4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resistensi Bakteri The Committee for Veterinary Medical Products memberi dua pengertian tentang resistensi antimikroba yakni resistensi mikrobial dan resistensi klinik. Resistensi mikrobial terkait dengan berbagai mekanisme resistensi yang melibatkan peran gen resisten dalam satu bakteri. Resistensi dari sudut pandang klinik atau resistensi klinik suatu bakteri dikatakan resisten tergantung pada respon terapi terhadap penyakit infeksi. Keberhasilan penggunaan antibiotik tidak hanya bergantung pada regimen dosis dan agen patogen tetapi juga farmakokinetika antibiotik, kondisi imunitas pasien, dan konsentrasi antibiotik yang dapat mencapai bakteri dalam organ atau jaringan tubuh tempat infeksi (EMEA, 1999). Resistensi dibedakan menjadi resistensi genetik dan resitensi non genetik: 1. Resistensi non genetik terjadi bila bakteri yang awalnya berada dalam keadaan tidak aktif (inaktivasi metabolik), tidak dipengaruhi oleh antimikroba kemudian berubah menjadi aktif dan bakteri tersebut kembali menjadi sensitif terhadap antimikroba (Setiabudy dan Gan, 1995). 2. Resistensi genetik merupakan resistensi yang disebabkan adanya perubahan genetik bakteri meliputi resistensi kromosomal dan resistensi ekstrakromosomal (resistensi yang dapat dipindahkan). Resistensi kromosomal berkembang dari mutasi sekuen nukleotida kromosom bakteri yang berakibat pada sintesis protein atau makromolekul lain yang cukup berbeda dari sifat aslinya yang mempengaruhi aktivitas antibiotik. Resistensi ekstrakromosomal atau resistensi yang dapat dipindahkan disebabkan adanya kemampuan bakteri dalam sistem transfer genetik untuk menukarkan dan mengakumulasikan gen resisten. Beberapa gen tertentu termasuk gen resisten dapat berpindah diantara kromosomal dan elemen DNA ekstrakromosomal dalam bakteri. Kemungkinan dapat berpindah diantara bakteri dengan spesies yang sama atau berbeda atau bekteri dari genus yang berbeda (transfer horizontal). Alat penting dalam Identifikasi Dna Bakteri..., Servin Trisnaningsih Nenohai, Farmasi UMP, 2013 5 transfer gen resisten dalam bakteri antara lain plasmid, transposon dan integron (EMEA, 1999). a. Plasmid Plasmid merupakan molekul DNA sirkular yang dapat bereplikasi dan terdapat di luar kromosom seta mengandung gen resisten. b. Transposon Transposon merupakan sekuen pendek DNA yang dapat berpindah diantara plasmid, diantara suatu plasmid dan kromosom bakteri, atau diantara plasmid dan bakteriofage (virus bakteri). Tidak seperti plasmid, transposon tidak dapat bereplikasi sendiri dan harus terhubung dengan suatu plasmid atau kromosom. c. Integron Integron merupakan elemen ekspresi gen alami, terbentuk dari dua region yang tetap dan suatu region variabel yang mengandung gene cassettes untuk resistensi antibiotik. Materi genetik tersebut dipindahkan melalui mekanisme transduksi, transformasi dan konjugasi DNA. Mekanisme terjadinya resistensi yang paling umum adalah inaktivasi antibiotik, namun bakteri menggunakan empat strategi resisten utama antara lain modifikasi permeabilitas dimana bakteri menjadi tidak dapat ditembus oleh antibiotik atau secara aktif mengekskresikan antibiotik yang terakumulasi dalam sel; modifikasi antibiotik dengan cara menghasilkan enzim yang mampu merubah dan secara langsung menginaktivasi antibiotik; modifikasi target yakni bakteri memodifikasi struktur molekul yang merupakan target antibiotik biasanya enzim metabolik esensial dari bakteri; dan memproduksi banyak molekul target (EMEA, 1999). B. Bakteri Nama bakteri berasal dari kata “bakterion” (bahasa Yunani) yang berarti tongkat atau batang. Nama tersebut kemudian digunakan untuk menyebut sekelompok mikroorganisme yang bersel satu, berkembangbiak dengan membelah diri, serta hanya tampak dengan mikroskop (Dwidjoseputro, 1998). Identifikasi Dna Bakteri..., Servin Trisnaningsih Nenohai, Farmasi UMP, 2013 6 1. Ukuran Bakteri Bakteri memiliki ukuran tubuh yang sangat kecil, umumnya dapat diamati menggunakan mikroskop dengan perbesaran 1000 kali atau lebih. Satuan yang umum digunakan untuk menyatakan besar ukuran tubuh bakteri yaitu mikrometer atau mikron. Sebagian besar bakteri memiliki diameter dengan ukuran 0,2 -2,0 mm dan panjang berkisar 2-8 mm. Biasanya sel-sel bakteri yang muda berukuran jauh lebih besar dibanding sel-sel yang tua (Pratiwi, 2008). 2. Bentuk Bakteri Pada umumnya bakteri hanya memiliki satu bentuk (monomorfik) namun ada bakteri tertentu yang memiliki banyak bentuk (polimorfik). Bakteri mempunyai beberapa bentuk diantaranya, bulat (tunggal: coccus, jamak: cocci), batang atau silinder (tunggal: bacillus, jamak: bacilli), dan spiral yaitu berbentuk batang melengkung atau melingkar-lingkar (Pratiwi, 2008). Bentuk cocci umunya bulat atau oval, pada saat membelah diri sel-selnya dapat tetap melekat satu sama lain. Cocci yang tetap dapat berpasangan setelah membelah disebut diplococci sedangkan yang membelah tetapi tetap melekat dan membentuk struktur menyerupai rantai disebut streptococci. Cocci yang membelah dalam dua bidang dan tetap melekat membetuk kelompok 4 coccus disebut tetrad. Cocci yang membelah dalam tiga bidang dan tetap melekat membetuk kubus 8 coccus disebut sarcina, sedangkan bentuk cocci lain yang membelah pada banyak bidang serta membentuk kumpulan yang menyerupai buah anggur disebut staphylococci (Gillespie dan Kathleen, 2008). Merujuk pada Pratiwi (2008) bakteri dengan bentuk bacilli hanya mampu membelah melalui sumbu pendek yang dimilikinya. Sebagian besar bentuk bakteri ini tampak sebagai batang tunggal. Setelah membelah akan membentuk pasangan yang disebut diplobacilli sedangkan jika bentuk menyerupai rantainya disebut streptobacilli. Ada pula bacilli yang tampak seperti cocci, disebut sebagai coccobacilli. Bakteri berbentuk spiral dibedakan menjadi beberapa jenis, ia memiliki satu atau lebih lekukan dan tidak berbentuk lurus. Disebut sebagai vibrio Identifikasi Dna Bakteri..., Servin Trisnaningsih Nenohai, Farmasi UMP, 2013 7 jika berbentuk batang melengkung seperti koma, bila berpilin kaku dikenal sebagai spirilla, dan yang berpilin fleksibel dikenal sebagai spirochaeta. 3. Klasifikasi Bakteri Acuan standar untuk klasifikasi dan identifikasi bakteri adalah Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. Bakteri dikelompokkan berdasarkan grup menurut bentuk, sifat pewarnaan gram, dan kebutuhannya akan oksigen. Bakteri dikelompokkan menjadi 19 kelompok yang didasarkan pada beberapa kriteria namun untuk pemberian ciri kepada berbagai kelompok itu perlu dipahami bahwa semua ciri tidak sama pentingnya bagi semua kelompok (Pelczar dan Chan, 1986). Kelompok-kelompok utama bakteri seperti yang diatur dalam Bergey’s Manual : 1. Kelompok bakteri fototrofik 2. Kelompok bakteri luncur 3. Kelompok bakteri berselongsong 4. Kelompok bakteri kuncup dan/atau bakteri berapendiks 5. Kelompok spiroket 6. Kelompok bakteri spiral dan lengkung 7. Kelompok batang dan kokus aerobik gram negatif 8. Kelompok batang anaerobik fakultatif gram negatif 9. Kelompok batang gram negatif anaerobik 10. Kelompok kokobasilus dan kokus gram negatif 11. Kelompok kokus anaerobik gram negatif 12. Kelompok bakteri kemolitotrofik gram negatif 13. Kelompok bakteri penghasil metan (metanogenik) 14. Kelompok kokus gram positif 15. Kelompok batang dan kokus pembentuk endospora 16. Kelompok bakteri batang gram positif tak membentuk spora 17. Kelompok aktinomisetes dan organisme yang sekerabat 18. Kelompok riketsia Identifikasi Dna Bakteri..., Servin Trisnaningsih Nenohai, Farmasi UMP, 2013 8 19. Kelompok mikoplasma C. Identifikasi Bakteri Pada tahap awal identifikasi bakteri resisten berdasarkan sistem Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology, maka dilakukan uji morfologi dengan pewarnaan gram, pewarnaan endospora dan pewarnaan tahan asam. Tahap pewarnaan ini termasuk dalam pemeriksaan bakteri secara miroskopik. Identifikasi bakteri juga dapat dilakukan secara makroskopik meliputi bentuk, permukaan, tepi dan warna koloni (Widiyanti et al., 2011). 1. Pengecatan Gram Salah satu cara membedakan bakteri adalah pengecatan gram, yang akan dibedakan menjadi Gram Positif dan Gram Negatif. Tahap pengecatan gram dimulai dengan pemberian warna dasar kristal ungu kemudian larutan iodium. Bakteri gram positif akan mempertahankan kompleks kristal ungu iodium dan berwarna ungu. Sedangkan pada bakteri gram negatif akan hilang dengan alkohol. Zat warna lain yang kontras (merah) diberikan sehingga bakteri gram negatif kehilangan warna dan akan berubah menjadi berwarna kontras, untuk bakteri gram positif tetap berwarna ungu (Salton dan Kwang, 1996). 2. Teknik PCR dan Analisis Restriksi PCR merupakan suatu teknik sintesis dan amplifikasi DNA secara in vitro. Proses ini mirip dengan replikasi DNA secara in vivo. Komponen yang dibutuhkan dalam PCR diantaranya berupa template untai ganda yang mengandung DNA target (DNA yang akan diamplifikasi), enzim DNA polimerase, nukleosida trifosfat dan sepasang primer oligonukleotida (Sambrook et al., 1989). Ada tiga tahapan inkubasi yang diulangi sebanyak 20-50 kali pada PCR. Satu ulangan dari ketiga tahap ini disebut siklus. Tahap pertama disebut denaturasi, dimana kedua untai molekul DNA target akan terpisah (terdenaturasi) oleh pemanasan DNA dengan suhu 94°C untuk memutus ikatan hidrogen di Identifikasi Dna Bakteri..., Servin Trisnaningsih Nenohai, Farmasi UMP, 2013 9 antara basa-basa, menghasilkan dua untai DNA yang terpisah. Tahap kedua disebut penempelan (annealing) dimana dua primer akan berhibridisasi menjadi sekuens komplementer pada untai tunggal DNA. Primer-primer yang dimaksud adalah sekuen DNA untai tunggal sintetis dan pendek (panjang 20-30 basa). Primer-primer dipilih sedemikian rupa agar satu primer bersifat komplementer dengan salah satu ujung gen yang diinginkan pada salah satu untai. Sementara itu primer kedua bersifat komplementer dengan ujung yang lainnya pada untai DNA yang satu lagi. Primer akan membentuk ikatan hidrogen dengan sekuen komplementernya sehingga terbentuklah molekul untai ganda yang stabil. Suhu penempelan berkisar 37-60°C. Tahap ketiga yakni ekstensi atau elongasi, primer akan diperpanjang oleh DNA polimerase pada suhu 72°C (Stansfield et al., 2006). Setelah DNA diamplifikasi dengan metode PCR maka dapat dilakukan analisis restriksi. Analisis restriksi merupakan suatu metode yang digunakan untuk memanipulasi DNA dengan menggunakan enzim restriksi. Enzim restriksi ini adalah suatu enzim yang digunakan untuk memotong DNA pada sekuen nukleotida yang spesifik. Enzim tersebut memotong DNA menjadi fragmen dengan panjang bervariasi, bergantung pada berapa banyak situs yang dikenali. Suatu sampel DNA diinkubasi dengan enzim restriksi, direduksi menjadi jutaan fragmen DNA dengan berbagai ukuran (Stansfield et al., 2006). Produk PCR dan fragmen DNA hasil pemotongan dengan enzim restriksi dapat divisualisasi melalui prosedur elektroforesis. Prinsip dasar elektroforesis adalah pergerakan molekul bermuatan atau ion melalui medium semisolid di bawah pengaruh suatu medan listrik. Laju migrasi DNA tergantung dari ukuran, struktur, dan muatan total molekul. Elektroforesis gel agarose merupakan metode standar untuk memisahkan dan mengidentifikasi fragmen DNA (Sambrook et al., 1989). Molekul DNA dapat dilihat melalui teknik pewarnaan dengan menggunakan pewarna etidium bromida. Etidium bromida merupakan agen interkalasi yang menyisip ke antara basa-basa molekul DNA dan berfluoresensi (Stansfield et al., 2006). Identifikasi Dna Bakteri..., Servin Trisnaningsih Nenohai, Farmasi UMP, 2013 10 D. 16S ribosomal RNA 16S ribosomal RNA (16S rRNA) merupakan salah satu penyusun subunit kecil 30S dari ribosom prokariot yang penting untuk proses translasi (Schluenzen et al., 2000). Analisis gen 16S rRNA digunakan untuk studi filogeni dan taksonomi bakteri. Gen 16S rRNA adalah suatu bagian dari DNA prokariotik yang ditemukan di semua bakteri dan arkea. Gen ini mengkode rRNA dan rRNA ini akan menjadi bagian dari ribosom. Sekuen gen 16S rRNA digunakan sebagai penanda molekuler pada bakteri karena beberapa alasan diantaranya: terdapat pada hampir semua bakteri yang biasanya ada sebagai famili multigen atau operon; fungsi gen 16S rRNA tidak berubah dari waktu ke waktu yang menunjukkan bahwa perubahan sekuen acak adalah ukuran yang lebih akurat dari waktu (evolusi); gen 16S rRNA (1500 bp) cukup besar untuk tujuan informatik (Janda dan Abbott, 2007). Sekuen gen 16S rRNA dapat diamplifikasi dengan teknik PCR menggunakan primer universal. Primer universal merupakan oligonukleotida sintetik yang menempel pada salah satu sisi atau sisi lainnya dari tempat kloning plasmid, fagemid, bakteriofage λ dan vektor M13 bakteriofage (Sambrook dan Russel, 2001). Molekul 16S rRNA memiliki beberapa daerah yang memiliki urutan basa yang relatif konservatif dan beberapa daerah urutan basanya variatif. Daerah yang sangat konservatif akan menjadi tempat pelekatan primer sehingga dapat diamplifikasi secara dengan PCR menggunakan DNA template yang diisolasi langsung dari lingkungan (Drancourt et al, 2000). Mutasi pada sekuen gen 16S rRNA berkontribusi dalam kejadian resistensi bakteri terhadap antibiotik. Penelitian yang dilakukan oleh Prammananan et al., (1998) melaporkan bahwa mutasi titik secara spontan mempengaruhi 16S rRNA dari isolat klinik bakteri M. abscessus yang mengalami resistensi terhadap 2deoksistreptamin aminoglikosida. Mutasi yang terjadi didalam sekuen gen 16S rRNA yakni basa nukleotida adenin diganti oleh guanin pada posisi 1408 (A1408G) (menurut penomoran E. coli), hal ini bertanggung jawab terhadap tingkat resistensi isolat klinik bakteri M. abscessus terhadap kanamisin, amikasin dan tobramisin (MIC > 1000 mg/L). Mutasi yang sama juga menyebabkan Identifikasi Dna Bakteri..., Servin Trisnaningsih Nenohai, Farmasi UMP, 2013 11 resistensi isolat in vitro bakteri M. abscessus terhadap 2-deoksistreptamin aminoglikosida. Penelitian lainnya yang dilaporkan oleh Nessar et al., (2012) menyatakan bahwa adanya 4 mutasi pada sekuen gen 16S rRNA (T1406A, A1408G, C1409T, dan G1491T) (menurut penomoran E. coli) berpengaruh terhadap tingkat resistensi M. abscessus terhadap kanamisin, amikasin (A1408G, C1409T, dan G1491T) dan gentamisin. Identifikasi Dna Bakteri..., Servin Trisnaningsih Nenohai, Farmasi UMP, 2013