PENGARUH PEMBERIAN P PADA BEBERAPA TANAH MINERAL TERHADAP STATUS P TANAH, KETERSEDIAAN, DAN SERAPAN P OLEH TANAMAN JAGUNG ( Zae Mays L.) Suhardjito INTISARI Percobaan pot dilakukan di rumah kaca di Desa Karangtengah Kabupaten Ngawi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang pengaruh pemberian P terhadap status P tanah, ketersediaan, dan serapan P oleh tanaman jagung pada berbagai macam tanah mineral. Percobaan ini merupakan percobaan factorial dengan rancangan acak lengkap. Faktor I adalah macam tanah mineral, yakni Entisol (Aluvial) asal Lamongan, Vertisol (Grumosol) asal Pasuruan, Vertisol (Grumosol) asal Ngawi, Entisol (Aluvial) asal Jombang, Alfisol (Mediteran) asal Lawang, Entisol (Regosol) asal Poncokusumo, Alfisol (Mediteran) asal Tuban, Ultisol (Podsolik) asal Tangerang, Ultisol (Podsolik) asal Banten, dan Ultisol (Podsolik) asal Bogor. Faktor II adalah pupuk P dengan taraf pemberian 0, 45, 90, 135, dan 180 kg P 2O5 ha-1. Kedua faktor tersebut dikombinasikan dan diulang dua kali. Setiap pot percobaan berisi 1,5 kg tanah kering mutlak untuk mengamati parameter tanaman, dan 0,5 kg tanah kering mutlak untuk mengamati parameter tanah. Contoh tanah masing-masing perlakuan ditambahkan pupuk dasar berupa Urea, KCl, MgSO4.3H2O, CuSO4.5H2O, ZnSO4.7H2O, H2MoO4.H2O, dan H3BO3. Sedangkan perlakuan pemberian P menggunakan Triple Superfosfat (TSP) yang disetarakan dengan taraf pemberian masing-masing perlakuan. Parameter yang diamati meliputi status P tanah, ketersediaan, serta berat kering tanaman, kadar dan serapan P oleh tanaman. Hasil pengamatan menunjukkan, bahwa pemberian P berpengaruh nyata terhadap status-P tanah (yaitu bentuk total P pada semua macam tanah, bentuk saloid P dan Ca-P pada semua tanah netral, sedangkan bentuk Al-P, Fe-P, RS-P, dan Occluded P pada tanah masam. Juga terhadap P terekstrak oleh CaCl 2 10-2M dan Bray-1 pada tanah netral, sedangkan terhadap berat kering, kadar P tanaman serta serapan P oleh tanaman jagung adalah tidak menentu pada semua macam tanah. Key Words : Pemberian P akan mempengaruhi perilaku status P tanah PENGARUH PEMBERIAN P PADA BEBERAPA TANAH MINERAL TERHADAP STATUS P TANAH, KETERSEDIAAN, DAN SERAPAN P OLEH TANAMAN JAGUNG ( Zae Mays L.) The Effect of P Level Dossage for Some Kind of Mineral Soils on the Soil-P P-Status, Availability, and P Uptake of Corn ( Zea mays L.) Suhardjito Fakultas Pertanian Universitas SOERJO Ngawi A. Abstract A Green house experiment wan conducted to study the effect of triple superphosphate (TSP) application to some mineral soils on the Soil- P, dry matter production, and P uptake by corn ( Zea mays L.). The Experiment was a factorial experiment, arraged in a completely randomted design. The first factor wal soils, i.e : Entisol (Alluvial) from Lamongan, Vertisol (Grimosol) from Pasuruan, Vertisol (Grimosol) from Ngawi, Entisol (Alluvial) from Jombang, Alfisol (Mediteran) from Lawang, Etisol (Regosol) from Poncokusumo, Alfisol (Mediteran) from Tuban, Ultisol (Podzalic) from Tangerang, Ultisol (Podzalic) from Banten, and Ultisol (Podzalic) from Bogor. The second factor was TSP _ application equivalent or 0, 45, 90, 135, and 180 kg P2 O5 ha. Each treatment combination was replicated twice. Ten soils, sampled at different location were used, each received five level of high grade superphosphate (TPS), ie : control, 45, 90, 135, and 180 kg P 2 O5 ha, incubated at room temperature with given basic fertilizers i.e., Urea p.a, KCI p.a, Mg SO 4 . 3H2O p.a, CuSO4.5H2O p.a, ZnSO4.7H2O pa, H2MoO4.H2O p.a, and H3BO3. Result of this experiment shown that, received P was affected on P-Soil bound (i.e total –P of each soils, solaid- P and Ca-P bound for neutral soils, but A1-P, Fe-P, RS-P, and Occluded-P bound for acid soils only), on soil P extracted (i.e by CaC12 10 2 M and Bray -1 for neutral soils and part in acid soils, Bray-2 and 01 sen not significanced in acid soils) and on dry matter, P contain and P uptake by corn. Key Words : Giving P will Influence the Performance of Soild P Status B. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Lahan pertanian merupakan sumber daya alam yang terbatas. Hingga sekarang wilayah yang potensial untuk dikelola dan ditanami secara intensif banyak dijumpai kendala yang berupa luasan maupun sifat- sifat tanah yang lain, seperti fisika, kimia dan biotika. Sifat – sifat tanah ini mempunyai kaitan erat dengan kesuburan tanah. Salah satu masalah penting dalam kesuburan tanah adalah ketersediaan P(fosfor) di dalam tanah. Unsur hara P adalah unsur hara esensial yang dibutuhkan selama pertumbuhan tanaman. Sehingga unsur hara P yang kurang tersedia di dalam tanah akan mengganggu pertumbuhan terutama menurunkan produksi berat keringnya. Banyak upaya yang dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan unsur hara P bagi tanaman, salah satu diantaranya melalui pemupukan P. Sejumlah pupuk P yang diberikan ke dalam tanah tidak seluruhnya diserap oleh tanaman, tetapi ada yang difiksasi (dijerap) oleh tanah menjadi bentuk yang tidak tersedia bagi tanaman (Buckman dan Brady,1969). Menurut Kamprath (1974) apabila sejumlah pupuk P di tambahkan ke dalam tanah maka akan mengalami perubahan secara kimia membentuk senyawa-senyawa A1-P, Fe-P, dan CaP, serta secara fisika dijerap dipermukaan mineral liat tanah. Selanjutnya senyawa- senyawa P ini membentuk system kesetimbangan yang kompleks dalam larutan tanah. Menurut Otsuka, Briones, Daquiado, dan Evangelio (1980) kesetimbangan senyawa P dalam larutan tanah secara fraksionasi dibedakan menjadi bentuk Ca-P, Al-P, Fe-P, dan Occluded-P, serta Saloid-P (Chang dan Jackson,1958). Konsentrasi P dalam larutan tanah merupakan parameter yang perlu dipelajari di dalam menentukan taraf kebutuhan P dalam tanah (Fox dan Kamprath, 1970). Hasil Pengamatan Radwan, Kraft, dan Shumway (1985) dalam mengevaluasi berbagai ekstraktan P pada sebaran tanah di Western, Hemlock, Washington dengan ekstraktan yang berupa Bray-1, Bray-2, Oslen, Amonium Acetat Sodium Acetat, dan North Carolina (NC), menunjukkan bahwa metode ekstraksi Bray-1, dan olsen mempunyai korelasi positif sangat nyata (0.71** dan 0.76**) terhadap pertumbuhan tanaman pada tanah hutan, sedangkan pada tanah mineral metode ekstraksi Bray-1 dan North Carolina mempunyai korelasi positif sangat nyata (0.60** dan 0.71**). Kemudian menyarankan bahwa dalam mengevaluasi P tanah mineral ini lebih sesuai menggunakan metode ekstraksi Bray-1 dan North Carolina. Westin dan Buntley (1966) mencoba membandingkan dua macam ekstraksi P yaitu Bray-1 dan Olsen terhadap status-P tanah di Dakota Selatan menunjukkan bahwa kedua ekstraksi-P tersebut mempunyai korelasi positif sangat nyata terhadap bentuk A1-P (0.76** dan 0.77**), kemudian terhadap bentuk Ca-P hanya Olsen yang berkorelasi nyata (0.53*). 2. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian P terhadap status-P tanah, ketersediaan, dan serapan P oleh tanaman jagung ( Zea mays L.) pada berbagai macam tanah mineral. Dalam pengkajian ini menggunakan berbagai metode ekstraksi-P dan hubungannya dengan status-P tanah, ciri – ciri tanah, berat kering tanaman, kadar P- tanaman, serta serapan P oleh tanaman jagung ( Zea mays L.). 3. Hipotesis Pemberian P akan mempengaruhi perilaku status P tanah, serta meningkatkan ketersediaan, dan serapan P oleh tanaman jagung ( Zea mays L.) pada setiap macam tanah mineral. C. TINJAUAN PUSTAKA 1. Status P Tanah Mineral Menurut Tisdale dan Nelson (1978) di dalam tanah P (fosfor) dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok P- Organik dan kelompok P-Organik. Kandungan P organik tanah, struktur tanah, dan aerasi tanah yang menjamin kelangsungan pelapukannya. Selama pelapukan berlangsung akan menghasilkan senyawa- senyawa organik yang dapat membantu meningkatkan kelarutan mineral tanah yang mengandung P, sedangkan secara langsung bahan organik tersebut menghasilkan senyawa- senyawa fosfolipida, asam nucleat, fitin, dan inositol merupakan senyawa- senyawa P- Organik yang mudah tersedia bagi tanaman (Delvin, 1969; Thompson dan Troeh, 1978). Pada umumnya senyawa P-organik terdapat dalam jumlah yang lebih besar di lapisan olah dibandingkan lapisan di bawahnya. Hal ini berkaitan erat dengan proses penimbunan bahan organic tanah pada lapisan olah (Tisdale dan Nelson, 1978). Menurut Soepardi (1983) bentuk P-organik yang utama adalah apatit Ca10 (PO4).F.C1.(OH)2 yang banyak dijumpai pada batuan beku. Batuan ini apabila mengalami pelapukan akan membentuk fosfat sekunder seperti Gorseisit BaAL3(PO4)5.2H2O, Florensit CaAL3(PO4)2(OH)6, Vivianit Fe3(PO4)2, Wavellit AL3(OH)3(PO4)25H2O, dan Grandalit CaAL3(PO4)2(OH)6. Mineral – mineral sekunder ini terakumulasi dalam fraksi yang lebih halus dan dapat memberikan kontribusi pada P-total tanah sebar 70 persen. Chang dan Jackson (1957) memilahkan P-organik menjadi beberapa fraksi yakni AL-P, Fe-P, Ca-P, dan P yang terselimuti oleh oksida besi (Occluded-P). Jumlah masing- masing fraksi di dalam tanah adalah beragam, tergantung pada macam ekstraktan, derajad kemasaman, kandungan bahan organik, bahan induk, jenis tanaman yang diusahakan, dan system pemupukan (Jackson, 1958). Menurut Kamprath (1974) jumlah oksida atau hidroksida AL dan Fe, selanjutnya Djokosudardjo (1974) perlu aktifitas kation, kelarutan P, macam mineral tanah, dan topografi, yang berpengaruh terhadap transformasi tersebut. Penyebaran fraksi-fraksi P-anorganik dapat digunakan untuk mempelajari derajad pelapukan tanah mineral. Pada tanah tanah muda (baru melapuk) banyak dijumpai bentuk Ca-P, kemudian pada tanah yang sedang melapuk banyak dijumpai bentuk Al-P, Fe-P, dan Occluded AL-FeP, selanjutnya pada tanah tanah yang mengalami pelapukan lanjut banyak dijumpai bentuk Occluded-AL-Fe-P (Chang dan Jackson, 1957 ; Schuffer dalam Black, 1973). Penelitian yang dilakukan oleh Leiwakabessy, Koswara, dan Sudjadi (1972), serta Djokosudardjo (1974) menunjukkan bahwa tanah-tanah mineral masam di Jawa didominasi oleh fraksi RS-P (Reductant soluble-P), dan Fe-P, sedang fraksi AL-P dan Ca-P dijumpai dalam jumlah sedikit. PUPUK P Ca (H2PO4)2 Ca (H2PO4)2 + Ca (HPO4) Al (OH)3 atau Fe (OH)3 Fe (OH)3 Sejalan dengan waktu A1(OH)2H2PO4 Fe(OH)2H2PO4 Gambar 1 : Perubahan Pupuk P dalam Tanah Figure 1 : Transformation of P Fertilizer in Soils. Jackson (1958), dan Sanchez (1976) menjelaskan bahwa hal ini dapat terjadi karena pada Fe-P sehingga terjadi karena pada tanah masam kelarutan AL-P lebih besar dari pada Fe-P sehingga terjadi perubahan dari fraksi AL-P menjadi Fe-P. 2. Faktor P tersedia dalam Tanah Mineral Kandungan P-tesedia di dalam tanah keberadaannya sangat beragam disetiap tempat dan setiap jenis tanah, demikian pula kemampuan tanah dalam menyediakan P bagi pertumbuhan tanaman. Menurut Woodruff, dan Kamprath (1965) jumlah P dalam larutan tanah dan kemampuan tanah untuk menyediakan P ke dalam larutan tanah adalah merupakan factor penting yang mempengaruhi ketersediaan P. Menurut Ozanne dan Shaw (1967) besarnya konsentrasi P dalam larutan tanah, kapasitas jerapan P, dan difusi P merupakan factor yang menentukan kemampuan tanah untuk menyediakan P bagi tanaman. Menurut Rajan (1973) konsentrasi P dalam larutan tanah merupakan bentuk dan besarnya P-tanah yang tersedia bagi tanaman. Ozanne dan Petch (1978) besarnya konsentrasi P yang diperlukan tanaman untuk menghasilkan 93 % dari produksi bahan kering tergantung pada species tanaman dan cara pengolahan tanah. Selanjutnya hubungan antara P-tanah, P-larutan ,dan P- tanaman diilustrasikan oleh Dean dan Fried (dalam Pierre dan Norman 1953), serta oleh Gunary dan Sutton (1967). Pada gambar 2 : Permu kaan tanah P-tanah Larutan tanah P-larutan tanah Akar tanam an P-jaringan tanaman Gambar 2 : Hubungan antara P-tanah, P-larutan tanah,dan P-jaringan tanaman. Fingure 2 : Relationship between Soil-P , Solution-P and Plant-P. 3. Beberapa ciri tanah yang menentukan Ketersediaan P Jumlah senyawa P-tersedia di dalam tanah adalah beragam, keadaan ini tergantung pada penciri tanah yang bersangkutan, yaitu bahan induk, bahan organic, kandungan liat, dan kemasaman tanah (Fox dan Kang , 1976,. Singh dan Jones,1976). Bahan Induk Hamparan tanah di daerah tropika basah umumnya didominasi oleh koloid tanah dengan tipe hidros-oksida. Kapasitas jerapan P pada tanah vulkanik ditentukan oleh besarnya kandungan alofan, aluminium, amorf, dan besi oksida (Galindo, Olguin, dan Schalscha, 1971). Menurut Sanchez (1976) bentuk oksida amorf memiliki kemampuan menjerap lebih besar dari oksida kristalin, sebab oksida amorf ini memiliki permukaan yang lebih besar. Hasil penelitian Djoko Sudardjo (1982) tanah Ultisol berasal dari Gajrug, Banten, dan Jasinga didominasi oleh mineral Smectit, Boehmit, Kuarsa, dan bahan-bahan amorf, Juga Kaolinit, haloisit, dan oksida hidroksida AL dan Fe (Theng, 1980). Bahan Organik Tanah Hasil penelitian Singh dan Jones (1976) melaporkan bahwa pemberian bahan organic yang telah diinkubasikan selama 30 hari dapat menurunkan kapasitas jerapan P oleh tanah. Oleh karena itu anion organic merupakan senyawa yang efektif untuk menggantikan ion fosfat yang dijerap oleh mineral tanah (Danilo, Flores, Siegert, dan Rodriguez 1979), Tisdale dan Nelson (1975) proses pelapukan bahan organic akan menghasilkan gas CO2. Gas ini akan bersenyawa dengan air membentuk asam karbonat yang sanggup melapukkan mineral primer tertentu sehingga akan meningkatkan ketersediaan P dalam tanah. Kemasaman Tanah Dalam tanah P-tersedia lebih banyak dijumpai pada kisaran pH 5.5 sampai 7.0 dan akan berkurang bila pH di bawah atau di atas kisaran ini (Tisdale dan Nelson, 1975). Di samping itu kemasaman tanah ikut menentukan bentuk ion P dalam larutan tanah, juga kelarutan AL3+, Fe 3+, dan Mn 2+. Pada nilai pH lebih kecil dari 5.0 kelarutan ion tersebut tinggi, selanjutnya dengan aktivitas ionnya akan bersenyawa dan akan mengendapkan ion P membentuk senyawa yang sukar larut (Soepardi,1983 dan Sanchez, 1976). Kandungan Mineral Liat Tipe mineral liat di dalam tanah akan mempengaruhi kemampuan jerapan P. Mineral ini tersusun dari lapisan silika dan aluminia. Tipe mineral liat yang utama dapat dikelompokkan menjadi: mineral liat tipe 1 : 1 dan mineral liat tipe 2:1. Jumlah P yang dijerap cenderung lebih besar pada tipe 1 :1 dibandingkan dengan tipe 2: 1. Hal ini disebabkan pada tanah yang didominasi tipe 1: 1 lebih banyak dijumpai ion hidroksil yang dapat digantikan ion P ( Tisdale dan Nelson, 1975). Namun demikian adakalanya tipe 2 :1 mempunyai kemampuan mejerap P yang lebih tinggi, dan apabila kompleks jerapan tanah telah dijenuhi oleh kation Ca 2+ . Peristiwa ini dapat dijelaskan karena ion Ca dapat membentuk senyawa kompleks CaLiat-P. Keadaan ini akan dialami oleh tanah yang kaya senyawa karbonat (Wild. 1953) D. METODE PENELITIAN Percobaaan Pot dilakukan di rumah kaca di lahan penduduk Desa Karangtengah Kabupaten Ngawi. Sedangkan Analisis laboratories di lakukan di Laboratorium kimia tanah, Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang. Percobaan dimulai pada bulan Mei 2004 hingga bulan Agustus 2004. Percobaan ini menggunakan 10 contoh tanah mineral asal Lamongan, Pasuruan, Ngawi, Jombang, Lawang, Poncokusumo, Tuban, Tangerang, Banten, dan Bogor (Tabel 1.) Masing-masing contoh tanah diambil secara komposit sampai pada kedalaman 20 centimeter. Selanjutnya contoh contoh tanah tersebut dikering udarakan, ditumbuk serta diayak ayakan berlubang 2.00 mm. Agregat yang lolos ayakan digunakan dalam percobaan ini, selanjutnya contoh tanah ini dilakukan analisis dasar fisika, dan kimia. Analisis dasar beberapa cirri terpilih disajikan pada lampiran 1. Bahan pupuk yang digunakan dalam percobaan adalah : Nitrogen berasal dari CO2 (NH2)2 p.a., Kalium berasal dari KC 1 p.a., Magnesium berasal dari MgSO4.3H2O p.a., Tembaga berasal dari CuSO4.5H2O p.a., Seng berasal dari ZnSO4.7H2O p.a., Molibdenum berasal dari H2MoO4.H2O p.a., Boron berasal dari H3BO3 p.a., sedangkan P (fosfor) berasal dari Triple Super fosfat (TSP). Air Penyiraman menggunakan air murni (aqua destilata) yang diperoleh dari Laboratorium Tehnologi Pangan, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, di Malang. Tanaman indicator yang digunakan adalah benih jagung ( Zea mays L.) varietas Hibrida C1 (Cargil) yang diperoleh dari kebun Benih Tanaman Polowijo, Muneng, di Probolinggo. Pot percobaan menggunakan pot plastic warna gelap yang berukuran tinggi 14 cm, diameter 13 cm, dan diameter atas 15 cm. Di dalam pot dipasang pipa atau selang penyiram yang berasal dari pipa PVC diameter 0.5 inc Percobaan ini merupakan percobaan factorial dengan rancangan acak lengkap. Factor I adalah macam tanah mineral yakni : Entisol (Aluvial) asal Lamongan, Vertisol (Grumosol) asal Pasuruan, Vertisol (Grumosol) asal Ngawi, Entisol (Aluvial) asal Jombang, Alfisol (Mediteran) asal Lawang, Etisol (Regosol) asal Poncokusumo, Alfisol (Mediteran) asal Tuban, Ultisol (Podsolik) asal Tangerang, Ultisol (Podsolik) asal Banten, and Ultisol (Podsolik) asal Bogor. Pemberian nomer sandi perlakuan macam tanah disajikan pada tabel 1. Tabel 1 : Contoh Tanah yang Diteliti Table 1 : Analysis of Soil Samples Nomer Nomer Urut 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Sandi (T1) (T2) (T3) (T4) (T5) (T6) (T7) (T8) (T9) (T10) Macam Tanah Asal Entisol (Aluvial) Vertisol (Grumosol) Vertisol (Grumosol) Entisol (Aluvial) Alfisol (Mediteran) Etisol (Regosol) Alfisol (Mediteran) Ultisol (Podsolik) Ultisol (Podsolik) Ultisol (Podsolik) Lamongan Pasuruan Ngawi Jombang Lawang Poncokusumo Tuban Tangerang Banten Bogor Faktor II adalah pupuk P dengan taraf pemberian 0 (P0), 45 (P1), 90 (P2), 135 (P3), dan 180 kg P2O5 ha-1 (P4) Parameter tanah meliputi : (1) Kandungan C. organic tanah, (2) Ph tanah, (3) Kandungan liat tanah, (4) Status P-tanah.. Sedangkan parameter tanaman meliputi : (1) berat kering tanaman bagian atas tanah, (2) kadar P-tanaman, dan (3) serapan P- tanaman. Percobaan dilakukan dalam rumah kaca yang terdiri dari dua bagian parameter, bagian pertama untuk mengertahui sifat penciri tanah, Pterekstrak, dan status P-tanah, sedang bagian kedua untuk mengetahui berat kering tanaman bagian atas tanah, kadar P-tanaman, serta serapan P tanaman. Pada bagian pertama dibutuhkan 0.5 kg tanah kering mutlak, sedang bagian kedua dibutuhkan 1.5 kg tanah kering mutlak masing-masing contoh tanah untuk setiap perlakuan. Kemudian diperlakukan dengan permberian pupuk dasar yang sama untuk masing- masing contoh, dosis dan macam pupuk disajikan pada tabel 2 Tabel 2 : Dosis Pupuk Dasar Table 2 : Basic Fertilizer Dossage No. Macam Unsur Hara Dosis (mg. kg -1) Asal dari 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Nitrogen ,N Kalium, K Magnesium Tembaga Seng Molibdenum Boron 200 200 15 5 10 1 10 CO2 (NH2)2 p.a KC1 p.a MgSO4.3H2O p.a CuSO4.5H2O p.a ZnSO4.7H2O p.a H2MoO4.H2O p.a H3BO3 p.a., Pemberian P sesuai dengan taraf perlakuannya. Pemberian P di lakukan secara semprotan (spray), selanjutnya pot percobaan masing-masing diinkubasikan selama satu minggu pada kondisi kapasitas lapang ( perhitungan kebutuhan pupuk dan kebutuhan air disajikan pada lampiran 2). Pot-pot percobaan setelah diinkubasikan selama satu minggu, kemudian setiap pot percobaan ditanami tiga biji benih jagung varietas Hibrida C1., selanjutnya setelah berumur 4 hari dipilih hanya satu tanaman yang pertumbuhannya lebih baik dan seragam. Selama percobaan setiap sore hari dilakukan penyiraman air murni (aquadestilata) dengan metode penimbangan, selisih berat dari kondisi kapasitas lapang merupakan jumlah air yang perlu ditambahkan. Tanaman jagung dipanen pada saat tanaman berumur 5 minggu setelah tanam. E. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Pengaruh Pemberian P terhadap Ciri Tanah Hasil analisis statistika menunjukkan bahwa perlakuan pemberian P tidak berpengaruh nyata terhadap masing- masing ciri tanah (% C.Organik, keasaman tanah, dan kandungan liat ). Hasil pengamatan masing-masing ciri tanah untuk setiap macam tanah disajikan pada tabel 3. Tabel 3 : Ciri-ciri Tanah pada Berbagai Macam Tanah. Table 3 : Soils Properties of Kind Soils Sandi T1 T2 T3 Macam Tanah (Lamongan) (Pasuruan) (Ngawi) C.Org. (%) 1.27 1.32 1.41 pH H2O 7.56 7.59 7.50 Liat (%) 59.18 63.02 54.12 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 (Jombang) (Lawang) (Poncokusumo) (Tuban) (Tangerang) (Banten) (Bogor) 1.21 1.05 0.88 1.22 1.04 0.98 1.04 7.68 6.59 5.26 7.18 4.50 4.36 5.01 59.12 39.04 9.36 31.06 35.07 38.36 35.99 Dari tabel 3 terlihat bahwa setiap macam tanah mempunyai kandungan C-Organik yang beragam. Faktor yang menentukan kandungan C-Organik tanah diantaranya yang terpenting adalah temperatur, curah hujan, vegetasi dan campur tangan manusia dalam mengelola tanah tersebut (Soepardi, 1983). Perlakuan macam tanah (T6) asal Poncokusumo dan (T9) asal Banten memiliki kandungan C-Organik lebih rendah dari macam tanah yang lain. Hal tersebut dikarenakan wilayah Poncokusumo merupakan hamparan tanah yang relatif masih masih baru sebagai bentukan yang berasal dari bahan letusan gunung Semeru, sehingga proses akumulasi C-Organik dan pelapukannya masih belum sempurna. Sedangkan C-Organik rendah pada tanah Banten disebabkan laju pelapukan dan pencucian yang tinggi oleh faktor iklim tropika basah (Trisdale dan Nelson, 1975). Berdasar hasil pengamatan kemasaman tanah, tanah (T1) asal Lamongan, (T2) asal Pasuruan, (T3) asal Ngawi, (T4) asal Jombang, dan (T7) asal Tuban termasuk kelompok tanah bereaksi netral. Sedangkan pada macam tanah (T5) asal Lawang, (T6) asal Poncokusumo, (T8) asal Tangerang, (T9) asal Banten dan (T10) asal Bogor termasuk kelompok tanah masam. Hal tersebut disebabkan karena jumlah ion hidrogen dan alumunium yang berada dalam larutan tanah dan komplek jerapan, serta adanya mineral silikat (Setiyono, 1982). Ditinjau dari kandungan liat, tabel 3 terlihat kandungan liat tanah terendah 9,36% yang dimiliki oleh tanah (T6) asal Poncokusumo. Hal ini dapat disebabkan karena tanah ini merupakan tanah bentukan baru yang berasal dari bahan abu vulkanik hasil erupsi gunung Semeru. Sedangkan tanah yang lain merupakan tanah yang bahan induknya sudah mengalami pelapukan sampai pelapukan lanjut (Trisdale dan Nelson, 1975 serta Djoko Sudardjo, 1982). 2. Pengaruh Pemberian P terhadap Status P tanah Hasil analisis statistika menunjukkan adanya interaksi nyata perlakuan pemberian P dan macam tanah berpengaruh nyata terhadap bentuk total-P tanah dan saloid-P, sedangkan bentuk-bentuk yang lain tidak nyata. Pengaruh pemberian P terhadap status-P tanah disajikan pada tabel 4. Tabel 4 : Pengaruh Pemberian P terhadap Status –P tanah Table 4 : Effect of P Application on P Soil Status Sandi Macam Tanah Taraf Pemberian P (Kg P2 O5 ha-1) 0 45 a. Total–P Tanah T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 (Lamongan) (Pasuruan) (Ngawi) (Jombang) (Lawang) (Poncokusumo) (Tuban) (Tangerang) (Banten) (Bogor) T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 b. Saloid -P (Lamongan) (Pasuruan) (Ngawi) (Jombang) (Lawang) (Poncokusumo) (Tuban) (Tangerang) (Banten) (Bogor) Keterangan : 90 135 180 854 mn 633 ijk 945 p 639 jk 465 jk 429 efg 855 mn 359 bc 357 bc 438 ef 869 no 653 k 986 q 638 jk 476 h 429 efg 856 mn 359 bc 358 bc 448 efg 1.80o 1.72no 2.07pq 1.48mn 1.34l 0.55e 1.98p 0.28 TN 0.26 TN 0.33cd 1.76op 1.72op 2.22r 1.59no 1.48mn 0.59ef 2.14r 0.28TN 0.26TN 0.38d (mg.kg -1) 796 l 605 ij 900 o 596 i 416 de 382 cd 800 l 340 b 306 a 395 d 808 l 618 ij 915 op 620 ijk 443 efgh 421 ef 830 lm 340 b 337 ab 417 de 851 mn 622 ijk 937 op 637 jk 457 fgh 411 de 844 mn 359 bc 337 ab 437 ef (mg.kg -1) 0.75ghj 0.70fgh 0.87ij 0.69fgh 0.54e 0.24abc 0.69fgh 0.22 TN 0.14 TN 0.18ab 1.55m 0.76ghi 0.96jk 0.74ghi 0.59ef 0.26abcd 0.77ghi 0.23 TN 0.20 TN 0.26abcd 1.60mn 0.79hi 1.04k 1.51m 0.64efg 0.26abcd 0.80hi 0.27 TN 0.23 TN 0.30 bcd Angka – angka yang didampingi huruf sama berarti tidak berbeda nyata pada p = 0.05 Tabel 4 diatas menunjukkan bahwa pemberian P dan macam tanah secara nyata menentukan sebaran bentuk-bentuk P yang berada di dalam tanah. Sedangkan Total-P dan Saloid-P masing-masing macam tanah secara umum ditentukan oleh pemberian P, tetapi tidak berpengaruh nyata pada bentuk Saloid-P pada macam tanah (T8) asal Tangerang dan (T9) asal Banten. Hal tersebut disebabkan macam tanah (T8) asal Tangerang dan (T9) asal Banten merupakan kelompok tanah yang bereaksi masam. Sedangkan pada macam tanah (T1) asal Lamongan, (T2) asal Pasuruan, (T3) asal Ngawi, (T4) asal Jombang, (T5) asal Lawang dan (T7) asal Tuban pemberian P hanya berpengaruh pada bentuk Ca-P, hal tersebut disebabkan karena kelompok tanah ini mempunyai kemasaman tanah netral (Wild, 1953 dan Landon (1984). 3. Pengaruh Pemberian P terhadap Serapan P oleh Tanaman Serapan P oleh tanaman merupakan hasil kali antara berat kering bagian tanaman yang berada di atas permukaan tanah dengan kandungan P yang berada di dalam jaringan tanaman. Hasil analisis statistika menunjukkan perlakuan pemberian P dan macam tanah berpengaruh nyata terhadap berat kering tanaman kandungan dan serapan P oleh tanaman. Tabel 5 : Pengaruh Pemberian P terhadap Berat Kering Tanaman Table 5 : Effect of P Application on Dry Matter. Sandi Macam Tanah 0 Taraf Pemberian P (Kg P2 O5 ha-1) 45 90 135 180 (g) T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 (Lamongan) (Pasuruan) (Ngawi) (Jombang) (Lawang) (Poncokusumo) (Tuban) (Tangerang) 6.11n 5.25m 7.00o 5.08m 1.16abc 0.98abc 5.33m 0.67a 8.06pq 7.87p 9.93wxy 6.52no 3.35kl 1.55def 8.79rst 0.88ab 8.86rst 8.41pqr 10.14wxy 6.69no 3.74l 1.83efg 9.61uvw 1.45bde 9.18stu 8.68 qrs 10.47xy 6.69nu 4.75m 2.26ghi 9.88vwx 1.76 def 9.42tuv 8.74rs 10.56y 6.72no 4.85m 2.87ijk 10.02wxy 2.17fgh T9 (Banten) T10 (Bogor) Keterangan : 0.63tn 0.84ab 0.75tn 1.21ab 0.99tn 2.02fgh 0.99tn 2.50hij 1.25t 2.94jkn Angka – angka yang didampingi huruf sama berarti tidak berbeda nyata pada p = 0.05 Pada tabel 5 dapat diketahui bahwa pengaruh pemberian P dan macam tanah terhadap berat kering bagian tanaman di atas permukaan tanah menunjukkan bahwa pemberian P berpengaruh nyata terhadap berat kering tanaman pada semua macam tanah, kecuali pada perlakuan macam tanah (T9) asal Banten. Pemberian P semakin meningkat sehingga tarap 180 kg P 2O5 ha-1 akan diikuti oleh meningkatnya bahan kering tanaman. Peningkatan tertinggi hasil berat kering tanaman dicapai oleh macam tanah (T3) asal Ngawi dan terendah macam tanah (T9) asal Banten. Hal ini menunjukkan bahwa setiap macam tanah mempunyai kemampuan yang beragam dalam menyediakan P untuk pertumbuhan tanaman. Faktor penting kemampuan tanah untuk menyedian P adalah jumlah P dalam larutan tanah (Woodruff, dan Kamprath, 1965). Pengaruh pemberian P dan macam tanah terhadap kandungan P dalam jaringan tanaman disajikan pada tabel 6. Tabel 6 : Pengaruh Pemberian P terhadap Kandungan P Tanaman Table 6 : Effect of P Application on Plant-P Contain. Sandi Macam Tanah 0 Taraf Pemberian P (Kg P2O5ha-1) 45 90 135 180 (%) T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 (Lamongan) (Pasuruan) (Ngawi) (Jombang) (Lawang) (Poncokusumo) (Tuban) (Tangerang) (Banten) (Bogor) 0.41jk 0.37ghi 0.58pqr 0.39hi 0.32def 0.24bc 0.47lm 0.18abc 0.17ab 0.12a 0.43kl 0.41jk 0.65stu 0.42jk 0.40ij 0.28cde 0.50mn 0.27cd 0.22bc 0.27cd 0.55opq 0.46lm 0.73uv 0.44kl 0.50mn 0.38hi 0.56pq 0.28cde 0.29def 0.32def 0.65stu 0.60rs 0.74uv 0.54opq 0.53nop 0.40ij 0.63st 0.34fgh 0.31def 0.39ij 0.72tuv 0.70tuv 0.78v 0.65stu 0.58pqr 0.41jk 0.76v 0.37ghi 0.34fgh 0.44kl Keterangan : Angka – angka yang didampingi huruf sama berarti tidak berbeda nyata pada p = 0.05 Tabel 6 menunjukkan bahwa pemberian P berpengaruh nyata terhadap kandungan P dalam jaringan tanaman pada masing-masing macam tanah. Kandungan P tertinggi (0.78% P) dicapai pada perlakuan pemberian pupuk 180 kg P2O5 ha-1 pada macam tanah (T3) asal Ngawi, dan terendah pada macam tanah (T9) asal Banten. Besar kandungan P yang berada dalam jaringan tanaman mencerminkan mekanisme kemampuan tanaman menyerap hara P yang berada dalam larutan tanah. Semakin sedikit jumlah P yang berada dalam larutan tanah mengakibatkan semakin rendahnya kandungan P yang berada dalam jaringan tanaman (Fox dan Kamprath, 1970). Perlakuan pemberian P dan macam tanah berpengaruh nyata terhadap serapan P oleh tanaman. Disajikan pada tabel 7. Tabel 7: Pengaruh Pemberian P terhadap Serapan P oleh Tanaman Table 7: Effect of P Application on P-Uptake Sandi Macam Tanah 0 Taraf Pemberian P (KgP2O5ha-1) 45 90 135 180 (mg) T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 (Lamongan) (Pasuruan) (Ngawi) (Jombang) (Lawang) (Poncokusumo) (Tuban) (Tangerang) (Banten) (Bogor) 2.49fgh 1.97efg 4.47lm 1.95efg 0.51abc 0.24a 0.54fgh 0.12a 0.11a 0.17a 3.49ijk 3.24hij 6.40q 2.77ghi 1.33cde 0.43abc 4.38klm 0.24a 0.17a 0.33ab 4.84mn 3.86jkl 7.42rs 2.91hi 1.86def 0.96abcd 5.41nop 0.40abc 0.28ab 0.64abc 5.96opq 5.17mno 7.80s 3.58ijkl 2.53fgh 0.92abc 6.18pq 0.60abc 0.31ab 0.98abcd 6.82qr 6.07opq 8.24s 4.39klm 2.78ghi 1.18abcd 7.62rs 0.78abcd 0.43abc 1.28cde Keterangan : Angka – angka yang didampingi huruf sama berarti tidak berbeda nyata pada p = 0.05 Tabel 7 menunjukkan bahwa semakin meningkat pemberian P hingga tarap 180 Kg P2O5 ha-1 akan diikuti meningkatnya serapan P secara nyata pada semua macam tanah kecuali pada macam tanah (T6), (T8) dan (T9). Sehingga dapat dikatakan bahwa kemampuan tanaman menyerap unsur hara masih tergantung pada sifat dan ciri tanahnya, maka sifat dan ciri tanah mempunyai peranan penting untuk menyediakan P dalam larutan tanah (Soepardi, 1983). Besarnya serapan P didominasi oleh tanaman yang tumbuh pada tanah yang kemasamannya netral yaitu pada (T1) asal Lamongan, (T2) asal Pasuruan, (T3) asal Ngawi, (T4) asal Jombang, dan (T7) asal Tuban serta (T5) asal lawang yang memiliki kemasaman mendekati netral. F. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan a. Pemberian P berpengaruh nyata terhadap Status P tanah (yaitu bentuk total-P pada semua macam tanah, bentuk saloid-P pada semua macam tanah netral, sedang pada tanah masam tidak menentu. Pengaruh pemberian P terhadap berat kering, kadar P tanaman dan serapan P oleh tanaman jagung tidak menentu pada semua macam tanah. b. Pada tanah netral hubungan serapan P oleh tanaman jagung secara bersamaan didominasi oleh bentuk total-P dan saloid-P tetapi pada tanah masam oleh bentuk saloid-P, total-P, antara lain-P dan Ca-P. 2. Saran a. Penelitian ini perlu dikembangkan melalui penggunaan taraf pemberian P yang lebih tinggi terutama pada tanah-tanah asal Tangerang, Banten dan Bogor. b. Penelitian perlu dilanjutkan pada kondisi lapang yang berbeda untuk mendapatkan gambaran yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan pemupukan TSP. c. Untuk mencegah kerancuan terhadap besarnya nilai pada setiap hasil analisi P-tersedia sangat perlu menyertakan metode ekstraksi yang digunakan. DAFTAR PUSTAKA Black, 1973. Phosphorus Adsorption by an Aluminium Peat Compleks. Soil Sci. Soc. Amer. 45 : 267-272 _____, and A., Petch. 1978. Effect of Species and Cultivation on Responses to Phosphate of Annual Pastures and Crop Aust. J. Agric. Res. 29 : 225-233. Buckman, H.O., and N.C. Brady, 1964. The Nature and Properties of Soils. Sixth Edition. The Mac Millan Company, New York. P. 432-456. Chang, S.C., and M.L. Jackson. 1957. Fraction of Soil Phosphorus. Soil. Sci. 84 : 133 - 144. Danilo, I.H., D. Flores. G. Siegert, and J.V. Rodriquez. 1979. Phosphorus Sorption Reaction that involve Exchengeable Aluminium. Soil Sci. 90 : 1-7. Delvin, 1969. The Effect of S Some Organic Anions on Phophete Removal from Acid and Calcereous Soil. Soil. Sci. 128 : 321-326. Djokosudardjo, S. 1974. Phosphorus Behaviour in Some Soils in Indonesia and Its Availability to Plant. MS Thesis University of Wisconsin, Madison, USA. ____________. 1982. Pengaruh Pemberian Fosfor terhadap Keefisienan Pemupukan Beberapa Macam Tanah di Indonesia. Desertasi Fakultas Pasca Sarjana, IPB, Bogor. Fox, R.L., and B.T. Kang. 1976. Influence of Phosphorus Fertilizer Placement and Fertilization Rate on Maize Nutrition. Soil. Sci. 125 - 40. _______, and Kamprath, 1970. Estimation of Phosphorus Availability of some East Java Soils. Thesis MSC. Course Soil Science and Water Management Agric. Univ. Wageningen. Galindo, G.G., C.Olguin, and E.B. Scalscha. 1971. Phosphate Sorption Capacity of Clay Fractions of Soil Denived. Gunary, D., and C.D. Sutton. 1967. Soild Factors Affecting Plant uptake of Phosphate, J. Soil. Sci. 18 : 167-173 Jackson, M.L. 1958. Soil Chemical Analysis. Prentice Hall, Inc. Englewood Cliffs. N.Y. pp. 498. Kamprath, 1965. Soil Organig Master, Its Nature, its Role in Soil Formation and Soil Fertility. Pergamon Press, Brounschweig. P183-227. _______, 1974. Introduction to Soil Chemistry. Proyek Penelitian Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu-Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor. Leiwakabessy, F.M., O. Koswara. , and M. Sudjadi. 1972. Preliminary Study on P-fixation of Mayor Soil Group in Java. Paper presented at the Second Asean Soil Conference. London, D. 1984. Phosphorus Sorption by Ultisols and Inceptisols of The Niger Delta in Southern, Nigeria. Soil. Sci. 144 (S) : 330-338. Nelson, D.W., and D.R. Hensel. 1983. Proceduures of Soil Analysis. ISRIC. 570 p. Otsuka, H., A.A., Briones., Daquiado, N.P., and Evangelio, FA., 1980. Characteristic and Genesis of Vulcanic Ash Soil in The Philippines. Tech. Bull. Tropical-Agriculture Research Centre, Ministry of Agriculture, Forestry, and Fisheries, Japan (24) : 62-77. Ozanne, P.G., and T.C. Shaw. 1967. Phosphate Sorption by Soils as Measure of The Phosphate Requirement for Pasture Growth. Aust. J. Agric. Res. 18 : 601 - 612. Pierre and Norman, 1953. Chemical Properties of Variable Charge Soils. New Zaeland Soe of Soil Sci. P.167-194. Radwan, M.A., J.M., Kraft, and J.S., Shumway. 1985. Evaluation of different Extractans for Phosphorus in Western Hemlock Soils. Soil. Sci. 140 (6) : 429-435. Rajan, S.S.S. 1973. Phosphate Adsorption Characteristic of Hawaiian Soils and Their Relationships to Equilibrium Phosphorus Cocentrations Required for Maximum Growth Millet. Plant and Soils. 39 : 519-532. Sanchez, P.A. 1976. Properties and Management of Soil in Tropic. John Wiley and Sons. New York - London - Sydney - Toronto. 618p. Setiyono, S. 1982. Lime Estimation of Indonesian Acid Mineral Soils and its Significance to Crop Production. Dotorate. Thesis. Pascasarjana. IPB Bogor. Singh, B.B., and J.P. Jones. 1976. Phosphorus Sortion and Desorption Characteristies of Soil as Affected by organig Residues, Soil. Sci. Soc. Amer. J.40 : 389-393. Soepardi, G. 1977. Masalah Kesuburan Tanah dan Cara Penyelesaiannya. Panitia Penyelenggara Penataran PPS Bidang Agronomi dalam Pola Bercocok Tanam Agronomi. LP3-IRRI-BIMAS-NFCEP. Bogor. Hal. 4-43. _________. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 331-521. Hal. Theng, B.K.B. 1980. Principle of Soil Chemistry, Marcel Dekter. Inc. New York. 267p. Thompson, G.W., and Toeh, D.E. 1978. Testing Soils for Phosphorous in L.M. Walsh., and J.D. Beaton (ed). Soil Testing and Plant Analysis. Soil. Sci. Soc. Amer. Inc. Madison, Wisconsin, USA. P. 115-132. Tisdale, and Nelson. 1975. Phosphate Adsorption variability within Soil Series and in Diverse Soil Population Soil Sci. 6 : 408-411. ________________. 1978. Soil with Variable Charge. New Zaeland. Soc of Soil Science. 448P. Westin, F.C., and G.J. Buntley. 1996. Soil Phosphorus in South Dakota : II Comparisons of Two Availability Test with Inorganic Phosphorus Amog Soil Series. Soil. Sci. Soc. Amer. Proc., 30 : 248-253. Wild, A. 1953. The Effect of Exchangeable Cations on The Retention of by Clay. Soil Sci. 4 : 72 - 85. Woodruff, J.R., and E.J. Kamprath. 1965. Phosphorus Adsorption Maximum as Measured by The Langmuir Isotherm, and Its Relationship to Phosphorus Availability. Soil Sci. Soc. Proc. 29 : 148 - 150. MEDIA SOERJO Jurnal Ilmiah Universitas SOERJO Ngawi Vol. 8 No. 1 April 2011 Diterbitkan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Universitas SOERJO Ngawi MEDIA SOERJO Jurnal Ilmiah Universitas SOERJO Ngawi Vol. 8 No. 1 April 2011 Diterbitkan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Universitas SOERJO Ngawi MEDIA SOERJO Jurnal Ilmiah Universitas SOERJO Ngawi Vol. 8 No. 1 April 2011 Kedudukan Peraturan Kepala Daerah Dalam Tata Hukum Indonesia Mas’ud., SH.,M.Si.,M.Hum ....................................................................... Transfer Informasi Intra Industri Sekitar Pengumuman Perubahan Dividen di Bursa Efek Jakarta Ningrum Murtiasih, SE., MM. ................................................................... 1-8 9 - 24 Aparatur Pemerintah Dalam Melayani Publik Drs. Tjipto Dradjati, MAP. ........................................................................ 25 - 31 Reformasi Pelayanan Publik Dalam Perspektif Good Governance Drs. Eddy Sardjono, M.Si .......................................................................... 32 - 45 Pengaruh Pemberian P Pada Beberapa Tanah Mineral Terhadap Status P Tanah, Ketersediaan dan Sarapan P Oleh Tanaman Jagung (Zea mays L.) Ir. Suhardjito, M.Si .................................................................................... 46 - 55 Peranan Media Dakwah Dalam Penyadaran Politik Masyarakat (Tinjauan Filsafat Politik) Sukamto, .................................................................................................... 56 - 66 Application Plan Concept Of Automatically Distribution Production System By Applied Sort Message Service Technology To Support the Production Process Ir. Wely Mulyono, MT. ............................................................................... 67 - 85 Bahan Tambahan Abu Sekam Padi Guna Menaikkan Tekanan Kuat Tekanan Beton Sebesar 25 MPA Thathit Bimo Luhung Wacono, ST. ............................................................ 86 - 90 Analisa Muffler Standard dan Modifikasi Suzuki Shougun (Suzuki FD 110) Apri Sayoko, ST. ........................................................................................ 91 - 102 Analisis kinerja karyawan ditinjau dari kompensasi dan motivasi kerja sebagai variable intervining pada PG. Soedhono Ngawi Rachmawati K, SE. .................................................................................... 103 - 123 Diterbitkan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Universitas SOERJO Ngawi