Sisi rohani Allah. Allah adalah Roh dan Pribadi. Apa

advertisement
Sisi rohani Allah. Allah adalah Roh dan Pribadi. Apa artinya? Allah adalah Roh. Dikatakan di
dalam Yohanes 4:24. Ini berarti bahwa Allah bukanlah jasmaniah. Apakah Allah memiliki bentuk
jasmaniah? Kita memang melihat ada catatan mengenai tangan-Nya, atau wajah-Nya di dalam
Alkitab, tetapi semua itu adalah anthropomorfisme, sebuah istilah teologis yang dipakai oleh
Alkitab untuk menjelaskan Allah dengan cara yang bisa kita pahami, tetapi Allah adalah Roh. Ia
bukan makhluk jasmaniah.
Alkitab mengajarkan bahwa Allah tidak nampak. Ia adalah Raja yang kekal selamanya dan tak
nampak karena Ia adalah Roh dan di dalam keberadaan-Nya Ia berbeda dengan kita. Kita
berbeda dengan Dia. Ia sendiri saja yang kekal dan hidup di dalam kehidupan yang tak
terjangkau. 1 Timotius 6 mengatakan demikian. Kita melihat Allah menyatakan diri dengan cara
yang berbeda-beda, seperti saat kita berbicara mengenai Penciptaan, kita bahkan melihat
adanya Theofani, Allah menyatakan diri-Nya seperti yang kita lihat di dalam Yosua 5 saat Yosua
bertemu dengan seseorang yang melambangkan kehadiran Allah, tetapi gambarannya adalah,
Allah tidak bisa dilihat, ia bukan jasmaniah. Allah tidak memiliki ukuran dan dimensi, dan Ia tidak
terbatas. Kita akan berbicara mengenai hal itu secara lebih mendalam ketika kita berbicara
mengenai kemahahadiran Allah. Tetapi Ia tidak terbatas oleh lokasi geografis dan tempat.
Ia tidak bisa rusak. Ia Pribadi yang suci. Ia adalah keberadaan yang sempurna dan hakiki. Ia
pada hakekatnya sempurna dalam keberadaan, tetapi Ia adalah Roh. Inilah yang saya
maksudkan ketika saya mengatakan bahwa Ia adalah Pribadi yang rohani, dan bukan sekedar
roh, karena bahayanya, kita bisa salah paham ketika kita berpikir mengenai Dia sebagai Roh. Ia
adalah Roh dan Pribadi, artinya, ketika kita berpikir tentang Allah sebagai Roh, kita tidak boleh
berpikir tentang Dia sebagai sekedar sebuah kekuatan, suatu kekuatan yang beredar di alam
semesta. Dan Ia juga bukan obyek yang bisa dimanipulasi. Ia bukan suatu kelompok atau
kumpulan atau mesin yang melaluinya kita melakukan sesuatu. Kadangkala, kita bahkan berpikir
demikian ketika kita sedang berdoa. Kalau saya menekan tombol yang ini terus menerus dalam
mesin itu, nanti akan terjadi sesuatu. Itu bukan Allah.
Ia bukan sebuah kekuatan yang bisa dipergunakan, atau suatu obyek yang bisa dimanipulasi. Ia
adalah Pribadi yang bisa dikasihi. Ini sangat mendalam. Ini kebenaran yang mendalam, bahkan
ketika kita berpikir tentang Injil dan bagaimana kita menjelaskan Injil hari ini di dalam budaya
gereja kita, ada yang perlu kita waspadai. Kita sering berbicara mengenai Injil saat seseorang
datang kepada Kristus dengan harapan hal itu membuat kita bisa masuk Surga. Kemudian,
orang datang kepada Kristus, lalu ia bisa mendapatkan pengampunan dosa. Orang datang
kepada Kristus, sehingga bisa mendapatkan kehidupan yang berarti. Orang datang kepada
Kristus, lalu hal-hal yang bermacam-macam itu kemudian terjadi. Tidak bisa demikian. Anda
datang kepada Kristus untuk bisa mendapatkan Allah. Anda datang kepada Kristus yang adalah
suatu Pribadi, bukan barang. Seringkali kita mengeluarkan Allah dari dalam Injil dan kemudian
menggantikannya dengan karunia-Nya saja. Memang surga dan pengampunan dosa dan
kehidupan yang berkelimpahan, semua itu baik, tetapi itu hanyalah karunia yang mengalir dari
Allah, yang adalah sebuah Pribadi. Anda datang kepada Kristus untuk bisa mendapatkan Allah.
Allah adalah Roh dan Pribadi. Ia adalah Pribadi yang bisa dikasihi.
Lalu bagaimana dengan kenyataan bahwa Ia adalah Roh? Ini adalah salah satu alasan
sehingga ketika anda melihat Keluaran 20, yaitu dalam Sepuluh Perintah Allah, anda melihat
bahwa patung dan gambaran dilarang, karena Allah itu tidak sama dengan apapun yang lain
yang ada di dalam ciptaan ini dan Allah melarang penggunaan apapun untuk menggambarkan
tentang Dia. Sekarang kita hidup dalam budaya yang sangat dipenuhi dengan gambar dan kita
harus behati-hati. Anda tidak bisa mewakili Allah dengan suatu gambaran tertentu. Anda tidak
bisa mengatakan, “Kalau saya sedang menggambarkan tentang Allah, saya akan
menggambarkannya seperti ini.” Tidak boleh demikian. Itu sudah penyembahan berhala. Anda
jangan menggambarkan tentang Allah. Kita harus menolak hal itu.
J.I. Packer mengatakan bahwa perintah yang kedua adalah berkaitan dengan pengakuan bahwa
Allah, sang Pencipta, itu tidak terjangkau, penuh rahasia dan tidak bisa dimengerti melampaui
jangkauan akal budi dan penjelasan filosofi yang bisa kita lakukan. Umat Allah jangan sampai
menggambarkan Dia karena kita masih menantikan hari ketika kita akan melihat Dia. Kita
menantikan hari ketika kita akan melihat Dia. 1 Yohanes 3:2, mengatakan, “Kita akan melihat Dia
sebagaimana adanya Dia.” Wahyu 22 ayat 4 mengatakan, bahwa kita akan bertemu denganNya muka dengan muka. Pertanyaannya adalah, bagaimana anda akan melihat sesuatu yang
tidak bisa dilihat? Kita hanya bisa menunggu nanti bagaimana hal itu dinyatakan.
Baik, kerohanian Allah. Ia adalah Roh dan Pribadi. Kekekalan Allah. Allah itu tidak terbatas dan
kekal. Ini akan membawa kita juga menyentuh bagian kemahahadiran, kemahasempurnaan, dan
kemahatahuan Allah, tetapi kita lihat dulu ketidak-terbatasan dan kekekalan Allah. Bisakah anda
mengukur rahasia Allah? Bisakah anda menyelami batas-batas Allah? Semua tentang Allah
lebih tinggi dari langit, apa yang bisa anda lakukan? Semuanya lebih dalam dari lautan yang
terdalam, apa yang bisa anda ketahui? Alkitab mengatakan bahwa Allah itu tidak terbatas. Ia
tidak terbatas. Ia tidak memiliki batas. Ia bukan hanya tidak terbatas, tetapi tidak bisa dibatasi.
Tidak ada batas untuk Allah dan kebesaran-Nya. Ia juga tidak terukur.
Anda tidak bisa berbicara mengenai jumlah atau ukuran atau berat atau derajat ketika berbicara
tentang Allah. Tidak ada apapun di dalam Allah yang lebih kecil atau lebih besar. Tidak ada di
dalam Allah yang besar atau kecil. Ia tidak terukur. Ia tidak terbatas. David Wells mengatakan,
“Allah, mulia dan kudus dalam Keberadaan-Nya, Allah ini yang kasih-Nya tak terukur karena
kekudusan-Nya tak terbatas, yang sudah mulai tersingkirkan dari dunia Injili modern.” Ia tak
terbatas, tak terukur. Tak terbatas, tak terbatas, tak terukur, tak bertepi, dan kekal.
Kita sudah melihat hal itu juga dalam Mazmur 90, ayat 1 dan 2, yang mengatakan, “dari selamalamanya sampai selama-lamanya Engkaulah Allah.” Dan inilah saatnya kita masuk ke dalam
hubungan antara Allah dengan waktu dan saya mau jujur di sini. Bagian ini memang sangat
memusingkan, untuk berpikir tentang Allah dalam hubungannya dengan waktu. Saya memiliki
kenalan seorang yang sudah bergelar Doktor dalam bidang Theologi. Ia pernah bercerita kepada
saya bahwa hal tentang Allah ini masih jauh melampaui pemahaman para Doktor sekalipun. Ia
bercerita bahwa ia pernah mengikuti kuliah program Doktor yang berbicara mengenai Allah
dalam hubungannya dengan waktu. Dia mengatakan bahwa diskusi dan kelas menjadi begitu
berat sehingga dia merasa beberapa kali bahkan tidak bisa mengerti apa yang sedang
didiskusikan.
Kemudian dosen yang mengajar mengajak peserta yang ada untuk membahasnya bersama. Ia
mengatakan bahwa ada sekitar empat pandangan yang akan didiskusikan mengenai pandangan
orang Kristen mengenai Allah dalam hubungannya dengan waktu. Ia memberikan contoh
keempat pandangan itu sebagai A, B, C dan D. Dan kemudian dosen mereka mempersilahkan
setiap mahasiswa untuk menjelaskan pandangan mana yang mereka yakini. Teman saya
mengatakan, “Aduh, waktu itu saya bahkan sama sekali tidak paham apa yang dijelaskan oleh
pandangan A, B, C dan D, apalagi menjelaskan yang mana yang saya yakini sendiri.” Dan
syukurnya, ada beberapa yang mendahului menjelaskan dan hampir semuanya mengatakan
bahwa pandangan B yang lebih tepat, dan teman saya mengatakan, “Wah, kalau begitu saya
juga percaya B yang benar.” Dan pelajaran dilanjutkan. Teman adalah seorang yang sangat
pintar, dan ia lulusan S3 untuk bidang Theology, tetapi ia mengatakan bahwa ia tidak bisa
memahami gambaran tentang Allah dalam hubungannya dengan waktu.
Allah itu memang kekal. Yang diajarkan di dalam Alkitab mengenai Allah adalah bahwa Allah
tidak memiliki awal, kita sudah melihat hal itu, dan Ia tidak memiliki akhir. “Awal” dan “akhir”
sama sekali tidak cocok diterapkan kepada Allah. Satu-satunya yang bisa saya jelaskan dari apa
yang dikatakan oleh Alkitab tentang Allah adalah bahwa Ia adalah Tuhan atas waktu. Ia tidak
memiliki masa lalu dan masa depan. Semua merupakan kekinian bagi-Nya dalam kesadaran
Allah. Waktu tidak mempengaruhi Allah, karena Ia selalu seperti adanya selalu dan akan selalu
demikian adanya. Jadi, dalam hal ini Ia selalu ada masa kekinian. Allah tidak pernah berubah di
sepanjang waktu. Waktu tidak mempengaruhi Allah, tidak mempengaruhi pengetahuan-Nya.
Sejalan dengan waktu kita berkembang, tetapi waktu tidak mempengaruhi Allah demikian. Kita
akan berbicara mengenai Allah yang tidak berubah itu nanti.
Allah melihat segala waktu dengan kejelasan yang sama. Keadaan yang demikian dalam
gambaran tentang Allah, sebagaimana dengan kesadaran-Nya, selalu ada. Ia melihat segala
waktu dengan kejelasan yang sama. Ia melihat masa lalu dengan kejelasan yang sama dengan
Ia melihat masa depan. Seluruh kekekalan, Allah menentukan apa yang dilakukan-Nya. Ia tidak
pernah bereaksi atas suatu keadaan dan tindakan. “Baik, kita lihat dulu apa yang akan dilakukan
oleh Daud di sini, dan nanti Aku akan putuskan apa yang akan Kulakukan.” Hal itu tidak terjadi
kepada Allah. Sejak kekekalan, Allah sudah menentukan apa yang sedang dilakukan-Nya
sekarang. Allah melihat segala waktu dengan kejelasan yang sama, tetapi pada saat yang sama,
Ia melihat peristiwa-peristiwa dalam koteks waktu dan Ia bertindak dalam konteks waktu. Itulah
yang bisa kita lihat. Kita melihat Ia berkarya dalam titik waktu yang berbeda dengan cara yang
berbeda, tetapi pada saat yang sama, Ia melihat segala waktu dalam kejelasan yang sama.
Kalau anda bisa memahami dengan baik apa maksudnya, saya mengucapkan selamat kepada
anda. Anda sudah menaklukkan Allah dan waktu .
Baik, dalam kenyataanya kita selalu ada di dalam waktu. Kita akan selalu ada di dalam waktu.
Ini membuat kita berbeda dengan Allah. Dan saya ingin kita berpikir dan mendalami kebenaran
ini bersama. Kalau Allah adalah tidak terbatas dan kekal, kalau Allah tidak terbatas dan selamalamanya mulia, tidak terbatas dan selama-lamanya kudus, tidak terbatas dan selama-lamanya
adil, tidak terbatas dan selama-lamanya penuh rahmat, maka yang pertama, dosa kita secara
tidak terbatas dan selama-lamanya memurkakan Dia. Satu dosa terhadap Allah adalah
pelanggaran yang tidak terbatas. Anda berdosa terhadap manusia, anda sudah sangat bersalah.
Anda berdosa terhadap Allah, anda tidak terbatas dalam kesalahan anda. Sebagai akibatnya,
murka-Nya, tidak terbatas dan selama-lamanya adil terhadap kita.
Mari kita lihat penjelasan dalam Kejadian 3. Satu dosa masuk ke dalam dunia. Allah
mengatakan, “Satu dosa dan manusia akan mati.” Tidakkah nampak berlebihan? Satu dosa
saja? Bahkan kalau anda perhatikan, itu terjadi di masa yang berbeda di Perjanjian Lama,
seseorang melakukan satu dosa dan pengaruhnya begitu merajalela, begitu kuat, dan hampir
seperti berlebihan. Anggapan itu muncul karena kita memandang Alkitab dengan mata yang
berpusat kepada manusia yang bertentangan dengan mata yang berpusat kepada Allah. Jangan
lupa, saudara seiman, Roma 5 menjelaskan kepada kita bahwa satu dosa yang membuat kutuk
terjadi atas semua manusia di sepanjang jaman, milyaran manusia jatuh ke dalam kutuk di
sepanjang waktu karena satu dosa.
Satu dosa yang membawa semua kejahatan dan penderitaan, itu akan kita bicarakan nanti, ke
seluruh dunia; semua akibat satu dosa. Badai, gempa bumi, tsunami, topan, penderitaan,
penyakit semua adalah akibat dari satu dosa. Dan kemudian secara bersama-sama, kita sudah
melakukan ribuan dan ribuan dosa. Murka-Nya tidak terbatas dan kekal kepada kita. Tetapi
indahnya adalah, dosa itu, sebagai pelanggaran yang tak terbatas kepada-Nya, tidak terbatas
dalam murka-Nya yang adil kepada kita, tetapi keindahannya adalah adanya keselamatan kita.
Ketika kita diselamatkan dari dosa, keselamatan kita juga tidak terbatas dan kekal
kesempurnaannya.
Saya suka dengan kutipan dari Steven Charnock, Discourse On the Eternity of God, sebuah buku
yang cukup tebal dan kutipan ini indah sekali. Perhatikan saya membacanya, “Ketika kita
menikmati Allah, kita menikmati Dia di dalam kekekalan tanpa ada penurunan. Waktu itu cair
tetapi kekekalan itu stabil dan setelah berabad-abad, sukacita itu masih tetap menyukakan dan
memuaskan seperti saat pertama kalinya seorang mendapatkan makanan yang diinginkan
setelah merasakan kelaparan yang lama. Ketika Kemuliaan Tuhan terbit ke atas anda, maka
kemuliaan itu tidak akan pernah tenggelam meski setelah jutaan tahun berlalu. Sebanyak pasir di
pantai.
Anak Allah ada di dalam terang yang menerangi anda dan akan senantiasa
memancarkan cahaya sampai selamanya. Ia tidak akan pernah berhenti mengalir dan aliran-Nya
akan selalu kuat, sepenuh pernyataan pertama diri-Nya dan kemuliaan yang terjadi. Allah
senantiasa penuh dengan kekuatan yang memancar, semurni cahaya yang baru dan pancaran
cahaya kehidupan dan terang bagi ciptaan, mengalir seperti mata air yang terus memancar yang
memuaskan hasrat yang paling mendalam yang membentuk kehendak anda, kepuasan dan
pemenuhan dalam rangkaian yang tak terbatas, tanpa ada perubahan atau penurunan. Ia akan
memiliki beragam sarana yang berkembang dalam kekekalan. Ini akan menjadi buah dari
sukacita dalam menikmati Allah yang tak terbatas dan kekal.”
Mari kita lihat Mazmur 90, saya mendorong anda untuk memperhatikan bagian ini. Pasal ini
dimulai dengan penjelasan, “Dari selama-lamanya sampai selama-lamanya Engkaulah Allah.” Di
akhir pasal dituliskan, “Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh
hati yang bijaksana.” Kekekalan Allah mengingatkan kita bahwa hari-hari kita terhitung. Hari-hari
kita terhitung. Ada perubahan yang sangat besar kalau anda menjalani kehidupan anda dalam
kekekalan. Anda memandang hal-hal yang terjadi secara sangat berbeda ketika anda
memandang semuanya itu dalam terang kekekalan.
“Kita hidup dalam jaman yang penuh kegelisahan”, kata Tozer, “terjebak di antara merenungkan
hidup dan waktu kehidupan kita di hadapan Allah dan di tepi kekekalan.” Jonathan Edwards,
David Braner, keduanya mengatakan “Banyak merenungkan kekekalan.” Hal itu akan membawa
perubahan besar di dalam kehidupan kita. Kemahakuasaan Allah, ini melangkah masuk ke
dalam kuasa kekal-Nya yang tidak terbatas, Allah memiliki kuasa yang tidak terbatas untuk
melakukan segala sesuatu sesuai dengan kehendak kudus-Nya. Bagian akhir tentang kehendak
kudus ini sangat penting karena ada beberapa hal yang tidak bisa dilakukan Allah. Hal itu tidak
membuat Dia menjadi tidak mahakuasa. Kita akan membicarakan mengenai hal ini kemudian.
Gambaran ini muncul dalam Kejadian 18, kuasa Allah yang dicurahkan dalam kehidupan Sarah
dan Abraham yang meski sudah sangat lanjut usia, memberikan anak kepada mereka.
Gambaran ini juga ada dalam Yeremia 32, “Sesungguhnya, Engkaulah yang telah menjadikan
langit dan bumi dengan kekuatan-Mu yang besar dan dengan lengan-Mu yang terentang.”
Kemudian Yesus juga mengatakan, “Tiada suatu apa pun yang mustahil bagi Allah.” Alkitab
mengatakan bahwa kuasa Allah menjangkau segala ciptaan, semua ciptaan ada di bawah kuasa
Allah dan hal itu mencakup seluruh sejarah. Dari satu manusia, Ia menjadikan semua bangsa
dan bahwa mereka harus memenuhi bumi dan Ia menentukan waktu yang ditetapkan bagi
mereka di tempat yang tepat dimana mereka harus hidup. Allah kita ada di surga. Ia melakukan
apa saja yang dikehendaki-Nya. Kuasa-Nya atas semua ciptaan melalui segala sejarah, segala
sesuatu.
Lalu apa yang tidak bisa dilakukan Allah? Satu, Allah tidak bisa membatalkan masa lalu. Kalau
Ia melakukan sesuatu untuk membatalkan masa lalu maka itu berarti Ia mengakui ada
kekacauan di masa lalu. Ia tidak bisa menyangkali karakter-Nya. Ia tidak bisa tidaksetia. Ia
tidak bisa berhenti dari keberadaan-Nya. Semua sifat itu tidak bisa berubah di dalam Dia. Ia
tidak bisa menyangkali diri-Nya. 2 Timotius 2:13 mengingatkan kepada kita, “Ia tidak bisa
menyangkali diri-Nya.” Ia selalu setia, dan ketiga, Ia tidak bisa mendustai umat-Nya. Allah tidak
bisa berdusta, Titus dan Ibrani mengatakan hal itu. Puji Tuhan, Ia tidak bisa gagal dalam
melakukan apa yang dijanjikan-Nya di dalam kehidupan kita.
Inilah kebenaran yang sesungguhnya, yang bukan hanya sekedar lembaran-lembaran catatan
belaka. Kebenaran inilah yang bukan hanya sekedar teori belaka. Sifat-sifat Allah ini secara
radikal mempengaruhi cara kita berhubungan dengan Dia dan mengenal Dia serta hidup di
bawah kuasa-Nya. Kemahakuasaan Allah, kemahahadiran Allah, segala keberadaan Allah
selalu hadir. Kita sudah menyinggung mengenai Mazmur 139 tadi. Di sana dituliskan demikian,
“Ke mana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu, ke mana aku dapat lari dari hadapan-Mu? Jika aku
mendaki ke langit, Engkau di sana; jika aku menaruh tempat tidurku di dunia orang mati, di situ
pun Engkau. Jika aku terbang dengan sayap fajar, dan membuat kediaman di ujung laut, juga di
sana tangan-Mu akan menuntun aku, dan tangan kanan-Mu memegang aku.”
Memang tidak secara jelas dikatakan di situ, coba perhatikan ayat tadi, bahwa segala
keberadaan Allah selalu hadir. Tetapi jelas ayat itu tidak bermaksud mengatakan bahwa
sebagian dari Allah hadir di sini dan kemudian bagian lain dari Allah hadir di bagian sana
kemudian bagian lain lagi dari Allah hadir di bagian dunia yang lain lagi. Seluruh keberadaan
Allah selalu hadir. Kemana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu? Tidak ada satu tempatpun. Tidak
ada satu tempatpun dimana aku dapat menjauhi roh-Mu. Ia mengatakan dalam Kisah Para
Rasul 7, “Aku tidak diam di dalam apapun yang dibuat oleh tangan manusia.” 1 Raja-Raja 18.
Elia dan nabi-nabi Baal. Ingat ketika Elia mengejek nabi-nabi Baal? Ia mengejek mereka,
“Dimana allahmu? Baal adalah dewa hujan bangsa Kanaan, dan Elia mengatakan, “Dimana
allhmu? Mungkin dia sedang sibuk atau sedang bepergian” dan bahkan dalam bahasa asli
Perjanjian Lama, dikatakan, “mungkin allahmu sedang ada di kamar kecil.” Dan gambaran yang
dijelaskan di sini adalah, “Mungkin allahmu ada di dalam sebuah kotak, tetapi Allahku ada
dimana-mana.” Jadi, Allah kita selalu hadir dimanapun.
Allah tidak bisa dibatasi atau dikurung di dalam dimensi ruang. Kita tidak bisa berpikir tentang
Allah di dalam suatu ruang, meski ruang itu adalah sebuah ruang yang tak terbatas. Ruang tidak
bisa dipakaikan kepada Allah karena Ia mahahadir. Allah hadir dimanapun—namun jangan salah
paham juga—Ia hadir dimanapun tetapi Ia berbeda dengan segala sesuatu. Ini bukan
Pantheisme atau Pan-Antitheisme, tetapi penegasan bahwa Allah ada di dalam segala sesuatu.
Ada beberapa orang yang salah memahami hal ini dan kemudian mengambil penerapan yang
salah juga. “Wah, Allah ada dimana-mana, Ia ada di dalam segala sesuatu. Ia ada di dalamku,
Ia ada di dalam dirimu. Ia ada di tempat sampah juga.” Bukan itu yang dijelaskan dengan
perkataan Allah mahahadir. Ia hadir di mana-mana, tetapi Ia berbeda dari segala sesuatu. Dan
kehadiran Allah dinyatakan secara berbeda dalam keadaan yang berbeda.
Kemudian, kalau Allah adalah mahahadir, apakah ada satu tempat dimana Ia tidak hadir? Tidak.
Mahahadir sudah mencakup semuanya. Tetapi kita melihat kehadiran-Nya dimanifestasikan
dalam cara yang berbeda. Kadangkala Allah hadir untuk memberikan topangan, seperti yang
dikatakan di dalam Kolose 1, “Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada
di dalam Dia.” “Ia menopang segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan.” Kata
Ibrani 1. Kadangkala Allah juga hadir untuk menghukum. Ini yang juga harus kita pahami. Tidak
selalu merupakan hal yang menyenangkan ketika Alkitab mengatakan bahwa Allah akan
menyertai anda. Kalau anda jauh dari Kristus karena dosa-dosa anda, maka Allah hadir di dalam
kehidupan anda bukan sesuatu yang akan menyenangkan anda, karena itu kadangkala akan
berarti bahwa Ia hadir untuk memberikan hukuman.
Anda melihat hal itu di dalam Kitab Habakuk pasal 1. Ini salah satu ayat yang disukai orang, dan
bahkan saya pernah melihat sebuah ibadah raya yang temanya diambil dari ayat ini, yaitu dari
Habakuk 1:5, “Lihatlah di antara bangsa-bangsa dan perhatikanlah, jadilah heran dan
tercengang-cengang, sebab Aku melakukan suatu pekerjaan dalam zamanmu yang tidak akan
kamu percayai.” Waktu membaca bagian ini saja, kesan yang pertama muncul adalah, “Wah,
tema yang sangat luar biasa.” Namun kalau kita perhatikan konteks ayat ini, sebenarnya sangat
bertolak-belakang. Allah akan membangkitkan suatu pasukan dari antara bangsa asing yang
tidak mengenal Tuhan untuk membawa penghakiman kepada umat-Nya dan kemudian mereka
akan dihancurkan dan tentu saja hal itu bukan sesuatu yang menyenangkan. Apa yang
sebenarnya terjadi bukanlah sesuatu yang bisa dinantikan dengan perayaan di sebuah ibadah
raya, karena ayat itu berbicara mengenai penghakiman yang akan diberikan oleh Tuhan terhadap
kita.
Jadi, tetap saja, kita harus memahami bahwa kadangkala Allah hadir untuk menghukum, tetapi
yang lebih sering, ketika Alkitab berbicara mengenai kehadiran Allah, Alkitab berbicara mengenai
bagaimana Allah hadir –dan juga—kadangkala Allah memang hadir untuk memberikan berkat.
Kadangkala Allah hadir untuk memberkati. Tidak ada satu tempatpun, baik di kedalaman surga
atau di neraka, dimana Allah tidak hadir, tetapi Ia hadir dengan tujuan untuk menghukum dan
untuk memberkati.
Kebenaran yang dalam dan saya yakin bahwa doktrin ini akan mengubahkan kehidupan.
Pikirkan mengenai hal itu. Apa artinya? Artinya, yang pertama, Allah selalu dekat. Bukankah ini
kabar baik? Ini kabar baik berkaitan dengan doa kita, penyembahan kita, mengapa kita tidak
harus pergi ke gereja untuk menghadap Allah. Kita tidak perlu datang ke suatu tempat tertentu.
Dan kita harus ingat akan hal ini. Kadangkala kita ada di dalam suatu tempat di dalam kehidupan
kita dimana Allah nampaknya memberkati kita di sana, semuanya nampak baik-baik saja, tetapi
kemudian Allah memindahkan kita dari situ. Mungkin kita harus pindah ke kota lain, pindah ke
rumah lain, pokoknya pindah ke tempat yang lain dan kita tidak bisa merasakan kehadiran-Nya
semudah ketika kita masih di tempat lama kita. Sangat indah untuk mengingat bahwa bahkan di
tempat baru itupun Allah hadir sama seperti kita ada di tempat lama. Ia maha hadir.
Allah selalu dekat dan anda tidak pernah sendiri. Hidup menjadi bisnis yang sangat luar biasa
kalau anda memakai setiap saat dalam kehidupan dengan memandang dan disertai oleh sang
Pencipta yang tidak terbatas dan yang mahatahu. Hidup menjadi bisnis yang luar biasa dan
kesukaan yang besar. 2 Timotius 4 ayat 16, Paulus mengatakan, “semuanya meninggalkan aku,
tetapi Tuhan telah mendampingi aku.” Saudara seiman, tidak perduli bagaimanapun rasanya
anda kesepian, anda tidak pernah sendirian. Allah mahahadir. Ia mahatahu. Allah memiliki
segala pengetahuan dan hikmat di segala waktu.
Saya mau mengangkat mengenai hikmat Allah di sini. Beberapa orang memisahkan hikmat Allah
dari semua sifat Allah. Kita akan menyelidikinya di sini. Semua pengetahuan dan hikmat Allah di
segala waktu. Kita akan memulai dengan pengetahuan. Allah memiliki pengetahuan yang
sempurna, sempurna dalam pengetahuan-Nya. Ia mengenal diri-Nya secara sempurna. Ia
mengetahui segala sesuatu secara sempurna. Ketika kita berbicara mengenai segala sesuatu,
maka kita sungguh-sungguh bermaksud mengatakan segala sesuatu.
Tidak ada yang
tersembunyi dari mata-Nya. Semua terbuka di hadapan-Nya. Segala sesuatu yang ada dan
segala sesuatu yang bisa ada, atau akan ada, segala sesuatu yang mungkin bisa ada, segala
sesuatu yang dahulu pernah ada kemungkinan ada, atau yang sekarang bisa menjadi ada, atau
yang di masa depan bisa menjadi ada, Ia mengetahui segala sesuatu yang nyata dan yang
mungkin terjadi. Dan ia mengenal sesuatu, segala sesuatu di setiap saat.
Keseluruhan gambarannya adalah tentang kehadiran Allah yang kekal, gambaran mengenai Dia
memiliki segala sesuatu, itu menunjuk kepada kenyataan bahwa dalam segala kesadaran-Nya Ia
hadir. Kalau anda bertanya kepada Allah tentang berapa jumlah pasir yang ada di pantai, Ia
tidak harus mengatakan, “Nanti saya hitung dahulu.” Ia tidak harus mencari tahu. Ia tidak harus
melakukan sesuatu untuk menjadi tahu. Ia tahu segala sesuatu, di setiap saat. Ia tahu segala
sesuatu sekaligus. Itu berarti bahwa Allah tidak pernah belajar, Ia tidak pernah belajar. Ia tidak
pernah harus belajar. Ia tidak pernah belajar dan Ia tidak bisa belajar. Ia tidak akan belajar. Ia
tidak pernah belajar. Ia tidak pernah menemukan sesuatu yang baru. Ia tidak pernah kagum
akan sesuatu. Ia tidak pernah datang kepada kita untuk bertanya. Ketika Ia mengajukan
pertanyaan, itu bagi kepentingan kita, bukan bagi Dia.
Ia tidak pernah belajar. Ia tidak pernah menemukan sesuatu yang baru dan Ia tidak pernah lupa.
Mungkin anda bertanya, “Lalu bagaimana dengan Yesaya 43:25. Ia mengatakan, “Aku, Akulah
Dia yang menghapus dosa pemberontakanmu oleh karena Aku sendiri, dan Aku tidak mengingatingat dosamu.” Kita perlu ingat bahwa—atau perlu menyadari bahwa ayat ini tidak mengatakan
bahwa Ia tidak memiliki pengetahuan apapun tentang apa yang anda lakukan di masa lalu,
karena itu berarti bahwa anda lebih dari Allah dalam arti anda memiliki pengetahuan akan apa
yang anda lakukan di masa lalu sedangkan Allah tidak. Itu tidak mungkin terjadi. Tetapi
kenyataannya adalah, yang dikatakan di dalam Yesaya 43:25, bahwa Ia dahulu mengetahui
sepenuhnya dan tetap mengetahui sepenuhnya di sepanjang waktu, bahwa Ia, melalui Darah
Kristus, tidak lagi menganggap anda harus bertanggungjawab atas hal-hal itu.
Ia tidak lagi mengingat dosa-dosa anda. Ia tidak lagi memperitungkan dosa-dosa anda. Tidak
pernah belajar, tidak pernah menemukan, tidak pernah melupakan. Allah tidak pernah harus
berpikir dulu. Ia tidak pernah harus mengatakan, “Saya akan memikirkan dulu hal itu dan
kemudian memutuskan apa yang harus Aku lakukan tentang hal itu.” Ia tidak pernah harus
berpikir dulu dan Ia tidak pernah terkejut atau kagum. “Oh, saya tidak menduga hal itu
sebelumnya” tidak pernah muncul dalam pikiran Allah. Allah tahu, Ia tahu tentang segala
sesuatu di segala waktu. Ini kebenaran yang membuat kita rendah hati, tetapi juga menakutkan,
selain membuat kita harus semakin memuliakan Dia. Allah mengenal kita dengan sempurna.
Saudara, tidak ada yang bisa disembunyikan dari Allah, sama sekali tidak ada.
Mazmur 139 mengingatkan kepada kita, “Engkau menyelidiki dan mengenal aku; Engkau
mengetahui, kalau aku duduk atau berdiri, Engkau mengerti pikiranku dari jauh. Engkau
memeriksa aku, kalau aku berjalan dan berbaring, segala jalanku Kaumaklumi. Sebab sebelum
lidahku mengeluarkan perkataan, sesungguhnya, semuanya telah Kauketahui, ya TUHAN.” Ia
tahu segala sesuatu tentang anda. Sekarang mari kita berpikir tentang bagaimana hal itu
menguatkan kita. Bagi para pengikut Kristus, anda percaya kepada Kristus untuk pengampunan
kita. Dengarkan apa yang dikatakan Tozer. Saya suka gambarannya, “Bahwa Allah mengetahui
semua manusia secara lengkap dan penuh bisa menjadi penyebab gentarnya orang-orang yang
menyembunyikan sesuatu.”
Kalau anda menyembunyikan sesuatu saat ini, maka anda harus merasa gentar akan
kemahatahuan-Nya. Beberapa dosa yang dibiarkan, beberapa kejahatan yang dilakukan secara
tersembunyi terhadap manusia atau Allah, tetapi bagi kita yang sudah lari kepada Allah dan
berlindung kepada-Nya, yang sudah berpegang kepada pengharapan yang sudah disiapkan bagi
kita di dalam Injil, betapa indahnya kenyataan bahwa Bapa kita sungguh-sungguh mengenal kita
secara sempurna? Tidak ada pemfitnah yang bisa mengacaukan kita. Tidak ada seteru yang
bisa menuduh kita. Tidak ada sisa-sisa kejahatan yang akan muncul lagi di dalam kehidupan kita
dan mendakwa kita akan apa yang kita lakukan di masa lalu.
Tidak ada kelemahan yang tak disadari di dalam kepribadian kita yang bisa muncul dan
kemudian membuat Allah kecewa terhadap kita karena Ia sungguh-sungguh mengenal kita
bahkan sebelum kita mengenal Dia dan memanggil kita kepada-Nya di dalam pengetahuan yang
penuh akan semua yang melawan kita. Bukankah ini kabar yang sangat indah? Tidak pernah
ada orang yang bisa datang dan kemudian mengatakan, “Ya Allah, apakah Engkau tahu apa
yang dilakukan orang itu di sana?” Ia tahu segala sesuatu. Segala sesuatu yang tidak bisa
dilihat oleh orang lain, bahkan mungkin oleh diri kita sendiri, dan bahkan mungkin tidak kita
sadari sama sekali, kalaupun ada Ia tetap mengasihi kita dan tidak akan pernah berpaling dari
kita. Kebenaran yang sangat luar biasa. Itulah pengetahuan Allah.
Sekarang mengenai hikmat Allah. Karena Allah penuh hikmat, apa artinya Allah berhikmat, ini
berarti Ia selalu menggenapi tujuan yang terbaik dengan cara yang terbaik. Ini memerlukan
pemikiran yang mendalam. Allah selalu menggenapi tujuan yang terbaik dengan cara yang
terbaik. Ia penuh hikmat. Bagi Dialah hikmat dan hikmat memenuhi semua karya-Mu,
kedalaman dan kekayaan hikmat Allah, Allah yang maha berhikmat. Ini berarti bahwa anda tidak
bisa memperbaiki rancangan Allah. Ia selalu-perhatikan apa yang saya katakan—Ia selalu
melakukan apa yang terbaik. Ini sangat dalam.
Dua dasar untuk kepercayaan di sini yang membuat kita bisa percaya kepada Alah: Karena Ia
memiliki hikmat yang sempurna dan karena Ia memiliki kuasa yang penuh. Ia mengetahui apa
yang terbaik dan Ia memiliki kuasa untuk melakukan apa yang terbaik. Sekarang, saya rasa
salah satu cara kita memahami hikmat Allah adalah dengan membandingkannya dengan hikmat
kita. Kita pikirkan bersama-sama mengenai “Hikmat manusia yang terbatas.” Kita semua
memiliki hikmat yang sangat terbatas. Mengapa kita memiliki hikmat yang terbatas? Pertamatama karena kita memiliki pengetahuan yang terbatas. Kita sering berlaku tidak bijak karena kita
tidak memiliki pengetahuan yang penuh. Kita berpikir, “Wah, kalau saja saya tahu hal itu, saya
akan bertindak berbeda dalam keadaan itu. Saya tidak tahu hal itu.”
Kita kurang pengetahuan. Kadangkala kita kurang perspektif. Kadangkala kita memiliki
perspektif yang sempit dan menyimpang dan sehingga kita mengambil sebuah keputusan hanya
berdasarkan apa yang kita lihat saja dan tidak sungguh-sungguh memahami arti yang
sesungguhnya dari sebuah keadaan. Perspektif yang berbeda. Kita tahu bahwa semakin
banyak pengalaman akan memberikan kepada kita kesempatan untuk semakin bertumbuh dalam
hikmat kita. Karena itu kita kekurangan pengetahuan dan perspektif serta pengalaman, dan
semua itu membuat hikmat kita menjadi sangat terbatas.
Sekarang saya ingin anda berpikir mengenai Allah, hikmat Allah yang tidak terbatas. Bagaimana
bisa begitu? Yang pertama, seperti yang sudah kita bicarakan, Allah memiliki pengetahuan yang
sempurna. Allah tidak pernah mengatakan, “Kalau Aku tahu hal itu sebelumnya, Aku akan
bertindak lain.” Ia lengkap, berkaitan dengan semua fakta-fakta, dalam segala waktu. Ia tahu
segala sesuatu. Yang kedua, Allah memiliki perspektif yang kekal. Hikmat adalah melihat
sesuatu secara terfokus, melihat hal yang ada yang berkaitan dengan keseluruhan gambaran
yang ada. Ia memiliki perspektif yang kekal dan Allah memiliki pengalaman yang tidak terbatas.
Dan demikianlah Allah bisa menguatkan kita untuk percaya kepada-Nya meski dalam keadaan
gelap. Demikianlah Allah bisa menguatkan kita untuk percaya kepada-Nya meski keadaan
nampak tidak masuk akal bagi kita. Apakah jalan untuk mendapatkan hikmat itu? Saya mau
menjelaskan tiga hal. Yang pertama, berdoa dengan keyakinan. Inilah yang dikatakan oleh
Yakobus.
Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia
memintakannya kepada Allah, -- yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan
dengan tidak membangkit-bangkit --, maka hal itu akan diberikan kepadanya. Hendaklah ia
memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang, sebab orang yang bimbang sama
dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin.”
Anda
memperhatikan ayat ini? Di sini Allah mengatakan, “Aku memiliki segala hikmat. Mintalah
kepada-Ku, Aku berjanji akan memberikannya kepadamu.”
Inilah sebabnya kita melihat di seluruh Alkitab tentang pencarian hikmat. Percaya, berdoa di
dalam keyakinan. Kedua, berpegang kepada kayu salib. 1 Korintus 1 adalah salah satu bagian
yang paling indah yang menggambarkan tentang bagaimana salib adalah hikmat Allah. Ayat itu
diakhiri dengan menyebut Kristus sebagai hikmat Allah. Gambaran yang nampaknya bodoh bagi
beberapa orang tentang kayu salib, pada akhirnya, sebenarnya adalah hikmat Allah, dan yang ini
juga sangat penting.
Percaya kepada Bapa. Salah satu bagian yang sangat saya sukai dari Injil Lukas, ketika Yesus
berbicara mengenai doa dan di bagian akhirnya Ia mengatakan, “Bapa manakah di antara kamu,
jika anaknya minta ikan dari padanya, akan memberikan ular kepada anaknya itu ganti ikan?
Atau, jika ia minta telur, akan memberikan kepadanya kalajengking? Jadi jika kamu yang jahat
tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia
akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada-Nya.” Inilah gambarannya
Allah adalah Bapa. Semua mulai menjadi lebih jelas.
Allah adalah Bapa. Ia maha berhikmat, yang berarti Ia selalu memberikan apa yang terbaik. Ini
berarti ketika—kembali ke Mazmur 23 dan saya mau membagikan dulu sedikit pengalaman
ketika saya mendapat telepon bahwa sesuatu yang buruk terjadi kepada ayah kami. Dan karena
itu saya berdoa dan berdoa dan berdoa dan menangis kepada Allah agar Ia menolong ayah
kami, dan kemudian ada telepon lagi yang mengatakan bahwa ayah kami sudah membaik. Di
saat seperti inilah hikmat Allah yang adalah gunung batu dimana kita bisa berdiri dan
memandang kepada hikmat-Nya yang tak terbatas dan mengatakan, “Engkaulah Bapa dan saya
percaya kepada-Mu bahwa Engkau tahu apa yang terbaik. Saya kurang pengetahuan dan
perspektif. Saya kurang dalam pengalaman. Engkau memiliki semuanya itu. Aku percaya
bahwa Engkau tahu apa yang terbaik.”
Ini adalah kebenaran yang kokoh dan teguh. Saya tidak mengatakan bahwa ini adalah
kebenaran yang mudah, tetapi ini kebenaran yang kokoh. Tozer menuliskannya dengan sangat
baik, “Dibandingkan dengan kebaikan Allah untuk melakukan yang terbaik baik kita dan hikmatNya dalam merencanakan dan kuasa-Nya untuk mencapainya, apa yang tidak kita miliki?”
Hikmat Allah, kemahatahuan Allah, segala hikmat, segala waktu, Allah yang tidak berubah, ini
berarti Ia tidak pernah berubah dan tidak akan berubah.
Empat kebenaran. Bisakah Allah berubah?
Di sinilah jawabannya.
Yang pertama,
Kesempurnaan Allah tidak pernah berubah. Kesempurnaan-kesempurnaan itu tidak berubah.
Dan yang saya maksudkan adalah dalam segala sifat-Nya yang sempurna yang sudah kita
bicarakan tadi, maka Allah tidak pernah berubah. “Ia tetap sama kemarin, hari ini dan
selamanya, Engkau tetap sama.” Ibrani 1. Kemudian Yakobus 1 pada-Nya tidak ada perubahan
atau bayangan karena pertukaran.” Kesempurnaan-Nya tidak pernah berubah. Kasih, rahmat,
kasih karunia, segala sesuatu mengenai diri-Nya, kekekalan, kerohanian, kepribadian, semua hal
itu tidak pernah berubah.
Yang kedua, tujuan Allah tidak pernah berubah. Apa yang sudah dirancang oleh Allah tidak
pernah berubah. Tuhan menggagalkan rancangan bangsa-bangsa, Ia membongkar rencana
manusia, tetapi rencana Allah akan teguh selamanya. Rancangan hati-Nya melampaui segala
keturunan, dan di bagian akhir Yesaya 46:9-11 dikatakan, “Aku telah mengatakannya, maka Aku
hendak melangsungkannya, Aku telah merencanakannya, maka Aku hendak melaksanakannya.”
Allah melakukan apa yang dikehendaki-Nya dan apa yang diinginkan-Nya akan selalu terjadi.
Rancangan Allah tidak berubah dan janji Allah tidak berubah. Firman-Nya tetap selamanya. Ia
tidak berdusta. Ia tidak berubah pikiran.
Lalu pertanyaannya adalah, bagaimana dengan bagian seperti Keluaran 32 ketika Allah
mengatakan, sebagai akibat penyelewengan umat-Nya yang menyembah patung lembu emas,
“Aku akan melenyapkan bangsa ini. Aku akan membinasakan mereka.” Dan kemudian Musa
bedoa, memohon kepada Allah untuk tidak melakukan apa yang dikehendaki-Nya dan kemudian
Allah mengatakan, “Baik, Aku tidak akan melakukan hal itu.” Dan Alkitab mengatakan, “Dan
menyesallah TUHAN.” Beberapa terjemahan bahkan mengatakan, “Ia bertobat” bahwa Ia
melakukan sesuatu yang berbeda, mengubah pikiran. Dan kemudian, apakah Allah mengubah
pikiran-Nya atau tidak?
Inilah saatnya saya mengangkat kebenaran yang keempat.
Kesempurnan, rancangan dan janji-Nya tidak pernah berubah. Semua itu jelas sekali di dalam
Alkitab.
Yang keempat, rencana Allah terungkap bertahap dan inilah yang saya maksudkan. Kita melihat
rencana Allah, yang tidak pernah berubah. Kita berbicara mengenai tujuan yang sudah
dirancangkan yang tidak berubah, tetapi terungkap bertahap. Dalam Keluaran 32 hal itu
terungkap bertahap.
Allah mengatakan, “Karena dosa-dosa umat-Ku, mereka layak
dibinasakan.” Pada saat yang sama, dalam rancangan Allah, tujuan-Nya adalah untuk
mengangkat Musa sebagai perantara, untuk mendoakan bagi mereka sehingga Allah akan
mengatakan. “Aku tidak akan membinasakan mereka karena engkau berdoa bagi mereka.” Ini
gambaran tentang kayu salib. Ini gambaran tentang Allah yang mengatakan, “Dalam dosamu,
kamu layak dimurkai. Dalam rancangan-Ku, Aku akan mengutus Kristus untuk menanggung
murka-Ku di dalam diri-Nya bagi kamu sehingga kamu bisa diampuni dari segala dosamu dan
mendapatkan kehidupan yang baru.
Rancangan-Nya terungkap bertahap. Ini tidak berarti bahwa kesempurnaan-Nya, rancangan-Nya
berubah. Ini tidak berarti bahwa janji-Nya berubah. Ini membawa kita ke dalam empat
kesimpulan: Yang pertama, Allah tidak mengubah kedaulatan-Nya atas kita. Ini pada dasarnya
menegaskan kenyataan bahwa kesempurnaan, janji, rancangan-Nya tidak berubah. Ini luar
biasa. Sangat luar biasa bahwa Allah tidak mengubah kasih-Nya. Kalau Dia mengubah kasihNya, maka perubahan itu pastilah perubahan ke arah kebaikan atau keburukan. Kalau Ia
berubah ke arah lebih baik, maka itu artinya apa yang ada padanya bukan kasih yang sempurna.
Kalau berubah menjadi lebih buruk, itu memang sudah merupakan sesuatu yang buruk.
Sangat indah bahwa janji Allah tidak pernah berubah. Bagaimana kita bisa meyakini sebuah janji
di dalam Alkitab yang mengatakan, “Percayalah kepada-Ku dan engkau akan menerima hidup
kekal”? dan kemudian berpikir, Yah, mungkin saja begitu, harap bahwa Allah belum berubah
pikiran tentang hal itu. Tidak. Janji-Nya tidak pernah berubah. Rancangan, kesempurnaan dan
janji-Nya tidak pernah berubah. Ia tidak berubah dalam kedaulatan-Nya atas kita. Lalu apa yang
berubah dari Allah, bentuk hubungan-Nya dengan kita. Ini sesuatu yang berbeda, dan saya
justru mengajak kita memuliakan Allah karena hal ini.
Di dalam kehidupan saya ada saat dimana saya berada di bawah murka Allah karena dosa.
Dengan firman Kristus dan kuasa Kristus dan Roh-Nya Ia menarik saya kepada keselamatan. Ia
mengubah hubungan-Nya dengan saya. Jadi sekarang saya tidak pernah lagi takut akan murkaNya kepada saya, karena saya ada di dalm kasih karunia dan rahmat-Nya. Saya yakin kita
semua bersyukur kepada Allah akan hal itu, bukan? Ia tidak mengubah kedaulatan-Nya atas diri
kita, tetapi Ia memang mengubah hubungan-Nya dengan kita. Kita bisa melihat hal itu dalam
rancangan-Nya yang terungkap bertahap.
Mari kita ambil satu langkah lebih dalam lagi. Ia mengangkat Musa. Gambaran yang sama juga
di dalam kehidupan Yunus. Ia mengatakan, “Niniwe, Aku akan membinasakan mereka kalau
mereka tidak bertobat.” Tetapi kemudian Ia mengangkat Yunus dan mengutus dia pergi ke
sana—sedikit menyimpang sampai dibawa oleh ikan—pergi kepada mereka dan mengajarkan
pertobatan kepada mereka. Di sini kita melihat sesuatu yang menjadi kesimpulan ketiga kita,
Allah melibatkan kita di dalam rancangan-Nya. Allah membangkitkan orang-orang yang menjadi
pendoa. Ia membangkitkan orang-orang untuk memberitakan Injil. Ia melakukan semuanya itu.
Ia melibatkan kita di dalam rancangan-Nya dan Ia memakai kita untuk menggenapi rancanganNya. Allah menetapkan tujuan, tetapi Ia juga menetapkan cara untuk mencapai tujuan itu.
Ketidakberubahan Allah melibatkan kita di dalam rencana-Nya dan memakai kita—dan kita
dipakai untuk menggenapkan rencana-Nya. Tetap nampak di sini, kebesaran Allah.
Anda membawa ketujuh sifat Allah itu dan kemudian kita berdoa kepada Allah, meminta agar Ia
membebaskan diri kita dari hal-hal yang remeh saja. Bagaimana kita mengikatkan diri kepada
hal-hal yang remeh saja kalau Allah yang kita sembah dan layani adalah yang seperti ini? Dan
kiranya Allah membebaskan kita dari penyembahan yang tidak bersungguh-sungguh. Tozer
mengatakan, “Dalam pandangan saya, satu kebutuhan yang paling mendasar adalah berkaitan
dengan kehidupan keagamaan yang dangkal dan dilakukan secara sembarangan saja. Mereka
harus dihantam dengan visi dari Allah yang tinggi dan diangkat dengan kemuliaan-Nya yang
memenuhi Bait-Nya. Seni penyembahan yang kudus nampaknya sudah memudar seperti
kemuliaan yang ada di Kemah Suci. Sebagai akibatnya,..” Perhatikan ini “Kita didorong untuk
memakai sarana kita sendiri dan membuat penyembahan yang tidak bersifat spontan dan sudah
diatur dengan membawa kegiatan-kegiatan yang murah dan megah tetapi tidak bermakna
dengan tujuan untuk menarik perhatian orang-orang untuk datang ke dalam gereja.”
Saya ingin mengingatkan anda, saudara seiman, keagungan Allah lebih dari cukup untuk
menarik perhatian orang-orang di dalam gereja saat ini. Kita tidak perlu mengadakan berbagai
kegiatan yang murah atau yang megah tetapi tidak bermakna ke dalam penyembahan kita hanya
dengan maksud menghibur jemaat. Kita memiliki Allah yang agung. Ketika kita melihat
keagungan Allah ini, kita akan menyembah keagungan-Nya dan mendaftarkan penyembahan
kepada-Nya yang agung. Inilah keagungan Allah. Kita akan masuk ke dalam tujuh sifat Allah
yang selanjutnya: Kekudusan, integritas, kasih, rahmat, keadilan, kemurkaan, kecemburuan.
Kekudusan. Kudus, Kudus, Kuduslah Tuhan Semesta Alam. Kekudusan itu membukakan
kemuliaan-Nya. Ini satu-satunya sifat yang disebutkan tiga kali berturut-turut dalam satu
kesempatan. Seolah-olah Alkitab menunjukkan adanya penekanan khusus untuk sifat ini.
Kudus, Kudus, Kudus. Alkitab tidak pernah mengatakan Kasih, Kasih, Kasih, atau Adil, Adil, Adil
atau Murka, Murka, Murka. Ini tidak berarti bahwa Kudus merupakan sifat yang lebih penting dari
yang lainnya, tetapi ini menunjukkan bahwa kita memang harus memberikan perhatian serius
kepada Kekudusan Allah. Apa artinya?
Yang pertama, Ia unik secara sempurna. Ia berbeda. Ia unik bagi kita. Tidak ada yang seperti
Dia. “Dengan siapa hendak kamu samakan Allah, dan apa yang dapat kamu anggap serupa
dengan Dia?” Itu dituliskan di dalam Yesaya 40. Ia secara sempurna unik dan Ia secara
sempurna terpisah. Unik dari kita dan terpisah dari kita. Kita semua berdosa, Allah lebih mulia
dari kita, bukan hanya sebagai Pribadi yang unik dari kita, terpisah dari kita, tetapi Ia secara etika
dan moral murni. Ia tidak bisa membiarkan kesalahan. Dan mencobai? Tidak ada orang yang
bisa mengatakan, “Allah mencobai saya.” Ia tidak bisa tersentuh oleh dosa dan Ia tidak
membiarkan adanya dosa. Anda tidak bisa melihat Tuhan tanpa Kekudusan karena Ia tidak
membiarkan dosa; tidak tersentuh oleh dosa dan tidak bisa membiarkan dosa.
Bagaimana Allah menyatakan kekudusan-Nya? Begitu banyak cara di sepanjang Alkitab. Ia
menyatakan kekudusan-Nya melalui umat-Nya. Ia mendisiplin umat-Nya sehingga mereka bisa
mengambil bagian di dalam kekudusan-Nya. Ia menyatakan kekudusan-Nya melalui tempattempat. Keluaran 3, Yosua 5, di kedua tempat itu Allah mengatakan, “Tanggalkanlah kasutmu.
Tempat dimana engkau berdiri adalah Kudus.” Dan tempat itu Kudus karena di sana ada
Kekudusan-Nya. Gambarannya adalah Allah menunjukkan Kekudusan-Nya melalui Hukum,
Imamat 11, inilah saat Ia mengatakan, “Kuduslah kamu sebab Aku Kudus. Inilah Hukum dari-Ku.
Di situ ditunjukkan Kekudusan-Ku. Ikutilah hukum itu, dan kamu akan menyatakan KekudusanKu.”
Ia menunjukkan kekudusan-Nya melalui penghakiman-Nya. Ini gambaran di dalam Yosua pasal 7
dan dosa Akhan. Akhan melakukan dosa dan mengacaukan berkat di hadapan Allah bagi
seluruh umat Allah. Kisah Para Rasul pasal 5, ingat apa yang terjadi di sana di bagian awal dari
Gereja Mula-Mula dan muncul Ananias dan Safira. Ananias datang terlebih dahulu dan ia
berbohong dan langsung jatuh dan mati. Safira menyusul, ia berbohong, jatuh dan mati juga.
Dan dikatakan di dalam Kisah Para Rasul 5:11, “Maka sangat ketakutanlah seluruh jemaat dan
semua orang yang mendengar hal itu.” Pasti saja ketakutan. Kalau itu terjadi di gereja kita, pasti
hal yang sama akan terjadi juga.
Memang akan sedikit menghambat pertumbuhan gereja kalau orang berjatuhan dan mati di
gereja seperti itu. Meski memang tidak selalu—Allah lebih tertarik kepada kekudusan umat-Nya
dibandingkan dengan ukuran gereja. Ia lebih tertarik kepada kekudusan umat-Nya dibandingkan
dengan ukuran gereja. Ia sangat serius berkenaan dengan menunjukkan Kekudusan-Nya
melalui penghakiman-Nya. Ia menunjukkan Kekudusan-Nya melalui Anak-Nya, melalui Yesus,
yang tidak berdosa. Dan Ia menunjukkan Kekudusan-Nya melalui Gereja-Nya. Kita dimaksud
untuk menjadi tampilan dari Kekudusan Allah. Inilah sebabnya kita tidak boleh malas berkaitan
dengan kekudusan. Kita dimaksud untuk menjadi tampilan akan kekudusan Allah di masyarakat
dimana kita berada. Mereka akan melihat. Orang-orang akan melihat Kekudusan Allah di dalam
kehidupan kita; Kekudusan Allah.
Selanjutnya, integritas Allah. Berpikir mengenai integritas Allah. Kedengarannya menarik. Apa
maksudnya? Pikirkan dalam tiga cara. Pertama, keaslian-Nya, artinya, Allah itu benar. Ia
sungguh-sungguh nyata. Dalam dunia yang dipenuhi kepalsuan, Allah kita nyata. Ia tidak dibuat.
Ia tidak dirancang. Inilah gambaran di dalam Yeremia mengenai patung-patung kayu yang tak
berharga yang dibuat manusia. Kita hidup dalam masyarakat dimana kebenaran itu dianggap
bersifat relatif atau bahwa kebenaran bergantung dari siapa yang berpendapat atau bahwa
kebenaran haruslah memenuhi berbagai syarat. Allah itu benar. Bukan hanya keaslian-Nya,
tetapi kejujuran-Nya.
Ia bukan hanya benar, tetapi Allah juga mengatakan kebenaran. Ia selalu mengatakan semua
sebagaimana adanya. Apa yang dikatakan Allah selalu tepat, tanpa dusta atau perubahan
pikiran. Setiap perkataan Allah tidak bercacat. Jadi keaslian-Nya, Ia benar, kejujuran-Nya, Ia
mengatakan apa yang benar, dan yang ketiga, kesetiaan-Nya, Ia selalu terbukti benar. Ia selalu
memelihara janji-Nya. Allah selalu menggenapi apa yang dikatakan-Nya. Kita sudah berbicara
mengenai hal itu ketika membahas mengenai integritas Allah.
Allah adalah standar tertinggi untuk kebenaran. Segala kebenaran adalah kebenaran Allah. Dan
ini harus menguatkan kita dalam banyak upaya kita, dan bahkan dalam kita belajar. Saya tahu
bahwa banyak di antara kita yang sedang kuliah dan belajar, segala macam ilmu, kemanusiaan,
tekhnologi atau bermacam ilmu lainnya. Segala kebenaran adalah kebenaran Allah. Ini kembali
kepada kenyataan bahwa Allah adalah benar dan sesuatu itu menjadi benar karena Allah
menjadikannya benar. Karena Allah itu benar, kata-kata-Nya layak dipercaya, kita bisa percaya
kepada firman-Nya karena Ia benar dan kemudian, yang ketiga, kita adalah pengikut dari
integritas Allah.
Kita harus mengasihi kebenaran. Kita harus membenci kepalsuan. Kita tidak boleh berbohong,
bukan hanya karena itu salah tetapi karena hal itu tidak menunjukkan kebenaran Allah kita. Hal
itu tidak menunjukkan karakter dari Allah kita dan itulah sebabnya Ia melarang dengan tegas di
dalam Sepuluh Perintah Allah. Tuhan membenci bibir dusta dalam Amsal 12, Ia berkenan
kepada orang-orang yang jujur. Kekudusan, integritas, ketiga kasih. Allah adalah Kasih yang
berarti – ini adalah salah satu doktrin yang paling banyak domanipulasi dan diselewengkan serta
disimpangkan. Ada sebuah buku, judulnya The Difficult Doctrine of the Love of God, oleh D.A.
Carson – tetapi apa artinya Allah itu mengasihi? Itu berarti bahwa Allah secara kekal
memberikan dan membagikan diri-Nya.
Kita berbicara mengenai hal ini karena Ia sepenuhnya mengasihi. Ia sepanjang kekekalan
memberikan dan membagi diri-Nya. Sekarang, mari kita bahas hal ini dengan cara yang biasa
kita pakai. Kasih Allah ada di dalam diri-Nya sendiri. Ada dua bagian Firman Tuhan, di sini.
Memang penjelasannya ada di berbagai tempat dalam Alkitab. Allah tidak menciptakan manusia
karena Ia kesepian, karena Bapa, Anak dan Roh Kudus memiliki persekutuan satu dengan
lainnya. Ada kasih dan hubungan yang ada di dalam diri-Nya sendiri. Kasih Allah ada di dalam
diri-Nya sendiri. Allah tidak memerlukan kita supaya kasih itu bisa muncul. Kasih Allah ada di
dalam diri-Nya sendiri. Yang kedua, kasih Allah dimulai dari diri-Nya sendiri. Beberapa orang
mungkin bertanya, “Apa yang dilihat Allah di dalam diri saya sehingga Ia mau menyelamatkan
saya dari dosa?” Allah sama sekali tidak melihat apapun di dalam diri anda. Tidak ada. Kasih
itu dimulai dari diri-Nya sendiri.
Tuhan tidak melihat anda dan kemudian memilih anda karena anda lebih dari orang-orang lain.
Mungkin anda justru yang terkecil dari antara orang-orang lain. Tetapi Allah melakukan hal itu,
dimulai dari diri-Nya sendiri. Inilah yang dijelaskan Roma 5, “Karena waktu kita masih lemah,
Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah. Sebab
tidak mudah seorang mau mati untuk orang yang benar -- tetapi mungkin untuk orang yang baik
ada orang yang berani mati --.Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena
Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.”
Kasih-Nya dimulai dari diri-Nya sendiri. Kasih Allah berpusat kepada diri-Nya sendiri. Yesaya
43, salah satu bagian yang sangat menarik. “Tetapi sekarang, beginilah firman TUHAN yang
menciptakan engkau, hai Yakub, yang membentuk engkau, hai Israel: "Janganlah takut, sebab
Aku telah menebus engkau, Aku telah memanggil engkau dengan namamu, engkau ini
kepunyaan-Ku. Apabila engkau menyeberang melalui air, Aku akan menyertai engkau, atau
melalui sungai-sungai, engkau tidak akan dihanyutkan; apabila engkau berjalan melalui api,
engkau tidak akan dihanguskan, dan nyala api tidak akan membakar engkau. Sebab Akulah
TUHAN, Allahmu, engkau berharga di mata-Ku dan Aku mengasihimu.” Ini bagian yang luar
biasa. Ayat 7, engkau Kuciptakan untuk kemuliaan-Ku.” Aku mengasihimu bagi kemuliaan-Ku.
Kita sudah berbicara mengenai hal ini, pertunjukan dari kasih Allah.
Bagaimana kita tahu kalau Allah mengasihi kita? Yang pertama, Ia mencari umat-Nya. John
Bunyan. Saya suka tulisan John Bunyan yang mengatakan bagaimana Allah itu seperti pelacak
surgawi. Lukas pasal 15, seorang ayah yang berlari menyambut anaknya yang hilang. Keluaran
33, berbicara muka dengan muka seperti seseorang berbicara dengan temannya. Ia mencari
umat-Nya. Ia mencukupkan umat-Nya. Allah mengasihi dunia dan memberikan Anak-Nya yang
tunggal. Ia melindungi umat-Nya. Saya suka Zefanya 3:17, saya mendorong anda untuk
menghafalkan ayat ini, “Ia membaharui engkau dalam kasih-Nya, Ia bersorak-sorak karena
engkau dengan sorak-sorai.” Luar biasa. Biarkanlah kebenarannya masuk ke dalam hati anda.
Ia membaharui engkau dalam kasih-Nya, ia bersorak-sorak karena engkau dengan sorak-sorai.
Ia bersabar dengan umat-Nya. Ia panjang sabar. Allah memiliki kesabaran yang tak terbatas
dalam 1 Timotius 1 yang mengatakan, “Kesabaran-Nya adalah kebaikan bagi mereka yang terus
menerus berdosa dan Ia sabar. Ia bersabar terhadap umat-Nya. Kita sudah sangat senang
kalau diberi kesempatan kedua, ketiga, keempat apalagi kelima, bukan? Saya sangat bersyukur
bahwa Allah bersabar dengan umat-Nya. Jadi apa yang harus terjadi karena kasih Allah?
Yang pertama, kita menyatakan kasih kepada Allah. Mari kita renungkan hal ini. 1 Yohanes
4:19, kita mengasihi karena Allah lebih dahulu mengasihi kita. Kita memiliki hak istimewa
mendapatkan kasih Allah. Perintah yang pertama dan terutama: Kasihilah Tuhan Allahmu
dengan segenap hatimu, jiwamu, pikiranmu dan kekuatanmu. Kita mengasihi Allah. Kita
menyatakan kasih kepada Allah dan kemudian kasih kepada manusia. Perintah kedua adalah:
Kasihilah sesamamu manusia.
Kasihilah sesamamu seperti Aku mengasihi kamu.
Kenyataannya adalah – jangan melewatkan bagian ini –kasih Allah selalu nyata dalam kehidupan
umat-Nya. Selalu nyata. Kita akan membahasnya nanti.
1 Yohanes, perhatikan pasal 2 dan pasal 4. Kalau kita tidak mengasihi maka Allah tidak ada di
dalam kita. Kasih Allah selalu nyata di dalam kehidupan umat-Nya. Kalau tidak ada kasih, maka
tidak ada Allah di sana. Itu gambaran 1 Yohanes 2 dan 4. Baik, kita lanjutkan, Rahmat dan Kasih
karunia. Saya mau membahas keduanya secara bersama dan berbicara mengenai bagaimana
Rahmat itu adalah kasih-Nya yang secara khusus diberikan kepada kita di masa kesulitan kita
dan Kasih karunia adalah kasih-Nya yang dikaitkan secara khusus dengan dosa-dosa kita.
Kita mulai dengan Rahmat. Rahmat Allah, Kasih Allah diterapkan di dalam penderitaan kita.
Ketika anda berpikir tentang Rahmat Allah, kita berpikir mengenai belas kasihan kepada mereka
yang membutuhkan. Belas kasihan kepada mereka yang teraniaya dan yang tak berdaya seperti
domba tanpa gembala, kepada orang buta yang berseru, “Kasihanilah aku.” Belas kasihan
kepada orang-orang yang membutuhkan, penghiburan yang kuat kepada mereka yang
menderita. Ia adalah Allah sumber penghiburan yang menghiburkan kita di masa sulit kita dan
yang sangat peduli kepada mereka yang terluka. Ketika kita terluka, Rahmat Allah berarti Ia
peduli kepada kita. Ia memiliki belas kasihan kepada kita.
Ini gambaran dalam Keluaran 3, ketika Ia mengatakan, “Aku melihat penderitaan umat-Ku di
Mesir dan Aku menunjukkan Rahmat-Ku.” Ketika kita menderita, Allah penuh Rahmat.
Kemudian kita melihat kasih karunia; Kasih karunia Allah adalah kasih Allah yang diterapkan
dalam kaitan dengan dosa kita. Gambarannya di sini adalah Allah itu baik kepada mereka yang
seharusnya mendapatkan penghukuman.
Ia adalah Allah segala Kasih karunia yang
mengangkat kita –Efesus 2:1-10—yang seharusnya menjadi sasaran murka-Nya, dan membawa
kita dari maut kepada hidup dan Ia sudah menyelamatkan kita dengan kasih karunia melalui
iman, bukan dari kita sendiri, tetapi pemberian Allah.
Saya mau mengingatkan anda, kasih karunia berarti tidak ada kebaikan apapun di dalam diri kita.
Sama sekali tidak melibatkan kebaikan di dalam diri kita. Tidak ada sesuatupun di dalam diri kita
yang menyebabkan terjadinya kasih karunia. Kalau ada kebaikan sedikit saja, maka hal itu
bukan lagi merupakan kasih karunia. Tidak ada kebaikan di pihak kita, dan yang kedua, tidak
ada pembayaran dari kita. Mungkin ada yang bertanya, “Apa maksudnya?” Maksudnya anda
tidak harus membayar kembali kepada Allah atas kasih karunia yang diberikan-Nya kepada
anda. Saat anda berkata, “Lihat apa yang dilakukan Yesus untukku. Sekarang aku akan
melakukan hal ini untuk-Nya untuk membayar hutang yang tidak akan pernah bisa kubayar,
tetapi paling tidak aku berusaha untuk membayarnya.”
Saat anda berusaha untuk
membayarnya, maka anda memangkas kasih karunia itu. Hal itu disebut sebagai kasih karunia
karena tidak bisa dibayar kembali. Tidak ada pembayaran dari kita, tidak ada kebaikan di dalam
diri kita.
Kasih karunia adalah motor yang menggerakkan keselamatan kita. Itulah alasan sehingga kita
diselamatkan, karena Kasih karunia Allah. Itu juga jaminan bagi keselamatan kita. Roma 4,
“Karena itulah kebenaran berdasarkan iman supaya merupakan kasih karunia, sehingga janji itu
berlaku bagi semua keturunan Abraham.” Alasan bahwa keselamatan kita bisa dijamin adalah
karena kasih karunia. Kita akan berbicara lagi nanti mengenai hal ini.
Jadi, kasih karunia dan Rahmat Allah. Pikirkan mengenai hal itu, Kasih karunia dan Rahmat,
yang pertama, keduanya bersifat kekal. Kasih karunia Allah untuk anak-anak-Nya, Rahmat Allah
untuk anak-anak-Nya tidak pernah berakhir. Yang kedua, cuma-cuma. Kita dibenarkan secara
cuma-cuma oleh Kasih karunia-Nya karena penebusan yang datang dari Kristus memang
sepenuhnya cuma-cuma. Yang ketiga, berdaulat penuh. Maksud saya adalah apa yang
dituliskan di dalam Keluaran 33:19, “Tetapi firman-Nya: "Aku akan melewatkan segenap
kegemilangan-Ku dari depanmu dan menyerukan nama TUHAN di depanmu: Aku akan memberi
kasih karunia kepada siapa yang Kuberi kasih karunia dan mengasihani siapa yang Kukasihani..”
Kasih karunia dan rahmat adalah hak prerogatif Allah dan bukan siapapun yang lain. Cumacuma, kekal dan berdaulat.
Jadi anda sudah melihat Kasih, Rahmat dan Kasih karunia, dan masih ada tiga hal lainnya dalam
bagian ini dalam sifat Allah, Adil, Murka, Cemburu. Keadilan Allah berarti Allah menjalankan
kerajaan-Nya seturut dengan Hukum-Nya. Seturut dengan Hukum-Nya, Ia menjalankan
Kerajaan-Nya. Dan yang dikatakan Alkitab adalah bahwa Allah selalu adil. Ia tidak pernah
menunjukkan sikap pilih kasih. Orang-orang mengatakan bahwa ketika kita melihat gambaran
tentang Kasih karunia yang berdaulat, anda akan melihat Rahmat di dalam diri Allah. Aku akan
memberikan Rahmat dan Kasih karunia, Aku akan memberikan belas kasihan, lalu orang akan
berkata, “Wah, itu tidak adil.” Kita akan berbicara mengenai keadilan. Kita tidak akan bisa
membahas mengenai keadilan Allah tanpa menyangkut Kasih karunia dan Rahmat-Nya.
Keadilan bagi Allah menuntut adanya kutuk terhadap dosa. Itulah yang layak dan sepantasnya
kita dapatkan karena dosa kita. Allah senantiasa adil. Pertanyaannya adalah, bagaimana Ia
menunjukkan Kasih karunia dan Rahmat-Nya kepada kita? Itulah yang akan kita lihat. Ia selalu
adil dan Ia selalu benar. Segala jalan-Nya adil. Apa artinya? Penghakiman Allah adalah
pertama-tama, berdaulat. Maksud saya, agar seorang hakim bisa melakukan penghakiman,
menunjukkan keadilan dan melakukan tugasnya, hakim itu harus memiliki kedaulatan, harus
memiliki kekuasaan untuk melakukan eksekusi atas hukuman yang dijatuhkan. Penghakiman
Allah berdaulat.
Kedua, penghakiman itu kekal. Mazmur 73. Saya ajak anda membuka juga Mazmur 73.
Mazmur yang luar biasa, hasil dari pergumulan Salomo. Saya melihat orang-orang yang jahat
bertambah makmur di sekelilingku. Dan di bagian akhir ia mengatakan demikian, “Tetapi ketika
aku bermaksud untuk mengetahuinya, hal itu menjadi kesulitan di mataku, sampai aku masuk ke
dalam tempat kudus Allah, dan memperhatikan kesudahan mereka.’ Gambarannya adalah
tentang penghukuman yang kekal menjadi penguatan bagi kita karena semua ketidakadilan dan
kejahatan yang kita lihat di dunia ini suatu saat akan berakhir dan kejahatan tidak akan berkuasa
di atas dunia ini. Kebaikan akhirnya akan menang karena Allah adalah adil. Ini kebenaran yang
sangat menenangkan.
Penghakiman Allah berdaulat, kekal dan tidak bisa dibatalkan. Tidak bisa dibatalkan, dan kata ini
yang akan kita pelajari sebagai bagian ketiga dari penghakiman Allah. Saya ajak anda
merenungkan satu bagian Firman Allah. “Lalu aku melihat suatu takhta putih yang besar dan
Dia, yang duduk di atasnya. Dari hadapan-Nya lenyaplah bumi dan langit dan tidak ditemukan
lagi tempatnya. Dan aku melihat orang-orang mati, besar dan kecil, berdiri di depan takhta itu.
Lalu dibuka semua kitab. Dan dibuka juga sebuah kitab lain, yaitu kitab kehidupan. Dan orangorang mati dihakimi menurut perbuatan mereka, berdasarkan apa yang ada tertulis di dalam
kitab-kitab itu. Maka laut menyerahkan orang-orang mati yang ada di dalamnya, dan maut dan
kerajaan maut menyerahkan orang-orang mati yang ada di dalamnya, dan mereka dihakimi
masing-masing menurut perbuatannya. Lalu maut dan kerajaan maut itu dilemparkanlah ke
dalam lautan api. Itulah kematian yang kedua: lautan api. Dan setiap orang yang tidak ditemukan
namanya tertulis di dalam kitab kehidupan itu, ia dilemparkan ke dalam lautan api itu.”
Saudara, anda tidak akan bisa secara langsung menghadap Allah, tidak mungkin tanpa Kristus.
Anda tidak mau menghadap-Nya secara pribadi. Kalau anda belum percaya kepada Allah ini,
percaya kepada Allah sebagai Juruselamat, kalau masih ada sisa-sisa keyakinan di dalam diri
anda bahwa Allah adalah Hakim seperti yang dikatakan-Nya, saya mendorong anda untuk
membuang semua kekotoran yang ada di dalam kehidupan anda dan baru setelah itu
membuktikan apakah Ia Hakim atau bukan.
Hal ini terlalu penting untuk diabaikan.
Penghakiman-Nya kekal dan tidak bisa dibatalkan.
Keadilan dan sifat-sifat yang lain, anda menggabungkan semuanya dan anda akan melihat
keindahannya. Kasih tanpa keadilan hanya sekedar sentimentil saja. Saya mengasihi tetapi saya
tidak peduli apa yang benar dan yang salah. Itu emosionalisme. Itu sentimentil. Kasih yang adil
jauh lebih kuat daripada kasih yang tidak adil. Dan pikirkan tentang kemahakuasaan.
Mahakuasa tanpa keadilan adalah brutal. Bagaimana kalau Allah mahakuasa, tetapi Ia tidak
adil? Anda akan mendapatkan ketidakadilan berkuasa merajalela di antara makhluk-Nya. Anda
menggabungkan semuanya, kasih, keadilan, kemahakuasaan bersama-sama dan akan muncul
kenyataan yang mulia. Yang sangat indah adalah bahwa semuanya itu, kasih dan keadilan,
kemahakuasaan, sama sekali tidak saling bertentangan, semuanya bergabung bersama dalam
kesatuan yang indah.
Alkitab mengajarkan, kita adalah penerima keadilan-Nya, artinya Allah akan adil terhadap kita.
Ini keindahan dari apa yang terjadi di kayu salib sesuai dengan Roma 3. Allah mengutus Yesus
ke kayu salib sehingga Ia bisa menjadi korban pendamaian melalui iman dan darah-Nya untuk
menunjukkan keadilan-Nya sehingga, Roma 3:25-26 mengatakan, sehingga Ia bisa berlaku adil
dan menjadi Pribadi yang membenarkan mereka yang sudah memiliki iman kepada Yesus di
kayu salib, Allah memnunjukkan diri-Nya adil. Ia menghukum dosa. Itulah yang ada di kayu
salib. Tetapi tidak hanya adil di kayu salib, Allah menunjukkan diri-Nya sebagai pembenar. Ia
membenarkan orang yang memiliki iman kepada Yesus. Ia menjadikan benar orang-orang yang
percaya kepada-Nya, dengan dasar kayu salib.
Kita adalah penerima keadilan-Nya dan kita peniru keadilan-Nya. Saya memiliki beberapa ayat
dari Kitab Nabi-Nabi Kecil. Anda melihat di sepanjang Kitab Nabi-Nabi Kecil, secara khusus, dan
anda akan melihat Keadilan Allah ditekankan. Allah sangat serius dalam memastikan bahwa
keadilan-Nya nampak dalam kehidupan umat-Nya. Umat-Nya hidup dalam keadilan sosial dan
keadilan budaya yang kita hidupi. Keadilan Allah, Murka Allah. Apa artinya?
Apa artinya? Ini sifat Allah yang jarang kita pikirkan. Apa artinya Allah itu Pemurka? Yang
pertama, itu berarti bahwa Allah teramat sangat membenci dosa. Mazmur 45 mengatakan
Engkau membenci kejahatan. Habakuk 1:13, Engkau tidak bisa membiarkan kesalahan. Ia
teramat sangat membenci dosa. Itulah yang dimaksud dengan Murka-Nya, dan yang kedua,
Murka-Nya berarti Allah secara sangat membenci orang-orang berdosa; membenci dosa dan
orang-orang berdosa. Anda berpikir, “Bukankah Allah membenci dosa dan mengasihi orangorang berdosa?” Saya akan menjawab dengan melihat apa yang dikatakan Alkitab.
Mazmur pasal 5. Pembual tidak akan tahan di depan mata-Mu; Engkau membenci semua orang
yang melakukan kejahatan. Kemudian Efesus pasal 2 ayat 1-3 mengatakan bahwa kita adalah
sasaran Murka-Nya. Pernyataan klise kita tidak bisa bertahan diperhadapkan dengan Firman
Allah. Ia secara sangat membenci dosa dan secara sangat membenci orang-orang berdosa.
Jangan mengecilkan kenyataan ini. Kalau kita mengecilkan murka ini, maka kita mengecilkan
makna kayu salib. Itu yang masuk akal. Saya memiliki dua orang anak. Apa saja yang
membuat kedua anak saya menyimpang dari kebenaran, saya akan membencinya. Apa saja
yang akan menyimpangkan mereka dari apa yang baik dan yang benar bagi mereka, saya akan
membencinya.
Sesuatu yang baik bahwa seorang ayah membenci apa saja yang
menyimpangkan anak-anaknya dari apa yang baik dan memuaskan. Anda bisa melihat
bagaimana kasih-Nya dan murka-Nya pasti berjalan seiring juga, tidak bisa diragukan lagi.
Mengapa Dia membenci dosa?
Karena dosa membuat kita menjauh dari kepuasan
kebersamaan yang kita nikmati yang ada di dalam Dia. Sangat baik bahwa Allah memiliki Murka
dan teramat sangat membenci dosa. Kasih yang tidak memiliki kemurkaan menunjukkan adanya
kasih yang tidak perduli. “Saya mengasihi anak saya, tetapi saya tidak perduli kalaupun ada
yang membuat mereka menjadi jahat.” Bukan, itu bukan kasih. Keadilan tanpa Murka akan
menjadi keadilan yang tidak efektif. “Ya, saya memang tahu ada yang salah tetapi saya tidak
bisa melakukan apa-apa sebagai hukuman untuk kesalahan itu.” Anda menggabungkan kasih,
keadilan dan murka bersama-sama, dan anda akan mendapatkan gambaran yang luar biasa
tentang Allah dan inilah inti dari Injil.
Saya ingin anda berpikir tentang bagaimana Injil merangkum semuanya menjadi satu.
Kenyataan di dalam Injil jelas bahwa kita, yang pertama, kita layak menerima murka Allah karena
kita adalah orang-orang berdosa. Kita memiliki dosa. Allah secara sangat membenci dosa dan
orang-orang berdosa. Allah mengasihi semua yang baik dan kudus dan benar dan Ia membenci
segala sesuatu yang berlawanan dan, sebagai manusia, kita termasuk yang berlawanan.
Keindahannya adalah, di kayu salib Yesus memuaskan murka Allah.
Ini gambarannya. Saya sudah berbicara dengan seseorang mengenai hal ini. Ini gambaran
tentang kayu salib. Yesus di Taman Getsemani merasa gentar sampai keringatnya meneteskan
darah, mengapa? Apakah karena Ia takut kepada kayu salib Romawi atau paku Romawi?
Tidak. Sama sekali tidak. Apakah Ia takut terhadap apa yang akan terjadi, mahkota duri yang
akan diletakkan di kepala-Nya? Tidak. Ada orang-orang lain di abad pertama yang percaya
kepada-Nya, yang juga disalibkan, dipakukan dan bukan hanya dipaku, mereka dibakar hiduphidup. Mereka menanggung hal itu dengan bernyanyi. Mereka menahan derita itu dengan
sukacita. Apakah mereka lebih berani daripada Kristus? Tentu saja tidak. Lalu mengapa Yesus
gentar? Mengapa Ia sampai mengeluarkan keringat darah dan begitu menderita di Taman itu?
Dengarkan apa yang dikatakan oleh Yesus. “Bapa biarkan cawan ini lalu dari pada-Ku, sejak
Kejadian sampai Wahyu, cawan ini penuh dengan murka Allah, penuh dengan kehangatan
murka Allah.” Itulah gambarannya. Yesus naik ke kayu salib dan itu bukan sekedar mengenai
naik ke salib kayu dan ditusuk dengan tombak dan semua hal yang kadangkala hampir menjadi
begitu kita glamorkan. Gambarannya adalah bahwa pada saat yang suci itu semua murka Allah
yang Kudus dicurahkan kepada Putera-Nya. Semua murka dan kemarahan Allah yang kudus
terhadap dosa, dosa anda, dosa saya, dicurahkan ke atas Putera-Nya, pada saat itu. Seorang
pengkhotbah mengatakan hal itu seperti berdiri 100 meter di depan sebuah bendungan yang
sangat besar yang penuh dengan air yang hampir bobol. Dalam sekejap bendungan itu bobol
dan seluruh air yang mengisi bendungan itu membanjiri dan menghantam anda. Dan saat air itu
sudah sangat dekat dengan anda, tanah di depan anda terbelah dan semua air yang ada tertelan
ke dalam lobang yang baru jadi itu.
Yesus di kayu salib mengambil cawan murka Allah, meminum setiap tetes dan setelah Ia selesai
meminum tetesan terakhir, Ia mengangkat cawan itu dan berkata, “Sudah selesai.” Dan Yesus
memuaskan murka Allah, terhadap dosa anda dan saya. Inilah Injil. Kita tidak boleh
mengecilkannya dengan mengecilkan dosa.
Kita layak menerima murka Allah. Yesus
memuaskan murka Allah dan kita diselamatkan dari murka Allah. Karena kita adalah musuh
Allah yang diperdamaikan dengan Dia melalui Anak-Nya. Betapa banyak lagi orang-orang yang
belum diperdamaikan yang akan diselamatkan juga melalui hidup-Nya. Murka Allah adalah
motivasi untuk kekudusan kita. Kalau Allah membenci dosa, apakah kita bisa membiasakan diri
dengan dosa?
Bagaimana mungkin bisa demikian? Tidak mungkin. Murka Allah adalah motivasi untuk
kesucian kita, motivasi untuk penginjilan kita. Roma 9 menulis perkataan Paulus, “Bahkan, aku
mau terkutuk dan terpisah dari Kristus demi saudara-saudaraku, kaum sebangsaku secara
jasmani.” Kalau benar demikian, kalau kita sungguh-sungguh percaya akan hal ini, kalau kita
sungguh-sungguh percaya demikian, bagaimana kita tidak mau pergi menjangkau jutaan orang
yang belum percaya di berbagai belahan penjuru dunia dan membawa Injil kepada mereka?
Kalau mereka sungguh-sungguh menuju kepada keterpisahan yang kekal dari hadirat Allah,
terpisah dari Kasih dan Rahmat Allah dan di bawah Murka Allah, bagaimana kita menjalani
kehidupan kita di sini seolah-olah tidak ada apa-apa yang terjadi di sana? Kita harus
menanamkan kabar baik di sana demi apa yang dilakukan oleh Allah di antara bangsa-bangsa,
karena Murka-Nya sungguh-sungguh nyata dan kita mengetahui hal itu.
Dan kalau kita mengetahuinya, kita harus hidup, menanggalkan kehidupan pribadi kita untuk
membuat Injil dikenal di antara bangsa-bangsa. Kalau tidak, maka kita tidak sungguh-sungguh
mengenal Injil ini. Murka Allah adalah yang memotivasi kita untuk penginjilan, untuk missi. Itu
juga yang memotivasi kita dalam penyembahan. Sebagai orang-orang yang belum percaya, kita
harus takut kepada Allah dan murka-Nya. Sebagai orang-orang percaya, kita harus memuliakan
Allah di dalam Murka-Nya. Baik. Sifat Allah yang terakhir: Kecemburuan Allah.
Apa artinya itu? Kita pasti tahu bahwa kecemburuan bisa memiliki konotasi yang negatif.
Bisakah kata itu memiliki konotasi yang positif? Ya, pasti bisa. Kecemburuan Allah berarti Allah
sungguh-sungguh bertekad menjaga Kemuliaan-Nya. Keluaran 25, anda melihat di sana Musa
menyebut Kecemburuan Allah dalam kaitannya dengan penyembahan berhala. Kita tidak
berpikir mengenai kecemburuan sebagai sifat yang diinginkan. Kita sudah berbicara mengenai
hal ini. Allah mempermuliakan diri-Nya sendiri. Allah memiliki hak untuk mempermuliakan diriNya sendiri karena Dialah Allah dan karena itu hal itu sangat masuk akal. Dan saya sudah
menuliskannya, Ia ada di dalam puncak keamanan dan puncak kepuasan. Dan ini sangat
penting karena seringkali konotasi negatif dari kecemburuan yang kita miliki adalah karena kita
cemburu karena kita berpikir—katakanlah ada seorang pemuda dan sedang berpacaran dengan
seorang gadis dan kemudian pemuda itu menjadi sangat cemburu karena pacarnya itu mulai
jalan-jalan dengan pemuda lain. Mengapa pemuda itu merasa cemburu? Karena ia merasa
tidak aman, karena ia merasa bahwa pemuda lain itu bisa menunjukkan sesuatu yang lebih baik,
karena ia berpikir bahwa pemuda lain itu bisa membuat pacarnya merasa lebih bahagia dan
karena itu ia menjadi sangat cemburu.
Namun, bukan demikian gambaran Kecemburuan Allah. Allah ada di dalam keamanan yang
tertinggi. Ia ada di dalam kepuasan yang tertinggi. Ia sama sekali tidak khawatir bahwa saya
atau anda akan menemukan seseorang atau sesuatu yang lebih baik dari-Nya. Ia tahu betul
bahwa tidak ada apapun yang lebih baik dibandingkan diri-Nya. Dan sebagai akibatnya, Ia
cemburu berkaitan dengan rasa kasih kita, yang berarti, yang kedua, Allah sungguh-sungguh
memiliki tekad untuk kebaikan kita dan ini sangat luar biasa. Dalam hubungan saya dengan istri
saya, sangat baik kalau saya cemburu untuk rasa kasih istri saya. Karena kecemburuan saya
akan rasa kasih istri saya, itu berarti bawa usaha oleh siapapun untuk menarik rasa kasihnya dari
saya akan menemui perlawanan yang paling kuat. Saya harap saya sudah menjelaskannya
dengan baik kepada anda.
Perlawanan yang paling kuat. Saya ingin anda berpikir mengenai hal ini. Sangat baik untuk
memahami bahwa usaha apapun dari seteru kita untuk menarik kita dari kebaikan Allah akan
dihadapi dengan perlawanan yang paling kuat dari Allah. Ia sungguh-sungguh bertekad untuk
kebaikan kita. Kecemburuan-Nya kemudian menjadi penghiburan besar bagi kita karena Ia akan
melindungi kita. Ia akan melindungi kita dari apapun yang akan menarik kita menjauh dari-Nya.
Kecemburuan-Nya memberikan harapan yang besar bahwa Ia akan memelihara kita. Ia akan
terus mendekatkan kita kepada-Nya. Kecemburuan-Nya menghasilkan penyembahan yang
agung. Saya suka gambaran dalam Hosea pasal 2. Ia akan menarik kita kepada-Nya. Karena
Ia berada pada keamanan yang tertinggi dan kepuasan yang tertinggi, Ia menarik kita kepadaNya.
Apa artinya ini bagi kita? Karena Allah cemburu, dan ini menjadi rangkuman bagi semua sifatsifat tadi, karena Allah cemburu maka kita harus bersungguh-sungguh bagi kemuliaan-Nya.
Anda tidak bisa duduk diam dalam Kekristenan yang pasif kalau anda mengikuti Allah yang
cemburu bagi Kemuliaan-Nya. Kita harus bersungguh-sungguh bagi Kemuliaan-Nya dan kita
harus bersungguh-sungguh bagi kebaikan kita. “Apa artinya? Apakah maksudnya kita harus
menginginkan kebaikan?” Ya, karena kita menemukan segala kebaikan dan kepuasan di dalam
Allah. Saya menuliskan Wahyu pasal 3 ayat 14-21, dan salah satu bagiannya mengatakan, “Jadi
karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau
dari mulut-Ku.”
Saya ingat saya mengambil air di dalam botol dan kemudian berkumur dan memuntahkannya.
Lalu saya ingat saya berkata, “Begitulah pandangan Allah untuk yang suam-suam. Itu engkau
sendiri yang di lantai itu.”
Gambaran di sini adalah, Allah mengatakan kepada umat-Nya, “Aku akan memuntahkan kamu
dari mulut-Ku karena kamu tidak memiliki semangat.” Karena kamu tidak memiliki semangat.
Allah sangat peduli tentang semangat umat-Nya bagi kemuliaan-Nya dan bagi kebaikan diri kita.
Kita membicarakan keduanya dan memang keduanya berjalan seiring. Semua sifat-sifat Allah
itu, 14 sifat Allah itu adalah nyata dan benar dan bagaimana mungkin kita bisa tetap tidak peduli
di dalam gereja? Mustahil. Alasan kita bisa tetap tidak peduli adalah kalau kita tidak mengenal
Allah ini.
Download