendah), stimulant SSP (risiko rendah), SSRI, imipramin, venlafaxin, topiramat, tetrasiklin (risiko rendah), carbonic anhydrase inhibitor (risiko rendah), MAOI (risiko rendah), dan kolinergik topikal (risiko rendah). 3) Glaukoma Sekunder Glaukoma sekunder terjadi jika mata mengalami kerusakan akibat: Infeksi Peradangan Tumor Katarak yang meluas Penyakit mata yang mempengaruhi pengaliran humor aquoeus dari bilik anterior. Penyebab yang paling sering ditemukan adalah uveitis. Penyebab lainnya adalah penyumbatan vena oftalmikus, cedera mata, pembedahan mata dan perdarahan ke dalam mata. Beberapa obat (misalnya kortikosteroid) juga bisa menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler. 4) Glaukoma Kongenialis Glaukoma kongenitalis sudah ada sejak lahir dan terjadi akibat gangguan perkembangan pada saluran humor aquoeus. Glaukoma kongenitalis seringkali diturunkan. 7. Patogenesis Peningkatan tekanan di dalam mata biasanya berkaitan dengan kerusakan saraf mata yang merupakan karakteristik glaukoma. Tekanan berasal dari meningkatnya cairan humor, yang secara natural dan terus menerus diproduksi pada mata bagian depan. Cairan humor secara normal dihasilkan sebagai sistem drainase pada sudut dimana terjadi pertemuan iris dengan kornea. Ketika sistem drainase tidak berjalan dengan baik, cairan humor tidak dapat keluar dari mata dengan kecepatan normal, dan terjadi peningkatan tekanan di dalam mata yang menyebabkan kerusakan serabut saraf. 5 Gambar 1. Pergerakan Cairan di Dalam Mata 1) Open Angle Glaukoma (OAG) Dalam OAG, sudut tempat drainase yang dibentuk oleh kornea dan iris tetap terbuka, tetapi saluran (lubang) drainase mikroskopik pada sudut (disebut juga trabecular meshwork) sebagian diblok, menyebabkan cairan humor yamg keluar dari mata sangat lambat. Ini menyebabkan cairan kembali ke mata dan secara gradual meningkatkan tekanan mata. Kerusakan saraf mata sedikit menimbulkan rasa sakit dan sangat lambat sampai sebagian besar pandangan berkurang sebelum penderita merasakan adanya masalah. Namun penyebab pasti POAG masih belum diketahui. Gambar 2. Open-angle Glaucoma 2) Closed Angle Glaukoma (CAG) CAG sering disebut juga ACG (Angel Closure Glaucoma), terjadi ketika iris membengkok kebelakang dan menutup sudut drainase yang dibentuk oleh kornea dan iris. 6 Hasilnya, cairan mata tidak dapat melewati trabecular meshwork di sudut, sehingga terjadi peningkatan tekanan secara berlebihan. ACG biasanya terjadi secara tiba-tiba (acute-closure glaucoma), tetapi ini juga bisa terjadi secara gradual (chronic angle-closure glaucoma). Beberapa orang yang menderita CAG mempunyai sudut sempit drainase yang tidak normal. Sudut sempit mungkin tidak menyebabkan masalah, sehingga penyakit ini tidak terdeteksi selama hidup. Gambar 3. Angle-closure Glaucoma Karena jenis glaukoma kronis dapat merusak penglihatan sebelum adanya tanda atau gejala yang muncul, untuk itu perlu waspada dengan faktor-faktor berikut ini: 1. Peningkatan tekanan internal mata (Intraokular pressure) Jika tekanan mata lebih tinggi dari normal, merupakan risiko meningkatnya perkembangan glaucoma, meskipun tidak setiap orang yang tekanan intraokularnya meningkat berkembang menjadi penyakit 2. Umur Setiap orang yang berusia > 60 tahun risiko terjadinya glaucoma meningkat. Untuk kelompok populasi tertentu seperti bangsa Afrika-Amerika memiliki risiko yang lebih tinggi dan dapat terjadi pada usia lebih muda daripada populasi pada umumnya. 3. Latar belakang etnik Bangsa Afrika-Amerika memiliki risiko 5 kali lebih besar menderita glaukoma dibandingkan dengan Kaukasia, dan menurut pengalaman hasil akhirnya adalah kebutaan permanen. Bangsa Meksiko-Amerika dan Asia-Amerika juga berisiko tinggi. 4. Riwayat Keluarga dengan Glaukoma 7 Jika ada keluarga yang mempunyai riwayat glaucoma maka anggota keluarga lain memiliki risiko besar untuk menderita galukoma. 5. Kondisi Medis Diabetes dan hipotiroidisme meningkatkan risiko berkembangnya glaucoma. 6. Kondisi mata yang lain Luka yang parah pada mata dapat meningkatkan tekanan pada mata. Terjadinya luka juga menyebabkan dislokasi lensa, penutupan sudut drainase. Faktor risiko lainnya meliputi, retinal detachment, tumor mata, inflamasi pada mata, seperti uveitis dan iritis kronis. 7. Penggunaan kortiosteroid jangka panjang Penggunaan kortikosteroid dalam periode yang lama memunculkan risiko terjadinya glaucoma sekunder. Dan sudah tebukti benar pada penggunaan kortikosteroid eyedrops. III. GEJALA DAN TANDA Sebagian besar kasus glaukoma awal tidak memberikan gejala yang berarti bahkan asimptomatik, kalaupun ada gejala biasanya hanya berupa rasa tidak enak di mata, pegalpegal di mata atau sakit kepala separuh yang ringan. Gejala-gejala tersebut tidak menyebabkan penderita memeriksakan ke dokter atau paramedis, sehingga sulit untuk menemukan pasien dengan glaukoma stadium awal. Gejala dan tanda yang lebih spesifik tergantung dari jenis glaukoma, seperti berikut : 1. Glaukoma primer sudut terbuka - Gejala awal : mungkin tanpa gejala, rasa lelah pada mata, rasa pegal pada mata, fluktuasi tajam penglihatan, dan kadang-kadang melihat seperti pelangi sekitar lampu. - Gejala lanjut : penyempitan lapang pandang - buta 2. Glaukoma primer sudut tertutup - Gejala akut : rasa sakit berat (cekot-cekot) di mata, dapat sampai sakit kepala dan muntah-muntah, mata merah, berair, dan penglihatan kabur - Gejala kronik : gejala hampir sama dengan yang akut tetapi rasa sakit, merah dan kabur dapat hilang dengan sendirinya, dan terjadi serangan berulang beberapa kali. Biasanya rasa sakit kurang berat dibandingkan dengan yang akut. 8 3. Low tension glaucoma/Normotension glaucoma Keadaan ini mempunyai gejala dan tanda seperti glaukoma primer sudut terbuka. Tanda yang spesifik terdapat glaukoma dengan tekanan tidak tinggi, mungkin hanya sekitar 20 mmHg atau di bawahnya, terdapat kerusakan papil saraf optik dan kelainan lapang pandang yang berciri kerusakan karena tekanan tinggi, dan pada pemeriksaan OCT terdapat penipisan serabut saraf. 4. Glaukoma sekunder Gejala tergantung kecepatan kenaikan TIO, jika kenaikan TIO terjadi perlahanlahan maka tidak menimbulkan gejala yang nyata. Jika TIO naik dengan cepat dan tinggi maka dapat terjadi gejala seperti penglihatan kabur, mata merah, dan rasa sakit di mata dan sakit kepala. 5. Glaukoma kongenital Gejala dan tanda dapat terlihat pada saat lahir atau pada tahun awal kehidupan seperti fotofobia/takut sinar dan mata berair. PROGNOSIS Prognosis penderita glaukoma sangat ditentukan oleh kapan dilakukan pemeriksaan, pencegahan, dan pengobatan. Jika ketiga hal tesebut dilakukan sejak dini, maka kemungkinan prognosisnya akan baik, tetapi hal ini juga tergantung dari jenis glaukomanya dan pengobatan, seperti : 1. Glaukoma akut, biasanya memiliki prognosis yang uruk jika tidak segera ditangani, karena pada kondisi ini terjadi kedaruratan oftalmologi. 2. Pada glaukoma sudut terbuka, jika tidak segera dilakukan pengobatan dapat berkembang secara perlahan hingga akhirmnya menimbulkan kebutaan. 3. Apabila obat tetes antiglaukoma dapat mengontrol tekanan intraokuler pada mata yang belum mengalami kerusakan glaukomatosa luas, prognosis akan baik (walaupun penurunan lapangan pandang dapat terus berlanjut walaupun tekanan intraokuler normal) Perawatan dan diagnosa yang cepat dari suatu serangan adalah kunci untuk mempertahankan penglihatan. Mata yang tidak ditangani, memiliki kemungkinan 40-80% untuk mengalami serangan akut pada 5-10 tahun ke depan. 9 KOMPLIKASI Komplikasi glaukoma yang sering terjadi yaitu kebutaan. Kondisi mata pada kebutaan yaitu kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan ekskavasi (penggaungan) glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit. Mata dengan kebutaan mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskularisasi pada iris yang dapat menyebabkan rasa sakit yang hebat. Pengobatan kebutaan ini dapat dilakukan dengan memberikan sinar beta pada badan siliar untuk menekan fungsi badan siliar, alcohol retrobulbar atau melakukan pengangkatan bola mata karena mata sudah tidak bisa berfungsi dan memberikan rasa sakit. IV. DIAGNOSA Pemeriksaan mata yang biasa dilakukan adalah: Pemeriksaan dengan oftalmoskop bisa menunjukkan adanya perubahan pada saraf optikus akibat glaukoma a) Pengukuran tekanan intraokuler dengan tonometri. Tekanan di dalam bilik anterior disebut tekanan intraokuler dan bisa diukur dengan tonometri. Biasanya jika tekanan intraokuler lebih besar dari 20-22 mm, dikatakan telah terjadi peningkatan tekanan. Kadang glaukoma terjadi pada tekanan yang normal. b) Pengukuran lapang pandang dengan perimetri atau kampimetri c) Ketajaman penglihatan d) Tes refraksi e) Respon refleks pupil Tampak pupil midilatasi, mengkerut, bahkan kadang irregular. f) Pemeriksan slit lamp Peninggian tekanan intraokuler sampai ke level yang tinggi menyebabkan edema epitel kornea, yang memberi gejala pada penglihatan. Selain itu juga dapat terlihat kongesti episklera dan pembuluh darah konjungtiva, juga BMD dangkal yang kadang memperlihatkan beberapa sel aquous juga kadang terlihat sinekia posterior. g) Pemeriksaan gonioskopi (lensa khusus untuk mengamati saluran humor aqueus.) 10 h) Gonioscopy untuk melihat keadaan sudut bilik mata depan, apakah ada penyempitan/ penutupan. Pemeriksaan rutin menggunakan gonioskopi dapat memprediksikan kemungkinan terjadinya serangan akut. Suatu lensa yang khusus yang berisi suatu cermin ditempatkan di depan mata dan lebar sudut dapat terlihat secara visual. Pasien dengan sudut yang sempit dapat diperingatkantentang gejala awal penyakit ini, sehingga mereka dapat mencari perawatan yang segera bila tanda tersebut muncul. V. SASARAN TERAPI 1. Menurunkan IOP 2. Mencegah keparahan penyakit berlanjut 3. Mencegah terjadinya kebutaan VI. TUJUAN TERAPI Terapi saat ini tetap ditargetkan untuk mengurangi TIO, baik secara medis atau pembedahan. Penelitian telah menunjukkan bahwa penurunan TIO, bahkan pada pasien dengan normal TIO (glaukoma tegangan normal), mencegah progresi kerusakan saraf optik dan kehilangan lapang pandangan. 1. Memulai perhatian medis segera untuk mengurangi TIO dalam kasus-kasus acute angle closure glaucoma. 2. Menghindari terapi medis yang dapat memperburuk pasien glaucoma. 3. Membentuk target TIO untuk mencegah kerusakan mata awal atau memburuknya. 4. Mengurangi TIO menggunakan obat topikal dengan beberapa efek sistemik. 5. Gunakan terapi kombinasi hanya setelah monoterapi terbukti tidak efektif. 6. Memberikan edukasi pasien untuk meningkatkan teknik penggunaan obat untuk mengurangi efek samping sistemik dan untuk meningkatkan kepatuhan. 7. Memantau efektivitas dan melakukan koreksi bedah jika terapi medis tidak ditoleransi atau target TIO tidak tercapai. VII. STRATEGI TERAPI Penatalaksanaan glaukoma dapat ditangani dengan pemberian obat tetes mata, tablet, tindakan laser atau operasi yang bertujuan menurunkan/menstabilkan tekanan bola mata dan 11 mencegah kerusakan penglihatan lebih lanjut. Semakin dini deteksi glaukoma maka akan semakin besar tingkat kesuksesan pencegahan kerusakan penglihatan. Meskipun belum ada cara untuk memperbaiki kerusakan penglihatan yang terjadi akibat glaukoma, pada kebanyakan kasus glaukoma dapat dikendalikan.Terapi yang sebaiknya dipilih pertama adalah terapi dengan obat tetes mata. Obat ini bekerja dengan mengurangi pembentukan cairan di dalam mata atau meningkatkan pengeluaran cairan mata. Jika glaukoma tidak dapat dikontrol dengan obat-obatan atau efek sampingnya tidak dapat ditolerir oleh penderita, maka dilakukan pembedahan untuk meningkatkan pengaliran cairan dari bilik anterior. Digunakan sinar laser untuk membuat lubang di dalam iris atau dilakukan pembedahan untuk memotong sebagian iris (iridotomi). VIII. TATA LAKSANA TERAPI Pengobatan Hipertensi Ocular • Pengobatan pasien dengan TIO lebih besar dari 25 mm Hg, vertikal cangkir-disk rasio lebih besar dari 0,5, atau ketebalan kornea sentral kurang dari 555 µm. Faktor risiko seperti riwayat keluarga glaukoma, ras hitam, miopia berat, dan pasien dengan hanya satu mata juga harus dipertimbangkan ketika memutuskan pengobatan individu. • Pasien dengan faktor risiko signifikan biasanya ditoleransi dengan agen topikal seperti agen β-blocking, α2-agonis (brimonidine), anhydrase inhibitor karbonat topikal (CAI), atau prostaglandin analog, tergantung pada karakteristik individu pasien. Optimalnya, terapi dimulai di satu mata untuk menilai efektivitas dan toleransi. Penggunaan agen lini kedua atau ketiga (misalnya, pilocarpine atau dipivefrin) ketika agen lini pertama gagal untuk mengurangi TIO tergantung pada penilaian manfaat-risiko setiap pasien. (Biaya, ketidaknyamanan, dan sering efek samping dari terapi kombinasi, antikolinesterasi inhibitor, oral CAIs) • Tujuan terapi adalah untuk menurunkan TIO ke tingkat yang berhubungan dengan penurunan risiko kerusakan saraf optik, biasanya setidaknya 20%, jika tidak 25% - 30% menurun dari TIO awal. • Terapi obat harus dimonitor dengan pengukuran TIO, pemeriksaan disk optik, penilaian dari bidang visual, dan evaluasi pasien untuk efek obat yang merugikan dan kepatuhan pada terapi. Pasien yang tidak responsif atau tidak toleran obat harus dialihkan ke agen alternatif daripada diberi tambahan obat. 12 Open angle glaucoma • Pengobatan Semua pasien dengan peningkatan TIO, perubahan optik disk dan / atau cacat bidang visual tidak disebabkan oleh faktor-faktor lainnya. • Saat ini, terapi obat tetap pengobatan yang paling umum/awal. Terapi obat dimulai secara bertahap (Gambar Algorithm), dimulai dengan konsentrasi yang lebih rendahtunggal agen topikal toleransi baik. • Tujuan terapi adalah untuk mencegah kehilangan visual. Target awal 30 % pengurangan TIO. Pengurangan yang lebih besar pada pasien dengan TIO sangat tinggi. Pendekatan Farmakoterapi • Obat yang paling sering digunakan untuk mengobati glaukoma adalah nonselektif βblocker, analog prostaglandin (latanoprost, travoprost, dan bimatoprost), brimonidine (α2-agonis), dan kombinasi tetap timolol dan dorzolamide. • Sebelum tahun 1996, β-bloker yang digunakan tidak memberikan kontraindikasi, memberikan kombinasi kemanjuran klinis dan tolerabilitas. Agen baru, khususnya analog prostaglandin, brimonidine, dan Cais topikal, juga dianggap cocok terapi lini pertama atau alternatif terapi awal pada pasien dengan kontraindikasi atau keprihatinan dengan β-bloker (Gambar logarithm). Pilocarpine dan dipivefrin digunakan sebagai terapi lini ketiga karena meningkat frekuensi efek samping/menurunkan efikasi. • Terapi optimal dimulai dengan agen tunggal pada satu mata (kecuali pada pasien dengan TIO sangat tinggi atau hilangnya lapang penglihatan) untuk mengevaluasi khasiat obat dan toleransi. Pemantauan terapi harus secara individual: respon awal terhadap terapi ini biasanya dilakukan 4 sampai 6 minggu setelah pengobatan dimulai. Setelah level TIO tercapai, TIO dipantau setiap 3 sampai 4 bulan. Bidang visual dan perubahan disk biasanya dipantau setiap tahun atau sebelumnya jika glaukoma tidak stabil atau ada kecurigaan penyakit memburuk. Pasien harus selalu dipertanyakan tentang kepatuhan dan toleransi terapi. Bila menggunakan lebih dari satu obat, tetes tiap agen setidaknya 5 sampai 10 menit untuk memberikan kontak mata yang optimal untuk setiap agen. Terapi Non Farmakologi Laser dan bedah 13 Ketika terapi obat gagal, tidak ditoleransi, atau terlalu rumit, prosedur bedah seperti trabeculoplasty laser (argon atau selektif) atau bedah trabeculectomy (prosedur penyaringan) dapat dilakukan untuk meningkatkan arus keluar. Trabeculoplasty laser biasanya merupakan langkah menengah antara terapi obat dan trabeculectomy. Prosedur dengan tingkat komplikasi tinggi (perusakan tubuh ciliary (cyclodestruction)) ini , mungkin diperlukan bila metode lain gagal. Metode bedah untuk mengurangi TIO ini melibatkan penciptaan sebuah saluran dimana aqueous humor dapat mengalir dari ruang anterior ke ruang subconjunctival, dimana diserap kembali oleh pembuluh darah. Agen antiproliferatif 5 – fluorourasil dan mitomycin C digunakan pada pasien yang menjalani operasi glaukoma-penyaringan untuk meningkatkan tingkat keberhasilan dengan mengurangi proliferasi fibroblast dan konsekuen jaringan parut. Closed angle glaucoma (CAG) Tujuan terapi awal untuk CAG akut dengan TIO tinggi, cepat mereduksi TIO untuk mempertahankan penglihatan dan untuk menghindari bedah atau laser iridectomy pada hipertensi. Iridectomy (laser atau bedah) adalah pengobatan pasti CAG, menghasilkan sebuah lubang di iris yang memungkinkan aliran aqueous humor bergerak langsung dari ruang posterior ke ruang anterior, membuka blok di meshwork trabecular. Obat terapi serangan akut biasanya melibatkan pemberian pilocarpine, agen hyperosmotic, dan sekretorik inhibitor (a β-blocker, α2-agonis, prostaglandin F2α analog, atau CAI topikal atau sistemik). Dengan miosis yang dihasilkan oleh pilocarpine. Miotics dapat memperburuk CAG oleh peningkatan blok pupil dan menghasilkan gerakan anterior lensa karena induksi obat. Pada TIO lebih besar dari 60 mm Hg, iris mungkin iskemik dan tidak responsif terhadap miotics. Selama waktu ini, dorongan untuk menggunakan jumlah berlebihan dari pilocarpine harus dilawan. Dosis pilocarpine umum digunakan adalah larutan 1% atau 2% setiap 5 menit untuk dua atau tiga dosis dan kemudian setiap 4 sampai 6 jam. Namun, banyak praktisi menunda penggunaan pilocarpine sampai TIO dikurangi dengan agen lainnya, dan kemudian single drop pilocarpine 1% sampai 2% untuk menghasilkan miosis. Dalam kasus lain, tidak terpengaruh kontralateral mata harus diperlakukan dengan miotic 14 setiap 6 jam untuk mencegah pengembangan angle closure. Sebuah agen osmotik umum diberikan karena obat ini menghasilkan penurunan TIO yang paling cepat. Gliserin Oral 1 sampai 2 g / kg dapat digunakan jika agen oral ditoleransi, jika tidak, intravena manitol 1 sampai 2 g/kg harus digunakan. Agen osmotik menurunkan TIO dengan menarik air dari mata untuk gradien osmotik antara darah dan mata. Kortikosteroid topikal sering digunakan untuk mengurangi peradangan ocular dan mengurangi pengembangan sinekia pada mata CAG, setelah TIO dikendalikan, dapat diberikan pilocarpine setiap 6 jam sampai iridectomy dilakukan. Profil Obat a. Parasimpatomimetik, Kolinergik agonis Mekanisme kerja karbakol bekerja secara langsung sebagai obat parasimpatomimetik yang menyebabkan terjadinya konstriksi pupil, menstimulasi otot siliari, dan meningkatkan aliran aqueous humor sehingga menurunkan tekanan pada intraokular. Data farmakokinetik Karbakol dan pilokarpin Miotik Onset Puncak Durasi Karbakol Intra okular Detik 2-5 menit 1-2 jam Topikal 10-20 menit - 4-8 jam 10-30 menit - 4-8 jam Pilokarpin Topikal 1. Karbakol Karbakol adalah derivat-uretan dari kolin yang penguraiannya oleh enzim tidak secepat Ach, sehingga kerjanya lebih lama. Khasiat muskarinik dan nikotiniknya sama kuatnya, efek samping lebih ringan dan jarang terjadi pada dosis biasa. Digunakan sebagai miotikum pada glaukoma dan pada atonia organ dalam. Indikasi : Menurunkan tekanan intraokuler Efek samping : Bradikardia, hipersalivasi, bronkospasme, berkeringat dan kolik usus setelah penyerapan sistemik Sediaan beredar : Isotic Litrapres (Pratapa Nirmala) 2. Pilokarpin 15 Merupakan suatu alkaloid yang terdapat pada daun tanaman Amerika, Pilocarpus jaborandi. Khasiatnya terutama berkhasiat muskarinik, efek nikotiniknya ringan sekali. SSP permulaan distimulasi kemudian ditekan aktivitasnya. Penggunaan utamanya adalah sebagai miotikum pada glaukoma. Efek miotisnya (dalam tetes mata dimulai sesudah 10-30 menit dan bertahan 4-8 jam). Toleransi dapat terjadi setelah digunakan untuk waktu yang lama yang dapat ditanggulangi dengan jalan menggunakan kolinergik lain untuk beberapa waktu, misalnya karbakol atau neostigmin. Indikasi : Mengendalikan tekanan intraokuler Efek samping : Bradikardia, hipersalivasi, bronkospasme, berkeringat dan kolik usus setelah penyerapan sistemik Sediaan yang beredar : Epikarpin, (Cendo), Cendokarpin (Cendo), Ximex Opticar (Konimek), PV Carpine (Darya Varia). Dosis agonis kolinergik kerja langsung Agonis kolinergik kerja langsung Bentuk sediaan Dosis Karbakol Larutan 0,75; 1,5; 2,25; 3% 2-3 x 1 tetes perhari Pilokarpin Larutan 0,25; 0,5; 1; 2; 4; 8; 10 1 tetes 2-3 x b. Senyawa penghambat β-adrenergik Mekanisme kerja antihipertensif okular belum diketahui secara pasti tapi diduga menurunkan produksi cairan mata. Data farmakokinetika β-bloker untuk penanganan glaukoma Selektifitas pada Obat Onset (menit) Efek maksimum Durasi (jam) Β1 ≤ 30 menit 2 12 Levobunolol Β1 dan β2 ≤ 60 menit 2-6 ≤ 24 Metilpranolol Β1 dan β2 ≤ 30 menit ≈2 24 Timolol Β1 dan β2 ≤ 30 menit 1-2 menit ≤ 24 reseptor β Betaksolol 1. Levobunolol hidroklorida Indikasi : Mengurangi tekanan intraokuler glaukoma simpleks kronik Kontra Indikasi : Bradikardia, blokade jantung, atau gagal jantung Peringatan : Penting untuk menghindari asma 16 Efek samping : Mata kering sementara dan blefarokonjungtivitis alergis Sediaan beredar : Batagan Liquifilm (Darya Varia) 2. Betaksolol hidroklorida Indikasi : Mengurangi tekanan intraokuler glaukoma simpleks kronik Efek samping : Mata kering sementara dan blefarokonjungtivitis alergis Sediaan beredar : Betoptima Alcon-couvereur Nv-Belgium 3. Metil pranolol Indikasi : Mengurangi tekanan intraokuler glaukoma simpleks kronik, tetapi dalam glaukoma sudut lebar kronis dibatasi pada pasien yang alergi terhadap zat pengawet atau mereka yang memakai lensa kontak (dimana benzalkonium klorida harus dihindari) Kontra Indikasi : Bradikardia, blokade jantung, atau gagal jantung Peringatan : Tidak dianjurkan pada asma Efek samping : Mata kering sementara dan blefarokonjungtivitis alergi, uveitis anterior granulomatosa (hentikan pengobatan) Sediaan beredar : Beta Opthiole (Combiphar) 4. Timolol Maleat Indikasi : Mengurangi tekanan intraokuler glaukoma simpleks kronik Kontra Indikasi : Bradikardia, blokade jantung, atau gagal jantung Peringatan : Penting untuk menghindari asma Efek samping : Mata kering sementara dan blefarokonjungtivitis alergis Sediaan beredar : Timolol maleat (Generik), XimexOpticom (Konimek), Tim- Opthal (Sanbe Farma), Timolol maleat (Cendo) Dosis obat pada penanganan glaukoma Nama obat Bentuk sediaan Dosis Penghambat β-adrenergik Betaxolol Larutan 0.5 % suspense 0.25 Satu tetes 2xsehari % Levobunolol Larutan 0.25 % dan 0.5 % Satu tetes 2xsehari Metilpranolol Larutan 0.3 % Satu tetes 2xsehari 17 Timolol Larutan 0.25 % dan 0.5 % Satu tetes 1-2xsehari c. Penghambat Karbonil Anhidrase Mekanisme kerja penghambatan pada karbonik anhidrase menurunkan kecepatan pembentukan aquaeus humor sehingga menurunkan tekanan intraokuler. Data farmakokinetika Penghambat Karbonil Anhidrase Penghambat Karbonil Efek penurunan TIO Anhidrase Puncak Efek Onset (jam) (jam) Potensi penghambatan Durasi (jam) relatif Asetazolamida Tablet 1-1,5 1-4 8-12 Kapsul lepas lamat 2 3-6 18-24 Injeksi (IV) 2 menit 15 menit 4-5 1 Asetazolamid Indikasi : Pengobatan prabedah Closed Angle Glaucoma Peringatan : Hindari pada kerusakan ginjal yang berat, kehamilan tidak dianjurkan untuk penggunaan lama tetapi tetap akan diberikan diperlukan pemeriksaan hitung jenis darah; hindari ekstravasasi pada tempat injeksi (resiko nekrosis) Efek samping : Parastesia, hipokalemia, berkurangnya nafsu makan, rasa mengantuk dan depresi terutama pada pasien usia lanjut, bintik-bintik merah pada kulit dan kelainan darah jarang terjadi, dan dapat terjadi batu ginjal Sediaan beredar : Acetazolamid (generik), diamox (Phapros) d. Agonis Prostaglandin Mekanisme kerja obat agonis prostaglandin menurunkan tekanan intraokuler dengan meningkatkan aliran aquaeous humor, meskipun mekanisme pasti belum diketahui. Latanopros Merupakan suatu prodrug prostaglandin-F2 (PGF2). Obat ini menembus kornea dan menurunkan TIO melalui peningkatan aliran aquaeous uveousklera. Latanopros 18 sangat efektif dan telah mengurangi jumlah pasien yang membutuhkan pembedahan. Latanopros memiliki efek samping sistemik minimal dan telah digunakan secara luas. Indikasi :Tekanan intraokuler pada glaukoma sudut lebar dan hipertensi okular pada pasien yang tidak menunjukan respon terhadap obat lain. Peringatan :Sebelum memulai pengobatan, pasien harus diberitahu kemungkinan perubahan warna mata; monitor perubahan warna mata; asma yang berat atau mudah kumat; tidak boleh digunakan dalam waktu lima menit setelah penggunaan sediaan yang mengandung thiomersal, kehamilan dan masa menyusui. Efek samping :Pigmentasi coklat yang menetap atau yang reversibel terutama pada mereka yang warna irisnya bercampur (hentikan pengobatan bila mungkin); iritasi okuler; hiperaeremia konjungtiva; erosi epitelial punctata (transient) Dosis :1 tetes 2x sehari larutan 0,005% Sediaan yang beredar :Xalatan TM (Upjohn Indonesia) Obat topical pengobatan Open-Angle Glaucoma Obat Brand name Dose form strength (%) usual dose mekanisme aksi β-adrenergik blocking agent Generic Larutan betoptic-S Generic Suspensi Larutan Betaxolol Carteolol Levibunolol Metilpranolol Timolol Betagan Optipranolol Timoptic, Betimol, Istalol Timoptic-XE Larutan Larutan Larutan Larutan gel 0.5 1 tetes b.i.d 0.25 1 tetes b.i.d 1 1 tetes b.i.d 0,25; 0,5 1 tetes b.i.d 0,3 1 tetes b.i.d 0,25; 0,5 1 tetes q.d atau b.i.d 0,25; 0,5 1 tetes q.d 19 Reduce aquaeous production of cilliary body Nonspesific adrenergic agonists Dipivefrin Propine Larutan 0,1 1 tetes b.i.d Incrase aquaeous humor outflow α2-adrenergic agonist s Larutan Apraclonidine Iopidine Brimonidin alphagan P Larutan carboptic, Isopto, Carbachol Larutan 0,5;1 1 tetes b.i.d atau t.i.d 0,15;0,1 1 tetes b.i.d atau t.i.d Reduce aquaeous humor production; brimonidine juga meningkatkan uveouscleral outflow Chollinergict agonists direct acting Carbacol 1,5;3 1 tetes b.i.d atau t.i.d Isopto Carpine, Larutan Pilocar, Pilopine Gel HS 0,25; 0,5; 1,2; 4; 6; 8; 10 1 tetes b.i.d atau t.i.d setiap 4 jam sekali Phospholine Iodide Larutan 0,125 1 x sehari atau b.i.d Brinzolamide Azopt suspensi Dorzolamide Trusopt Pilokarpin Increase aquaeous humor outflow through trabecular meshwork Cholinesterase inhibitors Echothiophate Carbonic anhidrase inhibitors Larutan b.i.d atau t.i.d b.i.d atau t.i.d Reduce aquaeous humor production by the ciliary body 0,005 1 drop q.h.s Increase aquaeous uveouscleral outflow and to a lesser extent trabecular outflow 0,03 1 drop q.h.s 0,004 1 drop q.h.s 1 2 Analog prostaglandin Latanoprost Xalatan Bimatoprost Lumigan Travoprost Kombinasi Travatan Larutan Larutan Larutan 20 Timololbrimonidine Timololdorzolamide Combigan Cosopt Larutan Larutan Timolol 0,5% brimonide 0,2 % 1 drop b.i.d Timolol 0,5% dorzolamide 2% 1 drop b.i.d Terapi Bedah dan Laser Terapi bedah dan laser yang dilakukan adalah : 1. Iridektomi dan iridotomi perifer Sumbatan pupil paling baik diatasi dengan membentuk komunikasi langsung antara kamera anterior dan posterior sehingga beda tekanan diantara keduanya menghilang. Hal ini dapat dicapai dengan laser neonidium : YAG atau aragon (iridotomi perifer) atau dengan tindakan bedah iridektomi perifer. Iridotomi laser YAG adalah terapi pencegahan yang digunakan pada sudut sempit sebelum terjadi serangan penutupan sudut. 2. Trabekuloplasti laser Penggunaan laser untuk menimbulkan luka bakar melalui suatu goniolensa kejalinan trabekular dapat mempermudah aliran keluar humor aqueuos karena efek luka bakar tersebut pada jalinan trabekular dan kanalis Schlemm serta terjadinya prosese-proses selular yang meningkatkan fungsi jalinan trabekular. Teknik ini dapat diterapkan untuk bermacam-macam bentuk glaukoma sudut terbuka, dan hasilnya bervariasi bergantung pada penyebab yang mendasari. Penurunan tekanan biasanya memungkinkan pengurangan terapi medis dan penundaan tindakan bedah glaukoma. 3. Bedah drainase glaukoma Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme drainase normal, sehingga terbentuk akses langsung humor akuos dari kamera anterior ke jaringan subkonjungtiva atau orbita, dapat dibuat dengan trabekulotomi atau insersi selang drainase. Penyulit utama trabekulotomi adalah kegagalan bleb akibat fibrosis jaringan episklera. Goniotomi adalah suatu teknik yang bermanfaat untuk mengobati glaukoma kongenital primer, yang tampaknya terjadi sumbatan drainase humor akuos dibagian dalam jalinan trabekular. 4. Tindakan siklodestruktif Kegagalan terapi medis dan bedah dapat menjadi alasan untuk mempertimbangkan tindakan destruksi korpus siliaris dengan laser atau bedah untuk mengontrol tekanan intraokuler. Krioterapi, diatermi, ultrasonografi frekuensi tinggi, dan yang paling mutakhir 21 terapi laser neodinium : YAG thermal mode, dapat diaplikasikan kepermukaan mata disebelah posterior limbus untuk menimbulkan kerusakan korpus siliaris dibawahnya. Semua teknik siklodestruktif tersebut dapat menyebabkan ftisis dan harus dicadangkan sebagai terapi untuk glaukoma yang sulit diatasi. IX. KASUS Keluhan utama: “Mata kiri saya seperti berkabut dan buram dan saya merasa sakit kepala” Riwayat kondisi dahulu : LA laki2 umur 34 tahun dengan riwayat “open angle glaucoma” berobat ke optamologist dengan keluhan pandangan berkabut dan buram pada mata kiri. Dia mengalami sensitivitas yang tinggi terhadap cahaya dan mengalami sakit kepala. Dia juga mengeluh mengalami periode distorsi pada mata kiri sejak 3 bulan yang lalu, sering kondisi ini berhubungan dengan buramnya pandangan di daerah sentral visual. Namun karena kesibukannya ia baru sempat ke dokter mata setelah 3 bulan merasakan keluhan. LA pernah mengalami kecelakaan mobil dan mengalami patah tulang belakang sekitar 9 tahun yang lalu. Riwayat penyakit dahulu : Asma semenjak masa kecil yang bisa terkontrol pada masa pubertas Depresi akibat open angle glaucoma yang kronik dan perburukan pandangan sesudah mengambil program PhD nya. Pernah menjalani tonsilectomi ketika kecil dahulu Riwayat pengobatan : Glaukoma Riwayat keluarga : Ayah, ibu dan kakak perempuannya mempunyai gangguan glaukoma. Ayahnya menderita hipertensi Riwayat sosial : LA adalah lulusan PhD di bidang farmasi klinik dari universitas terkemuka di Inggris. Tidak ada riwayat merokok. Pernah mempunyai kebiasaan minum minuman keras 4 gelas per hari selama tiga tahun pada saat menempuh program PhD nya dahulu. Pemeriksaan lab/ radiologi: 22 Tidak ada gangguan jantung, paru, dan problem kardiovaskuler, serta tidak mempunyai gangguan stroke atau anemia. Pemeriksaan fisik : BB : 65 kg TB : 170 cm Vital sign : TD = 120/82, Kecepatan Nadi = 70, RR = 18 Pemeriksaan mata : Aktivitas visual : OD – hand motion pada jarak 3 cm dengan koreksi spektakles OS – 20/30 Tekanan intraokuler : OD – 14 mm Hg , OS – 20 mm Hg Pemeriksaan vitreous : bersih Disks : C/D ratio = 1.0 OS C/D ratio = 0.99 dengan sedikit lingkaran (normal C/D ratio = < 0.33) Pemeriksaan laboratorik : Na 138 mEq/L K 3.3 mEq/L Cl 99 mEq/L CO2 25 mEq/L BUN 10 mg/dL SCr 0.9 mg/dL Gula darah puasa 126 mg/dL Diagnosis : Miopia tinggi dengan kronik juvenil open angle glaukoma yang progresif Tidak ada tanda edema makuler Tidak ada katarak Depresi akibat open angle glaukoma yang kronik Soal : 1. Bagaimana tata laksana dan monitoring terapi kasus tersebut ? 2. Informasi apa yang bisa anda berikan kepada pasien terkait dengan terapinya ? Analisis Kasus 23 Open angle glaucoma merupakan neuropati optik kronik dan progresif pada usia dewasa dimana tekanan intra okular (TIO) berkontribusi pada kerusakan dan dimana tidak teridentifikasi faktor lainnya, dengan karakteristik atropi nervus optikus, dan hilangnya sel dan axon ganglion retinal, dan memiliki dengan sudut iridocorneal yang terbuka. Seseorang didiagnosis glaukoma jika TIO menunjukkan lebih dari 18 mmHg. Pada kasus diatas, terjadinya glaukoma pada LA dikarenakan faktor turunan dari keluarga dan diperparah dengan risiko trauma yang pernah dialami LA pada 9 tahun yang lalu. Karena faktor genetik merupakan faktor risiko muncunya glaukoma. Metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan kasus ini adalah metode SOAP (Subjective, Objective, Assesment, Plan). Subjective merupakan data-data pasien yang diambil dari riwayat penyakit penderita seperti riwayat keluarga, alergi, penyakit penderita, pengobatan. Objective merupakan kumpulan data pasien dari pemeriksaan fisik penderita maupun pemeriksaan penunjang. Assesment merupakan masalah atau problem apa yang dialami oleh pasien atas dasar informasi pada subjective dan objective pasien. Plan, yaitu 1. Penetapan tujuan terapi 2. Menentukan terapi obat dan nonobat 3. Pemilihan terapi obat berdasarkan 4 T 1 W 4. Pemberian informasi kepada pasien 5. Memonitor efek pengobatan yang terjadi 1. Subjective Jika untuk melihat mata kiri berkabut dan buram selama 3 bualan terakhir Sakit kepala 2. Objective Pemeriksaan fisik: Berat Badan : 65 kg Tinggi Badan : 170 cm BMI : BB/(TB²) = 23,87 (normal 18,25-24,00) (normal) Tek. Darah : 120/82 mmHg (normal: 120/80 mmHg) (normal) 24 Nadi : 80 kali/menit (normal: 80-100 kali/menit) (normal) RR : 18 kali/menit Aktivitas visual : OD – hand motion pada jarak 3 cm dengan koreksi spektakles OS – 20/30 Tekanan intraokuler : OD – 14 mm Hg , OS – 20 mm Hg Pemeriksaan vitreous : bersih Disks : C/D ratio = 1.0 OS C/D ratio = 0.99 dengan sedikit lingkaran (normal C/D ratio = < 0.33) Data laboratorium: BUN = 10 mg/dl (normal 8-25 mg/dl) SrCr = 0,9 mg/dl (normal 0,5-1,5 mg/dl) Fe Na = 0,6 Na = 138 mEq (normal 135-145 mEq) Ca = 2 mEq (normal 2,15-2,55 mEq) K = 3,3 mEq (normal 3,5-5,0 mEq) PO4 = 1,0 mEq (normal 0,85-1,45 mEq) Hct = 35% (normal 41-53%) Hb = 12 mg/dl (normal 13,5-17,5 mg/dl) Output urine = 400 ml/hari (normal 1200 ml/hari) Glukosa puasa = 126 mg/dl (normal 120-140 mg/dl) 3. Assessment Miopia tinggi dengan kronik juvenil open angle glaukoma yang progresif Tidak ada tanda edema makuler Tidak ada katarak Depresi akibat open angle glaukoma yang kronik 4. Plan - Terapi non farmakologi farmakologi - Monitoring dan follow up - Komunikasi, Informasi, dan edukasi Penatalaksanaan Terapi Open angle glaucoma 1. Terapi Non Farmakologi 25 Ditujukan untuk mengoptimalkan peredaran darah di mata. - pijat mata - Olah raga yang teratur - Mengurangi intake garam 2. Terapi Farmakologi Latanoprost (Xalatan) Komposisi : Latanoprost 0,005% x 2,5 mL Durasi : 4 minggu dilanjutkan kontrol ke dokter jika membaik di teruskan, jika memburuk terapi ganti dinaikkan dosisnya. Penggunaan obat : Diteteskan pada mata yang bermasalah sebanyak 1 tetes per hari. KI : hipersensitif respon terhadap komponen xalatan, tidak boleh dicampur dengan tetes mata yang mengandung teomersal. Efek Samping : Pigmentasi coklat yang menetap atau yang reversibel terutama pada mereka yang warna irisnya bercampur (hentikan pengobatan bila mungkin), iritasi okular, hiperaemia konjungtiva, erosi epitelial punctata (transient), Edema, dan erosi kornea. Interaksi Obat : Efek aditif terhadap antagonis beta adrenergik, agonis adrenergik, penghambat anhidrase karbonat, agonis kolinergik, Obat mata lain yang mengandung tiomersal. Peringatan : Sebelum memulai pengobatan pasien harus diberitahu kemungkinan perubahan warna mata, monitor perubahan warna mata, asma yang berat atau mudah kumat, tidak boleh digunakan pada waktu 5 menit setelah penggunaan sediaan yang mengandung tiomershal, kehamilan, dan masa menyusui. Alasan pemilihan obat: Satu-satunya terapi untuk open angle glaukoma adalah menurunkan TIO/IOP secara umum, tujuanya adalah menggunakan obat-obat topikal atau jika gagal, pembedahan untuk menurunkan TIO sampai 20-50% dari tekanan sebelumnya. Fist line terapi untuk glaukoma (beta bloker) mempunyai kontraindikasi terhadap asma. Menurut algoritma terapi, alternatif first line jika kontra indikasi dengan beta bloker adalah analog prostaglandin. Jenis analog prostaglandin adalah Latanoprost, Bimatoprost, dan Travoprost. Namun yang tersedia di 26 Indonesia adalah jenis Latanoprost. Obat ini dapat menembus kornea dan menurunkan TIO melalui peningkatan aliran aquaeus uveosklera. Mekanismenya dengan melibatkan aktivasi matriks metaloproteinase yang menyebabkan penurunan resistensi aliran keluar. Latanoprost sangan efektif dan telah mengurangi jumlah pasien yang membutuhkan pebedahan. Monitoring dan follow up 1. Monitoring efektivitas obat - Penyesuaian terapi Waktu : 2-4 minggu setelah pemberian obat, jika setelah 2-4 minggu berefek adequate monitoringnya dilakukan 3-4 bulan sekali. Yang harus dimonitor a) Target TIO tidak tercapai. b) Pasien memiliki progresi kerusakan nervus optikus meskipun target terapi TIO terpenuhi. Validitas dari diagnosis dan TIO target harus di evaluasi kembali. Evaluasi tambahan dapat menunjukkan kondisi yang mempengaruhi progresi kerusakan. Evaluasi ini termasuk pengukuran TIO diurnal, mengulang pengukuran ketebalan kornea sentral untuk verifikasi kornea yang tipis atau adanya perubahan pada ketebalan kornea setelah pembedahan refraksi. c) Pasien tidak dapat mentoleransi regimen terapi. d) Pasien tidak mematuhi regimen terapi. e) Terdapatnya kontraindikasi pada pengobatan. f) Status nervus optikus yang stabil dan rendahnya TIO muncul dalam periode yang lama pada pasien yang menjalani terapi. Pada keadaan ini menurunkan terapi dapat merupakan tindakan yang tepat. Target TIO harus diturunkan jika terdapat progresifitas kerusakan nervus optikus atau adanya perubahan lapangan pandang. Sedangkan target TIO dapat ditingkatkan jika pasien telah stabil dan jika pasien membutuhkan medikasi yang lebih sedikit karena efek samping terapi. Perencanaan kunjungan pada ophthalmologist dilakukan saat 2-8 minggu untuk menilai respon dan efek samping dari pembersihan medikasi yang lama atau memeriksa onset efek maksimum dari medikasi yang baru. 2. Monitoring C/D dan TIO 2-4 minggu setelah terapi. Jika terapi sudah adekuat monitoring dilakukan setiap 3-4 bulan. 27 Komunikasi, Informasi, dan Edukasi 1. Tentang penggunaan obat a) Obat diteteskan 1x sehari pada mata sebelah kiri, malam hari sebelum tidur. Hal ini bertujuan untuk menghindari kemungkinan terjadinya efek samping obat berupa rasa terbakar pada mata. b) Pasien diberitahukan penggunaan secara topical. Bagian bawah mata di tarik ke bawak dengan menggunakan telunjuk untuk membuat kantung. Teteskan 1 tetes obat di kantung mata, kemudian pejamkan mata 1-3 menit. Tempatkan jari pada system nasolacrimal drainage pada inner corner dari mata. 2. Makanan-makanan yang harus dihindari Mengurangi asupan natrium, makanan-makanan yang mengandung pengawet. 3. Pemeriksaan mata secara berkala 4. Mengikuti program konseling secara teratur untuk mengatasi depresi akibat penyakit open angle glaucoma yang diderita 5. Mengurangi faktor resiko yang dapat memperparah karena stress 6. Mengistirahatkan mata ketika mata sudah merasa lelah saat beraktivitas 7. Melakukan eye massage secara teratur untuk melancarakan peredaran darah di mata sehingga dapat mengurangi tekanan intraokuler 8. Pasien dijelaskan bahwa obat dapat menyebabkan pigmentasi pada iris mata Pasien disarankan untuk olahraga secara teratur 4x seminggu seperti renang, jalan santai minimal 20 menit sehari, alahraga aerob (tai chi, yoga). 28 X. DAFTAR PUSTAKA Canadian Ophthalmological Society (COS). 2008. Glaucoma. Ottawa: CNIB. Dipiro, J. T., R. L. Talbert, G. C. Yee, G. R. Matzke, B. G. Wells, and L. M. Posey. 2008. Pharmacotherapy a Pathophysiologic Approach, 7th Edition, 1551-1564. New York: McGraw Hill. Fiscella, R. G., Lesar, T. S., and Edward D.P., in Glaucoma, Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C. Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M., (Eds), 2008, Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, seventh Edition, 1551-1564, McGraw Hill, Medical Publishing Division, New York. Ilyas S. Ilmu penyakit mata. 3 ed. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas. 2007.Indonesia. Jane O, Lorraine C. Ophthalmology at a glance. 2005. Blsckwell sciene. Neil KF, Peter KK, William BT. Review of ophthalmology. 2005. Elsevier Saunders:Philadelphia USA. Neal, M. J. At a Glance Farmakologi Medis Edisi Ke Lima. 2006. Erlangga: Jakarta. Sukandar Elin.,Andrajati Retnosari.,Joseph Sigit.,I Ketut adnyana.,Adji Setiadi.,Kusnandar. 2008. ISO Farmakoterapi. Jakarta Barat: PT.ISFI Penerbitan. http:// www.rsmyap.com/ diakses tanggal 5 Oktober 2011 http:// www.news-medical.net/ diakses tanggal 4 Oktober 2011 29