PENGARUH PENERAPAN METODE KANGURU TERHADAP PENINGKATAN SUHU BAYI BARU LAHIR (Di BPS. Kasih Ibu Ny. Soenarlin Jatirogo – Tuban) ARIS PUJI UTAMI STIKES NU Tuban Prodi DIII Kebidanan ABSTRAK Hipothermia adalah suhu bayi < dari 36,5 oC. Disamping sebagai suatu gejala hipothermia dapat merupakan awal penyakit yang berakhir dengan kematian. Hipothermia akan menyebabkan hipoglikemia, asidosis metabolis. Hipothermia ini dapat dicegah dengan penerapan metode kanguru. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan metode kanguru terhadap peningkatan suhu bayi baru lahir. Dalam penelitian ini menggunakan metode analitik dengan desain pra eksperimental yang pengambilan sampelnya dilakukan secara probability sampling dan tipe yang digunakan adalah simple random sampling. Sampel diambil dari hasil observasi (data primer) yang ditulis dalam lembar observasi dengan menggunakan analisis uji paired t-test. Dari hasil penelitian diketahui 95 (100%) responden mempunyai suhu rendah (< 36,5 oC) dan setelah diterapkan metode kanguru diketahui 54 (56,84%) BBL yang mengalami peningkatan suhu tubuh (normal). Setelah dilakukan analisis menggunakan uji paired t-test diketahui t hitung = -31,133 > t tabel = 1,989, artinya terdapat pengaruh antara penerapan metode kanguru terhadap peningkatan suhu bayi baru lahir. Sehingga diharapkan tenaga kesehatan dapat menerapkan metode kanguru pada BBL untuk meningkatkan suhu tubuh, dengan harapan hipothermia dapat dicegah sedini mungkin. Kata kunci : Penerapan metode kanguru, bayi baru lahir, hipothermia. PENDAHULUAN Sebagian besar dari masalah bayi baru lahir adalah spesifik timbul pada periode perinatal. Masalah-masalah ini bukan hanya bisa menyebabkan kematian, tetapi juga besarnya angka kecacatan dan angka penyakit. Masalah ini salah satunya disebabkan oleh kebersihan yang tidak terjaga selama proses kelahiran, kurangnya asuhan BBL serta asuhan yang pilih kasih. Kematian dikalangan bayi baru lahir sudah demikian seringnya hingga hal tersebut diterima sebagai suatu hal yang rutin oleh masyarakat. (WHO, 1996 : 11-2) Seperti yang terjadi dihampir semua negara didunia, kesehatan bayi cenderung kurang mendapat perhatian dibandingkan umur-umur lainnya. Padahal data WHO (2002) menunjukkan angka tersebut sangat memprihatinkan, yang dikenal dengan “Fenomena 2/3” yaitu : 2/3 kematian bayi (umur 0-1 tahun) terjadi pada masa neonatal (BBL 0-28 hari), dan 2/3 kematian pada masa neonatal dini terjadi pada hari pertama. Oleh karena itu 1 minggu pertama dari kelahiran adalah masa yang paling kritis bagi kehidupan seorang bayi. (Kokom, 2007). Berdasarkan data WHO, di Indonesia sebanyak 100.454 bayi 0-28 hari (neonatal) meninggal setiap tahun. Ini berarti 275 neonatal meninggal setiap hari, atau lebih kurang 184 neonatal dini meninggal setiap hari, atau setiap 1 jam 8 bayi neonatal dini meninggal, atau setiap 7,5 menit 1 bayi neonatal dini meninggal. (Kokom, 2007). Kematian neonatal dini yang telah disebutkan sebelumnya lebih banyak disebabkan secara langsung karena asfixia, infeksi (sepsis dan infeksi saluran pernafasan), dan hipothermia. (Kokom, 2007). Meskipun hanya sedikit sekali dan hampir tidak ada data yang tersedia mengenai berapa banyak kematian BBL yang disebabkan hipothermia, namun hipothermia pada BBL merupakan masalah dunia, bahkan di wilayah yang beriklim panas ataupun tropis. Karena BBL yang menderita hipothermia segera setelah lahir kemungkinan mengalami hipothermia selama 24 jam berikutnya. Selain itu, BBL yang mengalami asfixia saat lahir juga akan lebih besar kemungkinannya untuk mengalami hipothermia dan pada akhirnya akan memperparah asfixia bayi. (WHO, 1996 : 11-3). Adapun mekanisme atau proses penurunan suhu pada BBL, yaitu segera setelah dilahirkan, suhu BBL akan turun. Bayi yang masih basah bisa kehilangan panas cukup banyak untuk membuat suhu tubuhnya turun sampai sebanyak 2-4 oC (3,6 7,2 oC). Karena dalam keadaan basah, maka bayi tersebut akan kehilangan sebagian besar panas tubuhnya melalui penguapan (evaporasi) dari permukaan kulit yang basah, persentuhan dengan benda-benda yang dingin (konduksi), persentuhan dengan udara dingin (konveksi), atau persentuhan dengan benda-benda yang bersuhu lebih rendah di sekitarnya (radiasi). (WHO, 1993 : 10-7). Penurunan suhu pada bayi tersebut terjadi pada menit-menit ke 10-20 setelah kelahiran. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan bayi untuk menghasilkan panas yang cukup untuk mengimbangi hilangnya panas saat kelahiran. Selain itu suhu dingin dan luar permukaan yang lebih besar dibandingkan dengan tubuhnya yang kecil serta kepalanya yang secara proporsional lebih besar, juga bisa menyebabkan turunnya suhu pada bayi. (WHO, 1993 : 10-7). Adapun dampak atau konsekuensi dari hipothermia biasanya sangat parah. BBL yang hipothermia akan menderita hipoglycemia (gula darah rendah) serta asidosis metabolis, sebab mereka akan mencoba untuk menghasilkan panas guna mempertahankan suhu tubuhnya. Bila terjadi hipoglycemia berat akan menyebabkan gagal kegawatan pernafasan serta penggumpalan darah yang abnormal. BBL yang menderita cedera dingin dan hipothermia akan menghadapi resiko yang lebih tinggi lagi terkena infeksi, penguningan (jaundice), serta pulmonaria hemorrhage (perdarahan paru-paru). BBL dengan hipothermia akan lebih besar kemungkinannya meninggal dibanding dengan BBL yang tidak mengalami hipothermia. (WHO, 1993 : 10-8) Berdasarkan data yang ada di Dinas Kesehatan Tuban, pada tahun 2006 jumlah kematian bayi + 97 bayi, dengan perincian karena : asfiksia + 9 bayi, BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) < 2500 gram disertai komplikasi + 36 bayi, infeksi + 3 bayi, dan semuanya itu salah satunya disebabkan oleh hypothermia. Berdasarkan survei awal di BPS “Kasih Ibu” Ny. Soenarlin Jatirogo Tuban didapatkan 37 BBL, ternyata ada 15 BBL yang mengalami hypothermia. Adapun pendistribusiannya adalah bayi dengan suhu <36 oC (hipothermia) + 15 bayi (40,451%), suhu antara 36,5 - 37,5 oC (normal) + 20 bayi (54, 054%), suhu >37,5 oC (hiperthermia) + 2 bayi (5,405%). Untuk pencegahan hipothermia pada BBL bisa dilakukan dengan cara yang sangat sederhana dan mudah dikerjakan oleh setiap orang yaitu menghangatkan bayi melalui panas tubuh ibu. Bayi diletakkan telungkup di dada ibu agar terjadi kontak kulit ke kulit antara ibu dan bayi secara langsung, yang biasanya lazim disebut dengan “Metode Kanguru”, menghangatkan bayi dalam inkubator, bayi dikeringkan segera setelah lahir, ataupun dibungkus di dalam kain yang hangat. (Sarwono, 2003 : 374). Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat 40,541 % BBL yang mengalami hypothermia, di BPS “Kasih Ibu” Ny. Soenarlin Jatirogo Tuban. Sehingga peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh penerapan metode kanguru terhadap peningkatan suhu bayi baru lahir. Berdasarkan latarbelakang di atas peneliti menyimpulkan rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pengaruh penerapan metode kanguru terhadap peningkatan suhu bayi baru lahir di BPS “kasih ibu” Ny Soenarlin Jatirogo Tuban. Desain Penelitian Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pra eksperimental, yaitu desain percobaan yang tidak mencukupi semua syaratsyarat dari suatu desain percobaan sebenarnya. (M. Nazir, 2003). Populasi, sampel dan sampling Populasi pada penelitian ini adalah seluruh bayi baru lahir di BPS “Kasih Ibu” Ny. Soenarlin Jatirogo Tuban. Pada bulan Maret sampai Mei tahun 2007. Sampel yang digunakan adalah bayi baru lahir yang ada di BPS “Kasih Ibu” Ny. Soenarlin Jatirogo Tuban yang memenuhi kriteria inklusi. Kriteria Inklusi Kriteria inklusi adalah karakteristik subjek penelitian dari suatu populasi yang diinginkan dalam suatu penelitian. (Nursalam, 2003:96), yaitu: 1) Bayi baru lahir dengan hipotermia ringan dan sedang. 2) Ibu dan bayi yang bersedia untuk diteliti. Kriteria Eksklusi Kriteria eksklusi adalah mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi. (Nursalam, 2003:97), yaitu : 1) BBL dengan kelainan kongenital (resiko tinggi) 2) BBL dalam perawatan inkubator 3) Ibu dan bayi dengan infeksi 4) BBL dengan hipothermia berat Besar sampel dalam penelitian ini adalah semua bayi baru lahir yang sesuai dengan kriteria inklusi di BPS “Kasih Ibu” Ny. Soenarlin Jatirogo Tuban dengan menggunakan rumus : n= N 1 + N (d ) 2 Keterangan : N : besar populasi n : besar sampel d : tingkat signifikan ( α =0,05) (Nursalam, 2003 : 96) Pada penelitian ini menggunakan simple random sampling, adalah suatu teknik pemilihan sampel secara sederhana, yakni secara random (acak). Random yaitu : setiap subjek dalam populasi mempunyai kesempatan untuk terpilih atau tidak terpilih sebagai sampel. (Nursalam, 2003). Sampling yang digunakan harus memenuhi kriteria inklusi. Variabel independen adalah variabel bebas atau variabel yang nilainya menentukan variabel lain. Variabel independen pada penelitian ini adalah penerapan metode kanguru. Sedangkan Variabel dependen pada penelitian ini adalah peningkatan suhu bayi baru lahir. Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah observasi (pengamatan) dan hasilnya ditulis dalam lembar observasi. Teknik observasi ini dilakukan oleh peneliti sendiri. Data pada penelitian ini dikumpulkan berdasarkan hasil pemeriksaan suhu bayi baru lahir sebelum dan sesudah diberikan perlakuan (penerapan) metode kanguru selama + 15 menit. Lokasi penelitian ini adalah BPS “Kasih Ibu” Ny. Soenarlin Jatirogo Tuban. Dan waktu penelitian dilaksanakan mulai Bulan Maret sampai Mei tahun 2007. D t= S/ n Keterangan : t : uji kesamaan 2 rata-rata D : beda antara kelompok 1 dan 2 S : standar deviasi n : jumlah sampel (Sugiyono, 2005) HASIL PENELITIAN DAN ANALISA HASIL PENELITIAN Hasil Penelitian Penerapan Metode Kanguru Pada Bayi Baru Lahir Tabel 1 Distribusi Responden Berdasarkan Penerapan Metode Kanguru pada Bayi Baru Lahir di BPS. Kasih Ibu Ny. Soenarlin Jatirogo Kabupaten Tuban Bulan Maret Sampai Mei Tahun 2007 Ya tidak (%) Penerapan metode kanguru pada bayi baru lahir 95 0 100 Total 95 0 100 Dari tabel 1 menunjukkan bahwa penerapan metode kanguru dilakukan pada semua bayi baru lahir yang mempunyai suhu tidak normal (< 36,5 o C) yaitu sebanyak 95 (100%) bayi baru lahir. 2. Suhu Bayi Baru lahir Tabel 2 Distribusi Responden Berdasarkan Suhu Bayi Baru Lahir Sebelum Penerapan Metode Kanguru di BPS. Kasih Ibu Ny Soenarlin Jatirogo Kabupaten Tuban Bulan Maret Sampai Mei Tahun 2007 Analisa Data Data yang telah terkumpul akan dianalisis dengan menggunakan uji t berpasangan (paired ttest) dengan tingkat kemaknaan α = 0,05. Apabila nilai t hitung > t tabel, H1 ditolak, artinya ada pengaruh penerapan metode kanguru terhadap peningkatan suhu BBL. Dan apabila t hitung < t tabel, H1 diterima, artinya tidak ada pengaruh penerapan metode kanguru terhadap peningkatan suhu BBL. Rumus Uji t – berpasangan : Perlakuan Suhu Jumlah (%) Normal (36,5 – 37,5 oC) 0 0 Hypothermia (< 36,5 o C) 95 100 Total 95 100 Sumber : Data Hasil Penelitian Dari tabel 2 menunjukkan bahwa sebelum penerapan metode kanguru 95 (100%) bayi baru lahir mempunyai suhu yang tidak normal (< 36,5 o C) dengan x 1 = 35,92 oC. 3. Pengaruh Penerapan Metode Kanguru Terhadap Peningkatan Suhu Bayi Baru Lahir Tabel 3 Distribusi Responden Berdasarkan Suhu Bayi Baru Lahir Setelah Penerapan Metode Kanguru Di BPS. Kasih Ibu Ny. Soenarlin Jatirogo Kabupaten Tuban Bulan Maret Sampai Mei Tahun 2007 Suhu Jumlah (%) Normal (36,5 – 37,5 oC) 54 56,84 Tidak normal (< 36,5 oC) 41 43,16 Total 95 100 1. Dari tabel 3 menunjukkan bahwa setelah penerapan metode kanguru terjadi peningkatan suhu bayi baru lahir yang tergolong normal sebanyak 54 (56,84%) dengan x 2 = 36,38 oC. 4. Pengaruh penerapan metode kanguru terhadap peningkatan suhu bayi baru lahir. Tabel 4 Pengaruh Penerapan Metode Kanguru Terhadap Peningkatan Suhu Bayi Baru Lahir di BPS Kasih Ibu Ny. Soenarlin Jatirogo Kabupaten Tuban Bulan Maret Sampai Mei Tahun 2007 Suhu bayi baru lahir Penerapan Metode Kanguru Tidak (Pre Penerapan) Ya (Post Penerapan) Total Jumlah (n%) Normal (%) Hipothermia (%) 0 (0) 95 (100) 95 (100) 54 (56,8) 41 (43,2) 95 (100) 54 (28,4) 136 (71,6) 190 (100) Sumber : Data Hasil Penelitian Dari tabel 4 menunjukkan bahwa sebelum penerapan metode kanguru semua bayi baru lahir dengan jumlah 95 (100%) mempunyai suhu tidak normal (< 36,5 oC) dan setelah penerapan metode kanguru didapatkan 54 (56,8%) suhu bayi baru lahir yang mengalami peningkatan (normal) dengan x 1 = 35,92 dan x 2 = 36,38. Hasil Analisa Data Berdasarkan hasil uji paired t-test (uji tberpasangan) dengan P < 0,05 didapatkan nilai t hitung = -31,133, df = 94, t tabel =1,989, beda x 1- x 2 = -0,46 SD = 0,15 yang berarti (-t tabel < t hitung < + t tabel) yaitu –1,989 > -31,133 < 1,989 maka H1 ditolak, artinya ada pengaruh penerapan metode kanguru terhadap peningkatan suhu bayi baru lahir di BPS Kasih Ibu Ny. Soenarlin Jatirogo Kabupaten Tuban pada bulan Maret sampai Mei tahun 2007. PEMBAHASAN Pada bab ini akan diuraikan pembahasan berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh penerapan metode kanguru terhadap peningkatan suhu bayi baru lahir di BPS Kasih Ibu Ny. Soenarlin Jatirogo Kabupaten Tuban bulan Maret sampai Mei tahun 2007. 1. Suhu Bayi Baru Lahir Sebelum Penerapan Metode Kanguru Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa 95 (100%) bayi baru lahir di BPS Kasih Ibu Ny. Soenarlin Jatirogo Kabupaten Tuban bulan Maret sampai Mei tahun 2007 mempunyai suhu yang hipothermia (< 36,5 o C) sebelum penerapan metode kanguru. Penurunan suhu pada bayi baru lahir terjadi pada menit-menit ke 10-20 setelah kelahiran. Bayi yang masih basah bisa kehilangan panas tubuh yang cukup banyak untuk membuat suhu tubuhnya turun sebanyak 2 – 4 o C (3,6 – 7,2 oF). Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan bayi untuk menghasilkan panas yang cukup untuk mengimbangi hilangnya panas saat kelahiran (WHO, 1993). Selain itu bayi baru lahir juga akan kehilangan sebagian besar panas tubuhnya melalui peristiwa evaporasi, konduksi, konveksi dan radiasi (WHO, 1993). Sehingga keadaan tersebut di atas bisa menyebabkan bayi mengalami hipothermia, apabila hipothermia ini terjadi maka dibutuhkan penanganan segera agar tidak terjadi komplikasi yang lebih lanjut dengan cara dilakukan penerapan metode kanguru sesaat setelah bayi lahir, karena cara tersebut dianggap sebagai cara yang paling sederhana dan mudah dilakukan, sehingga 40 diharapkan dapat meningkatkan suhu pada bayi baru lahir yang hipothermi. 2. Suhu Bayi Baru Lahir Setelah Penerapan Metode Kanguru Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa setelah penerapan metode kanguru terjadi peningkatan suhu yang normal pada bayi baru lahir sebanyak 54 (56,8%) dan 41 (43,2%) suhu bayi baru lahir yang tidak normal (hipothermia). Pada dasarnya prinsip metode kanguru ini adalah ibu diidentikkan sebagai kanguru yang dapat mendekap bayinya secara seksama, dengan tujuan mempertahankan suhu tubuh bayi secara optimal (36,5 – 37,5 oC). Suhu yang optimal ini diperoleh dengan adanya kontak langsung antara kulit bayi dengan kulit ibunya secara kontinu. (Prawirohardjo, 2002). Untuk metode ini ibu berfungsi sebagai host atau indung bagi bayi, sehingga dalam pelaksanaannya keterlibatan ibu sangat berperan aktif, dimulai sejak awal sebagai pemberi pelayanan untuk bisa memenuhi kebutuhan fisik dan emosionalnya. Yang pada akhirnya hal tersebut dapat memberikan kontribusi positif dalam meningkatkan kemampuan hidup bayi dan mengembangkan kualitas hidupnya. 3. Pengaruh Penerapan Metode Kanguru Terhadap Peningkatan Suhu Bayi Baru Lahir Berdasarkan hasil analisa data uji paired t-test (uji t - berpasangan), maka hasil penelitian didapatkan t hitung (-31,133) < t table (1,989). Hal ini berarti H1 ditolak, artinya terdapat pengaruh penerapan metode kanguru terhadap peningkatan suhu bayi baru lahir. Hal ini sesuai dengan pendapat Prawirohardjo (2002), menyatakan bahwa “suhu yang optimal pada bayi baru lahir dapat diperoleh dengan adanya kontak langsung antara kulit bayi dengan kulit ibunya secara kontinu”. Oleh karena ibu bayi tersebut merupakan sumber kehangatan yang terbaik. Ludington (1998) juga berpendapat bahwa “Metode kanguru selain dapat meningkatkan kedekatan dan kasih sayang antara orang tua dan bayi, juga dapat meningkatkan kemampuan bayi untuk mencapai suhu badan yang stabil, sehingga dengan metode ini hipothermia dapat dicegah, temperatur lebih stabil, serta mengurangi hilangnya panas tubuh”. Kontak kulit ke kulit selama beberapa jam pertama setelah lahir bukan hanya merupakan tindakan untuk mencegah hiporthermia, hal itu juga memberikan kehangatan, memungkinkan pemberian ASI secara dini serta mencegah terjadinya hipoglikemia. Bila terjadi hipoglikemia berat akan menyebabkan gagal kegawatan pernafasan serta penggumpalan darah yang abnormal. Jadi BBL dengan hipothermia akan lebih besar kemungkinannya meninggal dibanding BBL yang tidak mengalami hipothermia. Namun demikian, untuk mencapai suhu badan yang optimal atau normal pada bayi baru lahir tidak hanya dilakukan dengan cara metode kanguru saja, tetapi juga bisa dilakukan dengan cara menghangatkan bayi di dalam inkubator, bayi dikeringkan segera setelah lahir, ataupun dibungkus di dalam kain yang kering dan hangat. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan dari hasil yang diperoleh selama penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Sebelum penerapan metode kanguru suhu bayi baru lahir di BPS Kasih Ibu Ny. Soenarlin Jatirogo Tuban sebagian besar tidak normal (hipothermia). 2. Terjadi peningkatan suhu bayi baru lahir setelah penerapan metode kanguru sebanyak 54 (56,8%). 3. Ada pengaruh antara penerapan metode kanguru dengan peningkatan suhu bayi baru lahir. Saran. 1. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan melakukan penelitian pada faktor lain yang dapat meningkatkan suhu pada bayi baru lahir hipothermia. 2. Adanya program dari Dinas Kesehatan dan Organisasi Profesi untuk mencegah terjadinya hipothermia pada bayi baru lahir dengan penerapan metode kanguru melalui prosedur yang telah ditetapkan. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta : Jakarta. Bennet, V.R. and Brown, L.K (1996). Mayles Textbook For Midwives.12th Edition. Churchill Livingstone : London. Dinas Kesehatan (2006). Hamilton, Persis M (1995). Dasar-dasar Keperawatan Maternitas. EGC : Jakarta. Henderson, Cristine (2006). Buku Ajar Konsep Kebidanan. EGC : Jakarta. Klein, S (1993). A Book ForMidwives. The Hesperian Foundation, Barkeley : CA. Kokom (2007). Kematian Bayi. Akses Rabu 3 Januari 2007. http://www.goegle.com Lusmilasari, Lely (2004). Perawatan Bayi Lekat Pada BBLR. IPANI : Yogyakarta. Mochtar, Rustam (1998). Sinopsis Obstetri Jilid I. EGC : Jakarta. Nazir, M (2003). Metode Penelitian. Grasia Indonesia : Jakarta. Notoadmodjo, S (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta : Jakarta. Nursalam (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Keperawatan. Salemba Medika : Jakarta. Prawirohardjo, Sarwono (2002). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. YBP-SP : Jakarta. Prawirohardjo, Sarwono (2002). Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. YBP-SP : Jakarta. Prawirohardjo, S (2002) Ilmu Kebidanan. YBP-SP : Jakarta. Sastrawinata, Sulaiman (1984). Obstetri Patologi. ELSTAR OFSET : Bandung. Sugiyono (2003). Statistik untuk Penelitian. Alfabeto : Bandung. WHO (1996). Essential Newborn Care. WHO/FRH/MSM/96.13. WHO (1993). Thermal Control Of The Newborn : A Practical Guide. WHO/FHE/MSM/93.2.