modul praktik klinik ilmu penyakit dalam fakultas kedokteran

advertisement
DISKUSI KASUS
DEMAM
Disusun Oleh:
Kelompok G - Tingkat V
Fatan Abshari
0606065485
Evangelina Lumban Gaol
0606065421
Sandy Sofian Sopiandi
0606066166
Ruth Grace Aurora
0606066153
Widyo Ari Nugroho
1006755960
Firtanty Tasya
0606103810
MODUL PRAKTIK KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
NOVEMBER 2010
LEMBAR PERNYATAAN ANTI PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa tugas
makalah ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlaku di
Universitas Indonesia.
Jakarta, 23 November 2010
Fatan Abshari
Evangelina LG
Sandy Sofian Sopiandi
Ruth Grace Aurora
Widyo Ari Nugroho
Firtanty Tasya
BAB I
ILUSTRASI KASUS
I.1 Identitas
Nama
: Ny. LN
Usia
: 33 tahun
Jenis kelamin
: perempuan
Alamat
: Kramat Kwitang, Senen
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Kasir restoran
Status perkawinan : tidak kawin
Masuk RS tanggal : 17.11.2010
Nomor RM
: 342-84-??
I.2 Riwayat Penyakit (autoanamnesis tanggal 21.11.2010)
I.2.1 Keluhan Utama
Pasien datang ke IGD RSCM dengan keluhan Demam sejak 5 hari SMRS
I.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 5 hari SMRS pasien demam mendadak tinggi. Demam muncul ketika pasien
sedang di rumah dan sedang tidak beraktivitas berat. Demam dirasakan terus menerus dan
lebih panas jika menjelang sore hari namun suhu tidak diukur. Jika minum obat penurun
panas (tidak ingat nama obatnya) demam turun namun naik kembali. Keluhan demam
sebelumnya disangkal. Terdapat sakit kepala, nyeri sendi, nyeri ulu hati, keringat malam dan
mual. Perdarahan gusi, mimisan disangkal. Muntah, batuk atau sesak napas disangkal. Sakit
menelan, nyeri di belakang bola mata, mimisan, bintik merah di kulit semua disangkal.
Riwayat trauma atau luka disangkal. BAK dan BAB tidak ada keluhan. Di sekitar rumah ada
tetangga yang terkena DBD, teman sekerja pasien juga ada yang terkenan DBD. Riwayat
berpergian keluar kota, kebanjiran dan kontak dengan tikus disangkal.
BB dirasa turun, 5
kg dalam 1 bulan. Nafsu makan seperti biasa, makan 3x sehari, 1x makan ½ piring. Untuk
pengobatan keluhan ini pasien hanya memakan obat panas. Riwayat penggunaan obat-obatan
rutin sebelum keluhan disangkal. Pasien bekerja sebagai kasir dan terkadang makan di luar
(warung).
I.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat tekanan darah tinggi, kencing manis, asma, alergi, penyakit kuning dan
penyakit jantung disangkal. Sebelumnya belum pernah dirawat di RS.
I.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat tekanan darah tinggi, kencing manis, asma, alergi, dan penyakit jantung
dalam keluarga disangkal. Riwayat penyakit malaria di keluarga disangkal.
I.2.5 Riwayat Sosial Ekonomi
Mens sejak umur 14 tahun, siklus teratur, 4-5 hari, ganti pembalut 1x/hari.
Pasien pernah menikah, memiliki 1 orang anak, namun saat ini sudah berpisah dengan
suami.
Pasien bekerja sebagai kasir sebuah restoran.
I.3 Pemeriksaan Fisik
Saat di IGD 17.11.2010
KU: TSS, CM
TD: 110/70 mmHg
N: 72 kali/menit
S: 36,40C
P: 20 kali/menit
Kulit: petekie (-), tourniquete test (+)
Kepala: normocephal
Rambut: hitam, tidak mudah dicabut
Mata: konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/Telinga: serumen (-)
Hidung: deviasi septum (-)
Tenggorokan: Faring hiperemis (-) T1-T1
Leher: JVP 5-2 cmH2O, KGB tidak teraba membesar
Dada: simetris statis dan dinamis
Paru:

Inspeksi: dada bentuk normal, simetris statis dan dinamis

Palpasi: frenitus kanan = kiri

Perkusi: sonor/sonor

Auskultasi: vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung:

Inspeksi: iktus kordis tidak terlihat

Palpasi: thrill (-) heaving (-)

Perkusi: batas jantung kanan linea sternalis dextra ICS V, batas jantung kiri 1 jari
medial midklavikula sinistra ICS VI

Auskultasi: BJ I-II murni reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen:

Inspeksi: datar, lemas

Palpasi: nyeri tekan (-), H/L tidak teraba

Perkusi: timpani

Auskultasi: BU (+) N
Alat kelamin dan anus: tidak diperiksa
Ekstremitas: akral hangat, edema -/-, CRT < 2”, NT gastroknemius (-)
KGB: tidak teraba pembesaran KGB
Tanggal 21.11.2010
KU: TSS, CM
TB: 165 cm
BB:57 kg
TD: 120/80 mmHg
N: 72 kali/menit
S: 36,50C
P: 16 kali/menit
Kulit: petekie (-)
Kepala: normocephal
Rambut: hitam, tidak mudah dicabut
Mata: konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/Telinga: serumen (-)
Hidung: deviasi septum (-)
Tenggorokan: Faring hiperemis (-) T1-T1
Leher: JVP 5-2 cmH2O, KGB tidak teraba membesar
Dada: simetris statis dan dinamis
Paru:

Inspeksi: dada bentuk normal, simetris statis dan dinamis

Palpasi: frenitus kanan = kiri

Perkusi: sonor/sonor

Auskultasi: vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung:

Inspeksi: iktus kordis tidak terlihat

Palpasi: thrill (-) heaving (-)

Perkusi: batas jantung kanan linea sternalis dextra ICS V, batas jantung kiri 1 jari
medial midklavikula sinistra ICS VI

Auskultasi: BJ I-II murni reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen:

Inspeksi: datar, lemas

Palpasi: nyeri tekan (-), H/L tidak teraba

Perkusi: timpani

Auskultasi: BU (+) N
Alat kelamin dan anus: tidak diperiksa
Ekstremitas: akral hangat, edema -/-, CRT < 2”, NT gastroknemius (-)
KGB: tidak teraba pembesaran KGB
I.4 Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
16/11
17/11
18/11
19/11
20/11
Hb
12,6
12,1
13,1
12,8
13,8
Leukosit
3.100 (↓)
3.300 (↓)
3.910 (↓)
6.030
10.370 (↑)
Trombosit
105.000
106.000 (↓)
38.000 (↓)
29.000 (↓)
56.000 (↓)
5,25 (↑)
5,11 (↑)
5,52 (↑)
38,1
37,1
38,1
(↓)
Eritrosit
5,13
Ht
38,5
37 (↓)
GDS
129
Cr
0,7
0,6
Na
133 (↓)
143
K
3,9
3,32
Cl
107 (↑)
106,1
99 (↑)
SGOT
66 (↑)
SGPT
Widal typhi O/H
105 (↑)
NEGATIF
Urinalisis
Sel Epitel
+
Eritrosit
13-15
Leukosit
2-4
Silinder
-
Kristal
-
Bakteri
-
Berat Jenis
1,010
pH
5,5
Protein
-
Glukosa
-
Keton
-
Darah/Hb
+++
Bilirubin
-
Urobilinogen
0,2
Nitrit
-
Esterase
-
Leukosit
MCV
74 (↓)
72,8 (↓)
72,6 (↓)
71,9 (↓)
MCH
24 (↓)
25 (↓)
25 (↓)
25 (↓)
MCHC
32
34,3
34,5
34,8
Basofil
0
1
0
0
Eosinofil
1
6 (↑)
2
1
Netrofil Batang
3
Netrofil Segmen
65
69
45 (↓)
58
Limfosit
29
31
50 (↑)
39
Monosit
Anti Dengue
2
3
3
2
25 (↑)
27 (↑)
+
IgM
Anti Dengue IgG
+
LED
10
Foto polos thoraks (17.11.2010):
CTR <50%, infiltrat -/-
I.5 Daftar Masalah

DHF gr. II
I.6 Rencana

DPL serial/6 jam
I.6 Penatalaksanaan







IVFD NaCl 0,9% 500cc/6 jam
Diet lunak 1700 kkal/hari
PCT 3x500 mg
Ranitidin 2x100 mg
Domperidone 3x10 mg
UMU BC seimbang/24 jam
Bed rest
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Pendekatan Terhadap Pasien Demam
Dasar Teori
Suhu tubuh dikontrol oleh hipotalamus. Neuron pada hipotalamus preoptik anterior dan
posterior menerima dua jenis sinyal: saraf perifer yang merefleksikan reseptor dingin atau
panas dan temperatur darah pada lokasi hipotalamus. Kedua sinyal digabungkan untuk
menjaga temperatur normal. Untuk menjaga laju metabolisme, suhu tubuh inti harus dijaga
sebesar 37°C.1
Demam didefinisikan sebagai peningkatan suhu tubuh yang melebih variasi normal harian
dan berhubungan dengan peningkatan set point. Ketika terjadi peningkatan pada set point,
maka pusat vasomotor akan diaktifkan dan terjadi vasokonstriksi. Hal ini akan mencegah
hilangnya panas dan terjadi peningkatan sebesar 1-2°C. Menggigil juga bertujuan
meningkatkan produksi panas dari otot. Proses ini terus berlangsung sampai suhu darah yang
mensuplai hipotalamus sesuai dengan set point.1
Pirogen adalah substansi yang menyebabkan demam. Dibagi menjadi pirogen eksogen
(contoh:toksin mikroba) dan endogen (contoh:IL-4). Pirogen endogen tidak hanya disebabkan
oleh infeksi tapi juga inflamasi, trauma, nekrosis jaringan, atau kompleks antigen-antibodi.
Pirogen menyebabkan pelepasan PGE2 dari endotel hipotalamus. PGE2 kemudian akan
memicu reseptor PGE2 di sel glia, yang kemudian menyebabkan pelepasan cAMP.
Peningkatan cAMP mengaktivasi saraf dari pusat pengatur suhu.1,2
Suhu oral maksimum di pagi hari (pukul 06.00) adalah 37,2°C sedangkan di sore hari (pukul
16.00) adalah 37,7°C. Sehingga dikatakan demam jika seseorang melebihi suhu tersebut.1
Hiperpireksia terjadi pada suhu >41,5°C. Terjadi pada kasus infeksi berat, dan tersering pada
perdarahan susunan saraf pusat.1,2
Gambar 1. Patogenesis demam1
Hipertermia sendiri adalah peningkatan suhu tanpa berubahnya set point pada hipotalamus.
Peningkatan suhu terjadi karena pajanan panas melebihi kemampuan tubuh membuang panas.
Pajanan panas dapat bersifat eksogen maupun endogen.1
Gambar 2. Penyebab hipertermia1
Pengkajian Kasus
Sangat penting membedakan apakah peningkatan suhu pada pasien disebabkan oleh demam
(fever) atau hipertermia. Tapi tidak ada cara cepat untuk membedakannya. Umumnya
hipertermia didiagnosis dengan menemukan satu kejadian yang mengawali terjadinya
peningkatan suhu. Selain itu obat antipiretik tidak menurunkan suhu pada hipertermia.
Dari kronologis munculnya demam pada pasien tidak didapatkan riwayat kejadian yang
memungkinkan terkenanya pajanan panas berlebih. Pasien juga tidak mengkonsumsi obatobatan rutin sebelumnya. Selain itu, demam yang dialami pasien dapat turun dengan
pemberian antipiretik, maka perubahan suhu yang terjadi pada pasien termasuk dalam fever,
dan bukan hipertermia.
Seperti yang telah disebutkan, fever dapat disebabkan oleh: infeksi, inflamasi, trauma,
nekrosis jaringan, atau kompleks antigen-antibodi. Oleh karena itu penting ditanyakan gejalagejala yang bisa mengarahkannya. Jika mengarah ke infeksi lebih lanjut perlu dicari gejalagejala spesifik yang dapat mengarahkan ke infeksi tertentu.
Jika demam berulang (relaps) dimana antar kejadian demam terdapat interval temperatur
normal maka dapat dipikirkan kemungkinan malaria. Demam pada hari pertama dan ketiga
(tertiana) disebabkan Plasmodium vivax. Demam hari pertama dan keempat (kuartana)
disebabkan P. Malariae. Infeksi Borrelia atau gigitan tikus menyebabkan demam beberapa
hari, diikuti periode afebril selama beberapa hari, kemudian demam kembali. Demam PelEbstein adalah demam siklik selama 3-10 hari diikuti periode afebril 3-10 hari, ditemukan
pada penyakit Hodgkin dan limfoma lainnya.1
Pada pasien dipertimbangkan bahwa demam disebabkan demam berdarah dengue (DBD).
Penjelasan akan dibahas di bagian berikut.
II.2 Demam Dengue
II.2.1 Diagnosis Demam Dengue
Dasar Teori
Berikut adalah klasifikasi terbaru demam dengue menurut WHO tahun 2009.
Gambar 3.Klasifikasi DD3
Pengkajian Kasus
Diagnosis DBD pada pasien dipertimbangkan atas dasar:

Anamnesis: demam mendadak tinggi, terus-menerus, turun dengan antipiretik, sakit
kepala, nyeri sendi, nyeri ulu hati. Nyeri di belakang bola mata, perdarahan gusi,
mimisan, bintik merah di kulit disangkal. Batuk, sakit menelan, gangguan BAK dan
BAB disangkal. Di lingkungan tempat tinggal dan tempat kerja pasien terdapat
penderita DBD. Riwayat berpergian keluar kota, kebanjiran, kontak dengan tikus
disangkal.

Pemeriksaan fisik: saat di IGD TD 110/70 mmHg, nadi 72 x/menit, suhu 36,6C,
pernapasan 20x.menit, sekret hidung (-), faring tidak hipertemis, tonsil T1/T1, tidak
ada pembesaran KGB, rhonki -/-, nyeri tekan epigastrium (+), nyeri tekan
gastroknemius (-), tourniquete test (+).

Pemeriksaan penunjang: Hb 12,1, Ht 37, leukosit 3.300, trombosit 106.000, SGPT 66.
Anti dengue IgM dan IgG positif . tidak ada kelainan pada foto polos thorax.
Pemeriksaan tourniquete dapat meningkatkan kemungkinan seseorang terkena dengue. Pada
pasien dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue. IgM dapat dideteksi mulai hari
ke 3-5 pada 50% pasien, kemudian menjadi 80% pada hari ke-5 dan 99% pada hari ke-10.3
IgM terus meningkat sampai minggu ke-3, dan menghilang setelah 60-90 hari. IgG mulai
terdeteksi pada hari ke-14 pada infeksi primer, atau hari ke-2 pada infeksi sekunder.2
Berdasar kriteria WHO, pada pasien ditemukan bahwa: pada lingkungannya terdapat
penderita demam dengue disertai keluhan mual, nyeri pada badang, tes tourniquete (+), dan
leukopeni yang berarti pasien termasuk dalam kriteria probable dengue. Lebih lanjut pada
pasien ditemukan tanda bahaya: nyeri perut.
II.3. Tata Laksana Demam Dengue
Dasar Teori
Gambar 4. Perjalanan penyakit DD3
Tampak bahwa perjalanan penyakit DD terdiri dari tiga fase, fase febris, kritis, dan fase
pemulihan.3
Fase febris terjadi selama 2-7 hari, biasanya disertai eritem pada kulit, nyeri di seluruh
badan, myalgia, arthralgia, dan sakit kepala. Dapat ditemukan manifestasi perdarahan ringan.
Hati sering kali ditemukan membesar. Dari pemeriksaan darah, kelainan yang muncul paling
awal adalah penurunan leukosit.3
Pada fase febris, tidak dapat dibedakan apakah kasus dengue pada pasien parah atau tidak.
Oleh karena itu pengawasan tanda-tanda bahaya penting dalam menentukkan progresi ke fase
kritis.3
Masalah yang muncul pada fase ini adalah: dehidrasi, gangguan neurologis akibat demam
tinggi, kejang demam pada anak-anak.3
Fase kritis ditandai oleh adanya penurunan suhu menjadi 37.5-38°C dan biasanya menetap.
Umumnya terjadi pada hari ke-3 sampai 7. Seiring dengan perubahan tersebut, terjadi
peningkatan permeabilitas kapiler yang secara paralel menyebabkan peningkatan hematokrit.
Lama fase ini 24-48 jam.
Masalah yang terjadi pada fase ini: syok, perdarahan berat, kerusakan organ.
Dari pemeriksaan penunjang, penurunan trombosit umumnya mendahului kebocoran plasma.
Pada pasien yang tidak mengalami peningkatan permeabilitas kapiler, kondisinya akan
membaik. Sedangkan pada pasien yang mengalami peningkatan permeabilitas, akan terjadi
kehilangan plasma sehingga kondisinya memburuk. Komplikasi yang dapat terjadi adalah
asidosis metabolik, disseminated intravascular coagulation, gangguan organ seperti hepatitis
ensefalitis atau miokarditis. Hasil laboratorium justru dapat menunjukkan peningkatan
leukosit. Hematokrit dapat menurun pada kasus syok yang parah.
Fase pemulihan. Jika pasien berhasil melalui fase kritis, akan terjadi reabsorpsi bertahap
cairan kompartemen ekstravaskular dalam 48-72 jam. Terjadi pemulihan keadaan umum,
nafsu makan, dan hemodinamik stabil. Hematokrit menjadi normal atau lebih rendah akibat
efek dilusi. Pemulihan trombosit terjadi lebih lambat dibanding perbaikan leukosit.
Masalah yang dapat muncul pada fase ini: hipervolemia akibat pemberian cairan berlebih.
Dapat terjadi edem pulmonal atau gagal jantung kongestif.
Pengkajian Kasus
Kriteria rawat inap pada pasien demam dengue adalah: terdapat tanda-tanda bahaya (warning
sign), tanda hipotensi, perdarahan, gangguan organ, kondisi penyulit (kehamilan), kondisi
sosial (tinggal sendiri, jauh dari fasilitas kesehatan).3 Pada pasien terdapat warning sign
karena itu tindakan rawat inap yang dilakukan adalah tepat.
Pada pasien, ketika pasien datang ke IGD kondisi pasien dalam keadaan demam dan belum
pernah turun sebelumnya kecuali dengan obat penurun panas. Hal ini mengarahkan bahwa
pasien berada dalam fase febris. Ketika masuk ruangan pasien mengaku bahwa suhunya
mulai turun. Berarti periode kritis diperkirakan dimulai.
Tata laksana diagnostik
Sebagai tata laksana diagnostik, peningkatan hematokrit mendahului perubahan tekanan
darah dan nadi. Pemeriksaannya dilakukan setiap hari dimulai dari hari ke-3 sampai demam
pasien mereda 1-2 hari, atau setiap 3-4 jam ketika periode kritis. Sedangkan tanda vital
diperiksa setiap 1-2 jam. Selain hematokrit dan tanda vital, jumlah keluaran urin juga dapat
menjadi monitor kebocoran plasma.4
Pada pasien hanya dilakukan DPL serial setiap 6 jam, sehingga kelompok kami
mengganggap bahwa tata laksana untuk memantau timbulnya keadaan syok kurang adekuat.
Tirah baring
Tirah baring yang ketat disarankan pada pasien dengan trombositopeni yang sangat rendah
untuk menurunkan risiko terjadinya perdarahan.3 Karena itu kelompok kami setuju dengan
pemberian tirah baring pada pasien.
Terapi cairan
Pada kelompok pasien dengue dengan warning sign, pemberian cairan diatur sebagai berikut:
Dapatkan nilai hematokrit sebelum memberikan terapi cairan. Berikan cairan isotonik seperti
salin 0,9% dan Ringer laktat. Mulai dengan 5-7 ml/kg/jam untuk 1-2 jam, lanjutkan dengan
3-5 ml/kg/jam untuk 2-4 jam, dan turunkan kembali hingga 2-3 ml/kg/jam atau lebih sedikit
bergantung pada respons klinisnya. Dapatkan status klinis dan ulangi penilaian hematokrit.
Jika hematokrit tetap sama atau hanya naik sedikit, lanjutkan dengan 2-3 ml/kg/jam hingga 24 jam kemudian. Jika tanda vital memburuk dan hematokrit naik secara cepat, tingkatkan
cairan jadi 5-10 ml/kg/jam untuk 1-2 jam. Nilai kembali status klinis, ulangi penilaian
hematokrit, dan lihat laju pemberian cairan. Kurangi pemberian cairan intravena secara
bertahap jika laju kebocoran plasma berkurang pada akhir fase kritis. Hal ini ditandai oleh
adanya keluaran urin yang cukup dan/atau asupan cairan, atau berkurangnya hematokrit di
bahwa ambang batas tinggi pada pasien yang stabil.3
Pantau tanda vital dan perfusi perifer setiap 1-4 jam hingga pasien keluar dari fase kritis,
keluaran urin setiap 4-6 jam, hematokrit sebelum dan sesudah terapi cairan, lalu setiap 6-12
jam, gula darah, dan fungsi organ-organ lain profil ginjal, profil hati, profil koagulasi, atau
sesuai indikasi.3
Pada pasien cairan diberikan semenjak fase febris, menggunakan NaCl 0,9% 500cc/6 jam.
Menurut pasien tidak ada gangguan pada asupan makan atau minum pasien. Pasien juga tidak
mengalami diare. Walau pemberian cairan tidak sesuai dengan alur tata laksana WHO,
kelompok kami tetap setuju dengan banyak cairan yang diberikan pada pasien mengingat
asupannya baik. Walau begitu, tanda vital tetap harus dipantau seketat mungkin.
Asupan kalori
Berat ideal pasien menurut rumus Brocca5 adalah: (165-100)-10% = 58,5 kg. Berat pasien 57
kg. Maka kebutuhan kalori pasien adalah: (58,5kg x 25kkal/kg) + 10% (aktivitas ringan) +
20% (stres metabolik) = 1900 kkal. Karena itu menurut kami pemberian kalori pada pasien
kurang adekuat.
Antipiretik
Antipiretik diindikasikan pada pasien hiperpireksia. Obat yang menjadi pilihan adalah
paracetamol. Pemberian salisilat dihindari karena dapat menyebabkan perdarahan dan
asidosis.3
Steroid juga tidak digunakan karena bersama dengan asam asetilsalisilat dan ibuprofen,
steroid diduga menyebabkan perdarahan masif dan gastritis pada pasien dengue.3
Karena itu kami setuju dengan pemberian obat paracetamol sebagai antipiretik pada pasien.
Walau begitu pemberian rutin pada pasien tidak diperlukan, selain itu demam pasien memang
sudah turun ketika masuk rawat inap.
Antiemetik
Dalam penelitiannya, Iskandar Zulkarnain menyebutkan bahwa salah satu penyebab yang
diduga menyebabkan keluhan mual pada pasien dengue adalah kongesti mukosa gaster dan
kantung empedu yang disebabkan oleh kebocoran plasma.6 Oleh karena penyebab mual pada
dengue masih belum jelas, maka pemberian ranitidin maupun domperidon sendiri belum bisa
nilai. Paracetamol sendiri tidak menyebabkan iritasi gaster.7 Karena itu tidak dibutuhkan
pemberian ranitidin.
Daftar Pustaka
1.
Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL (eds).
Harrison’s : Principles of internal medicine 16th ed. New York : Mc Graw-Hill.2005.
2.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Idrus A, Marcellus S, Setiati S. Buku ajar Ilmu penyakit
dalam. Edisi ke-4. Jakarta: FKUI; 2007
3.
World Health Organization. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention,
and Control. Geneva: WHO Press; 2009. 91-106.
4.
World Health Organization. Dengue haemorrhagic fever: Diagnosis, treatment,
prevention and control. 2nd edition. Geneva 1997.
5.
RSCM. Panduan pelayanan medis Departemen Penyakit Dalam. Jakarta; 2007
6.
Zulkarnain I. Gallbladder edema in dengue hemorrhagic fever and its association with
hematocrite levels and type of infections. Acta Medica Indonesiana, (IJIM), Vol.36,
No.2, Apr.-Jun. 2004: 84-6
7.
Brunton LL. Goodman & Gilman's The Pharmacological Basis of Therapeutics, 11th
edition. New York: McGraw-Hill; 2006
Download