Konsep Pesawat Terbang Irit Bahan Bakar

advertisement
DARI REDAKSI
Membangun Industri Penerbangan
Pada 1937, Tossin dan beberapa pemuda
Indonesia lainnya berhasil membuat sebuah
pesawat yang disebut PK KKH, hasil rancangan
L.W. Walraven dan M.V. Patist, di sebuah bengkel
pribadi di kawasan Pasir Kaliki, Bandung. Pesawat
yang, kemudian, diawaki oleh seorang pilot
berkebangsaan Perancis, A. Duval, mampu
melakukan penerbangan pergi-pulang dari
Belanda ke China.
Pembuatan pesawat terbang oleh para pemuda
terus bergulir setelahnya. Pada 1 Agustus 1954,
Nurtanio berhasil menerbangkan Sikumbang,
pesawat tempur all metal pertama yang
dirancangnya sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan Indonesia pada waktu itu.
Untuk memenuhi kebutuhan pesawat terbang
nasional, pada 1961 diresmikanlah Lembaga
Persiapan Industri Penerbangan (LAPIP) yang
mendapat mandat untuk menyiapkan
pembangunan industri penerbangan di Indonesia,
yang kemudian hari berubah nama menjadi
Lembaga Industri Penerbangan Nurtanio
(LIPNUR), untuk menghormati tokoh perintis
penerbangan nasional yang gugur pada 1966.
Pada waktu itu sumberdaya manusia di dunia
penerbangan di Indonesia masih sedikit. Untuk
menambah jumlah tersebut, pada periode 1951 –
1962, pemerintahan yang dipimpin Presiden
Soekarno mengirim sekelompok mahasiswa ke
berbagai negara untuk belajar konstruksi pesawat
terbang dan kedirgantaraan. Salah satu mahasiswa
yang dikirim adalah Bacharuddin Jusuf Habibie,
yang di kemudian hari diminta untuk membangun
(kembali) indusri penerbangan di tanah air yang
sempat mati suri.
Setelah jumlah tenaga pengajar dirasa cukup,
dengan surat keputusan Presiden Soekarno,
didirikanlah jurusan Teknik Penerbangan di ITB
pada 1962. Dari berbagai upaya untuk
mengembangkan kedirgantaraan di Indonesia,
terlihat visi yang luar biasa dari presiden pertama
Republik Indonesia. Sejarah mencatat bahwa
perkembangan industri pesawat terang nasional
sangat dipengaruhi oleh visi pemimpin bangsa ini.
Setelah sempat vakum (kembali) beberapa waktu,
PT Dirgantara Indonesia (PT DI), sebagai satusatunya BUMN strategis produsen pesawat
terbang di Indonesia, sudah mulai menggeliat
sejak awal 2000.
Kali ini PT DI tidak melenggang sendiri. PT Regio
Aviasi Indonesia (RAI), yang digagas oleh BJ.
Habibie telah siap memproduksi pesawat turbo
propeller (turboprop) yang merupakan
pengembangan total dari N250. Pesawat ini, R80,
diharapkan sudah dapat digunakan pada 2017 atau
2018.
Sebagai negara kepulauan, Indonesia tentu
membutuhkan banyak pesawat jenis ini, karena
paling efisien. Menurut seorang pengamat
penerbangan, Indonesia adalah pembeli pesawat
ATR (salah satu merek pesawat turboprop) di
dunia. Dari pada banyak membuang devisa ke luar
negeri, lebih baik Indonesia memproduksi sendiri
pesawat yang sangat dibutuhkan ini. Bahkan bisa
diekspor ke negara lain yang membutuhkan.
Berbagai artikel menarik tentang kedirgantaraan,
bisa anda baca pada Engineer Weekly kali ini yang
ditulis oleh para ahli di bidangnya. Semua boleh
berharap bahwa dengan semakin majunya industri
penerbangan, akan menarik minat masyarakat
pada bidang ini. Jumlah insinyur yang terlibat
semakin bertambah, dan akan menarik lebih
banyak generasi muda untuk melanjutkan
pendidikan di bidang teknik.
Kemajuan dan perkembangan industri
penerbangan nasional layak diperjuangkan.
Selamat membaca.***
Aries R. Prima
Pemimpin Redaksi
Dengan kemitraan PII, kini Engineer Weekly didukung
IKPT dan WIJAYA KARYA
2
Mengenal Teknologi Sayap Pesawat Udara
Ir. Hisar M. Pasaribu, MSc., PhD., IPU.
Pengajar di Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara, ITB
Akhir-akhir ini kita dijejali dengan berbagai
kejadian kecelakaan pesawat udara. Berbagai
berita membuat kita takut untuk terbang. Namun
statistik keselamatan menunjukkan bahwa
transportasi udara adalah modus transportasi yang
sangat aman. Keselamatan penerbangan memang
merupakan produk dari banyak aspek, di
antaranya kedisiplinan menjalankan prosedur
operasi yang sudah disyaratkan, kepatuhan
operator memelihara kompetensinya, pengawasan
berlapis terhadap prosedur operasi, dan rancang
bangun pesawat udara yang telah melalui proses
sertifikasi yang berbasis pada keselamatan. Namun
tak kalah penting adalah teknologi canggih yang
membentuk suatu pesawat udara. Salah satu
contoh adalah sayap pesawat udara.
Secara umum sayap dirancang untuk memberikan
gaya angkat untuk melawan berat pesawat udara.
Namun demikian, sayap dan bagian pesawat lain
juga menimbulkan gaya hambat yang perlu
dilawan oleh gaya dorong yang disediakan oleh
mesin. Gaya angkat dan gaya hambat ini
berbanding lurus dengan kuadrat kecepatan
terbang, sehingga semakin cepat pesawat bergerak
semakin besar pula gaya-gaya ini. Dengan
demikian gaya dorong mesin harus lebih besar
pula. Untuk mendapatkan gaya angkat yang
sebesar mungkin dan gaya hambat sekecil
mungkin, sayap dirancang agar memiliki profil
yang khusus. Kelengkungan permukaan atas relatif
lebih besar daripada permukaan bawah agar gaya
angkat yang dihasilkan lebih besar pada kecepatan
yang sama. Sayap dibuat lebih tipis agar gaya
hambat lebih rendah.
Namun di sisi lain, kriteria ini bertentangan
dengan kebutuhan pesawat secara keseluruhan.
Untuk menyediakan gaya dorong mesin diperlukan
bahan bakar dalam jumlah yang banyak, dan sayap
merupakan wadah yang logis untuk menampung
bahan bakar ini. Pertama, karena rongga kosong di
dalam sayap cukup besar dan tak terpakai,
sedangkan rongga pada fuselage (badan) biasanya
sudah dialokasikan untuk muatan (payload)
seperti penumpang dan kargo untuk pesawat udara
sipil. Kedua, karena mesin pesawat biasanya
dipasang pada sayap sehingga jalur bahan bakar
lebih singkat. Ketiga, demi alasan keselamatan
untuk memisahkan muatan dari risiko kebakaran.
Untuk mendapatkan volume ruang bahan bakar
tentu diperlukan sayap yang relatif tebal dan besar.
Pada sayap juga dipasang berbagai komponen lain
seperti flap untuk menambah gaya angkat pada
saat pesawat beroperasi pada kecepatan rendah,
dan aileron pada ujung sayap untuk
membangkitkan gaya dan momen untuk
mengubah sikap pesawat udara ketika berbelok
(turn) atau berguling (roll). Pada banyak pesawat
udara, roda pendarat juga dipasang di bawah
sayap. Semua in menambah beban struktur yang
ada pada sayap, dengan karakteristik beban yang
beragam.
Untuk membangun sayap yang tipis, ramping, kuat
namun ringan diperlukan struktur konstruksi yang
rumit. Spar dipasang sepanjang bentang sayap
untuk menahan beban utama. Rib dipasang
melintang pada spar untuk memberikan kekakuan
dan bentuk pada sayap. Stringer atau stiffener
dipasang relatif sejajar dengan spar pada
permukaan atas dan bawah rib untuk menambah
kekakuan. Skin dipasang membalut rib untuk
memberi bentuk aerodinamis. Struktur dibuat dari
material yang kuat agar dapat dibuat tipis.
Beberapa bagian yang menahan beban tambahan,
karena menjadi tumpuan bagi komponen lain
seperti mesin dan roda pendarat, perlu diperkuat
dengan struktur tambahan.
Dengan konstruksi yang kuat namun ringan ini,
jangan takut bila Anda menyaksikan sayap
melentur sangat besar ketika terbang atau pada
saat turbulen sayap bergetar kencang. Enjoy your
flight!***
Dengan kemitraan PII, kini Engineer Weekly didukung
IKPT dan WIJAYA KARYA
3
Konsep Pesawat Terbang Irit Bahan Bakar
Vega Hannovianto H.
Peneliti Aeroelastisitas, Pusat Penerbangan dan Antariksa Jerman
(DLR)
Dalam 20 tahun ke depan jumlah pesawat
penumpang di seluruh dunia menurut prediksi
perusahaan Airbus, yang merupakan produsen
pesawat terbang terbesar di Eropa, akan
bertambah sekitar 20.000 unit. Karena itu
pesawat yang irit bahan bakar pun menjadi
semakin diminati, antara lain guna menghemat
pemakaian sumber daya dan meminimalisasi
pemanasan global.
Salah satu upaya untuk menurunkan konsumsi
bahan bakar adalah mengurangi hambatan
udara pada pesawat. Gaya gesek pada
permukaan pesawat, termasuk sayap merupakan
faktor yang berkontribusi terhadap besarnya
hambatan di atas. Pesawat penumpang bermesin
jet pada umumnya mempunyai konfigurasi
sayap penyapu belakang (backward swept wing,
lihat gambar 1 tengah). Aliran udara yang
melewati sayap penyapu belakang tersebut,
karena pengaruh berbagai efek aerodinamis
cenderung lebih cepat menjadi turbulen dan
mengakibatkan gaya gesek lebih besar
dibandingkan kalau aliran udara itu laminar.
Gambar 1: Macam-macam sudut penyapu sayap
Sumber :http://www.bsaeronautics.com
Untuk menangani hal ini Pusat Penerbangan
dan Antariksa Jerman (DLR, Deutsches
Zentrum fuer Luft- und Raumfahrt)
mengembangkan konsep yang dinamakan
LamAiR (Laminar Aircraft Research) untuk
pesawat dengan ukuran sebesar Airbus A320
dan memiliki sayap penyapu depan (forward
swept wing, lihat gambar 1 kanan).
Dengan konfigurasi ini, aliran udara yang
melewati sayap cenderung tetap laminar, sehingga
dapat mengurangi gaya gesek yang tidak
diinginkan sampai sebanyak 18%. Sejauh ini,
sayap penyapu depan dapat ditemukan pada
pesawat Grumman X-29, Sukhoi Su-47 dan
Hamburger Flugzeugbau HFB 320 Hansa Jet,
walaupun tujuan utama konfigurasi tersebut
bukan untuk mendapatkan aliran udara laminar.
Sayap penyapu depan di satu pihak mempunyai
keunggulan aerodinamika seperti yang disebutkan
di atas, namun di sisi lain memunculkan
tantangan dalam bidang struktur, karena pada
kecepatan tinggi respon struktur cenderung
menjadi tidak stabil. Untuk mengatasi hal ini,
struktur tidak lagi menggunakan aluminium,
melainkan material komposit pada sebagian besar
komponennya, seperti pada pesawat Airbus A350
dan Boeing 787 yang beberapa tahun terakhir
mulai mengudara.
Komposit merupakan gabungan dari dua atau
lebih material untuk membentuk material baru
dengan sifat-sifat yang lebih unggul dari material
asalnya. Pada umumnya komposit terdiri dari
serat karbon yang direkat berlapis dengan polymer
menjadi satu plat. Selain memiliki massa jenis
yang rendah, keunikan komposit dibandingkan
logam adalah sifatnya yang anisotropik. Sifat ini
dapat ditemukan pada kayu yang kekuatan
tariknya lebih besar bila beban berarah sejajar
dengan serat kayu, dibandingkan jika bebannya
tegak lurus serat kayu. Pada sayap penyapu depan,
anisotropi ini dapat dimanfaatkan untuk
memanipulasi karakter struktur sehingga dapat
dirancang lebih stabil dan ringan dibandingkan
struktur logam.
Dengan penerapan kedua teknologi ini dan
ditambah dengan inovasi di bidang mesin
pesawat, konsep LamAiR diprediksi dapat
mengurangi konsumsi bahan bakar hingga 9%.
Gambar 2: Konsep Lam AiR
Sumber :http://www.dlr.de
Dengan kemitraan PII, kini Engineer Weekly didukung
IKPT dan WIJAYA KARYA
4
Saat naik pesawat terbang kadang kita merasa
kurang nyaman, antara lain sakit kepala, cepat
haus, nyeri gendang telinga sesaat setelah lepas
landas atau sebelum mendarat. Faktor apakah
yang menyebabkan gejala tersebut?
Sejak penumpang memasuki kabin pesawat hingga
meninggalkannya kembali, udara di dalam kabin
selalu diregulasi oleh sistem udara pesawat. Hal ini
bertujuan antara lain agar suhu kabin tidak terlalu
panas bila misalnya mendarat di daerah tropis, dan
tidak terlalu dingin ketika terbang. Umumnya
pesawat melakukan terbang jelajah pada
ketinggian sekitar 11.000 m. Pada posisi tersebut
suhu udara luar berkisar -56°C.
Selain suhu, sistem sirkulasi pesawat juga
mengatur tekanan kabin. Udara di dalam pesawat
diganti terus-menerus selama terbang melalui
pasokan udara dari luar. Udara tersebut
dihangatkan dan dikompresi terlebih dahulu
sebelum disalurkan ke kabin, agar suhu dan
tekanan sesuai dengan kondisi yang diinginkan.
Mengapa perlu dikompresi? Pada ketinggian
11.000 m tekanan udara di luar pesawat hanya
sekitar 0,23 bar atau setara dengan 22% dari
tekanan pada permukaan laut. Dengan tekanan
yang demikian rendah, otomatis kandungan
absolut oksigen maupun air menjadi sangat
rendah, sehingga bila udara luar masuk ke dalam
kabin tanpa dikompresi, penumpang akan
kekurangan oksigen. Sebagai akibatnya
penumpang akan merasa tidak nyaman, sakit
kepala, sesak napas atau mungkin terjadi yang
lebih fatal.
Untuk mengatasi hal ini, umumnya udara kabin
diregulasi hingga mencapai tekanan sekitar 0,75 0,81 bar, yang setara dengan tekanan pada
ketinggian 6.000 - 8.000 kaki atau 1.800 – 2.400
m di atas permukaan laut. Nilai tekanan ini
merupakan hasil kompromi dari faktor
kenyamanan dan ketahanan struktur badan
pesawat untuk jangka panjang. Perbedaan tekanan
di dalam dan di luar kabin yang semakin besar
akan meningkatkan pembebanan pada struktur
badan pesawat.
Ketika pesawat lepas landas, tekanan udara kabin
berkisar 1 bar. Saat pesawat menanjak, tekanan
kabin pun turun perlahan hingga mencapai 0,75 0,81 bar saat terbang jelajah. Perubahan tekanan
ini memberi rasa nyeri di telinga, terlebih pada
penumpang yang sedang flu. Hal ini disebabkan
saluran antara hidung dan telinga yang tersumbat,
sehingga tekanan di dalam telinga tidak bisa segera
diseimbangkan dengan tekanan kabin. Hal serupa
juga terjadi saat pesawat mengurangi ketinggian
untuk mendarat, di mana tekanan kabin dinaikkan
kembali menjadi 1 bar. Untuk mengurangi gejala
nyeri gendang telinga tersebut, penumpang
disarankan untuk mengemut permen atau sering
menelan liur saat lepas landas dan sebelum
mendarat, guna menyeimbangkan tekanan.
Seperti yang disebutkan di atas, udara di dalam
pesawat diganti terus-menerus dengan udara luar
selama terbang. Pada ketinggian jelajah, udara
mengandung sangat sedikit air, sehingga meskipun
tekanan kabin telah diatur, kelembaban udara
kabin tetap sangat rendah, yakni sekitar 10%.
Sebagai pembanding, kelembaban udara di Jakarta
tidak jarang mencapai 90%. Hal ini mengakibatkan
penumpang membutuhkan lebih banyak pasokan
cairan saat terbang.***
Dengan kemitraan PII, kini Engineer Weekly didukung
IKPT dan WIJAYA KARYA
5
Trend Teknologi Pesawat Terbang
Agung Nugroho
Teknologi pesawat terbang terdiri dari berbagai
disiplin yang saling terkait dalam memenuhi fungsi
pesawat tersebut. Sebut saja disiplin teknologi
aerodinamika yang dikembangkan untuk memenuhi
fungsi mengangkat dan menerbangkan pesawat
secara efisien, propulsi untuk penghasil daya dorong
dan penggerak generator, struktur pesawat untuk
menyangga sebagai “tulang” pesawat, teknologi
mekanika untuk sistem pengendalian dan sistem
pendaratan, dan teknologi elektronika dan sistem
informasi untuk komunikasi, navigasi dan
pengamatan, teknologi perawatan dan kehandalan
untuk memenuhi fungsi mampu-rawat
(maintainability) yang kesemuanya itu menyatu
dalam menjalankan fungsi pengangkutan yang
menekankan pada keselamatan serta yang mudah
dioperasikan, dikendalikan, efisien, ekonomis dan
aman.
Sebagai fungsi pengangkut, teknologi interaksi
manusia-mesin (human-machine interaction)
memastikan pesawat memberikan kenyamanan bagi
penumpang – kebisingan dan getaran yang rendah,
dan beban kerja (workload) yang rendah, baik bagi
pilot yang mengoperasikan, petugas darat yang
melakukan bongkar muat dan pemeliharaan.
Secara sistem, pesawat terbang merupakan suatu
sistem yang terdiri dari sistem-sistem penunjangnya
(=systems of system) yang menjalan berbagai fungsi
yang terkait untuk memenuhi penerbangan yang
aman, nyaman, efisien dan dapat menjadi alat
produksi memperoleh keuntungan dalam bisnsi
angkutan udara.
Tidak kalah pentingnya, sebagai sektor yang high
risk dan membutuhkan biaya besar, pesawat
terbang dalam pengembangannya didukung pula
oleh soft sciences, seperti project management,
system engineering, untuk memastikan bahwa
koordinasi dalam perancangan, pembuatan,
pengembangan sampai memperoleh sertifikasi serta
pengoperasian pada tahap komersial
diselenggarakan secara akurat, runut, dan terlacak
(traceable). Teknologi IT memegang peran yang
tinggi, baik pada konten pesawatnya, dimana porsi
software yang semakin dominan, maupun pada
proses yang menyertainya dalam manajemen dan
system engineering.
Secara ringkas, teknologi diarahkan untuk membuat
produk pesawat lebih efisien dalam operasinya dan
dikembangkan dengan biaya pengembangan yang
lebih murah sejak awal fase perancangannya. Direct
Operating Cost pesawat ditentukan oleh antara lain
harga pesawat, efisiensi langsung dan tidak
langsung, dan biaya manajemen. Efisiensi langsung
pesawat terdiri dari (1) efisiensi aerodinamika,
dimana gaya hambatan (drag) dapat diperkecil,
sehingga memengaruhi penggunaan bahan bakar (2)
efisiensi struktur, dimana berat struktur terhadap
berat muatan harus semakin kecil. Penggunaan
material canggih seperti komposit semakin banyak
digunakan, tidak hanya pada secondary structure,
namun sampai dengan primary structure yang
menyangga beban utama pesawat terbang, dan (3)
adalah efisiensi propulsi, dimana peran penggunaan
bahan bakar oleh mesin sangat dominan. Untuk
turbojet, saat ini muncul teknologi geared turbofan
yang mengklaim dapat menghemat penggunaan
bahan bakar sebesar 15% . (4) efisiensi produksi
penting untuk menekan biaya langsung (recurring
cost). Selain faktor langsung, desain pesawat dengan
kriteria keandalan dan kemampu-rawatan
(maintainabilty) yang tinggi akan mengurangi biaya
perawatan pesawat dan penggantian biaya
komponen. (5) keandalan komponen memegang
peranan penting agar mendukung kesiapan operasi
pesawat.
Dalam pengembangannya, teknologi perancangan
pun memegang peranan besar untuk melakukan
kajian engineering dengan cepat dan akurat, dimana
peran computational physics semakin menggeser
peranan pengujian eksperimental sehingga
keputusan dapat diambil lebih awal dengan
keakuratan yang tinggi. Beberapa teknik integrasi
misalnya multidisciplinary optimization,
penggunaan IT, software product life cycle terpadu
dan systems enginering sangat membantu
mendapatkan informasi terkini mengenai status
permasalahan dalam pengembangan dan membantu
manajemen memecahkan permasalahan yang ada.
Ilmu-ilmu pendukung dalam industri penerbangan
ini dalam perjalanannya banyak diaplikasikan pada
industri-industri lain, seperti minyak and gas,
industri manufaktur mobil, dan sebagainya.
Dengan kemitraan PII, kini Engineer Weekly didukung
IKPT dan WIJAYA KARYA
6
10 Bandara Terbaik 2016
Aries R. Prima – Engineer Weekly
Bandara Changi di Singapura 4 kali berturut-turt
merebut gelar sebagai bandar udara terbaik dunia,
pada survey yang diadakan oleh SkyTrax.
Penghargaan tahunan yang diadakan tahunan ini,
yang disebut SkyTrax World Airport Award, pada
2016, diumumkan Maret lalu di Cologne, Jerman.
Bandara di negara kota ini memang tidak berenti
berinovasi. Sebut saja fasilitas bioskop 24 jam nonstop yang memutar film-film blockbuster yang
dapat dinikmati gratis.
Menyusul di urutan ke dua adalah bandar udara
Incheon di Korea Selatan, yang posisinya tidak
berubah dari tahun sebelumnya.
Terlihat urutan bandara terbaik ini tidak terlalu
berbeda dengan pemeringkatan di tahun
sebeumnya. Namun terdapat sedikit kejutan
dengan masuknya bandar udara Hamad
Internasional Airport di Doha pada urutan ke-10,
yang menjadikannya satu-satunya bandara yang
masuk dalam peringkat teratas ini.
Yang juga cukup mengejutkan adalah tidak ada
satu pun bandar udara di negara-negara Amerika
bagian Utara yang masuk dalam peringkat ini.
Jepang berhasil menempatkan 3 bandaranya
dalam peringkat terhormat ini.***
Dengan kemitraan PII, kini Engineer Weekly didukung
IKPT dan WIJAYA KARYA
7
Engineer Weekly
Pelindung: A. Hermanto Dardak, Heru Dewanto Penasihat: Bachtiar Siradjuddin Pemimpin
Umum: Rudianto Handojo, Pemimpin Redaksi: Aries R. Prima, Pengarah Kreatif: Aryo
Adhianto, Pelaksana Kreatif: Gatot Sutedjo,Webmaster: Elmoudy, Web Administrator:
Zulmahdi, Erni Alamat: Jl. Bandung No. 1, Menteng, Jakarta Pusat Telepon: 021- 31904251-52.
Faksimili: 021 – 31904657. E-mail: [email protected]
Engineer Weekly adalah hasil kerja sama Persatuan Insinyur Indonesia dan Inspirasi Insinyur.
Download