DISKUSI KASUS DEMAM Disusun Oleh: Kelompok G - Tingkat V Fatan Abshari 0606065485 Evangelina Lumban Gaol 0606065421 Sandy Sofian Sopiandi 0606066166 Ruth Grace Aurora 0606066153 Widyo Ari Nugroho 1006755960 Firtanty Tasya 0606103810 MODUL PRAKTIK KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA NOVEMBER 2010 LEMBAR PERNYATAAN ANTI PLAGIARISME Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa tugas makalah ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia. Jakarta, 23 November 2010 Fatan Abshari Evangelina LG Sandy Sofian Sopiandi Ruth Grace Aurora Widyo Ari Nugroho Firtanty Tasya BAB I ILUSTRASI KASUS I.1 Identitas Nama : Ny. LN Usia : 33 tahun Jenis kelamin : perempuan Alamat : Kramat Kwitang, Senen Agama : Islam Pekerjaan : Kasir restoran Status perkawinan : tidak kawin Masuk RS tanggal : 17.11.2010 Nomor RM : 342-84-?? I.2 Riwayat Penyakit (autoanamnesis tanggal 21.11.2010) I.2.1 Keluhan Utama Pasien datang ke IGD RSCM dengan keluhan Demam sejak 5 hari SMRS I.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang Sejak 5 hari SMRS pasien demam mendadak tinggi. Demam muncul ketika pasien sedang di rumah dan sedang tidak beraktivitas berat. Demam dirasakan terus menerus dan lebih panas jika menjelang sore hari namun suhu tidak diukur. Jika minum obat penurun panas (tidak ingat nama obatnya) demam turun namun naik kembali. Keluhan demam sebelumnya disangkal. Terdapat sakit kepala, nyeri sendi, nyeri ulu hati, keringat malam dan mual. Perdarahan gusi, mimisan disangkal. Muntah, batuk atau sesak napas disangkal. Sakit menelan, nyeri di belakang bola mata, mimisan, bintik merah di kulit semua disangkal. Riwayat trauma atau luka disangkal. BAK dan BAB tidak ada keluhan. Di sekitar rumah ada tetangga yang terkena DBD, teman sekerja pasien juga ada yang terkenan DBD. Riwayat berpergian keluar kota, kebanjiran dan kontak dengan tikus disangkal. BB dirasa turun, 5 kg dalam 1 bulan. Nafsu makan seperti biasa, makan 3x sehari, 1x makan ½ piring. Untuk pengobatan keluhan ini pasien hanya memakan obat panas. Riwayat penggunaan obat-obatan rutin sebelum keluhan disangkal. Pasien bekerja sebagai kasir dan terkadang makan di luar (warung). I.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat tekanan darah tinggi, kencing manis, asma, alergi, penyakit kuning dan penyakit jantung disangkal. Sebelumnya belum pernah dirawat di RS. I.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat tekanan darah tinggi, kencing manis, asma, alergi, dan penyakit jantung dalam keluarga disangkal. Riwayat penyakit malaria di keluarga disangkal. I.2.5 Riwayat Sosial Ekonomi Mens sejak umur 14 tahun, siklus teratur, 4-5 hari, ganti pembalut 1x/hari. Pasien pernah menikah, memiliki 1 orang anak, namun saat ini sudah berpisah dengan suami. Pasien bekerja sebagai kasir sebuah restoran. I.3 Pemeriksaan Fisik Saat di IGD 17.11.2010 KU: TSS, CM TD: 110/70 mmHg N: 72 kali/menit S: 36,40C P: 20 kali/menit Kulit: petekie (-), tourniquete test (+) Kepala: normocephal Rambut: hitam, tidak mudah dicabut Mata: konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/Telinga: serumen (-) Hidung: deviasi septum (-) Tenggorokan: Faring hiperemis (-) T1-T1 Leher: JVP 5-2 cmH2O, KGB tidak teraba membesar Dada: simetris statis dan dinamis Paru: Inspeksi: dada bentuk normal, simetris statis dan dinamis Palpasi: frenitus kanan = kiri Perkusi: sonor/sonor Auskultasi: vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/- Jantung: Inspeksi: iktus kordis tidak terlihat Palpasi: thrill (-) heaving (-) Perkusi: batas jantung kanan linea sternalis dextra ICS V, batas jantung kiri 1 jari medial midklavikula sinistra ICS VI Auskultasi: BJ I-II murni reguler, murmur (-), gallop (-) Abdomen: Inspeksi: datar, lemas Palpasi: nyeri tekan (-), H/L tidak teraba Perkusi: timpani Auskultasi: BU (+) N Alat kelamin dan anus: tidak diperiksa Ekstremitas: akral hangat, edema -/-, CRT < 2”, NT gastroknemius (-) KGB: tidak teraba pembesaran KGB Tanggal 21.11.2010 KU: TSS, CM TB: 165 cm BB:57 kg TD: 120/80 mmHg N: 72 kali/menit S: 36,50C P: 16 kali/menit Kulit: petekie (-) Kepala: normocephal Rambut: hitam, tidak mudah dicabut Mata: konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/Telinga: serumen (-) Hidung: deviasi septum (-) Tenggorokan: Faring hiperemis (-) T1-T1 Leher: JVP 5-2 cmH2O, KGB tidak teraba membesar Dada: simetris statis dan dinamis Paru: Inspeksi: dada bentuk normal, simetris statis dan dinamis Palpasi: frenitus kanan = kiri Perkusi: sonor/sonor Auskultasi: vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/- Jantung: Inspeksi: iktus kordis tidak terlihat Palpasi: thrill (-) heaving (-) Perkusi: batas jantung kanan linea sternalis dextra ICS V, batas jantung kiri 1 jari medial midklavikula sinistra ICS VI Auskultasi: BJ I-II murni reguler, murmur (-), gallop (-) Abdomen: Inspeksi: datar, lemas Palpasi: nyeri tekan (-), H/L tidak teraba Perkusi: timpani Auskultasi: BU (+) N Alat kelamin dan anus: tidak diperiksa Ekstremitas: akral hangat, edema -/-, CRT < 2”, NT gastroknemius (-) KGB: tidak teraba pembesaran KGB I.4 Pemeriksaan Penunjang Laboratorium 16/11 17/11 18/11 19/11 20/11 Hb 12,6 12,1 13,1 12,8 13,8 Leukosit 3.100 (↓) 3.300 (↓) 3.910 (↓) 6.030 10.370 (↑) Trombosit 105.000 106.000 (↓) 38.000 (↓) 29.000 (↓) 56.000 (↓) 5,25 (↑) 5,11 (↑) 5,52 (↑) 38,1 37,1 38,1 (↓) Eritrosit 5,13 Ht 38,5 37 (↓) GDS 129 Cr 0,7 0,6 Na 133 (↓) 143 K 3,9 3,32 Cl 107 (↑) 106,1 99 (↑) SGOT 66 (↑) SGPT Widal typhi O/H 105 (↑) NEGATIF Urinalisis Sel Epitel + Eritrosit 13-15 Leukosit 2-4 Silinder - Kristal - Bakteri - Berat Jenis 1,010 pH 5,5 Protein - Glukosa - Keton - Darah/Hb +++ Bilirubin - Urobilinogen 0,2 Nitrit - Esterase - Leukosit MCV 74 (↓) 72,8 (↓) 72,6 (↓) 71,9 (↓) MCH 24 (↓) 25 (↓) 25 (↓) 25 (↓) MCHC 32 34,3 34,5 34,8 Basofil 0 1 0 0 Eosinofil 1 6 (↑) 2 1 Netrofil Batang 3 Netrofil Segmen 65 69 45 (↓) 58 Limfosit 29 31 50 (↑) 39 Monosit Anti Dengue 2 3 3 2 25 (↑) 27 (↑) + IgM Anti Dengue IgG + LED 10 Foto polos thoraks (17.11.2010): CTR <50%, infiltrat -/- I.5 Daftar Masalah DHF gr. II I.6 Rencana DPL serial/6 jam I.6 Penatalaksanaan IVFD NaCl 0,9% 500cc/6 jam Diet lunak 1700 kkal/hari PCT 3x500 mg Ranitidin 2x100 mg Domperidone 3x10 mg UMU BC seimbang/24 jam Bed rest BAB II PEMBAHASAN II.1 Pendekatan Terhadap Pasien Demam Dasar Teori Suhu tubuh dikontrol oleh hipotalamus. Neuron pada hipotalamus preoptik anterior dan posterior menerima dua jenis sinyal: saraf perifer yang merefleksikan reseptor dingin atau panas dan temperatur darah pada lokasi hipotalamus. Kedua sinyal digabungkan untuk menjaga temperatur normal. Untuk menjaga laju metabolisme, suhu tubuh inti harus dijaga sebesar 37°C.1 Demam didefinisikan sebagai peningkatan suhu tubuh yang melebih variasi normal harian dan berhubungan dengan peningkatan set point. Ketika terjadi peningkatan pada set point, maka pusat vasomotor akan diaktifkan dan terjadi vasokonstriksi. Hal ini akan mencegah hilangnya panas dan terjadi peningkatan sebesar 1-2°C. Menggigil juga bertujuan meningkatkan produksi panas dari otot. Proses ini terus berlangsung sampai suhu darah yang mensuplai hipotalamus sesuai dengan set point.1 Pirogen adalah substansi yang menyebabkan demam. Dibagi menjadi pirogen eksogen (contoh:toksin mikroba) dan endogen (contoh:IL-4). Pirogen endogen tidak hanya disebabkan oleh infeksi tapi juga inflamasi, trauma, nekrosis jaringan, atau kompleks antigen-antibodi. Pirogen menyebabkan pelepasan PGE2 dari endotel hipotalamus. PGE2 kemudian akan memicu reseptor PGE2 di sel glia, yang kemudian menyebabkan pelepasan cAMP. Peningkatan cAMP mengaktivasi saraf dari pusat pengatur suhu.1,2 Suhu oral maksimum di pagi hari (pukul 06.00) adalah 37,2°C sedangkan di sore hari (pukul 16.00) adalah 37,7°C. Sehingga dikatakan demam jika seseorang melebihi suhu tersebut.1 Hiperpireksia terjadi pada suhu >41,5°C. Terjadi pada kasus infeksi berat, dan tersering pada perdarahan susunan saraf pusat.1,2 Gambar 1. Patogenesis demam1 Hipertermia sendiri adalah peningkatan suhu tanpa berubahnya set point pada hipotalamus. Peningkatan suhu terjadi karena pajanan panas melebihi kemampuan tubuh membuang panas. Pajanan panas dapat bersifat eksogen maupun endogen.1 Gambar 2. Penyebab hipertermia1 Pengkajian Kasus Sangat penting membedakan apakah peningkatan suhu pada pasien disebabkan oleh demam (fever) atau hipertermia. Tapi tidak ada cara cepat untuk membedakannya. Umumnya hipertermia didiagnosis dengan menemukan satu kejadian yang mengawali terjadinya peningkatan suhu. Selain itu obat antipiretik tidak menurunkan suhu pada hipertermia. Dari kronologis munculnya demam pada pasien tidak didapatkan riwayat kejadian yang memungkinkan terkenanya pajanan panas berlebih. Pasien juga tidak mengkonsumsi obatobatan rutin sebelumnya. Selain itu, demam yang dialami pasien dapat turun dengan pemberian antipiretik, maka perubahan suhu yang terjadi pada pasien termasuk dalam fever, dan bukan hipertermia. Seperti yang telah disebutkan, fever dapat disebabkan oleh: infeksi, inflamasi, trauma, nekrosis jaringan, atau kompleks antigen-antibodi. Oleh karena itu penting ditanyakan gejalagejala yang bisa mengarahkannya. Jika mengarah ke infeksi lebih lanjut perlu dicari gejalagejala spesifik yang dapat mengarahkan ke infeksi tertentu. Jika demam berulang (relaps) dimana antar kejadian demam terdapat interval temperatur normal maka dapat dipikirkan kemungkinan malaria. Demam pada hari pertama dan ketiga (tertiana) disebabkan Plasmodium vivax. Demam hari pertama dan keempat (kuartana) disebabkan P. Malariae. Infeksi Borrelia atau gigitan tikus menyebabkan demam beberapa hari, diikuti periode afebril selama beberapa hari, kemudian demam kembali. Demam PelEbstein adalah demam siklik selama 3-10 hari diikuti periode afebril 3-10 hari, ditemukan pada penyakit Hodgkin dan limfoma lainnya.1 Pada pasien dipertimbangkan bahwa demam disebabkan demam berdarah dengue (DBD). Penjelasan akan dibahas di bagian berikut. II.2 Demam Dengue II.2.1 Diagnosis Demam Dengue Dasar Teori Berikut adalah klasifikasi terbaru demam dengue menurut WHO tahun 2009. Gambar 3.Klasifikasi DD3 Pengkajian Kasus Diagnosis DBD pada pasien dipertimbangkan atas dasar: Anamnesis: demam mendadak tinggi, terus-menerus, turun dengan antipiretik, sakit kepala, nyeri sendi, nyeri ulu hati. Nyeri di belakang bola mata, perdarahan gusi, mimisan, bintik merah di kulit disangkal. Batuk, sakit menelan, gangguan BAK dan BAB disangkal. Di lingkungan tempat tinggal dan tempat kerja pasien terdapat penderita DBD. Riwayat berpergian keluar kota, kebanjiran, kontak dengan tikus disangkal. Pemeriksaan fisik: saat di IGD TD 110/70 mmHg, nadi 72 x/menit, suhu 36,6C, pernapasan 20x.menit, sekret hidung (-), faring tidak hipertemis, tonsil T1/T1, tidak ada pembesaran KGB, rhonki -/-, nyeri tekan epigastrium (+), nyeri tekan gastroknemius (-), tourniquete test (+). Pemeriksaan penunjang: Hb 12,1, Ht 37, leukosit 3.300, trombosit 106.000, SGPT 66. Anti dengue IgM dan IgG positif . tidak ada kelainan pada foto polos thorax. Pemeriksaan tourniquete dapat meningkatkan kemungkinan seseorang terkena dengue. Pada pasien dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue. IgM dapat dideteksi mulai hari ke 3-5 pada 50% pasien, kemudian menjadi 80% pada hari ke-5 dan 99% pada hari ke-10.3 IgM terus meningkat sampai minggu ke-3, dan menghilang setelah 60-90 hari. IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14 pada infeksi primer, atau hari ke-2 pada infeksi sekunder.2 Berdasar kriteria WHO, pada pasien ditemukan bahwa: pada lingkungannya terdapat penderita demam dengue disertai keluhan mual, nyeri pada badang, tes tourniquete (+), dan leukopeni yang berarti pasien termasuk dalam kriteria probable dengue. Lebih lanjut pada pasien ditemukan tanda bahaya: nyeri perut. II.3. Tata Laksana Demam Dengue Dasar Teori Gambar 4. Perjalanan penyakit DD3 Tampak bahwa perjalanan penyakit DD terdiri dari tiga fase, fase febris, kritis, dan fase pemulihan.3 Fase febris terjadi selama 2-7 hari, biasanya disertai eritem pada kulit, nyeri di seluruh badan, myalgia, arthralgia, dan sakit kepala. Dapat ditemukan manifestasi perdarahan ringan. Hati sering kali ditemukan membesar. Dari pemeriksaan darah, kelainan yang muncul paling awal adalah penurunan leukosit.3 Pada fase febris, tidak dapat dibedakan apakah kasus dengue pada pasien parah atau tidak. Oleh karena itu pengawasan tanda-tanda bahaya penting dalam menentukkan progresi ke fase kritis.3 Masalah yang muncul pada fase ini adalah: dehidrasi, gangguan neurologis akibat demam tinggi, kejang demam pada anak-anak.3 Fase kritis ditandai oleh adanya penurunan suhu menjadi 37.5-38°C dan biasanya menetap. Umumnya terjadi pada hari ke-3 sampai 7. Seiring dengan perubahan tersebut, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler yang secara paralel menyebabkan peningkatan hematokrit. Lama fase ini 24-48 jam. Masalah yang terjadi pada fase ini: syok, perdarahan berat, kerusakan organ. Dari pemeriksaan penunjang, penurunan trombosit umumnya mendahului kebocoran plasma. Pada pasien yang tidak mengalami peningkatan permeabilitas kapiler, kondisinya akan membaik. Sedangkan pada pasien yang mengalami peningkatan permeabilitas, akan terjadi kehilangan plasma sehingga kondisinya memburuk. Komplikasi yang dapat terjadi adalah asidosis metabolik, disseminated intravascular coagulation, gangguan organ seperti hepatitis ensefalitis atau miokarditis. Hasil laboratorium justru dapat menunjukkan peningkatan leukosit. Hematokrit dapat menurun pada kasus syok yang parah. Fase pemulihan. Jika pasien berhasil melalui fase kritis, akan terjadi reabsorpsi bertahap cairan kompartemen ekstravaskular dalam 48-72 jam. Terjadi pemulihan keadaan umum, nafsu makan, dan hemodinamik stabil. Hematokrit menjadi normal atau lebih rendah akibat efek dilusi. Pemulihan trombosit terjadi lebih lambat dibanding perbaikan leukosit. Masalah yang dapat muncul pada fase ini: hipervolemia akibat pemberian cairan berlebih. Dapat terjadi edem pulmonal atau gagal jantung kongestif. Pengkajian Kasus Kriteria rawat inap pada pasien demam dengue adalah: terdapat tanda-tanda bahaya (warning sign), tanda hipotensi, perdarahan, gangguan organ, kondisi penyulit (kehamilan), kondisi sosial (tinggal sendiri, jauh dari fasilitas kesehatan).3 Pada pasien terdapat warning sign karena itu tindakan rawat inap yang dilakukan adalah tepat. Pada pasien, ketika pasien datang ke IGD kondisi pasien dalam keadaan demam dan belum pernah turun sebelumnya kecuali dengan obat penurun panas. Hal ini mengarahkan bahwa pasien berada dalam fase febris. Ketika masuk ruangan pasien mengaku bahwa suhunya mulai turun. Berarti periode kritis diperkirakan dimulai. Tata laksana diagnostik Sebagai tata laksana diagnostik, peningkatan hematokrit mendahului perubahan tekanan darah dan nadi. Pemeriksaannya dilakukan setiap hari dimulai dari hari ke-3 sampai demam pasien mereda 1-2 hari, atau setiap 3-4 jam ketika periode kritis. Sedangkan tanda vital diperiksa setiap 1-2 jam. Selain hematokrit dan tanda vital, jumlah keluaran urin juga dapat menjadi monitor kebocoran plasma.4 Pada pasien hanya dilakukan DPL serial setiap 6 jam, sehingga kelompok kami mengganggap bahwa tata laksana untuk memantau timbulnya keadaan syok kurang adekuat. Tirah baring Tirah baring yang ketat disarankan pada pasien dengan trombositopeni yang sangat rendah untuk menurunkan risiko terjadinya perdarahan.3 Karena itu kelompok kami setuju dengan pemberian tirah baring pada pasien. Terapi cairan Pada kelompok pasien dengue dengan warning sign, pemberian cairan diatur sebagai berikut: Dapatkan nilai hematokrit sebelum memberikan terapi cairan. Berikan cairan isotonik seperti salin 0,9% dan Ringer laktat. Mulai dengan 5-7 ml/kg/jam untuk 1-2 jam, lanjutkan dengan 3-5 ml/kg/jam untuk 2-4 jam, dan turunkan kembali hingga 2-3 ml/kg/jam atau lebih sedikit bergantung pada respons klinisnya. Dapatkan status klinis dan ulangi penilaian hematokrit. Jika hematokrit tetap sama atau hanya naik sedikit, lanjutkan dengan 2-3 ml/kg/jam hingga 24 jam kemudian. Jika tanda vital memburuk dan hematokrit naik secara cepat, tingkatkan cairan jadi 5-10 ml/kg/jam untuk 1-2 jam. Nilai kembali status klinis, ulangi penilaian hematokrit, dan lihat laju pemberian cairan. Kurangi pemberian cairan intravena secara bertahap jika laju kebocoran plasma berkurang pada akhir fase kritis. Hal ini ditandai oleh adanya keluaran urin yang cukup dan/atau asupan cairan, atau berkurangnya hematokrit di bahwa ambang batas tinggi pada pasien yang stabil.3 Pantau tanda vital dan perfusi perifer setiap 1-4 jam hingga pasien keluar dari fase kritis, keluaran urin setiap 4-6 jam, hematokrit sebelum dan sesudah terapi cairan, lalu setiap 6-12 jam, gula darah, dan fungsi organ-organ lain profil ginjal, profil hati, profil koagulasi, atau sesuai indikasi.3 Pada pasien cairan diberikan semenjak fase febris, menggunakan NaCl 0,9% 500cc/6 jam. Menurut pasien tidak ada gangguan pada asupan makan atau minum pasien. Pasien juga tidak mengalami diare. Walau pemberian cairan tidak sesuai dengan alur tata laksana WHO, kelompok kami tetap setuju dengan banyak cairan yang diberikan pada pasien mengingat asupannya baik. Walau begitu, tanda vital tetap harus dipantau seketat mungkin. Asupan kalori Berat ideal pasien menurut rumus Brocca5 adalah: (165-100)-10% = 58,5 kg. Berat pasien 57 kg. Maka kebutuhan kalori pasien adalah: (58,5kg x 25kkal/kg) + 10% (aktivitas ringan) + 20% (stres metabolik) = 1900 kkal. Karena itu menurut kami pemberian kalori pada pasien kurang adekuat. Antipiretik Antipiretik diindikasikan pada pasien hiperpireksia. Obat yang menjadi pilihan adalah paracetamol. Pemberian salisilat dihindari karena dapat menyebabkan perdarahan dan asidosis.3 Steroid juga tidak digunakan karena bersama dengan asam asetilsalisilat dan ibuprofen, steroid diduga menyebabkan perdarahan masif dan gastritis pada pasien dengue.3 Karena itu kami setuju dengan pemberian obat paracetamol sebagai antipiretik pada pasien. Walau begitu pemberian rutin pada pasien tidak diperlukan, selain itu demam pasien memang sudah turun ketika masuk rawat inap. Antiemetik Dalam penelitiannya, Iskandar Zulkarnain menyebutkan bahwa salah satu penyebab yang diduga menyebabkan keluhan mual pada pasien dengue adalah kongesti mukosa gaster dan kantung empedu yang disebabkan oleh kebocoran plasma.6 Oleh karena penyebab mual pada dengue masih belum jelas, maka pemberian ranitidin maupun domperidon sendiri belum bisa nilai. Paracetamol sendiri tidak menyebabkan iritasi gaster.7 Karena itu tidak dibutuhkan pemberian ranitidin. Daftar Pustaka 1. Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL (eds). Harrison’s : Principles of internal medicine 16th ed. New York : Mc Graw-Hill.2005. 2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Idrus A, Marcellus S, Setiati S. Buku ajar Ilmu penyakit dalam. Edisi ke-4. Jakarta: FKUI; 2007 3. World Health Organization. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention, and Control. Geneva: WHO Press; 2009. 91-106. 4. World Health Organization. Dengue haemorrhagic fever: Diagnosis, treatment, prevention and control. 2nd edition. Geneva 1997. 5. RSCM. Panduan pelayanan medis Departemen Penyakit Dalam. Jakarta; 2007 6. Zulkarnain I. Gallbladder edema in dengue hemorrhagic fever and its association with hematocrite levels and type of infections. Acta Medica Indonesiana, (IJIM), Vol.36, No.2, Apr.-Jun. 2004: 84-6 7. Brunton LL. Goodman & Gilman's The Pharmacological Basis of Therapeutics, 11th edition. New York: McGraw-Hill; 2006