ANATOMI JARINGAN DAUN DAN

advertisement
ANATOMI JARINGAN DAUN DAN PERTUMBUHAN TANAMAN Celosia
cristata, Catharanthus roseus, DAN Gomphrena globosa PADA
LINGKUNGAN UDARA TERCEMAR
ASTRI NUR ANDINI
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
ABSTRAK
ASTRI NUR ANDINI. Anatomi jaringan daun dan pertumbuhan tanaman Celosia cristata,
Catharanthus roseus, dan Gomphrena globosa pada lingkungan udara tercemar. Dibimbing oleh
SULISTIJORINI dan DORLY.
Lingkungan yang udaranya tercemar ditandai dengan adanya gas berupa CO, NO x, SOx,
O3, HC, Pb, dan partikel berupa debu (TSP). Untuk mengetahui seberapa jauh pencemaran itu
maka digunakan tanaman Celosia cristata, Catharanthus roseus, dan Gomphrena globosa.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui anatomi jaringan daun dan pertumbuhan tanaman
Celosia cristata, Catharanthus roseus, dan Gomphrena globosa pada lingkungan udara tercemar.
Tanaman-tanaman tersebut ditempatkan di unit kebun Babakan blok E University Farm, Babakan
Sawah Baru Dramaga – Bogor yang dekat dengan jalan raya dan rumah plastik Departemen
Biologi, FMIPA IPB yang jauh dari jalan raya. Pengamatan pertambahan tinggi relatif dan jumlah
daun relatif diukur setiap 5 hari, luas daun relatif setiap 10 hari, dan bobot tanaman ditimbang
setelah 3 bulan pengamatan. Pengamatan anatomi meliputi sayatan paradermal dengan metode
whole mount dan sayatan transversal dengan metode parafin. Parameter anatomi meliputi indeks
dan kerapatan stomata, trikoma kelenjar dan non-kelenjar, tebal kutikula, tebal daun, tebal
epidermis, tebal palisade, dan tebal bunga karang. Setiap parameter yang diamati memiliki nilai
terbesar di lokasi dekat dengan jalan raya dibandingkan di rumah plastik yang jauh dari jalan raya.
Pada Celosia cristata terjadi modifikasi anatomi berupa peningkatan indeks dan kerapatan stomata
(adaksial dan abaksial) diikuti dengan pertambahan luas daun. Catharanthus roseus memiliki
modifikasi anatomi berupa peningkatan tebal daun diikuti dengan peningkatan bobot basah dan
bobot kering akar. Pengaruh pencemaran udara menyebabkan jenis Gomphrena globosa memiliki
modifikasi anatomi berupa peningkatan indeks dan kerapatan stomata, trikoma kelenjar sisi
adaksial tanpa diikuti perbedaan pertumbuhan relatif tanaman.
Kata kunci :
Lingkungan udara tercemar, Celosia cristata, Catharanthus roseus, Gomphrena
globosa, pertumbuhan relatif, anatomi jaringan daun
ABSTRACT
ASTRI NUR ANDINI. Leaf tissue anatomy and plant development of Celosia cristata,
Catharanthus roseus, and Gomphrena globosa at air pollution environment. Under the guidance of
SULISTIJORINI and DORLY.
The presence of CO, NOx, SOx, O3, HC, Pb, and TSP (dust) at environment indicated air
pollution. The plant of Celosia cristata, Catharanthus roseus, and Gomphrena globosa could be
used to detect how bad the air pollution in the environment. The objective of this research were to
analyze the anatomy of leaf tissue and plant development of Celosia cristata, Catharanthus
roseus, and Gomphrena globosa due to air pollution. The plants were grown in the Block E
Babakan garden unit of University Farm, Babakan Sawah Baru Dramaga – Bogor which closed to
roadside and greenhouse Department of Biology FMIPA IPB which far away from roadside. The
increasing plant height and leaf number were observed every 5 days, however, leaf size was every
10 days. Fresh and dry plant weighted after the end of 3 months. The stomatal index and density,
glandular and non-glandular trichome, cuticular, leaf, epidermal, palisade parenchyma, spongy
parenchyma of thickness were observed on paradermal section using whole mount, and transversal
section using paraffin methods. Plant parameters showed higher value at location closed to
roadside than in the greenhouse. Celosia cristata had anatomical modification: stomatal index and
density increased (adaxial and abaxial) and showed bigger the leaf size. Catharanthus roseus
leaves thicker due to anatomical changed (transversal section), fresh and dry plant roots weight
increased. While the effect of air pollution on Gomphrena globosa showed higher stomatal index
and density, glandular trichome at adaxial side, but no differences for their relative growth.
Key words :
Air pollution environment, Celosia cristata, Catharanthus roseus, Gomphrena
globosa, relative growth, leaf tissue anatomy
ANATOMI JARINGAN DAUN DAN PERTUMBUHAN TANAMAN Celosia
cristata, Catharanthus roseus, DAN Gomphrena globosa PADA
LINGKUNGAN UDARA TERCEMAR
ASTRI NUR ANDINI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biologi
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
LEMBAR PENGESAHAN
Judul
Nama
NIM
:
Anatomi Jaringan Daun dan Pertumbuhan Tanaman Celosia cristata,
Catharanthus roseus, dan Gomphrena globosa Pada Lingkungan
Udara Tercemar
: Astri Nur Andini
: G34061817
Disetujui
Pembimbing II
Pembimbing I
Dr. Ir. Sulistijorini, M.Si
NIP 19630920 198903 2 001
Dr. Ir. Dorly, M.Si
NIP 19640416 199103 2 002
Diketahui
Ketua Departemen
Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si
NIP 19641002 198903 1 002
Tanggal lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala kemudahan yang
diberikan sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan Januari 2010 hingga Desember 2010 adalah Anatomi Jaringan Daun dan
Pertumbuhan Tanaman Celosia cristata, Catharanthus roseus, dan Gomphrena globosa Pada
Lingkungan Udara Tercemar.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Sulistijorini, M.Si, Dr. Ir. Dorly, M.Si selaku
pembimbing, dan Prof. Dr. Ir. Alex Hartana selaku penguji atas bimbingan dan pengarahan yang
telah diberikan. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada keluarga tercinta, Bapak dan Ibuku
tersayang atas segala pengorbanan dan perjuangan dalam mendidik anak bungsumu ini, Mamas
Fajar Miyarhadi, Mba Laila Susanti, Efania, Mumtaz, Efelina, dan Arkan atas keceriaan, dan
pelengkap keharmonisan keluarga. Terima kasih kepada Briptu Irfan (Mas Iif), Ningsih, my
roommate “Cicit (Cita)”, Tyas, Lia, Sars, Iqbal, Mba Ira, Kak Goto, Kak Budi, Pak Nunu, Pak
Naryo, Uncle Jo, Mba Tini, Mba Ani, teman-teman di Laboratorium Anatomi Tumbuhan atas
bantuan dan dukungan yang selalu ada, dan teman-teman Aisyah Family atas suasana keakraban
yang diciptakan. Tidak lupa ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada teman-teman Biologi
Angkatan 43. Karya ilmiah ini juga turut dipersembahkan kepada seseorang yang telah disiapkan
oleh-Nya untuk menjadi penyempurna setengah Dien-Ku, serta teruntuk manusia-manusia baru
yang akan dititipkan oleh-Nya sebagai amanah.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat
Bogor, April 2011
Astri Nur Andini
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 29 Mei 1988 dari Bapak H. Marsidi dan Ibu Hj.
Sumiyarsih. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara.
Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 10 Bekasi dan pada tahun yang sama lulus
seleksi masuk IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis terpilih masuk Program
Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah Perkembangan
Hewan pada tahun ajaran 2008/2009, mata kuliah Biologi Dasar pada tahun ajaran 2010/2011, dan
mata kuliah Mikroteknik pada tahun ajaran 2010/2011. Penulis aktif sebagai Bendahara Umum
Ikatan Himpunan Mahasiswa Biologi Indonesia (Ikahimbi) wilayah kerja Jawa I, Jabodetabekten,
Bandung Raya, dan Priangan Timur pada tahun 2007/2009, staf Biosains Himpunan Mahasiswa
Biologi (Himabio) pada tahun 2008/2009, staf pengajar B’Expert mata kuliah Biologi Dasar TPB
pada tahun 2008/2009, dan peserta lomba PKMP yang didanai oleh DIKTI dengan judul
“Pemanfaatan Cendawan Endofit Dari Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.) Sebagai Penghasil
Senyawa Bioaktif Untuk Diare” pada tahun 2009. Penulis juga aktif sebagai panitia berbagai acara,
diantaranya sebagai staf Humas pada acara Public Speaking “Speak Up Your Mind” tahun 2008,
staf Acara Crew pada acara G-Force 44 “Reborn and Reinspiring the New Colorfull Generation of
FMIPA” tahun 2008, staf Dekorasi pada acara Pesta Sains Nasional tahun 2008, dan staf Acara
pada kegiatan Revolusi Sains “Kontribusi Anak Negeri Demi Kemandirian dan Kebangkitan
Bangsa” tahun 2008.
Penulis melaksanakan kegiatan studi lapang di Sukabumi, dengan judul “Kapang
Selulolitik Asal Serasah Lantai Hutan, Taman Wisata Alam Situgunung, Sukabumi” pada tahun
2008. Penulis juga melaksanakan kegiatan praktik lapang di Badan Pengelolaan Lingkungan
Hidup Pemerintah Kota Bekasi, dengan judul “ Pengawasan Kandungan Limbah Cair dan Sungai
Kota di Unit Pelaksana Teknis Badan (UPTB) Laboratorium Badan Pengelolaan Lingkungan
Hidup Pemerintah Kota Bekasi” pada tahun 2009.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ...............................................................................................................................vii
DAFTAR TABEL .......................................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................................................viii
PENDAHULUAN
Latar Belakang .................................................................................................................. 1
Tujuan ............................................................................................................................... 1
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat ............................................................................................................
Alat dan Bahan ..................................................................................................................
Metode
Analisis Kualitas Udara, Tanah, dan Kompos ........................................................
Persiapan Media Tanam, Pembibitan, dan Pemeliharaan .......................................
Pengamatan Pertumbuhan ......................................................................................
Pembuatan Preparat Sayatan Paradermal ...............................................................
Pengamatan Preparat Sayatan Paradermal .............................................................
Pembuatan Preparat Sayatan Transversal ...............................................................
Pengamatan Preparat Sayatan Transversal .............................................................
Analisis Data ..........................................................................................................
1
1
1
2
2
2
2
2
3
3
HASIL
Analisis Udara, Tanah, dan Kompos ..................................................................................
Pengamatan Pertumbuhan Tanaman ..................................................................................
Pengamatan Sayatan Paradermal ........................................................................................
Pengamatan Sayatan Transversal .......................................................................................
3
3
4
6
PEMBAHASAN ......................................................................................................................... 7
SIMPULAN ................................................................................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 9
LAMPIRAN ................................................................................................................................10
DAFTAR TABEL
Halaman
1
2
3
4
5
Kualitas udara di lokasi 1 dan 2, 29 Desember 2009 pukul 10.00 WIB ................................
Respon pertumbuhan relatif tanaman ....................................................................................
Bobot basah (akar, daun, dan tajuk), bobot kering (akar, daun, dan tajuk), dan rasio bobot
kering tajuk dan akar .............................................................................................................
Kerapatan dan indeks stomata (adaksial dan abaksial), kerapatan trikoma kelenjar
(adaksial dan abaksial), dan kerapatan trikoma non-kelenjar (adaksial dan abaksial) ..........
Tebal kutikula (adaksial dan abaksial), tebal epidermis (adaksial dan abaksial), tebal daun,
tebal palisade, dan tebal bunga karang .................................................................................
3
4
4
5
7
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
2
3
4
Sayatan paradermal epidermis adaksial di lokasi 1 (L) dan lokasi 2 (R): (A-B) C. cristata,
(C-D) C. roseus, (E-F) G. globosa ........................................................................................
Sayatan paradermal epidermis abaksial di lokasi 1 (L) dan lokasi 2 (R): (A-B) C. cristata,
(C-D) C. roseus, (E-F) G. globosa .........................................................................................
Hasil sayatan paradermal: (a) trikoma kelenjar pada C. cristata, (b) trikoma non-kelenjar
pada C. roseus, (c-e) trikoma non-kelenjar dan trikoma kelenjar G. globosa .......................
Sayatan transversal daun: C. cristata di lokasi 1 (A) dan lokasi 2 (B), C. roseus di lokasi 1
(C) dan lokasi 2 (D), dan G. globosa di lokasi 1 (E) dan lokasi 2 (F); (a) palisade,
(b) bunga karang ...................................................................................................................
5
6
6
7
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
2
3
4
5
6
7
Komposisi seri larutan Johansen ...........................................................................................11
Komposisi larutan Gifford .....................................................................................................11
Hasil analisis tanah ................................................................................................................11
Kriteria penilaian sifat-sifat kimia tanah ...............................................................................11
Hasil analisis kompos ............................................................................................................12
Harkat mutu kompos .............................................................................................................12
Ketiga jenis tanaman di dua lokasi berbeda ..........................................................................13
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pencemaran
udara
secara
umum
didefinisikan sebagai substansi gas yang
memiliki efek negatif pada tanaman, hewan
termasuk manusia, atau material-material
lainnya (Treshow 1984). Bahan pencemar
udara terdiri dari CO, NOx, SOx, TSP (debu),
O3, HC, dan Pb (Krupa 1997). Bahan-bahan
pencemar tersebut dapat merusak tanaman.
Kerusakan tersebut terlihat dari terbentuknya
bercak putih pada daun dan buah, klorosis dan
nekrosis yang pada akhirnya dapat
menimbulkan kematian pada tanaman
(Treshow & Anderson 1991).
Bagian tanaman yang menjadi target
penyerapan polutan adalah stomata (Duldulao
& Gomez 2008) yang secara langsung dapat
berinteraksi dengan jaringan mesofil (Gostin
2009). Berbagai respon tanaman terhadap
polutan telah banyak diketahui. Peningkatan
jumlah epidermis dan stomata serta
peningkatan indeks stomata merupakan salah
satu respon tanaman terhadap polusi udara.
Peningkatan jumlah stomata ditandai dengan
penurunan ukuran stomata seperti yang
terlihat
pada
Fraxinus
pensylvanica
(Radoukova 2009), Phaseolus mungo, dan
Lens culinaris yang memberikan respon
berupa peningkatan jumlah stomata dan
trikoma (Azmat et al. 2009). Jaringan daun
yang mengalami nekrosis di lokasi terpolusi
dapat mempengaruhi bagian jaringan daun
lainnya seperti yang dialami oleh Genipa
americana (Sant’Anna-Santos 2006). Hal
yang sama juga dialami pada Ficus
bengalensis, Guaiacum officinale, Eucalyptus
sp. (Jahan & Iqbal 1992), Trifolium
montanum, dan Trifolium pretense (Gostin
2009) yang menunjukkan pengurangan tebal
kutikula, epidermis, palisade, dan bunga
karang di lokasi terpolusi.
Tanaman yang digunakan dalam penelitian
ini termasuk tanaman liar. Jengger ayam yang
dikenal dengan nama ilmiah Celosia cristata
termasuk ke dalam famili Amaranthaceae dan
tanaman anual dengan tinggi 0,5-1,0m. Dalam
satu rumpun terdapat beberapa batang utama
yang menghasilkan bunga, daun berbentuk
hati memanjang dan bagian tepinya bergerigi
(Mursito & Prihmantoro 2002). Catharanthus
roseus (tapak dara) termasuk ke dalam famili
Apocynaceae (Jaleel et al. 2008). Tanaman ini
tumbuh secara liar dan sangat mudah ditanam,
tumbuh tegak dan bercabang banyak,
termasuk tanaman perenial dengan permukaan
daun yang halus, memiliki jenis bunga
berwarna putih dan merah muda keunguan
serta mekar disetiap musim (Daniel 2006).
Gomphrena globosa (bunga kenop) termasuk
ke dalam famili Amaranthaceae, termasuk
tanaman herba yang anual asli dari India
dengan tinggi mencapai 0,1-0,7 m. Selain itu
daun tanaman ini cukup tebal dengan
permukaan yang kasar (Fank de Carvalho et
al. 2010).
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
anatomi jaringan daun dan pertumbuhan
tanaman Celosia cristata, Catharanthus
roseus, dan Gomphrena globosa pada
lingkungan udara tercemar.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian lapangan dilaksanakan mulai
bulan Januari-Juli 2010 di Unit kebun
Babakan blok E University Farm sebagai
lokasi 1 dan rumah plastik Departemen
Biologi sebagai lokasi 2. Pengamatan anatomi
dilaksanakan mulai bulan Agustus-Desember
2010 di Laboratorium Anatomi dan Morfologi
Tumbuhan, bagian Ekologi dan Sumberdaya
Tumbuhan, Departemen Biologi, FMIPA IPB.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini
adalah saringan tanah 0,5 cm x 0,5 cm,
timbangan
(AND
GF-6000
dan
AINSWORTH CL-104), oven (ABC Labo
Corporation KP-30AT dan Memmert), silet,
mikrotom Yamato RV-240, mikroskop
Olympus CH12, dan kamera mikroskop
Olympus. Bahan yang digunakan adalah benih
tanaman Celosia cristata, Catharanthus
roseus, dan Gomphrena globosa didapatkan
dari SEAMEO BIOTROP. Pupuk yang
digunakan bernama Bioplus organik. Tanah
yang digunakan berasal dari daerah Babakan
Sawah Baru Dramaga Bogor.
Metode
Analisis Kualitas Udara, Tanah, dan
Kompos
Analisis kualitas udara dilakukan di depan
kantor Bulog, jalan raya Dramaga - Bogor
sebagai lokasi 1 dan sekitar kampus IPB di
rumah plastik Departemen Biologi sebagai
lokasi 2. Parameter yang diukur meliputi SO2,
NO2, CO, Pb, Ozon (O3), TSP (debu), suhu,
kelembaban, dan kecepatan angin. Analisis
tanah dan kompos dilakukan di Departemen
Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas
2
Pertanian, IPB. Parameter tanah yang
dianalisis meliputi kandungan N, P, K, KTK,
rasio C/N, pH, dan tekstur, sedangkan kompos
meliputi C, N, P, K, Ca, Mg, Fe, Cu, Zn, dan
Mn.
dengan byclean agar jernih, dibilas dengan
akuades kembali, digunakan pewarna safranin
1%, kemudian sampel diletakkan di gelas
objek yang telah berisi gliserin 30% dan
ditutup dengan gelas penutup.
Persiapan Media Tanam, Pembibitan, dan
Pemeliharaan
Tanah yang digunakan dijemur di lokasi 2
kemudian diayak dengan saringan berukuran
0,5 cm. Benih tanaman ditempatkan pada tray
menggunakan perbandingan tanah : kompos
sebesar 3 : 1. Bibit yang telah berumur 8-25
hari atau tinggi tanaman mencapai 10 cm
dipindahkan ke polybag ukuran 10 cm x 15
cm untuk adaptasi (±1 minggu). Tanaman
dipindahkan ke polybag ukuran 2 kg yang
berisi tanah dan kompos dengan perbandingan
3 : 1, kemudian dipindahkan ke lokasi 1 dan
lokasi 2. Ketiga jenis tanaman masing-masing
dengan 10 polybag yang ditempatkan di lokasi
1 dan 2, sehingga jumlah unit percobaan
sebanyak 60 polybag. Pemeliharaan dilakukan
dengan penyiraman setiap hari, selain itu
sampel dirawat agar tidak rusak serta dijaga
kelembabannya.
Pengamatan Preparat Sayatan Paradermal
Parameter yang diamati meliputi jumlah
stomata, epidermis, trikoma kelenjar, dan
trikoma non-kelenjar. Pengamatan dilakukan
menggunakan mikroskop dengan perbesaran
40 x 10 untuk jumlah stomata dan epidermis.
Sedangkan pengamatan untuk trikoma
kelenjar dan trikoma non-kelenjar digunakan
perbesaran 10 x 10. Setiap parameter diamati
dengan lima bidang pandang yang berbeda
dengan tiga ulangan. Jumlah sel stomata dan
epidermis digunakan untuk mendapatkan
indeks stomata (Willmer 1983). Sedangkan
kerapatan stomata dan trikoma didapatkan
dengan perbandingan jumlah stomata atau
trikoma dengan luas bidang pandang.
Penentuan indeks dan kerapatan stomata
dengan rumus sebagai berikut:
∑ stomata
IS
Pengamatan Pertumbuhan
Pengamatan dilakukan selama 3 bulan.
Parameter yang diamati meliputi tinggi
tanaman, jumlah daun, umur daun, dan luas
daun. Pengamatan terhadap peubah tersebut
dilakukan secara visual. Pengamatan tinggi
tanaman dan jumlah daun dilakukan setiap 5
hari, sedangkan luas daun diukur setiap 10
hari. Umur fisiologi daun diamati mulai daun
muncul hingga gugur. Pasca penanaman
selama 3 bulan, seluruh tanaman dipanen dan
ditimbang bobot basah serta bobot keringnya.
Penimbangan bobot basah tanaman dilakukan
setelah panen. Kemudian tanaman tersebut
dioven dengan suhu 80 ºC selama 3 hari
kemudian ditimbang untuk mendapatkan
bobot kering tanaman.
Pembuatan Preparat Sayatan Paradermal
Pembuatan preparat sayatan paradermal
menggunakan metode whole mount (Sass
1951). Sebelum dilakukan metode tersebut,
terlebih dahulu daun yang telah berumur 35
hari dipanen dan segera difiksasi dengan
alkohol 70%. Setelah difiksasi daun dibilas
akuades, direndam dengan larutan Asam
Nitrat konsentrasi 25-50% selama 5 hingga 20
menit. Kemudian daun dibilas dengan
akuades, dilanjutkan dengan pengerikan
bagian
adaksial
dan
abaksial
daun
menggunakan silet. Hasil sayatan direndam
=
x 100
∑ stomata + ∑ epidermis
∑ stomata
KS
=
satuan luas bidang pandang
Keterangan:
IS
= indeks stomata
KS
= kerapatan stomata
Rumus pada kerapatan stomata digunakan
juga untuk menentukan kerapatan trikoma.
Pembuatan Preparat Sayatan Transversal
Pembuatan preparat sayatan transversal
menggunakan metode parafin (Johansen
1940). Daun yang telah berumur 35 hari
difiksasi sementara dalam alkohol 70% dibuat
ukuran daun menjadi 0,6 cm x 0,4 cm.
Kemudian daun dengan ukuran tersebut
difiksasi dengan larutan FAA (formaldehid:
asam asetat glasial: alkohol 70% = 5:5:90)
selama 3 hari, kemudian dibilas dengan
alkohol 70% dan 50%, selanjutnya dilakukan
penjernihan dengan larutan seri Johansen IVII (Lampiran 1), kemudian infiltrasi yang
dilakukan di dalam oven, dilanjutkan ke tahap
penanaman sampel dalam parafin, sampel
yang telah berbentuk blok tersebut dilunakkan
dengan larutan Gifford ±1-4 minggu
(Lampiran 2), sampel yang telah lunak
3
kemudian dipotong dengan mikrotom Yamato
RV-240 dengan ukuran 18-26 mikron. Sampel
yang telah dipotong diletakkan di gelas objek
yang telah berisi gliserin-albumin. Sampel di
letakkan di atas hotplate selama 24 jam.
Kemudian dilakukan pewarnaan dengan
safranin 2% dan fastgreen 0,5%. Langkah
terakhir sampel ditutup dengan gelas penutup
yang sebelumnya telah diberi entellan sebagai
perekat.
Pengamatan Preparat Sayatan Transversal
Parameter yang diamati adalah tebal
kutikula adaksial dan abaksial, tebal daun,
tebal epidermis adaksial dan abaksial, tebal
palisade, dan tebal bunga karang. Pengamatan
menggunakan mikroskop Olympus CH12
dengan perbesaran 100 x 10 untuk parameter
tebal kutikula adaksial dan abaksial, serta
perbesaran 40 x 10 untuk parameter tebal
daun, tebal epidermis adaksial dan abaksial,
tebal palisade, dan tebal bunga karang.
Pengamatan dilakukan dalam dua bidang
pandang yang berbeda dengan tiga ulangan
tanaman.
Analisis Data
Data dianalisis dengan uji-t menggunakan
SPSS 16.0. Respon pertumbuhan tanaman
dengan 10 kali ulangan dan respon anatomi
dengan 3 kali ulangan.
HASIL
Analisis Udara, Tanah, dan Kompos
Hasil analisis udara menunjukkan bahwa
TSP (debu) adalah parameter yang mendekati
baku mutu dibandingkan parameter lainnya
dengan nilai 223 µg/Nm3 dan hasil tersebut
didapat di lokasi 1. Selain nilai TSP,
konsentrasi NO2, SO2, CO, O3, dan Pb di
lokasi 1 lebih besar dibandingkan lokasi 2
(Tabel 2). Hasil analisis tanah menunjukkan
tanah yang digunakan memiliki komposisi liat
terbesar (46,33 %). Tanah bersifat agak
masam dengan pH sebesar 6,4. Kandungan
Kalsium (Ca) termasuk kategori sedang
dengan nilai 9,64 me/100g (Lampiran 3-4).
Hasil analisis kompos menunjukkan bahwa
kompos yang digunakan memiliki nilai
Karbon (C) termasuk kedalam kategori sedang
dengan nilai 21,2% (Lampiran 5-6).
Tabel 1
Kualitas udara di lokasi 1 dan 2, 29
Desember 2009 pukul 10.00 WIB
Parameter
NO2
SO2
O3
CO
TSP (debu)
Pb
Suhu
Kelembaban
Kec. Angin
Arah angin
Hasil
Lokasi Lokasi
1
2
14
6
43
16
27
4
247
229
52
223
<0.030 <0.030
33,4
34,1
61,8
58,4
0,3
UtaraSelatan
Baku
mutu*
400
900
235
30000
230
2
-
Unit
µg/Nm3
µg/Nm3
µg/Nm3
µg/Nm3
µg/Nm3
µg/Nm3
ºC
%
m/s
-
* Nilai ambang batas kualitas udara ambien,
PP. No. 41/1999
Pengamatan Pertumbuhan Tanaman
Pada C. cristata nilai berbeda nyata hanya
pada parameter pertambahan luas daun relatif.
Pertambahan tinggi relatif, pertambahan
jumlah daun relatif, bobot basah dan bobot
kering akar, daun, dan tajuk serta rasio bobot
kering tajuk dan akar tidak berbeda nyata
antara lokasi 1 dan 2. Pada C. roseus berbeda
nyata antara lokasi 1 dan 2 terlihat pada
parameter bobot basah dan bobot kering akar.
Pertambahan tinggi relatif, pertambahan
jumlah daun relatif, pertambahan luas daun
relatif, bobot basah dan bobot kering daun dan
tajuk serta rasio bobot kering tajuk dan akar
tidak berbeda nyata antara lokasi 1 dan 2.
Pada G. globosa seluruh parameter
pertumbuhan tidak menunjukkan beda nyata
antara lokasi 1 dan 2 (Tabel 2-3).
Umur fisiologi daun di lokasi 1 lebih
pendek yaitu 30-35 hari dibandingkan lokasi 2
yaitu 35-40 hari. Jumlah gugur daun terbesar
di lokasi 1 terlihat pada jenis C. cristata
dibandingkan kedua jenis tanaman lainnya.
Daun C. cristata di lokasi 1 mulai gugur di
hari ke-30 setelah pengamatan dan gugur di
hari ke-35 di lokasi 2. Jenis C. roseus dan G.
globosa memiliki waktu gugur daun yang
sama yaitu di hari ke-35 pada lokasi 1, dan
daun gugur di hari ke-40 di lokasi 2.
4
Tabel 2 Respon pertumbuhan relatif tanaman
Parameter
C. cristata
Lokasi
Lokasi
1
2
18,85
36,25
C. roseus
Lokasi Lokasi
1
2
15,42
23,45
Pertambahan tinggi relatif
(cm/bulan)
Pertambahan jumlah daun
1,33
1,67
33,23
31,70
relatif (jumlah/bulan)
Pertambahan luas daun
72,69
29,59*
29,69
40,77
relatif (cm²/bulan)
* Beda nyata antar lokasi pada uji-t dengan tingkat kepercayaan 95%
G. globosa
Lokasi Lokasi
1
2
11,62
17,38
14,83
24,50
12,15
4,99
Tabel 3 Bobot basah (akar, daun, dan tajuk), bobot kering (akar, daun, dan tajuk), dan rasio bobot
kering tajuk dan akar
C. cristata
Lokasi 1 Lokasi 2
5,99
11,55
1,77
7,34
61,66
105,13
1,99
3,96
0,28
0,73
13,97
22,49
7,32
6,90
C. roseus
Lokasi 1 Lokasi 2
5,87
3,29*
18,21
30,11
30,27
35,39
2,01
1,08*
2,62
3,13
6,66
7,73
3,40
8,01
Parameter
Bobot basah akar (g)
Bobot basah daun (g)
Bobot basah tajuk (g)
Bobot kering akar (g)
Bobot kering daun (g)
Bobot kering tajuk (g)
Rasio bobot kering
tajuk dan akar
* Beda nyata antar lokasi pada uji-t dengan tingkat kepercayaan 95%
Pengamatan Sayatan Paradermal
Variasi tipe stomata dan trikoma dijumpai
pada pengamatan paradermal. Jenis C. cristata
dan G. globosa memiliki stomata tipe
anomositik dan C. roseus memiliki stomata
tipe diasitik (Gambar 1-2). Tanaman G.
globosa memiliki kedua jenis trikoma yaitu
trikoma non-kelenjar dan trikoma kelenjar,
sedangkan jenis C. cristata hanya memiliki
trikoma kelenjar, dan C. roseus yang hanya
memiliki trikoma non-kelenjar (Gambar 3).
Pada C. cristata kerapatan stomata adaksial
dan abaksial, indeks stomata adaksial dan
abaksial berbeda nyata antara lokasi 1 dan 2.
Kerapatan trikoma kelenjar dan trikoma nonkelenjar sisi adaksial dan abaksial tidak
berbeda nyata antara lokasi 1 dan 2. Pada C.
G. globosa
Lokasi 1 Lokasi 2
3,34
5,11
17,86
36,45
75,29
109,65
1,79
2,27
2,67
3,52
18,24
25,80
10,65
12,83
roseus kerapatan trikoma non-kelenjar
abaksial berbeda nyata antara lokasi 1 dan 2.
Kerapatan stomata adaksial dan abaksial,
indeks stomata abaksial, kerapatan trikoma
kelenjar adaksial dan abaksial, serta kerapatan
trikoma non-kelenjar adaksial tidak berbeda
nyata antara lokasi 1 dan 2. Pada G. globosa
kerapatan stomata adaksial, indeks stomata
adaksial, dan kerapatan trikoma kelenjar
adaksial berbeda nyata antara lokasi 1 dan 2.
Kerapatan trikoma non-kelenjar adaksial,
kerapatan stomata abaksial, indeks stomata
abaksial, kerapatan trikoma kelenjar abaksial,
dan kerapatan trikoma non-kelenjar abaksial
tidak berbeda nyata antara lokasi 1 dan lokasi
2 (Tabel 4).
5
Tabel 4 Kerapatan dan indeks stomata (adaksial dan abaksial), kerapatan trikoma kelenjar
(adaksial dan abaksial), dan kerapatan trikoma non-kelenjar (adaksial dan abaksial)
C. cristata
Lokasi Lokasi
1
2
79,33 47,62*
C. roseus
Lokasi Lokasi
1
2
112,38 107,56
Parameter
Kerapatan stomata
(jumlah/mm2)
Indeks stomata
17,32
13,03*
16,88
17,42
Kerapatan trikoma
Adaksial kelenjar
2,72
2,42
0
0
2
(jumlah/mm )
Kerapatan trikoma nonkelenjar
0
0
6,28
3,73
(jumlah/mm2)
Kerapatan stomata
189,18 113,45*
292,59 233,19
(jumlah/mm2)
Indeks stomata
30,32
22,62*
34,99
30,47
Kerapatan trikoma
Abaksial kelenjar
1,27
0,72
0
0
(jumlah/mm2)
Kerapatan trikoma nonkelenjar
0
0
21,69 10,86*
(jumlah/mm2)
* Beda nyata antar lokasi pada uji-t dengan tingkat kepercayaan 95%
Gambar 1
G. globosa
Lokasi Lokasi
1
2
90,03 73,98*
27,02
23,17*
0,93
0,13*
1,63
2,63
71,84
70,37
22,09
21,37
0
0
3,17
1,63
Sayatan paradermal epidermis adaksial di lokasi 1 (L) dan lokasi 2 (R): (A-B)
C. cristata, (C-D) C. roseus, (E-F) G. globosa (skala: 50µm)
6
Gambar 2
Gambar 3
Sayatan paradermal epidermis abaksial di lokasi 1 (L) dan lokasi 2 (R): (A-B)
C. cristata, (C-D) C. roseus, (E-F) G. globosa (skala: 50 µm)
Hasil sayatan paradermal: (a) trikoma kelenjar pada C. cristata, (b) trikoma
non-kelenjar pada C. roseus, (c-e) trikoma non-kelenjar dan trikoma kelenjar
G. globosa (skala: 50 µm)
Pengamatan Sayatan Transversal
Terlihat kerusakan jaringan pada jenis C.
cristata di lokasi 1 berupa nekrosis yang
menyebabkan ukuran sel penyusun jaringan
daun tidak sempurna (Gambar 4). Ketiga jenis
tanaman memiliki bentuk mesofil yang
terbentuk secara dorsiventral, yaitu daun yang
memiliki parenkima palisade di satu sisi
daunnya dan parenkima bunga karang di sisi
yang lain. Pada jenis G. globosa terlihat
bahwa berkas pembuluh tanaman tersebut
terikat sejajar dikelilingi oleh jaringan
parenkim (Gambar 4). Pada C. cristata tebal
daun dan tebal palisade berbeda nyata antara
lokasi 1 dan 2. Parameter tebal kutikula
adaksial dan abaksial, tebal epidermis adaksial
dan abaksial, serta tebal bunga karang tidak
berbeda nyata antara lokasi 1 dan 2. Pada C.
roseus tebal daun berbeda nyata antara lokasi
1 dan 2. Tebal kutikula adaksial dan abaksial,
tebal epidermis adaksial dan abaksial, tebal
palisade, dan tebal bunga karang tidak
berbeda nyata antara lokasi 1 dan 2. Pada G.
globosa seluruh parameter sayatan transversal
tidak menunjukkan beda nyata antara lokasi 1
dan 2 (Tabel 5).
7
Tabel 5 Tebal kutikula (adaksial dan abaksial), tebal epidermis (adaksial dan abaksial), tebal
daun, tebal palisade, dan tebal bunga karang
Parameter
Tebal kutikula
Adaksial (µm)
Tebal epidermis
(µm)
Tebal kutikula
Abaksial (µm)
Tebal epidermis
(µm)
C. cristata
Lokasi Lokasi
1
2
C. roseus
Lokasi Lokasi
1
2
2,22
2,17
2,00
2,22
2,39
2,39
17,08
15,69
17,91
18,75
28,47
25,00
1,67
1,67
1,61
1,78
1,33
1,78
11,39
7,64
10,69
9,30
31,25
25,56
182,50
176,39
52,08
54,86
42,22
37,22
Tebal daun (µm)
170,69
125,83*
166,81
148,75*
Tebal palisade (µm)
89,17
67,91*
72,22
67,36
Tebal bunga karang (µm)
60,00
44,72
59,30
54,86
* Beda nyata antar lokasi pada uji-t dengan tingkat kepercayaan 95%
Gambar 4
G. globosa
Lokasi Lokasi
1
2
Sayatan transversal daun: C. cristata di lokasi 1 (A) dan lokasi 2 (B), C. roseus di
lokasi 1 (C) dan lokasi 2 (D), dan G. globosa di lokasi 1 (E) dan lokasi 2 (F); (a)
palisade, (b) bunga karang (skala: 50µm)
PEMBAHASAN
Analisis kualitas udara menunjukkan
parameter yang hampir mendekati baku mutu
adalah TSP (debu) dengan nilai 223 µg/Nm3.
Selain nilai TSP, konsentrasi NO2, SO2, CO,
O3, dan Pb di lokasi 1 lebih besar
dibandingkan lokasi 2. Hal tersebut diduga
karena di lokasi 1 terdapat aktivitas kendaraan
bermotor yang cukup padat dibandingkan
lokasi 2. Menurut Siregar (2005), kendaraan
bermotor merupakan pencemar bergerak yang
menghasilkan pencemar CO, hidrokarbon
yang tidak terbakar sempurna, NOx, SOx, dan
TSP. Konsentrasi NO2 dan SO2 di lokasi 1 dua
kali lebih besar dibandingkan dengan lokasi 2
kemudian O3 di lokasi 1 enam kali lebih besar
dibandingkan lokasi 2 (Tabel 1).
Tanah sangat penting bagi tanaman karena
merupakan penyedia utama unsur makro dan
mikronutrien (Larcher 1980). Analisis tanah
menunjukkan bahwa tanah yang digunakan
kaya akan Kalsium (Ca) dan Fosfor (P).
Tanah yang digunakan berasal dari daerah
Babakan Sawah Baru Dramaga Bogor, bukan
termasuk tanah yang miskin hara karena
kandungan Ca, Mg, K, dan Na termasuk
kedalam kategori sedang. Tekstur tanah yang
8
digunakan tergolong liat dengan persentase
sebesar 46,33 %. Tanah liat mampu mengikat
kation-kation
logam
berat
sehingga
konsentrasi logam berat setelah melalui kolom
tanah menjadi berkurang (Siregar 2005).
Kondisi tanah yang liat dengan adanya
penambahan kompos diharapkan mampu
mendukung pertumbuhan tanaman. Derajat
keasaman (pH) tanah menunjukkan nilai
sebesar 6,4. Hal ini menunjukkan keadaan
tanah dalam kondisi baik karena berada pada
rentang pH yang aman. Karena jika pH berada
dibawah 3 dan berada diatas 9, maka sistem
pembuluh pada akar akan rusak (Larcher
1980). Berdasarkan hasil analisis kompos,
kompos yang digunakan kaya akan karbon (C)
dan besi (Fe). Pada tanaman, Fe berfungsi
sebagai sintesis protein kloroplas, aktivator
enzim peroksidase, katalase, peredoksin, dan
sitokrom oksidase (Pallardy 2008).
Pada C. cristata berbeda nyata antara
lokasi 1 dan 2 hanya pada pertambahan luas
daun relatif, dengan adanya modifikasi
anatomi berupa peningkatan nilai kerapatan
stomata dan indeks stomata sisi adaksial dan
abaksial, tebal daun, dan tebal palisade.
Pertambahan luas daun relatif di lokasi 1 lebih
besar dibandingkan lokasi 2 (Tabel 2).
Menurut Sitompul & Guritno (1995), luas
daun merupakan salah satu parameter utama
dalam penentuan besar atau kecilnya laju
fotosintesis pada tanaman. Sehingga pada
kondisi tersebut C. cristata mempertahankan
dirinya dengan meningkatkan efisiensi
fotosintesis di lokasi terpolusi. Modifikasi
anatomi berupa meningkatnya kerapatan
stomata dan indeks stomata di lokasi 1
merupakan salah satu respon tanaman
terhadap polutan. Menurut Muud &
Kozlowski (1975), tanaman yang tumbuh di
lokasi terpolusi cenderung mempertahankan
dirinya dengan meningkatkan jumlah stomata.
Hal serupa juga dilaporkan oleh Radoukova
(2009) pada tanaman Fraxinus pensylvanica
dengan nilai kerapatan stomata terbesar
terlihat di lokasi terpolusi. Peningkatan
jumlah stomata sangat membantu dalam hal
penyerapan CO2 untuk fotosintesis (Azmat et
al. 2009). Pengamatan sayatan transversal
daun pada C. cristata yang tumbuh di lokasi 1
dan lokasi 2 menunjukkan hasil yang sangat
berbeda. Kerusakan kronis terjadi pada
tanaman yang tumbuh di lokasi 1 (Gambar 4).
Menurut Sant’Anna-Santos et al. (2006), hal
tersebut diduga karena terjadinya nekrosis
pada tanaman yang mengakibatkan rusaknya
jaringan palisade, jaringan bunga karang, sel
epidermis, dan kutikula. Besarnya nilai tebal
palisade di lokasi 1 merupakan salah satu
modifikasi tanaman C. cristata untuk
meningkatkan efisiensi fotosintesis, karena di
dalam jaringan palisade terdapat kloroplas
yang berfungsi untuk fotosintesis (Fahn
1991). Pada C. roseus berbeda nyata antara
lokasi 1 dan 2 pada bobot basah dan bobot
kering akar dengan adanya modifikasi
anatomi berupa peningkatan nilai kerapatan
trikoma non-kelenjar dan tebal daun. Bobot
basah dan bobot kering akar di lokasi 1 lebih
besar dibandingkan lokasi 2. Menurut
Pallardy (2008), hal tersebut diduga
merupakan bentuk pertahanan diri tanaman
terhadap cekaman kekeringan di lokasi
terpolusi, selain itu juga untuk meningkatkan
efisiensi penyerapan air. Meningkatnya
kerapatan trikoma non-kelenjar di lokasi 1
pada jenis C. roseus merupakan salah satu
bentuk respon tanaman terhadap polutan.
Trikoma non-kelenjar berfungsi sebagai
pencegah penguapan (Syarif 2009). Pada G.
globosa modifikasi anatomi terlihat adanya
peningkatan nilai kerapatan stomata adaksial,
indeks stomata adaksial, dan kerapatan
trikoma kelenjar adaksial. Trikoma kelenjar di
lokasi 1 lebih besar dibandingkan lokasi 2.
Menurut Hidayat (1995), trikoma kelenjar
berfungsi untuk mencegah kekeringan pada
tanaman. Selain itu trikoma kelenjar juga
berfungsi sebagai sekresi berbagai bahan
seperti larutan garam, larutan gula (nektar),
terpentin, dan polisakarida (Fahn 1991).
Terlihat adanya hubungan pertumbuhan
dan perubahan anatomi. Pertumbuhan relatif
tanaman di lokasi 1 relatif lebih rendah
dibandingkan lokasi 2. Polutan merupakan
penyebab utama hal tersebut dapat terjadi.
Namun, di sisi lain tanaman memodifikasi
dirinya dengan meningkatkan kerapatan dan
indeks stomata guna untuk penangkapan CO2,
hal tersebut diikuti juga dengan penebalan
yang terjadi pada jaringan palisade dan bunga
karang yang berfungsi untuk meningkatkan
efisiensi fotosintesis. Modifikasi lainnya
adalah terjadinya peningkatan kerapatan
trikoma pada tanaman guna mencegah
terjadinya penguapan. Berbagai polutan dapat
menghambat beberapa parameter tanaman
yang diamati, namun di sisi lain tanaman
dapat memodifikasi dirinya sehingga dapat
terus bertahan hidup.
9
SIMPULAN
Pada Celosia cristata terjadi modifikasi
anatomi berupa peningkatan indeks dan
kerapatan stomata (adaksial dan abaksial)
diikuti dengan pertambahan luas daun relatif.
Catharanthus roseus memiliki modifikasi
anatomi berupa peningkatan tebal daun diikuti
dengan peningkatan bobot basah dan bobot
kering akar. Gomphrena globosa memiliki
modifikasi anatomi berupa peningkatan
indeks dan kerapatan stomata, dan trikoma
kelenjar sisi adaksial tanpa diikuti perbedaan
pertumbuhan relatif tanaman.
DAFTAR PUSTAKA
Azmat R, Haider S, Nasreen H, Aziz F, Riaz
M. 2009. A viable alternative mechanism
in adapting the plants to heavy metal
environment. Pak J Bot 41: 2729-2738.
Daniel M. 2006. Medicinal Plants. USA:
Science Publisher.
Duldulao MCG, Gomez RA. 2008. Effects of
vehicular
on
morphological
characteristics of young and mature
leaves
of
Sunflower
(Tithonia
diversifolia)
and
Napier
Grass
(Pennisetum purpureum). Res J XVI:
142-151.
Fahn A. 1991. Anatomi Tumbuhan Edisi
Ketiga. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Fank de Carvalho SM, Rodrigues de Aguiar
Gomes M, Silva PIT, Bao SN. 2010. Leaf
surface
of
Gomphrena
spp.
(Amaranthaceae) from Cerrado biome.
Biocell 34: 23-25.
Gostin IN. 2009. Air pollution effect on the
leaf structure of some Fabaceae species.
Not Bot Hort Agrobot Cluj 37: 57-63.
Hidayat EB. 1995. Anatomi Tumbuhan
Berbiji. Bandung: Institut Teknologi
Bandung (ITB).
Jahan S, Iqbal MZ. 1992. Morphological and
anatomical studies of leaves of different
plants affected by motor vehicles exhaust.
J Islamic Acad Sci 5: 21-23.
Jaleel CA, Gopi R, Manivannan P,
Panneerselvam R. 2008. Soil salinity
alters the morphology in Catharanthus
roseus and its effect on endogenous
mineral constituents. EurAsia J Biosci 2:
18-25.
Johansen DA. 1940. Plant Microtechnique.
New York: Mc-Graw-Hillbook Company,
Inc.
Krupa SV. 1997. Air Polution, People, and
Plants. USA: APS Press.
Larcher W. 1980. Physiological Plant
Ecology. New York: Springer-Verlag.
Mursito P, Prihmantoro H. 2002. Tanaman
Hias Berkhasiat Obat. Depok: Penebar
Swadaya.
Muud JB, Kozlowski TT. 1975. Responses of
Plants to Air Pollution. London:
Academic Press.
Pallardy SG. 2008. Physiology of Woody
Plant. USA: Academic Press.
Radoukova T. 2009. Anatomical mutability of
the leaf epidermis in two species of
Fraxinus L. in a region with autotransport
pollution. Biotechnol & Biotechnol 23:
405-409.
Sant’Anna-Santos BF, Campos da Silva L,
Azevedo AA, Aguiar R. 2006. Effects
simulated acid rain on leaf anatomy and
micromorphology of Genipa americana
L. (Rubiaceae). Brazilian Arch Biol
Technol 49: 313-321.
Sass JE. 1951. Botanical Microtechnique.
Iowa: The Iowa State College Press.
Siregar EBM. 2005. Pencemaran Udara,
Respon Tanaman dan Pengaruhnya Pada
Manusia. [e-book] Medan: Universitas
Sumatera Utara. e-USU Repository http://
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789
/1095/1/05001255. pdf [13 Februari
2011].
Sitompul SM, Guritno B. 1995. Analisis
Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.
Syarif M. 2009. Struktur dan Fungsi Jaringan
Tumbuhan.
Bandung:
Pusat
Pengembangan dan Pemberdayaan
Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Ilmu Pengetahuan Alam (PPPPTK
IPA).
Treshow M, Anderson FK. 1991. Plant Stress
from Air Pollution. New York: John
Willey & Sons, Ltd.
Treshow M. 1984. Air Pollution and Plant
Life. New York: John Willey & Sons,
Ltd.
Willmer CM. 1983. Stomata. New York:
Longman Inc.
10
LAMPIRAN
11
Lampiran 1 Komposisi seri larutan Johansen
Komposisi
I
50%
40%
10%
-
Air
Etanol 95%
Etanol 100%
Tertier butyl alkohol
Minyak parafin
II
30%
50%
20%
-
Seri Larutan Johansen
III
IV
V
15%
50%
45%
25%
35%
55%
75%
-
Lampiran 2 Komposisi larutan Gifford
Komposisi
Asam asetat glacial
Alkohol 60%
Gliserin
VI
100%
-
VII
50%
50%
Volume (ml)
20
80
5
Lampiran 3 Hasil analisis tanah
Jenis
C
N-
P
contoh
pH
(%)
total
(%)
(ppm)
Tanah
6,4
1,43
0,15
4,3
Lampiran 4
Ca
Mg
9,64
1,9
K
Na
KTK
(me/100g)
0,5
0,59
22,2
Tekstur (%)
Pasir
Debu
Liat
18,7
34,93
46,33
Kriteria penilaian sifat-sifat kimia tanah (Staf Pusat Penelitian Tanah, 1993)
Sifat tanah
C (%)
N (%)
C/N
P2O5 HCl
(mg/100g)
P2O5 Bray (ppm)
P2O5 Olsen (ppm)
K2O HCl 25%
(mg/100g)*)
K-total (ppm)**)
KTK
(me/100g)***)
Susunan kation:
K (me/100g)
Na (me/100g)
Mg (me/100g)
Ca (me/100g)
Kejenuhan Basa
(%)
Kejenuhan
Alumunium (%)
Sangat rendah
<1,00
<0,1
<5
Rendah
1,00-2,00
0,1-0,2
5-10
Sedang
2,01-3,00
0,21-0,5
11-15
Tinggi
3,01-5,00
0,51-0,75
16-25
Sangat tinggi
>5,00
>0,75
>25
<10
<10
<4,5
10-20
10-15
<4,5-11,5
21-40
16-25
11,6-22,8
41-60
26-35
>22,8
>60
>35
-
<10
<100
10-20
100-200
21-40
210-400
41-60
410-600
>60
>600
<5
5-16
17-24
25-40
>40
<0,2
<0,1
<0,4
<2
0,2-0,3
0,1-0,3
0,4-1,1
2-5
0,4-0,5
0,4-0,7
1,1-2,0
6-10
0,6-1,0
0,8-1,0
2,1-8,0
>1,0
>1,0
>8,0
>20
<20
20-35
36-60
61-75
>75
<10
10-20
21-30
31-60
>60
Sangat masam
Masam
Agak
masam
Netral
Agak
alkalis
Alkalis
pH H2O
<4,5
4,5-5,5
5,6-6,5
6,6-7,5
7,6-8,5
>8,5
*) 1mg/100g = 1mg/100.000mg = 10 mg/1.000.000 mg = 10 ppm
**) Puslittanak, 1993
***) me/100 g = cmol (+)/kg
12
Lampiran 5 Hasil analisis kompos
Jenis
contoh
Kompos
C
21,2
N
P
…(%)…
1,27
0,27
K
Ca
Mg
1,2
0,98
0,37
Fe
Cu
…(ppm)…
12150
48
Zn
Mn
349
1180
Lampiran 6 Harkat mutu kompos
Parameter
Satuan
Rendah
pH
6,6
C organic
(%)
14,5
N total
(%)
0,6
Rasio C/N
(%)
<10
P2O5
(%)
0,3
K2O
(%)
0,2
CaO
(%)
2,7
MgO
(%)
0,3
KTK
me/100g
20,1
Sumber: Service Laboratory SEAMEO BIOTROP
Sedang
7,3
19,6
1,1
0,9
0,6
4,9
0,7
30,0
Tinggi
8,2
27,1
2,1
>20
1,8
1,4
6,2
1,6
45,0
13
Lampiran 7 Ketiga jenis tanaman di dua lokasi yang berbeda
A. Tanaman Celosia cristata (1), di lokasi 2 (2) dan di lokasi 1 (3)
B. Tanaman Catharanthus roseus (1), di lokasi 2 (2) dan di lokasi 1 (3)
C. Tanaman Gomphrena globosa (1), di lokasi 2 (2) dan di lokasi 1 (3)
Download