BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia kebutuhan akan bahan makanan asal hewan dari hari ke hari meningkat seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan manfaat gizi bagi kehidupan manusia. Sehingga peranan peternakan memegang posisi yang penting di dalam penyediaan bahan pangan dan pemberdayaan kebutuhan bahan pangan asal hewan untuk masyarakat (Carwan, 2010). Produk ternak merupakan sumber gizi utama untuk pertumbuhan, kesehatan, dan kecerdasan. Namun, produk ternak akan menjadi tidak berguna dan membahayakan kesehatan apabila tidak aman dan bisa menjadi sumber penularan penyakit yang zoonosis (Scribd, 2008). Sebagai bahan konsumsi, produk harus berasal dari ayam yang masih hidup dan sehat sebelum dipotong. Selain itu, produk belum mengalami kerusakan, tidak mengandung mikroorganisme dalam jumlah yang membahayakan, tidak terkontaminasi oleh bahan-bahan yang bersifat racun bagi konsumen sehingga dapat dikonsumsi sebagai bahan makanan sehat (Murtidjo, 1999). Untuk menghasilkan dan menyediakan daging yang aman dan layak konsumsi, maka diperlukan penanganan daging yang hygienis, sehat dan aman dalam mata rantai penyediaan daging mulai dari peternakan sampai dikonsumsi. Hal itu dikenal dengan konsep aman dari peternakan sampai ke meja makan (save from farm to table concept). Dalam undang-undang nomor 7 tahun 1996, keamanan pangan didefinisikan sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia (Direktorat Kesmavet, 2004). Secara umum, permasalahan kesehatan manusia yang dipengaruhi oleh hewan dapat dilakukan dengan pencegahan sedini mungkin. contohnya adalah pencegahan penyakit akibat mengonsumsi daging ayam, salah satu permasalahan yang paling penting adalah permasalahan kelayakan Rumah Potong Unggas (RPU). Terkait dengan kelayakan RPU, disadari atau tidak, peranan rumah potong ayam sebagai penyedia daging ayam yang akan dikonsumsi manusia sangat besar. Bahkan RPU merupakan penentu dari proses panjang perjalanan peternakan ayam. Dengan demikian, yang patut kita cermati dan perhatikan adalah sejauh mana RPU tersebut mampu menyediakan daging ayam yang memenuhi persyaratan teknis hygienis dan sanitasi. (Dunia veteriner, 2010). Bahaya biologis atau mikrobiologis terdiri dari virus, parasit (protozoa dan cacing), dan bakteri patogen yang dapat tumbuh dan berkembang di dalam bahan pangan, sehingga dapat menyebabkan infeksi pada manusia. Adanya cemaran tersebut akan mengakibatkan infeksi pada manusia jika kontak dengan unggas yang terinfeksi atau mengkonsumsi daging atau jeroan unggas yang tidak dimasak dengan baik (Ardiansyah, 2006). Cemaran mikroorganisme yang terakumulasi pada karkas ataupun pada daging bisa berasal dari berbagai tahapan yang dilewati selama proses produksinya. Sebagian dari mikroorganisme ini berasal dari pakan dan lingkungan ketika ayam masih hidup (Supartono et al., 2009). Berbagai jenis virus telah dilaporkan dapat bertahan dalam bahan pangan dalam rentang waktu relatif lama dan menyebabkan penyakit pada manusia yang mengkonsumsinya. Virus pada bahan pangan jika menyebabkan penyakit pada manusia umumnya memerlukan waktu inkubasi yang panjang. Artinya jarak waktu konsumsi dan waktu timbulnya gejala penyakit cukup lama sehingga pelacakan terhadap makanan penyebab penyakit ini cukup sulit ditelusuri (Dunia veteriner, 2009). PT Wonokoyo Jaya corporindo setiap harinya melakukan pemotongan ayam berkisar 16000 - 20000 ekor/hari, ditemukan jumlah ayam yang mati sebelum dipotong mencapai 100 ekor/hari. Untuk mendiagnosa penyebab kematian tersebut perlu dilakukan pemeriksaan secara patologi anatomi. Pemeriksaan patologi anatomi dapat melihat lesi-lesi yang ditemukan, memberi diagnosa morfologik pada organorgan yang mengalami perubahan patologik serta dapat memberi diagnosa tentatif (sementara) pada kasus yang ditemukan (Dharma, 1997). Diagnosa penyakit secara cepat dan akurat sangat diperlukan dalam upaya pengendalian maupun pemberantasan penyakit. Pengamatan terhadap adanya perubahan yang menunjukkan adanya infeksi oleh penyakit virus dilakukan pada rongga abdomen dan thorax. Pada rongga thorax adanya perdarahan pada perikardium dan pulmo merupakan indikasi adanya infeksi virus misalnya virus Avian Influenza. Sedangkan perdarahan ptekie pada proventrikulus merupakan perubahan menciri infeksi virus Newcastle Disease pada rongga abdomen.Nekropsi atau bedah bangkai merupakan teknik yang sangat penting dalam penegakan diagnosa penyakit. Sifat pemeriksaan hasil nekropsi adalah berdasarkan perubahan anatomi (Murtidjo, 1992). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu seberapa banyak kadaver ayam yang menunjukkan perubahan patologi anatomi ke arah penyakit viral di Rumah Pemotongan Unggas (RPU) PT. Wonokoyo Jaya Corporindo. 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyakit-penyakit pada kadaver ayam diduga disebabkan oleh virus, yang diperiksa secara patologi anatomik di RPU PT. Wonokoyo Jaya Corporindo. 1.4 Manfaat Penelitian Memberikan informasi kepada pengelola RPU PT. Wonokoyo Jaya Corporindo tentang adanya dugaan penyakit viral pada kadaver ayam yang diperiksa secara patologi anatomik. 1.5 Kerangka Pemikiran Bahaya yang berkaitan dengan keamanan pangan asal ternak dapat terjadi pada setiap mata rantai, mulai dari praproduksi di produsen, pascaproduksi sampai produk tersebut didistribusikan dan disajikan kepada konsumen. Bahaya tersebut meliputi penyakit ternak, penyakit yang ditularkan melalui pangan atau yang disebut food borne diseases, serta cemaran atau kontaminan bahan kimia dan bahan toksik lainnya.(Scribd, 2008). Penyakit ternak biasanya terjadi pada proses praproduksi, yaitu penyakit yang menyerang ternak pada proses pemeliharaan. Penyakit ini selain mempengaruhi kesehatan ternak juga menentukan mutu dan keamanan produknya. Pangan asal hewan lebih berpotensi berbahaya dibandingkan pangan nabati karena dapat bersifat zoonosis pada konsumen. Oleh sebab itu, aspek keamanan pangan asal hewan perlu mendapat perhatian khusus (Yudi, 2009). Proses keamanan pangan daging ayam ini harus dilakukan sedini mungkin, yakni mulai dari peternakan (farm) hingga daging ayam dikonsumsi (di meja makan) (Dunia veteriner, 2010). Virus merupakan organisme hidup yang untuk kelangsungan hidupnya virus membutuhkan media hidup, seperti ayam yang digunakan virus untuk melakukan berbagai kegiatan, seperti replikasi DNA dan RNA, transkripsi dan translasi. Virus memapari ayam yang sehat, muncul penyakit, lalu ayam tersebut sakit dengan berbagai derajat keparahannya, kemudian berakhir dengan kematian. Kematian ayam akibat terpapar virus terjadi bila tingkat kekebalan yang dimiliki ayam tidak mampu mengalahkan virus, sehingga virus bebas bereplikasi dan leluasa menyebar untuk melumpuhkan kekebalan tubuh ayam dari semua organ tubuhnya. (Rahardjo, 2009). Sampai saat ini belum ditemukan obat yang efektif untuk menyembuhkan penyakit yang disebabkan oleh virus (Papaji, 2009). Untuk mendiagnosa penyakit unggas, tidak cukup dengan melihat gejala klinisnya saja namun dibutuhkan pemeriksaan yang lebih dalam yaitu berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi (pasca mati). Pemeriksaan secara patologi anatomi untuk mendeteksi penyebab kematian, gangguan pertumbuhan ataupun gangguan kesehatan pada unggas, sehingga dapat diambil tindakan tertentu sesuai dengan kesimpulan yang diperoleh (Murtidjo, 1992). Nekropsi pada ayam merupakan prosedur yang dapat digunakan oleh dokter hewan, perusahaan atau peternak untuk menemukan penyebab kematian unggas, diagnosa penyakit, pengambilan sampel untuk pemeriksaan laboratorium (Davis dan Morishita,2001).